HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENDIDIKAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS YANG DITENTUKAN BERDASARKAN DISTRIBUSI IGG4 ANTIFILARIA
Biyan Maulana*, Heri Wibowo** * Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ** Staff Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Abstrak Filariasis adalah penyakit infeksi yang masih endemis pada beberapa daerah tropis khususnya pada daerah Indonesia. Filaria ditularkan oleh vektor nyamuk. Pada desa Jati Sampurna dan Jati Karya, Kecamatan Pondokgede, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat merupakan daerah endemik infeksi filaria. Diduga faktor pendidikan memiliki peran besar terhadap insiden filariasis pada daerah ini yang sampai sekarang masih tinggi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor pendidikan dengan distribusi IgG4 antifilaria pada penduduk yang berada di daerah tersebut. Penelitian ini adalah penelitian yang berbasis pada data sekunder. Sampel diperoleh dari data hasil penelitian utama yang penelitiannya menggunakan metode cross-‐sectional. Data tersebut digunakan untuk menilai hubungan antara faktor pendidikan dengan kejadian filariasis yang berdasarkan pada distribusi IgG4 antifilaria di kecamatan Pondok Gede Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang bermakna, pada data penelitian menunjukkan pada kelompok pendidikan rendah memiliki jumlah positif sebesar 124 (71,3%) secara signifikan (p: 0,001) lebih tinggi dibandingkan pada kejadian filariasis pada kelompok pendidikan tinggi yaitu sebesar 45 (51,1%).
Kata kunci: IgG4 anti-filaria, faktor pendidikan
Hubungan antara faktro..., Biyan Maulana, FK UI, 2013
Abstract Filariasis, one of the contagious disease that until now still endemic at several place in Indonesia. Filaria is transmited by a vector which is mosquitoes. Jati Sampurna and Jati Karya village in Pondokgede Subdistrict, Bekasi, West Java has been known as area that endemic filariasis. Educational factor is presumed as significant factors that affect filariasis incidence in those villages that untill now still high. This study focused to determine the connection between educational factor to filariasis incidence in those villages. This study is based on the secondary data. Secondary data were obtained from primary research data that done by cross-‐sectional method. These data were used to assess the association of educational factor to filariasis incidence that determined by IgG4 antifilaria distribution at Pondokgede Sub-‐ district, Bekasi District, West Java. Research shows that the corelation is real, research data shows that filarial incidence on low educational group in the amount of 124 (71,3%) significantly higher (chi-‐square: 0,001) than high educational group 45 (51,1%).
Keywords: IgG4 anti-filaria, educational factor
PENDAHULUAN Filariasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit filaria, yang infeksinya bersifat khas dan sistemik.1 Filaria telah menginfeksi jutaan penduduk dunia.2 Penyakit ini endemik pada 83 negara, yang terbanyak adalah Indonesia, India, Nigeria banglades; yang hampir mencapai 70% dari keseluruhan kasus.3 Penduduk yang telah hidup lama di daerah endemis tidak menunjukkan reaksi peradangan yang berat dibandingkan penduduk daerah non-endemis atau pendatang.4 Pada Indonesia sendiri menurut data dari departemen kesehatan Indonesia, sampai tahun 2009 penderita filariasis terdapat pada 386 kabupaten di Indonesia. Prevalensi terdapatnya mikrofilaria pada tubuh penduduk sekitar 19% atau sebanyak 40 juta orang yang dapat ditemukan adanya cacing filaria ditubuhnya yang dapat dengan mudah ditularkan.5 Faktor pendidikan diduga mempunyai peran yang signifikan terhadap insiden filariasis. Filariasis limfatik disebabkan oleh infeksi salah satu dari 3 tipe cacing, yaitu Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, dan Brugia Timori. Cacing dewasa hidup di dalam
Hubungan antara faktro..., Biyan Maulana, FK UI, 2013
sistem limfatik manusia kurang lebih selama 6-8 tahun dan sepanjang masa hidupnya akan memproduksi berjuta-juta mikrofilaria yang bersirkulasi dalam darah. Sedangkan cacing dewasa, menetap di saluran limfatikyang akan menyebabkan terjadinya gangguan pada saluran tersebut.6 Filariasis ditularkan oleh vektor, dalam hal ini adalah nyamuk. Jenis nyamuk yang menjadi vektor selalu spesifik terhadap jenis dari filarianya.
W. Bancrofti yang berada di
daerah urban, ditularkan oleh nyamuk jenis Cx. Quinquefasciatus yang memiliki tempat perindukan pada air menggenang yang kotor dan tercemar. Sedangkan, pada daerah pedesaan ditularkan oleh bermacam spesies nyamuk.4 Infeksi filariasis limfatik manifestasi klinisnya dapat asimptomatik sampai simptomatik dengan onset akut sampai kronik. Meskipun asimptomatik tetap terjadi kerusakan pada sistem limfatik dan ginjal bergantung dari kekuatan sistem imun hostnya. Cacing dewasa menetap di saluran limfatik, sehingga aliran limfatik terganggu yang akhirnya menyebabkan disfungsi pada sistem limfatik. Sistem imunitas tubuh merespon terhadap adanya benda asing tersebut sehingga timbullah inflamasi yang sifatnya episodik dan terjadi beberapa kali dalam setahun dan berlangsung beberapa minggu lamanya. Peradangan yang terjadi pada sistem limfatik alat kelamin laki-laki menyebabkan terjadinya funikulitis, epididimitis, dan orkitis. Pada stadium kronik, gejala klinis yang dapat dijumpai adalah hidrokel. Limfadema dan elephantiasis juga sering kali mengenai seluruh tungkai, seluruh lengan, payudara, testis, dan vulva.6 Berbagai kondisi tersebut menyebabkan terjadinya deformitas tubuh yang mengarah pada terganggunya faktor sosial dan ekonomi.4 Filariasis limfatik tidak selalu menampakkan gejala klinis, sampai saat ini cara yang paling terjamin untuk menentukan apakah telah terinfeksi adalah dengan tes darah. Pengumpulan darah dilakukan saat periode nokturnalnya berada di darah tepi, yaitu malam hari.7 Teknik serologi mempunyai deteksi mikroskopis alternatif tersendiri untuk mendiagnosis filariasis limfatik.8 Penderita yang memiliki infeksi aktif biasanya memiliki kadar IgG4-antifilaria darah yang meningkat dan dapat dideteksi dengan melalui metode assay rutin. deteksi antibodi sampai saat ini belum dapat membedakan infeksi lama dan infeksi aktif.9
Hubungan antara faktro..., Biyan Maulana, FK UI, 2013
METODE Penelitian ini berbasis pada data sekunder dari data hasil penelitian utama. Penelitian utama dilakukan dengan metode cross-sectional. Data – data tersebut dipakai untuk menilai adanya hubungan faktor risiko infeksi filaria pada ibu hamil yang tinggal di daerah endemik kecacingan berdasarkan distribusi IgG4 antifilaria di kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat Sampel yang dipakai pada penelitian ini adalah berasal dari sampel ibu hamil trimester ke 3 yang berdomisili di daerah endemis filaria. Besar sampel yang dipakai dihitung menggunakan rumus mencari uji hipotesis untuk dua proporsi dua kelompok independen. Dengan P1 adalah hasil perataan dengan salah satu poin diperkirakan memiliki jumlah dua kali lipat kasus filaria dan P2 adalah proporsi efek yang diteliti berdasarkan pada perbedaan hasil klinis terkecil yang dianggap penting. Didapatkan besar sampel yang dianggap signifikan menentukan kebermaknaan adalah berjumlah 131 orang. Analisa statistik yang dipakai adalah metode beda dua proporsi dengan uji Chi-square. Uji logistik bivariat dilakukan untuk mendapatkan nilai Odd ratio (OR) dari variabel pendidikan terhadap prevalensi IgG4 penduduk. Serta kemudian diketahui nilai Confident Interval untuk melihat jumlah dan faktor resiko yang nyata dari perbedaan tingkat pendidikan dibandingkan ratio IgG4 antifilaria.
HASIL Penelitian ini bertempat pada desa Jati Sampurna dan Jati Karya yang termasuk kedalam kecamatan Jati Sampurna Bekasi, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih karena merupakan area suburban yang endemis Wuchereria bancrofti. Kebersihan lingkungan pada kedua kelurahan ini tergolong buruk, cocok untuk perindukan nyamuk vektor. Subjek pada penelitian ini adalah 286 ibu hamil trimester ketiga,sedangkan yang berhasil tercatat status antigen filarianya ada 284 dan yang tercatat hasil pemeriksaan IgG4anti-filarianya sebanyak 264 subjek. Poin pendidikan yang dijaring dari subyek adalah mulai dari tidak bersekolah sampai perguruan tinggi, yang kemudian dikategorikan menjadi pendidikan rendah (tidak bersekolah hingga sekolah dasar) dan pendidikan tinggi (sekolah
Hubungan antara faktro..., Biyan Maulana, FK UI, 2013
menengah pertama hingga perguruan tinggi). Status positif dan negatif ditentukan berdasarkan cut-of-point dari nilai kadar IgG4 antifilaria (sebesar 503,3750) yang diperoleh menggunakan analisis ROC. 100% 50%
28.70% 71.30%
48.90% Negatif
51.10%
Positif
0%
Pendidikan Pendidikan Rendah Tinggi
Hasil analisis menunjukkan bahwa, insiden filariasis positif pada kelompok pendidikan rendah sebesar 124 (71,3%) secara signifikan (p: 0,001) lebih tinggi dibandingkan kejadian filaria pada kelompok pendidikan tinggi 45 (51,1%). Besarnya resiko infeksi di analisa menggunakan uji regresi logistik yang diketahui bahwa titer IgG4 positif pada orang pada kelompok pendidikan rendah lebih besar dibandingkan dengan yang kelompok pendidikan tinggi, dengan resiko IgG4 positif pada kelompok pendidikan rendah 2,4 kali lebih tinggi dibandingkan pada kelompok pendidikan tinggi (OR=2,4, CI 95% = 1,4-4). Dari hasil ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan menghasilkan kontribusi signifikan terhadap kejadian filaria pada ibu hamil yang tinggal di daerah itu. Status Antigen Filaria
Pendidikan
Pendidikan
Positif (+)
Negatif (-)
Total
124 (71,3%)
50 (28,7%)
174 (100%)
Rendah Pendidikan
Chi Square p = 0,001 47 (51,1%)
45 (48,9%)
92 (100%)
171 (64,3%)
95 (35,7%)
266 (100%)
OR= 2,4 (CI 95% = 1,4 – 4)
Tinggi Total
Dari hasil ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan menghasilkan kontribusi signifikan terhadap kejadian filaria pada ibu hamil yang tinggal di daerah itu.
Hubungan antara faktro..., Biyan Maulana, FK UI, 2013
DISKUSI Infeksi filariasis pada negara Indonesia utamanya disebabkan oleh jenis filaria Wuchereria bancrofti. Filaria tersebut disebarkan oleh vektor nyamuk yang menghisap mikrofilaria dan menyalurkan larva infektif. Oleh karena penyebarannya melalui vektor, penyakit filariasis dapat disebut sebagai vector born disease, dimana salah satu cara efektif penanggulangannya adalah dengan menghambat perindukan nyamuk. Nyamuk vektor seperti halnya jenis nyamuk lainnya, tempat perindukannya adalah pada genangan air. Faktor kebersihan dapat menjadi pokok penting dalam menurunkan penyebaran infeksi filariasis oleh nyamuk ini. Selain itu, kewaspadaan terhadap perlunya menghindari gigitan nyamuk ini penting untuk di tanamkan pada warga. Khususnya pada warga yang bekerjanya diluar dan malam hari. Keseluruhan faktor tersebut dapat dilakukan dan ditanamkan pada perilaku jika memiliki pengetahuan mengenai penyakit filariasis ini. Faktor pendidikan merupakan faktor penting yang berpengaruh dalam kemampuan menganalisa dan memahami pengetahuan tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan. Dengan Confident Interval 95%, orang dengan pendidikan rendah secara signifikan memiliki resiko 1,4-4 kali punya titer IgG4 antifilaria positif dibandingkan orang dengan pendidikan tinggi. Walaupun status IgG4 filaria positif tidak menunjukkan bahwa subyek sedang terinfeksi filaria (ditemukan parasit filaria dalam tubuh subyek), namun yang pasti bahwa subyek telah terpajan oleh stadium infektif cacing filarial yang dibawa oleh vector. Dari hasil ini terindikasi bahwa kelompok pendidikan rendah lebih berisiko untuk terpajan nyamuk vektor yang mengandung stadium infektif filarial, pemfokusan untuk peningkatan faktor pendidikan serta pengetahuan khususnya tentang filariasis akan menurunkan peluang tergigit oleh vektor. Peningkatan pengetahuan tentang penyakit dan cara penularan perlu diberikan baik melalui pendidikan informal seperti penyuluhan maupun dari sekolah-sekolah formal, diharap tindakan ini dapat meningkatkan sikap dan prilaku subyek untuk menurunkan resiko infeksi filaria.
Hubungan antara faktro..., Biyan Maulana, FK UI, 2013
KESIMPULAN Pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap insiden filariasis pada ibu hamil di wilayah endemik filaria. SARAN Pemberian edukasi secara berkala tentang infeksi cacing filaria dan bagaimana cara mencegahnya. Penekanan materi tentang filariasis pada pendidikan sekolah. Dilakukannya deteksi dan penanganan dini filariasis terutama pada penduduk dengan pendidikan rendah.
Hubungan antara faktro..., Biyan Maulana, FK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA 1. Ngan V. Filariasis [Internet]. New Zealand: DermNet NZ [Cited: 13 Sept 2011]. Available From: http://www.dermnetnz.org/arthropods/filariasis.html 2. Marty AM. Dermatologic Manifestation of Filariasis [Internet]. [Place Unknown]: Medscape; [Updated 8 Jul 2011; Cited 13 Sept 2011]. Available From: http://emedicine.medscape.com/article/1109642-overview#a1 3. John, David T, William A. Wuchereria Bancrofti. Medical Parasitology. 9th Ed. St Louis, Missouri: Saunders Elsevier, 2006. 4. World Health Organization. Lymphatic Filariasis [Internet]. [Place Unknown]: WHO; [Updated: March 2011; Cited: 17 Sept 2011]. Available From: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs102/en/ 5. Penderita Filariasis Tersebar di 386 Kabupaten/Kota [Internet]. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik
Indonesia
[Cited:
13
Sept
2011].
Available
From:
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/453-penderita-filariasistersebar-di-386-kabupatenkota.html 6. Sutanto I, Ismid OS, Sjarifuddin PK, Sungkar S.Buku Ajar parasitologi kedokteran. Ed 4. Jakarta: Balain Penerbit FKUI; 2009. hlm. 32-44. 7. Center for Disease Control and Prevention. Biology - Life Cycle of Wuchereria bancrofti [Internet]. [Place Unknown]: CDC; [Updated: 2 Nov 2010; Cited: 17 Sept 2011]. Available From: http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/biology_w_bancrofti.html 8. Global Alliance to Eliminate Lymphatic Filariasis. Diagnosis. [Cited: 17 Sept 2011] Available From : http://www.filariasis.org/diagnosis.html 9. Center for Disease Control and Prevention. Diagnosis [Internet]. [Updated: 2 Nov 2010; Cited: 17 Sept 2011]. Available From: http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/diagnosis.html
Hubungan antara faktro..., Biyan Maulana, FK UI, 2013