perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN FREKUENSI BANGKITAN PADA PENDERITA EPILEPSI PARSIAL DI RSUD DR. MOEWARDI
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
LUCIA PANCANI ANGGRAENI G.0009121
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan antara Kecemasan dengan Frekuensi Bangkitan pada Penderita Epilepsi Parsial di RSUD Dr. Moewardi
Lucia Pancani Anggraeni, NIM : G.0009121, Tahun: 2012 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Kamis, Tanggal 13 Desember 2012
Pembimbing Utama Nama : Diah Kurnia M, dr., Sp.S NIP : 19680707 200312 2 001
(………………………)
Pembimbing Pendamping Nama : Dr. H. Endang Sutisna Sulaeman, dr., M.Kes NIP : 19560320 198312 1 002 (………………………) Penguji Utama Nama : Agus Soedomo, dr., Sp.S (K) NIP : 19490516 197602 1 002
(………………………)
Anggota Penguji Nama : Prof. Dr. Kijatno, dr. M.Or., PFK, AIFO NIP : 19480118 197603 1 002
(………………………)
Surakarta, Ketua Tim Skripsi
Dekan FK UNS
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
Muthmainah, dr., M.Kes. NIP 19660702 199802 2 001
digilib.uns.ac.id
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM NIP 19510601 197903 1 002
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 13 Desember 2012
Lucia Pancani Anggraeni NIM.G0009121
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Lucia Pancani Anggraeni, G0009121, 2012. Hubungan antara Kecemasan dengan Frekuensi Bangkitan Penderita Epilepsi Parsial di RSUD Dr. Moewardi. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Kecemasan adalah salah satu gangguan psikologis yang merupakan manifestasi klinis dari gangguan pada sistem saraf, sedangkan sistem saraf adalah suatu sistem tubuh yang berperan penting dalam pengendalian bangkitan pada penderita epilepsi. Oleh karena itu, secara tidak langsung kecemasan mempengaruhi timbulnya bangkitan pada penderita epilepsi. Penelitian ini bertujuan membuktikan adanya hubungan antara kecemasan dan frekuensi bangkitan penderita epilepsi parsial di RSUD Dr. Moewardi.
Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian adalah penderita epilepsi parsial di RSUD Dr. Moewardi yang didiagnosis berdasar gambaran EEG. Sampel yang digunakan sebanyak 31 orang. Sampel diambil secara purposive sampling setelah diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi tertentu. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner kecemasan TMAS, wawancara frekuensi bangkitan 1 bulan terakhir, dan rekam medik penderita. Data skor kecemasan dan frekuensi bangkitan yang diperoleh dianalisis dengan model analisis regresi linier menggunakan program SPSS 17.0 for Windows.
Hasil: Hasil analisis variabel menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara kecemasan dan frekuensi bangkitan penderita epilepsi parsial di RSUD Dr. Moewardi. Penderita dengan kecemasan lebih tinggi memiliki risiko mengalami frekuensi bangkitan yang lebih sering. Hasil analisis variabel menunjukkan hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan frekuensi bangkitan pada penderita epilepsi parsial di RSUD Dr. Moewardi (p = 0.008; CI 95% = 0.06 s/d 0.37).
Simpulan: Terdapat hubungan yang positif antara kecemasan dengan frekuensi bangkitan penderita epilepsi parsial di RSUD Dr. Moewardi. Penderita dengan skor kecemasan lebih tinggi memiliki risiko mengalami frekuensi bangkitan lebih sering.
Kata Kunci: Penderita epilepsi parsial, Kecemasan, Frekuensi bangkitan commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Lucia Pancani Anggraeni, G0009121, 2012. The Relation between Anxiety with Frequency of Seizure on Patients with Partial Epilepsy in RSUD Dr. Moewardi. Mini thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Background: Anxiety is a psychological disorder which is the clinical manifestations of disorders of the nervous system, while the nervous system is a system of the body that plays an important role in the control of seizure in patients with epilepsy. Therefore, anxiety affects the onset of seizure in patients with epilepsy indirectly. This study aims to demonstrate an association between anxiety and seizure frequency of partial epileptic patients in hospitals Dr. Moewardi. Methods: This study was an observational analytic cross-sectional approach. Subjects were patients with partial epilepsy in RSUD Dr. Moewardi diagnosed based EEG picture. Samples used as many as 31 people. Samples were taken by purposive sampling after selected based on specific inclusion and exclusion criteria. Data collection techniques using TMAS anxiety scale, interviews about frequency of seizures in last one month, and the patient's medical record. Scores of anxiety and frequency of seizure were analyzed with linear regression test models using SPSS 17.0 for Windows. Results: The results of the analysis of the variables showed that there is a positive relationship between anxiety and frequency of seizure on patients with partial epilepsy in RSUD Dr. Moewardi. Patients with higher anxiety had a risk of have more often frequency of seizure. The results of the analysis of the variables showed a statistically significant relationship between anxiety and frequency of seizure on patients with partial epilepsy in RSUD Dr. Moewardi (p = 0.008; CI 95% = 0.06 s/d 0.37). Conclusion: There is a positive relationship between anxiety and frequency of seizure on patients with partial epilepsy in RSUD Dr. Moewardi. Patients with higher anxiety had a risk of have more often frequency of seizure.
Keywords: Patients with partial epilepsy, anxiety, frequency of seizure
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA Puji syukur kepada Tuhan Mahakasih atas segala berkat dan kasih yang diberikan, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan antara Kecemasan dengan Frekuensi Bangkitan pada Penderita Epilepsi Parsial di RSUD Dr. Moewardi”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini adalah hasil dari kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 3. Diah Kurnia M, dr., Sp.S, selaku pembimbing utama atas bimbingan, motivasi, dan waktu yang telah diluangkan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 4. H. Endang Sutisna Sulaeman, dr., M.Kes, selaku pembimbing pendamping atas bimbingan, arahan, dan saran yang senantiasa diberikan. 5. Agus Soedomo, dr., Sp.S (K), selaku penguji utama yang telah berkenan menguji serta memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. 6. Prof. Dr. Kijatno, dr., M.Or., PFK, AIFO, selaku anggota penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan saran dalam penulisan skripsi ini. 7. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, M.Sc., Ph.D, yang telah berkenan memberikan bimbingan tambahan pada penulisan skripsi ini. 8. Bagian SMF Saraf dan Poliklinik Saraf RSUD Dr. Moewardi. 9. Ibu Eny dan Bapak Nardi selaku Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 10. Yohanes S, Maria Magdalena R, FX. Kuncoro H, Victora Putri M, dan seluruh keluarga yang telah memberi dukungan moral, material, serta senantiasa mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini. 11. Nani Isyrofatun, Locoporta Agung, Fitri Prawitasari, Nurrasyidah, Asri Sukawati P, Daniel Pardameian S. Teman-teman terbaik yang senantiasa membantu dan memberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini. 12. Fillisita Chandramalina Dewayani, teman seperjuangan dalam penyelesaian skripsi, atas semangat yang selalu memotivasi penulis. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang turut membantu, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Surakarta, 13 Desember 2012 commit to user vii
Lucia Pancani Anggraeni
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman PRAKATA
................................................................................................... vi
DAFTAR ISI
................................................................................................... vii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... ix DAFTAR TABEL ...............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii BAB 1
PENDAHULUAN .............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Rumusan Masalah ......................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
3
D. Manfaat Penelitian ......................................................................
3
BAB II LANDASAN TEORI .........................................................................
4
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................
4
1.
2.
Kecemasan............................................................................
4
a.
Definisi ..........................................................................
4
b.
Patofisiologi ..................................................................
5
c.
Klasifikasi dan Derajat ..................................................
6
d.
Faktor Pencetus .............................................................
8
e.
Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan .......................
9
f.
Manifestasi Cemas ........................................................ 10
Epilepsi ................................................................................. 12 a.
Definisi .......................................................................... 12
b.
Anatomi dan Fisiologi ................................................... 13
c.
Etiologi .......................................................................... 14
d.
Patofisiologi .................................................................. 15
e.
Faktor Pencetus ............................................................. 17
f.
Klasifikasi...................................................................... 18 commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Hubungan Kecemasan dengan Bangkitan Epilepsi .............. 20
B. Kerangka Pemikiran ................................................................... 21 C. Hipotesis ..................................................................................... 22 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 23 A. Jenis Penelitian ........................................................................... 23 B.
Subjek Penelitian ....................................................................... 23
C. Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................... 24 D. Teknik Pengambilan Sampel ....................................................... 24 E.
Perhitungan Jumlah Sampel ........................................................ 24
F. Identifikasi Variabel Penelitian .................................................. 25 G. Definisi Operasional Variabel .................................................... 25 H. Rancangan Penelitian .................................................................. 28 I.
Instrumen Penelitian .................................................................... 28
J.
Cara Pengambilan Data .............................................................. 30
K. Analisis Data .............................................................................. 30 BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................ 31 A. Karakteristik Responden ............................................................. 31 B. Kecemasan ................................................................................... 32 C. Frekuensi Bangkitan .................................................................... 35 BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................ 39 BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 43 A. Simpulan ..................................................................................... 43 B. Saran ........................................................................................... 43 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 45 LAMPIRAN
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
TMAS
: Taylor Manifest Anxiety Scale
DSM-IV-TR : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders GABA
: Gamma-Aminobutyric Acid
IPSPs
: Inhibitory Post Synaptic Potentials
ILAE
: International League Against Epilepsy
SSP
: Sistem Saraf Pusat
LMMPI
: Lie Minnesota Multhiphasic Personality Inventory
RTA
: Reality Testing Abillity
SPSS
: Statistic Program for Social Science
WHO
: World Health Organization
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Karakteristik Responden .................................................................. 31 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kecemasan ............................... 32 Tabel 4.3. Karakteristik Responden menurut Pengelompokkan kecemasan..... 33 Tabel 4.4. Karakteristik Responden menurut Pengelompokan Bangkitan ........ 36
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran ........................................................ 21 Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian ...................................................... 28 Gambar 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Bangkitan 1 Bulan Terakhir n (%) ................................................................... 35
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Persetujuan (Informed Consent)
Lampiran 2
Kuesioner Penelitian
Lampiran 3
Kuesioner LMMPI
Lampiran 4
Kuesioner TMAS
Lampiran 5
Surat Keterangan Ijin Penelitian
Lampiran 6
Data Primer Agustus 2012
Lampiran 7
Lembar Analisis Statistik
Lampiran 8
Hasil Uji Analisis Regresi Linier Terhadap Hubungan antara Skor Kecemasan dengan Frekuensi Bangkitan 1 Bulan Terakhir
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart, 2006). (Yates, 2012). Sebuah meta-analisis terhadap 46 studi menemukan bahwa sekitar 17% orang suatu saat pernah mengalami kecemasan (Pinel, 2009). Epilepsi adalah gangguan kronis yang ditandai dengan kejang, atau disfungsi otak paroksismal akibat impuls saraf yang berlebihan (Titlic, 2008). WHO tahun 2009 menyebutkan bahwa sekitar 50 juta penduduk di seluruh dunia menderita penyakit epilepsi. Insidensi epilepsi terjadi pada 4 sampai 10 per 1000 populasi umum. Tetapi beberapa penelitian menyebutkan bahwa di negara berkembang insidensi epilepsi dapat terjadi hingga 6 sampai 10 per 1000 penduduk. Hampir dari 90 persen penderita epilepsi di seluruh dunia ditemukan di negara-negara berkembang (WHO, 2009). Di Indonesia diperkirakan jumlah orang dengan epilepsi yang masih mengalami bangkitan atau membutuhkan pengobatan berkisar antara 1,8 juta penduduk dari 237,6 juta penduduk di Indonesia atau sekitar 0,76 persen dari jumlah penduduk Indonesia (Lumbantobing, 2006). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi frekuensi bangkitan epilepsi, yaitu antara lain kurang tidur, stres emosional, infeksi, demam, konsumsi obat-obatan tertentu, konsumsi alkohol, perubahan hormonal, terlalu lelah commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
atau stres fisik, fotosensitif (Harsono, 1996). Kecemasan sebagai salah satu faktor emosional yang mungkin dapat berpengaruh pada bangkitan epilepsi belum banyak diteliti, sehingga penelitian mengenai hubungan antara kecemasan dengan bangkitan epilepsi masih perlu dilakukan. Torta (1999) menyebutkan bahwa risiko kecemasan lebih tinggi pada pasien epilepsi parsial terutama dengan fokus pada lobus temporal dibandingkan pada epilepsi umum. Dengan meneliti hubungan antara kecemasan dengan frekuensi bangkitan epilepsi, maka dapat diperoleh informasi ilmiah dan sumbangan pengetahuan yang berguna dalam menunjang pengobatan penderita epilepsi guna mengurangi dampak negatif epilepsi bagi kehidupan penderitanya. Dampak epilepsi pada kehidupan penderita di antaranya adalah cedera akibat epilepsi, menurunnya kualitas hidup (Disability Adjusted Life Years), stigma sosial, dan risiko kematian yang lebih tinggi dibanding populasi umum. Oleh karena itu, bangkitan epilepsi pada penderita harus dicegah sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar pada kehidupan penderitanya (Shafer, 2002). Kecemasan adalah salah satu gangguan psikologis yang merupakan manifestasi klinis dari gangguan pada sistem saraf akibat berbagai faktor, sedangkan sistem saraf sangat berperan penting dalam pengendalian bangkitan pada penderita epilepsi. Oleh karena itu, secara tidak langsung kecemasan akan mempengaruhi timbulnya bangkitan pada penderita epilepsi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Apakah terdapat hubungan antara kecemasan dengan frekuensi bangkitan pada penderita epilepsi parsial di RSUD Dr. Moewardi?
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan antara kecemasan dengan frekuensi bangkitan pada penderita epilepsi parsial di RSUD Dr. Moewardi.
D. Manfaat Penelitian 1.
Aspek Teoritis Memberikan sumbangan pengetahuan hubungan antara kecemasan dengan frekuensi bangkitan pada penderita epilepsi khususnya epilepsi parsial.
2.
Aspek Aplikatif Memberikan informasi ilmiah pada masyarakat dan tenaga medis mengenai hubungan antara kecemasan dengan frekuensi bangkitan pada penderita epilepsi parsial di RSUD Dr. Moewardi sehingga dapat memberi masukan informatif untuk menunjang pengobatan penyakit epilepsi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II DASAR TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1.
Kecemasan a.
Definisi Kecemasan merupakan pengalaman takut atau cemas dalam usaha mengantisipasi bahaya yang bersumber dari internal atau eksternal yang disertai oleh beberapa atau semua dari tanda-tanda fisik seperti ketegangan otot, gelisah, hiperaktif simpatik, dan tanda serta gejala kognitif (kewaspadaan yang berlebihan, kebingungan, konsentrasi menurun, atau takut kehilangan kontrol) (Yates, 2012). Definisi lain menyebutkan bahwa kecemasan adalah rasa khawatir bahwa sesuatu yang buruk
akan terjadi disertai dengan gejala
somatik yang menandakan adanya aktivitas yang berlebihan dari susunan saraf pusat autonomik (Scaphiro, 2003). Kecemasan dapat berupa perasaan gelisah yang subjektif, sejumlah perilaku (tampak khawatir dan gelisah), atau respon fisiologis yang bersumber dari otak dan tercermin dalam bentuk peningkatan denyut jantung dan ketegangan otot (Barlow, 2006). Kecemasan terjadi sebagai akibat dari ancaman terhadap harga diri yang sangat mendasar bagi keberadaan individu. Kecemasan dikomunikasikan secara interpersonal dan merupakan bagian dari commit to user 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
kehidupan sehari-hari, menghasilkan peringatan yang berharga dan penting untuk memelihara keseimbangan diri dan melindungi diri (Suliswati, 2005). Kecemasan dan ketakutan memiliki komponen fisiologis yang sama tetapi kecemasan tidak sama dengan ketakutan. Penyebab kecemasan berasal dari dalam dan sumbernya sebagian besar tidak diketahui sedangkan ketakutan merupakan respon emosional terhadap ancaman atau bahaya yang sumbernya biasanya dari luar yang dihadapi secara sadar. Kecemasan dianggap patologis bilamana mengganggu fungsi sehari-hari, pencapaian tujuan, dan kepuasan atau kesenangan yang wajar (Maramis, 2005). Walaupun merupakan hal yang normal dialami namun kecemasan tidak boleh dibiarkan karena lama kelamaan dapat menjadi neurosa cemas melalui mekanisme yang diawali dengan kecemasan akut, yang berkembang menjadi kecemasan menahun akibat represi dan konflik yang tak disadari. Adanya stres pencetus dapat menyebabkan penurunan daya tahan dan mekanisme untuk mengatasinya sehingga mengakibatkan neurosa cemas (Maramis, 2005). b.
Patofisiologi Dalam Sistem Saraf Pusat (SSP), mediator utama dari gejala gangguan kecemasan adalah norepinefrin, serotonin, dopamin, dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Neurotransmiter lainnya dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
peptida, seperti corticotropin-releasing factor, ada kemungkinan juga terlibat dalam patofisiologi terjadinya gangguan kecemasan. Sistem saraf otonom, khususnya sistem saraf simpatik, berperan penting dalam proses timbulnya gejala pada gangguan kecemasan (Freitas, 2010). Kecemasan adalah respon dari persepsi terancam yang diterima oeh sistem saraf pusat akibat adanya rangsangan berupa pengalaman masa lalu dan faktor genetik.
Rangsangan tersebut
dipersepsikan oleh panca indra, diteruskan dan direspon oleh sistem saraf pusat yang melibatkan cortex cerebri diteruskan ke limbic system
lalu ke
hypothalamus
reticular activating system
kemudian ke
yang memberikan impuls ke kelenjar adrenal,
selanjutnya memacu sistem saraf otonom (Mudjadid, 2007). c.
Klasifikasi dan Derajat Menurut DSM-IV-TR ( Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi IV Teks Revisi) gangguan kecemasan diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Kecemasan menyeluruh 2) Kecemasan berhubungan dengan kondisi medis 3) Panik adalah serangan tidak terduga dan spontan yang terdiri atas periode rasa takut intens sampai sedikit serangan selama satu tahun. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
4) Panik dengan atau tanpa agoraphobia. Agoraphobia yaitu rasa takut berada sendirian di tempat umum dimana terdapat banyak orang/keramaian, berpergian ke luar rumah, atau berpergian sendirian. 5) Agoraphobia dengan atau tanpa riwayat panik 6) Spesifik phobia yaitu kecemasan yang terbatas pada adanya objek atau situasi tertentu 7) Phobia sosial yaitu rasa takut yang menetap dan kuat akan situasi yang menimbulkan rasa malu . 8) Obsesif kompulsif adalah pikiran atau sensasi berulang untuk melakukan perilaku yang disadari dan standar secara berulang. 9) Post-traumatic disorder (Sadock, 2010). Respon seseorang terhadap kecemasan tergantung dari tingkat kecemasan yang dideritanya. Peplau membagi tingkat kecemasan menjadi empat (Videbeck, 2008), yaitu: 1) Kecemasan ringan Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
2) Kecemasan sedang Individu
terfokus
hanya
pada
pikiran
yang
menjadi
perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain. 3) Kecemasan berat Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detail yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perhatian atau arahan untuk terfokus pada area lain. 4) Kecemasan berat sekali atau panik Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Karena hilangnya kontrol maka tidak mampu melakukan apapun
meskipun
dengan
perintah.Terjadi
peningkatan
aktifitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai disorganisasi kepribadian. d.
Faktor Pencetus Beberapa faktor yang dapat mencetuskan terjadinya kecemasan adalah sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
1) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologis yang terjadi atau menurunnya kemampuan fisik untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. 2) Ancaman terhadap sistem diri yang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terdapat pada suatu individu (Stuart, 2006). e.
Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Berikut adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan (Stuart, 2006): 1) faktor psikoanalitis Cemas merupakan konflik emosional yang terjadi antara id dan superego. Id meliputi dorongan insting dan impuls primitive, sedangkan
superego
mencerminkan
hati
nurani
yang
dikendalikan norma budaya. 2) faktor interpersonal Cemas timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. 3) faktor perilaku Cemas
merupakan
suatu
bentuk
kekhawatiran
yang
mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
4) faktor keluarga Gangguan cemas seringkali muncul dalam keluarga yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat kecemasan individu. 5) faktor biologis Otak
memiliki
neurotransmiter
reseptor-reseptor yang
bekerja
khusus
khusus
terhadap
dalam
timbulnya
kecemasan. Selain itu kesehatan umum serta fungsi fiologis suatu individu sangat berperan dalam timbulnya perasasan cemas terhadap suatu individu. f.
Manifestasi Cemas Menurut Stuart dan Sundeen, (1998) manifestasi cemas dapat meliputi respon fisiologi, kognitif, tingkah laku, dan efektif. 1) Respon Fisiologi Respon fisiologis terhadap stressor merupakan mekanisme protektif
dan
adaptif
untuk
memelihara
keseimbangan
homeostasis dalam tubuh. Karena mengakibatkan peningkatan fungsi sistem organ vital secara umum. Seperti pada sistem di bawah ini (Stuart dan Sundeen, 1998): a)
Sistem Kardiovaskuler Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah, dan denyut nadi menurun, pingsan.
b) Sistem Pernapasan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Napas cepat, pernapasan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik dan terengah-engah. c)
Sistem Neuromuskuler Peningkatan reflek, reaksi kejutan, insomnia, ketakutan, gelisah, tegang, kelemahan secara umum, gerakan lambat.
d) Sistem Gastrointestinal Kehilangan nafsu makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual, diare. e)
Sistem Perkemihan Tidak dapat menahan buang air kecil, sering buang air kecil.
f)
Sistem Integumen Rasa terbakar pada muka, berkeringat pada telapak tangan, gatal-gatal, perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh.
2) Respon Kognitif, Perilaku, dan Efektif Respon kecemasan pada pasien juga dapat mempengaruhi pada sistem kognitif, seperti: gangguan perhatian, konsentrasi hilang, pelupa, salah tafsir, bloking pada pikiran, lahan persepsi menurun, kreatifitas menurun, bingung, kesadaran diri yang berlebihan, khawatir yang berlebihan, objektivitas hilang, takut. Pada sistem perilaku, seperti: gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, tidak ada koordinasi, menarik diri, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
hiperventilasi. Dan sistem afektif, seperti: tidak sadar, tegang, takut yang berlebihan, gugup yang luar biasa, sangat gelisah. Kecemasan juga melibatkan disregulasi sistem saraf perifer
dan
pusat
di
dalam
patofisiologinya.
Sistem
neurotransmiter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan GABA (Kaplan & Sadock, 2005).
2.
Epilepsi a.
Definisi Epilepsi didefinisikan sebagai gejala kronis yang ditandai adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi oleh karena lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron secara paroksismal akibat berbagai etiologi (Pallgreno, 1996). Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). Bangkitan dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif, atau psikis (Pedley, 1992).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id 13
Anatomi dan Fisiologi Otak
tersusun atas kurang lebih 15 miliar neuron yang
membentuk subtansia alba dan substansia grisea. Otak merupakan organ yang sangat komplek dan sensitif, berfungsi sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas yaitu gerakan motorik, sensasi, berpikir dan emosi. Selain itu, otak merupakan penyimpan memori dan juga sebagai pengatur aktivitas involuntar atau otonom. Sel-sel otak bekerja bersama-sama dan berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang-kadang dapat terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari sekelompok sel yang menghasilkan bangkitan atau seizure. Sistem limbik merupakan bagian otak yang paling sensitif terhadap bangkitan. Ekspresi aktivitas otak abnormal dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif atau psikis (Bate, 1999). Neokorteks (area korteks yang menutupi permukaan otak), hipokampus, dan area fronto-temporal sering kali merupakan letak awal munculnya bangkitan epilepsi., Area subkorteks misalnya thalamus, substansia nigra dan korpus striatum berperan dalam menyebarkan aktivitas bangkitan dan mencetuskan bangkitan epilepsi umum. Pada otak normal, rangsang penghambat dari area subkorteks mengatur neurotransmiter perangsang antara korteks dan area otak lainnya serta membatasi meluasnya signal listrik abnormal. Penekanan terhadap aktivitas inhibisi eksitasi di area tersebut pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
penderita
epilepsi
dapat
memudahkan
penyebaran
aktivitas
bangkitan mengikuti awal bangkitan parsial atau munculnya bangkitan epilepsi umum primer (Bate, 1999). c.
Etiologi Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala, strok, tumor otak, infeksi otak, keracunan, pertumbuhan jaringan saraf yang tidak normal, dan pengaruh genetik yang mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara
fisik
pada
cedera
maupun
strok
dan
tumor
akan
mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa menimbulkan bangkitan listrik di otak. Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan kerusakan anatomi (fokus) di otak (Shorvon, 2001). Faktor lain yang ikut berperan dalam terjadinya bangkitan adalah ketidakseimbangan neurotransmiter eksitasi dan inhibisi, dan gangguan saluran ion di reseptor yang berperan terhadap kegiatan eksitatorik neurotransmiter. Ikatan eksitatorik dengan reseptor terkait akan membuka pintu untuk masuknya ion kalsium yang berlebihan ke dalam sel sebagai penyebab dari kematian sel yang berdampak pada kualitas otak, yaitu fungsi hipokampus dan korteks, serta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
mengarah pada gangguan perilaku termasuk bunuh diri (Holmes, 2001; Christensen, 2007). d.
Patofisiologi Otak terdiri banyak sel neuron yang berhubungan satu sama lain. Sel-sel neuron tersebut saling berhubungan melalui impuls listrik dengan bahan perantara kimiawi yaitu neurotransmiter (Cotman, 1995). Impuls listrik tersebut bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel yang mudah dilalui oleh ion K dari
ruang
ektraseluler
ke
intraseluler.
Ruang
intraseluler
mengandung ion Ca, Na, dan Cl yang rendah, begitu sebaliknya pada ruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion – ion tersebut menimbulkan potensial membran. Membran yang terpolarisasi dapat dipertahankan oleh adanya suatu proses metabolik aktif (pompa sodium) yang mengeluarkan ion Ca dan Na dari dalam sel (Harsono, 1996). Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah Glutamat dan GABA. Glutamat yang merupakan neurotransmiter eksitasi yang memudahkan depolarisasi, sedangkan GABA bersifat sebagai brain’s inhibitory neurotransmiter yang menimbulkan hiperpolarisasi, sehingga sel neuron stabil dan tidak mudah melepaskan muatan listrik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Bangkitan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan menguatnya sinkronisasi neuron memiliki peran yang sangat penting dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas bangkitan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron (Prasad, 1999). Bangkitan epilepsi dapat terjadi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok kecil neuron saja, sekelompok besar atau seluruh neuron otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron ini menimbulkan manifestasi yang berbeda dari bangkitan epileptik. Secara teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang optimal (GABA) sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, sementara itu fungsi jaringan neuron eksitatorik (Glutamat) berlebihan (Budiarto, 1999). Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA tidak normal. Pada otak manusia yang menderita epilepsi ternyata kandungan GABA lebih rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik (IPSPs : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
inhibitory post synaptic potentials) adalah melalui reseptor GABA. Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktivitas epileptik disebabkan oleh hilang atau kurangnya inhibisi oleh GABA, yaitu suatu zat yang merupakan neurotransmiter inhibitorik utama pada otak. Penelitian membuktikan bahwa perubahan pada salah satu komponen GABA bisa menghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan menambah rangsangan (Budiarto, 1999). e.
Faktor Pencetus Berikut ini adalah faktor-faktor pencetus yang dapat meningkatkan risiko bangkitnya bangkitan epilepsi : 1) Kurang tidur: mengganggu aktivitas dari sel-sel otak; 2) Stres
emosional:
stres
dapat
meningkatkan
frekuensi
bangkitan; 3) Infeksi: biasanya disertai dengan demam. Demam inilah yang mencetuskan perubahan kimiawi otak, sehingga mengaktifkan sel-sel epileptik yang menimbulkan bangkitan. Hal ini sering terjadi pada anak-anak; 4) Obat-obatan tertentu: antidepresan trisiklik, obat tidur/sedatif, atau
fenotiasin.
Menghentikan
obat
penenang
berbiturat dan valium dapat mencetuskan kejang; 5) Alkohol; 6) Perubahan hormonal; commit to user
seperti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
7) Terlalu lelah atau stres fisik: menyebabkan hiperventilasi. Akibatnya, kadar CO2 bertambah dan terjadi penciutan pembuluh darah otak; 8) Fotosensitif: ada penderita epilepsi yang fotosensitif pada kilatan sinar pada kisaran antara 10-15 Hz (Harsono, 1996). f.
Klasifikasi Klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE) 1989 untuk sindroma epilepsi (ILAE, 1981). 1) Berkaitan dengan letak fokus (parsial) Epilepsi parsial adalah epilepsi yang dimulai dari suatu daerah di otak dengan gejala bergantung pada lokasi fokus di otak. a) Idiopatik (primer) (1) Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik benigna ) (2) Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital (3) Primary reading epilepsy b) Simtomatik (sekunder) (1) Lobus temporalis (2) Lobus frontalis (3) Lobus parietalis (4) Lobus oksipitalis (5) Kronik progresif parsialis kontinua commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
c) Kriptogenik 2) Umum (generalisata) Epilepsi generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan bangkitan yang bilateral dan simetris yang terjadi di kedua hemisferr tanpa tanda-tanda bahwa bangkitan berasal dari suatu fokus di otak. a) Idiopatik (primer) (1) Kejang neonatus familial benigna (2) Kejang neonatus benigna (3) Kejang epilepsi mioklonik pada bayi (4) Epilepsi absans pada anak (5) Epilepsi absans pada remaja (6) Epilepsi mioklonik pada remaja (7) Epilepsi dengan bangkitan tonik klonik pada saat terjaga (8) Epilepsi tonik kionik dengan bangkitan acak b) Kriptogenik atau simtomatik (1) Sindroma West (spasmus infantil dan hipsaritmia) (2) Sindroma Lennox Gastaut (3) Epilepsi mioklonik astatik (4) Epilepsi absans miokionik c) Simtomatik (1) Etiologi non spesifik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
(a) Ensefalopati miokionik neonatal (b) Sindrom Ohtahara (2) Etiologi/sindrom spesifik (a) Malformasi serebral (b) Gangguan metabolisme
3.
Hubungan antara Kecemasan dengan Bangkitan Epilepsi GABA adalah salah satu neurotransmiter penghambat paling penting dalam SSP. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa fungsi abnormal reseptor GABA bisa menjadi faktor yang sangat berperan dalam patofisiologi gangguan kecemasan dan epilepsi (Chapouthier, 2001). Ketakutan dan kecemasan sering dikaitkan dengan kejang parsial sederhana (Torta, 1999). Risiko kecemasan lebih tinggi pada pasien epilepsi parsial terutama dengan fokus pada lobus temporal dibandingkan pada epilepsi umum. Trimble
(1991) melaporkan bahwa pada 19%
pasien dengan epilepsi lobus temporal didiagnosis mengalami gangguan kecemasan dan 11% didiagnosis mengalami gangguan depresi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
B. Kerangka Pemikiran serotonin perubahan jumlah atau struktur
norepinefrin GABA
Faktor Pencetus Kecemasan
gangguan fungsi serotonin, norepinefrin dan GABA
1. ancaman integritas fisik 2. ancaman sistem diri Faktor Pengaruhi Kecemasan a. b. c. d. e.
faktor psikoanalitik faktor interpersonal faktor perilaku faktor keluarga faktor biologis
kecemasan
hiperpolarisasi
depolarisasi
inhibisi
eksitasi
sel neuron stabil dan tidak mudah melepas muatan listrik
inhibitorik terganggu
eksitasi berlebih
Variabel Luar 1) 2) 3) 4) 5) 6)
glutamat
infeksi obat-obatan tertentu alkohol perubahan hormonal perubahan pembuluh darah otak ambang batas rangsang serangan
keterangan : mencegah
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran commit to user
transmisi impuls berlebih
sinkronisasi
bangkitan epilepsi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
C. Hipotesis Terdapat hubungan antara kecemasan dengan frekuensi bangkitan pada penderita epilepsi parsial di RSUD Dr. Moewardi, yaitu bahwa kecemasan meningkatkan terjadinya bangkitan epilepsi pada penderita epilepsi parsial di RSUD Dr. Moewardi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik non-eksperimental dengan pendekatan cross-sectional yaitu, peneliti mempelajari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dan variabel terikat (efek) yang diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Taufiqqurohman, 2008).
B. Subjek Penelitian 1.
Kriteria Inklusi a.
Penderita epilepsi parsial Penderita epilepsi dalam penelitian ini adalah penderita epilepsi parsial yang didiagnosis berdasarkan pemeriksaan penunjang electroencephalographic
(EEG)
dan
tercatat
pada
rekam
medik/medical record. b.
Berusia 18-65 tahun
c.
Bersedia sebagai responden penelitian
d.
Lulus screening Lie-scale Minnesota Multiphasic Personality Inventory (LMMPI)
2.
Kriteria eksklusi a.
Penderita epilepsi parsial mengalami infeksi berat dalam satu bulan terakhir
commit to user 23
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id 24
Penderita epilepsi parsial yang mengkonsumsi obat antidepresan trisiklik, obat tidur/sedatif, atau fenotiasin dalam satu bulan terakhir
c.
Penderita epilepsi parsial yang mengkonsumsi alkohol dalam satu bulan terakhir
C. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan Juli-Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Poliklinik Saraf RSUD Dr. Moewardi.
D. Teknik Penganmbilan Sampel Pengambilan sampel dangan cara purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eklusi yang telah ditetapkan (Taufiqqurohman, 2008).
E. Perhitungan Jumlah Sampel Dalam menentukan ukuran/jumlah sampel menggunakan pedoman rules of thumb yang dikemukakan oleh Roscoe dalam Sekaran (2000) yaitu: 1.
Jumlah sampel yang paling sesuai untuk hampir semua penelitian adalah 30 < n < 500;
2.
Sampel dibagi ke dalam beberapa subsampel (laki-laki/perempuan, senior/junior, dan sebagainya), jumlah sampel minimal untuk kategori adalah 30;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id 25
Penelitian multivariance (termasuk multiple regression analysis), jumlah sampel harus beberapa kali (sekitar sepuluh kali atau lebih) lipat dari jumlah variabel dalam penelitian;
4.
Penelitian
eksperimen
yang
sederhana
dengan
pengendalian
eksperimental yang ketat, penelitian yang baik dapat dilakukan dengan menggunakan jumlah sampel sekitar 10 sampai 20. Berdasarkan rules of thumb tersebut, penelitian ini membutuhkan sampel dengan jumlah minimal 30.
F. Identifikasi Variabel 1.
Variabel Bebas
: Kecemasan
2.
Variabel Terikat
: Frekuensi bangkitan
3.
Variabel Luar a.
Variabel luar terkendali
: Infeksi, konsumsi obat tertentu
(antidepresan trisiklik, obat tidur/sedatif, atau fenotiasin), alkohol b.
Variabel luar tak terkendali
:
Perubahan
hormonal,
kelainan
pembuluh darah otak, ambang batas rangsang serangan
G. Definisi Operasional Variabel 1.
Variabel bebas : kecemasan a.
Definisi Kecemasan
(anxiety)
adalah
gangguan
alam
perasaan
(affective) yang ditandai dengan perasaan takut atau khuatir yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
mendalam dan berkelanjutan, tetapi kemampuan dalam menilai realitas (Reality Testing Abillity/RTA) tidak terganggu, kepribadian juga masih utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/spletting of personality), sedangkan perilaku dapat terganggu walaupun masih dalam batas-batas normal. b.
Cara penilaian Kecemasan dinilai dengan kuesioner Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS). Pengisian TMAS diisi sendiri oleh responden. Responden menjawab keadaan ya atau tidak sesuai dengan keadaan dirinya dengan memberi tanda (X) pada kolom jawaban ya atau tidak. Pada pertanyaan favorable jika diisi jawaban “ya” maka diberi nilai 1, sedangkan dalam pertanyaan unfavorable jika diisi jawaban “tidak” maka diberi nilai 1. Tiap nilai dari masing masing pertanyaan kemudian dijumlah. Semakin tinggi skor kecemasan maka semakin tinggi tingkat kecemasannya (Azwar, 2009). Selain itu, hasil dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu nilai berjumlah < 21 dikategorikan menjadi kelompok tidak cemas, sedangkan nilai berjumlah ≥ 21 dapat dikategorikan menjadi kelompok cemas.
c. 2.
Skala variabel bebas adalah interval.
Variabel terikat : frekuensi bangkitan a.
Definisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Frekuensi bangkitan dalam penelitian ini adalah jumlah bangkitan epilepsi yang terjadi pada penderita epilepsi parsial dalam 1 bulan terakhir. b.
Cara penilaian Frekuensi bangkitan dinilai berdasarkan wawancara langsung kepada penderita atau keluarga penderita. Wawancara meliputi beberapa pertanyaan berkaitan dengan riwayat frekuensi bangkitan epilepsi yang terjadi dalam satu bulan terakhir.
c. 3.
Skala pengukuran variabel terikat adalah skala rasio.
Variabel luar a.
Variabel luar terkendali 1) Infeksi Infeksi hingga menyebabkan demam mempengaruhi kimiawi otak sehingga mengaktifkan sel-sel epileptik dan mencetuskan terjadinya bangkitan epilepsi. 2) Konsumsi obat tertentu Golongan obat tertentu yang mempengaruhi fungsi otak dapat mencetuskan terjadinya kejang. 3) Alkohol Konsumsi alkohol dapat mempengaruhi fungsi otak sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya kejang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id 28
Variabel luar tak terkendali 1) Perubahan hormonal 2) Kelainan pembuluh darah otak 3) Ambang batas rangsang serangan
H. Rancangan Penelitian penderita epilepsi parsial kuesioner LMMPI kuesioner TMAS wawancara frekuensi bangkitan 1 bulan terakhir
analisis data Regresi Linier Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian
I.
Instrumen Penelitian 1.
Kuesioner Lie Minnesota Mutiphasic Personality Inventory (LMMPI) Instrumen ini digunakan untuk menguji kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan yang ada dalam kuesioner penelitian. Skala LMMPI berisi lima belas butir pertanyaan. Responden menjawab “ya” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
bila butir pertanyaan dalam LMMPI sesuai dengan perasaan dan keadaan responden, dan “tidak” bila tidak sesuai dengan perasaan dan keadaan responden. Responden yang bersangkutan dapat dipertanggungjawabkan kejujurannya bila jawaban “tidak” berjumlah sepuluh atau kurang (Semiun, 2010). 2.
Kuesioner Kecemasan Angka kecemasan yang digunakan adalah Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS). Kuesioner ini terdiri dari jawaban “ya” dan “tidak”. Pada pertanyaan favorable jika diisi jawaban “ya” maka diberi nilai 1, sedangkan dalam pertanyaan unfavorable jika diisi jawaban “tidak” maka diberi nilai 1. Tiap nilai dari masing-masing pertanyaan kemudian dijumlah. Jumlah nilai menentukan derajat kecemasan seseorang (Azwar, 2009). Jawaban dari pernyataan-pernyataan tersebut harus memperhatikan halhal berikut : a.
Butir-butir pernyataan yang sesuai untuk kecemasan atau favourable, yaitu nomor 2, 5, 6, 7, 8, 11, 13, 14, 16, 17, 19, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 45, 46, 47, 48, dan 49 (35 butir)
b.
Butir-butir pernyataan yang tidak sesuai untuk kecemasan atau unfavourable, yaitu 1, 3, 4, 9, 12, 15, 18, 20, 25, 29, 35, 38, 43, 44, dan 45 (15 butir) (Sudiyanto, 2003). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
TMAS mempunyai derajat validitas yang cukup tinggi, akan tetapi dipengaruhi juga oleh kejujuran dan ketelitian responden dalam mengisinya. Karena itu peneliti menggunakan tes LMMPI untuk menghindari terjadinya perhitungan hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran responden. 3.
Rekam medik (medical record) pasien epilepsi di RSUD Dr. Moewardi sebagai data sekunder.
J.
Cara Pengambilan Data 1.
Sampel positif penderita epilepsi parsial berdasarkan data Poliklinik Saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan berusia 18-65 tahun.
2.
Mengisi kuesioner LMMPI dimana yang memenuhi syarat sebagai subjek penelitian yaitu apabila jawaban “tidak” berjumlah < 10.
3.
Mengisi kuesioner TMAS.
4.
Wawancara frekuensi bangkitan epilepsi satu bulan terakhir.
K. Analisis Data Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode analisis regresi linier. Analisis data menggunakan Statistical Program for Social Science (SPSS) for windows versi 17.0 dengan tingkat kemaknaan 95%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Responden Dalam penelitian ini, responden diperoleh dari Poliklinik Saraf RSUD Dr. Moewardi. Responden adalah penderita epilepsi parsial berusia 18 sampai 65 tahun. Tabel 4.1. Karakteristik Responden Karakteristik Responden
n (%)
Umur - 18-20 - 21-30 - 31-40 - 41-50 - 51-60 - 61-65 Jenis Kelamin - Perempuan - Laki-laki Tingkat Pendidikan Terakhir - Tidak mengikuti pendidikan formal - Sekolah Dasar - Sekolah Menengah Pertama - Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan Pekerjaan - Tidak bekerja - Ibu Rumah Tangga - Pelajar - Petani - Buruh - Swasta nilai % dihitung berdasarkan jumlah responden Sumber : Data Primer Agustus 2012
commit to user 31
7 (22.6) 9 (29.0) 6 (19.4) 6 (19.4) 1 (3.2) 2 (6.5) 12 (38.7) 19 (61.3) 2 (6.5) 6 (19.4) 8 (25.8) 15 (48.4)
3 (9.7) 7 (22.6) 4 (12.9) 3 (9.7) 5 (16.1) 9 (29.0)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Dari penelitian tersebut didapatkan 31 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan seluruhnya digunakan sebagai subjek penelitian. Responden terdiri dari 10 orang (38.7%) perempuan dan 21 orang (61.35%) laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir didapatkan data 2 orang (6.5%) tidak mengikuti pendidikan formal, 6 orang (19.4%) lulusan Sekolah Dasar, 8 orang (25.8%) lulusan Sekolah Menengah Pertama, 15 orang (48.4%) lulusan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan. Berdasarkan pekerjaan didapatkan data 3 orang (9.7%) tidak bekerja, 7 orang (22.6%) ibu rumah tangga, 4 orang (12.9%) pelajar, 3 orang (9.7%) petani, 5 orang (16.1%) buruh, 9 orang (29%) pekerja swasta.
B. Kecemasan Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kecemasan Skor Kecemasan
Kecemasan Tidak cemas Cemas Total
< 21 ≥ 21
n (%) 21 (67.7) 10 (32.3) 31 (100.0)
Sumber : Data Primer Agustus 2012
Hasil penelitian menunjukkan 31 responden memiliki skor kecemasan bervariasi dengan skor tertinggi adalah 39 dan skor terendah adalah 3. Skor kecemasan hasil kuesioner TMAS dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu skor < 21 dikategorikan menjadi kelompok tidak cemas dan ≥ 21 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
dikategorikan menjadi kelompok cemas. Berdasarkan pengelompokan tersebut, 21 orang (67.7%) di antaranya termasuk kategori tidak cemas dan 10 orang (32.3%) lainnya termasuk kategori cemas. Tabel 4.3. Karakteristik Responden menurut Pengelompokan Kecemasan
Karakteristik Responden
Umur - 18-20 - 21-30 - 31-40 - 41-50 - 51-60 - 61-65 Jenis Kelamin - Perempuan - Laki-laki Tingkat Pendidikan Terakhir - Tidak mengikuti pendidikan formal - Sekolah Dasar - Sekolah Menengah Pertama - Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan Pekerjaan - Tidak bekerja - Ibu Rumah Tangga - Pelajar - Petani - Buruh - Swasta
Pengelompokan kecemasan Tidak Cemas cemas n (%) n (%)
P
3 (9.7) 7 (22.6) 5 (16.1) 3 (9.7) 1 (3.2) 2 (6.5)
4 (12.9) 2 (6.5) 1 (3.2) 3 (9.7) 0 (0.0) 0 (0.0)
0.762*
8(25.8) 13 (41.9)
4 (12.9) 6 (19.4)
1.000*
1 (3.2)
1 (3.2)
4 (12.9) 6 (19.4) 10(32.3)
2 (6.5) 2 (6.5) 5 (16.1)
*uji Kolmogorov-Smirnov perhitungan % berdasarkan jumlah responden
commit to user
1.000* 1 (3.2) 6 (19.4) 2 (6.5) 3 (9.7) 3 (9.7) 6 (19.4)
2 (6.5) 1 (3.2) 2 (6.5) 0 (0.0) 2 (6.5) 3 (9.7)
0.998*
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Berdasarkan pengelompokan umur, yang paling banyak mengalami cemas adalah pada kelompok umur 18-20 tahun, yaitu 4 orang (12.9%). Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kelompok umur (p = 0.762). Berdasarkan jenis kelamin, dapat disimpulkan hanya sepertiga dari jumlah responden perempuan dan laki-laki yang mengalami cemas. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kelompok jenis kelamin (p = 1.000). Setengah dari jumlah responden
pada kelompok tidak mengikuti
pendidikan formal mengalami cemas, sedangkan pada kelompok responden dengan tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan, hanya sepertiga dari jumlah respondennya yang mengalami cemas. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kelompok tingkat pendidikan terakhir (p = 1.000). Pada pengelompokan responden berdasarkan jenis pekerjaan, pada kelompok responden pelajar didapatkan jumlah responden yang tidak mengalami cemas dan jumlah responden yang mengalami cemas adalah sama, sedangkan pada responden dengan pekerjaan petani tidak didapatkan responden yang mengalami cemas. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kelompok jenis pekerjaan (p = 0.998).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
C. Frekuensi Bangkitan
2 orang (6.5%)
1 orang (3.2%) 1 orang (3.2%)
1 orang (3.2%)
frekuensi bangkitan 1 bulan terakhir
1 orang (3.2%)
(n/bulan) 0
1 orang (3.2%)
2 4 orang (12.9%)
17 orang (54.8%)
3 orang (9.7%)
3 4 6 8 12 14 15
nilai % dihitung berdasarkan jumlah subjek penelitian Sumber : Data Primer Agustus 2012
Gambar 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Frekuensi Bangkitan 1 Bulan Terakhir n (%) Berdasarkan hasil wawancara frekuensi bangkitan epilepsi 1 bulan terakhir dapat disimpulkan bahwa dari 31 responden, 17 orang (54.8%) di antaranya tidak mengalami bangkitan dalam 1 bulan terakhir, sedangkan 14 orang lainnya (45.2%) masih mengalami bangkitan dengan frekuensi yang bervariasi dalam 1 bulan terakhir, yaitu 3 orang (9.7%) mengalami 2 kali bangkitan, 4 orang (12.9%) mengalami 3 kali bangkitan, 1 orang (3.2%) mengalami 4 kali bangkitan, 2 orang (6.5%) mengalami 6 kali bangkitan, 1 orang (3.2%) mengalami 8 kali bangkitan, 1 orang (3.2%) mengalami 12 kali bangkitan, 1 orang (3.2%) mengalami 15 kali bangkitan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Tabel 4.4. Karakteristik Responden menurut Pengelompokan Bangkitan Pengelompokan Bangkitan Karakteristik Responden
Tidak mengalami bangkitan n (%)
Masih mengalami bangkitan n (%)
3 (9.7) 5 (16.1) 4 (12.9) 2 (6.5) 1 (3.2) 2 (6.5)
4 (12.9) 4 (12.9) 2 (6.5) 4 (12.9) 0 (0.0) 0 (0.0)
0.971*
8(25.8) 9 (29.0)
4 (12.9) 10 (32.3)
0.956*
0 (0.0)
2 (6.5)
4 (12.9) 6 (19.4) 7 (22.6)
2 (6.5) 2 (6.5) 8 (25.8)
Umur - 18-20 - 21-30 - 31-40 - 41-50 - 51-60 - 61-65 Jenis Kelamin - Perempuan - Laki-laki Tingkat Pendidikan Terakhir - Tidak mengikuti pendidikan formal - Sekolah Dasar - Sekolah Menengah Pertama - Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan Pekerjaan - Tidak bekerja - Ibu Rumah Tangga - Pelajar - Petani - Buruh - Swasta
p
0.990* 2 (6.5) 5 (16.1) 1 (3.2) 2 (6.5) 2 (6.5) 5 (16.1)
1 (3.2) 2 (6.5) 3 (9.7) 1 (3.2) 3 (9.7) 4 (12.9)
0.926*
*uji Kolmogorov-Smirnov perhitungan % berdasarkan jumlah responden
Berdasarkan pengelompokan umur, diketahui pada kelompok umur 5160 dan 61-65 tahun tidak didapatkan responden yang masih mengalami bangkitan dalam 1 bulan terakhir (0.0%). Tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna pada distribusi kelompok umur (p = 0.971). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Berdasarkan jenis kelamin, pada kelompok responden perempuan 8 orang (66.7%) tidak mengalami bangkitan dalam 1 bulan terakhir, sedangkan 4 orang (12.9%)
lainnya masih mengalami bangkitan. Pada kelompok
responden laki-laki, jumlah responden lebih banyak pada kelompok yang masih mengalami bangkitan dibandingkan dengan kelompok tidak mengalami bangkitan, yaitu 9 orang (29.0%) tidak mengalami bangkitan dalam 1 bulan terakhir, sedangkan 10 orang (32.3%) lainnya masih mengalami bangkitan. Tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna pada distribusi jenis kelamin (p = 0.956). Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir didapatkan data bahwa pada responden yang tidak mengikuti pendidikan formal, semuanya mengalami bangkitan dalam 1 bulan terakhir, sedangkan pada kelompok responden lulusan Sekolah Dasar dan kelompok responden lulusan Sekolah Menengah Pertama jumlah yang tidak mengalami bangkitan lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang masih mengalami bangkitan. Pada kelompok responden lulusan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan didapatkan data bahwa responden yang masih mengalami bangkitan lebih banyak daripada yang tidak mengalami bangkitan.
Tidak ditemukan adanya
perbedaan yang bermakna pada distribusi pendidikan terakhir (p = 0.990). Bila dihubungkan dengan jenis pekerjaan responden, didapatkan data bahwa pada kelompok responden ibu rumah tangga sebagian besar sudah tidak mengalami bangkitan. Pada kelompok pelajar dari 4 orang responden pelajar didapatkan data hanya 1 orang yang tidak mengalami bangkitan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
sedangkan 3 orang lainnya masih mengalami bangkitan dalam 1 bulan terakhir. Tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna pada distribusi jenis pekerjaan (p = 0.926).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 31 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan semuanya digunakan sebagai subjek penelitian. Dari hasil wawancara didapatkan rincian data 17 orang (54.8%) tidak mengalami bangkitan dalam 1 bulan terakhir, sedangkan 14 orang lainnya (45.2%) masih mengalami bangkitan dengan frekuensi yang bervariasi. Frekuensi terbanyak adalah 15 kali bangkitan. Hasil skor kecemasan yang diukur dengan kuesioner TMAS didapatkan data yang bervariasi dengan skor terendah yaitu 3 poin dan skor tertinggi adalah 39 poin. Dari hasil uji analisis regresi linier didapatkan koefisien regresi sebesar 0.471 yang menunjukkan tingkat kekuatan hubungan antara skor kecemasan dan frekuensi bangkitan ternasuk kategori sedang. Nilai Adjusted R Square sebesar 0.195 menggambarkan bahwa kecemasan mewakili 19.5 % dari varian yang mempengaruhi frekuensi bangkitan, sedangkan sisanya yaitu 80.5% dipengaruhi faktor-faktor selain kecemasan individu tersebut. Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara kecemasan dan frekuensi bangkitan adalah signifikan (CI 95% = 0.06 s/d 0.37; p = 0,008). Selain itu dari hasil uji analisis regresi linier terhadap data menghasilkan persamaan regresi Y = -1.174 + 0.218X dengan Y adalah frekuensi bangkitan dan X adalah skor kecemasan. Persamaan regresi menunjukkan hubungan yang positif antara kedua variabel. Hubungan yang commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
positif menunjukkan semakin tinggi kecemasan seseorang maka semakin tinggi pula kecenderungan orang tersebut untuk mengalami bangkitan yang lebih sering. Pada uji analisis regresi linier diperlukan uji normalitas data, tetapi uji normalitas data tersebut bukan dilakukan pada data variabel, melainkan pada data residual. Hasil uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov terhadap data residual menunjukkan bahwa data residual terdistribusi normal (p = 0.076). Bila dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ulrica (1999) pada penderita epilepsi umum (grand mal), hasil penelitian menunjukkan simpulan yang sama, yaitu tingkat kecemasan dapat mempengaruhi frekuensi bangkitan penderita epilepsi. Pengaruh tingkat kecemasan terhadap frekuensi bangkitan epilepsi memiliki arah yang positif, yang berarti semakin tinggi tingkat kecemasan seorang penderita epilepsi, maka semakin besar pula kecenderungan orang tersebut mengalami bangkitan yang lebih sering. Dampak epilepsi pada kehidupan penderita di antaranya adalah cedera akibat epilepsi, menurunnya
kualitas hidup (Disability Adjusted Life Years),
stigma sosial, dan risiko kematian yang lebih tinggi dibanding populasi umum. Oleh karena itu, bangkitan epilepsi pada penderita harus dicegah sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar pada kehidupan penderitanya (Shafer, 2002). Manifestasi gangguan kecemasan ditentukan oleh tingkat kecemasan seorang individu. Tetapi pada penderita epilepsi, gangguan kecemasan diperburuk dengan reaksi psikososial penderita, termasuk di antaranya kekhawatiran penderita terhadap bangkitan epilepsi yang dapat timbul kapan saja dan terbatasnya aktivitas normal sehari-hari yang dapat dilakukan penderita. Kondisi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
tersebut juga masih diperburuk dengan rasa rendah diri, stigmatisasi oleh masyarakat sekitar, dan penolakan sosial yang dialami oleh penderita (Titlic, 2008; de Souza, 2003; Vazquez, 2003). Hal ini mengakibatkan kecemasan dan epilepsi seperti sebuah lingkaran yang saling berhubungan. Pasien epilepsi cenderung mengalami kecemasan kemudian kecemasan tersebut mempengaruhi sistem kerja saraf yang berkaitan erat dengan timbulnya bangkitan epilepsi. Edeh dan Toone (1987) menyebutkan bahwa dibandingkan dengan epilepsi umum, gangguan kecemasan lebih sering ditemukan pada pasien epilepsi jenis parsial terutama pada fokus lobus temporal. Epilepsi parsial banyak ditemukan pada penderita epilepsi onset dewasa (Garcia, 2012). Pada usia dewasa, seseorang biasanya mengalami masalah kehidupan yang lebih kompleks sehingga dapat mengakibatkan masalah psikologis yang lebih kompleks pula. Hal ini tentunya akan berdampak buruk pada kehidupan penderita. Penatalaksanaan epilepsi difokuskan pada pengendalian kejang dan pengobatannya, tetapi masalah psikologis yang terjadi pada penderita mungkin belum menjadi perhatian khusus. Hal tersebut mengakibatkan masalah psikologis yang muncul pada penderita epilepsi tidak teratasi dan berdampak buruk pada kualitas hidupnya. Sackellares dan Berent (1996) menyatakan bahwa perawatan komprehensif pada penderita epilepsi adalah selain memperhatikan pengendalian kejang diperlukan pula perhatian terhadap masalah psikologis dan sosial yang mungkin muncul. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kecemasan memiliki pengaruh positif terhadap frekuensi bangkitan pada penderita epilepsi parsial di RSUD Dr. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Moewardi. Skor kecemasan yang tinggi mengakibatkan penderita memiliki kecenderungan untuk mengalami bangkitan yang lebih banyak. Oleh karena itu, selain melakukan pengendalian kejang terhadap penderita dapat diperhatikan pula faktor psikologis yang akan mempengaruhi timbulnya bangkitan dan juga keadaan penderita secara keseluruhan. Dalam hal ini tentunya peran dan dukungan keluarga sangat dibutuhkan. Dalam penelitian ini belum memperhitungkan faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh lebih besar terhadap frekuensi bangkitan pada penderita epilepsi parsial. Oleh karena itu, masih diperlukan penelitian lebih lanjut yang lebih spesifik dan menggunakan jumlah sampel lebih besar sehingga didapatkan hasil yang lebih valid.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan yang positif antara kecemasan dengan frekuensi bangkitan penderita epilepsi parsial di RSUD Dr. Moewardi. Penderita dengan skor kecemasan lebih tinggi memiliki risiko mengalami frekuensi bangkitan lebih sering.
B. Saran Berdasarkan temuan pada penelitian, disarankan sebagai berikut: 1.
Untuk penyandang epilepsi Melakukan edukasi pada penyandang epilepsi untuk selalu optimis dan menghindari kecemasan dalam menghadapi masalah.
2.
Untuk keluarga penderita Melakukan edukasi terhadap keluarga penderita untuk selalu memberikan dukungan terhadap penyandang epilepsi dan sebisa mungkin menghindarkan penyandang epilepsi dari masalah-masalah berat yang menimbulkan kecemasan.
3.
Untuk masyarakat Selain
dukungan
keluarga,
para
penyandang
epilepsi
juga
membutuhkan dukungan dari masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal berdampingan dengan para penyandang epilepsi. Dukungan commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
dari masyarakat di sini maksudnya adalah merubah cara pandang tentang epilepsi, sehingga stimatisasi maupun penolakan sosial yang sering dialami penyandang epilepsi dapat dihindari. 4.
Untuk tenaga medis Perlunya penanaman pemahaman tentang epilepsi bagi masyarakat oleh para tenaga medis, khususnya bagi masyarakat yang di lingkungannya terdapat penyandang epilepsi, sehingga stigmatisasi sosial dan penolakan sosial terhadap penyandang epilepsi dapat dikurangi.
5.
Untuk penelitian lanjutan Mengadakan penelitian lanjutan dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak dengan memperhitungkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi frekuensi bangkitan penderita epilepsi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user