HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN WARTAWAN TENTANG BAHASA JURNALISTIK DAN TEKNIK PENULISAN BERITA Tania Purwaka Mia Dwianna Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
[email protected]
ABSTRACT News in the mass media should use language that is good and true, so that each message of positive news can be accepted by readers. However, often times in the presentation of a story, journalists use language that is difficult to understand its meaning. This research used Cognitive Dissonance theory from Leon Festinger. Main idea of this theory is the discrepancy between cognition as an aspect of attitude with someone’s self-behavior. This theory may allow two elements to have three relationships which is different with each other, that is consonant, dissonance, or irrelevant. Keywords: journalistic language, news writing technique, cognitive dissonance
PENDAHULUAN Dewasa ini informasi sudah menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Pergeseran dari era industri ke era informasi telah merubah masyarakat menjadi masyarakat informatif, yang menuntut akan akses informasi serba cepat. Apalagi pada zaman yang sudah semakin modern, membuat kebutuhan akan informasi sebagai faktor utama dalam mengetahui segala sesuatu yang sedang terjadi, terutama yang berhubungan dengan sesuatu yang dekat dengannya. Sehingga manusia senantiasa mencari berbagai macam informasi dengan berbagai cara dalam setiap kesempatan yang dimilikinya. Mencari sebuah informasi yang dibutuhkan, tentunya manusia akan melakukan interaksi antara satu dengan yang lainnya melalui proses komunikasi. Sehingga dengan komunikasi manusia dapat mengeluarkan pendapat dan keinginannya, serta dapat menerima pendapat orang lain baik dengan cara langsung maupun melalui media sebagai perantara. Media yang digunakan dalam penyampaian pesan atau informasi terdiri dari tiga jenis, di antaranya: media visual (media yang hanya dapat dilihat seperti surat kabar), media audio (media yang hanya dapat didengar seperti radio), dan media audio visual (media yang bisa dilihat dan didengar seperti televisi).
Begitu pentingnya peranan media massa terhadap kemajuan masyarakat. Sebuah media massa dapat menyampaikan informasi yang dapat dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat tanpa batas waktu tertentu, sehingga kapan pun masyarakat dapat menikmatinya, dengan demikian lahirlah sebuah asumsi dasar bahwa media memiliki fungsi penting. Asumsi ini ditopang dalil dari Denis Mc Quail (1987:3): “Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang, dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait; media juga merupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya” (Mc Quail, 1987:3). Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. Media merupakan lokasi atau forum yang semakin berperan untuk menampilkan peristiwa-peristiwa masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional. Media seringkali berperan sebagai wahana pengembang kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma. “Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif: media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan” (Mc Quail, 1987:3). Isi media massa sebagian besar adalah berita, berita merupakan sajian utama untuk menyampaikan informasi kepada publik. Baik itu informasi mengenai sosial, politik, hiburan, pendidikan, dan lain sebagainya. Berita adalah laporan tentang suatu kejadian atau peristiwa. Namun, tidak semua peristiwa atau kejadian layak diberitakan. Dengan kata lain, agar suatu informasi dapat diangkat menjadi suatu berita, maka harus memenuhi kriteria berita atau mempunyai nilai berita yang tinggi, gaya bahasa dan penulisan juga menjadi salah satu faktor penting terhadap baik buruknya sebuah berita. Teknik penulisan berita ditentukan pula oleh beberapa ketentuan unsur kelayakan berita untuk dimuat seperti keakuratan, lengkap tidaknya sebuah berita, kelugasan sebuah berita, adil dan berimbangnya sebuah berita. Terutama terhadap berita-berita yang memberikan informasi kepada masyarakat mengenai hal penting dan menjadi pengetahuan bagi mereka. Berita dalam media massa baik cetak maupun elektronik harus menggunakan bahasa yang baik dan benar, agar setiap pesan dari berita tersebut dapat diterima positif oleh masyarakat. Oleh karena itu, bahasa dalam sebuah berita sangat dibutuhkan kehadirannya.
Ketika bahasa digunakan oleh media massa (surat kabar), maka sebetulnya ia memiliki tanggung jawab yang lebih besar karena ketersebaran yang luas dalam stereotif atau prasangka tertentu (Sobur, 2001:40). Bahasa merupakan sarana komunikasi utama dalam memproduksi sebuah berita. Keberadaan bahasa dalam sebuah surat kabar tidak lagi hanya sebagai alat untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan menjadi alat untuk menentukan gambaran dan citra tertentu yang hendak ditanamkan kepada publik. Tanpa bahasa, media massa cetak tidak akan bermakna apa-apa. Oleh karena itu, antara wartawan dan media massa memiliki hubungan yang erat satu sama lain. Wartawan harus menguasai bahasa jurnalistik dengan baik dan benar, sehingga dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati, dan perasaan pembacanya.
Salah satu media yang paling produktif menggunakan
bahasa Indonesia ragam tulis adalah surat kabar. Sebagai alat komunikasi massa, surat kabar memiliki berbagai macam bentuk informasi atau berita yang ditujukan kepada khalayak yang beragam dan dikemas dalam bentuk tulisan dalam ruangan-ruangan atau kolom-kolom tertentu. Tulisan ini merupakan suatu fakta yang ditulis bersama dengan opini atau pernyataan sikap dalam mengamati setiap peristiwa sosial yang menarik. Surat kabar yang menggunakan bahasa yang baik dan benar secara tidak langsung telah bertindak sebagai pembina bahasa bagi generasi yang lebih muda dan pembaca-pembacanya. Namun, sering kali dalam penyajian sebuah berita, wartawan, menggunakan bahasa yang tidak jarang membuat pembaca sulit untuk memahaminya. Tidak jarang pula pemilihan kata (diksi) yang kurang tepat serta penggunaan istilah atau kata yang berlebihan atau hiperbola dalam sajian beritanya, sehingga hal tersebut dapat menimbulkan persepsi atau pemaknaan yang berbeda terhadap informasi yang disampaikan dalam sajian berita tersebut. Beberapa media pemberitaannya tidak sesuai atau bertolak belakang dengan bahasa jurnalistik.
Contoh pemberitaan dari harian Indopos, edisi Kamis 23 Juni 2011, yang
memberitakan sebuah kasus dengan judul “Arsyad Bantah Mahfud”. Kepada wartawan di Mahkamah (MK) kemarin (22/6), Mahfud mengatakan bahwa sudah terang benderang bahwa Aryad berupaya memalsu surat putusan tersebut. Sebab, putusan terhadap Dewi Yasin Limpo sudah diketok pada Juli sedangkan Aryad bertemu Masruri pada Agustus. Selain itu, Aryad juga bukan hakim yang mengurusi vonis tersebut. Apabila dilihat dari sudut keperluan bahasa jurnalistik yang menghendaki sifat-sifat singkat, padat, lancar, kalimat pendek, maka kata bahwa perlu ditinjau kembali. MenurutWonohito (Hellena, 2007:75), tanpa kata bahwa sebagai kata sambung, tidak akan berkurang daya dan gayanya, dan kadang justru lebih mengesankan serta jelas maknanya. Tanpa kata bahwa kalimat lebih enak dibaca dan lebih akrab suasananya.
Penulis juga menemukan judul pemberitaan yang tidak langsung ke pokok permasalahan, dan lebih menggunakan kata tutur yang seharusnya dihindari dalam bahasa jurnalistik. Pemberitaan harian Lampu Hijau, edisi Kamis 23 Juni 2011, yang berjudul Ibu Bisnis Pulsa, Duitnya Nggak Disetorin Perusahaan Curiga, Si Ibu Disamperin Duitnya Abis Buat Kebutuhan Hidup Perusahaan Nggak Terima, Lapor Polisi. Kata tutur hanya menekankan kepada pengertian, sama sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata bahasa. Tidak hanya di media cetak, peneliti juga menemukan pada pemberitaan dari media internet yang bertentangan dengan bahasa jurnalistik yakni menggunakan pilihan kata yang kurang
tepat.
Pemberitaan
pertama
peneliti
dapatkan
dari
situs
internet
www.tempointeraktif.com. “Menurut petugas Polda Jawa Barat Komisaris Polisi I Ketut Putra, aparat yang dikerahkan mengawal berjenjang dari kepolisian sektor hingga resor. Tugas itu dimulai saat keluarnya soal dari percetakan hingga sampai di panitia sub rayon ujian nasional.” Pada kalimat diatas terdapat pemilihan kata (diksi) yang tidak tepat. Ketidak tepatan pilihan kata (diksi) tersebut, terdapat pada kata “hingga sampai” kalimat pertama dan kalimat “daripada” pada kalimat kedua. Seharusnya kata “hingga sampai” sebaiknya diganti dengan kata “hingga” saja dan kata sampai dihilangkan atau sebaliknya. Kata “daripada” sebaiknya diganti dengan kata “dari” saja. Ketidaktepatan penggunaan diksi akan menimbulkan ketidakjelasan makna dalam kata tersebut. Penulisan salah atau benar sebuah berita, tidak terlepas dari peran seorang wartawan pembuat berita. Wartawan adalah orang yang bertugas mencari, mengumpulkan dan mengolah informasi menjadi berita, untuk disiarkan melalui media massa (Djuroto, 2004:22). Wartawan merupakan kunci penting dalam suatu pemberitaan media massa, karena baik dan buruknya pemberitaan dalam media tergantung dari informasi yang diperolehnya. Berita-berita yang ditulis oleh wartawan akan sangat dipengaruhi oleh pemahaman yang ia miliki dan perspektif yang ia gunakan dalam merefleksikan suatu peristiwa. Untuk mendapatkan berita yang berkualitas, wartawan dituntut untuk menguasai teknik-teknik yang diperlukan dalam produksi berita. Penggunaan bahasa jurnalistik yang baik, setidaknya dapat membatasi persepsi dan membantu pembaca memikirkan sesuatu yang di yakininya, misalnya pernyataan kuat dari elit politik atau korban konflik dilapangan yang bisa membakar emosi dan sebaliknya, membuat sejuk. Tergantung pada cara wartawan memformat isi dan bahasa yang dipergunakannya. Kepandaian wartawan dalam menggunakan bahasa jurnalistik dalam
menulis berita, sangat mempengaruhi jelas tidaknya pesan yang disampaikan. Pehaman wartawan diasumsikan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi cara wartawan menulis berita. Pemahaman memperlihatkan adanya pengertian tentang fakta dan gagasan dengan cara mengorganisasi, membandingkan, menerjemahkan, menafsirkan, memberikan deskripsi, dan menyatakan idea atau gagasan utama teks. Di dalamnya ada proses memahami informasi, menangkap makna, menerjemahkan pemahaman ke dalam konteks baru, menafsirkan fakta, menarik hubungan sebab-akibat dan konsekuensi. Pemahaman bersifat abstrak dan ada pada wilayah psikologi karena berhubungan dengan fungsi kognitif dalam memahami informasi, menangkap esensi dan makna, dan menarik hubungan kausal. Menurut Dr. Faiz Muhmmad Ali al-Haajj (Sayyid, 2007:87), pemahaman adalah perasaan setelah menerjemahkannya dalam suatu makna; atau dia adalah proses akal yang menjadi sarana kita untuk mengetahui dunia realitas melalui sentuhan dengan pancaindera. Indikator pemahaman pada dasarnya sama, yaitu dengan memahami sesuatu berarti seseorang dapat mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, manafsirkan, memperkirakan, menentukan, memperluas, menyimpulkan, menganalisis, memberi contoh, menuliskan
kembali,
mengklasifikasikan,
dan
mengikhtisarkan.
Indikator
tersebut
menunjukan bahwa pemahaman mengandung makna lebih luas atau lebih dalam dari pemahaman. . Berdasarkan latar belakang ini maka disusun sebuah perumusan masalah yakni Seberapa besar hubungan antara pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik dan teknik menulis berita”. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian/riset kuantitatif adalah riset yang menggambarkan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan (Kriyantono, 2008:55). Penelitian ini berusaha membatasi konsep/variabel yang diteliti dengan cara mengarahkan riset dalam setting yang terkontrol, lebih sistematis dan terstruktur dalam sebuah desain riset yang telah ditentukan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan jenis riset korelatif karena menghubungkan variable pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik (X) danteknik penulisan berita (Y). dengan hipotesis (dugaan sementara)nya adalah terdapat hubungan atau korelasi antara pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik dan teknik penulisan berita. Hipotesis penelitian ini:
Ha: ada hubungan antara pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik dan teknik penulisan berita. Ho: tidak ada hubungan antara pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik dan teknik penulisan berita. Untuk mendapatkan data, peneliti menyebarkan angket berupa pertanyaan tertutup, dimana responden tinggal memilih jawaban yang menurutnya sesuai dengan realitas yang dialaminya, biasanya dengan memberikan tanda X atau Y. Peneliti menggunakan skala Likert sebagai skala pengukurannya. Dalam skala likert, akan dibuat serangkaian pernyataan dalam kuesioner yang diisi oleh responden. Setiap responden diminta menjawab atau mengisi pernyataan dalam kuesioner yang mengacu pada pengukuran skala likert, dengan pilihan sebagai berikut: a. SS (Sangat Setuju) bernilai skor 4 b. S (Setuju) bernilai skor 3 c. TS (Tidak Setuju) bernilai skor 2 d. STS (Sangat Tidak Setuju) bernilai skor 1 Jika dilihat dari persentasenya : a. 0%-20% = Sangat Rendah b. 21%-40% = Rendah c. 41%-60% = Cukup d. 61%-80% = Tinggi e. 81%-100% = Sangat Tinggi Pada skala likert umumnya menggunakan 5 pilihan jawaban. Namun dalam penelitian ini hanya menggunakan 4 pilihan jawaban. Hal ini dilakukan untuk menghindari jawaban keragu-raguan dari responden bila disediakan jawaban di tengah. Disediakannya jawaban di tengah-tengah akan menghilangkan banyaknya data dalam riset, sehingga data yang diperlukan banyak yang hilang (Kryantono, 2008:137). Berikut indikator-indikator dari variable pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik (variable X) dan teknik penulisan berita (Variabel Y). Variabel Pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik
Dimensi Faktor yang mempengaruhi pemahaman
Indikator Mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, menafsirkan, memperkirakan,
Skala Interval
(X)
Teknik Penulisan Berita (Y)
menentukan, memperluas, menyimpulkan, menganalisis, memberi contoh, menuliskan kembali, mengklasifikasikan, dan mengikhtisarkan Pola Penulisan Piramida terbalik
Ketepatan waktu, nama, pangkat, dapat dipertanggung jawabkan, mencari narasumber yang kompeten, tidak subjektif, tunduk kepada etika jurnalistik, paparan fakta, mengandung fakta, adanya pernyataan, tidak berat sebelah.
Interval
Memenuhi standar teknis jurnalistik Interval Mengandung unsur 5W+1H, memuat informasi penting, dapat dipahami, langsung ke pokok permasalahan, menghibur, ganjil, mengandung kedekatan, human interest.
Populasi dalam penelitian ini adalah wartawan Harian Umum Kabar Banten sebanyak 27 orang wartawan. Penelitian ini menggunakan teknik sampling sensus, yaitu sebuah riset survei dimana periset mengambil seluruh anggota populasi sebagai respondennya. Dengan demikian sensus menggunakan total sampling, artinya jumlah total populasi diriset (Kriyantono, 2008:159). Peneliti mengambil sampel wartawan Harian Umum Kabar Banten yang berjumlah 27 orang. Penulis tertarik memilih wartawan Kabar Banten karena Harian Umum Kabar Banten merupakan salah satu surat kabar yang diminati oleh masyarakat Banten, ini dilihat dari produksi surat kabarnya yang mencapai 25.000 eksemplar/hari. Selain itu, Kabar Banten juga mempunyai tag line “Kritis dan Santun” sebagai karakter muatan informasinya.
Analisis deskriptif adalah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan masingmasing variabel, yaitu variabel pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik (X) dan variabel teknik penulisan berita (Y). Perhitungan deskriptif persentase ini mempunyai langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menentukan persentase maksimal 2. Menentukan angka persentase minimal 3. Menentukan interval kelas persentase, diperoleh dari pembagian kriteria terhadap rentang persentase (100% - 25% = 75%), maka didapat 75% : 4 = 18,75%. Untuk mengetahui tingkat kriteria tersebut, selanjutnya skor yang diperoleh (dalam %) dengan analisis deskriptif persentase diperoleh sebagai berikut : Kriteria Analisis Deskriptif Sangat Baik
Rentang Persentase 84% - 100%
Baik
83% - 67%
Cukup Baik
66% - 50%
Tidak Baik
49 – 33%
Sangat Tidak Baik
32 – 16%
Analisis data dalam penelitian penulis dilakukan dengan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) 17. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan analisis data menggunakan statistik eksplanatif. Kegiatan dalam analisis ini adalah menghubungkan variabel X (pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik) dengan variabel Y (teknik penulisan berita). Analisis hubungan ini adalah analisis yang menggunakan uji statistik inferensial dengan tujuan untuk melihat derajat hubungan di antara dua atau lebih dari dua variable (Kriyantono, 2008:170). Kekuatan hubungan yang menunjukkan derajat hubungan ini disebut koefisien asosiasi (korelasi). Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data yang berskala interval. Maka, untuk mengetahui adanya hubungan antara pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik (variabel X) dan teknik penulisan berita (variabel Y), analisis yang digunkan adalah analisis product moment correlations. Setelah diperoleh berapa besar nilai koefisien korelasi product moment, maka tahap selanjutnya adalah menguji apakah nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh signifikan atau
tidak, perlu dilakukan uji signifikansi. Uji signifikansi korelasi produck moment dapat dilakukan secara langsung dengan mengkonsultasikan pada tabel distribusi t product moment yang pada taraf kesalahan 5% dengan ketentuan: 1. Bila t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, dan 2. Bila t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Langkah selanjutnya adalah peneliti membuktikan berapa besar hubungan pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik dan teknik penulisan berita diuji menggunakan koefisien diterminasi (Kd).
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai jenis kelamin responden, diketahui bahwa 23 orang (85,2%) responden berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan sisanya 4 orang (14,8%) berjenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan karena profesi wartawan yang tidak mengenal waktu dan tempat. Sebagian waktunya habis dipergunakan di lapangan guna mencari dan mengumpulkan informasi dari berbagai narasumber yang harus ia kejar dan diperoleh sampai dapat. Berdasarkan latar belakang pendidikan, total 27
responden wartawan di Harian
Umum Kabar Banten, 13 orang (48,1%) merupakan lulusan SMA, 1 orang (3,7%) merupakan lulusan diploma. Sedangkan 13 orang (48,1%) yang merupakan mayoritas adalah lulusan S1. Hasil tersebut menunjukkan, bahwa dengan jenjang pendidikan Sarjana adalah yang paling banyak menjadi wartawan di Harian Umum Kabar Banten. Dijenjang tersebut pada umumnya wartawan telah memiliki informasi dan pengetahuan yang lebih luas. Dilihat dari masa kerja, 2 responden yang merupakan wartawan Harian Kabar Banten, 4 orang (20.7%) memiliki masa kerja 0-2 tahun, 10 orang (34.5%) memiliki masakerja 3-5 tahun. Sedangkan 13 orang (44,8%) memiliki lama masa bekerja 6-10 tahun. Dari hasil tersebut mayoritas wartawan Harian Umum Kabar Banten sudah bekerja selama lebih dari 10 tahun, pada umumnya wartawan yang telah lama menggeluti profesi jurnalistik memperoleh kekayaan dalam bentuk nonmateri, seperti kaya akan pengetahuan, mempunyai relasi dari berbagai kalangan, memiliki keterampilan dalam penulisan berita, memiliki kemudahan administrasi, dan memiliki ilmu jurnalistik yang terus bertambah seiring jam terbangnya (Setiati, 2005:2).
Setelah mendeskripsikan masing-masing variabel, maka penulis mengukur persentase masing-masing variabel, yaitu sebagai berikut : 1. Hasil Analisis Deskriptif Variabel pemahaman wartawan Harian Umum Kabar Banten tentang bahasa jurnalistik (X) adalah sebesar 75,59%, dan dikategorikan baik. 2. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Teknik penulisan berita (Y) sebesar 76,41% dan dikaregorikan baik. Selanjutnya, penulis melakukan uji korelasi bivariat, yaitu korelasi antara satu variabel bebas dan satu variabel tergantung. Untuk mengetahui adanya hubungan antara pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik (variabel X) dan teknik penulisan berita (variabel Y), analisis yang digunakan adalah analisis product moment correlations dengan menggunakan bantuan SPSS 17. Hasil penghitungan maka korelasi antara variabel “pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik” dan “teknik penulisan berita” menunjukkan angka sebesar 0,672. Angka tersebut menunjukkan adanya korelasi (hubungan) yang cukup berarti. Artinya, jika variabel pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik besar maka variabel teknik penulisan berita akan semakin besar. Pengujian Hipotesis H0 : Hubungan antara variabel pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik dan teknik penulisan berita tidak signifikan. Ha : Hubungan antara pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik dan teknik penulisan berita signifikan. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut : 1. Jika probabilitas < 0,05, H0 ditolak, dan Ha diterima. 2. Jika probabilitas > 0,05, H0 diterima, dan Ha ditolak. Angka probabilitas 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak. Artinya, ada hubungan antara pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik dan teknik penulisan berita. Adapun untuk membuktikan berapa besar hubungan antara pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik dan teknik penulisan berita, diuji menggunakan koefisien diterminasi (Kd) dengan rumus sebagai berikut:
= (0,672)2 x 100% = 45,15 % Besarnya sumbangan atau peranan variabel pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik dan teknik penulisan berita adalah sebesar 45,15 %.
Bahasa jurnalistik merupakan salah satu ragam bahasa kreatif yang digunakan kalangan pers di dalam penulisan berita. Pada dasarnya, pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik di kalangan wartawan Harian Umum Kabar Banten sudah tergolong baik dengan persentase 75,59%. Elemen-elemen kognitif mencangkup pengetahuan, pandangan, kepercayaan tentang lingkungan, tentang seseorang atau tindakan (Walgito,2002:119). Wartawan memiliki pengetahuan, pandangan, kepercayaan tentang bahasa jurnalistik. Hal ini dapat dilihat dari pemahaman wartawan yang memaknai bahasa jurnalistik adalah bahasa yang mengutamakan kata yang paling banyak diketahui maknanya. Sebanyak 85,2% responden setuju jika bahasa jurnalistik adalah bahasa yang lugas dan tidak bermakna ganda, hal ini menghindari kemungkinan adanya penafsiran lain terhadap arti dan makna kata tersebut. Berdasarkan hasil tersebut, pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik sejalan atau relevan. Dalam teori disonansi kognitif hal ini disebut sebagai hubungan yang konsonan. Dimana antara dua elemen berada dalam posisi seimbang satu sama lain atau hubungan tersebut relevan, yakni antara pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik seimbang. Sementara itu, teknik penulisan berita yang dihasilkan wartawan pun sudah tergolong baik dengan persentase 76,41%. Hal ini dapat dilihat dari berita yang ditulis wartawan mencantumkan waktu, nama, pangkat secara jelas, ini dimaksudkan agar berita yang ditulis tidak dianggap sebagai rekayasa. Mayoritas responden pun setuju, jika informasi yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan. Pemilihan narasumber diperhitungkan oleh responden, agar statement yang di lontarkan dapat dipertanggungjawabkan. Berita yang dihasilkan wartawan tidak subjektif (85,2%). Menurut Entman dalam sudibyo (2001:73), dampak atau pengaruh setiap berita harus terlahir dari fakta yang digambarkan, dan bukan dari pilihan-pilihan jurnalis yang dimaksukkan ke dalam penulisan berita. Responden telah menulis berita sesuai dengan etika jurnalistik, memaparkan seluruh fakta tentang suatu peristiwa, dan tidak memasukan opini pribadi dalam beritanya. Wartawan setuju sebuah berita harus menampilkan pendapat dari pihak yang pro dan kontra dilakukan untuk keseimbangan opini. Tidak di benarkan wartawan atau reporter menulis hanya berdasarkan informasi dari satu pihak saja (Mondry, 2008:142). Hubungan antara pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik dan teknik penulisan berita melalui hasil yang diperoleh dari pengujian koefisien yang menunjukan nilai 0,672, sehingga dapat diartikan terdapat hubungan yang cukup berarti antara pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik dan teknik penulisan berita.
Sedangkan hasil uji hipotesis menunjukkan 0,000 < 0,05, hasil hipotesis diartikan adanya hubungan antara pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalsitik dan teknik penulisan berita. Adapun besarnya hubungan pemahaman waratwan tentang bahasa jurnalistik dan teknik penulisan berita, dapat dilihat hasil koefisien diterminasi 45,15%, yang arti memiliki hubungan yang cukup berarti.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik di Harian Umum Kabar Banten memiliki nilai yang baik (tinggi) dengan persentase sebesar 75,59%. Hal ini dapat dilihat pada pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik adalah bahasa yang mengutamakan kata yang paling banyak diketahui maknanya (85,2%) dan bahasa jurnalistik adalah bahasa yang jelas dan mudah dipahami maknanya (85,2%). 2. Teknik penulisan berita di Harian Umum Kabar Banten memiliki nilai yang baik (tinggi) dengan persentase sebesar 76,41%. Hal ini dapat dilihat pada kemampuan wartawan dalam menulis sebuah informasi. Dengan menerapkan gaya bahasa percakapan sederhana dan mudah dipahami para pembacanya. 3. Hubungan antara pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik dan teknik penulisan berita memiliki korelasi (hubungan) yang cukup berarti sebesar 45,15% Artinya, jika variabel pemahaman wartawan tentang bahasa jurnalistik besar maka variabel teknik penulisan berita akan semakin besar pula. Saran: 1. Bahasa jurnalistik merupakan salah satu ragam bahasa kreatif yang digunakan kalangan pers di dalam penulisan berita. Akan lebih baik jika para wartawan dapat menerapkan bahasa jurnalistik pada setiap pemberitaannya. 2. Wartawan Harian Umum Kabar Banten hendaknya dapat meningkatkan teknik penulisan berita mereka secara maksimal. Sehingga dapat memberikan informasi yang dapat diterima dan mudah dipahami dalam setiap penggalan kata-katanya. 3. Mengadakan pelatihan dan pendidikan baik formal maupun non formal bagi wartawan, agar dapat meningkatkan hasil pemberitaannya. DAFTAR PUSTAKA Kriyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis dan Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Pranada Media Group. Mondry. 2008. Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor : Ghalia Indonesia
Mc. Quail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : Erlangga. Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi. Sayyid, Muhammad. 2007. Pendidikan Remaja antara Islam & Ilmu Jiwa. Jakarta: Gema Insani Pers Setiati, Eni. 2005. Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan. Yogyakarta : ANDI. Sumadiria, Haris AS. 2004. Jurnalistik Indonesia. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. ________________. 2006. Bahasa Jurnalistik. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Sumber lain: Harian Indopos, “Arsyad Bantah Mahfud”. 23 Juni 2011 Harian Lampu hijau, “Ibu Bisnis Pulsa, Duitnya Nggak Disetorin Perusahaan Curiga, Si Ibu Disamperin Duitnya Abis Buat Kebutuhan Hidup Perusahaan Nggak Terima, Lapor Polisi”. 23 Juni 2011