HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA ANGGOTA GENG MOTOR MATIC 17 SALATIGA
OLEH NUGRAHANI CATUR REJEKI 802011038
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA ANGGOTA GENG MOTOR MATIC 17 SALATIGA
Nugrahani Catur Rejeki Chr. Hari. Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang signifikansi antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor matic17 Salatiga. Partisipan penelitian berjumlah 45 anggota geng. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan dua macam skala. Skala yang digunakan adalah skala pola asuh otoriter diukur dengan menggunakan skala yang disusun oleh Robinson,dkk.(1995) dan skala perilaku agresif yang disusun oleh Buss dan Perry (1992). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi product moment dari Pearson. Hasil penelitian yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor matic17 Salatiga 0,05). Kata Kunci : Pola asuh otoriter, perilaku agresif
i
= 0,209, p = 0,084, (p >
Abstract
The purpose of the reseach is to know the positive and significant relationship between authoritarian parenting and aggressive behavior on gang members motorcycle matic17 Salatiga. The participants of the reseach are 45 gang members. Data collection techniques conducted by spreading two type scales. The scale used is a scale pattern is measured using authoritarian custody of the scale of compiled by Robinson et al (1995) and scale aggressive behavior compiled by Buss and Perry (1992). The technique of analysis of data used in this research is the correlation product moment of pearson. The results of research which is not a significant relation exists between authoritarian parenting with aggressive behavior on gang members motorcycle matic17 Salatiga = 0,209, p = 0,084, (p > 0,05). Keywords: Authoritarian Parenting, Aggressive Behavior
ii
1
PENDAHULUAN Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan tarap perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi, tetapi belum dapat disebut orang dewasa. Masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada sekitar usia 18 sampai 22 tahun (Santrock, 2007). Tarap perkembangan ini pada umumnya disebut masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa peralihan kedewasaan. Menurut Monks (2002) dalam bukunya Psikologi Perkembangan, mengemukakan bahwa remaja sudah tidak termasuk golongan anak, dan juga tidak termasuk golongan orang dewasa atau orang tua. Remaja berada di antara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsifungsi fisik maupun psikisnya. Jika ditinjau dari segi tersebut mereka masih termasuk golongan kanak-kanak. Dalam masa ini individu mengalami banyak tantangan dalam perkembangannya, baik dari dalam diri maupun dari luar diri terutama lingkungan sosial. Menurut Elida (2006), tingkah laku negatif bukan merupakan ciri perkembangan remaja yang normal, remaja yang berkembang akan memperlihatkan perilaku yang positif. Sekarang ini sebagian remaja menunjukkan perilaku negatif, salah satunya adalah perilaku agresif, yaitu suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja pada individu lain sehingga menyebabkan sakit fisik dan psikis pada individu lain. Kelompok teman sebaya merupakan hal yang sangat penting bagi remaja, salah satu kelompok teman sebaya adalah geng motor, dimana umumnya anggota geng motor berusia 14 sampai 22 tahun, untuk memenuhi kebutuhan pribadi, difahami, dihargai dan diinginkan. Persetujuan atau penolakan teman sebaya merupakan pengaruh yang kuat dalam dan tingkah laku maskulin dan identitas seseorang (Santrock, 2003).
2
Dari hasi wawancara oleh peneliti, didapatkan adanya tindakan agresif pada anggota gang motor matic17 sehingga dijadikan sampel penelitian peneliti. Contoh tindakan yang pernah dilakukan yaitu ada beberapa anggota geng yang terlibat perkelahian adu jotos dengan orang lain di luar anggota geng motor yang kebetulan lewat karena salahpaham. Ada juga beberapa anggota geng terlibat adu mulut mengeluarkan kata-kata kasar pada rekan sesama geng. Pernah juga sesama anggota geng motor matic17 karena bercanda, saling menyindir dan mengejek kemudian berakhir dengan perkelahian saling memukul. Sering juga terjadi perkelahian saat mereka melakukan balap liar dengan kelompok lain karena kalah saat bertanding. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku agresif pada remaja. Salah satunya gaya pengasuhan, gaya pengasuhan telah dikaitkan dengan sejumlah perilaku anak-anak maladaptive termasuk kenakalan, prestasi akademik, agresi, serta adaptif tersebut perilaku sebagai tanggung jawab pribadi, kesadaran, dan prestasi akademik Baumrind, dkk. (dalam Leilani Greening, dkk. 2010). Salah satu faktor penyebab agresi yang pertama adalah frustasi. Frustrasi yang sepenuhnya dibenarkan telah terbukti meningkatkan agresi Dill dan Anderson, (1995). Frustasi dapat menimbulkan kemarahan dan emosi marah inilah yang dapat memicu seseorang melakukan perilaku agresi. Frustasi itu sendiri adalah hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan (Sarwono, 2002). Frustasi dapat disebabkan oleh pola asuh otoriter. Sikap orang tua yang terlalu menuntut dapat membuat anak frustasi. Frustasi dapat ditimbulkan oleh orang tua yang menginginkan anaknya tunduk dan patuh serta selalu menuruti semua kehendak orang tuanya. Orang tua yang terlalu keras serta tidak responsif pada kebutuhan anak akan membuat anak cenderung menjadi takut serta murung. Kondisi-kondisi itu bisa melandasi perilaku agresif. Orang tua yang sering memberikan hukuman fisik pada
3
anaknya dikarenakan kegagalan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh orang tua akan membuat anak marah dan kesal kepada orang tuanya tetapi anak tidak berani mengungkapkan kemarahannya itu dan melampiaskannya kepada orang lain dalam bentuk perilaku agresif (Sarwono, 2002). Pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberikan perlindungan dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari. Khon (dalam Krisnawaty, 1986) menyatakan bahwa pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak- anaknya, sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan- aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya dan cara orang tua memberikan perhatian dan tanggapan terhadap anaknya. Pola asuh ini salah satunya adalah pola asuh otoriter. Adapun pola asuh otoriter ini sendiri adalah sikap otoriter yaitu sikap mau menang sendiri, sikap main kuasa, sikap paling betul sendiri (Citrobroto 1980). Pola asuh otoriter atau disebut juga (outhoritarian parenting) adalah pola asuh yang gagasan pengasuhan yang membatassi dan bersikap menghukum dan mendikte remaja untuk mengikuti petunjuk orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha yang dilakukan oleh orang tua mereka. Orang tua yang besifat outhoritarian memberikan batasan dan kendali yang tegas terhadap remaja dan hanya melakukan sedikit komunikasi verbal (Santrock, 2002). Penelitian Walters (dalam Tarmudji, 2002) menemukan bahwa orang tua yang otoriter cenderung memberi hukuman terutama hukuman fisik. Dengan berbagai cara segala tingkah laku anak dikontrol dengan ketat. Penelitian yang dilakukan Mueker (dalam Gerungan, 1987) menemukan hasil bahwa anak-anak yang diasuh oleh orang tua otoriter banyak menunjukkan ciri-ciri adanya sikap menunggu dan menyerahkan segalagalanya kepada pengasuhnya. Menurut penelitian Watson (dalam Tarmudji, 2002),
4
pemakai pola asuh otoriter dapat menimbulkan sikap keagresifan, kecemasan dan mudah putus asa. Penelitian yang dilakukan Wahyu (2005) pola asuh otoriter dengan perilaku agresif remaja SMA Negeri 1 Getasan berkorelasi dengan koefisien
= 0,235
berarti berkorelasi taraf rendah. Stejianny (2000) menemukan bahwa pola asuh otoriter berkorelasi pada taraf sedang dengan perilaku agresif remaja
= 0,636. Sedangkan
menurut penelitian Tarmudji (2001) pola asuh otoriter dengan perilaku agresif remaja berkorelasi dengan koefisien
= 0,291 berarti berkorelasi taraf rendah.
Penelitian Stejianny (2000), Tarmudji (2001) dan Wahyu (2005) ada korelasi yang signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif remaja namum ada perbedaan taraf korelasinya yaitu taraf rendah dan sedang. Untuk memestikan korelasinya berada taraf rendah atau sedang antara pola asuh orang tua otoriter dengan perilaku agresif remaja perlu dilakukan penelitian ulang namun dalam penelitian kali ini partisipan yang dipakai adalah anggota geng motor. Rumusan masalah Dalam penelitian ini apakah ada hubungan yang positif signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor matic17 Salatiga? Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agrsif pada anggota geng motor matic17 Salatiga.
5
Manfaat penelitian 1. Manfaat toritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi khususnya yang berkaitan dengan upaya menghadapi permasalahan remaja yang terdapat dalam mata kuliah psikologi sosial dan psikologi perkembangan. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian diharapkkan dapat memberikan pandangan kepada orang tua dan guru untuk memberi bimbingan yang optimal kepada remaja serta melakukan tindak lanjut yang sesuai untuk menghadapi perilaku agresif. Bagi penelitian mendatang dapat menjadi bahan rujukan kepada peneliti yang akan melakukan penelitian terhadap permasalahan yang sama.
TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Agresif Agresivitas merupakan salah satu bentuk perilaku yang dimiliki oleh setiap orang. Buss (dalam Gasa, 2005) menyebutkan bahwa suatu perilaku disebut agresif bila individu memberikan stimulus yang berbahaya secara fisik maupun moral kepada individu lain. Setiap perilaku yang ditujukan untuk menyakiti pihak lain, baik secara langsung seperti memukul atau secara tidak langsung seperti menyebarkan berita bohong mengenai seseorang dapat disebut sebagai agresi. Krahe (2005) menambahkan bahwa suatu perilaku dapat digolongkan sebagai perilaku agresif bila dilakukan dengan niat menimbulkan akibat negative terhadap targetnya, dan sebaliknya menimbulkan harapan bahwa tindakan itu akan
6
menghasilkan sesuatu. Spesifikasi ini mengesampingkan perilaku yang mengakibatkan sakit ataupun cedera yang terjadi di luar kehendak, misal yang terjadi secara kebetulan atau akibat kecerobohan, ataupun agresi yang diarahkan pada diri sendiri. Maka dapat disimpulkan perilaku agresif adalah suatu perilaku yang dilakukan secara sengaja yang dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung (secara fisik atau verbal) yang dimaksudkan untuk menyakiti yang dapat menimbulkan akibat negative terhadap makhluk hidup lain. Aspek- Aspek Perilaku Agresif Menurut Buss dan Perry (1961), aspek-aspek perilaku agresif, yaitu: a. Agresi fisik Yaitu perilaku yang bertujuan untuk menyerang, melukai, dan melanggar hak orang lain yang dilakukan secara fisik. b. Agresi verbal Yaitu perilaku yang bertujuan unutk menyerang, meluai, dan melanggar hak orang lain berupa perkataan dan ucapan kasar atau kotor. c. Amarah Yaitu reaksi emosional akut yang ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang merangsang termasuk ancaman, agresi lahiriah, pertengkaran diri secara lisan, kekecewaan atau frustrasi. d. Permusuhan Yaitu kecenderungan untuk menimbulkan kerugian, kejahatan, gangguan atau kerusakan pada orang lain, kecenderungan melontarkan ras amarah pada orang lain.
7
Faktor - Faktor yang Memengaruhi Perilaku Agresif Menurut David G. Myers (2012) faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku agresi antara lain: a. Pengalaman tidak menyenangkan (aversive) seperti rasa sakit Menurut Berkowitz (1983, 1989, 1998) menyatakan bahwa pengalaman yang tidak mengenakkan merupakan pemicu dasar dari agresi permusuhan. Frustrasi jelas merupakan salah satu bentuk ketidaknyamanan. Namun, semua peristiwa tidak mengenakan, baik harapan yang hancur, penghinaan, meupun rasa sakit pada bagian tubuh dapat menimbulkan ledakan emosional. Bahkan siksaan yang berasal dari kondisi depresi dapat meningkatkan kemungkinan permusuhan dan perilaku agresif. b. Serangan personal, baik fisik maupun verbal. Diserang atau dihina oleh orang lain sangat mendorong terjadinya agresi. Beberpa penelitian, termasuk yang dilakukan di Osaka University oleh Keennichi Ohbuchi dan Toshihiro Kambara (1995), memperkuat pendapat bahwa penyerangan yang disengaja melahirkan serangan balasan. c. Isyarat agresi, seperti keberadaan senjata, dapat meningkatan perilaku agresif. Senjata memancing pikiran bermusuhan dan keputusan memberi hukuman (Aderson dkk.,1998; Dienstbier dkk., 1998). Senjata tidak hanya memberikan sinyal agresi, tetapi juga jarak psikologis antara agresor dan korbannya. d. Melihat tayangan kekerasan ditelevisi dapat menimbulkan peningkatan perilaku agresif, terutama pada orang yang diprovokasi. e. Memainkan video game yang berisi kekerasan secara berulang dapat meningkatkan pikiran, perasaan, dan perilaku agresif, bahkan lebih rentan
8
dibandingkan dengan menonton televisi atau film, karena video games melibatkan partisipan secara aktif dibandingkan media lainnya. f. Agresi lebih banyak dilakukan oleh kelompok. Keadaan yang memicu individu dapat memicu kelompok juga. Dengan adanya penyebaran tanggung jawab dan tindakan polarisasi, kondisi dalam kelompok memperkuat reaksi agresif. Selain itu menurut Rodriguez (2010) perilaku agresi disebabkan oleh gaya pengasuhan disfungsional, terutama yang overreactive, gaya pengasuhan otoriter. Menurut penelitian Stejiannny (2000) bahwa pola asuh otoriter berkorelasi pada taraf sedang dengan perilaku agresif remaja. Menurut penelitian Watson (dalam Tarmudji, 2002), pemakai pola asuh otoriter dapat menimbulkan sikap keagresifan, kecemasan dan mudah putus asa. Pengertian Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter merupakan pola asuh dengan gaya pengasuhan yang membatasi, memberi hukuman, mengatur remaja untuk mengikuti petunjuk orang tuanya. Menurut Baumrind (1966), pola asuh otoriter yaitu cara pengasuhan orang tua yang cenderung lebih suka menghukum, bersikap dictator, dan disiplin tinggi. Tidak mengenal take and give, karena keyakinan mereka adalah bahwa anak harus menerima sesuatu tanpa mempersoalkan aturan yang dibangun orangtua. Ketatnya aturan yang ditetapkan dalam pengasuhan otoriter, remaja cenderung memberontak dan membuat perlawanan terhadap ketergantungan remaja terhadap orangtua, definisi ini juga dipakai oleh Robinson, dkk. (1995).
9
Maka dapat disimpulkan pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan yang membatasi, memberi hukuman, mengharuskan remaja untuk mengikuti petunjuk dan peraturan yang ditetapkan orang tuanya.
Aspek- Aspek Pola Asuh Otoriter
Aspek- aspek pola asuh otoriter menurut Robinson, dkk. (1995) yaitu: a. Verbal Hostility Sikap orang tua memarahi, berteriak atau membentak kepada anak, dan tindakan- tindakan yang menandakan tidak adanya persetujuan dengan anaknya seperti beradu mulut dengan anaknya. b. Corporal Punishment Menggunakan hukuman fisik yang dilakukan orangtua terhadap anak untuk mendisiplin anak, seperti memukul, menamparm menghukum anak tanpa alasan yang jelas, memaksa anak ketika anak tidak patuh. c. Nonreasoning Punitive Strategies Memberi anak hukuman tanpa memberi alasan yang jelas, memberikan hukuman seperti meninggalkan anak di suatu tempat sendirian, dan ketika ada perkelahian antar anak- anak orangtua memberikan hukuman tanpa bertanya alasan mereka terlebih dahulu. d. Directiveness Mengatur anak dengan cara memberi tahu anak apa yang harus dilakukan sesuai dengan kehendak orangtua. Orangtua selalu menyela, mengkritik dan memarahi anak jika perilaku anak tidak sesuai dengan kehendak orangtua dan aturan yang ditetapkan orangtua.
10
Anggota Geng Motor Matic17
Geng motor adalah kumpulan orang-orang pecinta motor yang gemar kebutkebutan, tanpa membedakan jenis motor yang dikendarai. Perlu dibedakan antara geng motor dengan club motor. Club Motor biasanya mengusung merek tertentu atau spesifikasi jenis motor tertentu dengan perangkat organisasi formal. Tapi kalau soal aksi jalanan, semuanya sama saja. Kebanyakan sama-sama merasa jadi raja jalanan, tak mau didahului, apalagi disalip oleh pengendara lain.
Geng motor matic17 adalah geng yang berisikan anggota anak remaja dengan usia minimal 17 tahun dan mempunyai motor metic segala merek. Motor matic harus sudah dimodifikasi sedemikan rupa supaya dapat melaju kencang untuk balapan sesama anggota geng motor atau dengan anggota geng lain.
Hubungan Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif Dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya, individu banyak dipengaruhi oleh peranan orang tua. Peranan orang tua itu memberikan lingkungan yang memungkinkan anak dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya, terutama pada masa awal (kanak-kanak) sampai masa remaja. Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak dapat berinteraksi. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian sangatlah besar artinya. Keluarga yang dilandasi kasih sayang sangat penting bagi anak supaya anak dapat mengembangkan tingkah laku sosial yang baik. Bila kasih sayang tersebut tidak ada, maka seringkali anak akan mengalami kesulitan dalam hubungan sosial, dan kesulitan ini akan mengakibatkan berbagai macam kelainan tingkah laku sebagai upaya
11
kompensasi dari anak. Sebenarnya, setiap orang tua itu menyayangi anaknya, akan tetapi manifestasi dari rasa sayang itu berbeda-beda dalam penerapannya, perbedaan itu akan nampak dalam pola asuh yang diterapkan. Menurut ahli psikologi perkembangan Baumrind (dalam Buri, 1991), pola asuh dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok authoritative, authoritarian, permissive, dan kesemuanya memiliki kontribusi yang berbeda dalam tingkah laku anak. Sejumlah penelitian mengungkap anak yang diasuh menggunakan pola asuh ototriter menjadi bergantung atau pasif, kurang bisa bersosialisai, kurang percaya diri, kurang memiliki rasa ingin tau dan kurang mandiri, bahkan anak dapat menjadi berperilaku agresif. Menurut penelitian Watson (dalam Tarmudji, 2002), pemakai pola asuh otoriter dapat menimbulkan sikap keagresifan, kecemasan dan mudah putus asa. Santrock (2002) menyatakan bahwa pola asuh otoriter adalah suatu gaya membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter menerapkan batas-batas yang tegas dan tidak member peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah). Sarwono (1997) berpendapat bahwa perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tuannya. Orang tua yang terlalu menuntut anaknya untuk selalu mengikuti segala kemauannya akan membuat anak frustasi sehingga anak bila berada di luar rumah akan berindak seenaknya dan berperilaku agresif. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka penyusunan hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan yang positif signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor matic17. Semakin tinggi pola asuh otoriter dalam
12
pengasuhan maka semakin tinggi pula perilaku agresif dan sebaliknya semakin rendah pola asuh otoriter dalam pengasuhan maka semakin rendah pula perilaku agresif.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan strategi korelasional. Menurut Arikunto (2002) penelitian korelasional merupakan penelitian untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antara dua variabel dengan variabel lain. Besar atau tingginya hubungan tersebut dinyatakan dalam koefisien korelasi. Partisipan Partisipan dalam penelitian ini adalah anggota geng motor matic17 Salatiga yang berjumlah 45 anggota. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling jenuh, yaitu teknik di mana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiono, 2011). Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam skala likert, yaitu: 1. Skala Pola Asuh Otoriter Sedangkan Pola Asuh Otoriter diukur dengan menggunakan skala yang disusun oleh Robinson, dkk. (1995) yang telah dimodifikasi oleh penulis, berdasarkan aspek- aspeknya antara lain yaitu Verbal Hostility, Corporal Punishment, Nonreasoning Punitive Strategies, dan Directivenes, yang tersusun dalam 20 pernyataan. Responden diminta untuk menjawab setiap item kedalam 4 skala Likert
13
yaitu dari angka 1= „sangat tidak sesuai dengan diri saya‟; 2= „tidak sesuai dengan diri saya‟; 3= „sesuai dengan diri saya‟; 4=‟sangat sesuai dengan diri saya‟. Berdasarkan seleksi item skala pola asuh otoriter yang semula tersusun 20 item sesudah dilakukan pengujian daya deskriminasi menjadi 19 (1 item gugur) yang kemudian akan digunakan dalam analisis selanjutnya. Berdasarkan uji reliabilitas Alpha Cronbach diperoleh hasil r=0,899, menurut Azwar (2000) jika reliabilitas antara 0,8 ≤ α ≤ 0,9 dikategorikan bagus. 2. Skala Perilaku Agresif Alat ukur yang digunakan untuk mengukur Perilaku Agresif adalah skala agresivitas yang terdiri dari empat aspek, sesuai dengan Aggression Questionnaire yang disusun oleh Buss dan Perry (1992) yang penulis jadikan sebagai bahan acuan yaitu: Agresi fisik, agresi verval, kemarahan, permusuhan. Skala telah dimodifikasi oleh peneliti dengan cara menerjemahkan skala asli ke dalam Bahasa Indonesia terlebih dahulu kemudian peneliti juga mengubah kalimat supaya mudah unutk dipahami. Jumlah
item
yang
diuji sebanyak 29 item,
Responden diminta untuk menjawab setiap item kedalam 4 skala Likert yaitu dari angka 1= „sangat tidak sesuai dengan diri saya‟; 2= „tidak sesuai dengan diri saya‟; 3= „sesuai dengan diri saya‟; 4=‟sangat sesuai dengan diri saya‟. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, semakin tinggi pula subjek untuk berperilaku agresif. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh, maka semakin rendah pula subjek untuk berperilaku agresif. Berdasarkan seleksi item skala perilaku agresif yang semula tersusun 29 item sesudah dilakukan pengujian daya deskriminasi menjadi 24 (5 item gugur) yang kemudian akan digunakan dalam analisis selanjutnya. Berdasarkan uji reliabilitas
14
Alpha Cronbach diperoleh hasil r=0,874, menurut Azwar (2000) jika reliabilitas antara 0,8 ≤ α ≤ 0,9 dikategorikan bagus. Prosedur Pengumpulan Data Pelaksanaan pengumpulan data dilaksanakan pada jam dan tempat yang telah disepakati bersama anggota geng motor matic17 Salatiga. Proses pengumpulan data dilakukan mulai pada tanggal 1 Juni 2015 dengan cara menyebarkan kuesioner pola asuh otoriter dan kuesioner perilaku agresif pada anggota geng motor matic17 Salatiga. Berdasarkan hasil pengumpulan data didapatkan partisipan sebanyak 45 partisipan. Pada penelitian ini menggunakan try out terpakai yaitu subjek yang digunakan untuk try out digunakan sekaligus untuk penelitian. Data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian diolah menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for windows. Teknik Analisa Data Metode analisis menggunakan uji korelasi untuk melihat hubungan pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor matic17 Salatiga. Analisis data dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Variabel pola asuh otoriter mempunyai 19 item yang baik dengan pemberian skor antara 1 sampai 4, sehingga dalam pembagiannya ditemukan adanya skor tertinggi
15
yaitu 76 dan skor terendahnya adalah 19. Sedangkan perilaku agresif mempunyai 24 item yang baik dengan pemberian skor antara 1 sampai 4, sehingga dalam pembagiannya ditemukan adanya skor tertinggi yaitu 96 dan skor terndahnya adalah 24.Dalam penelitian ini akan dibuat sebanyak 5 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah dan sangat rendah. Pola Asuh Otoriter Berdasarkan jumlah item skala pola asuh otoriter 19 item dengan rentan nilai 14 dan dibantu dalam lima kategori, diperolah interval 11,4 interval, maka ketegorisasinya sebagai berikut: Tabel 1.1 Kategorisasi pengukuran skala pola asuh otoriter No
INTERVAL
KATEGORI
64,6 < x ≤ 76 Sangat Tinggi 53,2 < x ≤ 64, 6 Tinggi 41,8 < x ≤ 53, 2 Cukup 30,4 < x ≤ 41,8 Rendah 19 < x ≤ 30,4 Sangat Rendah JUMLAH Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, menunjukkan 1. 2. 3. 4. 5.
N
MEAN
PERSENTASE
1 2,22 % 4 8.88 % 13 28,88 % 23 41,8 51,11 % 4 8,88 % 45 100% bahwa sebagaian besar anggota (51,11%)
pola asuh otoriter ada pada kategori rendah. Perilaku Agresif Berdasarkan jumlah item skala perilaku agresif yaitu 24 item dengan rentang nialai 1 – 4 dan dibuat dalam lima kategori diperoleh intervalnya, 14,4 interval, maka kategorinya sebagai berikut: Table 1.2 Kategorisasi pengukuran skala perlaku agresif No 1. 2.
INTERVAL 81,6 < x ≤ 96 67,2 < x ≤ 81,6
KATEGORI Sangat Tinggi Tinggi
N 0 3
MEAN
PERSENTASE 0% 6.66 %
16
52,8 < x ≤ 67,2 Cukup 18 40 % 38,4 < x ≤ 52,8 Rendah 20 52, 31 44.44 % 24 < x ≤ 38,4 Sangat Rendah 4 8.89 % JUMLAH 45 100 % Berdasarkan Tabel 1.2 di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar anggota (44,44%)
3. 4. 5.
perilaku agresifnya ada pada kategori rendah. Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Dari uji normalitas menunjukkan bahwa, variable pola asuh otoriter memiliki nilai Kolmogrov-Smirnov sebesar 1,096 dengan p atau signifikansi sebesar 0,181 (p > 0,05). Maka distribusi data pola asuh otoriter berdistribusi normal. Demikian juga untuk variable perilaku agresif yang memiliki nilai KolmogrovSmirnov sebesar 0,561 dengan p atau signifikansi sebesar 0,911 (p > 0,05). Karena signifikasi untuk kedua variabel lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data pada kedua variabel tersebut dinyatakan normal. 2. Uji Linearitas Dari hasi uji linieritas maka diperoleh nilai F beda sebesar 1,603 dengan signifikansi 0,138 (p >0,05) yang menunjukkan hubungan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif adalah linier. Uji Hipotesis Uji hipotesis dengan teknik korelasi produk moment dari Pearson hasilnya sebagai berikut: Table 1.3: Hasil Uji Korelasi antara Pola Asuh Otoriter dengan Perilaku Agresif
17
Correlations AGRESIF AGRESIF
Pearson Correlation
OTORITER 1
Sig. (1-tailed) N OTORITER
.209 .084
45
45
Pearson Correlation
.209
1
Sig. (1-tailed)
.084
N
45
Dari hasil analisis data diperoleh nilai koefisien korelasi
45
= 0,209, p = 0,084,
(p > 0,05). Berdasarkan hasil tersebut berarti hipotesis yang berbunyi “ada hubungan yang positif signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor matic17” ditolak. Pembahasan Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Product Moment oleh Karl Pearson antara variabel pola asuh otoriter dengan perilaku agresif menunjukkan korelasi r = 0,209 dengan signifikan sebesar 0,084 (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor matic17 Salatiga. Menurut Stewart dan Koch (1983), orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri antara lain: kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik. Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, serta mencoba membentuk lingkah laku sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung mengekang keinginan anak. Orang tua tidak mendorong serta memberi kesempatan
18
kepada anak untuk mandiri dan jarang memberi pujian. Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab seperti anak dewasa. Orang tua yang otoriter cenderung memberi hukuman terutama hukuman fisik. Orang tua yang otoriter amat berkuasa terhadap anak, memegang kekuasaaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada perintah-perintahnya. Dengan berbagai cara, segala tingkah laku anak dikontrol dengan ketat. Balsom (dikutip dari Arifin,1996) menambahkan bahwa sikap orang tua yang otoriter seringkali bercirikan sebagai berikut: orang tua ingin mengubah perilaku remaja dengan memaksakan keyakinan, tata nilai, perilaku dan standar perilaku pada remaja, orang tua merasa kedudukannya lebih tinggi dari anaknya sehingga bebas melakukan sesuatu tanpa kompromi, tidak jarang otang tua menggunakan pendektan yang mengandung unsur paksaan, serta hukuman fisik. Jika anak melakukan sesuai dengan yang diperintahkan orang tuanya, anak bahkan tidak mendapat pujian ataupun hadiah. Orang tua yang cenderung memberikan hukuman terutama hukuman fisik menyebabkan anak mempunyai sifat pemarah dan untuk sementara ditekan karena norma sosial, namun suatu saat akan meluapkan amarahnya sebagai perilaku yang agresif. Berdasarkan hasil penelitian ini, ada beberapa alasan yang mungkin menyebabkan pola asuh otoriter tidak memiliki hubungan positif dan signifikan dengan perilaku agresif. Mungkin faktor-faktor lain yang lebih kuat hubungannya dengan perilaku agresif yaitu, faktor pribadi, faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan teman sebaya, faktor lingkungan sekolah, dan faktor lingkungan masyarakat (Martono & Joewono, 2006). Variabel situasional lainnya yang dapat meningkatkan atau mempengaruhi perilaku agresi, seperti terpapar kekerasan televisi, film, atau video game (Anderson
19
dan Dill 2000). Sama halnya menurut penelitian Niken (2012) yang menyatakan perilaku agresif dipengaruhi oleh ekposur kekerasan dalam video game dengan korelasi = 0,110. Sehingga dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor matic17 Salatiga. Anderson dan Dill (2000) membuktikan bahwa subjek menunjukkan perilaku agresivitas secara kognitif maupun afektif, setelah terpapar kekerasan media bermuatan kekerasan di laboratorium. Krahe dan Moller (2004) mencoba menjelaskan mekanisme yang melatarbelakangi penemuan Anderson dan Dill (2000) tersebut. Dalam studinya terbukti bahwa makin sering subjek terekspos pada kekerasan, subjek secara kognitif, makin mudah memandang agresi sebagai suatu hal yang normatif. Penelitian Funk, dkk.(2004) menemukan hasil yang senada. Eksposur kekerasan di film menyebabkan efek desentisisasi. Dengan kata lain, subjek yang mendapatkan eksposur kekerasan terbukti memiliki tingkat empati yang lebih rendah terhadap target kekerasan. Artinya, agresi tidak dipandang sebagai suatu hal yang salah. Hal tersebut sejalan dengan kebiasaan beberapa anggota geng motor matic17 Salatiga yang senang dengan memainkan game, menonton film atau acara televisi yang mengandung unsur kekerasan. Hasil analisa deskriptif menunjukkan bahwa sebagaian besar anggota pola asuh otoriter ada pada kategori rendah yaitu 23 anggota (51,11%). Sedangkan hasil analisa deskriptif menunjukkan bahwa sebagian besar anggota perilaku agresifnya ada pada kategori rendah yaitu 20 anggota (44,44%).
20
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan tidak ada hubungan positif signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor matic17 Salatiga. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, serta mengingat masih banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut: 1. Saran bagi peneliti selanjutnya a. Walaupun hasil analisis menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoriter dengan perilaku agresif pada anggota geng motor matic17 Salatiga, orang tua harus tetap memperhatikan faktor – faktor lain yang dapat meningkatkan perilaku agresif anaknya, seperti terpapar kekerasan televisi, film, atau video game. b. Penelitian ini masih terbatas, karena hanya meneliti pola asuh otoriter dengan perilaku agresif. Dengan demikian masih ada faktor-faktor lain yang turut memberi pengaruh pada perilaku agresif yang belum dijelaskan dan diteliti. Sehingga disarankan untuk dapat mengkaji lebih dalam lagi faktor-faktor lain penyebab perilaku agresif agar dapat meningkatkan kualitas penelitian sebelumnya. c. Bagi peneliti selanjutnya juga bisa memberikan variasi subjek tidak hanya di geng motor yang sama sehingga bila penelitian ini dilakukan pada subjek yang berbeda akan menambah kualitas penelitian tersebut.
21
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, C.A., & Dill, K.E (2000). Video Game and Aggressive Thoughts, Feelings, and Behavior in the Laboratory and in Life. Journal of Personality and Social Psychology 78, 772-790. Azwar.(2000).Reliabilitas dan Validitas (edisi ketiga).Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Buss, A. H (1961). The psychology of aggression. New York:Wiley. Buss, A. H., & Perry, M. P. (1992). The aggression questionnaire. Journal of Personality and Social Psychologi, 63, 452-459. Citrobroto, R.I.S.(1980).Cara mendidik kini.Jakarta:Baratara.Kraya Aksara.
anak
dalam
keluarga
masa
Elida Prayitno.(2006).Psikologi Perkembangan remaja. Padang:Angkasa Raya. Funk, J.B., Baldacci, H.B., Pasold, t., &Baumgardner. (2004). Voilence Exposure in Real Life, Video Games, Television, Movies, and the Internet: Is there Desentiziation?. Journal of Adolescence 27, 23-24. Gerungan.(1987).Psikologi sosial.Bandung:PT Erasco. Gasa, V.S. (2005).Leaners aggressive behaviour in secondary school: a psycho-social perspective. desertasi : Uneversity of South Africa. Krahe,B., & Moller, I. (2004). Playing violent electronic games, hostile attribute style, and aggression-related norms in German adolescents. Journal of Adolescence 27, 53-69. Krahe, B. (2005). Perilaku Agresi disadur dari The Social Psychology of Agression oleh Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Leilani Greening, Laura Stoppelbein, Aaron Luebbe.(2010).The moderating effects of parenting styles on african-american and caucasian children‟s suicidal behaviors. Journal Youth Adolescence (2010) 39:357–369. Martono, L.H & Joewana.(2006). Menangkal narkoba & kekerasan. Jakarta: Balai Pustaka Monks, F.J. (2002).Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya, cetakan ke-16.Penerjemah: Siti Rahayu H.Yogyakarta:Gajah Mada University Press. Pagiarsih, Wahyu.(2005).Hubungan pola asuh orang tua otoriter dengan perilaku agresifitas di SMA Negeri 1 Getasan (semester 2 tahun ajaran 2004/2005).Skripsi.Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIPUKSW:Salatiga
22
Proborini Niken.(2012).Hubungan eksposur kekerasan dalam video game dengan perilaku agresif siswa kelas VII SMP Negeri 1 Suruh Kabupaten Semarang.Skripsi.Program Studi Bimbingan dan konseling FKIP-UKSW:Salatiga Robinson,c.c., Mandleco, b., olsen, s. f., & hart, c. h. (1955). Authoritative,authoritarian, and permissive perentig practices: development of a new measure. Psychological reports 77,819-830. Santrock,J.W.(2002).Life-spam development:perkembangan hidup.Penerjemah:juda Dumanik.Edidi 5.Jakarta:Erlangga.
masa
Santrock, J.W.(2003).Adolescence Perkembangan Remaja.Jakarta:Erlangga. Santrock, J.W.(2007).Perkembangan Anak.Edisi ke-11 jilid 1.Jakarta:Erlangga. Sarwono, S. W.(1997).Psikologi sosial: individu & teori-teori psikologi sosial. Jakarta: PT Balai Pustaka. Stewart & Koch. (1983). Chidren Development Throught Adolescence. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Sugiyono. (2011).Statistika untuk penelitian.Bandung:Alfabeta.