ii
HUBUNGAN ANTARA FLAT FOOT DENGAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA MURID TK SULAWESI KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
HUMAIRAH SAHABUDDIN C131 12 002
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 ii
iii
HALAMAN PENGAJUAN
HUBUNGAN ANTARA FLAT FOOT DENGAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA MURID TK SULAWESI KOTA MAKASSAR
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Disusun dan diajukan oleh
HUMAIRAH SAHABUDDIN
kepada
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 ii
iv
iii
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Humairah Sahabuddin
NIM
: C 131 12 002
Program Studi
: Fisioterapi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapatdibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, April 2016 Yang menyatakan,
(Humairah Sahabuddin)
iv
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya yang telah dianugrahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Antara Flat Foot Dengan Keseimbangan Dinamis pada Murid Tk Sulawesi Kota Makassar”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan Program Studi S1 Ilmu Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua tercinta, Ayahanda H. Sahabuddin Samad, S.H dan Ibunda Hj. Rahmatiah Hudayah, S.H yang tak pernah lelah memberikan motivasi, selalu menghadirkan namaku dalam setiap munajat doa beliau dengan tulus setiap saat, dan kasih sayang dalam bentuk moril dan materil. Pada kesempatan ini, secara khusus penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1) Muliyadi, S.Ft, Physio, M.kes dan Nindrahayu, S.Ft, Physio selaku dosen pembimbing yang menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.
v
vii
2) Aco Tang, S.St.Ft, S.KM, M.kes dan Salki Sadmita,S.Ft, Physio, M.Kes, yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan revisi pada penyusunan skripsi ini. 3) Bapak Dr. Djohan Aras, S.Ft, Physio, M.Pd, M. Kes., selaku Ketua Program Studi S1 Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, serta segenap dosen-dosen dan staf karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam proses perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi ini. 4) Kakak-kakak saya H. Rahmat Sahabuddin S.Kom, Hj. Rahmi Sahabuddin S.H, S.Ip, H. Hidayat Sahabuddin SH yang tak pernah lelah memberikan motivasi, bantuan, doa dan kasih sayang dalam bentuk moril dan materil. 5) Kepala TK Sulawesi Tupai Ibu Hatika S.Pd dan Kepala TK Sulawesi A. Mangerangi Ibu Nuryani, P. S.Pd, AUD serta segenap guru TK Sulawesi yang telah menerima saya dengan sangat baik dan telah memberikan banyak bantuan selama proses penelitian saya di TK Sulawesi. 6) Adi Ahmad Gondo S. Ft, Physio, M.Kes selaku senior dan dosen yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan saran, bantuan serta pikiran selama proses penyusunan proposal, penelitian dan penyusunan skripsi ini. 7) Nurfadillah Darwis, A. Istimrar Ridjal dan Muh. Ridwan Jaenuddin yang senantiasa mendampingi dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi. 8) Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S1 Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran,
Universitas
Hasanuddin
vi
khususnya
angkatan
2012
viii
CA12TILAGE (Anggi, Nesa, Dea, Dayat, Ani, Lia, Rezky, Rara, Abdi dkk) yang telah memberikan bantuan ide, semangat, dan doa untuk penulis. 9) Sahabat- sahabat ku (Dita, Batman, Ifa, Wulan, Arin, Ukke) yang selalu ada dan telah memberi motivasi serta bantuan kepada penulis selama ini. 10) Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga amal ibadahnya diterima dan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda. Semoga bentuk bantuan yang telah diberikan mendapat ganjaran pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Sebagai manusia biasa, maka penulisan skripsi ini pun tak luput dari kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Aamiin.
Makassar, April 2016
Penulis
vii
ix
ABSTRAK Humairah Sahabuddin, C13112002. “Hubungan antara Flat Foot dengan Keseimbangan Dinamis pada Murid TK Sulawesi Kota Makassar”. Dibimbing oleh Muliyadi dan Nindrahayu.
Latar belakang: Kemampuan keseimbangan anak pada usia perkembangan sangat penting untuk ditinjau, baik dari segi keseimbangan duduk, berdiri, dan saat berjalan. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan pada anak yaitu gangguan muskuloskeletal berupa kelainan bentuk telapak kaki (flat foot). Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara flat foot dengan keseimbangan dinamis. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara flat foot dengan keseimbangan dinamis pada murid TK Sulawesi Kota Makassar. Metode: Pada 65 orang sampel (37 sampel laki-laki, 28 sampel perempuan), usia 5-7 tahun, variabel independen yang diukur adalah flat foot melalui wet footprint test. Variabel dependen yang diukur adalah keseimbangan dinamis melalui balance beam test. Uji Pearson Correlation dan Spearman Correlation digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara flat foot dengan keseimbangan dinamis (p < 0,05) pada anak laki-laki (p = 0,013) dan pada anak perempuan (p = 0,007*). Nilai hubungan lebih kuat diperoleh pada anak perempuan dengan r = -0,499 dibandingkan dengan anak laki-laki dengan r = -0,405. Kesimpulan: Semakin tinggi grade flat foot maka semakin rendah tingkat keseimbangan dinamis.
Kata kunci: Flat Foot, Keseimbangan Dinamis, Wet Footprint Test, Balance Beam Test.
viii
x
ABSTRACT
Humairah Sahabuddin, C13112002. “The Corelation Between Flat Foot and Dynamic Balance on Students of Sulawesi Kindergarten in Makasar”. Advised by Muliyadi dan Nindrahayu.
Background: Dynamic balance of thriving children is very important to notice, in term of equilibrium of sitting, standing, and walking. One of factors which can cause disruption on children balance is musculoskeletal disruption of flat foot. Some research showed that there is a significant relation between flat foot and dynamic balance. Purpose: This research aimed to comprehend the relation between flat foot and dynamic balance on Sulawesi Kindergarten students in Makasar. Method: Toward 65 sample (37 boys, 28 girls), age 5-7 years, the measured independent variable is flat foot through wet footprint test. The measured dependent variable is dynamic balance through balance beam test. Pearson Correlation and Spearman Correlation test was used to analyze the relation between independent and dependent variables. Result: the results of this research showed that the relation between flat foot and dynamic balance (p < 0,05), on boys (p = 0,013) and on girls (p = 0,007*). Stronger relation obtained from girls with r = -0,499 than boys with r = -0,405. Conclusion: The higher grade flat foot results the lower dynamic balance level.
Keyword: Flat Foot, Dynamic Balance, Wet Footprint Test, Balance Beam Test.
ix
xi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................
i
HALAMAN PENGAJUAN..................................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...............................................................
iv
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
v
ABSTRAK ............................................................................................................
viii
ABSTRACT..........................................................................................................
ix
DAFTAR ISI.........................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL.................................................................................................
xiv
DAFTAR GRAFIK...............................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
xvi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................
5
D. Manfaat Penelitian .........................................................................
5
x
xii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Keseimbangan Dinamis..........................
7
1. Pengertian Keseimbangan Dinamis..........................................
7
2. Fisiologi Keseimbangan ...........................................................
8
3. Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan.............................
10
4. Tes Keseimbangan Dinamis .....................................................
14
B. Tinjauan Umum tentang Flat Foot.................................................
17
C. Tinjauan Hubungan antara Keseimbangan Dinamis dengan Flat Foot ........................................................................................
26
D. Kerangka Teori ..............................................................................
29
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS A. Kerangka Konsep ...........................................................................
30
B. Hipotesis .........................................................................................
31
BAB IV METODE PENELITIAN
BAB V
A. Rancangan Penelitian .....................................................................
32
B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................
32
C. Populasi dan Sampel ......................................................................
32
D. Alur Penelitian ...............................................................................
33
E. Variabel Penelitian .........................................................................
34
F. Rencana Pengolahan dan Analisis Data..........................................
35
G. Masalah Etika .................................................................................
36
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian................................................................................
37
B. Pembahasan .....................................................................................
44
xi
xiii
C. Keterbatasan Penelitian....................................................................
49
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ......................................................................................
50
B. Saran ................................................................................................
50
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
52
LAMPIRAN ........................................................................................................
56
xii
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Balance Beam Walking Test..............................................................
16
Gambar 2.2 Derajat Flat Foot...............................................................................
19
Gambar 2.3 Wet Footprint Test.............................................................................
25
Gambar 2.4 Sidik Tapak Kaki...............................................................................
26
Gambar 2.5 Kerangka Teori..................................................................................
29
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ..............................................................................
30
Gambar 4.1 Alur Penelitian...................................................................................
34
xiii
xv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel
5.1
Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ...............
Tabel
5.2
Karakteristrik
Subjek
Penelitian
berdasarkan
Jenis
Kelamin Laki-laki ................................................................................................. Tabel
5.3
Karakteristrik
Subjek
Penelitian
berdasarkan
37
38
Jenis
Kelamin Perempuan ..............................................................................................
39
Tabel
5.4
Distribusi Flat foot berdasarkan Jenis Kelamin .............................
39
Tabel
5.5
Distribusi Keseimbangan Dinamis berdasarkan Jenis
Kelamin
........................................................................................................
40
Tabel 5.6 Korelasi Tiap Variabel dengan Keseimbangan Dinamis berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki .................................................................... Tabel
5.7
42
Korelasi Tiap Variabel dengan Keseimbangan Dinamis
berdasarkan Jenis Kelamin Perempuan.................................................................
xiv
43
xvi
DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 5.1
Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin..............
38
Grafik 5.2
Distribusi Flat foot berdasarkan Jenis Kelamin ............................
40
Grafik 5.3
Distribusi Keseimbangan Dinamis berdasarkan Jenis
Kelamin
.......................................................................................................
41
Grafik 5.4 Korelasi Grade Flat Foot dengan Keseimbangan Dinamis berdasarkan Jenis Kelamin....................................................................................
xv
43
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lembar Prosedur Penelitian .............................................................
56
Lampiran 2. Lembar Penilaian..............................................................................
58
Lampiran 3. Lembar Informed Concent................................................................
59
Lampiran 4. Hasil Analisis dan Pengolahan Data.................................................
60
Lampiran 5. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ................................
62
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian....................................................................
64
Lampiran 7. Daftar Riwayat Hidup.......................................................................
66
xvi
1
BAB I PENDAHULUAN`
A. Latar Belakang Kemampuan keseimbangan anak pada usia perkembangan sangat penting untuk ditinjau, baik dari segi keseimbangan duduk, berdiri, dan saat berjalan. Keseimbangan merupakan salah satu bagian atau hal yang paling penting dalam beraktifitas
dimana
setiap
orang
memerlukan
keseimbangan
dalam
mempertahankan posisi tubuhnya dalam bergerak atau beraktifitas. Tidak hanya untuk orang sehat bahkan orang yang sakit sekalipun hal utama yang harus diperhatikan yaitu menjaga serta melatih fungsi keseimbangan tubuhnya agar berfungsi secara baik. Keseimbangan merupakan kemampuan memelihara tubuh dalam pusat massa tubuh (center of mass) terhadap bidang tumpu (base of support) untuk melawan gravitasi (center of gravity) dipengaruhi oleh proses sensorik atau sistem saraf, motorik atau muskuloskeletal, dan efek luar (Bacolinni, 2013). Rendahnya kemampuan keseimbangan pada anak dapat mengakibatkan anak rentan jatuh dan mengalami hambatan saat berjalan. Hambatan berjalan pada anak dalam masa tumbuh kembang akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan anak, dimulai dari gangguan bergerak aktif, bermain, dan aktivitas sehari-hari ( ADL ) sampai berdampak menurunnya produktivitas anak. Anak menjadi tidak aktif, tidak bergairah, lesu dan malas. Jika adanya penurunan fungsi keseimbangan maka akan menyebabkan menurunnya kontrol postur, menurunnya alignment tubuh, monitoring kepala, kontrol reflek gerak mata serta dalam mengarahkan gerakan.
1
2
Anak Usia Dini adalah anak yang berada pada usia 0-8 tahun menurut National association for the education young children (Takdirotun Musfiroh, 2008). Anak usia dini merupakan masa yang penting atau sering disebut usia emas (golden age) karena masa ini hanya datang satu kali dan tidak dapat diulang. Masa ini merupakan masa yang sangat berpotensi untuk melatih dan mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang dimiliki anak. Anak usia dini mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengoptimalkan segala aspek perkembangan, termasuk perkembangan kemampuan motoriknya. Kemampuan motorik yang dimiliki seseorang menurut Toho Cholik Mutohir (2004) terdiri dari beberapa unsur yang saling mendukung, seperti kekuatan, koordinasi, kecepatan, keseimbangan, kelincahan. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan pada anak yaitu gangguan muskuloskeletal berupa kelainan bentuk telapak kaki. Bentuk telapak kaki manusia terbagi menjadi tiga jenis yaitu normal foot, flat foot dan cavus foot sesuai struktur arcus pedis atau lengkungan pada telapak kaki. Lengkungan ini juga berfungsi untuk meningkatkan kecepatan dan kelincahan selama berjalan serta memberikan stabilisasi dan fleksibilisasi (Franco, 1987). Pada masa tumbuh kembang anak, sebagian besar telapak kaki anak mengalami penebalan jaringan lunak pada sisi dalamnya (medial), keadaan ini akan
menurun
seiring
dengan
masa
pertumbuhannya.
Salah
satu
kelainan/gangguan yang dapat menyebabkan hambatan berjalan adalah flat foot. Keadaan ini disebabkan oleh adanya kelemahan struktur yang menyokong arkus longitudinal pedis, yaitu (1) otot – otot pendek pada kaki, (2) ligamentum plantaris, (3) tendon tibialis anterior dan posterior (Aston.J.N, 1983).
3
Flat foot merupakan kondisi orthopedik klinis dimana arkus longitudinal medial tidak tampak sejak lahir dan area tersebut tertimbun jaringan lemak. Normalnya arkus terbentuk dari 5 tahun pertama dengan rentang usia 2-6 tahun. Masa kritis untuk pembentukan arkus tersebut adalah usia 6 tahun (Campbell, 2012). Dalam masa usia awal sekolah terdapat 28% – 35% anak mengalami deformitas flat foot, 80% diantaranya dikategorikan ”sedang” (Notary, MA, 1988). Setelah lahir, bentuk arkus datar atau flat foot derajat satu sebesar 80% secara bertahap berubah menjadi lengkung normal. Arkus flat foot derajat tiga, frekuensinya tetap pada setiap strata umur 0-18 tahun. Arkus flat foot derajat dua, frekuensinya menurun sebagian. Hal itu berlaku pada laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sekitar 20% populasi, arcus pedisnya belum mencapai bentuk normal dan 0,6-1,2% mengalami pertumbuhan berlebih atau cavus foot (Idris, 2010). Dari penelitian yang dilakukan oleh Roohi et. al (2013) dan Dabholkar et. al (2012) bahwa ada perbedaan keseimbangan statis dan dinamis serta kelincahan yang signifikan pada anak flat foot dan kaki normal. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ali dan Mohamed (2011) terdapat perbedaan keseimbangan dinamis antar kelompok flat foot dengan kelompok normal foot. Hal ini dapat terjadi pada segala usia dan dapat terjadi pada satu atau kedua kaki. Sebuah survei terhadap 297 anak sekolah di Allahabad, India mengungkapkan bahwa 40,32% anak di bawah 5 tahun, 22,15% anak-anak antara 5 sampai 10 tahun, dan 15,48% anak berusia lebih dari 10 tahun menderita flat foot bilateral (Sharma et al., 2005). Menurut Benedetti et.al (2011) sebanyak 75,3% anak dengan flat foot tidak mampu untuk berdiri satu kaki dengan waktu yang lama karena
4
ketidakstabilan sendi subtalar dan adanya posisi eversi dari sendi subtalar yang menghambat keseimbangan selama berdiri satu kaki. Dari penjelasan di atas maka kita dapat melihat suatu fenomena dimana bentuk telapak kaki yang tidak normal pada anak dapat memungkinkan penurunan keseimbangan tubuh. Menurunnya keseimbangan tubuh dapat meningkatkan resiko jatuh pada anak sehingga anak dapat terluka, cedera bahkan cacat fisik serta perkembangan fisik maupun psikis anak terganggu. Pada dasarnya dengan adanya keseimbangan akan muncul berbagai manfaat. Manfaat keseimbangan akan mempermudah performa gerak di dalam kehidupan sehari-hari maupun di cabang olahraga, sehingga saat keseimbangan ini baik maka akan baik pula pergerakan dalam melakukan performa gerak di dalam kehidupan sehari-hari maupun di salah satu cabang olahraga (Permana, 2013). Dari observasi pendahuluan yang dilakukan pada 93 murid TK Sulawesi usia 5-7 tahun ditemukan bahwa lebih dari 50% anak mempunyai kaki flat foot. Dengan melihat fenomena di atas, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara flat foot dengan keseimbangan dinamis.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut mengenai banyaknya anak yang memiliki flat foot dan berdampak pada kurangnya keseimbangan statis maupun dinamis, sehingga menjadi landasan bagi peneliti untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan antara flat foot dengan keseimbangan dinamis pada
5
murid TK Sulawesi kota Makassar”. Oleh karena itu, dapat dikemukakan pertanyaan penelitian yaitu : 1.
Bagaimana distribusi flat foot berdasarkan jenis kelamin pada murid TK
Sulawesi kota Makassar? 2.
Bagaimana distribusi tingkat keseimbangan dinamis berdasarkan jenis
kelamin pada murid TK Sulawesi kota Makassar? 3.
Apakah ada hubungan antara flat foot dengan keseimbangan dinamis pada
murid TK Sulawesi kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara flat foot dengan keseimbangan dinamis pada murid TK Sulawesi kota Makassar. 2. Tujuan Khusus : a. Untuk mengetahui distribusi flat foot berdasarkan jenis kelamin pada murid TK Sulawesi kota Makassar. b. Untuk mengetahui distribusi keseimbangan dinamis berdasarkan jenis kelamin pada anak flat foot di TK Sulawesi kota Makassar.
D. Manfaat Penelitian 1. Bidang Ilmiah a. Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman peneliti dalam mengembangkan diri dan mengabdikan diri pada dunia kesehatan khususnya di bidang fisioterapi di masa yang akan datang.
6
b. Sebagai salah satu sumber informasi bagi pembaca mengenai hubungan antara flat foot dengan keseimbangan dinamis. c. Dapat menjadi bahan acuan atau bahan pembanding bagi mereka yang akan meneliti masalah yang sama.
2. Bidang Aplikatif a. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan Fisioterapi di Makassar pada khususnya dan pengembangan Fisioterapi di Indonesia pada umumnya. b. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan Profesi Fisioterapi di Universitas Hasanuddin pada khususnya dan pendidikan Fisioterapi Indonesia pada umumnya. c. Meningkatkan pengetahuan dan informasi mengenai hubungan antara flat foot dengan keseimbangan dinamis seseorang.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Keseimbangan Dinamis 1. Pengertian Keseimbangan Dinamis Keseimbangan merupakan kemampuan untuk mempertahankan equilibrium statis dan dinamis tubuh ketika ditempatkan pada berbagai posisi (Delitto, 2003). Keseimbangan adalah integrasi yang kompleks dari sistem
somatosensorik
(visual,
vestibular,
proprioceptiv)
dan
muskuloskeletal (otot, sendi, jaringan lunak) yang diatur oleh otak untuk merespon perubahan internal dan eksternal tubuh. Bagian otak yang mengatur keseimbangan meliputi, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi (Waston, 2008). Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dengan center of gravity (COG) yang berubah (Abrahamova & Hlavacka, 2008). Keseimbangan dinamis berfungsi untuk bergerak, mengidentifikasi orientasi dengan terhadap gravitasi, menentukan arah dan kecepatan gerakan, dan membuat penyesuaian otomatis postural untuk mempertahankan postur dan stabilitas di berbagai kondisi dan kegiatan (Cook, 2001). Sebagai anak yang sedang tumbuh, anak usia 5 – 7 tahun menjadi lebih terampil dalam tindakan fisik dasar. Keseimbangan badan anak sudah berkembang cukup baik. Anak dapat berjalan dengan lebih nyaman dalam berbagai cara, seperti berjalan maju dan mundur, cepat dan lambat,
7
8
melompat dan berlari serta memanjat dengan koordinasi tubuh yang lebih baik. Sedangkan meningkatnya keseimbangan tubuh meningkatkan pula keleluasaan
rentangan
gerak
dalam
melakukan
gerakan-gerakan
ketrampilan (Sujiono, 2007). Peningkatan kemampuan gerak anak usia 5-7 tahun terjadi seiring dengan meningkatnya kemampuan koordinasi mata, tangan dan kaki. 2. Fisiologi Keseimbangan Banyak komponen fisiologis dari tubuh manusia memungkinkan kita untuk melakukan reaksi keseimbangan. Bagian paling penting adalah proprioception
yang
menjaga
keseimbangan.
Kemampuan
untuk
merasakan posisi bagian sendi atau tubuh dalam gerak (Brown et al., 2006). Beberapa jenis reseptor sensorik di seluruh kulit, otot, kapsul sendi, dan ligamen memberikan tubuh kemampuan untuk mengenali perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal pada setiap sendi dan akhirnya berpengaruh pada peningkatan keseimbangan. (Riemann et al., 2002). Proprioception dihasilkan melalui respon secara simultan, visual, vestibular, dan sistem sensorimotor, yang masing-masing memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas postural. Paling diperhatikan dalam meningkatkan proprioception adalah fungsi dari sistem sensorimotor. Meliputi integras sensorik, motorik, dan komponen pengolahan yang terlibat dalam mempertahankan homeostasis bersama selama tubuh bergerak, sistem sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang rawan, dan geometri tulang yang terlibat dalam struktur setiap sendi.
9
Mechanoreceptors sensorik khusus bertanggung jawab secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis yang terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf. Mereka yang bertanggung jawab untuk proprioception umumnya terletak di sendi, tendon, ligamen, dan kapsul sendi sementara tekanan reseptor sensitif terletak di fasia dan kulit (Riemann et al., 2002). Empat jenis utama dari mechanoreceptors yang membantu dalam proprioception yaitu, termasuk reseptor Ruffini, reseptor Pacinian, Golgitendonorgan (GTO), dan muscle spindle. Ruffini dan Pacinian reseptor berhubungan dengan sensasi sentuhan dan tekanan pada umumnya terletak di kulit (Shier et al.,2004). Reseptor Ruffini dianggap sebagai reseptor statis dan dinamis berdasarkan ambang rendahnya, reseptor ini lambatmengadaptasi karakteristik. Melalui perubahan impuls tekanan terjadi perubahan tarik statis dan dinamis pada kulit dan sangat sensitif terhadap peregangan (Rieman et al., 2002). Reseptor Pacinian, agak cepat beradaptasi, namun reseptor dengan ambang batas rendah yang dianggap reseptor lebih dinamis (Rieman et al., 2002). Sementara juga sensor tekanan, reseptor Pacinian mendeteksi tekanan berat dan mengenali perubahan percepatan dan perlambatan gerak (Shier et al., 2004). Golgi tendon organ dan muscle spindle mempunyai yang lebih besar untuk mengetahui posisi sendi selama gerak. Pertama GTOs berada di persimpangan musculotendinous dan bertanggung jawab untuk memantau kekuatan kontraksi otot untuk mencegah otot dari kelebihan beban (Brown et al., 2006). Terhubung ke satu set serat otot dan diinervasi oleh neuron
10
sensorik, GTOs memiliki ambang batas yang tinggi dan dirangsang oleh ketegangan otot yang meningkat. Keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem indera yang terdapat di tubuh manusia bekerja secara bersamaan jika salah satu sistem mengalami gangguan maka akan terjadi gangguan keseimbangan
pada
tubuh
(imbalance),
sistem
indera
yang
mengatur/mengontrol keseimbangan seperti visual, vestibular, dan somatosensoris (tactile & proprioceptive). 3. Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Keseimbangan dipengaruhi oleh banyak faktor yang terdiri dari pusat COG, garis gravitasi, bidang tumpu (base of support) dan kekuatan otot sehingga dipengaruhi dari kematangan dan pertumbuhan pada komponen yang terdapat individu (Huxam, 2005) a. Faktor biomekanik merupakan faktor yang mempengaruhi keseimbangan meliputi derajat gerak, kekuatan otot, dan stabilitas yang berfungsi untuk mendeteksi terhadap perubahan gerak dan bidang gerakan dan merespon dengan gerakan yang sesuai dan efektif. Komponen biomekanik yang mempengaruhi keseimbangan adalah sebagai berikut : 1) Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG) merupakan titik gravitasi yang terdapat pada semua benda baik benda hidup maupun mati. Titik pusat gravitasi terdapat pada titik tengah benda tersebut, fungsi dari Center of gravity adalah untuk mendistribusikan massa benda secara merata, pada manusia beban tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam
11
keadaan seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan postur tubuh maka titik pusat gravitasi pun berubah, maka akan menyebabkan gangguan keseimbangan (Unstable). Titik pusat gravitasi selalu berpindah secara otomatis sesuai dengan arah atau perubahan berat, jika center of gravity terletak di dalam dan tepat di tengah maka tubuh akan seimbang, jika berada di luar tubuh maka akan terjadi keadaan unstable. Pada manusia pusat gravitasi saat berdiri tegak terdapat pada 1 inchi di depan vertebrae Sacrum 2 (Huxam, 2005). 2) Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG) adalah garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi. Derajat stabilitas tubuh ditentukan oleh hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan base of support (Huxam, 2005). 3) Bidang tumpu (Base of Support-BOS) merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi (Chang et al., 2009). 4) Kekuatan otot (Muscle Strength) adalah kemampuan otot atau group otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha
12
maksimal baik secara dinamis maupun secaca statis. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi otot yang maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang dapat berkontraksi dan rileksasi dengan baik, jika otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan bermain (Knudson, 2007). b. Faktor fisik adalah faktor-faktor yang terkait ukuran fisik seseorang, umur, jenis kelamin, genetic, aktivitas fisik, orientasi ruang, mototik strategi. 1) Umur Umur akan mempengaruhi keseimbangan. Usia anak-anak merupakan usia pertumbuhan sehingga kemampuan fisik belum sempurna akibat belum dikondisi matur, sedangkan setelah usia 30 tahun terjadi penurunan kapasitas fisik terkait dengan penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8 – 1% per tahun, tetapi olahraga dapat mengurangi kecepatan penurunan fisik (Ruhayati dan Fatmah, 2011). 2) Jenis kelamin Jenis kelamin mempengaruhi berkaitan dengan kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, hormon, kapasitas paru-paru, dan sebagainya. Sampai pubertas biasanya kebugaran pada anak laki-laki hampir sama dengan
13
anak perempuan, tapi setelah pubertas kebugaran laki-laki dan perempuan
biasanya
semakin
berbeda,
terutama
yang
berhubungan dengan daya kardiorespiratori (Ruhayati dan Fatmah, 2011). 3) Genetik Level kemampuan fisik seseorang dipengaruhi oleh gen yang ada dalam tubuh. Genetik atau keturunan yaitu sifat-sifat spesifik yang ada dalam tubuh seseorang dari sejak lahir. Sifat genetik mempengaruhi perbedaan dalam ledakan kekuatan, pergerakan
anggota
tubuh,
kecepatan
lari,
kecepatan
fleksibilitas, dan keseimbangan pada setiap orang. Selain itu, sifat genetik mempengaruhi fungsi pergerakan anggota tubuh dan kontraksi otot, berhubungan dengan perbedaan jenis serabut
otot
seseorang,
dimana
serabut
otot
skeletal
memperlihatkan beberapa struktural, histokimiawi, dan sifat karakteristik yang berbeda-beda (Ruhayati dan Fatmah, 2011) 4) Aktivitas fisik Kegiatan fisik bersifat aerobik mempengaruhi komponen kebugaran jasmani. Aktivitas fisik dapat menigkatkan daya tahan kardiovaskular, mengurangi lemak tubuh, meningkatkan keseimbangan,dan fleksibilitas. Aktivitas fisik terbagi dalam dua kategori, yaitu aktivitas fisik terstruktur (kegiatan olahraga) dan aktivitas fisik tidak terstruktur (kegiatan seharihari). Terdapat tiga aspek dapat menggambarkan tingkat
14
aktivitas fisik seseorang, yaitu pekerjaan, olahraga dan kegiatan di waktu luang (Ruhayati dan Fatmah, 2011). 5) Orientasi ruang Orientasi ruang adalah kemampuan untuk mengarahkan bagian-bagian tubuh sehubungan dengan keadaan gravitasi, BOS, surround visual dan referensi internal mengarahkan postur terhadap gravitasi. Orientasi ruang merupakan dasar untuk
manusia
menavigasi
sebuah
lingkungan
dan
memberikan respon yang sesuai (Horak, 2006). 6) Motoric strategy Motoric strategy adalah sistem gerakan yang digunakan untuk merespon terhadap perubahan gerakan dan lingkungan agar individu tetap berada dalam keadaaan yang seimbang (Horak, 2006). 4. Tes Keseimbangan Dinamis Pemeriksaan keseimbangan ada 2 (dua) jenis yaitu keseimbangan statik
dan
keseimbangan
dinamik.
Keseimbangan
statik
adalah
keseimbangan yang diperlukan seseorang untuk mempertahankan posisi tertentu, tes keseimbangan statis yang dapat digunakan adalah Stork Stand Test atau berdiri dengan satu kaki. Sedangkan keseimbangan dinamis adalah
kemampuan
mempertahankan
keseimbangan
pada
waktu
melakukan gerak dari satu posisi ke arah posisi lain. Tes berjalan diatas balok keseimbangan biasanya dipakai untuk mengukur kemampuan keseimbangan dinamis (Mochamad Sajoto, 1988)
15
Balance beam atau balok keseimbangan yang membujur secara horizontal yang dapat digunakan untuk mengukur keseimbangan. Menurut Suyanto (2008) balok keseimbangan dapat dibuat secara sederhana dari sebuah balok yang diletakan pada dua tempat yang lebih tinggi dari tanah dengan ukuran 15 x 120 x 20 cm, sehingga dapat dipindah-pindahkan. Dalam sebuah penelitian “Balance-Beam Exercises for MilwaukeeBrace Wearers: An Adjunct to Regular Recreational and PhysicalEducation Activities” oleh (Wilton et al., 2014) menjelaskan bahwa ketinggian yang digunakan sebagai referensi standar adalah 3-7 inci. Dalam buku test your physical fitness yang ditulis oleh dr Ashok menyatakan balance beam test dilakukan dengan cara berjalan mengintruksikan subjek berjalan ke ujung balok tanpa jatuh selama 6 detik. Penelitian Takehiro mengenai keseimbangan anak-anak diperoleh bahwa reliabilitas pemeriksaan berjalan di atas balance beam sebesar 86 % (Takehiro, 2009). Dikutip dari balance beam sport, tes keseimbangan dinamis dengan kriteria pengukuran balance beam walking test sebagai berikut : 5 = mampu melewati balance beam dengan keseimbangan sempurna dalam 6 detik. 4 = mampu melewati balance beam dengan agak goyah dalam 6 detik. 3 = mampu melewati balance beam dengan berhenti lebih dari satu kali dan membutuhkan memakan waktu lebih dari/sama dengan 6 detik.
16
2 = mampu melewati balance beam dengan berhenti lebih dari satu kali dan hampir jatuh, mungkin jeda satu kali atau lebih, dan / atau memakan waktu lebih dari 6 detik. 1 = Jatuh dari balok sebelum menyelesaikan berjalan. 0 = Jatuh dari balok segera. Pelaksanaan pemeriksaan keseimbangan dalam balance beam walking adalah : a. Perintahkan anak untuk berdiri di atas balok. b. Fokus pandangan pada akhir permukaan balok. c. Rentangkan kedua tangan kesamping. d. Kemudian mulai untuk berjalan.
Gambar 2.1 Balance Beam Walking Test
Perpindahan bidang tumpu yang terjadi saat berpindah di atas balance beam mengakibatkan adanya perubahan COG. Perubahan COG menuntut seseorang merespon agar tetap mempertahankan keseimbangan dinamis saat melakukan gerakan. Keseimbangan saat melakukan perubahan COG dapat dinilai sebagai kemampuan keseimbangan dinamis.
17
B. Tinjauan Umum Tentang Flat foot Flat foot adalah salah satu kondisi yang paling umum ditemui oleh pediatris, yang dialami sekitar 20% sampai 30% dari populasi di dunia (Santoso, 2011). Flat foot disebut juga pes planus atau fallen arches adalah kondisi dimana lengkung kaki hilang dan disertai dengan nyeri (Giovanni dan Greishberg, 2007). Menurut Santoso (2011), flat foot mengacu pada suatu kondisi medis dimana lengkungan kaki rata atau datar sehingga seluruh bagian telapak kaki menempel atau hampir menempel pada tanah. Flat foot biasa muncul pada bayi dan itu normal, sebagian karena "lemak bayi" yang menutupi lengkungan yang sedang berkembang dan sebagian karena lengkungan tersebut memang belum sepenuhnya berkembang. Arkus longitudinal yang membentuk lengkung pada kaki secara natural akan berkembang sejak awal dekade kehidupan, yaitu ketika anak mulai berdiri (Pfeiffer et al., 2006). Arcus pedis pada anak biasanya menjadi lengkungan yang proporsional atau lengkungan yang tinggi pada saat anak memasuki masa remaja. Sebuah survei terhadap 297 anak sekolah di Allahabad, India mengungkapkan bahwa 40,32% anak di bawah 5 tahun, 22,15% anak-anak antara 5 sampai 10 tahun, dan 15,48% anak berusia lebih dari 10 tahun menderita flat foot bilateral (Sharma et al., 2005). Penelitian yang dilakukan Lendra (2007) di Indonesia didapatkan bahwa dari 58 anak berusia 8–12 tahun terdiri atas 31 anak laki–laki (14 anak dengan kondisi kaki datar dan 17 anak dengan kondisi arkus kaki normal) dan 27 anak perempuan (10 anak dengan kondisi kaki datar dan 17 anak dengan kondisi arkus kaki normal).
18
a. Klasifikasi flat foot Flat foot diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu kongenital dan dapatan. Kongenital terdiri dari fleksibel flat foot dan rigid flat foot, sedangkan flat foot dapatan merupakan kelainan kompleks yang terjadi pada orang dewasa dengan gejala yang berbeda dan tingkat deformitas yang bervariasi (Wilson, 2008). Fleksibel flat foot adalah kondisi dimana arkus atau lengkung kaki akan terlihat pada posisi non-weightbearing namun menjadi datar ketika berdiri atau weightbearing. Fleksibel flat foot umumnya bersifat fisiologis, tidak menimbulkan gejala, tidak membutuhkan penanganan dan muncul pada awal dekade kehidupan (Wilson, 2008). Sebagian besar anak-anak mengalami kondisi ini karena lengkung kakinya belum terbentuk sempurna. Namun, kondisi ini juga dapat berkembang sampai dewasa. Ketika fleksibel flat foot menimbulkan keluhan nyeri atau rasa sakit pada kaki, maka harus segera diwaspadai. Biasanya kondisi seperti ini perlu mendapatkan penanganan karena rasa sakit tentunya akan menimbulkan keluhan yang berdampak pada terbatasnya aktivitas. Rigid flat foot merupakan kaki datar patologis yang biasanya menimbulkan nyeri, keterbatasan, dan membutuhkan penanganan. Pada kondisi ini, seseorang tidak memiliki lengkung kaki sama sekali, baik ketika dalam posisi weightbearing ataupun non-weightbearing (Harris et al., 2004). b. Derajat Flat foot Menurut Lendra (2009) flat foot terbagi menjadi 3 derajat yaitu : Derajat 1: kaki masih punya arkus meski sangat sedikit.
19
Derajat 2 : kaki sudah tak punya arkus sama sekali. Derajat 3: pada derajat ini, kaki tak hanya tidak punya arkus, namun juga terbentuk sudut di pertengahan kaki yang arahnya ke luar.
Gambar 2.2 Derajat Flat foot (Denis, 1974 dalam artikel Antonio et all, 1999 dalam Lendra, 2009)
c. Etiologi Etiologi flat foot ada beberapa macam, diantaranya sebagai berikut (Wilson, 2008): 1) Kongenital, yaitu kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi karena mungkin diturunkan dari keluarga (genetik). 2) Adanya ruptur pada tendon tibialis posterior. Umumnya dialami oleh wanita pada rentan usia 45-65 tahun. Hal ini disebabkan karena overuse atau aktivitas berlebih. 3) Post-trauma, seperti fraktur pada ankle dengan malunion (gagal menyambung). 4) Kelemahan atau kelebihan aktivitas pada otot kaki. 5) Penyakit neuromuskular. 6) Penyakit neuropathik. 7) Penyakit inflamasi, seperti arthritis.
20
8) Obesitas. Flat foot dapatan memiliki banyak etiologi, dimana disfungsi tendon tibialis posterior merupakan penyebab yang paling umum. Pada flat foot dapatan ada tiga kerusakan dimensional, yaitu keadaan valgus pada kaki bagian belakang, kolapsnya arkus longitudinal, dan kaki bagian depan mengalami abduksi. Flat foot dapatan, dapat disebabkan karena ketegangan pada tendon achilles (khususnya komponen gastrocnemius) dan juga bisa menyebabkan terjadinya kontraktur pada tendon achilles. Flat foot dapatan memperburuk kontraktur tendon achilles dengan mempertahankan hindfoot (kaki belakang) dalam keadaan valgus (Giovanni dan Greishberg, 2007). Selain kontraktur tendon achilles, arthritis dapat menjadi faktor penyebab ataupun hasil akhir dari adanya kondisi deformitas berat yang kronik. Perubahan kekuatan reaksi sendi menyebabkan terjadinya beban abnormal pada sendi subtalar, tibiotalar, dan tarsal transversal sehingga hal ini dapat menimbulkan arthritis (Giovanni dan Greishberg, 2007). d. Dampak flat foot Flat foot menyebabkan ketidakstabilan kaki sebagai penumpu tubuh. Hal ini dapat menyebabkan berbagai keluhan seperti cepat ausnya sol sepatu bagian tumit, mempengaruhi gerakan normal berjalan yang mengakibatkan kelelahan, serta nyeri. Flat foot menyebabkan kurang berfungsinya sistem pengungkit yang kaku saat kaki meninggalkan pijakan, sehingga menyebabkan keluhan mudah lelah dan membatasi aktivitas jalan (Lutfie, 2007).
21
Ratanya arkus longitudinal medial menyebabkan gangguan pada proses weightbearing dan menjadi penyebab perubahan fungsional pada kaki. Banyak orang dengan kondisi flat foot menunjukkan tidak adanya fase toe-off saat berjalan. Gejala yang timbul berupa pronasi kaki, pemendekan otot-otot everter (seperti otot peroneal), nyeri pada plantar fascia, kelemahan struktur pendukung dari sisi medial kaki (ligamen medial atau grup deltoid), dan tendon tibialis posterior. Dalam waktu yang lama, deformitas ini akan berkembang menjadi kronik dan tekanan yang tidak normal akan ditransfer ke area proksimal, sehingga mempengaruhi sendi lutut, pinggul, dan punggung bawah (Giovanni dan Greishberg, 2007). Seseorang yang mengalami kondisi flat foot membutuhkan lebih banyak kerja otot dibandingkan dengan orang yang tidak flat foot untuk mendukung dan menggerakkan beban tubuhnya. Pada flat foot, kaki bagian belakang akan mengalami valgus. Eversi pada sendi subtalar menyebabkan sedikit bahkan tidak adanya dukungan dari ligamen. Oleh karena itu, kaki harus mengandalkan kerja dari otot-otot aksesoris/pembantu sebagai stabilisasi. Hal ini tidak hanya menyebabkan kelelahan pada otot-otot ekstrinsik pada kaki, tetapi juga otot-otot intrinsik yang berfungsi secara maksimal sebagai kompensasi dari hilangnya dukungan ligament (Franco, 1987). e. Penanganan Penanganan flat foot dilakukan berdasarkan etiologi dari kondisi tersebut. Penanganan lebih awal akan lebih baik untuk mencegah deformitas
22
berlanjut. Dibutuhkan kerja sama antara fisioterapis, dokter orthopedi, rehabilitasi medis, dan orthosis untuk menanganinya. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menangani flat foot, yaitu: 1) Fisioterapi Fisioterapi memberikan pelayanan untuk menangani kondisi flat foot dengan cara pemberian program strengthening, yaitu penguatan pada otot tibialis anterior dan posterior serta otot-otot intrinsik dengan tujuan meningkatkan dukungan muskular pada arkus, sehingga memaksa otot untuk mengabsorbsi lebih banyak beban. Program latihan penguatan lainnya yaitu penguatan otot fleksor jari kaki yang dilakukan dengan menggunakan metode towel curl exercise, toe graps exercise, dan heel raises exercise yang juga dapat dilakuan sendiri di rumah melalui pemberian program home care. Dengan diberikan latihan penguatan maka akan terjadi peningkatan kekuatan pada otot-otot tersebut, baik di neuromuscular junction maupun di serat otot. Penanganan lainnya seperti arch taping untuk mengurangi ketegangan otot dan penguatan bagi otot yang melemah serta mengoreksi posisi sendi, ultrasound untuk membantu penyembuhan kerusakan jaringan, stretching atau penguluran pada grup otot yang mengalami ketegangan, dan alat orthotik (Franco, 1987). Teknik friction untuk mengurangi adhesi pada jaringan serta pemberian program home care kepada pasien juga dapat dilakukan melalui latihan berjinjit yang bertujuan untuk menstretching otot arkus longitidional pedis.
23
2) Orthotik Alat bantu orthotik dirancang untuk mengontrol penyelarasan, fungsi kaki dan anggota tubuh bagian bawah, serta digunakan untuk membatasi gerakan seperti pronasi berlebihan. Orthotik tidak hanya bekerja dengan prinsip untuk menopang arcus pedis, tetapi juga memperbaiki kembali struktur kaki untuk mencegah kelainan pada tulang, otot, tendon, serta kelelahan ligamen (Santoso, 2011). 3) Obat anti inflamasi Obat anti inflamasi bertujuan untuk mengurangi nyeri dan mengatasi peradangan (Santoso, 2011). 4) Modifikasi aktivitas Mengurangi
aktivitas
yang
dapat
menimbulkan
nyeri,
menghindari jalan jauh, serta berdiri lama agar arkus dapat beristirahat (Santoso, 2011). 5)
Penurunan berat badan Seseorang yang menderita flat foot dan memiliki berat badan
berlebih atau obesitas, sebaiknya disarankan untuk menurunkan berat badannya karena justru akan memperparah kondisinya tersebut (Santoso, 2011). 6)
Intervensi bedah (operasi) Tindakan pembedahan dilakukan ketika tindakan non-operasi
tidak mampu mengatasi nyeri dan masalah yang ditimbulkan oleh flat foot (Santoso, 2011). Operasi dianggap sebagai jalan terakhir, meskipun dapat membentuk lengkungan, tetapi biayanya sangat mahal.
24
f. Pemeriksaan Pemeriksaan yang bisa dilakukan pada kondisi kaki datar antara lain : 1. Inspeksi (observasi) Melalui pengamatan arkus atau lengkung kaki, baik pada saat non weightbearing maupun weightbearing (Giovanni dan Greishberg, 2007). 2. Radiografi, CT Scan, MRI, dan Bone scan Memberikan gambaran mengenai anatomi kaki serta membantu mendiagnosa kelainan pada ankle dan kaki (Harris, et al., 2004) 3. AHI (The arch height index) AHI (The arch height index) dikembangkan oleh Williams dan McClay untuk mengukur tinggi arkus dengan menggunakan handheld callipers. Secara singkat, dalam penelitian yang dilakukan oleh Pohl dan Farr (2010) menyatakan bahwa AHI dihitung dengan membagi ketinggian dorsum (punggung kaki) dengan panjang kaki (jarak dari tumit ke kepala metatarsal pertama). 4. Wet Footprint Test Pemeriksaan
tinggi
rendahnya
arkus
atau
lengkung
kaki
longitudinal dapat dilakukan melalui sidik tapak kaki (footprint) dengan memperhatikan batas medial kaki (Idris, 2010; Lutfie, 2007). Sidik tapak kaki dapat dilakukan dengan menggunakan media tinta ataupun air biasa (wet test). Pada wet footprint test, bentuk arkus kaki diketahui dengan cara membasahi kaki, lalu menapakkannya pada selembar kertas sehingga pada kertas tadi akan tertinggal sidik tapak kaki (Anonim, 2004;
25
Atamturk, 2009; Miller, 2010). Aksis kaki diperoleh dengan menarik garis dari pertengahan tumit belakang sampai ke bagian tengah jari kedua melewati bagian paling konveks tumit (Oliver dalam Lutfie, 2007).
1.Isi wadah dengan menggunakan air secukupnya.
3. Tapakkan kaki pada selembar kertas polos.
2. Masukkan kaki ke dalam wadah yang telah diisi air.
4. Angkat kaki, sehingga akan tertinggal jejak kaki.
Gambar 2.3 Wet footprint test (Anonim, 2004; Atamturk, 2009; Miller, 2010)
Pada gambar 2.3, bila diperhatikan gambar tapak kaki dari kanan ke kiri, terlihat pertumbuhan lengkung kaki berturut-turut ialah flat foot derajat tiga, flat foot derajat dua, flat foot derajat satu, arkus normal, dan cavus foot. Flat foot derajat tiga, bila batas medial konveks. Flat foot derajat dua bila batas medial menurut garis lurus (rectilinier). Flat foot derajat satu atau flat foot ringan ialah bila lekukan batas medial konkaf namun tidak melewati sumbu kaki. Kaki normal ialah bila gambaran tapak kontinu dan lekukan batas medial konkaf ke arah lateral melewati sumbu
26
kaki. Cavus foot, maka gambaran tapaknya terputus pada sisi lateralnya (Idris, 2010).
Cavus foot
Normal foot
Flat foot I
Flat foot II
Flat foot III
Gambar 2.4 Sidik tapak kaki pes cavus (cavus foot), normal, pes planus (flat foot) (Olivier dalam Idris, 2010)
C. Tinjauan Hubungan antara Keseimbangan Dinamis dengan Flat Foot Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dengan center of gravity (COG) yang berubah (Abrahamova & Hlavacka, 2008). Keseimbangan dinamis berfungsi untuk bergerak, mengidentifikasi orientasi dengan terhadap gravitasi, menentukan arah dan kecepatan gerakan, dan membuat penyesuaian otomatis postural untuk mempertahankan postur dan stabilitas di berbagai kondisi dan kegiatan (Cook, 2001). Salah satu gangguan muskuloskeletal pada anak adalah flat foot. Dari penelitian yang dilakukan oleh Roohiet. al (2013) dan Dabholkar et. al (2012) bahwa ada perbedaan keseimbangan statis dan dinamis serta kelincahan yang signifikan pada anak flat foot dan kaki normal. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ali dan Mohamed (2011) terdapat perbedaan keseimbangan dinamis antar kelompok flat foot dengan kelompok normal foot. Menurut Benedetti et.al (2011)
27
sebanyak 75,3% anak dengan flat foot tidak mampu untuk berdiri satu kaki dengan waktu yang lama karena ketidakstabilan sendi subtalar dan adanya posisi eversi dari sendi subtalar yang menghambat keseimbangan selama berdiri satu kaki. Dua puluh persen orang dewasa mengalami kaki datar dan hampir semua bayi yang baru lahir tidak mempunyai arkus seperti orang dewasa normal. Orang yang mempunyai lengkungan tulang tapak kaki normal dikatakan lebih bagus karena tekanan dari berat badan dibagi secara sama rata ke seluruh telapak kaki yang membuatkan mereka lebih stabil (Lendra, 2007). Penurunan kelengkungan tulang telapak kaki menyebabkan seseorang mengalami masalah yang dikenal dengan istilah kaki datar (flat foot). Jika ini terjadi, seseorang individu tidak saja sukar berjalan, tetapi juga mengalami masalah keseimbangan badan. Kajian yang dilakukan di Taiwan didapatkan, 8700 individu dewasa berumur 30 tahun ke atas mengalami pelbagai masalah akibat komplikasi pada kaki. Ini terjadi karena kelainan pada kaki merusak secara perlahan–lahan dan keluhan baru akan muncul ketika 5–10 tahun (Anzai et al, 2014), namun tidak semua kondisi kaki datar menyebabkan seseorang mengalami masalah gangguan keseimbangan karena secara fisiologis keseimbangan tubuh anak-anak ditentukan oleh fungsi neurologis sistem otak dan sistem vestibular (alat keseimbangan). Kaki merupakan bagian anggota gerak yang sangat penting untuk berjalan, berfungsi sebagai tuas atau pengungkit, sehingga merupakan bagian penerima berbagai gaya deformitas. Bentuk tapak kaki yang leper tanpa lengkung kurang mampu berfungsi sebagai sistem pengungkit yang kaku untuk mengungkit tubuh
28
pada saat kaki akan meninggalkan pijakan pada proses berjalan (fase push off). Lengkung kaki yang tidak tumbuh normal menyebabkan gangguan keseimbangan, tidak stabil, deformitas berlanjut, keluhan lelah bila berjalan lama, sepatu bagian tumit cepat aus, cedera pada pemakaian berlebih dan rasa nyeri (Idris, 2010).
29
D. Kerangka Teori
Perkembangan Fisik
Motorik halus
Kekuatan
Koordinasi
Motorik kasar
Keseimbangan
Kecepatan
Statis
Kelincahan
Dinamis
Fisik :
Biomekanik :
Muskuloskeletal :
Somatosensorik :
Umur
Pusat gravitasi
Otot
Visual
Jenis kelamin
Garis gravitasi
Sendi
Vestibular
Genetik
Bidang tumpu
Jaringan lunak
Proprioseptif
Aktivitas fisik
Kekuatan otot
Orientasi ruang
Arkus Pedis
Motorik strategi Normal
Flat
Gambar 2.5 Kerangka teori
Cavus
30
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Sangat baik Variabel Independen Flat Foot
Variabel Dependen
Baik
Keseimbangan Dinamis
Cukup Kurang
Faktor yang mempengaruhi : Pusat gravitasi
Sangat Kurang
Garis gravitasi
Buruk
Bidang tumpu Kekuatan otot Umur Jenis kelamin Genetik Aktivitas fisik Orientasi ruang Motorik strategi Ket:
= diteliti = tidak diteliti
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
30
31
B. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, maka terdapat hipotesis yaitu ada hubungan antara flat foot dengan keseimbangan dinamis pada murid TK Sulawesi kota Makassar.
32
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasional dengan jenis rancangan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara flat foot dengan keseimbangan dinamis pada murid TK Sulawesi Kota Makassar.
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di TK Sulawesi yang berada di jalan Tupai dan di jalan Andi Mangerangi kota Makassar. Penelitian direncanakan akan berlangsung pada bulan maret 2016.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua murid TK Sulawesi Kota Makassar yang berjumlah 126 orang. 2. Sampel Sampel penelitian adalah murid TK Sulawesi Kota Makassar kelompok A (5-6 tahun) dan kelopompok B (6-7 tahun) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti.
33
3. Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengambilan sampel ini berdasarkan pada kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. Kriteria-kriteria yang ditetapkan mencakup kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. a. Kriteria inklusi :
1) Murid TK Sulawesi kota Makassar laki-laki maupun perempuan usia 5-7 tahun. 2) Siswa yang memiliki flat foot berdasarkan pemeriksaan wet footprint test. 3) Subjek penelitian dalam kondisi sehat. 4) Kooperatif dan bersedia mengikuti penelitian. b. Kriteria eksklusi :
1) Obesitas 2) Anak dengan berkebutuhan khusus.
D. Alur Penelitian Studi pendahuluan dilakukan dengan metode observasi pada murid TK Sulawesi kota Makassar. Pemilihan sampel penelitian diperoleh dari populasi melalui observasi dan pengambilan identitas pribadi berupa nama dan umur anak serta hal-hal yang terkait dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah itu, dilakukan klasifikasi sampel berdasarkan usia dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan arkus pedis menggunakan wet test.
34
Kemudian, dilakukan pengukuran keseimbangan dinamis dengan berjalan di atas balok keseimbangan/balance beam. Selanjutnya, dilakukan proses pengolahan dan analisis data yang hasilnya akan dibahas pada laporan penelitian. Menentukan populasi
Menetapkan sampel
Pemeriksaan arkus pedis
Pengukuran keseimbangan dinamis
Pengolahan data
Analisis data
Interpretasi dan menarik kesimpulan
Menyusun laporan penelitian
Gambar 4.1. Alur Penelitian
E. Variabel Penelitian 1. Identifikasi Variabel Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel independen dan variabel dependen. a. Variabel independen adalah flat foot. b. Variabel dependen adalah keseimbangan dinamis. 2. Definisi Operasional Variabel a. Flat foot atau kaki datar yang dimaksud adalah bila setelah dilakukan pemeriksaan arkus dengan wet footprint test didapatkan hasil yaitu batas medial konveks yang disebut flat foot derajat tiga, flat foot derajat dua bila batas medial menurut garis lurus
35
(rectilinier), dan flat foot derajat satu atau flat foot ringan ialah bila lekukan batas medial konkaf namun tidak melewati aksis kaki. Aksis kaki diperoleh dengan menarik garis dari pertengahan tumit belakang sampai ke bagian tengah jari kedua. b. Keseimbangan dinamis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan anak usia 5-7 tahun untuk melewati balance beam dalam waktu tertentu yang diukur menggunakan balance beam walking test. Adapun kriteria objektif keseimbangan dinamis, yaitu: Sangat baik
: skor 5
Baik
: skor 4
Cukup
: skor 3
Kurang
: skor 2
Sangat kurang : skor 1 Buruk
: skor 0
F. Rencana Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh merupakan data primer hasil pemeriksaan arkus pedis dan pengukuran keseimbangan dinamis. Kemudian data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SPSS dengan teknik analisis bivariat pengujian Pearson jika data berdistribusi normal dan pengujian Spearmen jika data tidak berdistribusi normal. Data kemudian disajikan dalam bentuk diagram batang dan tabel kemudian dijelaskan secara deskriptif.
36
G. Masalah Etika Setiap responden akan dijamin tiga hal, yaitu: a. Informed Concent Lembar persetujuan akan diberikan kepada orang tua/guru responden yang memenuhi kriteria inklusi. Jika sampel bersedia menjadi responden, maka orang tua/ guru responden harus menandatangani lembar persetujuan dan apabila tidak bersedia maka tidak akan dipaksa dan tetap menghormati haknya. b. Anonimity (tanpa nama) Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi hanya memberi kode tertentu pada setiap responden. c. Confidentiality Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti dan hanya sekelompok data yang dilaporkan dalam hasil penelitian.
37
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A.
Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada murid TK Sulawesi kelompok A (5-6 tahun) dan kelompok B (6-7 tahun) pada tanggal 14 Maret dan 18 Maret 2016. Populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh murid TK Sulawesi, yaitu sebanyak 126 orang. Dari populasi tersebut ditentukan jumlah sampel sebanyak 65 orang yang merupakan seluruh murid TK Sulawesi yang memiliki flat foot dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang diambil merupakan data primer dengan melakukan pemeriksaan arkus pedis dan pengukuran keseimbangan dinamis. Data yang diperoleh kemudian diolah sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun hasil penelitian dirangkumkan dalam tabel-tabel berikut ini.
Tabel 5.1 Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
Laki-laki
37
56,9
Perempuan
28
43,1
Total
65
100
Sumber: Data Primer, 2016
Jumlah subjek laki-laki lebih banyak dibandingkan subjek perempuan, dimana jumlah laki-laki sebanyak 37 orang (56,9%) dan perempuan sebanyak 28 orang (43,1%).
37
38
Grafik 5.1 Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin Sumber: Data Primer, 2016 Tabel 5.2 Karakteristrik Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin Laki-Laki N
Minimum
Median
Maximum
Range
Usia
37
5,1
6,1
7,6
2,5
Flat foot
37
1,0
2,0
3,0
2,0
Keseimbangan Dinamis
37
1,0
5,0
5,0
4,0
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa subjek termuda pada anak laki-laki berusia 5 tahun 1 bulan, nilai tengahnya yaitu 6 tahun 1 bulan dan subjek tertua pada anak laki-laki berusia 7 tahun 6 bulan. Sedangkan flat foot paling ringan yang ditemukan pada anak laki-laki yaitu flat foot grade I, nilai tengahnya yaitu flat foot grade II dan paling berat yaitu flat foot grade III. Adapun keseimbangan
39
dinamis pada anak laki-laki yang paling rendah yaitu skor 1 dan yang paling tinggi yaitu skor 5. Tabel 5.3 Karakteristrik Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin Perempuan N
Minimum
Median
Maximum
Usia
28
5,0
5,8
6,9
Flat foot
28
1,0
2,0
3,0
Keseimbangan Dinamis
28
2,0
4,0
5,0
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa subjek termuda pada anak perempuan berusia 5 tahun, nilai tengahnya yaitu 5 tahun 8 bulan dan subjek tertua pada anak perempuan berusia 6 tahun 9 bulan. Sedangkan flat foot paling ringan yang ditemukan pada anak perempuan yaitu flat foot grade I, nilai tengahnya yaitu flat foot grade II dan paling berat yaitu flat foot grade III. Adapun keseimbangan dinamis pada anak perempuan yang paling rendah yaitu skor 2 dan yang paling tinggi yaitu skor 5. Tabel 5.4 Distribusi Flat foot berdasarkan Jenis Kelamin Flat foot Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Grade I n % 15 40,5 13 46,4 28 86,9
Grade II n % 14 37,8 7 25,0 21 62,8
Grade III n % 8 21,6 8 28,6 16 50,2
Total n 37 28 65
% 100 100 200
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan hasil pemeriksaan arkus pedis diketahui bahwa dari 65 orang subjek penelitian terdapat 28 orang memiliki flat foot grade I (ringan), 21 orang memiliki flat foot grade II (sedang), dan 16 orang memiliki flat foot grade III (berat). Subjek laki-laki yang memiliki flat foot yaitu sebanyak 37 orang dengan
40
flat foot grade I sebanyak 15 orang (40,15%), flat foot grade II sebanyak 14 orang (37,8%), dan flat foot grade III sebanyak 8 orang (21,6%). Subjek perempuan yang memiliki flat foot yaitu sebanyak 28 orang dengan flat foot grade I sebanyak 13 orang (46,4%), flat foot grade II sebanyak 7 orang (25,0%), dan flat
foot
grade
III
sebanyak
16
14
14
12
orang
(28,6%).
10
10 8
ringan
6
sedang
4
berat
Frekuensi
Frekuensi
12
8
2
8
ringan
6
sedang
4
berat
2
0 ringan sedang 2 1
0
berat 3
Grade Flat Foot
1 sedang 2 ringan
3 berat
Grade Flat Foot
Laki-laki
Perempuan
Grafik 5.2 Distribusi Flat foot berdasarkan Jenis Kelamin Sumber: Data Primer, 2016 Tabel 5.5 Distribusi Keseimbangan Dinamis berdasarkan Jenis Kelamin Keseimbangan Dinamis Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
Sangat Kurang n 1 0 1
% 2,7 0 2,7
Kurang
N 4 6 10
% 10,8 21,4 31,2
Cukup
n 6 7 13
% 16,2 25,0 41,2
Sangat Baik
Baik
N 6 5 11
% 16,2 17,9 34,1
n 20 10 30
% 54,1 35,7 89,8
Total
n 37 28 65
% 100 100 200
Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan hasil pengukuran keseimbangan dinamis ditemukan 1 anak laki-laki mendapatkan skor 1 (2,7%) dengan predikat sangat kurang, 4 anak laki-
41
laki mendapatkan skor 2 (10,8%) dengan predikat kurang, 6 anak laki-laki mendapatkan skor 3 (16,2%) dengan predikat cukup, 6 anak laki-laki mendapatkan skor 4 (16,2%) dengan predikat baik dan 20 anak laki-laki mendapatkan skor 5 (54,1%) dengan predikat sangat baik. Sedangkan hasil pengukuran keseimbangan dinamis pada anak perempuan ditemukan 6 anak dengan skor 2 (21,4%) dengan predikat kurang, 7 anak perempuan mendapatkan skor 3 (25%) dengan predikat cukup, 5 anak perempuan mendapatkan skor 2 (17,9%) dengan predikat baik, dan 10 anak perempuan mendapatkan skor 5 (35,7%) dengan predikat sangat baik. 12
25
10
20
Frekuensi
15
cukup
10
8 Frekuensi
sangat kurang kurang
baik 5
kurang
sangat baik
0
cukup
6
baik
4 sangat baik
2 0
0
1
2
3
4
0
5
1
2
3
4
5
Skor Tes Keseimbangan Dinamis
Skor Tes Keseimbangan Dinamis
Laki-laki
Perempuan
Grafik 5.3 Distribusi Keseimbangan Dinamis berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber: Data Primer, 2016 Tabel 5.6 Korelasi Tiap Variabel berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki Variabel P
dengan r
Keseimbangan
Dinamis
r2 (%)
42
Usia
0,173**
Flat foot
0,013**
0,287* 0,016*
0,229** -0,405**
0,180*
5,244**
3,24*
-0.394*
16,402*
15,523*
*
** = Uji Korelasi Pearson ; * = Uji Korelasi Spearman Sumber: Data Primer, 2016 Setelah dilakukan uji normalitas pada tiap variabel dengan keseimbangan dinamis berdasarkan jenis kelamin laki-laki diperoleh hasil yaitu ada beberapa data yang berdistribusi normal dan ada yang berdistribusi tidak normal. Apabila data berdistribusi normal maka uji korelasi yang digunakan adalah uji pearson. Pada uji pearson nilai p = 0,173 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan keseimbangan dinamis. Nilai r = 0,229 menunjukkan kekuatan korelasi antara usia dengan keseimbangan dinamis lemah dengan persentase sebesar 5,244%. Nilai p = 0,013 menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara flat foot dengan keseimbangan dinamis. Niai r = -0,405 menunjukkan kekuatan korelasi antara flat foot dengan keseimbangan dinamis sedang dengan persentase sebesar 16,402%. Sedangkan apabila data berdistribusi tidak normal maka uji korelasi yang digunakan adalah uji spearman. Pada uji spearman nilai p = 0,287 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan keseimbangan dinamis. Nilai r = 0,229 menunjukkan kekuatan korelasi antara usia dengan keseimbangan dinamis lemah dengan persentase sebesar 3,24%. Nilai p = 0,016
43
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara flat foot dengan keseimbangan dinamis. Niai r = -0,394 menunjukkan kekuatan korelasi antara flat foot dengan keseimbangan dinamis sedang dengan persentase sebesar 15,523%. Tabel 5.7 Korelasi Tiap Variabel dengan Keseimbangan Dinamis berdasarkan Jenis Kelamin Perempuan Variabel
p
R
r2 (%)
Usia
0,15*
0,279*
7,784*
Flat foot
0,007*
-0,499*
24,9*
* = Uji Korelasi Spearman Sumber: Data Primer, 2016
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa nilai p = 0,15 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan keseimbangan dinamis. Nilai r = 0,279 menunjukkan kekuatan korelasi lemah dengan persentase sebesar 7,784%. Sedangkan nilai p = 0,007 menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara flat foot dengan keseimbangan dinamis. Nilai r = -0,499 menunjukkan kekuatan korelasi sedang dengan persentase sebesar 24,9%. 7
12
6
8 ringan
6
sedang
4
berat
2
Frekuensi
Frekuensi
10
5 4
ringan
3
sedang
2
berat
1
0
1
2
3
4
5
Skor Tes Keseimbangan Dinamis
0 kurang baik 1 cukup 2 4 3 sangat baik Skor Tes Keseimbangan Dinamis
44
Laki-laki
Perempuan
Grafik 5.4 Korelasi Grade Flat Foot dengan Keseimbangan Dinamis berdasarkan Jenis Kelamin
B.
Pembahasan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara flat foot
dengan keseimbangan dinamis pada murid TK Sulawesi Kota Makassar. Data pada penelitian ini merupakan data primer. Data flat foot diperoleh dari tes arkus pedis yaitu wet footprint test dan keseimbangan dinamis diperoleh dari balance beam test. Penelitian ini dilakukan pada anak laki-laki maupun perempuan di TK Sulawesi kelompok A (5-6 tahun) dan kelompok B (6-7 tahun). Anak laki-laki yang memiliki flat foot sebanyak 37 orang (56,9%) dan anak perempuan sebanyak 28 orang (43,1%). Sehingga dari penelitian ini dapat dilihat jumlah anak laki-laki yang memiliki flat foot lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Martin Pfeiffer., et al. pada tahun 2006 yang mendapatkan bahwa anak laki-laki memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami flat foot daripada anak perempuan. Prevalensi flat foot pada anak laki- laki sebesar 52% dan pada perempuan sebesar 36%. Lebih umumnya ditemukan kondisi flat foot pada laki-laki dibandingkan perempuan diduga karena adanya perbedaan anatomis tubuh, dimana rearfoot angle (nilai rata-rata valgus) pada anak laki-laki lebih besar dibandingkan pada anak perempuan (Pfeiffer, et al., 2006). Selain itu, menurut penelitian diketahui bahwa
45
sudut (derajat) arkus lateral dan medial pada perempuan lebih besar dibandingkan pada laki-laki (Fukano dan Fukubayashi, 2011). Pada penelitian ini diperoleh hasil yaitu tidak ada hubungan bermakna antara usia dengan keseimbangan dinamis (p>0,05) pada anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Permana pada tahun 2013 yang menyatakan ada hubungan antara usia dengan keseimbangan dinamis yang ditinjau dari jenis kelamin. Perbedaan hasil dari kedua penelitian ini disebabkan karena responden penelitian hanya mencakup usia anak yaitu 5 sampai 7 tahun. Pada penelitian ini diperoleh hasil keseimbangan dinamis pada anak lakilaki yang memiliki flat foot cenderung lebih baik daripada anak perempuan yakni sebanyak 20 anak laki-laki (54,1%) mendapatkan skor 5 dengan predikat sangat baik sedangkan pada anak perempuan yang mendapatkan predikat keseimbangan dinamis yang sangat baik hanya 10 orang (35,7%). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Lendra pada tahun 2007 yang mendapatkan hasil bahwa keseimbangan pada anak perempuan yang memiliki flat foot lebih lebih baik dibandingkan anak laki-laki yang memiliki flat foot dengan persentasi pada anak perempuan yaitu 45,7% dan anak laki-laki yaitu 41,18%. Rendahnya skor keseimbangan pada anak perempuan diduga disebabkan karena pola permainan pada anak perempuan yang cenderung lebih banyak melakukan permainan pasif dibandingkan anak laki-laki, serta pola didikan orang tua yang lebih senang bila anaknya diam dirumah dan belajar dibandingkan dengan apabila anaknya bermain diluar (Jaivin, 2006). Namun apabila ditinjau dari sisi perkembangan keseimbangan anak secara umum, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
46
lain yang dilakukan oleh Permana pada tahun 2012 yakni pada anak usia 7 sampai dengan 12 tahun anak perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan pada perkembangan keseimbangan statis maupun dinamis dimana anak laki-laki memiliki keseimbangan yang lebih baik dibandingkan anak perempuan. Adapun pada penelitian ini diperoleh hubungan antara flat foot dengan keseimbangan dinamis (p < 0,05) pada anak laki-laki (p = 0,013) dan pada anak perempuan (p = 0,007). Nilai hubungan lebih kuat diperoleh pada anak perempuan dengan r = -0,499 dibandingkan dengan anak laki-laki dengan r = 0,405. Nilai tersebut menunjukkan semakin tinggi grade flat foot maka semakin rendah tingkat keseimbangan dinamis. Hal yang serupa juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Ali dan Mohamed pada tahun 2011, yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara flat foot dengan keseimbangan dinamis (p = 0,004). Menurut Benedetti et.al (2011) sebanyak 75,3% anak dengan flat foot tidak mampu untuk berdiri satu kaki dengan waktu yang lama karena ketidakstabilan sendi subtalar dan adanya posisi eversi dari sendi subtalar yang menghambat keseimbangan selama berdiri satu kaki. Penelitian lain dilakukan oleh Roohi et. al (2013) dan Dabholkar et. al (2012) bahwa ada perbedaan keseimbangan statis dan dinamis serta kelincahan yang signifikan pada anak flat foot dan kaki normal. Pada masa tumbuh kembang anak, sebagian besar telapak kaki anak memang mengalami penebalan jaringan lunak pada sisi dalamnya (medial), namun flat foot akan menurun seiring dengan masa pertumbuhannya. Keadaan ini disebabkan oleh adanya kelemahan struktur yang menyokong arkus longitudinal pedis, yaitu (1) otot – otot pendek pada kaki, (2) ligamentum plantaris, (3) tendon
47
tibialis anterior dan posterior (Aston.J.N, 1983). Beberapa jenis reseptor sensorik di seluruh kulit, otot, kapsul sendi, dan ligamen memberikan tubuh kemampuan untuk mengenali perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal pada setiap sendi dan akhirnya berpengaruh pada peningkatan keseimbangan. (Riemann et al., 2002). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keseimbangan dinamis seseorang yakni faktor fisik, biomekanik, muskuloskeletal, dan somatosensorik. Namun dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa faktor muskuloskeletal yang berupa bentuk arkus pedis seseorang khususnya flat foot ternyata sangat mempengaruhi keseimbangan dinamis pada murid TK yang diteliti. Semakin tinggi grade flat foot maka semakin rendah kemampuan keseimbangan dinamis seseorang. Flat foot dapat mempengaruhi keseimbangan dinamis karena bentuk tapak kaki yang leper tanpa lengkung kurang mampu berfungsi sebagai sistem pengungkit yang kaku untuk mengungkit tubuh pada saat kaki akan meninggalkan pijakan pada proses berjalan (fase push off). Lengkung kaki yang tidak tumbuh normal menyebabkan gangguan keseimbangan, tidak stabil, deformitas berlanjut, keluhan lelah bila berjalan lama, sepatu bagian tumit cepat aus, cedera pada pemakaian berlebih dan rasa nyeri. Orang yang mempunyai lengkungan tulang tapak kaki normal dikatakan lebih bagus karena tekanan dari berat badan dibagi secara sama rata ke seluruh telapak kaki yang membuat mereka lebih stabil (Idris, 2010). Penyebab utama dari kaki datar (arkus rendah) adalah ketidak normalan struktur tulang sehingga pada kondisi kaki datar menyebabkan otot, tendon, dan ligamen bekerja lebih berat (Avenue, 2007). Penyebabnya dibedakan menjadi dua
48
yaitu penyebab biomekanik seperti forefoot varus, forefoot supinatus, pronasi yang disebabkan oleh equinus dan pronasi yang diakibatkan dari patologis pada daerah proksimal yang lain. Penyebab non biomekanik meliputi hilangnya fungsi otot, faktor herediter dan trauma (Kitaoka, 2002 dan Noll, 2001). Sesungguhnya kaki datar yang tidak memiliki arkus sama sekali jarang dijumpai, kebanyakan orang dengan kaki datar memiliki arkus yang fleksibel, dimana ketika kaki tidak menumpu berat badan kaki tampak memiliki arkus, sedangkan ketika menumpu pada kaki arkus tidak tampak (Hendrickson, 2005). Kebanyakan kaki datar bersifat fleksibel dimana tidak ada masalah dan tidak memerlukan pengobatan, selain itu ada yang bersifat rigid dimana kondisi ini menimbulkan gejala dan pengobatan yang tepat. Kaki datar yang rigid memerlukan pengobatan yang bisa dilihat dari gejalanya dengan latihan pada kaki (Lendra, 2007). Beberapa literatur menyebutkan bahwa anak dengan kondisi kaki datar memiliki keseimbangan yang jelek dibandingkan dengan anak yang memiliki arkus kaki normal ( Hsing, 2007; Pryce, 2006; Meidy, 2007; Abdurrahman,2003; Ferry,2006). Namun ada pula yang berpendapat fungsi keseimbangan tergantung pada fungsi mekanisme dari semisirkular kanal, kinesthetic sensation pada otot, tendon, dan sendi, serta persepsi visual ketika tubuh melakukan gerakan, dan kemampuan mengkoordinasikan ketiga sumber rangsangan (Lendra, 2007). Secara garis besar keseimbangan seseorang tidak bisa dilihat dari satu sisi saja (kinesthetic sensation pada otot, tendon dan sendi) namun banyak hal lain yang juga mempengaruhinya. Secara fisiologis keseimbangan tubuh anak-anak ditentukan oleh fungsi neurologis sistem otak dan sistem vestibular (alat keseimbangan), yang mana pada kelompok ini kedua fungsi tersebut berkembang
49
normal. Disamping itu, anak-anak telah melakukan permainan-permainan yang memerlukan keseimbangan tubuh sejak masa taman kanak-kanak (Permana, 2013). Kondisi flat foot bersifat progresif artinya jika tidak ditangani dengan baik maka kondisi kaki tersebut akan bertambah buruk dengan terjadinya deformitas valgus dan akan mengarah pada kondisi kaki planus. Dari penelitian ini ditemukan bahwa semakin tinggi grade flat foot maka kemampuan keseimbangan dinamis anak semakin rendah. Keseimbangan merupakan kemampuan yang penting dimana digunakan dalam aktifitas kita sehari–hari, seperti berjalan, berdiri dan berlari. Rendahnya kemampuan keseimbangan pada anak dapat mengakibatkan anak rentan jatuh dan mengalami hambatan saat berjalan. Hambatan berjalan pada anak dalam
masa tumbuh kembang akan mempengaruhi pemenuhan
kebutuhan anak, dimulai dari gangguan bergerak aktif, bermain, dan aktivitas sehari-hari (ADL) sampai berdampak menurunnya produktivitas anak. Anak menjadi tidak aktif, tidak bergairah, lesu dan malas. Jika adanya penurunan fungsi keseimbangan juga akan menyebabkan menurunnya kontrol postur, menurunnya alignment tubuh, monitoring kepala, kontrol reflek gerak mata serta dalam mengarahkan gerakan. Maka dari itu peran fisioterapi pada kasus flat foot diperlukan guna memberikan program latihan yang terintegrasi dengan tujuan untuk meningkatkan keseimbangan tubuh pada kondisi tersebut.
50
C. Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini: 1. Penelitian ini tidak didukung oleh pemeriksaan arkus pedis yang lebih akurat seperti radiografi atau bone scan. 2. Responden penelitian hanya mencakup rentang usia anak 5-7 tahun. 3. Masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi keseimbangan dinamis namun tidak dimasukkan dalam variabel penelitian.
51
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Prevalensi flat foot pada anak laki-laki lebih besar daripada anak perempuan yaitu 37 anak laki-laki dan 28 anak perempuan memiliki flat foot. 2. Hasil keseimbangan dinamis pada anak laki-laki yang memiliki flat foot cenderung lebih baik daripada anak perempuan. Tingkat keseimbangan dinamis pada anak laki-laki maupun perempuan didominasi tingkat yang sangat baik yakni 30 orang, sementara yang kurang baik hanya 10 orang. 3. Ada hubungan yang bermakna antara flat foot dengan keseimbangan dinamis pada murid TK Sulawesi Kota Makassar. Semakin tinggi grade flat foot maka semakin rendah tingkat keseimbangan dinamis anak. B. Saran 1. Subjek penelitian yang mengalami flat foot sebaiknya menggunakan alas kaki
korektif
strengthening
dan
melakukan
latihan-latihan
dan latihan berjinjit
seperti
stretching,
untuk membantu membentuk
lengkungan telapak kaki. 2. Subjek penelitian yang tetap mengalami flat foot pada usia di atas 10 tahun sebaiknya melakukan konsultasi dengan fisioterapis dan atau dokter untuk mendapatkan penanganan yang sesuai agar mencegah deformitas permanen.
51
52
3. Subjek penelitian yang mengalami kemampuan keseimbangan dinamis rendah dapat dilatih terus keseimbangannya dengan berjalan di atas papan titian ataupun berjalan mengikuti satu garis lurus. 4. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan instrumen yang lebih tepat mengingat bahwa masih kurangnya data serta penelitian mengenai masalah ini, khusunya di Indonesia.
53
DAFTAR PUSTAKA Abrahamova D & Hlavacka F. 2008. Age-Related Changes of Human Balance during Quiet Stance: Slovakia . Physiological Research. Ali, Mohamed Ibrahim. 2011. Dynamic Postural Balance in Subjects with and without Flat Foot [Skripsi]. Cairo : Department of Basic Sciences of Physical Therapy, Faculty of Physical Therapy, Cairo University. Anzai et,. al. 2014. Effects of Foot Arch Structure on Postural Stability. Division of Healthcare Informatics, Tokyo Healthcare University, Tokyo, Japan. Aston.J.N (1983); Traumatologik Dan Ortopedik, EGC,Jakarta , hal 196 – 199. Avenue Davie, “10 Common Causes of Foot Pain”, Carolina Foot Care Associates, PLLC Medical and Surgical Treatment of the Foot, www. carolinafootcare. com / footproblems diakses 15 april 2016. Baccolini G. 2013. Using Balance Training to Improve the Performance of Youth Basketball Players.Sport Sci Health. Volume 9. Nomor 1. 37–42. Bachtiar, Farahdina. 2012. Gambaran Arkus Pedis pada Mahasiswa Fisioterapi. Makassar: Prodi S1 Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin. Benedetti M G, Francesco Ceccarelli, Lisa Berti, Deianira Luciani, Fabio Catani, Marco Boschi, Sandro Giannini. 2011. Diagnosis of Flexibel Flat Foot in children: A Systematic Clinical Approach. Volume 34. Nomor 2. 94-99. Brown, S.P., Miller, W.C., & Eason, J.M, 2006. Neuroanatomy and Neuromuscular Control of Movement. Exercise physiology: Basis of human movement in health and disease. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins. 217-246. Campbell, S.K., 2000; The Child’s Development of Functional Movement dalam Campbell, S.K. (ed); Physical Theories for Children, Second Edition, W.B. Saunders,Philadelphia, hal. 3-28. Chang, Y.W. 2009. Postural Responses in Various Bases of Support and Visual United Stated: Lippincott Williams and Wilkins. Cook, S. 2001. Motor Control: Theory and Practical Applications. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Dabholkar A, Ankita Shah , SujataYardi. 2012. Comparison of DynamicBalance Between Flat Feet and Normal Individuals Using Star Excursion Balance Test. Indian Journal Of Physiotherapy & Occupational Therapy of International Journal. Volume 6. Nomor 3. 27-31.
54
Dahlan Sopiyudin, M. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat. Edisi 5. Jakarta : Salemba Medika. Delitto A, 2003. “The Link Between Balance Confidence and Falling”. Physical Therapy Research That Benefits You, American Physical Therapy Association. Fatmah dan Ruhayati. 2011. Gizi Kebugaran dan Olahraga. Bandung: Lubuk Agung. Franco, Abby Herzog. 1987. Pes Cavus and Pes Planus: Analyses and Treatment. Journal of The American Physical Therapy Association. Giovanni, Christopher Di dan Greishberg, Justin. 2007. Foot and Ankle: Core Knowledge in Orthopaedics. Elsevier Mosby. Harris, Edwin J., et al. 2004. Diagnosis and Treatment of Pediatric Flat foot. The Journal of Foot & Ankle Surgery, Volume 43, No.6, November/Desember. American College of Foot and Ankle Surgeons. Hendrickson Gail, “Flat Feet, Your Health Encyclopedia”, www. Healthopedia.com 2006, Patient Marketing Group, Inc. accessed Apri 12 2016 Horak, F. B. 2006. Mechanistic And Physiological Aspects Postural Orientation And Equilibrium: What Do We Need To Know About Neural Control Of Balance To Prevent Falls?. Oxford University Press on behalf of the British Geriatrics Society. Huxham FE, Goldie PA and Patla AE, 2001. “Theoretical considerations inbalance Assessment”. Australian Journal of Physiotherapy. Idris, Ferial Hadipoetro. 2010. Filogeni dan Ontogeni Lengkung Kaki Manusia, Majalah Kedokteran Indonesia, Vol: 60, Nomor: 2, Februari 2010. Jakarta: Departemen Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Kitaoka HB, “Effect of Foot Orthose on 3- dimensional kinematics of flatfoot”, www. Acfaom. Org, diakses 15 april 2016. Knudson, D. 2007. Fundamentals of Biomechanics. Springer Science.Second Edition.USA. Lendra , Made Dody. 2007. Pengaruh antara Kondisi Kaki Datar dan Kaki dengan Arkus Normal terhadap Keseimbangan Statis pada Anak Berusia 8 – 12 Tahun di Kelurahan Karangasem Surakarta [Skripsi]. Surakarta :
55
Jurusan Fisioterapi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Lutfie, Syarief Hasan. 2007. Hubungan antara Derajat Lengkung Kaki dengan Tingkat Kemampuan Endurans pada Calon Jemaah Haji. [Hasil Penelitian]. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN (Universitas Negeri Islam) Syarif Hidayatullah. Miller, Casey. 2010. What type of shoes do you wear?, (Online), (http://blog.mysanantonio.com/caseymiller/., diakses 28 januari 2016). Mineo, Michael, et al. 2004. Flexible Flatfoot. Texas: American College of Foot and Ankle Surgeons. Mochamad Sajoto. 1988. Pembinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Permana, Dhias Fajar. 2013. Perkembangan Keseimbangan pada Anak Usia 7 s/d 12 Tahun Ditinjau dari Jenis Kelamin. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia. Pfeiffer, Martin., et al. 2006. Prevalence of Flat Foot in Preschool-Aged Children. Journal of The American Academy of Pediatrics: Illinois. Pohl , Michael B dan Farr, Lindsay. 2010. A Comparison of Foot Arch Measurement Reliability Using Both Digital Photography and Calliper Methods. Journal of Foot and Ankle Research: BioMed Central, (Online), (http://www.jfootankleres.com/content/3/1/14., diakses 1 februari 2016). Prodi S1 Fisioterapi Unhas. 2016. Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Makassar: Prodi S1 Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Riemann, B.L. & Lephart, S.M, 2002a. The sensorimotor system, part I: the physiologic basis of functional joint stability. Journal of Athletic Training,37(1); 71-79. Santoso, Denny. 2011. Perawatan Tepat Bagi Anda yang Memiliki Telapak Kaki Datar (Flat Feet), Sport Injuries & Rehabilitation,(Online),(http://duniafitn es.com/sport-injuries-rehabilitation/perawatan-tepat-bagi-anda-yangmemiliki-telapak-kaki-datar-flat-feet.html., diakses 3 Februari 2016). Sharma, Krishna Nand, et al. 2005. Flat Feet : A Study of 297 School Children. Tamanna Institute of Allied Health Science Allahabad: Apocon. Shier D, Butler, J., & Lewis, R, 2004. Somatic and Special Senses. Hole’s Human Anatomy and physiology. 10th ed. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 421-466.
56
Sujiono, Bambang.dkk, 2007, Metode Pengembangan Fisik. Jakarta: Universitas Terbuka. Takehiro, I. 2009. Relationships Between Test Characteristics And Movement Patterns Physical Fitness, And Measurement Characteristics: Suggestions For Developing New Test Items For 2- To 6-Year-Old Children. Human Performance Measurement Vol. 5 Tadkiroatun Musfiroh. (2008). Memilih, Menyusun, dan Menyajikan Cerita untuk Anak Usia Dini. Yogyakarta: Tiara Wacana Toho Cholik Mutohir (2004). Perkembangan Motorik pada Masa AnakAnak.Jakarta: Proyek Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Olahraga, Direktorat Jenderal Olahraga, Depdikanas. Watson M A, and Black F A, 2008. “The Human Balance System” A Complex Coordination Of Central And Peripheral Systems By The Vestibular Disorders Association. Wilson, Matthew J. 2008. Synopsis of Causation Pes Planus. Ninewells Hospital and Medical School, Dundee. Wilton. 2014. Balance-Beam Exercises for Milwaukee-Brace Wearers: An Adjunct to Regular Recreational and Physical-Education Activities. Available from http://www.acpoc.org/library/1971_03_015.asp.
57
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Prosedur Penelitian 1. Pemeriksaan flat foot Alat dan Bahan : a) Tinta cair b) Wadah berisi air c) Kertas karton putih Pelaksanaan: a) Subjek membasahi salah satu sisi telapak kaki dengan air yang telah diberikan tinta berwarna pada wadah yang telah disediakan. b) Subjek menapakkan kaki yang telah dibasahi di atas kertas putih. c) Langkah di atas dilakukan kembali pada sisi kaki yang berlawanan. d) Peneliti memberikan interpretasi hasil tes dengan menggambar garis aksis kaki pada footprint.
2. Pengukuran keseimbangan dinamis Pengukuran walking balance beam test dilakukan oleh tiga orang pengukur, 1 orang memberi instruksi, dan 2 orang lainnya sebagai pengawas. Alat dan Bahan : a) Balok keseimbangan dengan ukuran lebar 15 x 120 x 20 cm b) Blanko penilaian c) Stopwatch
58
Pelaksanaan: a) Perintahkan anak untuk berdiri di atas balok. b) Fokus pandangan pada akhir permukaan balok. c) Rentangkan kedua tangan kesamping. d) Kemudian mulai untuk berjalan.
59
Lampiran 2 : Lembar Penilaian
Nama
Jenis Kelamin
Umur (tahun)
Grade Flat Foot
Skor Keseimbangan Dinamis
Interpretasi
Keterangan : 5 mampu melewati balance beam dengan keseimbangan sempurna dalam 6 detik. 4
mampu melewati balance beam dengan agak goyah dalam 6 detik.
3
1
mampu melewati balance beam dengan berhenti lebih dari satu kali dan membutuhkan memakan waktu lebih dari/sama dengan 6 detik. mampu melewati balance beam dengan berhenti lebih dari satu kali dan hampir jatuh, mungkin jeda satu kali atau lebih, dan / atau memakan waktu lebih dari 6 detik. Jatuh dari balok sebelum menyelesaikan berjalan.
0
Jatuh dari balok segera
2
60
Lampiran 3 : Lembar Informed Concent
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Yang bertanda tangan di bawah ini Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Alamat
:
Menyatakan bahwa saya bersedia sebagai responden dalam penelitian yang dilakukan oleh Humairah Sahabuddin tentang “Hubungan antara Flat Foot dengan Keseimbangan Dinamis pada Murid TK Sulawesi Kota Makassar Tahun 2016 ”. Demikian surat pernyataan kesediaan saya buat dengan penuh rasa kesadaran dan sukarela.
Makassar, …………………. 2016 Yang membuat pernyataan,
Lampiran 4 : Hasil Analisis dan Pengolahan Data Tests of Normality
61
a
Kolmogorov-Smirnov Jenis_Kelamin Flat_Foot
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Laki-laki
.257
37
.000
.793
37
.000
Perempuan
.294
28
.000
.759
28
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Flat_Foot Skor_Tes_Keseimbangan
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Ringan
.428
15
.000
.596
15
.000
Sedang
.307
14
.001
.791
14
.004
Berat
.193
8
.200
*
.920
8
.428
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Jenis_Kelamin Skor_Tes_Keseimbangan
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Laki-laki
.321
37
.000
.767
37
.000
Perempuan
.224
28
.001
.832
28
.000
a. Lilliefors Significance Correction
Correlations Skor_Tes_Kese Flat_Foot Spearman's rho
Flat_Foot
Skor_Tes_Keseimbangan
Umur
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
imbangan
Umur
1.000
-.499
**
-.112
. 28 ** -.499 .007 28 -.112 .569 28
.007 28 1.000 . 28 .279 .150 28
.569 28 .279 .150 28 1.000 . 28
62
Correlations Skor_Tes_Kese Flat_Foot Flat_Foot
Pearson Correlation
Umur
1
-.405
.238
.013
37
37
37
Pearson Correlation
.199
1
.229
Sig. (2-tailed)
.238
N
N Skor_Tes_Keseimbangan
*
.199
Sig. (2-tailed)
Umur
imbangan
Pearson Correlation
37
37
37
*
.229
1
.013
.173
37
37
-.405
Sig. (2-tailed)
.173
N
37
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations Skor_Tes _Keseim Flat_Foot Spearman's rho
Flat_Foot
Correlation Coefficient
*
.220
-.394
.
.190
.016
37
37
37
Correlation Coefficient
.220
1.000
.180
Sig. (2-tailed)
.190
.
.287
37
37
37
*
.180
1.000
.016
.287
.
37
37
37
N
N Skor_Tes_Keseimbangan
bangan
1.000
Sig. (2-tailed)
Umur
Umur
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
-.394
63
64
65
Lampiran 6 : Dokumentasi Penelitian
Pemeriksaan Arkus Pedis
Pemeriksaan Arkus Pedis
Hasil Pemeriksaan Arkus Pedis
66
Pengukuran Keseimbangan Dinamis
Pengukuran Keseimbangan Dinamis
Pengukuran Keseimbangan Dinamis
67
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama
: Humairah Sahabuddin
Tempat/Tanggal Lahir
: Makassar, 7 Oktober 1994
Alamat
: Jl. Bontoduri V No. 19 A Makassar
No Telp
: 085399090594
Email
:
[email protected]
Jurusan
: Fisioterapi
Fakultas
: Kedokteran
Nama Ayah
: H. Sahabuddin Samad, S.H
Nama Ibu
: Hj. Rahmatiah Hudayah, S.H
Riwayat Pendidikan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
(1999-2000) TK Nurul Iman Kupang (2000-2004) SDN Bonipoi 2 Kupang (2004-2006) SDN 4 Menteng Palangkaraya (2006) SMPN 2 Palangkaraya (2006-2009) SMP Kesatrian 2 Semarang (2009-2012) SMA Islam Athirah Makassar (2012-2016) Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran UNHAS
Riwayat Organisasi : 1. (2014-2015) Anggota Divisi Hubungan Luar Himafisio FK-UH 2. (2014) Anggota Divisi Kesekretariatan UKM Renang UNHAS 3. (2015) Anggota Divisi Dana dan Usaha UKM Renang UNHAS