Hubungan Antara Stres Terhadap Guru Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Siswa SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta Dewi Novita Sari Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas 9 Semaki Yogyakarta e-mail :
[email protected] Abstract
This research aims to know the relationship the stress on teachers with academic prokrastination in high student of Muhammadiyah 2 yogyakarta. Subjects in this study were 120 students of class XII IPA and IPS. This research using methods quantitative data by using a measuring instrument in form of psychological scale of the stress on teachers and scale academic procrastination. Technique the sample in research is using cluster random sampling and by lottery at random. The data of research in analyzed by used technique correlation product moment of pearson with used the aid program spss 16.0 for windows. The results of this study showed that there is a very significant positive relationship between stress on teachers with academic procrastination in high school students. This is shown by the correlation coefficient (r) positive 0,311 with p = 0,001 (p < 0,01). Categories of subjects showed that the stress level on the teachers included in the category are of 73,3 % and academic procrastination students are included in category are of 66,7 %. Effective contribution of stress on teachers with academic procrastination indicated by the coefficient of the determinant (đť‘ź 2 ) = 9,7 % which means that there are 9,7 % of teacher stress can enhance the appearance of the academic procrastination while as many as 90,3 % are influenced by other factors not examined. Based on the research result, it can be concluded that there is very significant positive relationship between stress on teachers with students on academic procrastination. This suggests that the higher the stress on teachers then the higher academic procrastination conducted by students, instead the lower stress on teachers then the lower academic procrastination are done by the students. Key word : stress on teachers, academic procrastination
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stres terhadap guru dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 120 siswa-siswi kelas XI IPA dan IPS. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kuantitatif dengan menggunakan alat ukur berupa skala psikologis dari skala stres terhadap guru dan skala prokrastinasi akademik. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan Cluster Random Sampling dan diundi secara acak. Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for windows. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara stres terhadap guru dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMA. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi (r) positif sebesar 0,311 dengan p = 0,001 (p < 0,01). Kategori subyek menunjukkan bahwa tingkat stres terhadap guru termasuk dalam kategori sedang sebesar 73,3 % dan prokrastinasi akademik pada siswa termasuk dalam kategori sedang sebesar 66,7 %. Sumbangan efektif stres terhadap guru dengan prokrastinasi akademik ditunjukkan dengan koefisien determinan (đť‘ź 2 ) = 9,7 % yang artinya terdapat 9,7 % stres terhadap guru dapat meningkatkan munculnya prokrastinasi akademik, sedangkan sebanyak 90,3 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara stres terhadap guru dengan prokrastinasi akademik pada siswa. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi stres terhadap guru maka semakin tinggi prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh siswa, sebaliknya semakin rendah stres terhadap guru maka semakin rendah pula prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh siswa. Kata kunci : stres terhadap guru, prokrastinasi akademik
PENDAHULUAN Manusia memiliki beragam kebiasaan dalam kehidupannya. Ada yang cenderung ingin cepat menyelesaikan pekerjaan, ada pula yang cenderung menunda menyelesaikan pekerjaan. Pengamatan penulis dalam kehidupan seharihari banyak individu yang cenderung menunda-nunda pekerjaan mereka. Penundaan ini biasa disebut dengan istillah “prokrastinasi”. Prokrastinasi berasal dari bahasa latin dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran “crastinus” yang berarti keputusan hari esok, jika di gabungkan menjadi “menunda sampai hari berikutnya”. Hasil penelitian yang dilakukan diluar negeri menunjukkan bahwa prokrastinasi akademik merupakan salah satu masalah yang menimpa sebagian besar pelajar/mahasiswa secara luas (Setiawan, 2008). Individu yang mengalami prokrastinasi akan selalu mengatakan bahwa besok saja akan menyelesaikan tugas tersebut, tetapi ketika keesokan hari kembali mengulang kebiasaan tersebut dengan mengatakan nanti saja. Seseorang yang mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai batas waktu yang telah
ditentukan sering mengalami keterlambatan, mempersiapkan sesuatu dengan sangat berlebihan, maupun gagal dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan, sehingga prokrastinasi merupakan salah satu perilaku yang tidak efisien dalam menggunakan waktu dan adanya kecenderungan untuk tidak segera memulai sesuatu ketika menghadapi tugas-tugas tersebut. Menurut Steel (Gunawinata, dkk. 2008) prokrastinasi bukan saja komponen dari menunda, tetapi juga menunda tugas-tugas yang terjadwal, yang prioritas atau yang penting untuk dilakukan. Seseorang akan menunda tugas dengan prioritas tinggi jika tersedia perilaku lain yang memberikan reward dengan segera dan kerugian yang rendah. Steel (Gunawinata, dkk. 2008) juga menuliskan definisi prokrastinasi sebagai “To voluntarily delay an intended course of action despite expecting to be worse-off for the delay”. Dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi adalah perilaku menunda-nunda secara sukarela terhadap pekerjaan yang sudah terjadwal dan penting untuk dilakukan sehingga menimbulkan konsekuensi secara emosional, fisik dan akademik. Beberapa tahun terakhir banyak penelitian telah dilakukan yang menunjukkan bahwa prokrastinasi adalah masalah yang lebih umum terjadi di dunia akademis. (Ellis & Knaus, dalam Gunawinata, dkk. 2008). Menurut Ferrari (Ghufron, 2011) prokrastinasi adalah suatu pola perilaku (kebiasaan) yang mengarah kepada trait, penundaan yang dilakukan sudah merupakan respon yang menetap pada seseorang dalam menghadapi tugas dan kebiasaan yang disertai dengan keyakinan yang irrasional. Prokrastinasi akademik juga banyak berakibat negatif, dengan melakukan penundaan banyak waktu yang terbuang dengan sia-sia. Tugas-tugas menjadi terbengkalai, bahkan bila diselesaikan hasilnya menjadi tidak maksimal. Jika pada tingkat sekolah seseorang sudah melakukan prokrastinasi akademik, diasumsikan ketika jenjang yang lebih tinggi tingkat prokrastinasi akademiknya semakin meningkat. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik pada remaja merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian. Menurut penelitian Suriani dan Suraini (Rathakrishnan, B & Ismali, R. 2009) dalam kajian mereka meneliti 94 orang kalangan pelajar di pendidikan sultan idris banyak mengalami stres yang diakibatkan oleh tuntutan akademik, akibat guru/dosen, masalah pribadi, dan masalah sekolah/universitas. 70 sampai 91 % sumber stres berkaitan dengan aktifitas kurikulum, rekan dan keluarga yang dialami oleh 60 sampai 70 pelajar. Namun, dari hasil penelitian didapat bahwa puncak stres yang paling utama disebabkan oleh terlalu banyak tugas-tugas, tidak cukup waktu dalam mengerjakan, tidak dapat menjawab soal ujian, mendapat nilai yang rendah saat ujian dan sulit memahami pelajaran yang diberikan. Menurut Sarafino (1994) stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara inidividu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntuan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya biologis, psikologis, dan sosial dari seseorang. Menurut Rice (Rathakrishnan, B & Ismail, R. 2009) stres didefinisikan berdasarkan tiga aspek yaitu pertama, merujuk kepada rangsangan peristiwa sekitar menjadi penyebab seorang individu merasa tertekan (faktor luar). Kedua, stres merujuk kepada gerak subyektif (faktor dalam) yaitu aspek mental. Ketiga, merujuk kepada reaksi fisikal tubuh. Fungsi reaksi
fisikal ini merujuk kepada cara mengatasi stres melalui kaedah tingkah laku dan psikologis. Keadaan stres yang kronik membawa suatu keadaan negatif seperti merasa keletihan, penyakit dan kematian. Pada sebagian besar remaja, hambatan-hambatan dalam kehidupan mereka akan sangat menganggu kesehatan fisik dan emosi mereka, motivasi menjadi rendah dan semakin banyak tuntutan untuk menuju sukses disekolah. Masalahmasalah yang banyak dialami oleh remaja pada saat ini merupakan manifestasi dari stres (Karlina, 2010). Stres merupakan hal yang wajar dialami pada kehidupan manusia, setiap orang pasti pernah dan akan mengalami stres. Stres timbul karena adanya stresor yaitu sumber stres / pembangkit stres. Stres sekolah yang menyangkut faktorfaktor psikologis seperti ujian sekolah, tugas-tugas sekolah yang menumpuk, masalah materi pelajaran yang berat dan ujian yang akan berlangsung, sehingga membuat siswa merasa terbebani, merasa kurang mampu mengerjakan tugastugas dan pesimis untuk mendapatkan hasil yang baik. Stresor yang terlalu banyak akan menyebabkan kelelahan sehingga dapat menurunkan kinerja seseorang. Ada kecenderungan bahwa individu yang memiliki beban kinerja atau tugas yang terlalu banyak akan melakukan prokrastinasi akademik yang lebih tinggi. http://psikologi-unisula.com/article/88582/hubungan-kecanduan-chatting-denganprokrastinasi-akademik. Dunia pendidikan tidak luput dari suatu hal yang menimbulkan stres. Faktor lain yang menjadi penyebab dari stres dalam kehidupan siswa adalah di lingkungan sekolah. Salah satunya stres yang disebabkan oleh guru/tenaga pendidik, Guru kurang bisa melakukan tugasnya dengan baik, sehingga banyak siswa yang mengalami stres karena guru yang terlalu membebani mereka dengan tugas-tugas yang begitu banyak dan ditambah lagi tidak didukung dengan sikap yang siswa terima disekolah dari para pendidik, sehingga membuat siswa terkadang membenci guru, dan apa yang disampaikan oleh guru pada saat menerangkan pelajaran tersebut siswa menjadi tidak paham. Hasil wawancara yang dilakukan pada 3 orang siswa yang bersekolah di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta pada hari Rabu 6 Juni 2012, didapat data bahwa siswa menunda-nunda dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah yang diberikan karena alasan sikap guru yang kurang ramah, ada yang mengatakan bahwa metode mengajarnya yang kadang sulit dimengerti, dan juga ada yang mengatakan salah satu guru mata pelajaran tersebut sering memberikan PR sebanyak 7 PR dalam sehari dan jika tidak dikumpulkan tepat pada waktu maka nilai mereka akan dikurangi. Berdasarkan permasalahan di atas, muncul permasalahan apakah ada hubungan stres terhadap guru dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMA. Sehingga peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Hubungan Antara Stres Terhadap Guru dengan Prokrastinasi Akademik Pada Siswa SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta”.
TINJAUAN PUSTAKA
Prokrastinasi Akademik Seseorang yang mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai batas waktu yang telah ditentukan, sering mengalami keterlambatan, mempersiapkan sesuatu dengan sangat berlebihan, dan gagal dalam menyelesaikan tugas sesuai batas waktu yang telah ditentukan, dikatakan sebagai orang yang melakukan prokrastinasi atau prokrastinator. Prokrastinasi dapat dikatakan sebagai salah satu perilaku yang tidak efisien dalam menggunakan waktu dan adanya kecenderungan untuk tidak segera memulai suatu pekerjaan ketika menghadapi suatu tugas. Bentuk prokrastinasi ini merupakan sebuah anteseden kognitif dalam menunda untuk memulai melakukan suatu pekerjaan dalam menghadapi situasi yang dipersepsikan penuh stres. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran “cratinus” yang berarti keputusan hari esok. Jadi jika digabungkan menjadi “menangguhkan” atau “menunda sampai hari berikutnya”. Menurut Milgram (Gunawinata, dkk. 2008) prokrastinasi adalah perilaku spesifik yang meliputi suatu perilaku yang melibatkan unsur penundaan (baik untuk memulai maupun menyelesaikan), keterlambatan dalam menyelesaikan tugas, melibatkan suatu yang dipersepsikan oleh pelaku prokrastinasi sebagai suatu tugas yang penting untuk dikerjakan (misalnya tugas sekolah yang banyak), menghasilkan keadaan emosional yang tidak mengenakkan (seperti perasaan cemas, perasaan bersalah, marah, panik). Ferrari (Ghufron & Risnawati, 2011) prokrastinasi dapat dikatakan sebagai perilaku penundaan untuk memulai dalam mengerjakan suatu tugas, suatu kebiasaan atau pola perilaku yang dimiliki individu yang mengarah kepada trait, dan penundaan yang dilakukan seseorang dalam menghadapi tugas dan biasanya disertai oleh adanya keyakinan-keyakinan yang irrasional. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa prokrastinasi akademik adalah sebagai suatu penundaan yang dilakukan dengan sengaja dan berulangulang dengan melakukan aktivitas lain yang tidak diperlukan dalam pengerjaan tugas. Jenis-jenis tugas prokrastinasi Prokrastinasi dapat dilakukan pada beberapa jenis pekerjaan. Penelitian yang telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir yang menunjukkan bahwa prokrastinasi adalah masalah yang lebih umum terjadi di dunia. Komitmen dan tenggang waktu merupakan prioritas utama dalam hal ini. Froelich (Gunawinata, dkk. 2008) menyebutkan bahwa ada 6 area masalah prokrastinasi, yaitu area rumah tangga, keuangan, sosial, personal, pekerjaan, dan sekolah. Dalam lingkup rumah tangga, misalnya seorang pembantu rumah tangga yang menunda pekerjaan seperti menunda mencuci piring sehingga menyebabkan cucian menumpuk. Dalam lingkup pekerjaan, misalnya seorang sekretaris yang menunda pembuatan laporan sehingga laporan tersebut tidak dapat terselesaikan tepat waktu. Dalam lingkup sekolah, misalnya siswa/mahasiswa yang menunda dalam pengerjaan tugas atau pun skripsi.
Dalam prokrastinasi akademik jenis tugas yang menjadi obyek prokrastinasi akademik adalah tugas yang berhubungan dengan kinerja akademik. Perilaku-perilaku yang mencirikan penundaan dalam tugas akademik dipilah dari perilaku lainnya dan dikelompokkan menjadi unsur dalam prokrastinasi akademik. Adapun menurut Solomon dan Rothblum (Rumiani, 2006) menyebutkan enam area akademik untuk melihat jenis-jenis tugas yang sering diprokrastinasi oleh pelajar, yaitu tugas mengarang, belajar menghadapi ujian, membaca, kerja administratif, menghadiri pertemuan, dan kinerja akademik secara keseluruhan. Ini dilakukan secara terus-menerus baik itu penundaan jangka panjang maupun jangka pendek sehingga mengganggu kinerja dalam rentang waktu terbatas dengan mengganti aktivitas lain yang tidak begitu penting. Ciri-ciri prokrastinasi akademik Ferrari (Gufron,2011) mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan, prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati ciri-ciri tertentu, yaitu : pertama, penundaan untuk memulai dan menyelesaikan tugas. kedua, keterlambatan dalam menyelesaikan tugas. ketiga, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual. keempat, melakukan aktifitas lain yang lebih menyenangkan. Faktor-faktor prokrastinasi akademik Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu : (a) faktor internal. Faktor-faktor ini terdapat dalam diri individu yang meliputi kondisi fisik dan kondisi psikologis dari individu. (1) kondisi fisik individu. Faktor dari dalam diri individu yang turut mempengaruhi munculnya prokrastinasi akademik adalah keadaan fisik dan kondisi kesehatan individu, misalnya fatigue (kelelahan). Seseorang yang mengalami kelelahan akan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk melakukan prokrastinasi dari pada tidak. Tingkat inteligensi yang dimiliki seseorang tidak mempengaruhi perilaku prokrastinasi. Walaupun prokrastinasi sering disebabkan oleh adanya keyakinan-keyakinan yang irrasional yang dimiliki seseorang. (2) kondisi psikologis individu. Moore (Rumiani, 2006) menyatakan bahwa stres siswa dapat berupa keuangan, beban tugas, ujian setiap semester, dan pelajaran yang diberikan. Besarnya sikap yang kurang menyenangkan dari guru juga mempengaruhi prokrastinasi akademik secara negatif sehingga bisa memicu stres pada siswa dan akan menganggu pencapaian tujuan yang optimal dari seseorang. (Prokop dalam Rumiani, 2006). Berbagai hasil penelitian juga menemukan aspek-aspek lain pada diri individu yang turut mempengaruhi seseorang untuk mempunyai suatu kecenderungan perilaku prokrastinasi, antara lain rendahnya kontrol diri dan juga berpengaruh pada sikap, metode, dan pelajaran yang diberikan guru tersebut. Peneliti berpendapat bahwa orang yang melakukan prokrastinasi pada tugas akan mengalami keadaan yang mengancam (aversif) atau penuh tekanan dan orang yang sering merasakan pengalaman stres akan melakukan prokrastinasi lebih banyak (Gunawinata, dkk., 2008). (b) faktor eksternal. Faktor-faktor yang terdapat diluar diri individu berupa pengasuhan orangtua dan lingkungan yang
kondusif. (1) gaya pengasuhan orangtua. Hasil penelitian Ferrari dan Ollivete (Gufron & Risnawati, 2011) menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis pada subjek penelitian anak perempuan, sedangkan tingkat pengasuhan otoritatif ayah menghasilkan anak perempuan yang bukan prokrastinator. Ibu yang memiliki kecenderungan melakukan avoidance procrastination menghasilkan anak perempuan yang memiliki kecenderungan untuk melakukan avoidance procrastination (menghindari penundaan). (2) kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan individu, terutama di lingkungan sekolah. proses pembelajaran di sekolah, tingkat atau level sekolah, sikap yang di perlihatkan oleh guru di sekolah dan juga apakah sekolah terletak di desa ataupun di kota juga mempengaruhi seseorang dalam melakukan prokrastinasi akademik. Berdasarkan keterangan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor yang ada di dalam diri individu dan faktor eksternal berupa faktor yang berada diluar diri individu. Faktor tersebut dapat memunculkan perilaku prokrastinasi maupun menjadi faktor kondusif yang akan menjadi katalisator sehingga perilaku prokrastinasi akademik seseorang semakin meningkat dengan adanya pengaruh faktor tersebut. Stres terhadap Guru Stres yang menimpa banyak orang adalah suatu keadaan yang diliputi kekhawatiran akibat perasaan seperti takut, tidak aman, ledakan perasaan yang berlebihan, cemas dan berbagai tekanan lainnya yang merusak keseimbangan tubuh. Ketika seseorang menderita stres, tubuh akan bereaksi dan membangkitkan tanda bahaya, sehingga memicu terjadinya beragam reaksi biokimia di dalam tubuh, seperti kadar adrenalin dalam aliran darah meningkat, tekanan darah meningkat, dan denyut jantung mengalami percepatan. Beberapa kajian menunjukkan bahwa semakin parah tingkat stres, maka akan semakin lemah peran positif sel-sel darah merah di dalam darah. Menurut penelitian yang dikembangkan oleh Linda Naylor, pimpinan perusahaan alih teknologi Universitas Oxford, terdapat pengaruh negatif stres pada sistem kekebalan tubuh (Sulaiman, dkk, 2009). Menurut Selye (Rochman, 2010) mendefinisikan stres sebagai respon umum dari tubuh terhadap segala jenis tuntutan (stressor) yang diberikan kepadanya. Pada saat menghadapi stressor tubuh mengeluarkan reaksi yang disebut General Adaptation Syndrome (GAS). GAS terdiri dari tiga tahapan, yaitu alarm reaction (dimana terjadi persiapan untuk melawan stressor), resistance (dimana terjadi perlawanan stressor), dan exhaustion (melemahkan perlawanan akibat keberadaan stressor yang berkepanjangan). Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu kondisi yang tidak mengenakkan bagi diri individu karena itu keadaan yang disebabkan oleh adanya tuntutan dari internal maupun eksternal yang dapat membahayakan atau melebihi kemampuan individu sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun secara psikologis.
Guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah, oleh karena itu diharapkan guru dapat bertanggung jawab dalam rangka peningkatan belajar mengajar untuk mencapai daya serap yang tinggi atau meningkatkan hasil belajar siswa. Seorang guru sebagai pendidik harus memiliki sikap dan pertimbangan yang tepat sesuai dengan kondisi kelas, seorang guru seharusnya menyadari bahwa setiap siswa memiliki karakteristik yang khas. Pada dasarnya, masing-masing siswa memiliki beragam potensi dan kecerdasan. Salah satu aspek penting yang langsung atau tidak mempengaruhi terhadap kesuksesan seorang guru dalam menjalankan tugasnya adalah faktor kepribadian. Kepribadian yang akan menentukan apakah seorang guru akan menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi para siswanya. Kepribadian disini adalah suatu totalitas psikofisis yang meliputi sifat-sifat pribadi yang khas dan unik dari individu yang melekat pada diri orang yang bersangkutan karena berhadapan dengan lingkungan (Naim, 2011). Seorang guru selain memiliki syarat-syarat untuk menjadi seorang guru harus juga memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh murid-muridnya, oleh orang tua, dan masyarakat. Sifat-sifat yang baik tersebut sangat diperlukan agar guru dapat melaksanakan pengajaran secara efektif. Berkaitan dengan hal tersebut, guru wajib berusaha memupuk sifat-sifat pribadi dan mengembangkan sifat-sifat pribadi yang disenangi oleh pihak lain (ekstern). Jika guru memiliki sifat yang kurang baik atau kurang terpuji dan kurang disukai oleh berbagai pihak, baik murid, orang tua ataupun masyarakat, maka akan berimplikasi terhadap jalan dan hasil pembelajaran. (Hamalik dalam Naim, 2011). Aspek lain yang penting dari seorang guru adalah aspek kewibawaan. Kewibawaan yang melekat dalam diri guru akan memudahkan bagi guru untuk menjalankan tugasnya. Guru yang tidak memiliki kewibawaan tidak akan dihargai dan dihormati oleh para siswanya. kewibawaan bukan untuk menakut-nakuti siswa, tetapi kewibawaan adalah manifestasi dari kepribadian guru. Kewibawaan yang diperoleh dengan jalan penggunaan kekuasaan yang ada, misalnya menghukum, killer, berkata kasar, atau mengancam menjadikan kewibawaan itu tidak berlangsung lama, dan sangat mungkin akan membuat para siswa mengalami stres yang diakibatkan oleh guru tersebut. Sikap yang baik akan menumbuhkan rasa suka bagi para siswanya untuk mengikuti pelajaran. Rasa suka adalah salah satu kunci bagi keberhasilan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran tidak akan mampu mencapai hasil maksimal apabila para siswa benci atau tidak suka terhadap guru tersebut. Sikap guru semacam ini dapat membuat siswa merasa tertekan sehinga para siswa mengalami stres. Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa interaksi antara guru dan siswa merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang luas, tidak sekedar hubungan antara guru dan siswa dan bukan hanya penyampaian informasi berupa materi pelajaran, tetapi bagaimana sikap baik dari guru tersebut yang menumbuhkan rasa suka bagi para siswanya sehingga para siswa tidak mengalami stres.
Aspek-aspek stres Stressor yang dihadapi individu akan menimbulkan respon atau reaksi dari individu tersebut baik secara fisiologis, psikologis dan sosial. Sarafino (1994) membagi aspek stres kedalam dua aspek, yaitu : pertama, aspek biologis terkait dengan reaksi tubuh yang mengancam karena respon fisiologis dari dalam tubuh. Gejala-gejalanya jantung berdetak kencang, sesak napas, sakit kepala, tangan dan kaki dingin, sering buang air kecil dan sulit tidur. Kedua, aspek psikologis terkait perubahan-perubahan psikologis seperti kognitif (gejala-gejalnya: sulit berpikir, berkonsentrasi, sulit memulai pekerjaan, pelupa dan menunda-nunda pekerjaan), emosi (gejala-gejalanya: rasa takut, phobia, cemas, tidak sabaran, sedih, mudah marah dan mudah tersinggung), dan perilaku sosial (gejala-gejalnya: menarik diri, rendah diri, dan kehilangan keterampilan pada penampilan). Rochman, 2010. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi stres yaitu: pertama, faktor perilalku. Kedua, faktor psikologis. Ketiga, faktor sosial. Hubungan antara stres terhadap guru dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMA Proses pendidikan dianggap baik jika mampu memberi sumbangan terhadap pengembangan manusia seutuhnya. Tujuan pendidikan terkadang tidak sesuai dengan harapan. Salah satu penyebabnya adalah stres yang diakibatkan oleh guru/tenaga pengajar tersebut. Guru kurang bisa melakukan tugasnya dengan baik, sehingga banyak siswa yang mengalami stres karena guru yang terlalu membebani mereka dengan tugas-tugas yang begitu banyak dan ditambah lagi tidak didukung dengan sikap yang siswa terima disekolah dari para pendidik, sehingga membuat siswa terkadang membenci guru, dan apa yang disampaikan oleh guru pada saat menerangkan pelajaran tersebut siswa menjadi tidak paham. Perilaku inilah yang sering membuat para siswa/pelajar cenderung melupakan tugas-tugas yang tidak disukai itu sehingga melakukan prokrastinasi akademik dan lebih memilih melakukan kegiatan lain yang lebih menyenangkan. Menurut Moore (Rumiani, 2006) menyatakan bahwa stressor stres siswa dapat berupa keuangan, beban tugas, ujian setiap semester, dan pelajaran yang diberikan. Besarnya sikap yang kurang menyenangkan dari guru juga mempengaruhi para siswa untuk melakukan prokrastinasi akademik secara negatif, sehingga itu bisa memicu stres pada siswa dan akan menganggu pencapaian tujuan yang optimal dalam belajar bahkan menurunkan prestasi akademik dari diri para siswa-siswa tersebut. Selain itu stresor yang terlalu banyak akan menyebabkan kelelahan dan dapat menurunkan kinerja seseorang. Ada kecenderungan bahwa individu yang memiliki beban tugas terlalu banyak akan melakukan prokrastinasi akademik lebih tinggi. Peneliti berpendapat bahwa orang yang melakukan prokrastinasi pada tugas akan mengalami keadaan yang mengancam (aversif) atau penuh tekanan dan orang yang sering merasakan pengalaman stres akan melakukan prokrastinasi lebih banyak (Gunawinata, dkk, 2008).
Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan positif antara stres terhadap guru dengan prokrastinasi akademik pada siswa”. Semakin tinggi stres terhadap guru maka akan semakin tinggi pula prokrastinasi akademik pada siswa. Sebaliknya semakin rendah stres terhadap guru maka akan semakin rendah pula prokrastinasi akademik pada siswa. METODE Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas adalah stres terhadap guru dan variabel tergantung adalah prokrastinasi akademik. Stres terhadap guru adalah menjalin interaksi antara guru dan siswa merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar, bukan hanya sekedar penyampaian informasi berupa materi pelajaran tetapi bagaimana sikap baik dari guru tersebut yang menumbuhkan rasa suka bagi para siswanya sehingga para siswa tidak mengalami stres. Skor pada skala stres terhadap guru yang mengacu pada pendapat Sarafino (1994) meliputi aspek-aspek, yaitu : aspek biologis dan aspek psikologis yang meliputi kognitif, emosi, dan perilaku sosial. Prokrastinasi akademik adalah Prokrastinasi akademik adalah perilaku spesifik yang meliputi suatu perilaku yang melibatkan unsur penundaan (baik untuk memulai maupun menyelesaikan), keterlambatan dalam menyelesaikan tugas, menghasilkan keadaan emosional yang tidak mengenakkan (seperti perasaan cemas, bersalah, marah, panik). Skor pada skala prokrastinasi akademik yang mengacu pada pendapat Ferrari (Ghufron, 2011) meliputi aspek-aspek yaitu: penundaan untuk memulai dan menyelesaikan tugas, keterlambatan dalam menyelesaikan tugas, kesenjangan waktu antara kinerja aktual, dan melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan. Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan Cluster random Sampling, yaitu dengan melakukan randomisasi (Azwar, 2007). Artinya sampel di ambil berdasarkan kelompokkelompok atau tingkatan-tingkatan tertentu secara acak tanpa pendang bulu. Penelitian ini melakukan undian secara acak terhadap 9 kelas XI dan di ambil 2 kelas (IPA 1 dan IPA 2) untuk try out dan 4 kelas (IPA 4, IPS 1, IPS 3, IPA 3) untuk penelitian. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kuantitatif dengan menggunakan alat ukur berupa skala psikologis dari skala stres terhadap guru dan skala prokrastinasi akademik. Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan empat pilihan jawaban yang merupakan modifikasi dari skala Likert atau yang disebut dengan metode rating yang dijumlahkan (method of summated rating) yang pertama kali diciptakan oleh Likert (Azwar, 2007), yang terdiri dari dua tipe pertanyaan yaitu favorable dan unfavorable. Hasil
Skala perilaku prokrastinasi akademik dikategorikan dalam empat alternatif jawaban dengan skor bergerak dari 1-4. Skala prokrastinasi akademik terdiri dari 32 aitem sehingga kemungkinan skor terendah (Xr) data perilaku prokrastinasi akademik secara hipotetik adalah sebesar 1 x 32 = 32 dan skor tertinggi (Xt) adalah 4 x 32 = 128. Rentang skor skala perilaku prokrastinasi akademik adalah 128 – 32 = 96, standar deviasi adalah δ= (128-32):6=16 dan mean hipotetiknya µ= (128+32):2=80. Skala stres terhadap guru dikategorikan dalam empat alternatif jawaban dengan skor bergerak dari 1-4. Skala stres terhadap guru terdiri dari 32 aitem sehingga kemungkinan skor terendah (Xr) data stres terhadap guru secara hipotetik adalah sebesar 1x32=32 dan skor tertinggi (Xt) adalah 4x32=128 . Rentang skor skala stres terhadap guru adalah 128-32=96, standar deviasi adalah δ=(128-32):6=16 dan mean hipotetiknya adalah µ=(128+32):2=80. Skor empirik dan skor hipotetik secara rinci dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Deskripsi Data Penelitian Variabel Prokrastinasi Akademik Stres Terhadap guru
Min 47 45
Empirik Max Mean 101 72,60 98
71,53
SD 10,859
Min 32
8,929
32
Hipotetik Max Mean 128 80
SD 16
128
16
80
Deskripsi data penelitian tersebut dapat digunakan untuk melakukan kategorisasi skor pada kedua variabel penelitian. Dan di ambil data penelitian empirik untuk mengetahui tinggi rendahnya skor yang diperoleh subyek dalam kategorisasi. Skor yang diperoleh subyek diklasifikasikan dengan menggunakan tiga kategori yaitu rendah, sedang, tinggi. Berdasarkan kategori variabel prokrastinasi akademik, siswa yang melakukan prokrastinasi akademik dalam kategori rendah sebanyak 17,5 %, kategori sedang sebanyak 66,7 %, dan kategori tinggi sebanyak 15,8 %, sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa prokrastinasi akademik pada siswa yang diperoleh dari subyek dalam penelitian ini termasuk sedang . Berdasarkan kategorisasi variabel stres terhadap guru, siswa yang mengalami stres yang diakibatkan oleh guru dalam kategori rendah sebanyak 15 %, kategori sedang sebanyak 73,3 %, dan ketegori tinggi sebanyak 11,7 %, sehingaa dapat diperoleh kesimpulan bahwa stres terhadap guru yang dialami subyek dalam penelitian ini termasuk sedang. Berdasarkan hasil analisis tersebut didapatkan (rxy) = 0,311 dan probabilitas p = 0,001 (p < 0,01), hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang sangat signifikan antara variabel stres terhadap guru dengan prokrastinasi akademik sesuai dengan hipotesis yang diajukan oleh peneliti yaitu ada hubungan yang positif antara stres terhadap guru dengan prokrastinasi akademik.
Sumbangan efektif (đť‘ź 2 ) dari stres terhadap guru dengan prokrastinasi akademik siswa sebesar 9,7 %. Penjelasan dapat di lihat pada tabel 2 dibawah ini : Tabel 2. Hasil Uji Hubungan. Descriptive Statistics N Prokrastinasiakademik 120 Stresterhadapguru 120 Valid N (listwise) 120
Mean
Std. Deviation
72.60 71.53
10.859 8.929
Correlations Prokrastinasia Stresterhadap kademik guru Prokrastinasiakademik Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) N 120 Stresterhadapguru Pearson .311** Correlation Sig. (2-tailed) .001 N 120 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
.311** .001 120 1
120
PEMBAHASAN Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara variabel bebas (X) yaitu stres terhadap guru dengan variabel tergantung (Y) yaitu prokrastinasi akademik, semakin tinggi stres terhadap guru maka semakin tinggi prokrastinasi akademik yang dilakukan siswa, sebaliknya semakin rendah stres terhadap guru maka semakin rendah pula prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh siswa. Stres yang diakibatkan oleh guru terkadang memberikan efek yang sangat buruk bagi para siswa-siswinya, seperti yang kita ketahui bahwa siswa SMA khususnya remaja merupakan masa peralihan yang harus berjuang untuk dapat berfungsi dengan tepat dalam peran-peran baru, dan tidak jarang situasi ini sering menimbulkan konflik, kecemasan, dan stres (Naim, 2011).
Sikap guru dapat membawa individu untuk berperilaku yang dapat membawa mereka ke dalam konsekuensi negatif, oleh karena itu sikap guru dan hubungan yang hangat sangat berpengaruh terhadap seseorang terutama ketika seseorang menghadapi tugas-tugas yang penting khususnya bagi mereka yang menghadapi tugas-tugas akademik sehingga prokrastinasi akademik dapt dikurangi. Siswa yang merasa nyaman dan tidak tertekan dengan sikap gurunya akan efektif meningkatkan waktu dalam mengerjakan tugas, hadir disekolah, mengurangi kelambanan, dan menunda-nunda tugas maupun belajar. Pelajar yang merasa tidak nyaman dengan lingkungan sekolahnya terutama sikap yang diberikan oleh guru disekolah tidak akan mampu mengurangi prokraastinasi akademiknya, sehingga itu akan terus berlanjut sampai mereka berada diperguruan tinggi. Sumbangan efektif (đť‘ź 2 ) dari stres terhadap guru dengan prokrastinasi akademik siswa sebesar 9,7 %, hal ini menunjukkan bahwa stres terhadap guru dapat meningkatkan munculnya prokrastinasi akademik pada siswa sebesar 9,7 %, sedangkan sisanya 90,3 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti misalnya faktor internal, yaitu kondisi fisik individu yang meliputi tingkat inteligensi dan kondisi psikologis individu yang meliputi regulasi diri, hubungan sosial, metode, sedangkan faktor eksternal, yaitu gaya pengasuhan orang tua dan kondisi lingkungan. Peneliti berpendapat bahwa orang yang melakukan prokrastinasi pada tugas akan mengalami keadaan yang mengancam (aversif) atau penuh tekanan dan orang yang sering merasakan pengalaman stres akan melakukan prokrastinasi lebih banyak (Gunawinata, hanik, dkk., 2008). Faktor yang dapat diamati ditempat penelitian antara lain yaitu faktor hubungan antara guru dan siswa yang tidak akrab, contonya saja pada saat jam pelajaran tertentu seorang guru memulai dengan penjelasan sedikit lalu memberikan tugas yang harus dikerjakan, kemudian guru tersebut tidak berupaya mendampingi siswa-siswinya apabila ada kesulitan dalam mengerjakan tugas tersebut, tetapi setelah memberikan tugas guru tersebut malah meninggalkan kelas dan berbincang-bincang di meja piket dengan guru lain. Hal tersebut dapat mengakibatkan siswa-siswi tersebut melakukan prokrastinasi akademik yang berkepanjangan dan tidak dapat mencapai tujuan yang optimal disekolah. Berdasarkan deskriptif data penelitian empirik maka subyek dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang, tinggi. Kategori subyek menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta memiliki tingkat stres terhadap guru termasuk dalam kategori sedang sebesar 73,3 %, sedangkan untuk prokrastinasi akademik pada siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta termasuk dalam kategorisasi sedang yaitu sebesar 66,7 % , kategori ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak melakukan prokrastinasi akademik. Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta tidak mengalami stres terhadap guru yang terlalu tinggi sehingga mampu menekan terjadinya prokrastinasi akademik.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara stres terhadap guru dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMA. Hal ini menunjukkan semakin tinggi stres terhadap guru maka semakin tinggi prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh siswa, sebaliknya semakin rendah stres terhadap guru maka semakin rendah pula prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh siswa. Sumbangan efektif (đť‘ź 2 ) dari stres terhadap guru dengan prokrastinasi akademik pada siswa sebesar 9,7%, hal ini menunjukkan bahwa stres terhadap guru dapat meningkatkan munculnya prokrastinasi akademik pada siswa sebesar 9,7%, sedangkan sisanya 90,3 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Saran Bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti tentang prokrastinasi akademik pada siswa dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti faktor internal, yaitu kondisi fisik individu yang meliputi tingkat inteligensi dan kondisi psikologis individu yang meliputi regulasi diri, hubungan sosial, metode, sedangkan faktor eksternal, yaitu gaya pengasuhan orang tua dan kondisi lingkungan. Selain itu peneliti menyarankan bagi peneliti selanjutnya diharapkan lebih bagus lagi dalam hal membuat skala penelitian, terutama pada skala stres terhadap guru, karena pada penelitian ini masih ada satu aitem skala yang mengacu pada stres tugas, sedangkan seharusnya skala penelitian stres terhadap guru ini lebih mengacu kepada stres yang diakibatkan oleh guru tersebut. Pada penelitian ini terdapat 15,8 % mengalami prokrastinasi akademik yang tinggi, sehingga diiharapkan para guru dapat memberikan kenyamanan kepada siswanya agar siswa tidak merasa tertekan dan dapat berprestasi dengan baik disekolah, selain itu buat hubungan yang akrab dan hangat antara guru dan siswa sehingga siswa merasa nyaman untuk meluapkan keluhan-keluhan yang mereka alami saat berada disekolah dan mengurangi timbulnya prokrastinasi akademik pada siswa. Pada penelitian ini masih terdapat sekitar 11,7 % siswa mengalami stres terhadap guru yang tinggi, sehingga siswa harus belajar me-manage stres yang mereka alami agar dapat mencapai prestasi akademik yang optimal disekolah, dan sebisa mungkin menghindari hal-hal yang menyebabkan stres bagi siswa.
DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, D. 2011. Definisi Stres dan Pengaruh Stres terhadap Perilaku Individu Dalam Lingkungan. http://wordpress.com/2011/05/10// diakses tanggal 11 Desember 2011. Azwar, S. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2008. Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2012. Penyusunan Skala Psikologi edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dyah, E. 2009. Hubungan Antara Kemandirian Belajar dengan Prokrastinasi Akademik pada siswa SMP Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta. Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan. Puspita, I. 2006. Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Prokrastinasi Akademik pada siswa SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan. Geldard, D & Geldard, K. 2011. Konseling Remaja. Jakarta: Pustaka Pelajar. Ghufron, N.M. & Risnawati, S.R. 2011. Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta: ArRuzz Media. Gunawan, H. 2012. Pendidikan Karakter, Konsep Dan Implementasi. Bandung: Alfabeta. Gunawinata, R., Hanik., Lasmono, H. 2008. Perfeksionisme, Prokrastinasi Akademik, dan Penyelesaian Skripsi Mahasiswa. Anima, Indonesian Psychological Journal. 23 (3): 256-276. Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan. Penerjemah : Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta : Erlangga. Karlina, A. 2010. Pengertian remaja. http://.blog.com/2010/01/06/ diakses pada tanggal 3 November 2011. Klassen, R., Rebecca., Har, W.C., Krawchuk, L. 2010. Academic Procrastination in Two Setting : Motivation Corelates, Behavior Patterns, and Negative Impact of Procrastination in Canada and Singapore. Applied Psychology an International Review. 59 (3): 361-379. Lee, E. 2005. The Relationship of Motivation and Flow Experience to Academic procrastination in University Students. The Journal of Genetic Psychology. 166(1): 5-14.
Mulyasa. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. Naim, Ngainun. 2011. Menjadi Guru Inspiratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Puspitawati, H. 2009. Kenakalan Pelajar. Bogor: IPB Press. Putra, H. 2011. Stress. Cara Mencegah dan Menanggulanginya. Bali: Udayana Univesity Press. Pramunditya, D.A. 2002. Pengaruh Tingkat Stres Guru Terhadap Manajemen Kelas Di SMA. ISSN 1829-5282. 193-204. Rathakrishnan, B & Ismail, R. 2009. Sumber Stress, Strategi Daya Tindak dan Stres yang dialami Pelajar di Universitas. Jurnal Kemanusiaan. 13. Rumiani. 2006. Prokrastinasi Akademik Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi Dan Stres Mahasiswa. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro. 3 (2): 37-47. Rochman. K. L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: STAIN Press. Sarafino, E.P. 1994. Health Psychology. New York: John Wiley and Sons. Setiawan, C. 2008. Hubungan Antara Kemampuan Self Regulated Learning dengan Kecenderungan Perilaku Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Skripsi.
[email protected]. Tanggal 23 April 2012. Sulaiman, T., Hassan A., Sapian, M., Kumar, S.A. 2009. The Level of Stress Among Student s in Urban and Rular Secondary Schools in Malaysia. European Journal of Social Sciences. 2(10): 179-184. Syah, M. 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Syaodih, N.S. 2011. Landasan Psikologis Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Unggul, Esa. 2010. Pengertian Prokrastinasi. http://oldwebpsikologi/index.php?option=com_content&view=article&id= 1artikel&Itemid=81. Diakses tanggal 6 November 2011. Uzer, U. 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Rosdakarya. Yusuf, S & Nurihsan, J. 2011. Landasan Bimbingan Dan Konseling. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Zulaicha, Annisa & Sugiasih, Inhastuti. 2012. Hubungan Antara Kecanduan Chatting Dengan Prokrastinasi Akademik. Psychology of Human Values. http://psikologi-unisula.com/article/88582/hubungan-kecanduan-chattingdengan-prokrastinasi-akademik. diakses tanggal 10 januari 2013.