HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PROGRAM KESELAMATAN KERJA DAN KEPUASAN KOMPENSASI DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN
Wella First Nazlia Universitas Ahmad Dahlan Fakultas Psikologi Jl. Kapas 9 Semaki Yogyakarta
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap program keselamatan kerja dan kepuasan kompensasi dengan komitmen organisasi. Subjek dalam penelitian ini adalah petugas pemadam kebakaran dengan status pegawai negeri sipil yang berjumlah 80 orang yang berasal dari UPT Pemadam Kebakaran Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman, dan Gunung Kidul. Metode pengumpulan data dengan menggunakan tiga skala, yaitu Skala komitmen Organisasi, Skala Persepsi terhadap Program Keselamatan Kerja dan Skala Kepuasan Kompensasi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan teknik analisis regresi ganda yang terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan linieritas. Seluruh data dianalisis dengan bantuan fasilitas komputer yaitu program Statistical Package and Social Science (SPSS) 17.0 for windows. Hasil uji hipótesis menunjukkan koefisien korelasi R = 0,993 dengan tingkat kepercayaan 95%, koefisien korelasi rx1y = 0,709 dengan tingkat kepercayaan 95% dan rx2y sebesar -0,15 dengan tingkat kepercayaan 95%. Sumbangan empiris persepsi terhadap program keselamatan kerja dan kepuasan kompensasi dalam mempengaruhi tingkat komitmen organisasi sebesar 98,6% (R2 = 0,986). Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek memiliki komitmen organisasi yang tinggi (56% dari 50 subjek), persepsi terhadap program keselamatan kerja berada pada taraf sedang (84% dari 50 subjek), dan kepuasan kompensasi berada pada taraf sedang (86% dari 50 subjek). Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara persepsi terhadap program keselamatan kerja dan kepuasan kompensasi dengan komitmen organisasi secara bersamaan. Persepsi terhadap program keselamatan kerja memiliki hubungan positif yang sangat signifikan dengan komitmen organisasi, sementara kepuasan kompensasi memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan komitmen organisasi. Kata kunci: komitmen organisasi, persepsi terhadap program keselamatan kerja, kepuasan kompensasi.
PENDAHULUAN Sumber daya manusia memiliki peranan penting dalam setiap organisasi. oleh karena itu, pemeliharaan terhadap sumber daya manusia merupakan prioritas utama guna mempertahankan dan meningkatkan kondisi fisik, mental, dan sikap karyawan, agar mereka tetap loyal, komit dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan atau organisasi. Steers & Porter (1983) mendefinisikan komitmen sebagai sesuatu di luar loyalitas pasif untuk organisasi. Komitmen lebih melibatkan hubungan aktif dengan organisasi sehingga individu bersedia memberikan sesuatu dari diri mereka sendiri dalam rangka berkontribusi untuk kesejahteraan organisasi. Sikap komitmen ini dapat dilihat dalam beberapa faktor, yaitu keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi, dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Steers & Porter (Kuntjoro, 2009) juga menambahkan bahwa karyawan dengan komitmen yang kuat akan bekerja dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat, cenderung lebih aktif dan produktif, taat pada peraturan yang ditetapkan organisasi, menerima hampir semua pekerjaan yang diberikan padanya, tidak cepat lelah dan bosan, bertanggung jawab terhadap tugas dan lain sebagainya. Sementara karyawan dengan komitmen yang rendah cenderung bersifat pasif dan banyak melakukan kegiatan kontraproduktif, kurang bersemangat dalam bekerja, tidak taat pada peraturan, cepat lelah dan bosan, merasa berat dalam melaksanakan pekerjaan lebih yang diberikan padanya, bekerja asal-asalan, tidak bertanggung jawab terhadap tugasnya dan lain-lain. Suatu instansi pemerintahan yang bergerak di bidang pelayanan publik seperti Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pemadam Kebakaran tentu juga sangat memerlukan komitmen para pegawainya dalam melaksanakan tugas. UPT Pemadam Kebakaran berada di bawah naungan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) langsung, sehingga tugas dan fungsinya semata-mata tidak hanya mencegah dan menanggulangi kebakaran, namun juga turut terlibat dalam bencana lain seperti gempa bumi dan lain sebagainya. Mengemban tugas sosial dalam menanggulangi kebakaran dan bencana lain menuntut instansi ini untuk senantiasa siap, cepat, dan tangkas dalam merespon setiap panggilan darurat yang diterimanya. Keberhasilan UPT Pemadam Kebakaran dalam melaksanakan tujuan dan tugasnya sangat tergantung pada kuantitas dan kualitas petugas pemadam kebakaran itu sendiri. Kuantias terkait dengan jumlah petugas pemadam kebakaran, dan kualitas terkait dengan kinerja yang dimiliki oleh pertugas pemadam kebakaran tersebut. Tingginya kinerja seorang karyawan merupakan cerminan dari tingkat komitmen organisasi yang kuat dalam diri karyawan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara pada empat orang komandan regu yang berasal dari UPT Pemadam Kebakaran Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Sleman, dan Gunung Kidul diduga bahwa komitmen organisasi petugas
pemadam kebakaran yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sudah cukup tinggi. Hal ini terlihat dari sikap petugas pemadam kebakaran yang merasa senang menjadi anggota organisasi dan bekerja dengan semangat. Namun komitmen yang dimiliki oleh petugas pemadam kebakaran ini masih perlu beberapa peningkatan karena terdapat beberapa permasalahan perilaku terkait dengan komitmen organisasi petugas pemadam kebakaran tersebut, seperti permasalahan pada karakteristik keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi terlihat bahwa sikap petugas pemadam kebakaran UPT Kabupaten Bantul masih merasa berat dalam melaksanakan kebijakan dan peraturan instansi. Permasalahan lainnya yaitu para petugas pemadam kebakaran di UPT Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul juga banyak yang melakukan pekerjaan sampingan. Meskipun pekerjaan sampingan tersebut dilakukan di luar jam piket, namun hal tersebut tergolong melanggar aturan instansi dan tentunya juga akan mengurangi kinerja para petugas. Permasalahan pada karakteristik kemauan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi terlihat bahwa perilaku petugas pemadam kebakaran UPT Kotamadya Yogyakarta lebih banyak melakukan aktivitas-aktivitas kontraproduktif dengan tujuan instansi pada saat jam piket, seperti menonton tv, bermain komputer, bermain olahraga dan sebagainya. Padahal waktu jam piket semestinya dapat diisi oleh para petugas dengan melakukan pengecekan dan perawatan peralatan pemadaman dan perlindungan diri, melakukan pelatihanpelatihan sederhana, dan aktivitas-aktivitas lain yang lebih produktif. Permasalahan pada karakterisitik keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi terlihat bahwa perilaku salah seorang petugas pemadam kebakaran di masing-masing UPT Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul yang memutuskan untuk keluar dari instansi karena ingin bekerja di tempat lain. Bagi organisasi atau instansi tertentu dengan jumlah anggota yang banyak, kehilangan seorang anggotanya mungkin bukanlah masalah yang mengkhawatirkan. Namun bagi instansi pemadam kebakaran yang sedang mengalami keterbatasan jumlah personil, berkurangnya seorang anggota akan menjadi suatu masalah yang berat dan perlu dilakukan upaya pencegahan. Permasalahan komitmen yang telah diuraikan di atas tentunya dapat dicegah dan diatasi dengan upaya mengendalikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komitmen karyawan terhadap pekerjaannya, seperti kondisi lingkungan kerja yang menghadirkan rasa aman dan nyaman bagi pekerjanya, terlebih lagi jika pekerjaan tersebut berisiko tinggi seperti kehilangan nyawa yang sangat mungkin dialami oleh petugas pemadam kebakaran. Usaha-usaha untuk melindungi keselamatan petugas pemadam kebakaran telah dilakukan oleh UPT Pemadam Kebakaran melalui program pelatihan, perlengkapan dan peralatan pemadam kebakaran, serta alat-alat perlindungan diri. Namun sejauh ini, programprogram tersebut masih dirasa kurang efektif oleh petugas pemadam kebakaran sendiri. Wawancara yang dilakukan pada beberapa orang komandan regu dari UPT Pemadam Kebakaran Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Sleman, dan Gunung Kidul, mengungkap bahwa peralatan perlindungan diri yang mereka gunakan masih belum memenuhi standar dan belum mampu untuk melindungi
mereka dari kecelakaan kerja. Tidak hanya itu, mereka juga mengungkapkan bahwa peralatan pemadam kebakaran yang kurang memadai dan tidak layak pakai cukup membuat mereka merasa khawatir dalam menjalankan tugas dan secara tidak langsung menghambat kinerja mereka. Kekhawatiran yang dirasakan oleh petugas pemadam kebakaran ini mungkin saja akan mempengaruhi komitmen mereka dalam bekerja. Keamanan dalam melaksanakan pekerjaan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi komitmen kerja pada karyawan. Sebuah survei dilakukan oleh Watson Wyatt menjelaskan bahwa penyebab kepindahan utama karyawan di Amerika pertama adalah karena faktor kompensasi yang lebih baik (Luthfie, 2005). Djati dan Khusaini (2003) juga menunjukkan bahwa kepuasan karyawan pada kompensasi berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi. Oleh karena itu, pemberian kompensasi harus didesain secara adil dan benar dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan kerja beserta risiko yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan tertentu. Terkait dengan persoalan upah, hampir semua petugas pemadam kebakaran di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menilai upah mereka tidak sebanding dengan risiko kerja yang harus mereka hadapi. Hal ini dinyatakan jelas oleh beberapa orang komandan regu dari petugas pemadam kebakaran dalam sebuah wawancara. Para petugas merasa kompensasi yang mereka terima tidak layak dan kurang bisa mencukupi kebutuhan hidup. Di samping itu, mereka juga menilai pemberian kompensasi finasial tidak langsung seperti asuransi kesehatan cukup lamban dalam pelaksanaannya. Para petugas pemadam kebakaran menyatakan bahwa semangat kerja mereka akan meningkat apabila kesejahteraan mereka lebih diperhatikan dalam wujud pemberian kompensasi yang layak. Berdasarkan uraian di atas, dapat diformulasikan hipotesis sebagai berikut: H1: Ada hubungan antara persepsi terhadap program keselamatan kerja dan kepuasan kompensasi dengan komitmen organisasi. Artinya, semakin positif persepsi karyawan terhadap program keselamatan kerja serta semakin tinggi tingkat kepuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterima, maka akan semakin tinggi komitmen organisasi petugas pemadam kebakaran. H2: Ada hubungan positif antara persepsi terhadap program keselamatan kerja dengan komitmen organisasi. Artinya, semakin positif persepsi karyawan terhadap program keselamatan kerja maka akan semakin tinggi komitmen organisasi karyawan. Sebaliknya, semakin negatif persepsi karyawan terhadap program keselamatan kerja maka akan semakin rendah komitmen organisasi petugas pemadam kebakaran. H3: Ada hubungan positif antara kepuasan kompensasi dengan komitmen organisasi. Artinya, semakin tinggi tingkat kepuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterima, maka akan semakin tinggi komitmen organisasi karyawan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kepuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterima, maka akan semakin rendah pula komitmen organisasi petugas pemadam kebakaran. METODE PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah petugas pemadam kebakaran dengan status pegawai negeri sipil yang berjumlah 80 orang yang berasal dari UPT Pemadam Kebakaran Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman, dan Gunung Kidul. Sebanyak 30 orang subjek digunakan untuk uji coba dan 50 orang lainnya untuk data penelitian. Alat yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah skala komitmen organisasi yang memiliki reliabilitas sebesar 0,956 dengan rentang indeks daya beda aitem antara 0,459 sampai dengan 0,861, skala persepsi terhadap program keselamatan kerja memiliki reliabilitas sebesar 0,901 dengan rentang indeks daya beda aitem antara 0,344 sampai dengan 0,706, dan skala kepuasan kompensasi memiliki reliabilitas sebesar 0,871 dengan rentang indeks daya beda aitem antara 0,347 sampai 0,670. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi ganda. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji asumsi yang dilakukan mencakup uji normalitas sebaran dan uji linieritas hubungan. Uji normalitas sebaran dilakukan dengan menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov Goodness of Fit Test dengan asumsi “jika nilai p > 0,05 maka sebarannya normal, dan jika nilai p < 0,05 maka sebarannya tidak normal”. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa komitmen organisasi, persepsi terhadap program keselamatan kerja dan kepuasan kompensasi memiliki sebaran yang normal. Uji linieritas juga dilakukan sebanyak dua kali dengan melihat indeks linierity. Hasil uji linieritas menunjukkan bahwa hubungan antara variabel komitmen organisasi dengan persepsi terhadap program keselamatan kerja adalah linier, sedangkan hubungan antara variabel komitmen organisasi dengan kepuasan kompensasi adalah tidak linier. Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan empat alternatif jawaban dengan skor berkisar antara 1-4. Skala komitmen organisasi terdiri dari 21 aitem, skala persepsi terhadap program keselamatan kerja terdiri dari 21 aitem dan skala kepuasan kompensasi terdiri dari 16 aitem. Masing-masing skala dikategorisasikan berdasarkan perbandingan mean mean hipotetik dan mean empiris serta kategorisasi berdasar model distribusi normal. Kategorisasi berdasarkan perbandingan mean hipotetik dan mean empiris menunjukkan bahwa kebanyakan kelompok subjek memiliki komitmen organisasi yang tinggi, skor persepsi terhadap program keselamatan kerja yang tinggi dan kepuasan kompensasi yang rendah. Berikut adalah rincian skor empiris dan hipotetik pada masing-masing skala:
Variabel Komitmen Kerja Persepsi
Tabel 1. Data Empirik dan Hipotetik Skor Empirik Min 34,00 42,00
Maks
Mean
SD 10,630 84,00 57,6600 36 80,00 57,3000 6,9817
Skor Hipotetik
Min Maks
21
84
52,5
10,5
21
84
52,5
10,5
terhadap Program Keselamatan Kerja Kepuasan Kompensasi
5
26,00
56,00 39,6600
5,9371 2
16
64
40
8
Kategorisasi berdasar model distribusi normal menunjukkan bahwa skor komitmen organisasi pada kelompok subjek penelitian berada dalam taraf tinggi (56% dari 50 subjek), skor persepsi terhadap keselamatan kerja berada dalam taraf taraf sedang (84% dari 50 subjek), skor kepuasan kompensasi juga berada dalam taraf sedang (86% dari 50 subjek). Uji hipotesis pertama dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap program keselamatan kerja dan kepuasan kompensasi dengan komitmen organisasi. Hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien korelasi R = 0,993 dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil ini menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara persepsi terhadap program keselamatan kerja dan kepuasan kompensasi dengan komitmen organisasi. Dengan demikian hipotesis pertama teruji. Steers & Porter (1983) mendefinisikan komitmen sebagai sesuatu di luar loyalitas pasif untuk organisasi. Komitmen lebih melibatkan hubungan aktif dengan organisasi sehingga individu bersedia memberikan sesuatu dari diri mereka sendiri dalam rangka berkontribusi untuk kesejahteraan organisasi. Sikap komitmen ini dapat dilihat dalam beberapa faktor, yaitu keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi, dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Schuler dan Jackson (1999) mengungkapkan salah satu cara untuk meningkatan efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen adalah dengan memperhatikan keamanan kerja para karyawan melalui program keselamatan kerja yang efektif. Uji hipotesis kedua yang diajukan adalah adanya hubungan antara persepsi terhadap program keselamatan kerja dengan komitmen kerja. Hasil analisis menunjukkan bahwa korelasi rx1y sebesar 0,709 dengan tingkat kepercayaan 95%, berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap program keselamatan kerja dengan komitmen kerja. Artinya, semakin positif persepsi terhadap program keselamatan kerja maka semakin tinggi komitmen kerja, sebaliknya semakin negatif persepsi terhadap program keselamatan kerja maka semakin rendah komitmen kerja. dengan demikian, hipotesis kedua teruji. Persepsi terhadap program keselamatan kerja diartikan sebagai pemahaman dan penilaian secara kognisi, afeksi, dan konasi terhadap pelaksanaan program keselamatan kerja. Salah satu tujuan dari program keselamatan kerja adalah pemeliharaan kondisi kerja yang aman (Tim Mitra Bestari, 2005), serta mencegah kecelakaan atau cedera yang terkait dengan pekerjaan (Mathis dan Jackson, 2002). Jika perusahaan dapat menurunkan tingkat kecelakaan kerja, serta mampu meningkatkan kualitas kehidupan kerja para pekerjanya, perusahaan akan semakin efektif. Peningkatan-peningkatan terhadap hal ini salah satunya akan berdampak
pada peningkatan efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen (Schuler dan Jackson, 1999; Tim Mitra Bestari, 2005). Pekerjaan sebagai petugas pemadam kebakaran yang penuh dengan resiko kecelakaan kerja mulai dari tingkat ringan hingga berat seperti kehilangan nyawa, tentunya membutuhkan program keselamatan kerja yang baik dan efektif guna menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Pentingnya kondisi kerja yang aman dan nyaman dapat menjadikan petugas pemadam kebakaran memiliki komitmen kerja yang semakin baik pada instansinya karena setiap individu cenderung untuk mempersepsikan segala sesuatu dalam lingkungannya. Terkait hal ini tentunya karyawan sebagai individu akan mempersepsikan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Jika individu merasa program keselamatan kerja telah berjalan dengan efektif, maka individu tersebut akan merasa aman dan nyaman dengan pekerjaannya yang kemudian akan mempengaruhi sikapnya terhadap pekerjaan, yakni menimbulkan reaksi positif terhadap instansi. Sikap positif inilah yang dapat meningkatkan komitmen individu tersebut pada instansi tempat ia bekerja. Sebaliknya, jika karyawan merasa program keselamatan kerja tidak berjalan dengan efektif, maka karyawan tersebut akan merasa khawatir terhadap keselamatannya dalam bekerja yang kemudian akan membentuk sikap negatif dalam diri karyawan seperti menurunnya tingkat komitmen. Pengaruh persepsi terhadap program keselamatan kerja juga pernah dikaji oleh Kusuma (2011) dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa persepsi positif terhadap keselamatan dan kesehatan kerja akan menimbulkan komitmen organisasi yang tinggi pada petugas pemadam kebakaran. Hipotesis ketiga yaitu ada hubungan positif antara kepuasan kompensasi dengan komitmen kerja. Hasil analisis menunjukkan bahwa korelasi rx2y sebesar 0,15 dengan tingkat kepercayaan 95%, berarti ada hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan kompensasi dengan komitmen kerja. Artinya, semakin tinggi kepuasan kompensasi maka semakin rendah komitmen kerja, sebaliknya semakin rendah kepuasan kompensasi maka semakin tinggi komitmen kerja. Adanya hubungan antara kedua variabel di atas dapat dijelaskan bahwa petugas pemadam kebakaran yang merasa puas dengan kompensasi yang diterimanya akan mengurangi tingkat komitmen petugas pemadam kebakaran tersebut terhadap pekerjaannya. Djati dan khusaini (2003) berpendapat bahwa kepuasan kompensasi adalah kepuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterima dari perusahaan sebagai balas jasa atas kerja mereka. Suwatno dan Priansa (2011) menyatakan bahwa perusahaan harus menetapkan program-program kompensasi yang didasarkan atas asas keadilan serta asas kelayakan dan kewajaran, dengan memperhatikan undang-undang perburuhan yang berlaku. Perusahaan harus memperhatikan keseimbangan antara kondisi-kondisi internal dan eksternal, guna menjamin perasaan puas bagi karyawan, agar karyawan tetap termotivasi untuk bekerja dengan baik bagi perusahaan. Cherington menegaskan (Djati dan Khusaini, 2003) bahwa karyawan yang merasa puas terhadap kompensasi yang diterimanya, baik berupa materiil maupun non materiil akan menunjukkan perilaku positif seperti semangat kerja, komitmen,
dan prestasi kerja yang tinggi. Namun, hasil dalam penelitian ini berbanding terbalik dengan teori yang telah dikemukan oleh beberapa tokoh di atas. Ketidaksesuaian ini menunjukkan hipotesis ketiga yang diajukan tidak teruji dalam penelitian ini. Penyebab tidak terujinya hipotesis mungkin saja terjadi karena subjek melakukan facking saat mengisi skala. Azwar (2011) menjelaskan bahwa salah satu kelemahan skala yaitu subjek berkemungkinan untuk melakuka facking saat mengisi skala, terutama pada skala yang bermuatan social desirability tinggi. Penyebab lain tidak terujinya hipotesis kemungkinan juga dikarenakan ada faktor lain diluar varibel penelitian yang mempengaruhi hasil penelitian seperti usia, masa kerja, motivasi berprestasi, dan lain sebagainya. Rhodes & Steers (Steers & Porter, 1983) menemukan bahwa komitmen berhubungan positif dengan tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan serta hak pekerja dan kontrol organisasi. selain itu, Steers dan Porter (1983) juga menambahkan bahwa Pengalaman kerja berhubungan dengan komitmen yang meliputi: sejauh mana karyawan merasakan hal positif terhadap sikap kelompok organisasi, sejauh mana seorang karyawan merasa organisasi dapat diandalkan untuk menjaga kepentingan karyawan, perasaan kepentingan pribadi dengan organisasi, dan sejauh mana harapan karyawan telah dipenuhi dalam pekerjaannya. Hasil analisis juga menunjukkan besarnya sumbangan variabel persepsi terhadap program keselamatan kerja dan kepuasan komponsasi terhadap variabel komitmen organisasi yaitu sebesar 98,6% yang terlihat dari nilai koefisien determinan (R2) = 0,986 dan selebihnya 1,4% merupakan sumbangan dari faktor lain diluar variabel penelitian. Uraian-uraian tersebut di atas telah menggambarkan hasil penelitian secara keseluruhan, yaitu ada hubungan yang sangat signifikan antara persepsi terhadap program keselamatan kerja dan kepuasan kompensasi dengan komitmen organisasi pada petugas pemadam kebakaran. Namun pada penelitian ini masih terdapat kelemahan misalnya dalam hal alat ukur. Secara teknis alat ukur yang digunakan telah memenuhi validitas dan reliabilitas yang baik. Namun jika dicermati berdasarkan komposisi aitem pada skala persepsi terhadap program keselamatan kerja dan kepuasan kompensasi masih belum memenuhi proporsi yang seimbang. Pada skala persepsi terhadap program keselamatan kerja, aitem-aitem banyak didominasi oleh persepsi secara kognitif terhadap program keselamatan kerja. Padahal semestinya komposisi aitem antara persepsi kognitif, afektif dan konasi terhadap program keselamatan kerja adalah seimbang atau proporsional. Pada skala kepuasan kompensasi juga terjadi hal serupa, yaitu aitem-aitem pada komponen kompensasi tidak langsung masih belum proporsional dalam mengungkap kepuasan kompensasi yang diterima petugas pemadam kebakaran secara keseluruhan, karena aitem-aitem pada komponen tersebut kebanyakan hanya mengungkap kepuasan petugas pemadam kebakaran pada asuransi kesehatan, tunjangan kesejahteraan dan tunjangan resiko kerja yang mereka terima, sementara untuk dana pensiun hanya diungkap melalui dua aitem. KESIMPULAN
Berdasarkan uji hipotesisi dapat disimpulkan sebagai berikut: Ada hubungan yang sangat signifikan antara persepsi terhadap program keselamatan kerja dan kepuasan kompensasi dengan komitmen organisasi petugas pemadam kebakaran. Nilai koefisien korelasi R = 0,993 dengan tingkat kepercayaan 95%. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap program keselamatan kerja dengan komitmen organisasi petugas pemadam kebakaran dengan koefisien korelasi sebesar 0,709 dengan tingkat kepercayaan 95%. Artinya semakin positif persepsi terhadap program keselamatan kerja maka semakin tinggi komitmen organisasi, sebaliknya semakin negatif persepsi terhadap program keselamatan kerja semakin rendah komitmen organisasi. Ada hubungan negatif yang signifikan antara kepuasan kompensasi dengan komitmen organisasi dengan koefisien korelasi sebesar -0,15 dengan tingkat kepercayaan 95%. Artinya semakin tinggi kepuasan kompensasi maka semakin rendah komitmen organisasi, sebaliknya semakin rendah kepuasan kompensasi maka semakin tinggi komitmen organisasi. Peranan atau sumbangan efektif persepsi terhadap program keselamatan kerja dan kepuasan kompensasi terhadap komitmen kerja sebesar 98,6% yang ditunjukkan oleh nilai koefisien determinan (R2) sebesar 0,986 dan selebihnya 1,4% merupakan sumbangan dari faktor lain diluar variabel penelitian. SARAN 1. Saran Teoritik Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan pengetahuan dalam bidang ilmu psikologi, khususnya tentang komitmen organisasi, persepsi terhadap program keselamatan kerja dan kepuasan kompensasi. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian dengan tema yang sama diharapkan untuk dapat menggunakan alat ukur yang lebih proporsional agar dapat mengungkap variabel secara lebih menyeluruh. Tidak hanya itu, faktor-faktor lain yang mempengaruhi komitmen organisasi pada petugas pemadam kebakaran sebaiknya juga lebih diperhatikan guna memperluas bahasan tentang komitem organisasi, seperti usia, masa kerja, motivasi berprestasi, dan lain sebagainya. Terkait dengan komposisi aitem pada skala persepsi terhadap program keselamatan kerja dan kepuasan kompensasi yang kurang proporsional, diharapkan peneliti selanjutnya dapat menyusun skala dengan komposisi aitem yang lebih proporsional. 2. Saran Praktis Bagi Kepala UPT Pemadam Kebakaran, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan masukan dalam mengembangkan dan memberdayakan peranan sumber daya manusia yang ada dalam UPT Pemadam Kebakaran sehingga dapat mencapai tujuan yang ditetapkan, dalam hal ini meningkatkan komitmen organisasi petugas pemadam kebakaran. DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2011. Penyusunan Skala Psikologi. Edisi I. Cetakan XV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Djati, S. P., & Khusaini, M. 2003. Kajian terhadap Kepuasan Kompensasi, Komitmen Organisasi, dan Prestasi Kerja. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Nomor 1. 5: 25-41. Kuntjoro, Z. S. 2009. Komitmen Organisasi. psikologi.com/epsi/search.asp. 22 September 2012
http://www.e-
Kusuma, H. I. 2011. Komitmen Organisasi Petugas Pemadam Kebakaran Ditinjau dari Persepsi terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja. http://lib.unnes.ac.id/13018/. 20 Oktober 2012. Luthfie, N. 2005. Membedah Pandangan Karyawan Indonesia. http://www.portalhr.com/people-management/employeerelations/membedah-pandangan-karyawan-indonesia/. 18 Maret 2012. Mathis, R. L & Jackson, J. H. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kesembilan. Buku Dua. Penerjemah: Jimmy Sadeli & Bayu Prawira Hie. Jakarta: Salemba Empat. Schuler, R. S & Jackson, S. E. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia: Menghadapi Abad Ke-21. Edisi Keenam. Jilid Dua. Penerjemah: Abdul Rosyid & Peter Remy, Y. P. Jakarta: Erlangga. Steers, R. M & Porter, L. W. 1983. Motivation and Work Behavior. Third Edition. New York: McGraw-Hill. Suwatno & Priansa, D. J. 2011. Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis. Bandung : Alfabeta. Tim Mitra Bestari. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Unit Penerbitan Fakultas Ekonomi (UPFE-UMY)