Midwifery Journal Juni - Desember 2013
Volume 2 No.2
DAFTAR ISI Hubungan Antara Pelaksanaan Lima Tugas Kesehatan Keluarga Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia (Di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan) Jurianto ........................................................................................................................ 1 Pengaruh Terapi Senam Bugar Lansia Terhadap Tingkat Depresi Lansia Di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya Prasetyo Eko Nugroho ................................................................................................. 9 Tingkat Pengetahuan Ibu Post Partum Primipara Tentang Perawatan Luka Perinium Di Bpm Anas Sutrimah Gendoh – Banyuwangi Saras Selinda .............................................................................................................. 16 Gambaran Pengetahuan Para Remaja Tentang Dampak Seks Bebas (Studi Kasus di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, 2013) Fenny Wulandari ........................................................................................................ 23 Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Keterampilan Perawat Dalam Merawat Pasien Yang Mengalami Peningkatan Suhu Tubuh ( Di Puskesmas Menur Surabaya ) Yohanes Hara Leyn .................................................................................................... 31
i
HUBUNGAN ANTARA PELAKSANAAN LIMA TUGAS KESEHATAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA (Di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan) Jurianto ABSTRACT The family as the first environment in socialization progress has to apply five health tasks in order to maintain the health of family members such as knowing problems, taking decision, taking care, maintaining environment and health relationship, so that family members feel cared and respected. The main focus of this research is to know the relationship between five health task in the family and hypertension that happens in elderly. Using “Cross Sectional” design and family with elderly at Puskesmas Sepulu Bangkalan regency as the sample. Sampling is done by using simple random sampling technique in 35 elderly. Independent variables in this study were five family health task and the dependent variable in this study is hypertension in the elderly. The instruments used are questionnaires implementation of five family health tasks, and using sphygmomanometer and Tension Meter. Then it processed in SPSS software by using Rank Spearman correlation test significant level α = 0.05. Results of this study indicate that the implementation of the five tasks of family health with the incidence of hypertension in the elderly has a significant level of ρ = 0.004, which means that there is a relationship between the implementation of the five tasks of family health with the incidence of hypertension in the elderly. The conclusion of this study is the higher the implementation of family health given the lower incidence of hypertension in the elderly. The family is expected to continue to provide the implementation of family health to the elderly to help elderly people to overcome problems and live a life that will prevent the occurrence of hypertension elderly. Keywords: Implementation, Hypertension case, Elderly ABSTRAK Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh individu dalam proses sosialisasinya. Pelaksanaan lima kesehatan keluarga yang harus dilakaukan oleh keluarga dalam pemeliharaan kesehatan para anggota keluarga seperti mengenal masalah, mengambil keputusan, merawat, mempertahankan lingkungan dan mempertahankan hubungan dengan kesehatan, yang mana membuat para anggota keluarga penerima pelaksanaan kesehatan keluarga akan merasa dirawat dan dihargai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dengan kejadian hipertensi pada lansia. Penelitian ini menggunakan Desain “Cross Sectional”. Sampel dari penelitian ini adalah keluarga dengan lansia di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan. Tehnik pengambilan sampling menggunakan simple random sampling sebanyak 35 lansia. Variabel independen dalam penelitian ini adalah lima tugas kesehatan keluarga dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah Hipertensi pada lansia. Instrumen yang di gunakan yaitu kuesioner pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga, dan menggunakan Sphygmomanometer serta Tensi Meter. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan SPSS dan menggunakan uji korelasi Rank Spearman tingkat signifikan α = 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antara pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dengan kejadian hipertensi pada lansia memiliki tingkat signifikan ρ = 0,004, yang artinya ada hubungan antara pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dengan kejadian hipertensi pada lansia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin tinggi pelaksanaan kesehatan keluarga yang diberikan maka akan semakin rendah kejadian hipertensi pada lanjut usia. Untuk itu keluarga diharapkan terus memberikan pelaksanaan kesehatan keluarga kepada lansia untuk membantu lansia dalam mengatasi masalah dan menjalani hidup yang akan menghindarkan terjadinya hipertensi lansia. Kata kunci : Pelaksanaan, Kejadian Hipertensi, Lansia
1
PENDAHULUAN Makin meningkatnya harapan hidup, makin komplek penyakit yang diderita oleh orang lanjut usia, termasuk lebih sering adalah hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut menjadi lebih penting lagi, mengingat patogenesis, perjalan penyakit dan penatalaksanaan tidak seluruhnya tidak sama dengan hipertensi pada usia dewasa muda. Hipertensi pada usia lanjut sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST) dan pada umumnya merupakan hipertensi primer. Hipertensi masih merupakan faktor resiko utama untuk stroke, gagal jantung dan penyakit koroner, dimana penanganan diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda (Darmojo, 2009). Hipertensi mengenai seluruh bangsa di dunia dengan insidensi yang bervariasi. Akhirakhir ini insidensi dan prevalensi meningkat dengan makin bertambahnya usia harapan hidup. Di Amerika Serikat dikatakan bahwa populasi kulit putih usia 50-69 tahun prevalensinya sekitar 35% yang meningkat menjadi 50% pada usia di atas 69 tahun. Penelitian pada 300.000 populasi berusia 65-67 tahun yang dirawat di institusi lanjut usia didapatkan prevalensi hipertensi pada anti hipertensi dan sudah mengalami komplikasi akibat penyakitnya, diantaranya penyakit jantung koroner (26%), penyakit jantung kongestif (22%) dan penyakit serebrovaskuler (29%) (FKUI, 2009). Hipertensi merupakan penyebab terbesar dari penyakit jantung bahkan 75% penderita hipertensi akan berujung pada penyakit jantung dan baru tersadari pada usia lanjut, ketika jantung telah lelah bekerja untuk memompa darah dengan tekanan yang berat (Siswono, 2003). WHO menyatakan hipertensi merupakan silent killer, karena banyak masyarakat tidak menaruh perhatian pada penyakit yang kadang dianggap sepele. Tanpa menyadari jika penyakit ini berbahaya dari berbagai kelainan yang lebih fatal. Misalnyan kelainan pembuluh darah, gangguan ginjal atau stroke (Nisson Line, 2007). Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sepulu kabupaten Bangkalan. Pada awal survey dilakukan observasi, terdapat 10 lansia yang menderita hipertensi. Hasil wawancara dengan
2
keluarga lansia terdapat 6 dari 10 keluarga lansia, (60%) keluarga lansia mengatakan tidak mengerti tentang pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga yang diantaranya adalah mengenal masalah kesehatan pada lansia 14%, mengambil keputusan 08%, merawat lansia16%, mempertahankan lingkungan yang baik untuk lansia12%, dan mempertahankan hubungan dengan fasilitas kesehatan10%. Dan 4 (40%) keluarga lansia lainnya, mereka sedikit lebih mengerti tentang pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga pada lansia yang menderita hipertensi sehingga keluarga lansia cepat membawa lansia ke puskesmas. Berbagai perubahan fisiologis akibat proses menua akan dialami oleh lanjut usia, diantaranya pada gangguan sistem kardiovaskuler termasuk terjadinya hipertensi (Mickey, 2007). Hipertensi pada lansia biasanya tidak memberi gejala apapun atau yang timbul samarsamar (insidious) atau tersembunyi (Occullt). Sering kali yang terlihat adalah gejala akibat penyakit, komplikasi atau penyakit yang menyertai, yang penting apabila adanya hipertensi sudah terdeteksi dengan tata cara pemeriksaan yang baik dan benar, pemeriksaan menyeluruh (fisik sosial, ekonomi, psikologik dan lingkungan), sehingga penatalaksanaan berkeseimbangan pada penderita dapat di kerjakan. Penatalaksanaan hipertensi tidaklah sekedar tujuan untuk menurunkan tekanan darah, melainkan menurunkan kerusakan organ, juga dalam mengontrol efek samping dari pengobatan (Darmojo, 2009). Faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lansia diantaranya, faktor usia, lingkungan, pola makan (Diet) yang tepat, gizi, pendidikan, keadaan sosial ekonomi, dan perilaku masyarakat. (Siswono, 2003). Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan keluarga sebagai saran atau penyalur. Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga (Nasrul :1988). Dalam pemeliharaan kesehatan keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang
perlu dipahami dan dilakukan. Mengenal masalah kesehatan keluarga merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh di abaikan karena tanpa kesehatan sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua atau keluarga. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga merupakan upaya keluarga yang utama mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan untuk memutuskan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan dapat teratasi. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi kelurga. Masalah-masalah kesehatan diatas dapat di atasi jika keluarga dapat menjalankan tugasnya dalam bidang kesehatan, seperti mengenal gangguan perkembangan dan gangguan kesehatan setiap anggotanya. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat, memberikan perawatan kepada yang sakit. Mempertahankan suasana rumah yang harmonis dan menguntungkan untuk perkembangan kepribadian anggota keluarga, serta memanfaatkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan unit pelayanan kesehatan yang ada (Suprajitno, 2004). Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sepulu kabupaten Bangkalan. Pada awal survey dilakukan observasi, terdapat 10 lansia yang menderita hipertensi. Hasil wawancara dengan keluarga lansia terdapat 6 dari 10 keluarga lansia, (60%) keluarga lansia mengatakan tidak mengerti tentang pelaksanaan lima tugas
kesehatan keluarga yang diantaranya adalah mengenal masalah kesehatan pada lansia 14%, mengambil keputusan 08%, merawat lansia16%, mempertahankan lingkungan yang baik untuk lansia12%, dan mempertahankan hubungan dengan fasilitas kesehatan10%. Dan 4 (40%) keluarga lansia lainnya, mereka sedikit lebih mengerti tentang pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga pada lansia yang menderita hipertensi sehingga keluarga lansia cepat membawa lansia ke puskesmas. Dari permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dengan kejadian hipertensi pada lansia. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian Analitik. Desain penelitian menggunakan Cross Sectional yaitu suatu penelitian dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2005). Populasi penelitian ini adalah keluarga dari lansia dan lansia di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan sebanyak 38 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling yaitu teknik penentuan sampel di acak secara sederhana. Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah keluarga dari lansia dan lansia di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan sebanyak 35 responden Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan dan waktu penelitian bulan desember 2012 sampai denghan bulan mei 2013 Variabel Independent dalam penelitian ini adalah pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga lansia.Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Hipertensi pada lansia. Peneliti melakukan analisis data dengan tujuan menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca diinterpretasikan. Dengan langkah Editing, Coding , Skoring, Tabulating dan Uji Statistik (dengan menggunakan uji dengan uji korelasi Rank Spearman dengan derajat kemaknaan ρ = 0,05 jika nilai ρ > 0,05 maka H0 diterima dan H1
3
ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dengan kejadian hipertensi pada lansia dan jika ρ < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya ada hubungan antara pelaksanaan lima tugas keluarga dengan kejadian hipertensi pada lansia) HASIL PENELITIAN Karakteristik responden Tabel 1 Distribusi keluarga lansia berdasarkan umur di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan 2013.
No
Umur
Frekuensi
1 2 3 4 5
30 - 35 tahun 36 - 40 tahun 41 -45 tahun 46 - 50 tahun > 50 tahun Jumlah Sumber : Data primer, 2013
7 12 10 3 3 35
(%) 20,0 34,3 28,6 8,6 8,6 100
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 35 keluarga lansia berdasarkan umur diketahui sebagian besar berusia antara 36-40 tahun sebanyak 12 keluarga lansia (34,3%), dan sebagian kecil keluarga lansia yang berusia > 50 tahun sebanyak 3 keluarga lansia (8,6%). Tabel 2 Distribusi keluarga lansia berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan 2013. No 1 2
Jenis Kelamin
Frekuensi
Laki-laki Perempuan Jumlah Sumber : Data primer, 2013.
9 26 35
(%) 25,7 74,3 100
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 35 keluarga lansia berdasarkan jenis kelamin diketahui sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 26 keluarga lansia (74,3%), dan sebagian kecil berjenis kelamin laki-laki sebanyak 9 keluarga lansia (25,7%).
4
Tabel 3 Distribusi keluarga lansia berdasarkan pendidikan di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan 2013. No 1 2 3 4 5
Pendidikan Frekuensi Tidak sekolah 16 SD 10 SLTP 4 SLTA 4 Akademi/PT 1 Jumlah 35 Sumber : Data primer, 2013
(%) 45,7 28,6 11,4 11,4 2,9 100
Tabel .3 menunjukkan bahwa dari 35 keluarga lansia berdasarkan pendidikan diketahui sebagian besar tidak sekolah sebanyak 16 keluarga lansia (45,7%), dan sebagian kecil berpenidikan Akademi/PT sebanyak 1 keluarga lansia (2,9%). Tabel 4 Distribusi keluarga lansia berdasarkan pekerjaan di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan 2013. No 1 2 3 4 5
Pekerjaan Frekuensi Tidak bekerja 4 Wiraswasta 12 Nelayan 2 Petani 15 PNS 2 Jumlah 35 Sumber : Data primer, 2013
(%) 11,4 34,3 5,7 42,9 5,7 100
Tabel .4 menunjukkan bahwa dari 35 keluarga lansia berdasarkan pekerjaan diketahui sebagian besar bekerja sebagai petani sebanyak 15 keluarga lansia (42,9%), dan sebagian kecil bekerja sebagai nelayan sebanyak 2 keluarga lansia (5,7%). Tabel 5 Distribusi Keluarga Pelaksanaan Lima Tugas Kesehatan Keluarga pada lansia di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan 2013. No
Pelaksanaan Frekuensi (%) Lima Tugas Kesehatan keluarga 1 Kurang 6 17,1 2 Sedang 19 54,3 3 Baik 10 28,6 Jumlah 35 100 Sumber : Data primer 2013
Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 35 kelurga lansia berdasarkan pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga, mempunyai lima tugas kesehatan keluarga sebagian besar sedang sebanyak 19 keluarga (54,3%), dan sebagian kecil lima tugas kesehatan keluarga kurang sebanyak 6 keluarga (17,1%). Tabel 6 Distribusi kejadian hipertensi lansia di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan 2013. No
kejadian Frekuensi hipertensi 1 Ringan 11 2 Sedang 15 3 Berat 8 4 Sangat Berat 1 Jumlah 35 Sumber : Data primer 2013
(%) 31,4 42,9 22,9 2,8 100
PEMBAHASAN
Tabel .6 menunjukkan bahwa dari 35 lansia berdasarkan kejadian Hipertensi pada lansia diketahui sebagian besar lansia yang menderita hipertensi sedang sebanyak 15 lansia (42,9%), dan sebagian kecil lansia dengan hipertensi sangat berat sebanyak 1 lansia (2,8%). Table 7 Hubungan Antara Pelaksanaan Lima Tugas Kesehatan Keluarga Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan. Mei-Juni 2103. Pelaksanaa nlima tugas kesehatan keluarga
Kejadian hipertensi pada lansia Ringan Sedang Berat Sangat berat F F F % F % % %
Kurang Sedang Baik
0 6 5
0 31,6 50,0
1 10 4
16,7 52,6 40,0
5 2 1
83,3 10,5 10,0
0 1 0
0 5,3 0
Total F 6 1
% 100 100 100
1 Total
1
31,4
15
42,9
p = 0,004
8
22,9
1
2,8
3
terjadi hipertensi sedang sebesar 10 responden (52,6%), dan dari 10 responden yang pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga baik sebagian besar terjadi hipertensi ringan sebesar 5 responden (50,0%). Semakin baik pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga maka kejadian hipertensi sedang semakin meningkat dan semakin pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga kurang maka kejadian hipertensi sedang semakin menurun. Dari hasil pengujian Rank Spearman di dapatkan hasil ρ=0,004, α = 0,05 jadi ρ<α berarti Ho ditolak, sehingga kesimpulan ada hubungan antara pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dengan kejadian hipertensi pada lansia di puskesmas sepulu kabupaten bangkalan.
100
α = 0,05
Tabel 7 menunjukkan hasil penelitian hubungan antara pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dengan kejadian hipertensi pada lansia. Bahwa dari 6 responden yang pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga kurang sebagian besar terjadi hipertensi berat sebesar 5 responden (83,3%), dan dari 19 responden yang pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga sedang sebagian besar
1. Pelaksanaan Lima Tugas Kesehatan Keluarga Berdasarkan tabel 5 karakteristik berdasarkan pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan, penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan Lima Tugas Kesehatan Keluarga adalah kurang sebanyak 17,1%, lima tugas kesehatan keluarga sedang sebanyak 54,3%, dan lima tugas kesehatan keluarga baik sebanyak 28,6%. Berdasarkan Tabel 4 karakteristik keluarga lansia berdasarkan pekerjaan diketahui bahwa yang tidak bekerja sebanyak 11,4%, bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 34,3%, bekerja sebagai nelayan sebanyak 5,7%, bekerja sebagai petani sebanyak 42,9%, dan bekerja sebagai PNS sebanyak 5,7%. Kesibukan keluarga dalam bekerja sebagai petani inilah yang menyebabkan masih kurangnya motivasi atau perawatan kesehatan yang diberikan oleh keluarga terhadap lansia sehingga lansia akan merasa tidak terpedulikan tentang kesehatannya oleh keluarganya. Bekerja dirumah adalah hal yang paling penting di tunggu oleh keluarga, karena selain bisa bertemu setiap saat juga dapat menemani dan memberikan motivasi serta mendampingi lansia, dalam hal ini lansia perlu motivasi langsung dari keluarga dalam
5
meningkatkan kesehatan lansia. Sesibuk apapun keluarga baik dalam hal pekerjaan, organisasi dan sebagainya harus ada kesempatan untuk memberikan perhatian kepada lansia. Jika penghasilan cukup dalam keluarga maka kebutuhan akan terpenuhi dan akan mendorong keluarga ke suatu keadaan yang sejahtera. Menurut Depkes RI (1993). Suatu hal yang tidak kalah pentingnya terhadap pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga. Berdasarkan table 3 karakteristik keluarga lansia berdasarkan pendidikan keluarga dalam pelaksanaan lima tugas kesehatan pada hipertensi lansia di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan, penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak sekolah sebanyak 45,7%, Sedangkan untuk lulusan SD sebanyak 28,6%, SLTP sebanyak 11,4%, SLTA 11,4% dan Akademi/PT 2,9%. Pendidikan akan mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama motivasi untuk sikap berperan serta dalam kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Dengan pendidikan yang masih rendah tersebut pengetahuan keluarga tentang kesehatan keluarga masih kurang. Hal ini dikarenakan keluarga masih minim mendapatkan informasi mengenai kesehatan keluarga. Hal ini tidak dapat dipungkiri jika seseorang mempunyai tingkat pendidikan rendah, maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. 2. Kejadian Hipertensi pada Lanjut Usia. Berdasarkan tabel .6 karakteristik berdasarkan kejadian hipertensi pada lansia di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan, penelitian menunjukkan bahwa kejadian hipertensi pada lansia adalah yang menderita hipertensi ringan sebanyak 31,4%, lansia dengan hipertensi sedang 42,9%, lansia dengan hipertensi berat 22,9%, dan lansia dengan hipertensi sangat berat 2,8%, . Hal ini dapat disebabkan oleh sebagian mereka lebih sedikit melakukan aktivitas, pola makan, dan stres lingkungan. Hal tersebut membuat tekanan darah lansia meningkat.
6
Hipertensi merupakan suatu peningkatan tekanan darah sistolik dan/ diastolik yang tidak normal atau peningkatan tekanan darah di dalam arteri, sehingga menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Taminingsih, 2009). Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko penyakit jantung koroner, jika dibiarkan tanpa perawatan yang tepat dapat timbul komplikasi yang bertahun-tahun, karena itu hipertensi disebut pembunuh diam-diam (Soeharto: 2004). 3. Hubungan Antara Pelaksanaan Lima Tugas Kesehatan Keluarga Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Berdasarkan tabel VI.7 dari hasil uji statistik dengan Uji Rank Spearman didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan hasil ρ = 0,004, α = 0,05 jadi ρ < α (ρ < 0,05). Berdasarkan hasil analisis data tersebut diketahui bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan Ho ditolak, sehingga kesimpulan ada hubungan antara pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dengan kejadian hipertensi pada lansia. Keluarga lansia di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan yang melaksanakan lima tugas kesehatan keluarga sebanyak 19 responden (54,2%), dan hampir sebagian diantaranya menderita hipertensi sedang yaitu 15 responden (42,9%). Dalam penelitian ini terdapat hubungan antara pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dengan kejadian hipertensi pada lansia. Pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga yang kurang baik dalam hal ini dikarenakan keluarga memiliki kesibukan dan aktifitas yang sama dengan lansia, sehingga lansia merasa tidak di perhatikan. dan kejadian hipertensi pada lansia disebabkan oleh asupan garam yang berlebihan dan gaya hidup kurang sehat sehingga menyebabkan hipertensi. Melalui pelaksanaan kesehatan keluarga yang baik, lansia akan merasa masih ada yang memperhatikan, ikut merasakan mau membantu mengatasi beban hidupnya. Jadi dengan adanya pelaksanaan kesehatan keluarga yang mempunyai ikatan emosional setidaknya akan memberikan kekuatan pada
lansia untuk menjalani hari tua yang lebih baik (Zainab, S.N, 2008). Di dalam populasi yang luas didapatkan kecenderungan prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya asupan garam. Apabila asupan garam kurang dari 3 gram/hari. Prevalensi beberapa persen saja, sedangkan bila asupan garam antara 5-15 gram per hari prevalensi akan meningkat menjadi 5-15%. Pada manusia yang diberi garam yang berlebihan dalam waktu yang pendek akan didapatkan peningkatan tahanan perifer dan tekanan darah, sedangkan pengurangan garam ketingket 6090 mmol/har akan menurunkan tekanan darah pada kebanyakan manusia. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah dapat diikuti peningkatan ekskresi garam, disamping pengaruh faktor-faktor lain (Nurrahmi, 2012). Wa l a u p u n t i d a k t e r l a l u j e l a s hubungannya dengan hipertensi, namun kebiasaan buruk dan gaya hidup yang tidak sehat juga menjadi sebab peningkatan tekanan darah. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan atau kerusakan pada pembuluh darah turut berperan terhadap munculnya penyakit hipertensi. (Sutanto, 2010). Solusi yang sangat bermanfaat bagi lansia hipertensi yaitu berbicara tentang masalah penyakit lansia, sehingga lansia memahami bagaimana cara mencegah terjadinya hipertensi, baik dari pola makan, gaya hidup, dan stres lingkungan. Serta untuk memberikan harapan dan dorongan untuk mencegah terjadinya hipertensi, serta membuat rencana dan tujuan untuk terus bergerak maju. Di samping itu dalam hubungan sosial yang kuat merupakan cara efektif untuk mencegah hipertensi. Hubungan sosial tersebut dapat berupa berinteraksi dengan anak-anak cucu, serta begabung dalam kelompok masyarakat. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Didapatkan bahwa sebagian besar Pelaksanaan Lima Tugas Kesehatan Keluarga di Puskesmas Sepulu Kabupaten
Bangkalan adalah pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga sedang (54,3%). 2. Didapatkan bahwa hampir sebagian Kejadian hipertensi Pada Lansia di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan adalah hipertensi sedang (42,9%). 3. Ada hubungan antara pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dengan kejadian hipertensi pada lansia di Puskesmas Sepulu Kabupaten Bangkalan. ρ = 0,004, α = 0,05 ( ρ<α). DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2003. Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta Darmojo, B. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Jakarta: FKUI Effendy, N. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi II, Jakarta: EGC Friedman M, M. 1998. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Jakarta: EGC . Keperawtan Keluarga. Edisi III. Alih Bahasa Ina Debora, Jakarta: EGC Siregar, Amirullah. 2013. Klasifikasi hipertensi http://tahitiannoni-s.com/klasifikasihipertensi/ (online) di akses pada tanggal 04-05-2013 Adryadi, 2013. Hipertensi pada lansia. http://www.scribd.com/doc/4572576 7/ hipertensi-pada-lansia (online) di akses pada tanggal 04-05-2013 Lilik, M, A. 2011. Keperawatan lanjut usia, Yokyakarta: Graha Ilmu Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta . 2007. Kesehatan Masyarakat ilmu dan seni, Jakarta: Rineka Cipta Nugroho, W. 2000. Keperawatan Gerontik, Edisi II. Jakarta: EGC 2008. keperawatan gerontik & geriatrik, jakarta: EGC Nurrahmi, Ulfa. 2012. STOP! Hipertensi. Yogyakarta: Familia Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika Setiabudhi, T. 1999. Panduan Gerontologi, Jakarta: Gramedia
7
Soeharto, I. 2004. Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi dalam Praktek, Jakarta: EGC Susilo, Yekti dan Ari Wulandari. 2011. Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit ANDI Sutanto, 2010. Cekal (Cegah & Tangkal) penyakit modern, Yogyakarta: Penerbit ANDI Utaminingsih, W. 2009. Mengenal dan mencegah Penyakit Diabetes, Hipertensi, Jantung dan Stroke. Yogyakarta: Medika Ilmu WHO, 2001. Pengendalian Hipertensi, Terjemahan oleh ahli bahasa, kosasi Padmawinata.bandung: ITB
8
PENGARUH TERAPI SENAM BUGAR LANSIA TERHADAP TINGKAT DEPRESI LANSIA Di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya Prasetyo Eko Nugroho ABSTRCT Depression in the elderly associated with lower economic status, death of a spouse, accompanying physical illness and social isolation. One way to reduce the level of depression in the elderly is the fit elderly gymnastics. This study aims to analyze the decline in fit elderly depression after exercise conducted in home elderly service Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya. The study design was a pre-post experiment with using simple random sampling with the number of elderly who are at the center home elderly service Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya sample of 30 people with 28 people. Data collection to analyze the level of depression using a structured interview questionnaire Geriatric Depression Scale (GDS). Data were analyzed using paired T-test with a significance level of <0.05. The results demonstrate significant value of p = 0.000. This suggests that the effect on the fit exercisers decreased levels of depression in the elderly. It can be concluded that there is a decrease in the level of depression after exercise fit elderly, so the fit elderly exercisers should be maintained or combined with regular activity of homes for the elderly are likely to show symptoms of depression. Keywords: Elderly, fit elderly gymnastics therapy, depression level ABSTRAK Depresi pada lanjut usia berhubungan dengan status ekonomi rendah, kematian pasangan, penyakit fisik yang menyertai dan isolasi sosial. Salah satu cara menurunkan tingkat depresi pada lansia yaitu dengan senam bugar lansia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penurunan depresi setelah senam bugar lansia yang dilakukan di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya. Desain penelitian adalah pre-post eksperimen dengan menggunakan simple random sampling dengan jumlah lansia yang berada di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya sebanyak 30 orang dengan sampel 28 orang. Pengumpulan data untuk menganalisis tingkat depresi dengan menggunakan wawancara terstruktur dengan kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS). Data dianalisis menggunakan Paired T-test dengan tingkat signifikansi < 0,05. Hasil penelitian menunjukkan nilai signifikansi p = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa senam bugar berpengaruh terhadap penurunan tingkat depresi pada lansia. Dapat disimpulkan bahwa ada penurunan tingkat depresi setelah senam bugar lansia, sehingga senam bugar lansia harus dipertahankan atau dikombinasikan dengan aktivitas rutin dari panti bagi lansia yang cenderung menunjukkan gejala depresi. Kata kunci: Lansia, senam bugar lansia, tingkat depresi PENDAHULUAN Lanjut usia merupakan bagian dari tahap perjalanan hidup manusia yang tidak bisa dihindari. Pada kehidupan lanjut usia terjadi kemunduran sesuai dengan hukum alam. Perubahan atau kemunduran tersebut dikenal dengan istilah menua atau proses penuaan. Seseorang yang bertambah tua, kemampuan fisik dan mental hidupnya akan perlahan-lahan mengalami penurunan (Nugroho, 2008).
Populasi lansia di Indonesia pada tahun 2005 (15,8 juta/ 7,2% penduduk Indonesia) meningkat 3 kali lebih besar daripada tahun 1970 (5,3 juta) (BPS, 2010). Jumlah lansia diperkirakan akan mencapai 11,34% pada tahun 2020 di Indonesia. Kenaikan pesat itu berkaitan dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia. Peningkatan usia harapan hidup tentunya berdampak lebih banyak terjadi gangguan atau penyakit pada lansia, salah satunya ialah depresi. Depresi menjadi salah satu problem
9
gangguan mental yang sering ditemukan pada lanjut usia. Prevalensinya diperkirakan 10% 15% dari populasi lanjut usia dan diduga sekitar 60% dari pasien di unit Geriatri menderita depresi, sehingga gejala depresi yang muncul seringkali dianggap sebagai bagian dari proses menua (Soejono, 2000). Angka kejadian depresi pada lansia usia diatas 65 tahun diperkirakan sekitar 10 - 30% (Zerhusen dalam PawlinskaChmara, 2005). Studi pendahuluan dengan Geriatric Depression Scale (GDS) yang peneliti lakukan pada tanggal 4 Februari 2013 di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya dari keseluruhan lansia berjumlah 30 orang, didapatkan bahwa lansia yang mengalami depresi sebanyak 75% yaitu 50% dengan kategori depresi sedang dan 25% depresi ringan. Hasil wawancara dengan pengurus Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya pada Februari 2012, bahwa berdasarkan data diatas lansia yang mengalami depresi kategori sedang tersebut tidak diberikan terapi apapun atau pelayanan khusus untuk menangani depresi yang dialaminya. Depresi pada lanjut usia berhubungan dengan status ekonomi rendah, kematian pasangan, penyakit fisik yang menyertai dan isolasi sosial. Depresi pada lanjut usia sering tampak sebagai gejala somatik. Kondisi depresi cenderung meningkatkan produksi adrenalin dan kortisol yang diketahui dapat menurunkan tingkat kekebalan tubuh sehingga seseorang dengan depresi beresiko mudah terserang penyakit. Dampak gangguan depresi pada lanjut usia berasal dari faktor fisik, psikologis dan sosial yang saling berinteraksi secara merugikan dan memperburuk kualitas hidup dan produktifitas kerja pada lanjut usia. Faktor demografis meliputi jenis kelamin perempuan, status single dan stres dalam kehidupan (Serby & Yu, 2003, dikutip dari Stinson, 2009). Faktor biologis pada lansia yang dapat meningkatkan resiko terjadinya depresi antara lain menderita penyakit kronis, gangguan indera, gangguan mobilitas fisik, penurunan kognitif, dan perubahan fisiologis lainnya yang merupakan akibat dari proses menua (Capman & Perry, 2008; Weyereretal., 2001, dikutip dari Berman & Furst, 2010). Faktor psikososial yang signifikan diantaranya adalah kehilangan yang disebabkan oleh kematian orang yang dicintai, hilangnya fungsi dan peran sosial, kehilangan
10
status sosial dan pengalaman traumatik dimasa lalu serta kurangnya dukungan emosional (Bartelsetal., 2005; Bruce, 2002, dikutip dari Miller, 2008). Depresi merugikan orang yang terkena dan keluarga serta sistem pendukung sosial informal dan formal yang dimilikinya dan bila tidak ditangani akan menyebabkan timbulnya bunuh diri. Kemunduran yang terjadi pada lansia dapat memperpendek umur harapan hidup ditambah dengan memburuknya kondisi fisik. Hal tersebut berdampak pada menurunnya kepuasan dan kualitas hidup dan menghambat pemenuhan tugas-tugas perkembangan lansia (Stanley, 2007). Depresi pada usia lanjut akan sembuh dan dapat berfungsi dengan baik jika ditatalaksana dengan baik. Penatalaksanaan depresi dengan terapi psikososial dalam setting sederhana berupa terapi aktivitas kelompok, kegiatan seperti senam, bimbingan untuk mengenali aspek-aspek positif dalam kehidupannya, berdamai dengan kekurangan hidup dan meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah (Dharmono, 2000). Menurut Kuntaraf (1992), olah raga dapat memperbaiki denyut jantung dan sistem otonomik tubuh yang sangat diperlukan untuk menanggulangi stress. Olahraga dapat menjadi penyembuh untuk berbagai gejala kejiwaan, dapat mengurangi kekhawatiran, depresi, keletihan dan kebingungan. Olahraga terutama senam lansia telah diterima sebagai salah satu cara untuk mengatasi depresi. Peneliti ingin memberikan senam lansia, dimana gerakan berguna untuk mengembalikan posisi dan kelenturan sistem saraf dan aliran darah, Latihan senam dapat mempengaruhi kerja korteks serebri. Dari korteks serebri kemudian menstimulasi HPA Axis untuk mengurangi produksi hormon CRF, kemudian ACTH yang diproduksi pituitary juga akan menurun dan korteks adrenal juga menurunkan produksi kortisol. ACTH mempengaruhi produksi hormon andorfin dan ankefalin dimana kedua hormon ini dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membuat tubuh menjadi rileks. Selain itu dengan senam, otot akan berkontraksi yang akan mengakibatkan kompresi pembuluh-pembuluh darah di dalam otot. Diantara kontraksi aliran darah akan sangat meningkat sehingga aliran darah per satuan waktu dalam sebuah otot yang berkontraksi
secara ritmik akan meningkat. Saat melakukan olahraga mekanisme-mekanisme lokal akan mempertahankan tingginya aliran darah sehingga sirkulasi O2 dan nutrisi akan meningkat. Dalam keadaan seperti ini, timbulah ketenangan dalam pikiran. Ketenangan ini bermanfaat bagi tubuh untuk rileks dan mengistirahatkan segenap aktifitas organ dan sistem organ. Penelitian dilakukan di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya. Dari data yang diperoleh pada bulan Februari 2013 di tempat tersebut jumlah keseluruhan lansia 30 orang, yang mengalami depresi sebanyak 23 orang. Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh senam lansia terhadap tingkat depresi pada lansia. Diharapkan petugas kesehatan lebih optimal memberikan senam lansia pada lansia terutama pada lansia yang mengalami depresi.
komputerisasi dengan taraf signifikasi 0,05 dimana H1 diterima jika nilai signifikasi lebih kecil dari taraf nyata (α = 0,05) yang berrati penulis ingin mengetahui adakah pengaruh terapi senam bugar lansia terhadap tingkat depresi pada lansia dengan derajat kemaknaan ρ ≤ 0,05 artinya ada pengaruh yang bermakna antara dua variabel maka H1 diterima, jika ρ < 0,05 berarti H0 ditolak.) HASIL PENELITIAN 1. Distribusiresponden berdasarkan usia
METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan pendekatan Pra – Post test Design. Ciri dari penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek di observasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian di observasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2003). Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh lansia yang ada di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya sebanyak 30 orang. Sampel pada penelitian ini adalah lansia yang mengalami depresi di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya sebanyak 28. Dalam penelitian ini menggunakan jenis sampling probability sampling yaitu simple random sampling Dalam penelitian ini variabel independennya adalah senam bugar lansia dan variabel dependennya adalah tingkat depresi pada lansia. Lokasi dan waktu penelitian dilakukan di Panti Tresna Werdha Hargodedali Surabaya pada bulan April 2013 Tehnik Analisis Data menggunakan Editing, Coding, Skoring dan Tabulating (Data yang telah terkumpul akan dianalisa dengan menggunakan uji Paired T-test dengan tehnik
Gambar 1 Distribusi responden berdasarkan usia diPanti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya tanggal 3 Juni 2013 Berdasarkan gambar 1 diatas dari 28 responden, 15responden (54%) berusia60 – 74 tahun.Sebagian besar responden termasuk dalam usia lanjut (elderly) sesuai dengan kategori organisasi kesehatan dunia (WHO). 2. D i s t r i b u s i r e s p o n d e n b e r d a s a r k a n pendidikan terakhir Pendidikan
14 responden (50%) Tidak sekolah
14 responden (50%)
SR
Gambar 2 Distribusi responden berdasarkan pendidikan diPanti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya tanggal 3 Juni 2013
11
Dari gambar 2 diatas dapat diketahui bahwa menurut pendidikan terakhir 15 responden (50%) yang berpendidikan SR dan 15 responden (50%) tidak sekolah sama jumlahnya. Hal ini menjelaskan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap kejadian depresi. Tidakselalu orang yang pernah sekolah rentan terkena depresi dari pada orang yang pernah bersekolah. 3. Distribusi resesponden berdasarkan lama tinggal di Panti
7 respon den (25%)
Lama Tinggal di Panti 7 responden (25%)
6 respon den (21%)
15 respon den (54%)
1-2 tahun 3-4 tahun 5-6 tahun
Gambar 3 Distribusi responden berdasarkan lama tinggal di di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya tanggal 3 Juni 2013 Berdasarkan gambar 3 diatas dari lama lansia tinggal di panti sebagian besar responden (15 responden) telah tinggal di panti antara 1 – 2 tahun, 7 responden telah tinggal di panti antara 5 – 6 tahun dan 6 responden telah tinggal di panti antara 3 – 4 tahun . Ini berkaitan dengan perubahan tempat tinggal dari rumah ke panti merupakan pengalaman baru dalam kehidupan seorang lanjut usia. Sehingga memerlukan adaptasi pada lingkungan kehidupan yang baru.
12
4. Distribusi Responden Berdasarkan Pada Keaktifan Dalam Senam
3 respon den (11%) 2 respon den (7%)
Keaktifan Pelaksanaan Senam baik sedang 23 respon den (82%)
buruk
Gambar 4 Distribusi responden berdasarkan keaktifan dalam senam di di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya tanggal 3 Juni 2013 Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa dari 28 lansia yang mengikuti senam sebanyak 23 lansia (82%) selalu aktif dalam pelaksanaan senam. Tabel 1 Tingkat depresi lansiasebelum dan sesudah dilakukan senam lansia di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya tanggal 3 Juni 2013 Tingkat Depresi Depresi ringan Depresi Sedang Total Nilai p ujiPaired T-test
Sebelum Sesudah perlakuan perlakuan F % F % 10 35,71 24 85,71 18 64,29 4 14,29 28 100 8 100 p = 0,000
Uji statistik dengan metode Paired T-test menunjukkan bahwa tingkat signifikasi p = 0,000, haliniberarti ho ditolakdan h1 diterima, artinyaterdapatpenurunan tingkat depresi yang bermakna setelah dilakukan Senam Lansia pada lansia yang tinggal di Panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya. Dari tabel 1 juga bisa dilihat dimana tingkat depresi sedang menurun dari 18 responden yang mengalami depresi sedang mennjadi 4 responden saja yang mengalami depresi sedang
PEMBAHASAN Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa sebelum senam lansia, responden terkategori depresi sedangdengan menggunakan pengukuranGeriatric Depression Scale short form. Screening depresi sebelum penelitian dimulai menunjukkan bahwa dari 28 responden tingkat depresi sebelum dilakukan senam lansia,menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami depresi sedang. Jika dilihat dari jawaban mayoritas responden saat pengkajian awal menggunakan Geriatric Depression Scale terlihat bahwa ada kesamaan jawaban pada item nomor 2, 4, 7 dan 11. Item nomor 2 berhubungan dengan hilangnya aktivitas dan minat-minat, item nomor 4 berhubungan dengan perasaan bosan, item nomor 7 berhubungan dengan perasaan perasaan tidak berdaya dan item nomor 11 berhubungan dengan perasaan bahwa hidup yang menyenangkan. Perasaan bosan akan dialami oleh seseorang yang belum mampu menyesuaikan diri dengan kondisi di lingkungan tersebut. Keterbatasan interaksi sosial, aktivitas yang monoton dan persepsi negatif terhadap lingkungan akan menambah perasaan bosan (Hawari, 2001). Lansia yang berada di panti ini sudah terpola dengan kehidupan sesuai dengan jadwal yang disediakan oleh panti dengan tujuan agar semua kegiatan sehari-hari di panti dapat berjalan dengan teratur. Lansia yang berasal dari latar belakang yang berbeda tentunya juga mempunyai kebiasaan hidup yang berbeda. Tidak semua kegiatan dan hobi lansia dapat dilakukan disini sehingga lansia akan merasa bosan yang mana perasaan ini membuat lansia tidak menikmati hidupnya dengan senang. Namun para lansia tetap saja menerima semua kegiatan sesuai yang diberikan oleh panti karena panti telah memberi yang terbaik pada lansia secara umum, tidak secara khusus dimana kita ketahui bahwa manusia termasuk lansia adalah mahluk unik yang berbeda satu sama lainnya sehingga pada dasarnya perlu perlakuan yang berbeda-beda pula sesuai dengan minat dan keinginan masing-masing lansia. Hal ini karena lansia merasa sudah tidak mempunyai kekuatan seperti dulu lagi. Ditambah lagi dengan keadaan fisik yang mengalami banyak penurunan.
Sebagian besar responden yang mengalami depresi tingkat sedang tersebut adalah lanjut usia dan yang yang termasuk dalam usia lanjut (elderly). Seorang lanjut usia akan melepaskan peran-peran yang selama ini disandang. Respon yang bervariasi muncul seiring dengan perasaan tidak berdaya, tidak bermanfaat, tidak produktif dan disingkirkan setelah lansia. Dengan demikian kejadian depresi akan banyak muncul pada masa-masa awal menjadi lansia sebagai bagian dari proses berduka (Kuntjoro, 2002). Pada masa ini lansia masuk dalam peran baru dimana lansia harus menyesuaikan diri dengan segala penurunan baik secara fisik, psikis dan sosial yang terjadi.Ini adalah hal tersulit, sehingga bagi lansia yang tidak dapat menerima keadaannya akan menyebabkan ia jatuh dalam keadaan depresi. Dilihat dari lama tinggal di Panti, sebagian besar responden adalah lanjut usia yang baru tinggal di panti selama 1 - 2 tahun.Tempat tinggal yang tidak diinginkan akan menggangu proses adaptasi bagi lanjut usia. Individu yang baru tinggal di panti belum menyatu dengan kegiatan-kegiatan di panti sehingga belum dapat dapat menikmati kegiatan tersebut. Lanjut usia yang tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan di panti akan merasakan dirinya tidak berarti sehingga kemungkinan depresi dapat terjadi (David, 2004). Di panti yang merupakan tempat asing bagi lansia yang baru masuk, dimana tidak semua hal yang ia miliki diluar panti ia dapatkan disini. Kehilangan kebiasaan ini akan mengurangi kenyamanan sehingga dapat menyebabkan rasa berduka yang bila berlanjut akan menyebabkan depresi. Setelah dilakuan senam lansia, yang mengalami penurunan tingkat depresi dari depresi sedang 64,29% menjadi 14,29%. Lansia yang melakukan senam lansia ini secara teratur akan mendapatkan kesegaran jasmani yang baik yang terdiridariunsur kekuatan otot, kelentukan persendian, kelincahan gerak, keluwesan, cardiovascular fitness dan neuromuscular fitness. Apabila lansia melakukan senam bugar lansia ini, peredaran darahakan lancar dan meningkatkan jumlah volume darah. Selain itu 20% darahterdapat di otak, sehingga akan terjadi proses endorfin hingga terbentuk hormonnorepinefrin yang dapat menimbulkan rasa gembira, rasa sakit hilang, adiksi
13
(kecanduan gerak) dan menghilangkandepresi. Denganmengikuti senam lansia efek minimalnya adalah lansia merasa berbahagia, senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, pikiran tetap segar. Beberapa orang yang mengalami depresi pada dasarnya adalah menagalami perubahan suasana hati sehingga setelah berada dalam situasi yang menyenangkan maka tanda depresi tersebut seketika tidak ada lagi (Hawari, 2001). Endorphin dan estrogen mempunyai pengaruh besar terhadap berkurangnya tingkat depresi yang dialami responden. KESIMPULAN 1. Tingkat depresi lansia sebelum senam bugar lansia sebagian besar (64,29%) berada pada kategori deperesi sedang 2. Tingkat depresi lansia sesudah senam bugar lansia sebagian besar (85,71%) berada pada kategori depresi ringan 3. Ada pengaruh senam bugar lansia terhadap tingkat depresi lansia yang ditunjukkan dengan hasil uji Paired T-test dengan hasil ρ = 0,000 dengan derajat kemaknaan ρ ≤0,05 DAFTAR PUSTAKA Anonymous. (1983). Geriatric Depression Scale short form. http://stand ~ ford yesavage short html. Diakses tanggal 21 Februari 2013. Badan Pusat Statistik. (2010). Statistik Penduduk Lanjut Usia, 2010. Badan Pusat Statistik, Jakarta: 2010. David, T.A. (2004). Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta. EGC. Darmojo dan Martono. (2000). Buku Ajar Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Dharmono S dan Nasrun, M.W.S. (2000). Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Elida. (2012). Senam Osteoporosis dan Efeknya Untuk Peningkatan Massa Tulang. http://sehatkufreemagazine.wordpress. com/2012/11/23/. Diakses tanggal 2 Februari 2013. Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
14
Hawari D. (2001) Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta. FKUI. 2001. Hurlock. (1999). Psikologi Perkembangan . Jakarta : Erlangga. Iswan. (2008). Awet Muda Dengan Terapi H o r m o n . http://metroafada.wordpress.com/2008/ 06/02/awet-muda-dengan-terapihormon/. Diakses tanggal 12 Februari 2013. Kaplan, H.I, dan Sadock, B.J. (1998). Pocket Handbook of Emergency Psychiatric Medicine. Jakarta: Media Medika. Kuntaraf, Jonathan, kathleen Liwijaya. (1992). Olah Raga Sumber Kesehatan. Bandung: Percetakan Advent Indonesia Kuntjoro, Zainuddin S. (2002). Kesehatan Jiwa Lansia. http://www.e-psikologi.com. Diakses 9 Juni 2013. Maramis, W.F. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Airlangga University Press. Notoatmojo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC Nugroho S. (2000). Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC. Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Pawliñska-Chmara, R. (2005). Symptoms Of Depression In Elderly Silesian Women Living In Old People's Homes And Their O w n H o m e s . http://www.ebiblioteka.lt/resursai/LMA/ Acta%20medica%20Lituanica/0504_10 _ActMed.pdf. Diakses tanggal 21 Februari 2013. Potter, P.A & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC. Pusat Bahasa DEPDIKNAS. (2002). Kamus besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Santosa. (1994). Senam Lansia. http://wahyuniadek.wordpress.com/tag/s enam-lansia/. Diakses tanggal 12 Februari 2013. Serby, M., & Yu, M. (2003). Overview Depression In The Elderly. Mt. Sinai
Journal of medicine. Setiabudhi. (1999). Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Soejono, C.H. (2000). Pedoman Pengelolaan Pasien Geriatri. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI Stanley, Mickey, dkk. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC. Stanley, M. (2007). Ilmu Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC. Stuart, G.W, dan Laraia, M.T. (2001). Principples and Practice of Psychiatric Nursing. Edisi 7. St Louis: Mosby Year Book. Stuart, G.W. & Sundeen,S.J. (1998). Principples and Practice of Psychiatric Nursing. Missouri USA: Mosby Year Book. Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
15
TINGKAT PENGETAHUAN IBU POST PARTUM PRIMIPARA TENTANG PERAWATAN LUKA PERINIUM DI BPM ANAS SUTRIMAH GENDOH – BANYUWANGI Saras Selinda ABSTRACT Health problems in mothers after childbirth can cause widespread impacts every aspect of life aspects and parameters to be one of the nation's progress in the provision of services to the community regarding the maternal mortality rate (MMR) and infant mortality rate (IMR). WHO data in 2005 showed the cause of infection (15%), unsafe abortion (13%), and preeclampsia or eclampsia (12%). This type of observational study. Based on the analysis of this research is a descriptive study using total sampling methods and the sample of 20 respondents. The independent variables are age, education, and employment. The results showed 20 post partum primiparous mothers in BPM Anas Sutrimah, SST Gendoh village, Banyuwangi district based on the age of most of the less knowledgeable as much as 44.5% (4 primiparous mothers post partum) were aged <20 years. Based on education, most of the knowledge about of 75% (3 primipara mothers post partum) less educated. Based on the job, most of the less knowledgeable as much as 41.7% (5 primiparous post partum mothers) are not working. From the results of this study concluded that the majority of maternal postpartum primiparous less knowledgeable. Therefore, it is expected to add insight and knowledge for mothers post partum primiparous about perineal wound care so as to avoid the occurrence of infections. Keywords: knowledge, postpartum primiparous mother, perineal wound care ABSTRAK Masalah kesehatan pada ibu pasca persalinan menimbulkan dampak yang dapat meluas keberbagai aspek kehidupan dan menjadi salah satu parameter kemajuan bangsa dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang menyangkut dengan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Data WHO tahun 2005 menunjukkan penyebab infeksi (15%), unsafe abortion (13%), dan preeklampsia atau eklampsia (12%). Jenis penelitian ini bersifa tobservasional. Berdasarkan analisis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode total sampling dan dengan besarsampel 20 responden. Variabel bebas penelitian ini adalah usia, pendidikan, dan pekerjaan. Hasil penelitian ini menunjukkan dari 20 ibu post partum primipara di BPM Anas Sutrimah, SST Desa Gendoh, Kabupaten Banyuwangi berdasarkan umur sebagian besarberpengetahuan kurang sebanyak 44,5% (4 ibu post partum primipara) yang berusia <20 tahun. Berdasarkan pendidikan sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 75% (3 ibu post partum primipara) yang berpendidikan rendah. Berdasarkan pekerjaan sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 41,7% (5 ibu post partum primipara) yang tidak bekerja. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ibu post partum primipara berpengetahuan kurang. Oleh karena itu diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi ibu post partum primipara tentang perawatan luka perineum sehingga dapat menghindari terjadinya infeksi. Kata kunci : Pengetahuan, Ibu post partum primipara, Perawatan luka perineum
16
PENDAHULUAN Masa puerperium atau masa nifas adalah masa dimana dimulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira – kira 6 minggu. (Prawirohardjo, Sarwono : 2007). Masalah kesehatan pada ibu pasca persalinan menimbulkan dampak yang dapat meluas ke berbagai aspek kehidupan dan menjadi salah satu parameter kemajuan bangsa dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang menyangkut dengan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2005 menunjukan bahwa perdarahan merupakan 26% dari penyebab kematian ibu di dunia dan merupakan penyebab infeksi (15%), unsafe abortion (13%), dan preeklampsia atau eklampsia (12%), di samping sebab-sebab yang lain (WHO, 2005). Angka kematian ibu menurut Departemen Kesehatan (2010) menargetkan angka kematian ibu pada tahun 2010 sekitar 226 orang dan pada tahun 2015 menjadi 102 orang per tahun. Sasaran Millenium Development Goals (MDGs) yaitu angka kematian ibu (AKI) sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup (KH) dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 1.000 KH pada tahun 2015, diperlukan upaya percepatan yang lebih besar dan kerja keras (Depkes, 2010). Kematian ibu merupakan masalah besar bagi negara berkembang. Ini berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan. kesehatan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. Menurut dinas kesehatan Jawa Timur AKI yang diperoleh dari laporan kematian ibu (LKI) Kabupaten / Kota se Jawa Timur tahun 2011adalah 101,4 per 1.000.000 dibandingkan tahun 2010 sebesar 125/100.000 kelahiran hidup. Sementara tahun 2011 kejadian AKB sejumlah 5.533 kasus dari 589.482 kelahiran. Apabila dibandingkan jumlah AKI dan AKB tahun 2010 ini menunjukan keberhasilan. (Profil kesehatan Jawa Timur). Berdasarkan keputusan Depkes RI upaya yang dilakukan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB pada 2011 menargetkan sekitar 226 orang dan pada tahun 2015 menjadi 102 orang per tahun. Keadaan ini masih jauh dari target harapan yaitu 75% atau 125/100.000 kelahiran
17
hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 35/1000 kelahiran hidup. Oleh karena itu dibutuhkan upaya terobosan baru dari pemerintah untuk mencapai target tersebut. Diperkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50 % kematian saat masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Asuhan kebidanan dapat diperoleh ibu dengan melakukan kunjungan saat masa nifas paling sedikit 4X agar keadaan ibu dapat dinilai dan dapat dideteksi apabila ada masalahmasalah yang terjadi. Resiko kematian ibu melahirkan di Indonesia teramat tinggi bila dibandingkan dengan sejumlah negara di Asia Tenggara lainnya. Dari data mortalitas SKRT 2002 menunjukkan salah satu penyebab kematian ibu adalah infeksi (angka kejadian 12%) (DepKes RI 2010 ). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) adalah dengan memberikan pelayanan kesehatan yang efektif pada masyarakat tentang perawatan luka perineum. Dalam melaksanakan upaya tersebut, diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas, dengan memberikan penyuluhan tentang kesehatan kepada masyarakat, sehingga pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat diharapkan dapat mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap kesehatan. Oleh karena itu Perawatan luka perineum dilakukan dengan cara melakukan pengobatan luka pasca ibu melahirkan. Luka tersebut dirawat dalam keadaan steril, bersih dan terhindar dari infeksi kuman sehingga proses penyembuhan pasca nifas menjadi lebih cepat. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti pada Bulan April 2013 tentang Tingkat Pengetahuan Ibu Post Partum Primipara tentang Perawatan Luka Perineum didapatkan 18 orang pasien. Dengan melakukan wawancara mengenai perawatan luka perineum dimana yang sudah mengetahui dan melakukan perawatan luka perineum dengan benar di BPM Anas Sutrimah sebanyak 7 orang (38,9%) dan yang belum mengetahui dan belum melakukan perawatan luka perineum dengan benar sebanyak 11 orang (61,1%). Berdasarkan masalah tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Tingkat
Pengetahuan Ibu Post Partum Primipara tentang Perawatan Luka Perineum di BPM Anas Sutrimah, SST Gendoh – Banyuwangi. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah observasional, yakni peneliti tidak melakukan perlakuan pada obyek penelitian, berdasarkan waktunya penelitian inidikelompokkan dalam penelitian c ro s s s e c t i o n a l , y a k n i p e n g a m a t a n hanyadilakukan pada suatu saat saja, Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif, menurut Notoatmodjo (2005), Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif Populasi yang diamati peneliti dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas yang berkunjung di BPM Anas Sutrimah, SST pada bulan September 2013 sebanyak 20 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu nifas yang berkunjung pada bulan September 2013. Penelitian ini menggunakan total sampling Penelitian dilakukan di BPM Anas Sutrimah, SST Desa Gendoh, Kabupaten Banyuwangi. Penelitian dilakukan pada Bulan April 2013 sampai Bulan September 2013. Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan, usia, pendidikan, pekerjaan Data yang sudah dikumpulkan dilakukan scoring kemudian data dihitung presentasi dan tabulasi silang HASIL PENELITIAN Tabel 1 Distribusi frekuensi ibu post partum primipara berdasarkan umur di BPM Anas Sutrimah, SST Desa Gendoh, Kabupaten Banyuwangi Bulan September 2013. No 1 2 3
Umur Frekuensi < 20 9 20-35 11 > 35 0 Total 20 Sumber : Data Primer, tahun2013
partum berumur <20tahun sebanyak45% (9) ibupost partumprimipara). Tabel 2 Distribusi frekuensi ibupost partum primipara berdasarkan pendidikan diBPM Anas Sutrimah, SST Desa Gendoh, Kabupaten Banyuwangi Bulan September 2013. No
Pendidikan
Frekuensi
1 2 3 4
SD 4 SMP 5 SMA 9 PerguruanTinggi 2 Total 20 Sumber : Data Primer, tahun2013
Persen tase % 15 30 45 10 100
Dari tabel 2 menunjukkan bahwa dari 20 ibupost partum primipara sebagian besar berpendidikan SMA sebanyak45% (9) ibu post partum primipara) dan sebagian kecil ibupost partum berpendidikan perguruan tinggi sebanyak10% (2) ibu post partum primipara). Tabel 3 Distribusi frekuensi ibu postpartum primipara berdasarkan pekerjaan di BPM Anas Sutrimah, SST Desa Gendoh, Kabupaten Banyuwangi Bulan September 2013. No 1 2
Pekerjaan
Frekuensi
Tidak bekerja (IRT) 12 Bekerja (Swasta/ PNS) 8 Total 20 Sumber : Data Primer, tahun 2013
Persentase % 60 40 100
Berdasarakan tabel 3 menunjukkan bahwa 20 ibupost partum primipara sebagian besar tidak bekerjas ebanyak 60% (12 ibupost partum primipara), dan sebagian kecil ibupost partum bekerja sebanyak 40% (8 ibupost partum primipara).
Persentase % 45 55 0 100
Dari tabel VI.1 menunjukkan bahwa dari 20 ibupost partum primipara sebagian besar berumur 20-35tahun sebanyak 55% (11ibupost partumprimipara) dan sebagian kecili bupost
18
Tabel 4 Distribusi Frekuensi ibu post partum primipara tentang perawatan luka perineum di BPM Anas Sutrimah, SST Desa Gendoh, Kabupaten Banyuwangi Bulan September 2013. No
Pengetahuan
Frekuensi
1. 2. 3.
Baik 5 Cukup 6 Kurang 9 Total 20 Sumber : Data Primer, tahun 2013
Persentase (%) 25 30 45 100
Dari tabel .4 menunjukkan bahwa dari 20 ibupost partum primipara sebagian berpengetahuan kurang tentang perawatan luka perineum sebanyak 45% (9 ibupost partum primipara), dan sebagian berpengetahuan cukup sebanyak30% (6) ibupost partum primipara). Sedangkan yang berpengetahuan baik sebanyak 25% (5 ibu post partum primipara). Tabel 5 Tabulasi silang antara Pengetahuan dengan UmurIbuPost Partum Primipara Tentang Perawatan Luka Perineum di BPM Anas Sutrimah, SST DesaGendoh, Kabupaten Banyuwangi Bulan September 2013. No Umur 1 2 3
< 20 20 - 35 >35 Jumlah
Baik N (%) 3 33,3 4 36,4 0 0 7
5
Pengetahuan Cukup N (%) 2 22,2 3 27,2 0 0 5
25
Kurang N (%) 4 44,5 4 36,4 0 0 8
40
Jumlah % (N) 9 11 0
100 100 100
20
100
Sumber : Data primer, tahun 2013
Berdasarkan table 5 menunjukkan bahwa ibu post partum primipara yang berpengetahuan baik sebagian besar berusia 2035tahun yaitu sebanyak 36,4% (4 ibu post partum primipara). Sedangkan yang berpengetahuan kurang sebagian besar berusia < 20 tahun yaitu sebanyak 44,5% (4 ibu post partumprimipara). Dari table diatas menunjukkan bahwa semakin rendah usia IbuPost Partum Primipara maka pengetahuannya semakin berkurang.
19
Tabel 6 Tabulasi Silang antara Pengetahuan Dengan Pendidikan IbuPost Partum Primipara Tentang Perawatan Luka Perineum di BPM Anas Sutrimah, SST Desa Gendoh, Kabupaten Banyuwangi Bulan September 2013. No 1 2 3 4
Pendidi kan SD SMP SMA Perguru an Tinggi Jumlah
Pengetahuan Baik Cukup N (%) N (%) 0 0 1 25 1 20 2 40 4 44,4 4 44,4 1 50 1 50
Kurang h N (%) 3 75 2 40 1 11,2 0 0
4 5 9 2
6
6
20 100
30
8
Jumla % (N)
40
30
100 100 100 100
Sumber : Data Primer, tahun 2013
Berdasarkan table 6 menunjukkan bahwa ibupost partum primipara yang berpengetahuan baik sebagian besar berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 50% (1 ibu post partum primipara). Sedangkan yang berpengetahuan kurang sebagian besar berpendidikan rendah yaitu sebanyak 75% (3 ibu post partumprimipara). Dari table diatas menunjukkan bahwa semakin rendah pendidikan IbuPost partum Primipara maka pengetahuannya semakin berkurang. Tabel 7 Tabulasi Silang antara Pengetahuan dengan Pekerjaan IbuPost Partum Primipara Tentang Perawatan Luka Perineum di BPM Anas Sutrimah, SST Desa Gendoh, Kabupaten Banyuwangi Bulan September 2013. No Pekerjaan 1 2
Tidak bekerja (IRT) Bekerja (Swasta/ PNS) Jumlah
Pengetahuan Jumlah Baik Cukup Kurang % (N) N (%) N (%) N (%) 4 33,3 3 25 5 41,7 12 100
2 4
50
2
25
8
40
5
25
7
25
8
100
25
20
100
Sumber : Data Primer, tahun 2013
Berdasarkan table 7 menunjukkan bahwa ibu post partum primipara yang berpengetahuan baik sebagian besar adalah ibupost partum primipara yang bekerja yaitu sebanyak 50% (4 ibu post partumprimipara). Sedangkan yang berpengetahuan kurang sebagian besar adalah ibu post partumprimipara
yang tidak bekerja yaitu sebanyak 41,7% (5 ibu post partumprimipara). Dari table diatas menunjukkan bahwa IbuPost Partum Primipara yang bekerja memiliki pengetahuan yang lebih baik dari pada Ibu yang tidak bekerja. PEMBAHASAN 1. Pengetahuan Ibu Post Partum Primipara Tentang Perawatan Luka Perineum Berdasarkan Usia Dari table 6 menunjukkan bahwa dari 9 ibu post partum primipara yang berusia < 20 tahun sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 44,5% (4 ibu post partum primipara). Menurut Nursalam dan Pariani (2006) semakin cukup usia, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Menurut teori Notoatmodjo (2007) semakin tua usia seseorang semakin baik pula tingkat pengetahuan dikarenakan semakin tua usia seseorang bertambah pula pengalamannya. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa semakin rendah usia ibu post partum primipara maka pengetahuannya semakin berkurang. Pengetahuan yang kurang ini dikarenakan cara berpikir seseorang belum cukup matang dibandingkan dengan usia diatasnya. Sehingga menyebabkan seseorang belum memiliki kemampuan mental untuk mempelajari dan menyesuaikan diri dalam situasi yang baru. Selain itu juga dikarenakan mereka belum memiliki pengalaman yang lebih dibandingkan dengan usia di atasnya. Hal ini membuat mereka menjadi kurang berpengetahuankarena pengalaman mereka belum cukup luas. Umur seseorang sangat menentukan tingkat kematangan dalam berpikir. Semakin matang cara berpikir seseorang semakin berhati-hati pula mereka berperilaku. Mereka bisa menentukan mana yang baik atau mana yang tidak baik untuk dirinya begitu pula sebaliknya. Dengan bertambahnya umur semakin dewasa pula bagaimana mereka menentukan kehidupanya di masa depan.
2. Pengetahuan Ibu Post Partum Primipara Tentang Parawatan Luka Perineum Berdasarkan Pendidikan Dari table 6.6 menunjukkan bahwa dari 3 ibu post partum primipara yang berpendidikan rendah sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 75% (3ibu post partum primipara). Menurut Nursalam (2008) makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Menurut Notoatmodjo (2003), yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka diharapkan seseorang akan semakin mudah atau terbuka dalam menyerap, memilih dan beradaptasi dengan segala informasi dan sesuatu yang baru. Sedangkan menurut Koentjaraningrat yang dikutip Nursalam (2008) yaitu semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi, sebaliknya tingkat pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan pengetahuan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu post partumprimipara maka pengetahuannya semakin baik. Hal ini dikarenakan mereka yang pendidikannya lebih tinggi, pengetahuan dan informasi yang didapatkan juga berbeda dan lebih banyak daripada mereka yang pendidikannya lebih rendah. Informasi tersebut dapat mereka peroleh dari bangku pendidikan, dari lingkungan sekolah, maupun dari teman-teman sekolahnya. Hal tersebut juga karena ditunjang adanya informasi-informasi baik dari media massa, media elektronik, media cetak, maupun internet. Ibu post partum primipara tidak mengerti dan tidak menyadari dampak jika tidak melakukan perawatan luka perineum dengan benar. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan rendah, sehingga tingkat pengetahuan ibu post partum primipara kurang.Hendaknya ibu nifas agar lebih memperhatikan tentang perawatan luka perineum dengan cara mendapatkan informasi dari media massa, media
20
elektronik maupun pelayanan kesehatan, karena dengan meningkatkan pengetahuan pada ibu post partum primipara akan menimbulkan kesadaran dan akhirnya akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. 3. Pengetahuan Ibu Post Partum Primipara Tentang Perawatan Luka Perineum Berdasarkan Pekerjaan Dari table 6.7 menunjukkan bahwa dari 12 ibu post partum primipara yang tidak bekerja sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 41,75% (5 ibu post partum primipara). Menurut Notoatmodjo (2003), dengan bekerja seseorang dapat berbuat sesuatu yang bernilai, bermanfaat dan memperoleh berbagai pengalaman. Seseorang yang bekerja pengetahuannya akan lebih luas dari pada seseorang yang tidak bekerja, karena seseorang akan mempunyai banyak informasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu post partum primipara yang tidak bekerja memiliki pengetahuan yang kurang, sedangkan ibu post partum primipara yang bekerja memiliki pengetahuan yang lebih. Hal ini dikarenakan ibu nifas yang tidak bekerja mendapatkan informasi yang kurang atau sedikit daripada ibu nifas yang bekerja, mereka yang bekerja mendapatkan informasi dari lingkungan kerjanya, dari teman-teman kerjanya, maupun dari media massa. Ibu post partum primipara yang tidak bekerja pada umumnya kurang memahami tentang perawatan luka perineum karena kurangnya informasi yang didapatkan. Hendaknya pada ibu nifas yang tidak bekerja agar lebih memperhatikan tentang perawatan luka perineum dengan cara mendapatkan informasi dari media massa, media elektronik maupun pelayanan kesehatan, karena dengan meningkatkan pengetahuan pada ibu post partum primipara akan menimbulkan kesadaran dan akhirnya akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
21
KESIMPULAN 1. Tingkat pengetahuan ibu post partum primipara tentang perawatan luka perineum berdasarkan usia sebagian besar berpengetahuan kurang pada ibupost partum primipara yang berusia < 20 tahun. 2. Tingkat pengetahuan ibu post partum primipara tentangperawatanluka perineum berdasarkan pendidikan sebagian besar berpengetahuan kurang pada ibupost partum primipara yang berpendidikan rendah. 3. Tingkat pengetahuan ibu post partum primipara tentang perawatan luka perineum berdasarkan pekerjaan sebagian besar berpengetahuan kurang pada ibu post partum primipara yang tidak bekerja. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Yetti. 2010. Asuha nKebidanan M a s a N i f a s . Yo g y a k a r t a : PustakaRihama Azwar, Saifuddin. 2012. MetodePenelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar ______________. 2012. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar ______________. 2012. TesPrestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC Bobak, Jensen. 2005. Keperawatan Maternitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Denis,Tiran, 2005. Kamus Saku Bidan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Dewi dan Sunarsih.2012. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika Depkes RI. 2010. Angka Kejadian I n f e k s i . W w w. G o o g l e . C o m (diaksestanggal 25 maret 2013) Hidayat, A. A. 2007.Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta:Salemba Medika Maimunah S, 2005. Kamus Istilah Kebidanan. Penertbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Marmi.2012. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mamik.2011. Metode Penelitian Kesehatan dan Kebidanan. Surabaya: Prins Media Publishing Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekt aKedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Mansjoer. Arif, dkk. Eds. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI Mochtar, Rustam 2004.Sinopsis Obstetri. Edisi 2.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta ______________. 2007. Promosi Kesehatan & IlmuPerilaku.Jakarta: RinekaCipta ______________. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: RinekaCipta ______________. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan. Jakarta: Salemba Medika Nursalam, dan Pariani. 2006. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: CV Info Medika Prawirohardjo, Sarwono, 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Meternal Dan Neonatal. Yayasan BinaPustaka Jakarta ___________________ 2008.IlmuKebidanan. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta Simkin, Penny, Whalley, Janet, Keppler, Ann. 2007. Kehamilan, Melahirkanda Bayi. Jakarta. Arcan Profil Kesehatan JawaTimur. KejadianInfeksiMasaNifas.Www.Goog le.Com (diakses tanggal 25 maret 2013) Suherni, dkk. 2009. Perawatan Masa nifas. Yogyakarta: Fitramadya Sumantri, Arif. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana WawandanDewi. 2010. Teori &Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia Dilengkapi Contoh Kuesioner. Yogyakarta: NuhaMedika WHO. 2005. Angka Kejadian Infeksi.Www.Google.Com (diakses tanggal 25 maret 2013)
22
GAMBARAN PENGETAHUAN PARA REMAJA TENTANG DAMPAK SEKS BEBAS (Studi Kasus di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, 2013) Fenny Wulandari ABSTRACT Free sex is sex without a legitimate marriage bond. Free sex is also a behavior that arise because of the sexual urges or activities to get pleasure sexual organ through a variety of behaviors, so many negatives in terms of health risks such as unwanted pregnancy so choose to terminate the pregnancy (abortion), psychological disorders such as fear, stress . Recurrent abortion can lead to complications and can also cause infertility. This type of observational study. Based on the analysis of this research is descriptive research with mengngunakan simple random sampling method and with a large sample of 34respondents. The results showed 34 teens from Integrated in SMPI Siding village Puri district Poreh Lanteng Sumenep by most knowledgeable about education as much as 84.7% (11 people) yaiu educated teenagers (class VII). Based on the age of most of the less knowledgeable many as 91.6% (11 men) aged 13 years. Based on the most knowledgeable resources as much as 50.0% less (8 people) are getting information from television. From the results of this study concluded that most adolescents are less knowledgeable. Therefore, it is expected to add insight and knowledge to youth about the impact of casual sex so as to avoid the occurrence of free sex. Keywords: Knowledge, free sexual health reproductive success ABSTRAK Seks bebas adalah seks tanpa ikatan pernikahan yang sah. Seks bebas juga merupakan perilaku yang muncul karena dorongan seksual atau kegiatan untuk mendapatkan kenikmatan seksual organ melalui berbagai perilaku, sehingga banyak negatif dalam hal risiko kesehatan seperti kehamilan yang tidak diinginkan sehingga memilih untuk mengakhiri kehamilan (aborsi), gangguan psikologis seperti rasa takut, stres. Aborsi berulang dapat menyebabkan komplikasi dan juga dapat menyebabkan infertilitas. Jenis penelitian observasional. Berdasarkan analisis dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode sampling acak sederhana mengngunakan dan dengan sampel besar 34 respondents. Hasil penelitian menunjukkan 34 remaja dari Integrated di desa SMPI Siding kabupaten Puri Poreh Lenteng Sumenep oleh sebagian pengetahuan tentang pendidikan sebanyak 84,7% (11 orang) yaiu berpendidikan remaja (kelas VII). Berdasarkan usia sebagian besar kurang berpengetahuan sebanyak 91,6% (11 orang) berusia 13 tahun. Berdasarkan sumber yang paling luas sebanyak 50,0% kurang (8 orang) mendapatkan informasi dari televisi. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa sebagian besar remaja yang kurang berpengetahuan. Oleh karena itu, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan kepada pemuda tentang dampak seks bebas sehingga untuk menghindari terjadinya seks bebas. Kata kunci: Pengetahuan, dampak reproduksi kesehatan seksual bebas
23
PENDAHULUAN Remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial dan budaya. Cirinya adalah alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelegensi mencapai puncak perkembangannya, emosi sangat labil, kesetiakawanan yang kuat terhadap teman sebaya dan belum menikah. (Arief, 2009 ) Seksualitas sering di artikan sebagai bentuk hubungan antara laki-laki dan perempuan yang didasari oleh hasrat atau keinginan (libido) dengan maksud untuk mendapatkan suatu kenikmatan atau kepuasan. Dalam bentuk hubungan seksualitas tersebut tidak hanya alat kelamin yang berperan akan tetapi melibatkan peran psikologis dan emosi. Hal ini merupakan suatu yang wajar dan alamiah sebagai bentuk dorongan fisilogis dan sebagai wujud dari upaya mempertahankan kelangsungan untuk mendapatkan keturunan (Manuaba, 1998, sumiati, 2009) Seks bebas merupakan hubungan antara dua orang dengan jenis kelamin yang berbeda dimana terjadi hubungan seksual tanpa adanya ikatan nikah (Ghifari, 2003). Seks bebas dapat diartikan sebagai pola perilaku seks yang bebas tanpa batasan, baik dalam tingkah laku seksnya maupun dengan siapa hubungan seksual itu dilakukan (Nanggala, 2006). Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya remaja yang belum nikah cenderung meningkat. Hasil penelitian menunjukkan usia remaja ketika pertama kali mengadakan hubungan seksual aktif bervariasi antara usia 14-23 tahun dan usia terbanyak adalah antara usia 17-18 tahun (fuad & radiono 2003). Perilaku seksual pada remaja dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik, sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian dan perbendaharaan kata. (Sarwono, 2003) Hasil dari sebuah penelitian 93,7% anak Indonesia pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks. 62,7% remaja usia SMP pernah melakukan hubungan intim, 21,2% siswa SMA pernah melakukan aborsi. Dampak era globalisasi juga dirasakan oleh remaja di Indonesia. Perilaku seks bebas semakin marak
24
di kalangan remaja, beberapa remaja perempuan hamil sebelum tamat sekolah menengah, diantaranya melakukan abortus dan sisanya melahirkan bayinya. Dampak lain yang perlu diwaspadai ialah bahaya penularan penyakit kelamin terutama HIV / AIDS yang sudah menyebar kemana-mana. Laju penyebaran Human Immunodeficiency virus / Acquried immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) diJawa Timur telah mencapai tahap sangat menghawatirkan. Pada tahun 2007,dinas kesehatan Jatim memprediksi terdapat 13.00 ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) di Jatim, sebagian besar di kota Surabaya (Bambang, 2009). Badan koordinasi keluarga berencana (BKKBN) mengaku prihatin dengan kondisi moral remaja Indonesia. Menurut hasil survey yang diterima lembaga tersebut, 63% persen remaja di Indonesia pada usia antara SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Ironisnya, 21 persen diantaranya dilaporkan melakukan aborsi. Menurut Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN berdasarkan penelitian 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, ditemukan sekitar 47% hingga 54 % remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah. "Perilaku seks bebas remaja saat ini sudah cukup parah. Peranan agama dan keluarga sangat penting mengantisipasi perilaku remaja tersebut,"(Hafily, 2009) Program pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004, berdasrkan Undang-Undang RI Nomor 25 tahun 2000 kesehatan reprduksi remaja merupakan salah satu program pemerintah di dalam sector pembangunan sosial budaya. Tujuan program adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku remaja dalam kesehatan reprduksi. Lima target utama kebijakan kesehatan reproduksi remaja yang dimulai pada tahun 2001 adalah sebagai berikut : mengurangi penduduk yang menikah muda, meningkatnya pemahaman mengenai kesehatan reproduksi remaja, mengurangi angka kehamilan remaja, mengurangi angka kehamilan sebelum menikah, meningkatnya pengetahuan remaja mengenai penyakit menular seksual. Dari data yang di dapat di SMPI Terpadu Siding Puri desa Poreh kecamatan Lenteng
kabupaten Sumenep, pada tahun 2010 sebanyak 2 orang anak yang berhenti sekolah akibat pernah melakukan hubungan intim dan terjadi hamil di luar nikah dan 1 orang anak yang berhenti sekolah akibat hamili seorang wanita. Pada tahun 2011 hanya 1orang anak yang berhenti sekolah akibat pernah melakukan hubungan intim dan terjadi hamil di luar nikah dan pada tahun 2012 telah terjadi pula 2 orang anak yang berhenti sekolah akibat pernah melakukan hubungan intim dan terjadi hamil di luar nikah. Maka masalah dalam penelitian ini adalah kurangnya pengetahuan mengenai sex education, sehingga menjadi salah satu factor yang mempengaruhi seorang untuk melakukan seks bebas. Dari uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian di SMPI Terpadu Siding Puri desa Poreh kecamatan Lenteng kabupaten Sumenep, guna untuk member gambaran pengetahuan para remaja tentang dampak seks bebas, sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada remaja khusus dalam meminimalkan adanya aspek psikososial remaja.
HASIL PENELITIAN Karakteristik responden Tabel 1 Distribusi frekuensi pengetahuan remaja tentang dampak seks bebasberdasarkan pendidikan di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, pada bulan januari-juni 2013. No Pendidikan Jumlah Prosentase (%) 1. Kelas VII 13 38,2 2. Kelas VIII 12 35,3 3. kelas IX 9 26,5 Jumlah 34 Sumber : data primer 2013
100
Dari Tabel 1 di atas dapat dijelaskan bahwa 34 remaja sebagian besar tingkat pendidikannya rendah sebanyak 38,2% (13 orang) dan sebagian kecil tingkat pendidikannya tinggi yaitu 26,5% (9 orang).
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah observasional yakni dengan hanya mengamati penelitian ini dikelompokkan dalam penelitian cross sectional yakni pengamatan hanya dilakukan pada suatu saat saja, pada saat pengumpulan data dilakukan berdasarkan analisis data (Nursalam, 2008 : 83). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah siswa dari kelas VII -IX di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep yang berjumlah 154 orang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 34 responden dengan teknik sampling rondom sampling Variabel dalam penelitian ini yaitu pendidikan, umur dan sumber informasi. Waktu penelitian dimulai pada bulan Januari sampai September 2013. Data yang sudah dikumpulkan dilakukan scoring kemudian data dihitung presentasi dan tabulasi silang
Tabel 2. Distribusi frekuensi pengetahuan remaja tentang dampak seks bebas berdasarkan umur di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, pada bulan januari-juni 2013.
No
Umur Jumlah Prosentase (Tahun) (%) 1. 13 12 35,3 2. 14 11 32,3 3. 15 9 26,5 4. >15 2 5,9 Jumlah 34 100 Sumber : data primer 2013
Dari tabel 2 di atas dapat dijelaskan bahwa 34 remaja bahwa sebagian besar berumur 13 tahun sebanyak 35,3% (12 orang) dan sebagian kecil berumur >15 tahun sebanyak 5,9% (2 orang).
25
Tabel 3 Distribusi frekuensi pengetahuan remaja tentang dampak seks bebas berdasarkan sumber informasi di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, pada bulan januari-juni 2013.
No Sumber Jumlah informasi Prosentase (%) 1. Televisi 16 47,1 2. Radio 8 23,5 3. Majalah 10 29,4 Jumlah 34 100 Sumber : data primer 2013 Berdasarkan data tabel 3 menunjukkan bahwa dari 34 remaja sebagian besar mendapatkan informasi dari televisi sebanyak 47,1% (16 orang) dan sebagian kecil mendapatkan informasi dari radio sebanyak 23,5% (8 orang). Tabel 4. D i s t r i b u s i F r e k u e n s i Ti n g k a t Pengetahuan Remaja Terhadap Dampak Seks Bebas No Pengetahuan Jumlah 1. 2. 3
Baik 4 Cukup 11 Kurang 19 Jumlah 34 Sumber : data primer 2013
Prosentase (%) 11,7 32,3 55,9
Dari tabel 4 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 34 remaja sebagian besar berpengetahuan kurang tentang dampak seks bebas sebanyak 55,9% (19 orang) dan sebagian kecil berpengetahuan baik sebanyak 11,7% (4 orang)
Tabel 5 Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Dengan Pendidikan Remaja tentang dampak seks bebas di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, pada bulan januari-juni 2013. Pengetahuan Jumla Baik Cukup Kurang % h (N) Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) Kelas VII 0 0 2 15,38 11 84,7 13 100 Kelas VIII 1 8,4 6 50,0 5 41,6 12 100 Kelas IX 3 33,3 3 33,3 3 33,4 9 100
No Pendidikan 1 2 3
Jumlah
4
11,8
11
32,3
19
55,9
34 100
Dari tabel 5 menunjukkan bahwa dari 13 remaja yang tingkat pendidikannya rendah (Kelas VII) sebagian besar berpengetahuan kurang yaitu 84,7% (11 orang), dari 12 remaja yang tingkat pendidikannya (Kelas VIII) sebagian besar berpengetahuan cukup sebanyak 50,0% (6 orang), dari 9 remaja yang tingkat pendidikannya (Kelas IX) sebagian besar berpengetahuan baik sebanyak 33,4% (3 orang) Dapat di simpulkan bahwa sebagian besar remaja berpengetahuan kurang tentang dampak seks bebas sebanyak 84,7% (11 orang) yaitu pada remaja yang tingkat pendidikannya rendah (Kelas VII). Jadi terdapat kecenderungan bahwa semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin kurang pula pengetahuanya, begitu pula sebaliknya. Tabel 6 Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Dengan Umur Remaja tentang dampak seks bebas di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, pada bulan januari-juni 2013 No
Umur
1 2 3 4
13 14 15 > 15 Jumlah
Baik Jmlh (%) 0 0 0 0 2 22,2 2 100 1111111,38 4
Pengetahuan Juml Cukup Kurang ah % Jmlh (%) Jmlh (%) (N) 1 8,4 11 91,6 12 100 7 63,6 4 36,4 11 100 3 33,3 4 44,5 9 100 0 0 0 0 2 100 11
32,3
14
55,9 34 100
Sumber : data primer 2013
Dari tabel 6 menunjukkan bahwa dari 12 remaja yang berumur 13 tahun sebagian besar berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 91,6% (11 orang), dari 11 remaja yang berumur 14 tahun sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 36,4% (4 orang), dari 9 remaja yang berumur 15 tahun sebagian besar
26
berpengetahuan cukup sebanyak 33,3% (3 orang) dan dari 2 remaja yang berumur >15 tahun sebagian besar berpengetahuan baik sebanyak 100% (2 orang). Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar remaja berpengetahuan kurang tentang dampak seks bebas pada umur 13 tahun sebanyak 91,6% (11 orang) yaitu pada remaja yang berpendidikan (Kelas VII). Jadi semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seorang akan lebih matang dalam berfikir dan lebih baik pengetahuannya begitu juga sebaliknya. Tabel 7 Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Dengan Sumber Informasi Remaja Tentang dampak seks bebas di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, pada bulan januari-juni 2013. Baik No 1 2 3
Sumber informasi Televisi Radio Majalah Jumlah
Pengetahuan Cukup
Juml Kurang %
Jmh (%) 3 18,8 1 12,5 0 0 4 1111,38
Jml 5 2 4 11
(%) 31,2 25,0 40,0 32,3
Jml 8 5 6 1
(%) 50,0 62,5 60,0 55,9
16 8 10 34
100 100 100 100
Sumber : data primer 2013
Berdasarkan data tabel 6.7 di atas menunjukkan bahwa dari 16 remaja yang mendapatkan sumber informasi dari televisi sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 50,0% (8 orang), dari 8 remaja yang mendapatkan sumber informasi dari radio sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 62,5% (5 orang) dan dari 10 remaja yang mendapatkan sumber informasi dari majalah sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 60,0% ( 6 orang). Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar remaja putri yang berpengetahuan kurang tentang dampak seks bebas sebanyak 50,0% (8 orang) yaitu pada remaja yang mendapatkan sumber informasi dari televisi. Jadi seseorang yang mendapatkan banyak informasi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik.
PEMBAHASAN 1. Karateristik tingkat pengetahuan para remaja tentang dampak seks bebas berdasarkan pendidikan di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep. Dari tabel 6.5 di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar remaja berpengetahuan kurang tentang dampak seks bebas masingmasing sebanyak 84,7% (11 orang) yaitu pada remaja yang tingkat pendidikannya (Kelas VII). Menurut Notoatmodjo (2003), yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka diharapkan seseorang akan semakin mudah atau terbuka dalam menyerap, memilih dan beradaptasi dengan segala informasi dan sesuatu yang baru. Menurut Nursalam (2008) makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sehingga makin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula pengetahuanya, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap tentang nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan remaja rendah. Remaja yang tingkat pendidikannya rendah kurang memahami hal-hal yang berkaitan dengan dampak seks bebas. Sehingga dilapangan menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan remaja tentang dampak seks bebas banyak yang berpengetahuan kurang. Remaja tidak mengerti dan tidak menyadari dampak seks bebas tersebut sehingga mereka tidak berpikir panjang untuk melakukan hubungan intim. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan rendah, linkungan, pergaulan bebas sehingga tingkat pengetahuan remaja kurang, padahal informasi tentang dampak seks bebas bisa didapat dari berbagai media maupun pelayanan kesehatan. Dengan meningkatkan pengetahuan pada remaja akan menimbulkan kesadaran dan akhirnya akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
27
2. Karateristik tingkat pengetahuan para remaja tentang dampak seks bebas berdasarkan umur di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep. Dari tabel 6.6 menunjukkan bahwa dari 12 remaja yang berumur 13 tahun sebagian besar berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 91,6% (11 orang). Menurut Nursalam (2001) yang menyatakan bahwa pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu seperti umur, pendidikan dan pengalaman mendapat informasi. Menurut Notoatmodjo (2002) usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seorang akan lebih matang dalam berfikir dan lebih baik pengetahuannya. Dari segi kepercayaan masyarakat seorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Berdasarkan hasil dilapangan menunjukkan bahwa pengetahuan remaja kurang, hal ini disebabkan karena cara berfikir seseorang belum cukup matang dibandingkan dengan usia yang lebih diatasnya. Hal ini membuat mereka menjadi kurang berpengetahuan karena pengalaman mereka belum cukup luas. Umur seseorang sangat menentukan tingkat kematangan dalam berpikir. Semakin matang cara berpikir seseorang semakin berhati-hati pula mereka berperilaku. Mereka bisa menentukan mana yang baik atau mana yang tidak baik untuk dirinya begitu pula sebaliknya. Dengan bertambahnya umur semakin dewasa pula bagaimana mereka menentukan kehidupanya di masa depan. 3. Karateristik tingkat pengetahuan para remaja tentang dampak seks bebas berdasarkan sumber informasi di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep. Berdasarkan data tabel 6.7 di atas menunjukkan bahwa dari 16 remaja yang mendapatkan sumber informasi dari televisi (Berita) sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 50,0% (8 orang).
28
Berbagai informasi dapat diperoleh melelui media massa (majalah dan surat kabar), media elektronik (televisi dan radio, internet), lingkungan (pergaulan, adat istiadat), dan lain sebagainya. Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif cenderung di pengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap dan pengetahuan konsumennya. (Wawan dan Dewi,2010). Kenyataan hasil lapangan menunjukkan sebagian besar remaja yang mendapatkan sumber informasi dari media elektronik atau televisi mempunyai pengetahuan yang baik. Sesuai dengan teori, seseorang yang mendapatkan banyak informasi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik. Rendahnya informasi yang diperoleh remaja sangat mempengaruhi pengetahuan yang dimilki. Sebenarnya remaja bisa mendapatkan informasi dimana dan kapan saja tetapi terkadang mereka malas untuk mendapatkanya sehingga mereka memilih untuk mencari sesuatu yang bisa menghibur dan tidak ada manfaat yang bisa didapat bagi dirinya. Sumber informasi sangat diperlukan guna memperoleh pengetahuan yang lebih banyak dan mendidik. Dari pembahasan di atas faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya seks bebas diSMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep adalah : 1. Orang Tua Orang tua yang tidak memperhatikan anaknya dikarenakan cenderung memikirkan pekerjaannya dan anak kurang mendapat perhatian sehingga anak cenderung bebas dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Oleh karena itu, perlunya perhatian orang tua. Apabila kita perhatikan, kesalahan orang tua adalah tidak memberi pendidikan tentang pergaulan bebas yang memadai dirumah, dan membiarkan anak-anak mereka mendapat pemahaman pergaulan yang salah dari sumber yang salah. 2. Lingkunga Lingkungan setempat manjadi salah satu faktor yang mempengaruhi cara bergaul para remaja. Apabila kondisi keluarga sudah baik,
akan tetapi lingkungan sekitar tidak mendukung atau tidak kondusif, maka anak tersebut juga dapat terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Apalagi remaja zaman sekarang lebih menyukai bergaul dengan teman yang ada dilingkungan sekitar dari pada keluarga. Apabila kita ingat perkembangan cara pikir, pola pikir, anak zaman sekarang tidak lagi didominasi oleh pendidikan keluarga namun lebih banyak pendidikan dari lingkungan. 3. Ekonomi Rendah Keadaan ekonomi keluarga yang rendah akan membuat seorang anak tidak mengenyam pendidikan dengan baik. Dan kebanyakan anak akan putus sekolah sehingga anak tersebut akan bergaul dengan para remaja yang senasib. Mereka akan membentuk suatu kelompok yang beranggotakan anak yang putus sekolah. Keadaan ekonomi juga dapat menjadi faktor yang cukup mendominasi, maka adanya penyuluhan atau pengetahuan tentang bahaya pergaulan bebas bisa didapat dari berbagai sumber informasi seperti di televisi, radio, majalah. Bahkan secara umum, kelompok remaja yang paling banyak mendapat dorongan bergaul secara bebas dari media cenderung melakukan pergaulan yang tidak baik, apalagi usia 14 hingga 16 tahun. 4. Kurangnya Kesadaran Perlunya ditanamkan tentang pendidikan pergaulan adalah agar para anak dapat berpikir lebih baik agar pola pikir anak lebih maju. Dan agar remaja dapat menempatkan dirinya sebagai remaja yang baik dan benar sesuai dengan tuntutan agama dan norma yang berlaku didalam masyarakat serta dituntut peran orang tua agar memberi pendidikan agama dan memberi pendidikan atau pengetahuan tentang seks (pergaulan bebas).
2. Tingkat Pengetahuan Remaja yang berumur 13 tahun tentang dampak seks bebas berdasarkan Umur di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 91,6% (11 orang). 3. Tingkat Pengetahuan Remaja tentang dampak seks bebas berdasarkan sumber informasi dari televisi di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 50,0 % (8 orang). DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Bobak, Irene, et.al. 2004. Alih Bahasa : Maria A. Wijayarini. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. Ghifari, Al Abu. 2009 . Gelombang Kejahatan Seks Remaja Modern. Bandung : Mujahid Press. Gunarsa, Dra. Singgih. D, dan Prof. Dr. Singgih. 2007. Psikologi Remaja. Yogyakarta : PT. BPK Gunung Agung Mulia. Nanggala. 2006 . Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan. Edisi I Cetakan I. Edisi II. Jakarta : Penerbit Salemba Medika. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Pendidikan dan Perilaku. Jakarta : PT Rineka Cipta. __________________. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. _____________. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. Nugraha, dr. Boyke Nugraha. 2008. Problema Seks & Cinta Remaja. Jakarta : Bumi Aksara
1. Tingkat pengetahuan remaja yang tingkat pendidikanya rendah (kelas VII) tentang dampak seks bebas berdasarkan pendidikan di SMPI Terpadu Siding Puri Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep sebagian besar berpengetahuan kurang sebanyak 84,7% (11 orang)
Nursalam. 2006. Pendekatan Praktek Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto. ___________, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
29
Proverawati, Atikah & Misaroh, Siti. 2009. Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta : Nuha Medika. Rasyid, Moh. 2007. Pendidikan Seks. Semarang : Syair Media R. Septianauli, R. D Rusnawati. 2006. Laporan Hasil Penelitian Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang HIV / AIDS Dengan Pendidikan Seks di SMA Labschool. Jakarta. FIK. UI. Soetjoningsih. 2007. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : CV. Sagung Seto. Sarwono, W. S. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta : Grafindo Persada. Sumiati, dkk. 2009. Kesehatan Remja dan Konseling. Jakarta : Cetakan Pertama. Widyastutik, dkk. 2009. Remaja dan Permasalahannya. Bandung : ALFABETA. Winaris, Imam Wahyu. 2010. 100 Tanya Jawab Kesehatan untuk Remaja. Jogjakarta : Diva Press. Yani W, dkk. 2009. Pernikahan Usia Muda. Jakarta : Fitramaya. Yuniati. 2007. Pengaruh Pendidikan Seks Terhadap Sikap Mengenai Seks Pra Nikah Pada Remaja. Jakarta : CV agung. Yusuf. 2007. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : CV. Sagung Seto. Arief. 2009. Seks Pranikah-freeseks-seksbebas. http://ebdosoma. blogspot.com/2009/02/sekspranikah.free-seks-seks-bebas.html (Situasi 17 Februari 2013) Bakiak. 2008. Sex Education. http://roomindonesia.net (Situasi 03 Maret 2013) Bambang. 2009. Fenomena Seks Bebas di K a l a n g a n R e m a j a . h t t p : / / w w w. bambangoke.com/2009/03/fenomenaseks-bebas-di-kalangan-remaja-html (Situasi 03 Maret 2013)
30
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETERAMPILAN PERAWAT DALAM MERAWAT PASIEN YANG MENGALAMI PENINGKATAN SUHU TUBUH ( di puskesmas menur surabaya ) Yohanes Hara Leyn ABSTRACT The quality of nursing services can be judged from the satisfaction of patients treated at the health center. The need for the skills of nurses in providing nursing care to patients who mengaalami increased body temperature, but in reality, not all the nurses on duty at the health center menur surabata have good skills in caring for patients. This can occur because the knowledge of each different nurse or nurse during training can be less serious in conducting the training that is provided by health centers to nurse. In this study aims to determine the relationship of knowledge and skills of nurses in treating patients who experienced an increase in body temperature. The study design using observational study design with cross sectional approach. Selection of the sample by simple random sampling and the number of samples as many as 18 nurses. Independent variables in this study were nurses on duty in health centers menur Surabaya based knowledge and skills. And collected by using questionnaires and observation sheets. Then analyzed by using SPSS.version 16 with a significant level ά = 0.05 It is known that from the 18 nurses, most nurses have a good knowledge of as many as 38.9% (7) and a small percentage of people have the knowledge and skills of nurses less respectively of 22.2% (4) After doing the test statistic Spearman correlations , s rang level of knowledge of nurses about how to care for patients who experienced an increase in body temperature menur health centers in Surabaya then can the value of p = 0.004 <0.05 (sig). Keywords: knowledge, skills ABSTRAK Kualitas pelayanan keperawatan dapat dinilai dari kepuasan pasien yang dirawat di Puskesmas. Untuk itu di perlukan keterampilan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dengan pasien yang mengaalami peningkatan suhu tubuh, namun pada kenyataannya tidak semua perawat yang bertugas di puskesmas menur surabata memiliki keterampilan yang baik Dalam merawat pasien. Hal ini dapat terjadi karena pengetahuan masing-masing perawat berbeda-beda atau dapat pada saat pelatihan perawat kurang serius dalammelakukan pelatihan yang di berikan oleh puskesmas terhadap perawat. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam merawat pasien yang mengalami peningkatan suhu tubuh. Desain penelitian mengunakan rancangan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Pemilihan sampel dengan cara simple random sampling dan jumlah sampel sebanyak 18 perawat. Variable independen dalam penelitian ini adalah perawat yang bertugas di puskesmas menur Surabaya berdasarkan pengetahuan dan keterampilan. Dan di kumpulkan dengan mengunakan kuesioner dan lembar observasi. Selanjutnya dianalisis dengan mengunakan SPSS.version 16 dengan tingkat signifikan ά=0,05 Diketahui bahwa dari 18 perawat, sebagian besar perawat memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 38,9%(7) orang dan sebagian kecil perawat memiliki pengetahuan dan keterampilan kurang masing-masing sebanyak 22,2%(4) orang Setelah di lakukan uji statistic correlations spearman,s rang Tingkat pengetahuan perawat tentang cara merawat pasien yang mengalami peningkatan suhu tubuh di puskesmas menur Surabaya maka di dapat nilai p= 0,004<0,05 (sig). Kata Kunci : pengetahuan,keterampilan
31
PENDAHULUAN Perawat profesional antara lain harus mampu bertanggung jawab dan bertanggung gugat, dapat mengambil keputusan secara mandiri, melakukan kolaborasi dengan disiplin ilmu lain, mempunyai otonomi dalam pekerjaannya, advokasi, serta memfasilitasi kepentingan pasien (Lukman, 2008). Pelayanan keperawatan kesehatan di lakukan di puskesmas menur Surabaya dengan cara bekerja sama dengan klien dalam waktu yang panjang dan bersifat berkelanjutan serta melakukan kerja sama lintas program dan lintas sector, asuhan keperawatan diberikan secara langsung mengkaji dan intervensi klien dan lingkungannya termasuk lingkungan social, ekonomi dan fisik mempunyai tujuan utama dalam peningkatan kesehatan, peleyanan keperawatan juga harus memperhatikan prnsip keadilan dimana tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan kemampuan atau kapisitas. Mememiliki kelebihan yaitu perawat dengan latar belakang pendidikan yang memadai, yang memepunyai perkembangan dan konsep adaptasi dalam kehidupan dan respon terhadap konfiik, dengan penerapan model ini dapat menamba wawasan profisonal perawat dalam melakukan keterampilan perwat. Keterampialn kerja menyebabkan perawat mempunyai waktu yang terbatas untuk belajar, dan hasil apa yang dipelajarinya adalah pengetahuan yang dapat diaplikasikan secara nyata pada pelayanan kesehatan yang baik,sementara hasil penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan di jawa timur menunjukkan 78,8 % perawat melaksanakan tugas petugas kebersihan dan 63,3 % perawat melakukan tugas administrasi. Lebih dari 90 % perawat melakukan tugas non keperawatan, seperti menetapkan diagnosis penyakit dan membuat resep obat. Hanya 50 % perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan sesuai fungsinya (Syaifoel, 2007). Dalam penerapan model ini perawat dan klien terus mnerus berhubungan, mengerti peran masing-masing dan factor-factor disekitar masalah meningkat sampai keduanya bersamasama untuk mencari pemecahan masalahnya, dalam hal ini perawat harus mempunyai
32
kesadaran diri untuk mengobserfasi, memberikan perhatian, memaham respondan reaksi klien saat berinteraksi, pendekatan antara perawat dengan klien sebagai pendekatan komunikasi tarapeutik sehingga klien merasa selalu di temani oleh perewat. Perawat profesional antara lain harus mampu bertanggung jawab dan bertanggung gugat, dapat mengambil keputusan secara mandiri, melakukan kolaborasi dengan disiplin ilmu lain, mempunyai otonomi dalam pekerjaannya, advokasi, serta memfasilitasi kepentingan pasien (Lukman, 2008). keterampilan kerja menyebabkan perawat mempunyai waktu yang terbatas untuk belajar, dan hasil apa yang dipelajarinya adalah pengetahuan yang dapat diaplikasikan secara nyata pada pelayanan kesehatan yang baik. Dari data yang di dapat di puskesmas menur surabaya menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang proses keperawatan dalam melakukan keterampilan dengan pasien yang yang mengalami peningkatan suhu tubuh kemampuan melakukan proses keperawatan dengan benar dan tepat pada pasien serta proses pendokumentasian di dapatkan hasil dari 38,9% perawat bekerja dengan baik, sedangkan 22,2% perawat belum dapat bekerja dengan baik , dari lapangan ada yag tahu dan ada yang kurang tahu. Kenyataan yang ada saat ini menunjukkan bahwa perilaku tenaga keperawatan masih sangat tergantung pada medis, mereka belum secara profesional menetapkan asuhan keperawatan secara mandiri. Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan belum sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang meliputi, Standar pengkajian, standar diagnosa, standar perencanaan, standar pelaksanaan dan standar evaluasi (Afrida, 2007). Professional menjadi perbincangan yang hangat pada tahun ini baik dari jajaran pelayanan kesehatan sendiri, hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena mutu diukur berdasarkan standar pelayanan, tingkat pengetahuan pelaku pelayanan. Melalui
profesionalisme klinis perawat, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat (Achmad S Ruky, 2007). Pada dasarnya profesionalisme menekankan apa yang dihasilkan dari fungsifungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar, bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atau jabatan adalah suatu proses mengolah menjadi Kemampuan, tingkat pengetahuan, keahlian, latar belakang keluarga, pengalaman sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan suatu pekerjaan ( Nasrul, 2006 ). Tenaga perawat yang merupakan, mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan langsung ke pasien merupakan pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri dibanding pelayanan lainnya (Hasibuan, 2007). Tuntutan dan kebutuhan asuhan keperawatan yang berkualitas di masa depan merupakan tantangan yang harus dipersiapkan secara benar-benar dan ditangani secara mendasar, terarah dan sungguh-sungguh dari rumah sakit. Tanggung jawab ini memang berat mengingat bahwa keperawatan di Indonesia masih dalam tahap awal proses professional. Kualitas pelayanan keperawatan dinilai dari kepuasan pasien yang sedang atau pernah dirawat yang merupakan ungkapan rasa lega atau senang karena harapan tentang sesuatu kebutuhan pasien terpenuhi oleh pelayanan keperawatan yang bila diuraikan berarti kepuasan terhadap kenyamanan, kecepatan, pelayanan, keramahan dan perhatian. Sementara rasa puas sendiri mempunyai nilai yang relative tergantung dari masing-masing individu (Wijono, 2006).
dan pelatihan yang sudah memadai atau proses asuhan keperawatan yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Survey awal pada tangal 19 febueri 2013 masyarakat yang berobat di puskesmas menur surabaya kebanyakan dengan pasien yang menalami peningkatan suhu tubuh. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk meneliti apakah ada hubungannya dengan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam merawat pasien yang mengalami peningkatan suhu tubuh di puskesmas menur Surabaya. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah analitik abservasional dengan menggunakan jenis pendekatan Cross Sectional Populasi dalam penelitian ini adalah Perawat yang bertugas di puskesmas menur Surabaya dengan kreteriaperawat yang tamatan S1,D III dan SPK sebanyak 21 orang pada bulan maret 2013. Sampel adalah bagian dari keseluruhan objek yang akan diteliti sebanyak 18 responden Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Lokasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah di puskesmas menur Surabaya dan waktu ini dimulai pada bulan Desember 2012 sampai Juni 2013. Dalam penelitian ini sebagai variable bebas adalah pengetahuan tentang cara merawat pasien dengan peningkatan suhu tubuh. Dan variable tergantung adalah keterampilan perawat dalam merawat pasien dengan peningkatan suhu tubuh. Tehnik Analisis Data menggunakan Editing, Coding, Skoring dan Tabulating
Hal ini dikarenakan bahwa banyaknya perawat melaksanakan asuhan keperawatan pasien yang mengalami peningkatan suhu tubuh di puskesmas menur surabaya memiliki perawat yang pendidikannya baik dan memiliki keterampilan baik, motivasi kerja, beban kerja
33
HASIL PENELITIAN Tabel 1 Distribusi Umur perawat yang bertugas di puskesmas menur Surabaya Bulan Juni 2013 No 1 2 3 4 5
Umur 26Tahun 27 Tahun 28 Tahun 29 tahun 30 Tahun
Frekuensi 4 4 5 1 4
Persentase (%) 22,2 22,2 27,8 5,6 22,2
Total
18
100%
Dari Tabel 1 di atas diketahui bahwa dari 18 perawat sebagian besar berumur 26 tahun yaitu sebanyak 22,2% (4) perawat, perawat yang berumur 27 tahun sebanyak 22,2 (4) perawat, dan 28 tahun 27,8 (5) perawat, dan perawat berumur 29 tahun yaitu sebanyak 5,6% (1) perawat dan perawat yang berumur 30 tahun 22,2 (4) perawat. Tabel 2 Distribusi Jenis Kelamin perawat yang bertugas di puskesmas menur Surabaya Bulan Juni 2013 No
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
1 2
Laki-laki Perempuan
4 14
22,2 77,8
Total
18
100%
Dari tabel 2 di atas diketahui bahwa dari 18 perawat sebagian besar perawat berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 77,8% (14) perawat dan perawat yang berjenis kelamin lakilaki sebanyak 22,2% (4) perawat. Tabel 3 Distribusi lama kerja perawat yang bertugas di puskesmas menur Surabaya Bulan Juni 2013. No
Lama kerja
Frekuensi
1 2
Kurang dar 3 tahun Lebih dari 3 tahun
3 15
Persentase (%) 16,7 83,3
Total
18
100%
34
Dari tabel 3 di atas diketahui bahwa dari 18 perawat sebagian besar perawat bekerja lebih dari 3 tahun yaitu sebanyak 83,3% (15) perawat, perawat yang bekerja kurang dari 3 tahun sebanyak 16,7 (30) orang perawat. Tabel 4 Distribusi berdasarkan pendidikan perawat yang bertugas di puskesmas menur Surabaya Bulan Juni 2013 No 1 2
pendidikan D3 SPK
Frekuensi 17 1
Persentase (%) 94,4 5,6
Total
18
100%
Dari tabel 4 di atas diketahui bahwa dari 18 perawat sebagian besar perawat dengan pendidikan akhir D3 yaitu sebanyak 94,4% (17) perawat perawat dengan pendidikan terahir SPK sebanyak 5,6 (1) orang perawat Tabel 5 Distribusi Tingkat pengetahuan perawat dalam merawat dengan pasien yang mengalami peningkatan suhu tubuh di puskesmas menur Surabaya Bulan Juni 2013. No 1 2 3
pengetahuan Kurang cukup baik Total
Frekuensi 4 7 7 18
Persentase (%) 22,2 38’9
38,9
100%
Dari tabel 5 di atas diketahui bahwa dari 18 perawat, sebagian besar perawat memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 38,9%(7) orang, dan perawat yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 38,9 (7) orangperawat, dan sebagian kecil perawat memiliki pengetahuan dan kurang masing-masing sebanyak 22,2%(4) orang.
Tabel 6 Distribusi Tingkat keterampilan perawat dalam merawat pasien yang mengalami peningkatan suhu tubuh di puskesmas menur Surabaya Bulan Juni 2013. No 1 2
Keterampilan Kurang terampil terampil
Frekuensi 3 15
Persentase (%) 16,7 83,3
Total
18
100%
Dari tabel 6 di atas diketahui bahwa dari 18 perawat, sebagian besar perawat memiliki keterampilan dengan baik yaitu sebanyak 83,3%(15) orang perawat,dan sebagian kecil perawat memiliki pengetahuan dan keterampilan kurang masing-masing sebanyak 16,7%(4) orang. Tabel 7 Tabel silang tingkat menganalisis tingkat hubungan pengetahuan dengan keterampilan perawat dengan merawat pasien yang mengalami peningkatan suhu tubuh di puskesmas menur Surabaya Bulan Juni 2013. Variabe pengetahuan
.kurang cukup
Frekuensi ketermpilan terampil Kurang terampil N % N % 1 25,0 3 75,0 7 100 0 0
Baik
7
Total
15
100
0 3
0
jumlah
%
4 7
100 100
7
100
18
Berdasarkan Tabel 7 di atas diketahui bahwa dari 18 perawat memiliki pengetahuan baik dan keterampilan baik yaitu sebesar 100 % (7) perawat, dan perawat yang memiliki pengetahun cukup dan terampil sebagian besar yaitu sebanyak 1000% (7) perawat, dan perawat yang memiliki pengetahun dan keterampiln kurang sebagian besar yaitu sebanyak 75,0 (3) orang perawat kurang terampil. Setelah di lakukan uji statistic korelsi sperman rank Tingkat pengetahuan perawat tentang cara merawat pasien yang mengalami peningkatan suhu tubuh di puskesmas menur
Surabaya maka di dapat nilai p= 0,004<0,05 (sig) sehingga dapat disimpulkan jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa, ada hubungan antara hubungan pengetahuan dan keterampilan perawat. PEMBAHASAN 1. Tingkat pengetahuan. Berdasarkan tabel 5 di atas diketahui bahwa dari 18 perawat, sebagian besar perawat memiliki pengetahuan baik yaitu sebesar 38,9% (7) orang, dan perawat yang memiliki pengetahuan cukup sebesar 38,9 (7) orang perawat, dan sebagian kecil perawat memiliki pengetahuan dan kurang masing-masing sebesar 22,2% (4) orang. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi maka untuk memecahkan masalah lain yang sama orang dapat menggunakan pula cara tersebut. Berdasarkan hasil dilapangan menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memiliki pengetahuan yang baik, hal ini disebabkan karena perawat mendapat pengetahuan yang baik pada saat melakukan tindakan atau dari pengalaman yang di dapat di tempat kerja, Hal ini dilakukan karena perawat mendapatkan ilmu yang diperoleh saat kuliah, rata- rata perawat yang bekerja di puskesmas menur surabaya dengan tamatan D3 keperawatan. 2. Tingkat Keterampilan Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa dari 18 perawat, sebagian besar perawat memiliki keterampilan dengan baik yaitu
35
sebanyak 83,3% (15) orang dan sebagian kecil perawat memiliki pengetahuan dan keterampilan kurang masing-masing sebanyak 16,7% (4) orang. keterampilan adalah kerja dari karyawan menetap dalam perusahaan negara maupun swasta dengan diimbangi dengan fasilitas – fasilitas yang diterima oleh karyawan sehingga karyawan mau bekerja sebaik mungkin dan tetap loyal pada perusahaan, hendaknya perusahaan memberikan imbalan yang sesuai kepada karyawannya. Semua itu tergantung pada situasi dan kondisi perusahaan tersebut serta tujuan yang ingin dicapai( Fauzi, 2005 ). Hasil penelitian ini sesuai dengan data yang di dapat dari tempat penelitian tentang praktek keperawatan dengan tindakan pemberian asuhan keperawatan hasil dilapangan menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memiliki keterampilan yang baik hal ini disebabkan karena perawat mengerti dengan tindakan dan asuhan keperawatan yang di dapat di Puskesmas atau pelatihan yang deberikan puskesmas pada setiap perawat yang bertugas di puskesmas menur surabaya. Sehingga perawat dapat bekerja secara mandiri maupun kolaborasi yang disesuaikan dengan lingkup wewenang dan tanggung jawab perawat. 3. Hubungan tingkat pengetahuan dengan keterampilan. Berdasarkan 7 di atas menunjukan bahwa dari 18 perawat memiliki pengetahuan baik dan keterampilan baik yaitu sebesar 100 % (7) perawat,dan perawat yang memiliki pengetahun cukup dan terampil sebagian besar yaitu sebanyak 1000% (7) perawat. dan perawat yang memiliki pengetahun kurang dan terampil sebagian besar yaitu sebanyak 25,0% (1) orang, dan 75,0 (3) orang perawat kurang terampil. Keperawatan adalah diagnosis dan penanganan respon manusia terhadap masalah kesehatan aktual maupun potensial (ANA, 2000). Dalam dunia keperawatan modern respon manusia yang didefinisikan sebagai pengalaman dan respon orang
36
terhadap sehat dan sakit yang merupakan suatu fenomena perhatian perawat. Hasil penelitian juga menunjukan nilai p= 0,004<0,05 yang berarti dapat disimpulkan jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa, ada hubungan antara hubungan pengetahuan dan keterampilan perawat di puskesmas menur surabaya. Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa tindakan pengetahuan dan keterampilan baik sebagian besar perawat memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik, dan pihak puskesmas mengarahkan perawat khususnya perawat yang bertugas di puskesmas menur surabaya untuk melakukan tindakan dan keterampilan dengan baik dan sesui dengan kepuasan pasien. KESIMPULAN 1. Distribusi Tingkat pengetahuan perawat bahwa dari 18 perawat, sebagian besar perawat memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 38,9%(7) orang, dan perawat yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 38,9 (7) orangperawat, dan sebagian kecil perawat memiliki pengetahuan dan kurang masingmasing sebanyak 22,2%(4) orang. 2. Tingkat Keterampilan perawat diketahui bahwa dari 18 perawat, sebagian besar perawat memiliki keterampilan dengan baik yaitu sebanyak 83,3%(15) orang dan sebagian kecil perawat memiliki pengetahuan dan keterampilan kurang masing-masing sebanyak 16,7%(4) orang. 3. Berdasarkan Tabel 6.3.3 di atas menunjukan bahwa dari 18 perawat memiliki pengetahuan baik dan keterampilan baik yaitu sebesar 100 % (7) perawat,dan perawat yang memiliki pengetahun cukup dan terampil sebagian besar yaitu sebanyak 1000% (7) perawat. dan perawat yang memiliki pengetahun kurang dan terampil sebagian besar yaitu sebanyak 25,0% (1) orang, dan 75,0 (3) orang perawat kurang terampil.
DAFTAR PUSTAKA Alimul H, A. Aziz (2007), Riset Keperawatan Dan Tehnik Penelitian Ilmiah, Jakarta, Salemba Medika Christina Ibrahim, (1997), Introduksi dan Ilus tr as i Pelaks anaan Pros es Keperawatan, Bandung, Depkes, Pajajaran. DR. Achmad S. Ruky, (2007), "Sistem Manajemen Kinerja" , Jakarta, PT Gramedia. Depkes. R.I., 1997 “Buku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia” Penulis, Dirjen Bin. Kes. Mas, Jakarta Hasibuan, (2007), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Bumi Aksara. Heriyanto, Bambang, (2012), Metode Penelitian kuantitatif, Surabaya, Putramedia Nusantara Handoko, ( 1992), profesionalisme tenaga kerja, jakarta, Bumi aksara. Indirawati (2006), Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Jakarta, Universitas Indonesia. Jacqueline M.Katz and Eleanor Green (1997), "Managing Quality, A Guide to System Wide Performance Management in Health Care", Mosby Year Book. Lukman, (2008), Manajemen dan Keperawatan, Edisi Ketiga, Jakarta, Penerbit Binarupa. Marilyn E. Doenges, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ketiga, jakarta, penerbit buku kedokteran EGC. Nasrul Efendy, (2006), Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta, penerbit buku kedokteran EGC. Nursalam & Pariani (2006), pendekatan praktik metodelogi keperawatan, Jakarta, Medika dan Andi, Yogyakarta. Nursalam, (2007), Konsep & Penerapan Metodologi Ilmu Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta, Edisi Pertama : Salemba Medika. Notoatmodjo, S, (2007), Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Cetakan I. Jakarta, PT. Rineka Cipta. Notoatmodjo, S, (2005), Metodologi Penelitian Kesehatan. JakartA, PT. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekiji. (2003). Pendidikan dan prilaku Kesehatan. Jakarta: salemba medika Syaiful, (2007), Nilai-Nilai Profesionalisme Dalam Praktek Keperawatan, Jakarta, Makalah Seminar Loka Karya Praktek Keperawatan Profesionalisme, FIK, Universitas Indonesia. Sastrohadiwiryo, Siswanto, (2003), M a n a j e m e n Te n a g a K e r j a Indonesia,Jakarta, Bumi Aksara. Sugiono, (2000), Metode Penelitian Administrasi, Bandung, CV Alfabeta. Sudijono, Anas, (2006), Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. STIKES ABI Program pendidikan S1 Keperawatan D3 Keperawatan 2012-2013 Pedoman Tata Cara Penulisan Serta Ujian Skripsi/ Karya Tulis Ilmiah. Surabata. Sunaryo, (2004), Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta, EGC. Wartonah, T, (2005), proses keperawatan dasar, Jakarta, EGC . Wjs, poerwardaminta, (2007), panduan tenaga kerja loka karya keperawatan, Bandung, padjadjaran makalah seminar. World Health Organization, (2000), "Design and Implementation of Health Information System", Genewa. Wijono. Djoko, (2006), Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Surabaya, Vol. 1. Airlangga University Press
37