Artikel Asli
HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN HELM DENGAN JUMLAH KOLONI MALASSEZIA PADA KULIT KEPALA PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI MANADO Sylvia Tan, Marlyn G. Kapantow, Winsy F. Th. Warouw Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado
ABSTRAK Malassezia spp. adalah suatu jamur lipofilik yang merupakan anggota flora normal kulit manusia dewasa yang dapat menjadi patogen pada keadaan tertentu. Faktor - faktor yang membantu menghasilkan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan jamur ini, antara lain penyakit sistemik seperti keganasan dan infeksi HIV, obat-obatan, lingkungan yang panas dan lembab, serta oklusi pada kulit dan folikel rambut. Salah satu substansi yang memiliki sifat oklusi adalah he lm. Ok lusi p ada pe rmu kaa n k ulit d apa t meningk atk an temperatu r k ulit (2-3 °C) ya ng menyebabkan peningkatan permeabilitas kulit. Peningkatan suhu 1°C akan meningkatkan ekskresi sebum sebanyak 10%. Lemak yang dihasilkan dapat menyumbat muara folikel rambut dan bercampur asam laktat sehingga memudahkan tumbuhnya jamur (dalam hal ini Malassezia spp.). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara penggunaan helm dengan jumlah koloni Malassezia pada kulit kepala pengemudi kendaraan bermotor roda dua di Manado. Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan pendekatan secara potong lintang pada 50 subyek yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Hasil penelitian didapatkan rerata koloni Malassezia spp. pada kelompok sampel adalah 5,48 ± 10,70, sementara pada kelompok kontrol adalah 0,32 ± 1,11, berbeda bermakna secara statistik (p < 0,05).(MDVI 2011;38/4:160 - 165) Kata kunci: koloni Malassezia spp., penggunaan helm.
ABSTRACT
Korespondensi : Jl. Raya Tanah Wangko - Manado, Telp: 0431- 860334 Email:
[email protected]
160
Malassezia spp. are lipophilic unipolar yeasts recognized as normal flora of the skin that may be become pathogenic under certain conditions. Several factors can help to produce favorable conditions for growth of these yeast, such as systemic diseases including cancer and HIV infection; drugs consumption, humidity, occlusion of the skin and hair follicles. Helmet is one of the substance that has an occlusion effect. Occlusion of the skin surface with substances can increase the skin temperature (2 to 3°C), resulting in increased skin permeation. Change in temperature of 1°C produced a change in the sebum excretion rate of the order of 10%, thus facilitating the growth of the yeast (Malassezia spp.). The aim of this study to determine the relation between the use of helmets and the number of Malassezia spp. colonies on the scalp of motorcycle drivers in Manado. This research is an analytical survey study with cross sectional design in 50 subjects that accomplish inclusion and exclusion criteria. The mean Malassezia spp. colonies in the sample group was 5,48 ± 10,70, while in the control group was 0.32 ± 1.11. with p<0.05.(MDVI 2011;38/4:160 - 165) Key words: Malassezia spp. colonies, the use of helmets
Sylvia Tan dkk.
Hubungan penggunaan helm dengan koloni Malassezia pada pengemudi roda dua
PENDAHULUAN Malassezia spp. (sinonim: Pityrosporum) adalah flora atau organisme normal pada kulit hospes berdarah panas yang bersifat lipofilik obligat atau nonobligat, yang pada kondisi tertentu dapat menyebabkan infeksi pada kulit dan struktur kulit.1 Organisme ini telah dihubungkan dengan beberapa penyakit kulit misalnya dermatitis seboroik, folikulitis, pitiriasis versikolor, dan dermatitis atopik.2 Pertumbuhan Malassezia spp. sangat bergantung pada adanya asam lemak rantai sedang atau panjang pada media kultur. Pertumbuhan koloni dapat terlihat setelah 2-4 hari pada temperatur 34-37°C, dan pH optimum untuk pertumbuhan 5,5 - 6,5.1 Spesies ini dapat bertahan hidup dan bahkan bermultiplikasi pada kondisi yang anaerobik. Pada penggunaan medium yang dapat meningkatkan produksi filamen dari Malassezia spp., filamen lebih banyak dijumpai pada lingkungan yang mikroaerofilik. 3 Metode yang paling umum digunakan adalah melapisi agar Saboraud dekstrosa yang mengandung sikloheksimid (aktidion) dengan minyak zaitun atau media yang lebih khusus misalnya agar Dixon yang terdiri atas beberapa bahan yaitu ekstrak ragi, pepton, agar bakto, empedu lembu yang telah didesikasi, tween 40, dan gliserol mono-oleat.4 Pada media tersebut koloni akan berwarna putih seperti susu sampai kekuningan, permukaan licin atau sedikit berkerut, berkilau atau suram, dengan tepi berbentuk bulat sempurna atau berlobus. 5 Beberapa faktor dapat menyebabkan perubahan pada imunitas, produksi sebum, dan pertumbuhan flora kulit. Faktor tersebut membantu menghasilkan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan jamur ini, antara lain penyakit sistemik seperti keganasan dan infeksi HIV, penggunaan obatobatan, lingkungan yang panas dan lembab, serta oklusi pada kulit dan folikel rambut.2,6 Oklusi permukaan kulit dapat meningkatkan temperatur kulit (2-3°C) yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kulit.7 Peningkatan suhu 1°C akan meningkatkan ekskresi sebum sebanyak 10%. Lemak yang dihasilkan dapat menyumbat muara folikel rambut dan bercampur asam laktat sehingga memudahkan tumbuhnya jamur (Malassezia spp.). Jika hal ini berlangsung kronis disertai kebersihan kulit kepala yang tidak diperhatikan maka akan terjadi inflamasi pada kulit kepala. Dengan adanya infeksi jamur, kulit akan mengalami deskuamasi lebih cepat sehingga terjadi ketombe.8 Pasal 23 undang-undang nomor 14 tahun 1992 mengenai lalu lintas dan angkutan jalan, membahas mengenai kewajiban pengemudi kendaraan bermotor pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, yang salah satunya ialah mempergunakan helm bagi pengemudi kendaraan bermotor roda dua.9 Penggunaan helm dalam jangka waktu yang lama dapat mengubah iklim mikro permukaan kulit kepala. Akibatnya terjadi peningkatan ekskresi sebum yang merupakan "sumber makanan" bagi
Malassezia spp. untuk tumbuh dan berproliferasi dan pada akhirnya dapat mempercepat timbulnya ketombe.10,11 Menurut pengamatan penulis sampai saat ini di Manado belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan antara penggunaan helm dengan peningkatan jumlah koloni Malassezia spp. pada kulit kepala pengemudi kendaraan bermotor roda dua. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara penggunaan helm dengan jumlah koloni Malassezia spp. pada kulit kepala pengemudi kendaraan bermotor roda dua di Manado.
SUBYEK DAN METODE PENELITIAN Rancangan penelitian ini adalah penelitian survei analitik dengan pendekatan potong lintang dan dilaksanakan pada bulan Desember 2010 - Maret 2011. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling seleksi sampel sesuai kriteria penerimaan dan penolakan terhadap pengemudi kendaraan bermotor roda dua yang menggunakan helm (sampel) dan sukarelawan yang bukan pengemudi kendaraan bermotor roda dua dan tidak menggunakan helm (kontrol). Jumlah sampel minimal sesuai perhitungan besar sampel adalah 44 orang. Sampel penelitian adalah laki-laki berusia 20 - 50 tahun, telah mengemudikan kendaraan bermotor roda dua minimal 6 bulan, menggunakan helm minimal 90 menit dalam satu hari secara terus menerus, tidak mencuci rambut dengan menggunakan sampo yang mengandung bahan antiketombe dalam 3 hari sebelum pengambilan spesimen. Sampel yang memiliki penyakit kulit di kulit kepala selain ketombe, penyakit keganasan, gangguan neurologik, imunodefisiensi (AIDS), status gizi kurang, alopesia, riwayat atopi, mendapat obat dan sampo antimikotik serta obat lain misalnya antibiotik, arsen, metildopa, simetidin, neuroleptik dalam 1 bulan terakhir, menggunakan kosmetika rambut lain (pelembab, minyak rambut, tonik rambut), tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Setiap subyek memberikan persetujuan mengikuti penelitian dan dilakukan pengisian status penelitian yang meliputi anamnesis dengan menggunakan kuesioner, pemeriksaan klinis, dan pengambilan spesimen. Pemeriksaan klinis meliputi pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengukur indeks massa tubuh (IMT), dan pemeriksaan kulit kepala (eritema, skuama, atau tidak ada kelainan). Pengambilan spesimen berupa skuama dilakukan dengan cara menekankan selotip ke daerah verteks satu kali selama 5 detik. Kemudian selotip dilepaskan dan ditempelkan pada gelas obyek yang telah diberi campuran KOH 10% dan tinta Parker sebanyak 1 tetes. Selanjutnya jumlah spora Malassezia spp. dalam 10 lapang pandangan dihitung dengan pembesaran 400 x. Setelah itu spesimen pada daerah verteks juga dilakukan pembiakan dengan
161
MDVI
Vol. 38 No. 4 Tahun 2011; 160 - 165
menggunakan media agar Dixon. Pemeriksaan koloni dilakukan dengan cara menghitung satuan koloni pada hari ke-7.
mengikuti penelitian ini pada kelompok sampel adalah suku Gorontalo sebanyak 19 orang (76%), sementara pada kelompok kontrol adalah suku Minahasa dan suku lainnya masing - masing sebanyak 9 orang (36%). Suku lainnya terdiri atas suku Maluku, Buton, Bali, Cina, dan Papua. Hal ini karena penelitian dilakukan di pulau Sulawesi sehingga suku yang terbanyak pada kelompok kontrol adalah suku Minahasa, sementara pada kelompok sampel suku yang terbanyak adalah suku Gorontalo. Tingkat pendidikan terbanyak pada kelompok sampel adalah tamat SD sebanyak 12 orang (48%), sementara seluruh kelompok kontrol tamat universitas yaitu 25 orang (100%). (Tabel 1).
HASIL PENELITIAN Karakteristik umum subyek penelitian Subyek pada penelitian ini berjumlah 50 orang yang terdiri atas 2 kelompok yaitu kelompok sampel dan kelompok kontrol masing - masing sebanyak 25 orang yang terdistribusi menurut usia, suku bangsa, dan tingkat pendidikan Kelompok usia terbanyak pada kelompok sampel adalah 20-25 tahun dan 26-30 tahun masing - masing sebanyak 7 orang (28%), sementara kelompok usia terbanyak pada kelompok kontrol adalah 20-25 tahun sebanyak 20 orang (80%). Hal ini disebabkan pada rentang usia tersebut orang mulai bekerja (usia produktif). Suku yang paling banyak
Pengaruh penggunaan helm pada pengemudi kendaraan bermotor roda dua terhadap ketombe Keluhan ketombe dialami oleh 18 orang (72%) pada kelompok sampel, sementara pada kelompok kontrol tidak ada yang memiliki keluhan ketombe. Hasil ini berbeda bermakna secara statistik (Tabel 2).
Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian Karakteristik
Kelompok sampel Jumlah (n)
1. Usia: 20-25 tahun 26-30 tahun 31-35 tahun 36-40 tahun 2. Suku bangsa: Gorontalo Jawa Sangir Minahasa Lainnya 3. Tingkat pendidikan: Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Universitas
Kelompok kontrol Persentase (%)
Jumlah (n)
Persentase (%)
7 7 5 6
28 28 20 24
20 4 1
80 16 0 4
19 1 2 2 1
76 4 8 8 4
3 1 3 9 9
12 4 12 36 36
12 4 8 1
48 16 32 4
25
0 0 0 100
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan keluhan ketombe Keluhan ketombe
Kelompok sampel Jumlah (n)
Persentase (%)
Jumlah (n)
Persentase (%)
Ya
18
72
-
0
Tidak
7
28
25
100
Total
25
100
25
100
* Uji Chi-Square (p < 0,05)
162
Kelompok kontrol
0,000
Sylvia Tan dkk.
Hubungan penggunaan helm dengan koloni Malassezia pada pengemudi roda dua
Klinis ketombe yang didapatkan pada penelitian ini yaitu pada kelompok sampel seluruhnya berketombe sebanyak 25 orang (100%), sementara kelompok kontrol yang tidak berketombe sebanyak 19 orang (76%), diikuti berketombe sebanyak 6 orang (24%), sangat berbeda bermakna secara statistik (Tabel 3). Ini karena keluhan ketombe bersifat subyektif, dan hal ini sesuai dengan beberapa penulis yang menyatakan bahwa keluhan ketombe bervariasi pada setiap individu.14,15 Pada sebagian orang, ketombe yang sedikit saja sudah menimbulkan keluhan tetapi pada sebagian lainnya tidak menimbulkan keluhan. Keluhan ini bergantung pada kepedulian seseorang akan estetika rambut, pengetahuan tentang rambut normal dan penyakit pada kulit kepala serta taraf hidup. Hasil pada penelitian ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan oklusi dapat meningkatkan asam lemak bebas dan dapat juga meningkatkan organisme (dalam hal ini Malassezia), oleh sebab itu dapat menginduksi infeksi (dalam hal ini ketombe).16 Riwayat ketombe pada keluarga didapatkan pada 10 orang (40%) kelompok sampel dan 6 orang (24%) kelompok kontrol, hasil ini tidak berbeda bermakna secara statistik (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa keluhan ketombe yang dialami oleh subyek penelitian dipengaruhi oleh kelembaban dan temperatur, bukan dipengaruhi oleh genetik atau
keturunan. Pengaruh penggunaan helm pada pengemudi kendaraan bermotor roda dua terhadap keluhan kulit kepala berminyak Keluhan kulit kepala berminyak dikeluhkan oleh sebanyak 15 orang (60%) pada kelompok sampel dan 12 orang (48%) pada kelompok kontrol. Hasil ini tidak berbeda bermakna secara statistik (Tabel 5). Akan tetapi keluhan kulit kepala berminyak pada penelitian ini hanya keluhan subyektif saja, tidak dilakukan pemeriksaan dengan sebumeter karena tidak tersedianya alat tersebut. Higiene rambut Terdapat 2 kategori higiene rambut yaitu higiene rambut baik dan buruk. Kategori higiene rambut yang didapatkan pada penelitian ini yaitu pada kelompok sampel didapatkan higiene rambut baik pada 17 orang (68%) dan higiene rambut buruk pada 8 orang (32%). Sementara pada kelompok kontrol didapatkan seluruhnya higiene rambut baik sebanyak 25 orang (100%). Hasil ini berbeda bermakna secara statistik (Tabel 6). Ini mungkin karena faktor sosial ekonomi dan pendidikan memiliki peranan terhadap higiene rambut.
Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan klinis ketombe Klinis ketombe
Kelompok sampel Jumlah (n)
Berketombe Tidak berketombe Total
25 25
Kelompok kontrol Persentase (%) 100 0 100
Jumlah (n) 6 19 25
Persentase (%) 24 75 0,000 100
* Uji Chi-Square (p < 0,05) Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan riwayat berketombe dalam keluarga Riwayat berketombe dalam keluarga
Kelompok sampel Jumlah (n)
Kelompok kontrol Persentase (%)
Jumlah (n)
Persentase (%)
Ya
10
40
6
24
Tidak
15
60
19
76 0,182
Total
25
100
25
100
* Uji Chi-Square (p > 0,05) Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan keluhan kulit kepala berminyak Keluhan kulit kepala berminyak
Kelompok sampel Jumlah (n)
Kelompok kontrol Persentase (%)
Jumlah (n)
Persentase (%)
Ya
15
60
12
48
Tidak
10
40
13
52
Total
25
100
25
100
* Uji Chi-Square (p > 0,05)
163
MDVI
Vol. 38 No. 4 Tahun 2011; 160 - 165
Distribusi ketombe pada yang memiliki higiene rambut yang baik sebesar 10/18 (55,56%), sedangkan pada yang memiliki higiene rambut yang buruk sebesar 8/18 (44,44%). Distribusi tidak berketombe pada yang memiliki higiene rambut yang baik sebesar 32/32 (100%), sedangkan pada yang memiliki higiene rambut yang buruk 0/32 (0%). Hasil ini berbeda bermakna secara statistik (Tabel 7). Hasil ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa higiene rambut berperan dalam timbulnya ketombe. Hal ini dapat dilihat dari seluruh kelompok yang tidak berketombe memiliki higiene rambut yang baik. Higiene rambut dan kulit kepala yang buruk menyebabkan peningkatan jumlah jamur Malassezia spp.17 Pengaruh penggunaan helm pada pengemudi kendaraan bermotor roda dua terhadap jumlah spora Malassezia spp. Penghitungan spora Malassezia pada kelompok sampel didapatkan (+1) sebanyak 13 orang (52%), (+2) sebanyak 6 orang (24%), (+3) sebanyak 2 orang (8%) dan (+4) sebanyak 4 orang (16%), sementara pada kelompok kontrol yang terbanyak adalah (+1) sebanyak 23 orang (92%), diikuti (+2) sebanyak 2 orang (8%) (Tabel 8). Pada kelompok sampel sebanyak 19 orang masih dianggap normal yaitu 13 orang
dengan (+1) dan 6 orang dengan (+2), sementara 6 orang lainnya indikasi untuk mendapatkan terapi, karena menurut kepustakaan (+1) dan (+2) dianggap normal, sementara (+3) dan (+4) merupakan indikasi terapi.18 Pengaruh penggunaan helm pada pengemudi kendaraan bermotor roda dua terhadap rerata koloni Malassezia spp. Pada penelitian ini didapatkan rerata koloni Malassezia spp. pada kelompok sampel adalah 5,48 ± 10,70, sementara pada kelompok kontrol adalah 0,32 ± 1,11. Hasil ini berbeda bermakna secara statistik (Tabel 9). Koloni Malassezia spp. pada pengemudi kendaraan bermotor roda dua (yang menggunakan helm) lebih banyak dibandingkan bukan pengemudi kendaraan bermotor roda dua (yang tidak menggunakan helm). Ini mungkin disebabkan karena oklusi pada permukaan kulit dapat meningkatkan temperatur kulit (2-3°C) yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kulit.7 Peningkatan suhu 1°C akan meningkatkan ekskresi sebum sebanyak 10%. Lemak yang dihasilkan dapat menyumbat muara folikel rambut dan bercampur asam laktat sehingga memudahkan tumbuhnya jamur (dalam hal ini Malassezia spp.). Jika hal ini berlangsung kronis dan kebersihan kulit kepala tidak diperhatikan akan terjadi inflamasi pada kulit
Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan higiene rambut Higiene rambut
Kelompok sampel Jumlah (n)
Kelompok kontrol Persentase (%)
Jumlah (n)
Persentase (%)
Baik
17
68
25
100
Buruk
8
32
-
0
Total
25
100
25
100
* Uji Chi-Square (p < 0,05) Tabel 7. Distribusi ketombe berdasarkan higiene rambut Higiene rambut
Ketombe Jumlah (n)
Tidak berketombe
Persentase (%)
p*
Jumlah (n)
Persentase (%)
Baik
10
55,56
32
100
42
Buruk
8
44,44
-
0
8
Total
18
100
32
100
50
0,000
* Uji Chi-Square (p < 0,05) Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan penghitungan spora Malassezia spp. yang ditemukan melalui pemeriksaan KOH Parker Higiene rambut pemeriksaan KOH Parker
164
Kelompok sampel Jumlah (n)
Kelompok kontrol Persentase (%)
Jumlah (n)
Persentase (%)
+1
13
52
23
92
+2
6
24
2
8
+3
2
8
0
0
+4
4
16
0
0
Sylvia Tan dkk.
Hubungan penggunaan helm dengan koloni Malassezia pada pengemudi roda dua
Tabel 9. Rerata koloni (±SD) Malazzesia spp. pada kedua kelompok penelitian Kelompok penelitian
N
Koloni
p*
X
SD
Sampel
25
5,48
10,70
Kontrol
25
0,32
1,11
0,008
* Uji Mann-Whitney U (p < 0,05)
kepala. Dengan adanya infeksi jamur, kulit akan mengalami deskuamasi lebih cepat sehingga terjadilah ketombe.8
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan helm dengan jumlah koloni Malassezia spp. pada kulit kepala pengemudi kendaraan bermotor roda dua di Manado. Oleh karena itu populasi yang menggunakan helm dalam pekerjaan sehari - harinya disarankan untuk menjaga kebersihan kulit kepala dengan keramas lebih sering, selain itu juga dianjurkan untuk mencuci helmnya secara rutin. Selain itu mengingat adanya keterbatasan dalam penelitian ini, dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar dan dilakukan penelitian yang lebih spesifik agar dapat diketahui spesies Malassezia spp. yang banyak berkontribusi dalam kejadian ketombe.
DAFTAR PUSTAKA 1. Marcon MJ, Powell DA. Human infections due to Malassezia
spp. Clin Microbiol Rev. 2002: 101-19. 2. Bower SM, Hogan DJ, Mason SH. Malassezia (Pityrosporum) folliculitis. [Disitasi Desember 2009]. Tersedia di http://emedicine. medscape. com. 3. Faergemann J, Bernander S. Micro-aerophilic and anaerobic growth of Pityrosporum species. Sabouraudia (1981) 19, 117121. 4. Clayton Y. Dixon's agar for Malassezia furfur. Disitasi : ...2011 Tersedia di: http//www.mycology.adelaide.edu.au/ laboratory_met hods/ cultu re_techniq ues_an d_media/ dixons.html. 5. Ellis D. Malassezia furfur. [Disitasi Juli 2006]. Tersedia di http//www. mycology.adelaide.edu.au/Laboratory_Methods/ Culture_Techniques_and_Media/Dixons.html. 6. Elsner P. Antimicrobials and the skin physiological and pathological flora. Curr Probl Dermatol. 2006; 33: 35-41. 7. Remington JP, Gennaro AR. The science and practice of pharmacy. Edisi ke-21. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. h. 875. 8. Lopez S, Le Fur I, Morizat F, Heuvin G, Guinot C, Tschachler E. et al. Transepidermal water loss, temperature and sebum levels on women's facial skin follow characteristic patterns. Skin Res Technol. 2000; 6: 31-6.
165