HUBUNGAN ANTARA FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG TAHUN 2016
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh YUFA ZURIYA NIM: 1112101000029
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PRORAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M/1438 H
LEMBAR PERNYATAAN
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Desember 2016 YUFA ZURIYA, NIM: 1112101000029 HUBUNGAN ANTARA FAKTOR HOST DAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG TAHUN 2016 (xv+ 80 halaman, 9 tabel, 8 grafik, 1 gambar, 3 bagan, 27 lampiran) ABSTRAK Tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan penyakit menular yang telah membunuh 1,5 juta orang di seluruh dunia selama tahun 2014. Puskesmas Pamulang merupakan puskesmas yang mengalami peningkatan jumlah kasus tuberkulosis paru dari tahun 2014-2015 dan memiliki jumlah kasus terbanyak di Kota Tangerang pada tahun 2015. Timbulnya penyakit TB Paru dipengaruhi oleh faktor host dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor host dan lingkungan dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel penelitian yang diambil sebanyak 61 orang dengan cara random sampling. Pada penelitian ini analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji chi square dengan α=0,05. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa 45,9% responden menderita TB Paru. Berdasarkan hasil penelitian diketahui pula bahwa sebagian besar penderita TB paru berjenis kelamin laki-laki (60,7%). Selain itu juga diperoleh faktor yang terbukti berhubungan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang yaitu riwayat kontak serumah (p value= 0,034). Berdasarkan hasil tersebut masyarakat disarankan untuk menerapkan perilaku hidup sehat serta meningkatkan kewaspadaan dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab TB Paru. Selain itu, pihak Puskesmas Pamulang diharapkan dapat meningkatkan penjaringan kasus TB paru baik secara aktif maupun pasif dengan melibatkan peran kader TB paru. Kata kunci: Tuberkulosis Paru, Host, dan Lingkungan Daftar bacaan: 66 (1997-2015)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduated Thesis, December 2016 YUFA ZURIYA, NIM: 1112101000029 RELATIONSHIP BETWEEN HOST AND ENVIRONMENTAL FACTORS WITH INCIDENCE OF PULMONARY TB IN PUSKESMAS PAMULANG AREA 2016 (xv+ 80 pages, 9 tables, 8 diagrams, 1 image, 2 charts, 27 attachments) ABSTRACT
Pulmonary tuberculosis is a communicable disease which killed 1,5 million people around the world during 2014. Puskesmas Pamulang is a health center in South Tangerang City which has increased number of pulmonary tuberculosis from 2014-2015 and has the highest number of pulmonary tuberculosis incidence in South Tangerang City in 2015. Pulmonary tuberculosis is influenced by host and environmental factors. This study aimed to find out relationship between host and environmental factors with incidence of pulmonary TB in Puskesmas Pamulang area. The study design used cross sectional. The samples were 61 people which taken by random sampling. Data analysis was performed with univariate and bivariate by using chi square test with α=0,05. The result of this study showed that 45,9% respondents suffered from pulmonary tuberculosis. Based on this study most patients with pulmonary TB were male (60,7%). It was also known that there were factors associated with incidence of pulmonary tuberculosis in Puskesmas Pamulang area is history of household contact (p value= 0,034). Based on these results, the society are recommended to adopt healthy behavior and increase awareness as well concerning of factors that causing pulmonary TB. Beside that, Puskesmas Pamulang was expected to increase pulmonary TB cases detection either actively or passively by involving pulmonary TB affiliation.
Key words: Pulmonary tuberculosis, Host, and Environment References: 66 (1997-2015)
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. DATA PRIBADI Nama
: Yufa Zuriya
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 25 Maret 1995
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Perum Harapan Kita Jl Soka III Blok G.3 No.17 Karawaci, Tangerang
Telepon
: 081212390842
Email
:
[email protected]
B. RIWAYAT PENDIDIKAN 2012-2016
:
UIN
Syarif
Fakultas
Hidayatullah
Kedokteran
Kesehatan.
Jurusan
Masyarakat. 2009-2012
:
SMAN 1 Karanganom
2006-2009
:
SMPN 1 Tulung
2000-2006
:
SDN Puluhan II
vi
Jakarta.
dan
Ilmu
Kesehatan
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu Alhamdulillahirobbil alamin , puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. karena berkat rahmah dan karunia-Nya Skripsi yang berjudul “Hubungan antara Host dan Lingkungan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016” dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan, baginda Nabi Besar Muhammad saw. beserta para keluarga, sahabat, serta pecintanya hingga akhir kiamat kelak, aamiin aamiin yaa robbal’aalamiin. Dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak pihak yang terlibat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Dr. Ela Laelasari ,SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Pmbimbing Akademik yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing saya hingga skripsi ini selesai. 4. Ibu Gitalia Budhi Utami, SKM, MKM selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing, mengoreksi dan memberikan saran-saran hingga skripsi ini selesai.
vii
5. Kedua orangtua ku, Bapak Subari dan (Almh) Ibu Sri Rahayu yang menjadi sumber semangatku. 6. Keluarga besarku Kakek & Nenek Darmo, Ibu Yuni, Mas Anton, Kakak dan adik-adik ku tersayang yang selalu memberikan dukungan dan doa. 7. Kepada teman-teman kesling 2012 (Agus, Abd, Ivan, Tyas, Uting, Isna, Rani, Pude, Isa, Juwita, Hanif, Dhira, Ainia, Ukhty, Destin, Yuni, Azizah, Hanun, Dwi, Syifa, Bella, Yola, Yolanda, Sarah) yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. 8. Sahabat-sahabatku tersayang Tyas Indah, Sri Widiyastuti, Isnaeni Wahyu, Abd Rohim, Nuril Hidayah, dan Lilis Yuliarti yang selalu menyemangati dan menghiburku. Serta kepada Nia Husnia, Anisa Apriliyani, dan Putri Mulyaningsih yang selalu memberikan masukan-masukan positif kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu Jakarta,
Desember 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................... i ABSTRAK ......................................................................................................................... ii PERNYATAAN PERSETUJUAN.................................................................................. iv LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................................ v DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vi KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vii DAFTAR ISI..................................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xii DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xiv DAFTAR BAGAN .......................................................................................................... xv BAB I .................................................................................................................................. 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 1.1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
1.3
Pertanyaan Penelitian .......................................................................................... 5
1.4
Tujuan Penelitian ................................................................................................ 6
1.4.1
Tujuan Umum ............................................................................................. 6
1.4.2
Tujuan Khusus ............................................................................................ 6
1.5
Ruang Lingkup Penelitian................................................................................... 6
1.6
Manfaat Penelitian .............................................................................................. 7
1.6.1
Bagi Puskesmas........................................................................................... 7
1.6.2
Bagi Peneliti Selanjutnya ............................................................................ 7
BAB II ................................................................................................................................ 8 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 8 2.1
Tuberkulosis Paru ............................................................................................... 8
2.2
Cara Penularan .................................................................................................... 8
2.3
Dignosis TB ........................................................................................................ 9
2.4
Epidemiologi Tuberkulosis ............................................................................... 10
2.5
Faktor Penyebab TB Paru ................................................................................. 11
ix
2.6.1
Host (Penjamu) ......................................................................................... 12
2.6.2
Agen .......................................................................................................... 17
2.6.3
Lingkungan ............................................................................................... 19
2.6
Kerangka Teori ................................................................................................. 25
BAB III............................................................................................................................. 27 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS .............. 27 3.1
Kerangka Konsep .............................................................................................. 27
3.2
Definisi Operasional ......................................................................................... 29
3.3
Hipotesis ........................................................................................................... 32
BAB IV ............................................................................................................................. 33 METODE PENELITIAN ............................................................................................... 33 4.1
Desain Penelitian .............................................................................................. 33
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 33
4.3
Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................................ 33
4.4
Pengumpulan Data ............................................................................................ 36
4.5
Instrumen Penelitian ......................................................................................... 37
4.6
Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................................ 37
4.7
Pengolahan Data dan Analisis Data .................................................................. 38
BAB V .............................................................................................................................. 41 HASIL PENELITIAN .................................................................................................... 41 5.1
Gambaran Umum Wilayah Penelitian .............................................................. 41
5.2
Analisis Univariat ............................................................................................. 42
5.2.1 Distribusi Frekuensi Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 .............................................................................................. 42 5.2.2
Faktor Host................................................................................................ 42
5.2.3
Faktor Lingkungan .................................................................................... 46
5.3
Analisis Bivariat................................................................................................ 49
5.3.1
Faktor Host................................................................................................ 49
5.3.2
Faktor Lingkungan .................................................................................... 54
BAB VI ............................................................................................................................. 58 PEMBAHASAN .............................................................................................................. 58 6.1
Keterbatasan Penelitian ..................................................................................... 58
x
6.2
Kejadian TB Paru .............................................................................................. 58
6.3
Faktor Host........................................................................................................ 60
6.4
Faktor Lingkungan ............................................................................................ 68
BAB VII ........................................................................................................................... 74 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................. 74 7.1
Simpulan ........................................................................................................... 74
7.2
Saran ................................................................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 76 LAMPIRAN..................................................................................................................... 81
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional
36
Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas
46
Tabel 5.1 Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
50
Tabel 5.2 Hubungan Merokok dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja 51
Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Tabel 5.3 Hubungan Kebiasaan Membuka Jendela dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
52
Tabel 5.4 Hubungan Kebiasaan Menjemur Kasur dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
53
Tabel 5.5 Hubungan Riwayat Kontak Serumah dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
54
Tabel 5.6 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
55
Tabel 5.7 Hubungan Luas Ventilasi dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
56
xii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Distribusi Frekuesi Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 42 Grafik 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
43
Grafik 5.3 Distribusi Frekuensi Merokok Responden di Wilayah Kerja Puskesmas 44 Pamulang Tahun 2016 Grafik 5.4 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Membuka Jendela Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
45
Grafik 5.5 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Menjemur Kasur Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
46
Grafik 5.6 Distribusi Frekuensi Riwayat Kontak Serumah Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 47 Grafik 5.7 Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 48 Grafik 5.8 Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
xiii
49
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mycobacterium tuberculosis
xiv
18
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Alur Diagnosis TB Paru
9
Bagan 2.2 Kerangka Teori
26
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
27
xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan permasalahan kesehatan global yang telah menjadi perhatian dunia selama 2 dekade terakhir (WHO, 2015). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular paling umum dan penyebab utama kematian pada orang yang hidup dengan HIV (CDC, 2014). Pada tahun 2014, TB telah membunuh 1,5 juta orang. WHO memperkirakan terdapat 9,6 juta kasus TB pada tahun 2014 namun hanya 6 juta kasus yang terlaporkan, artinya terdapat 3,6 juta kasus yang tidak terdiagnosis atau tidak terlaporkan. Sementara itu, 58% kasus TB dunia diantaranya terdapat di Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Indonesia menempati posisi terbesar kedua kasus TB setelah India (23%) yaitu sebesar 10% (WHO, 2015). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 364/MENKES/RI/V/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB) menyebutkan bahwa TB merupakan penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan bahwa prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB Paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 sebesar 0.4 %. Dimana dari seluruh penduduk yang didiagnosis TB Paru oleh tenaga kesehatan, hanya 44.4% yang diobati dengan obat program.
1
2
Sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2014 proporsi pasien baru BTA+ di antara seluruh kasus belum mencapai target yang diharapkan, meskipun tidak terlalu jauh berada di bawah target minimal yang sebesar 65%. Hal tersebut mengindikasikan mutu diagnosis yang rendah dan kurangnya prioritas menemukan kasus BTA+ di Indonesia. Namun, sebanyak 63,6% provinsi telah mencapai target tersebut (Kemenkes RI, 2015). Provinsi Banten pada tahun 2014 merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang sudah mencapai target nasional proporsi pasien baru BTA+ di antara seluruh kasus yaitu sebesar 65%. Namun, Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan bahwa Provinsi Banten masih termasuk dalam lima provinsi dengan kasus TB paru tertinggi di Indonesia dengan prevalensi sebesar 0,4%. Prevalensi TB Paru di Provinsi Banten sebesar 315 per 100.000 penduduk dimana wilayah dengan prevalensi paling tinggi adalah Kota Tangerang Selatan yakni sebesar 1.691 per 100.000 penduduk (Dinkes Banten, 2012). Di Kota Tangerang Selatan tahun 2015 ditemukan sebanyak 5246 suspek TB, dimana 735 kasus diantaranya merupakan kasus TB baru BTA Positif. Puskesmas Pamulang merupakan puskesmas di Wilayah Kerja Kota Tangerang Selatan yang memiliki jumlah kasus suspek TB Paru dan kasus TB baru BTA Positif tertinggi pada tahun 2015. Selain itu, jumlah suspek TB dan TB Paru BTA Positif di Puskesmas Pamulang juga mengalami kenaikan dari tahun 2014-2015. Pada tahun 2014 ditemukan sebanyak 438 suspek TB dimana 57 diantaranya merupakan TB Paru BTA Positif, kemudian pada
3
tahun 2015 ditemukan sebanyak 528 suspek TB dimana 81 kasus diantaranya merupakan kasus TB baru BTA Positif (Dinkes Tangsel, 2015). Kejadian penyakit merupakan hasil interaksi antara faktor host, agen, dan lingkungan (Jekel, et al., 2007). TB Paru merupakan penyakit menular yang juga dapat dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut. Agen penyebab penyakit TB paru disebabkan oleh bakteri bernama Mycobacterium tuberculosis (Kemenkes RI, 2011). Orang yang merokok merupakan faktor host yang memiliki risiko 2,01 kali menderita TB Paru dibandingkan dengan orang yang tidak merokok (Lienhardt, et al., 2005). Berdasarkan penelitian (Setiarni, et al., 2011) diketahui bahwa adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian tuberkulosis paru pada orang dewasa. Penelitian (Wulandari, et al., 2015) menyebutkan kebiasaan tidak membuka jendela berhubungan dengan kejadian TB Paru. Hasil penelitian (Azhar & Perwitasari, 2013) menyebutkan bahwa perilaku tidak menjemur kasur berisiko terinfeksi TB Paru sebesar 1,423 kali. Faktor yang mempengaruhi kejadian TB Paru yang selanjutnya adalah lingkungan. Penelitian (Hill, et al., 2006) di Gambia, Afrika menyebutkan bahwa kepadatan hunian merupakan faktor risiko dominan terhadap kejadian TB Paru. Hasil penelitian (Wulandari, et al., 2012) menyebutkan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi ruang tamu rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang. Penelitian (Lienhardt, et al., 2005) menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki riwayat keluarga sakit TB memiiki risiko 3,25 kali terkena TB.
4
Hasil studi pendahuluan pada lima belas rumah di wilayah kerja Puskesmas Pamulang menunjukan bahwa terdapat enam dari lima belas rumah warga memiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 25% dari luas lantai ruangan dan empat dari lima belas rumah memiliki kepadatan hunian rumah yang tidak memenuhi syarat (< 9 m2/orang) yaitu 8 m2/orang. Sedangkan untuk faktor host, didapatkan tujuh dari lima belas warga masih memiliki pengetahuan yang buruk terkait TB Paru, lima dari lima belas warga tidak memiliki kebiasaan membuka jendela, dan tujuh dari lima belas warga tidak memiliki kebiasaan menjemur kasur. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait faktor host dan lingkungan yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016. 1.2 Rumusan Masalah Indonesia menempati posisi ke-dua dengan kasus TB terbesar seluruh dunia pada tahun 2015. Posisi tersebut mengalami peningkatan, pada tahun sebelumnya indonesia menempati posisi ke-tiga. Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah di Provinsi Banten yang memiliki prevalensi kasus TB tertinggi pada tahun 2012. Kasus TB Paru dengan BTA positif yang tinggi dapat meningkatkan penularan penyakit TB Paru. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian TB Paru diantaranya kebiasaan membuka jendela, kebiasaan menjemur kasur, riwayat kontak serumah, kepadatan hunian, dan luas ventilasi. Berdasarkan studi pendahuluan diketahui bahwa terjadi peningkatan jumlah kasus TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
5
Pamulang pada tahun 2014-2015. Pada tahun 2015, Puskesmas Pamulang menempati posisi pertama dengan jumlah suspek dan kasus TB Paru BTA positif tertinggi di Kota tangerang Selatan. Oleh karena itu, peneliti tertarik mengetahui hubungan antara faktor host dan lingkungan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan penjelasan rumusan masalah di atas, maka dapat dibuat pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana distribusi frekuensi kejadian TB Paru berdasarkan faktor host (pengetahuan, status merokok, kebiasaan membuka jendela, dan kebiasaan menjemur kasur) penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016? 2. Bagaimana distribusi frekuensi kejadian TB Paru berdasarkan faktor lingkungan (riwayat kontak serumah, kepadatan hunian, dan luas ventilasi) penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016? 3. Bagaimana hubungan antara faktor host (pengetahuan, status merokok, kebiasaan membuka jendela, dan kebiasaan menjemur kasur) dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016? 4. Bagaimana hubungan antara faktor lingkungan (riwayat kontak serumah, kepadatan hunian, dan luas ventilasi) dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016?
6
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya hubungan antara faktor host dan lingkungan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian TB Paru berdasarkan faktor host (pengetahuan, status merokok, kebiasaan membuka jendela, dan kebiasaan menjemur kasur) penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016. 2. Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian TB Paru berdasarkan faktor lingkungan (riwayat kontak serumah, kepadatan hunian, dan luas ventilasi) penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016. 3. Diketahuinya hubungan antara faktor host (pengetahuan, status merokok, kebiasaan membuka jendela, dan kebiasaan menjemur kasur) dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016. 4. Diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan (riwayat kontak serumah, kepadatan hunian, dan luas ventilasi) dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi peminatan Kesehatan Lingkungan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Agustus-September tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional.
7
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor host dan lingkungan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016. Analisis yang digunakan yaitu analisis univariat dan bivariat. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan cara pengukuran, observasi dan wawancara serta data sekunder mengenai kasus TB Paru yang diperoleh dari dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan, data rekam medis laboratorium (TB.06) dan data register TB Paru Puskesmas Pamulang (TB.01). 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Bagi Puskesmas Hasil temuan pada penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi terkait faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi tambahan informasi terkait karakteristik penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang berdasarkan faktor host dan lingkungan. 1.6.2 Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi pada penelitian selanjutnya. Selain itu, peneliti lain juga dapat meneruskan penelitian ini terkait hasil temuan dalam penelitian ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis
(Kemenkes
RI,
2011).
Mycobacterium
tuberculosis merupakan jenis kuman yang berbentuk batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar sifat kuman penyebab TB yang tahan terhadap asam pada pewarnaan maka Mycobacterium tuberculosis disebut Basil Tahan Asam (BTA). M.tuberculosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, namun dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh M.tuberculosis ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Nisa, 2007). 2.2 Cara Penularan Penyakit tuberkulosis menyebar melalui udara dari satu orang ke orang lain. Mycobacterium tuberculosis berada di udara ketika seseorang dengan penyakit tuberkulosis paru batuk, bersin, berbicara, dan bernyanyi sehingga orang terdekat dapat menghirup dan kemudian terinfeksi (CDC, 2012). Bekteri ini bila sering masuk ke dalam tubuh akan berkembangbiak (terutama pada orang dengan daya tubuh rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itu infeksi TB dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh (Nisa, 2007). Penyakit tuberkulosis memiliki masa inkubasi primer selama 4-16 minggu (Mandal, et al, 2004).
8
9
2.3 Dignosis TB Bagan 2.1 Alur Diagnosis TB Paru Suspek TB Paru1)
Pemeriksaan dahak mikroskopis- sewaktu, pagi, sewaktu (SPS)
Hasil BTA +++ ++-
Hasil BTA
Hasil BTA +--
2)
Antiniotik non-OAT
Tidak ada perbaikan
Foto toraks dan pertimbangan dokter
Ada perbaikan
Pemeriksaan dahak dan mikroskopis
Hasil BTA +++ ++-
Hasil BTA +--
Foto toraks dan pertimbangan dokter
TB
(Kemenkes RI, 2011)
Bukan TB
10
Diagnosis TB Paru di Puskesmas Pamulang sesuai dengan Pedoman Nasional Pengendalian TB Kementerian Kesehatan RI. Adapun diagnosis TB Paru di Puskesmas Pamulang sebagai berikut: Pasien suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Penemuan BTA melalui dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan foto toraks digunakan sebagai penunjang diagnosis. Berdasarkan hasil uji dahak mikroskopis, TB Paru dibedakan menjadi TB Paru BTA Positif dan TB Paru BTA Negatif. Seseorang dikatakan menderita TB Paru BTA Positif jika ditemukan sekurangkurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA Positif. Sedangkan seseorang dikatakan menderita TB Paru BTA Negatif jika 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA Negatif namun foto toraks abnormal sesuai gambaran tuberkulosis. 2.4 Epidemiologi Tuberkulosis Sekitar sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia (Kemenkes RI, 2011). Bakteri penyebab penyakit TB Paru yang dikenal dengan Mycobacterium tuberculosis pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada 24 Maret 1882,
11
hingga saat ini tanggal 24 Maret diperingati sebagai hari TB Sedunia. Survei Pravelensi TB oleh Badan Litbangkes Kemenkes RI Tahun 2013-2014 menyebutkan angka insiden (kasus baru) tuberkulosis (TB) Paru di Indonesia sebesar 403/100.000 penduduk, sedangkan angka prevalens (kasus baru dan lama) 660/100.000 penduduk (PPTI, 2016). Pada Tahun 2015, Puskesmas Pamulang menempati urutan pertama dengan jumlah kasus suspek TB Paru dan TB Paru BTA positif tertinggi di Kota Tangerang Selatan. Jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 528 suspek TB Paru dan 81 diantaranya merupakan TB Paru BTA Positif. 2.5 Faktor Penyebab TB Paru Salah satu konsep penyebab penyakit menular dalam kesehatan masyarakat adalah segitiga epidemiologi. Segitiga epidemiologi digunakan untuk menggambarkan hubungan antara host (orang yang sakit), agent (virus/bakteri/parasit/jamur), dan lingkungan (keadaan lingkungan ketika penularan terjadi) (Nelson, et al., 2005). Paradigma dasar host-agenlingkungan, yaitu agen dengan kemampuan menyebabkan penyakit datang melalui lingkungan yang mendukung terjadinya penyakit ke host yang rentan, kemudian meyebabkan penyakit tertentu (Tulchinsky & Varavikova, 2014). Host
Lingkungan
Agen
Bagan 2.2 Segitiga Epidemiologi
12
2.6.1 Host (Penjamu) penjamu adalah semua faktor pada diri manusia yang dapat mempengaruhi dan timbulnya suatu perjalanan penyakit. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit pada penjamu terdiri dari umur, jenis kelamin, imunitas, dan adat kebiasaan (Kunoli, 2013). a. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behaviour) (Sunaryo, 2004). Berdasarkan penelitian (Setiarni, et al., 2011) menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian tuberkulosis paru pada orang dewasa dengan nilai p-value = 0,026. Sejalan dengan penelitian (Ruswanto, 2010) yang menyebutkan bahwa pengetahuan yang rendah memiliki risiko 3,716 kali lebih besar terkena TB Paru. b. Status Ekonomi Keadaan sosial ekonomi merupakan faktor yang mempengaruhi distribusi penyakit TB Paru (Budiarto & Anggraeni, 2003). Penyakit TB Paru sering diidentikkan dengan status sosial ekonomi yang rendah dan kurangnya kemampuan dalam meningkatkan status kesehatan. Risiko
pendapatan
ekonomi
yang
rendah
berpengaruh
pada
kemampuan penderita dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya (Muttaqin, 2008).
13
Hasil penelitian (Ruswanto, 2010) di Kabupaten Pekalongan menyebutkan bahwa proporsi penderita TB Paru lebih banyak diderita pada orang dengan pendapatan
14
kabupaten Rejang Lebong menunjukkan bahwa orang yang tidak mendapat imunisasi BCG berisiko sebesar 2,855 kali (CI 95%, 1,012-8,059) lebih besar untuk terjadinya TB paru dibandingkan orang yang mendapat imunisasi BCG. Sejalan dengan penelitian (Lienhardt, et al., 2005) yang menyebutkan ada hubungan antara bekas luka/parut imunisasi BCG dengan kejadian TB Paru dengan nilai p-value sebesar 0,02. 2) Status Gizi Status gizi merupakan status dari kandungan makanan pokok yang diperlukan untuk kesehatan dan kekuatan fisik manusia (Purba, 2005). Status gizi yang buruk merupakan gerbang masuknya penyakit menular dan terganggunya perkembangan bayi maupun balita (Noorkasiani, et al., 2009). Kelaparan atau gizi buruk dapat mengurangi daya tahan terhadap penyakit TB, faktor gizi sangat penting pada masyarakat miskin baik orang dewasa maupun anak-anak (Crofton, et al., 2002). Gizi buruk dapat mempermudah seseorang menderita penyakit infeksi, seperti TBC dan kelainan gizi (Chandra, 2006). Status gizi yang buruk dapat meningkatkan risiko TB dan diperkirakan status gizi yang buruk menyebabkan seperempat kasus TB baru secara global (WHO, 2013). Salah satu indikator penilaian status gizi adalah IMT (Indeks Massa Tubuh). IMT adalah alat atau cara yang digunakan
15
untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Penelitian yang dilakukan (Ruswanto, 2010) di Kabupaten Pekalongan menyebutkan bahwa orang yang memiliki IMT < 18,5 berisiko 2,923 kali untuk terkena penyakit TB Paru daripada orang yang memiliki IMT ≥18,5. Selaras dengan penelitian (Cigielski, et al., 2012) yang menyebutkan bahwa orang dengan IMT rendah (< 18,5) memiliki risiko 12,4 kali lipat lebih besar untuk terserang TB. Penelitian yang dilakukan (Savicevic, et al., 2013) juga menyebutkan bahwa responden yang memiliki IMT rendah dan normal memiliki risiko lebih tinggi terkena TB daripada responden yang memiliki IMT tinggi. 3) HIV/AIDS TB adalah penyakit paling umum terjadi di antara orang yang hidup dengan HIV. Diperkirakan ada 1,2 juta kasus baru TB positif HIV secara global pada tahun 2014. Orang yang hidup dengan HIV 26 kali (24-28) lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit TB aktif daripada mereka yang tidak HIV (WHO, 2015). d. Adat Kebiasaan 1) Merokok Merokok tembakau dan minum alkohol merupakan faktor penting yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, sehingga mudah terserang penyakit (Crofton, et al., 2002). Asap rokok
16
memiliki efek pro-inflamasi dan imunosupresif pada sistem imun saluran pernapasan. Selain itu, merokok dapat meningkatkan risiko infeksi Mycobacterium tuberculosis, risiko perkembangan penyakit, dan kematian pada penderita TB (Wijaya , 2012). Dosis efek dari merokok dapat dihitung menggunakan Indeks Brinkman. Indeks Brinkman (IB) merupakan hasil perhitungan dari jumlah rokok yang dihisap perhari (batang) dikali lama merokok (tahun) (Kume, et al., 2009). Pada penelitian (Watanabe, et al., 2011), subpopulasi perokok dibagi menjadi perokok berat (IB ≥ 600) dan perokok ringan (IB < 600). Penelitian (Kolappan & Gopi, 2002) menyebutkan bahwa seseorang yang menghisap rokok >20 batang/hari memiliki risiko 3,68 kali terkena TB Paru dibanding orang yang tidak merokok dan perokok yang menghisap rokok > 20 tahun memiliki risiko 3,23 kali terkena TB Paru dibanding orang yang tidak merokok. Penelitian (Ariyothai, et al., 2004) menyebutkan bahwa seseorang yang menghisap rokok > 10 batang/hari memiliki risiko 3,98 kali terkena TB Paru dibandingkan dengan orang yang tidak merokok dan seseorang yang menghisap rokok > 10 tahun memiliki risiko 2,96 kali terkena TB Paru dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.
17
2) Kebiasaan membuka jendela setiap hari Jendela berfungsi penting untuk memperoleh cahaya yang cukup pada siang hari. Cahaya sangat penting untuk membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah (Suryo, 2010). Hasil penelitian (Azhar & Perwitasari, 2013) menyebutkan bahwa tidak membuka kamar tidur setiap hari berisiko terinfeksi TB Paru sebesar 1,36 kali. Sejalan dengan penelitian (Wulandari, et al., 2015) yang menyebutkan kebiasaan tidak membuka jendela berhubungan dengan kejadian TB Paru (p-value = 0,033). 3) Kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling teratur Ketika seorang pasien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak sengaja akan keluar percikan dahak (droplet nuklei) dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Sinar matahari atau suhu udara yang panas dapat menyebabkan percikan dahak (droplet nuklei) menguap. Menguapnya percikan dahak (droplet nuklei) ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara (Muttaqin, 2008). Hasil penelitian (Azhar & Perwitasari, 2013) menyebutkan bahwa perilaku tidak menjemur kasur berisiko terinfeksi TB Paru sebesar 1,423 kali. 2.6.2 Agen Penyebab penyakit (disease agent) merupakan zat, dimana dalam jumlah yang melebihi batas tertentu atau mungkin sebaliknya, dalam
18
jumlah sedikit atau sama sekali tidak ada, dapat menimbulkan proses penyakit (Sulistyaningsih, 2011). Agen penyebab penyakit tuberkulosis paru adalah Mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih & Effendy, 2003).
Gambar 2.1 Mycobacterium tuberculosis Sumber: National Institute of Allergy and Infectious Disesase (NIAID, 2012)
Mycobacterium tuberculosis berbentuk kecil dan hanya dapat bertahan hidup pada manusia. Sifatnya yang aerobik atau memerlukan oksigen untuk bertahan hidup merupakan salah satu alasan bakteri ini sering ditemukan didalam kantung udara atas paru-paru (NIAID, 2012). Mycobacterium tuberculosis dapat masuk melalui saluran pernapasan menuju alveoli, sehingga terjadilah infeksi primer. Akibatnya, akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti dengan pembesaran getah bening hilus (limfangitis regional). Peradangan pada saluran getah bening dapat mempengaruhi terjadinya
19
peningkatan permebilitas membran dan akhirnya menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura (Muttaqin, 2008). 2.6.3 Lingkungan Faktor lingkungan merupakan faktor eksternal (diluar agen dan penjamu) yang mempengaruhi agen dan peluang untuk terpapar yang memungkinkan transmisi penyakit (Nisa, 2007). 1) Luas Ventilasi Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar (cukup mengandung oksigen). Sehingga, setiap rumah harus memiliki jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang lebih 15% dari luas lantai. Susunan ruangan harus diatur sedemikian rupa sehingga udara mengalir bebas jika jendela dan pintu terbuka (Chandra, 2006). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
No.1077/Menkes/Per/V/2011
mengatakan
bahwa pertukaran udara yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan
suburnya
pertumbuhan
mikroorganisme,
yang
mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan manusia. Selain bermanfaat bagi sirkulasi pergantian udara dalam rumah, ventilasi juga beguna untuk menurangi kelembaban. Ventiasi mempengaruhi proses dilusi udara, dengan kata lain mengencerkan konsentrasi kuman TBC dan kuman lain, terbawa ke luar dan mati terkena sinar ultraviolet (Achmadi, 2008). Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara dalam ruangan naik karena terjadi proses
20
penguapan cairan kulit dan penyerapan. kelembaban yang tinggi merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri patogen (Notoatmojo, 2007). Menurut Kepmenkes RI No.829 Tahun 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai. Berdasarkan penelitian (Wulandari, 2012) diketahui bahwa ada hubungan antara luas ventilasi ruang tamu dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Budiharjo,
Semarang.
Penelitian
(Kurniasari,
et
al.,
2012)
menunjukan ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian tuberkulosis paru dengan nilai p value 0,005. 2) Suhu Suhu ruangan sangat dipengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara, kelembaban udara, dan suhu benda-benda yang ada di sekitarnya. Suhu sebaiknya berkisar antara 18-20oC (Chandra, 2006). Selaras dengan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) RI No.1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah yang menyatakan bahwa suhu udara nyaman berkisar antara 18-30oC. Hasil penelitian (Ayomi, et al., 2012) di Kabupaten Jayapura menyebutkan bahwa kamar dengan suhu udara ruangan tidak memenuhi syarat (< 18oC dan > 30oC) meningkatkan risiko kejadian penyakit tuberkulosis sebanyak 8,913 kali lebih besar dibandingkan
21
dengan kamar yang suhu udara ruangan memenuhi syarat (18oC – 30oC). 3) Kelembaban Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22o-30oC (Suryo, 2010). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) RI No.1077 Tahun 2011, ketentuan kelembaban udara berkisar antara 40%-70%. Hasil penelitian (Rosiana, 2013) di Semarang menyebutkan bahwa responden yang kelembabannya tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 4,033 kali lebih besar menderita TB. Kelembaban diakibatkan oleh ventilasi yang tidak memenuhi syarat sehingga membuat cahaya matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah yang kemudian dapat meningkatkan kelembaban di dalam rumah (Fatimah, 2008). Penelitian (Lanus, et al., 2014) menyebutkan bahwa kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 5,808 kali lebih tinggi menularkan TB dibandingkan dengan kelembaban ruangan yang memenuhi syarat. 4) Jenis Lantai Menurut Kep. Menkes RI No. 829/ Menkes/SK/VII/1999, jenis lantai yang memenuhi syarat kesehatan adalah yang kedap air dan mudah dibersihkan. Penelitian (Mahpudin & Mahkota, 2007) menyebutkan bahwa mereka yang tinggal dengan jenis lantai tanah
22
berisiko 2,201 kali terkena TB Paru. Hasil tersebut selaras dengan penelitian (Ayomi, et al., 2012) yang mengatakan bahwa rumah dengan jenis lantai yang tidak memenuhi syarat (tanah, papan dan lontar/ tidak kedap air) meningkatkan kejadian penyakit tuberkulosis sebanyak 4,575 kali lebih. Penelitian (Azhar & Perwitasari, 2013) juga menyebutkan bahwa lantai rumah berupa semen plesteran rusak/papan/tanah berisiko 1,731 kali lebih besar dibanding rumah berlantai keramik, marmer atau ubin. 5) Kepadatan Hunian Luas lantai bangunan harus disesuaikan dengan jumlah penghuni agar tidak overload. Disamping menyebabkan kurangnya oksigen, overload juga bisa menyebabkan penularan penyakit infeksi (Suryo, 2010). Semakin banyak manusia didalam ruangan, kelembabannya semakin tinggi khususnya karena uap air baik dari pernapasan maupun keringat (Achmadi, 2008). Menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2.80 m. Menurut penelitian (Ayomi, et al., 2012) ada hubungan bermakna kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian TB Paru (p value=0,004).
Hasil
penelitian
(Lanus,
et
al.,
2014)
juga
menyebutkan bahwa ada hubungan bermakna antara kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru di kab Bangli (p value 0,015).
23
6) Jenis Dinding Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) RI No.1077 Tahun 2011 menyebutkan meningkatkan
dinding
rumah
kelembaban
yang dan
tidak
kedap
menyebabkan
air
dapat
suburnya
pertumbuhan mikroorganisme. Penelitian
(Rosiana,
2013)
di
wilayah
kerja
Puskesmas
Kedungmundu Kota Semarang menyebutkan bahwa responden dengan jenis dinding tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 5,333 kali lebih besar menderita TB daripada responden dengan jenis dinding memenuhi syarat. Hasil penelitian (Wulandari, 2012) menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis dinding rumah dengan kejadian tuberkulosis paru dengan nilai p value 0,02. 7) Riwayat Kontak Serumah TB Paru merupakan penyakit menular yang penularannya dapat terjadi melalui percikan dahak ketika berinteraksi dengan penderita TB Paru BTA Positif saat batuk, bersin, dan bernyanyi (Kemenkes RI, 2011). Penelitian (Fitriani, 2013) menunjukkan bahwa ada hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian Tuberkulosis Paru dengan nilai p value 0,001. Penelitian (Guwatudde, et al., 2003) di Uganda menyebutkan bahwa kontak dengan penderita TB Paru dengan intensitas lebih dari 18 jam berhubungan dengan kejadian TB Paru. Penelitian (Lienhardt, et al., 2005) menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki riwayat keluarga sakit TB memiiki risiko
24
3,25 kali terkena TB. Hasil penelitian (Mahpudin & Mahkota, 2007) juga menyebutkan ada hubungan antara kontak serumah dengan kejadian TB Paru di Indonesia dengan nilai p value sebesar 0,012.
25
2.6 Kerangka Teori Infeksi penyakit TB Paru terjadi ketika seseorang menghirup percikan dahak (droplet nuclei) yang mengandung agen penyakit Mycobacterium tuberculosis. Percikan dahak tersebut ditularkan melalui udara oleh pasien TB BTA positif ketika batuk atau bersin. Percikan dahak kemudian masuk melintasi mulut atau hidung, saluran pernapasan bagian atas, dan bronkus untuk mencapai alveoli paru-paru (CDC, 2012). Umumnya penularan penyakit TB Paru terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab (Kemenkes, 2011). Kejadian penyakit menular dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu host, agen, dan lingkungan (Tulchinsky & Varavikova, 2014). TB Paru merupakan penyakit menular, yang mana juga dipengaruhi oleh faktor host dan lingkungan. Faktor yang melekat pada host antara lain, pengetahuan, status ekonomi, status merokok, IMT, imunisasi BCG, kebiasaan membuka jendela, kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling, dan HIV/AIDS. Sedangkan faktor yang melekat pada lingkungan seperti, luas ventilasi, kepadatan hunian, suhu, kelembaban, jenis lantai, jenis dinding, kontak dengan penderita.
26
Agent Pajanan Agent Mycobacterium tuberculosis
Host Pengetahuan Status Gizi Imunisasi BCG Status Merokok Tuberkulosis Paru Kebiasaan membuka jendela Kebiasaan menjemur kasur Status ekonomi HIV/AIDS
Lingkungan Luas Ventilasi Riwayat Kontak serumah Kepadatan Hunian Suhu Kelembaban Jenis Lantai Jenis Dinding
Bagan 2.3 Kerangka Teori Ket: Diteliti Tidak diteliti
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep
Host Pengetahuan Status Merokok Kebiasaan Membuka Jendela Kebiasaan Menjemur Kasur/Bantal/Guling
Kejadian TB Paru
Lingkungan Riwayat kontak serumah Kepadatan hunian Luas ventilasi
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
27
28
Adapun beberapa variabel yang tidak diteliti pada penelitian ini, variabel tersebut antara lain: a. Jenis lantai, berdasarkan hasil observasi dan studi pendahuluan jenis lantai rumah masyarakat di wilayah kerja puskesmas pamulang diketahui sudah memenuhi syarat yaitu bukan tanah, licin dan kedap air. b. Jenis dinding, berdasarkan hasil observasi dan studi pendahuluan jenis dinding rumah masyarakat di wilayah kerja puskesmas pamulang diketahui sudah memenuhi syarat yaitu diplester, tembok dan kedap air. c. Suhu dan Kelembaban, berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui hasil pengukuran suhu dan kelembaban rumah masyarakat di wilayah kerja puskesmas pamulang cenderung homogen. d. Status Ekonomi, variabel status ekonomi tidak diteliti karena sudah terwakili oleh keadaan lingkungan rumah warga. Keadaan lingkungan warga yang memenuhi syarat menggambarkan keadaan ekonomi warga yang baik. e. HIV/AIDS, bersifat pribadi dan diperlukan pemeriksaan/diagnosis dokter. f. Imunisasi BCG, imunisasi BCG tidak bersifat mencegah namun mengurangi tingkat keparahan penyakit. Selain itu, tidak semua orang yang telah melakukan imunisasi BCG memiliki bekas luka dimana kepemilikan bekas luka tersebut dijadikan sebagai hasil ukur variabel. g. IMT, data sekunder terkait berat badan dan tinggi badan pasien tidak tersedia di puskesmas.
29
3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1.
2.
Kejadian TB
Pasien yang telah
Paru
Pengetahuan
Dokumen daftar
0. TB Paru
melakukan uji
suspek yang
1. Bukan TB Paru
mikroskopis dan
diperiksa dahak
diagnosis dokter di
SPS (TB.06)
Puskesmas Pamulang
dan kartu
pada bulan Januari-Juli
pengobatan
2016
pasien (TB.01)
Tingkatan skor nilai berdasarkan jawaban responden terkait pengertian, penularan, pencegahan serta penanggulangan TB Paru
Telaah Dokumen
Wawancara
Pedoman Wawancara
0. Rendah (skor < ratarata nilai/median) 1. Tinggi (skor ≥ rata-rata nilai/median)
Ordinal
Ordinal
30
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
3.
Merokok
Kategori merokok
Wawancara
responden yang
Pedoman Wawancara
didasarkan dari
0. Perokok Berat (IB ≥
Ordinal
600) 1. Perokok Ringan (IB <
perhitungan Indeks
600)
Brinkman 4.
5.
Kebiasaan
Tindakan berulang
membuka
mebuka jendela yang
jendela
dilakukan setiap hari
Kebiasaan
Tindakan berulang
Menjemur
menjemur
Wawancara
Wawancara
Pedoman
0. Tidak
Wawancara
1. Ya
Pedoman
0. Tidak
Wawancara
1. Ya
Pedoman
0. Ada
Wawancara
1. Tidak Ada
Nominal
Nominal
Kasur/Bantal/Gu kasur/bantal/guling yang ling
dilakukan seminggu sekali
6.
Riwayat kontak
Ada tidaknya kontak responden dengan penderita TB Paru dalam serumah
Wawancara
Nominal
31
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
7.
Kepadatan
Perbandingan antara luas
Luas lantai rumah
Pedoman
Hunian
lantai yang tersedia
(m2) dibagi dengan
Wawancara
dengan penghuni atau
jumlah penghuni
anggota keluarga yang
dalam rumah
0. Tidak memenuhi syarat
Ordinal
jika < 9m2/orang 1. Memenuhi syarat jika ≥ 9m2/orang
berada dalam rumah
(Kepmen No.403/KPTS/M/2002)
8.
Luas ventilasi
Perbandingan antara
Luas lubang angin
lubang angin rumah
permanen dibagi
dengan luas lantai
dengan luas lantai rumah dikali 100%
Rollmeter
0. Tidak memenuhi syarat jika < 10% 1. Memenuhi syarat jika ≥ 10% (Kepmenkes, 1999)
Keterangan: TB.01: Kartu pengobatan pasien TB TB.06: Daftar suspek yang diperiksa dahak SPS
Ordinal
32
3.3 Hipotesis 1. Ada hubungan antara faktor host (pengetahuan, status merokok, kebiasaan membuka jendela, dan kebiasaan menjemur kasur) dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016. 2. Ada hubungan antara faktor lingkungan (riwayat kontak serumah,
kepadatan hunian, dan luas ventilasi) dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan variabel host (pengetahuan, status merokok, kebiasaan membuka jendela, dan kebiasaan menjemur kasur) dan lingkungan (riwayat kontak, kepadatan hunian, dan luas ventilasi) dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pamulang pada bulan Agustus-September tahun 2016. Wilayah Kerja Puskesmas terdiri dari empat kelurahan, yaitu kelurahan pamulang barat, pamulang timur, pondok cabe udik, dan pondok cabe ilir. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 1) Populasi Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang melakukan uji sputum (dahak) dan memperoleh diagnosis dokter di Puskesmas Pamulang pada bulan Januari-Juli tahun 2016. Populasi pada penelitian ini berjumlah 236 orang namun hanya terdapat 163 orang yang memenuhi kriteria penelitian.
33
34
2) Sampel Sampel penelitian ini adalah pasien yang melakukan uji sputum (dahak) dan memperoleh diagnosis dokter di Puskesmas Pamulang pada bulan Januari-Juli tahun 2016. Penentuan subjek penelitian pada penelitian ini didasarkan pada kriteria inklusi dan kriteria ekslusi. Kriteria-kriteria tersebut, antara lain: a. Kriteria Inklusi Tercatat dalam rekam medis laboratorium TB Paru Puskesmas Pamulang bulan Januari-Juli tahun 2016 Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Berusia ≥ 15 tahun Bersedia di wawancarai b. Kriteria Ekslusi Bertempat tinggal diluar wilayah kerja Puskesmas Pamulang Berusia <15 tahun Meninggal/pindah rumah Perhitungan besar sampel pada penelitian ini dihitung menggunakan rumus uji beda dua proporsi, sebagai berikut: *
⁄
√,
(
)-
√, ( (
)
)
(
)-+
35
Keterangan: n
: Jumlah sampel minimal
P1
: Proporsi subjek terpajan pada kelompok kasus pada penelitian sebelumnya (tidak membuka jendela setiap hari = 66,5% )
P2
: Proporsi subjek tidak terpajan pada kelompok kasus pada penelitian sebelumnya berisiko (membuka jendela setiap hari = 33,5%)
P
: Rata-rata P1 dan P2
Z1-α/2
: Derajat kepercayaan (1,96)
Z1-β
: kekuatan uji (0,84)
(nilai P1 dan P2 diperoleh dari penelitian (Azhar & Perwitasari, 2013))
n
*
√, (
)(
)-
√, (
(
)
(
)-+
)
Berdasarkan perhitungan sampel diatas, didapatkan jumlah sampel sebanyak 35 responden. Selanjutnya, dilakukan perhitungan sampel minimal menggunakan perbandingan dari hasil penelitian Fatimah (2008) yaitu hasil responden yang tidak menderita TB Paru sebanyak 57,6%. n = 35/ presentase yang tidak menderita TB Paru n = 35/0,576 n = 61 Responden Berdasarkan hasil perhitungan sampel diatas, didapatkan jumlah sampel minimal yang diperlukan sebanyak 61 responden.
36
3) Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah simple random sampling atau acak sederhana. Pada teknik pengambilan sampel acak sederhana setiap unit dasar (individu) memiliki kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel (Budiarto, 2001). Peneliti membuat frame sampling berdasarkan data rekam medis laboratorium TB Paru Puskesmas Pamulang pada bulan Januari-Juli tahun 2016. Dari data tersebut diperoleh 163 pasien yang menjadi frame sampling dan memenuhi kriteria untuk dijadikan populasi. Selanjutnya, peneliti menetapkan responden yang akan dijadikan sampel penelitian dengan memilih secara acak responden yang berada dalam frame sampling menggunakan kocokan. Peneliti melakukan pengkocokan berdasarkan jumlah sampel yang dibutuhkan, yaitu sebanyak 61 responden. 4.4 Pengumpulan Data 1. Data primer Data primer dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan pengukuran menggunakan alat ukur. Data mengenai identitas responden, pengetahun, status merokok, kebiasaan membuka jendela, kebiasaan menjemur kasur, kepadatan hunian, dan riwayat kontak didapatkan dengan wawancara langsung terhadap reponden. Sedangkan data terkait luas ventilasi didapatkan melalui pengukuran.
37
2. Data Sekunder Data sekunder yang digunakan berasal dari Rekap Laporan Bulanan (LB3) Kota Tangerang Selatan tahun 2015, rekam medis pasien laboratorium TB Paru Puskesmas Pamulang tahun (TB.06), dan data register TB Paru Puskesmas Pamulang (TB.01). 4.5 Instrumen Penelitian Pengumpulan data primer digunakan alat pengumpulan data atau instrumen, sebagai berikut: 1. Kuesioner Kuesioner berisi daftar pertanyaan terkait identitas responden dan variabel dalam penelitian yang diajukan peneliti terhadap responden. 2. Alat Pengukuran Rollmeter: Luas ventilasi memenuhi syarat dihitung dengan mengukur luas lubang angin permanen ruangan menggunakan rollmeter, kemudian dibagi dengan luas lantai dan dikali 100%. 4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas 4.6.1 Uji Validitas Uji validitas dilakukan dengan rumus korelasi bivariat pearson. Hasil dari uji validitas dapat diketahui dengan melihat kolom corrected item-tolal correlation, dimana nilai r hitung terdapat pada kolom tersebut. Untuk menilai valid tidaknya suatu item kuesioner, dapat diketahui dengan
38
membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel. Suatu item kuesioner dinyatakan valid apabila nilai r hitung > r tabel pada signifikasi 5%. Item kuesioner yang dilakukan uji validitas pada penelitian ini berjumlah 10 pertanyaan. Setelah diakukan uji validitas terdapat satu pertanyaan yang tidak valid, yaitu pertanyaan B9. Pertanyaan tersebut kemudian diperbaiki redaksinya sehingga dapat dipahami lebih baik oleh responden. 4.6.2 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai r pada kolom Cronbach’s alpha. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel (r hitung > r tabel). Berdasarkan hasil uji reliabiltas diketahui bahwa nilai Cronbach’s alpha lebih besar dari nilai r tabel (0,361), sehingga instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikatakan reliabel. Adapun hasil uji validitas yang telah dilakukan peneliti, sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen r Hitung
r Tabel
Ket
0,674
0,361
Reliabel
4.7 Pengolahan Data dan Analisis Data 4.7.1 Pengolahan Data Kuesioner dan lembar pengukuran yang telah terisi kemudian diperiksa kelengkapannya dan diolah dengan sistem komputerisasi menggunakan software pengolah data. Berikut merupakan tahapan pengolahan data:
39
a. Pemeriksaan Data (Editing) Pengecekan data-data yang telah terkumpul, baik data sekunder dari puskesmas maupun data maupun data yang telah terkumpul melalui kuesioner. Pemeriksaan data primer berupa kuesioner dan lembar pengukuran bertujuan untuk melihat kelengkapan jawaban dan apakah ada kesalahan dalam pengisian sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan pemeriksaan data sekunder berupa daftar pasien TB Paru bertujuan untuk melihat kelengkapan jawaban pada lembar kuesioner. b. Pemberian Kode (Coding) Kegiatan merubah data dalam bentuk kalimat menjadi data berbentuk angka, tujuanya untuk mempermudah pada saat proses pemasukan data (entry) dan analisis data. c. Pemasukkan Data (Entry) Kegiatan memasukan data-data yang sudah berbentuk angka atau telah melewati proses pengkodian ke dalam program atau “software” komputer. d. Pembersihan Data (Cleaning) Kegiatan pengecekan kembali data yang telah di entry atau dimasukan ke dalam program komputer, yang kemudian diperbaiki apabila terdapat kesalahan atau ketidaklengkapan.
40
4.7.2 Analisis Data Setelah melalui proses pengolahan data dengan tahapan editing, coding, entry, dan cleaning, kemudian dilakukan analisis data. Adapun analisis data yang dilakukan pada penelitian ini, sebagai berikut: a. Univariat Analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan karakteristik masing-masing variabel, baik pada variabel dependen maupun variabel independen. Data ditampilkan tabel distribusi frekuensi dan persentase pada masing-masing variabel baik variabel dependen maupun variabel independen. b. Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara faktor host (pengetahuan, status merokok, kebiasaan menjemur membuka jendela, dan kebiasaan menjemur kasur) dan lingkungan (riwayat kontak, kepadatan hunian, dan luas ventilasi) dengan kejadian TB Paru dan ditampilkan dalam bentuk tabel. Analisis data dilakukkan menggunakan uji chi square. Nilai yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah p value. Jika nilai p value ≤ 0,05 maka ada hubungan bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai p value ≥ 0,05 maka tidak ada hubungan bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen.
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian UPT Puskesmas Pamulang berada di sebelah timur Kota Tangerang Selatan, terletak di wilayah Kecamatan Pamulang dan mempunyai luas wilayah 16,38 km2, dengan batas wilayah sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat - Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Benda Baru dan Kelurahan Pondok Benda - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Timur dan
Kabupaten Bogor Puskesmas Pamulang menempati tanah seluas ± 2400 m2 di Jl Surya Kencana No.1 RT 01 RW 022 Kelurahan Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Puskesmas Pamulang mempunyai empat kelurahan dalam wilayah kerjanya, yaitu: Kelurahan Pamulang Barat, Kelurahan Pamulang Timur, Kelurahan Pondok Cabe Ilir, dan Kelurahan Pondok Cabe Udik. Jumlah KK (Kartu Keluarga) yang ada di wilayah Kerja Puskesmas Pamulang sebanyak 34.824 KK dengan jumlah rumah sebanyak 28.334 rumah terdiri dari 79 RW dan 334 RT.
41
42
5.2 Analisis Univariat 5.2.1 Distribusi Frekuensi Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Distribusi frekuensi kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada grafik 5.1 berikut.
Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Persentase (%) N
60 50 40 30
N
Persentase (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
20 10 Ya
Tidak
45,9
54,1
28
33
0
Berdasarkan grafik 5.1 diketahui bahwa responden yang tidak menderita penyakit TB Paru lebih banyak (54,1%) dibandingkan dengan responden yang menderita penyakit TB Paru. 5.2.2 Faktor Host 1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Distribusi frekuensi pengetahuan responden di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada grafik 5.2 berikut.
43
Grafik 5.2 Gambaran Pengetahuan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 60 50 40 30
N
Persentase (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
20 10 Buruk
Baik
Persentase (%)
41
59
N
25
36
0
Berdasarkan grafik 5.2 diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan buruk terkait TB Paru lebih banyak (59,0%) dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik terkait TB Paru. 2.
Distribusi
Frekuensi
Merokok
Responden
di
Wilayah
Kerja
Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Distribusi frekuensi status merokok responden di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada grafik 5.3 berikut.
44
Grafik 5.3 Gambaran Merokok Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Persentase (%) N
60 50 40 30
N
Persentase (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
20 10 Perokok Berat
Perokok Ringan
9,8
90,2
6
55
0
Berdasarkan grafik 5.3 diketahui bahwa reponden yang berstatus perokok ringan lebih banyak (90,2%) daripada responden yang berstatus perokok berat. 3.
Distribusi Frekuensi Kebiasaan Membuka Jendela Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Distribusi frekuensi kebiasaan membuka jendela responden di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada grafik 5.4 berikut.
45
Grafik 5.4 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Membuka Jendela Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Persentase (%) N
60 50 40 30
N
Persentase (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
20 10 Tidak
Ya
47,5
52,5
29
32
0
Berdasarkan grafik 5.4 diketahui bahwa responden yang memiliki kebiasaan membuka jendela setiap hari lebih banyak (52,5%) daripada masyarakat yang tidak membuka jendela setiap hari. 4.
Distribusi Frekuensi Kebiasaan Menjemur Kasur Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Distribusi frekuensi kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling seminggu sekali responden di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada grafik 5.5 berikut.
46
Grafik 5.5 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Menjemur Kasur Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Persentase (%) N
60 50 40 30
N
Persentase (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
20 10 Tidak
Ya
50,8
49,2
31
30
0
Berdasarkan grafik 5.5 diketahui bahwa responden yang tidak memiliki kebiasaan menjemur kasur seminggu sekali lebih banyak (50,8%) daripada responden yang memiliki kebiasaan menjemur kasur seminggu sekali. 5.2.3 Faktor Lingkungan 1. Distribusi Frekuensi Riwayat Kontak Serumah Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Distribusi frekuensi riwayat kontak dengan anggota keluarga responden yang memiliki riwayat menderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada grafik 5.6 berikut.
47
Grafik 5.6 Distribusi Frekuensi Riwayat Kontak Serumah Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Persentase (%) N
60 50 40 30
N
Persentase (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
20 10 Ada
Tidak Ada
44,3
55,7
27
34
0
Berdasarkan grafik 5.6 diketahui bahwa responden yang tidak memiliki riwayat anggota keluarga menderita sakit TB Paru lebih banyak (55,7%) dibandingkan dengan responden yang memiliki riwayat anggota keluarga menderita TB Paru. 2. Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Distribusi frekuensi kepadatan hunian responden di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada grafik 5.7 berikut.
48
Grafik 5.7 Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 60 50 40 30
N
Persentase (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
20 10 0
Tidak Memenihi Syarat
Memenuhi Syarat
Persentase (%)
23
77
N
14
47
Berdasarkan grafik 5.7 diketahui bahwa responden yang memiliki kepadatan hunian memenuhi syarat lebih banyak (77,0%) dibandingkan dengan jumlah responden yang memiliki kepadatan hunian tidak memenuhi syarat. 3. Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Distribusi frekuensi luas ventilasi rumah responden di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016 ditunjukkan pada tabel 5.8 berikut.
49
Grafik 5.8 Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016
Persentase (%) N
60 50 40 30
N
Persentase (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
20 10 0
Tidak Memenihi Syarat
Memenuhi Syarat
50,8
49,2
31
30
Berdasarkan grafik 5.8 diketahui bahwa responden yang memiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat lebih banyak (50,8%) dibandingkan dengan responden yang meiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat. 5.3 Analisis Bivariat 5.3.1 Faktor Host 1. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Hubungan antara pengetahuan responden dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang ditunjukkan pada tabel 5.1 berikut.
50
Tabel 5.1 Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Pengetahuan
Kejadian TB Paru Ya
Total
Tidak
p value
N
%
N
%
N
%
Buruk
9
36,0
20
64,0
25
100 0,302
Baik
19
52,8
17
47,2
36
100
OR (95% CI)
0,503 (0,177-1,433)
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa dari 25 responden yang memiliki pengetahuan buruk, terdapat 9 responden (36,0%) yang menderita TB Paru. Sedangkan, dari 36 responden yang memiliki pengetahuan baik terdapat 19 responden (52,8%) yang menderita TB Paru. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 0,302, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian TB Paru. Uji statistik juga menunjukkan nilai OR (odds ratio) sebesar 0,503, artinya responden yang memiliki pengetahuan baik berpeluang 0,503 kali terkena TB Paru. 2. Hubungan Merokok dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Hubungan antara status merokok responden dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang ditunjukkan pada tabel 5.2 berikut.
51
Tabel 5.2 Hubungan Merokok dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Merokok
Kejadian TB Paru Ya
Total
Tidak
N
%
N
%
N
%
Perokok Berat
3
50,0
3
50,0
6
100
Perokok Ringan
25
45,5
30
54,5
55
100
p value
1,000
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa dari 6 responden perokok berat, terdapat 3 responden (50,0%) menderita TB Paru. Kemudian dari 55 responden perokok ringan diketahui 25 responden (52,9%) diantaranya menderita TB Paru. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 1,000, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara merokok dengan kejadian TB Paru. 3. Hubungan Kebiasaan Membuka Jendela dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Hubungan antara kebiasaan membuka jendela setiap hari dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang ditunjukkan pada tabel 5.3 berikut.
52
Tabel 5.3 Hubungan Kebiasaan Membuka Jendela dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Kebiasaan Membuka Jendela
Kejadian TB Paru Ya
Total
Tidak
p value
N
%
N
%
N
%
Tidak
16
55,2
13
44,8
29
100 0,260
Ya
12
37,5
20
62,5
32
100
OR (95% CI)
2,051 (0,737-5,709)
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa dari 29 responden yang tidak memiliki kebiasaan membuka jendela setiap hari, terdapat 16 responden (55,2%) diantaranya menderita TB Paru. Sedangkan, dari 32 responden yang memiliki kebiasaan membuka jendela setiap hari, terdapat 12 responden (37,5%) diantaranya menderita TB Paru. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 0,260, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan membuka jendela dengan kejadian TB Paru. Uji statistik juga menunjukkan nilai OR (odds ratio) sebesar 2,051, artinya penderita yang memiliki kebiasaan membuka jendela setiap hari berpeluang 2,051 kali terkena TB Paru.
53
4. Hubungan Kebiasaan Menjemur Kasur dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Hubungan
antara
kebiasaan
menjemur
kasur/bantal/guling
seminggu sekali dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang ditunjukkan pada tabel 5.4 berikut. Tabel 5.4 Hubungan Kebiasaan Menjemur Kasur dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Kebiasaan Menjemur Kasur
Kejadian TB Paru Ya
Total
Tidak
p value
N
%
N
%
N
%
Tidak
18
58,1
13
41,9
31
100 0,093
Ya
10
33,3
20
66,7
30
100
OR (95% CI)
2,769 (0,977-7,848)
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 31 responden yang tidak memiliki kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling seminggu sekali, terdapat 18 responden (58,1%) diantaranya menderita TB Paru. Sedangkan, dari 30 responden yang memiliki kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling seminggu sekali, terdapat 10 responden (33,3%) diantaranya yang menderita TB Paru. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 0,093, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan menjemur kasur dengan kejadian TB Paru. Uji statistik juga menunjukkan nilai OR (odds ratio) sebesar 2,769, artinya penderita
54
yang memiliki kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling seminggu sekali tidak terlepas dari peluang 2,769 kali terkena TB Paru. 5.3.2 Faktor Lingkungan 1. Hubungan Riwayat Kontak Serumah dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Hubungan antara riwayat kontak dengan anggota keluarga responden yang memiliki riwayat menderita TB Paru dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang ditunjukkan pada tabel 5.5 berikut. Tabel 5.5 Hubungan Riwayat Kontak Serumah dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Riwayat Kontak Serumah
Kejadian TB Paru Ya
Total
Tidak
p value
N
%
N
%
N
%
Ada
17
63,0
10
37,0
27
100 0,034
Tidak Ada
11
32,4
23
67,6
34
100
OR (95% CI)
3,555 (1,230-10,273)
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 27 responden yang memiliki riwayat kontak dengan anggota keluarga yang menderita TB Paru, terdapat 17 responden (63,0%) diantaranya menderita TB Paru. Sedangkan, dari 34 responden yang tidak memiliki riwayat kontak dengan anggota keluarga yang menderita TB, terdapat 11 (32,4%) responden diantaranya menderita TB Paru.
55
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 0,034, artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat kontak serumah dengan kejadian TB Paru. Uji statistik juga menunjukkan nilai OR (odds ratio) sebesar 3,555, artinya penderita yang memiliki riwayat anggota keluarga sakit TB Paru berpeluang 3,555 kali terkena TB Paru. 2. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Hubungan antara kepadatan hunian responden dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang ditunjukkan pada tabel 5.6 berikut. Tabel 5.6 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Kepadatan Hunian
Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat
Kejadian TB Paru Ya
Total
Tidak
p value
N
%
N
%
N
%
6
42,9
8
57,1
14
100 1.000
22
46,8
25
53,2
47
100
OR (95% CI)
0,852 (0,256-2,840)
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 14 responden yang memiliki kepadatan hunian tidak memenuhi syarat, terdapat 6 responden (42,9%) diantaranya menderita TB Paru. Sedangkan, dari 47 responden
56
yang memiliki kepadatan hunian memenuhi syarat, terdapat 22 responden (46,8%) diantaranya menderita TB Paru. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 1,000, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru. Uji statistik juga menunjukkan nilai OR (odds ratio) sebesar 0,852, artinya penderita yang memiliki kepadatan hunian memenuhi syarat berpeluang 0,852 kali terkena TB Paru. 3. Hubungan Luas Ventilasi dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Hubungan antara luas ventilasi rumah responden dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang ditunjukkan pada tabel 5.7 berikut. Tabel 5.7 Hubungan Luas Ventilasi dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2016 Luas Ventilasi
Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat
Kejadian TB Paru Ya
Total
Tidak
p value
N
%
N
%
N
%
14
45,2
17
54,8
31
100 1,000
14
46,2
16
53,3
30
100
OR (95% CI)
0,941 (0,344-2,577)
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 31 responden yang memiliki luas ventilasi rumah tidak memenuhi syarat, terdapat 14
57
responden (45,2%) diantaranya menderita TB Paru. Sedangkan, dari 30 responden yang memiliki luas ventilasi rumah memenuhi syarat, terdapat 14 responden (46,2%) diantaranya menderita TB Paru. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value sebesar 1,000, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara luas ventilasi dengan kejadian TB Paru. Uji statistik juga menunjukkan nilai OR (odds ratio) sebesar 0,941, artinya penderita yang memiliki luas ventilasi memenuhi syarat berpeluang 0,941 kali terkena TB Paru.
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian, antara lain: 1. Secara teoritis terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis. Namun, dikarenakan karakteristik lingkungan penelitian maka tidak semua variabel diteliti pada penelitian ini. 2. Informasi terkait kebiasaan responden seperti variabel merokok, kebiasaaan menjemur kasur dan kebiasaan membuka jendela diperoleh dari pengakuan responden. Oleh karena itu, bias informasi mungkin terjadi. 3. Data kejadian TB Paru pada penelitian ini menggunakan data sekunder dari puskesmas. 6.2 Kejadian TB Paru TB Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Seseorang dapat tertular penyakit TB Paru melalui percikan dahak ketika pasien TB Paru BTA positif sedang batuk atau bersin. Seseorang yang terkena percikan dahak pasien TB Paru BTA positif tidak serta merta tertular TB Paru namun, tergantung dari banyaknya kuman yang dikeluarkan penderita TB Paru, konsenterasi percikan udara, dan lamanya menghirup udara tersebut (Kemenkes RI, 2011).
58
59
Diagnosis TB Paru di Puskesmas Pamulang menggunakan uji dahak SPS (sewaktu-pagi-sewaktu) dan foto toraks sebagai penunjang diagnosis. Seseorang dikatakan menderita TB Paru jika hasil uji dahak menunjukkan BTA positif atau hasil uji dahak menunjukkan BTA negatif namun hasil foto toraksnya mengindikasikan TB Paru. Seseorang dinyatakan tidak menderita TB Paru jika hasil uji dahak dan foto toraksnya menunjukkan hasil negatif TB. Penelitian ini dilakukan pada responden berusia ≥ 15 tahun (TB dewasa). Hal tersebut dikarenakan diagnosis TB pada anak sulit dilakukan sehingga sering terjadi misdiagnosis, baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit dilakukan dan batuk bukan merupakan gejala utama. Selain itu, kasus TB Paru anak di Puskesmas Pamulang sangatlah jarang yaitu hanya 10% dari jumlah kasus TB Paru seluruhnya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 89,3% responden penderita TB Paru berada pada usia produktif (15-55 tahun) dan 10,7% diantaranya berusia >55 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan Kemenkes RI (2011) yang menyebutkan bahwa 75% Pasien TB adalah kelompok usia paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Hal tersebut dapat dimungkinkan karena seseorang yang sedang berada pada usia produktif cenderung memiliki aktivitas yang tinggi dan berhubungan dengan banyak orang (sekolah dan bekerja). Bertemu dengan banyak orang dapat memudahkan seseorang tertular penyakit.
60
Berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa 60,7% penderita TB Paru diderita oleh pasien berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut sesuai dengan Kemenkes RI (2015) yang menyebutkan jumlah kasus TB pada laki-laki 1,5 kali lebih banyak dibandingkan perempuan. Salah satu penyebab perbedaan frekuensi penyakit TB paru antara laki-laki dan perempuan adalah perbedaan kebiasaan hidup (Budiarto & Anggraeni, 2002). Perbedaan kebiasaan hidup yang dimungkinkan adalah merokok. Merokok dapat meningkatkan risiko penyakit TB Paru sebesar 2,01 kali dibandingkan dengan tidak merokok (Lienhardt, et al., 2005). Wijaya (2012) mengatakan bahwa prevalens merokok jauh lebih tinggi laki-laki dari pada perempuan. Lebih dari 20% laki-laki dewasa adalah perokok aktif dan kejadian TB sebesar 100 per 100.000 penduduk pertahun banyak terjadi pada laki-laki usia diatas 65 tahun. 6.3 Faktor Host 6.3.1 Pengetahuan Hasil analisa tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita TB Paru memiliki pengetahuan yang baik. Hal tersebut dikarenakan penderita TB Paru sudah sering mendapatkan penyuluhan dari petugas kesehatan. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa petugas kesehatan klinik TB Paru Puskesmas Pamulang selalu memberikan kegiatan penyuluhan melalui pendekatan personal kepada penderita TB Paru ketika melakukan pengobatan sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan responden. Selain petugas
61
kesehatan, kegiatan penyuluhan juga dibantu oleh kader TB Paru dengan mendatangi rumah-rumah penderita TB Paru. Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahun dengan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kurniasari, et al (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian TB Paru di Kecamatan Baturetno, Wonogiri. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Wenas, et al (2015) juga menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian TB paru di Desa Wori, Minahasa Utara. Secara teori, pengetahuan merupakan domain penting untuk terbentuknya perilaku. Sehingga, pengetahuan buruk responden terkait TB paru berpotensi menimbulkan perilaku yang buruk pula baik terkait kewaspadaan penularan maupun perawatan pasien dengan penyakit TB paru. Teori tersebut sejalan dengan hasil penelitian Setiarni, et al (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan kejadian TB Paru di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Ruswanto (2010) di Kabupaten Pekalongan juga menyebutkan bahwa pengetahuan yang rendah memiliki risiko 3,716 kali lebih besar terkena TB Paru. Namun pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena pengambilan data terkait pengetahuan responden dilakukan setelah penderita TB Paru terdiagnosis dan
62
melakukan
pengobatan.
Proses
pengobatan
dimungkinkan
dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan responden. Sarwono (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan yang positif atau tinggi tidak selamanya diikuti dengan praktik yang sesuai. Selain pengetahuan
yang tinggi terdapat faktor-faktor lingkungan
yang
mempengaruhi perubahan perilaku (Herijuliani, et al., 2001). Jadi, disamping pengetahuan yang baik diperlukan pula kesadaran untuk melaksanakan atas apa yang telah diketahui dan juga dukungan dari lingkungan sekitar. 6.3.3 Merokok Hasil analisa tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi responden TB Paru yang berstatus perokok ringan lebih banyak dibandingkan dengan perokok berat. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sebagian responden mulai mengonsumsi rokok sejak usia remaja dan mengaku sudah lama mengurangi konsumsi rokok dikarenakan alasan kesehatan. Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa tidak ada hubungan antara merokok dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kurniasari, et al (2012) di Kabupaten Wonogiri yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian TB Paru (p value 0,627). Hasil penelitian Sejati dan Sofiana (2015) di Kabupaten Sleman juga
63
menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian TB Paru (p value 1,000). Secara teori, merokok tembakau merupakan faktor penting yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, sehingga mudah terserang penyakit. Namun pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada penelitian ini, merokok bukan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang.
Penyakit
tuberkulosis
disebabkan
oleh
multifaktor,
dimungkinkan terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap kejadian penyakit TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Kolappan dan Gopi (2002) yang menyebutkan bahwa seseorang yang menghisap rokok >20 batang/hari memiliki risiko 3,68 kali terkena TB Paru dibanding orang yang tidak merokok dan perokok yang menghisap rokok > 20 tahun memiliki risiko 3,23 kali terkena TB Paru dibanding orang yang tidak merokok. Penelitian Ariyothai, et al (2004) juga menyebutkan bahwa seseorang yang menghisap rokok > 10 batang/hari memiliki risiko 3,98 kali terkena TB Paru dibandingkan dengan orang yang tidak merokok dan seseorang yang menghisap rokok > 10 tahun memiliki risiko 2,96 kali terkena TB Paru dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Hal tersebut dapat dikarenakan sebagian besar dari responden yang memiliki
Indeks
Brinkman
<600
adalah
bukan
perokok
dan
berkemungkinan berstatus sebagai perokok pasif. Selain perokok aktif,
64
perokok pasif juga merupakan faktor yang juga berperan dalam perkembangan penyakit TB Paru. Menurut Leung, et al (2010), sama halnya dengan perokok aktif, paparan pasif asap tembakau dalam rumah tangga juga merupakan predisposisi perkembangan TB. Janson (2004) mengatakan bahwa merokok secara pasif merupakan faktor risiko yang umum, penting dan dihindari untuk keluhan pernafasan pada anak-anak dan orang dewasa. Mengurangi merokok secara pasif di masyarakat akan memberikan efek positif yang besar terhadap kesehatan pernapasan. Oleh karena itu, pengendalian tembakau harus ada dalam program TB nasional. 6.3.4 Kebiasaan Membuka Jendela Hasil analisa tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa penderita TB Paru yang tidak memiliki kebiasaan membuka jendela lebih banyak dibandingkan dengan penderita TB Paru yang memiliki kebiasaan membuka jendela. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa responden tidak memiliki kebiasaan jendela mempunyai dikarenakan beberapa alasan seperti, hampir setiap hari rumah yang mereka tempati ditinggal pergi bekerja sehingga rumah dalam keadaan kosong, khawatir debu dan bau masuk kedalam rumah, serta terdapat barang yang menutupi bagian depan jendela sehingga jendela tidak bisa dibuka. Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan membuka jendela dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian (Musadad, 2006) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan
65
membuka jendela dengan kejadian TB paru (p value 0,472). Hasil penelitian lain yang dilakukan Ruswanto (2010) menyebutkan bahwa keberadaan jendela di dalam rumah bukan merupakan faktor risiko namun faktor protektif kejadian tuberkulosis. Keadaan jendela yang tertutup justru dapat memberikan perlindungan terhadap kuman tuberkulosis yang masuk ke dalam rumah melalui udara. Secara teori, jendela berfungsi penting untuk memperoleh cahaya yang cukup pada siang hari, yang mana cahaya tersebut berguna untuk membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Wulandari, et al (2015) yang menyebutkan bahwa kebiasaan tidak membuka jendela berhubungan dengan kejadian TB Paru (p-value 0,033). Penelitian yang dilakukan oleh Azhar dan Perwitasari (2013) juga menyebutkan bahwa tidak membuka jendela kamar tidur setiap hari berisiko terinfeksi TB Paru sebesar 1,36 kali. Selain itu, hasil penelitian Khaliq, et al (2015) juga menyebutkan bahwa kondisi ventilasi yang buruk merupakan faktor risiko peningkatan infeksi TB. Kebiasaan tidak membuka jendela membuat udara tidak mengalir secara bebas sehingga ruangan menjadi lembab. Persyaratan kelembaban yang baik untuk ruangan adalah 40-70%. Kondisi ruangan yang lembab dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri. Namun pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena kebiasaan membuka jendela tidak berpengaruh besar terhadap kejadian TB Paru. Beberapa responden mengaku meskipun tidak memiliki kebiasaan
66
membuka jendela namun selalu membuka pintu setiap hari. Sehingga pertukaran udara terjadi melalui pintu dibantu dengan lubang angin (ventilasi permanen) rumah responden. Chandra (2006) mengatakan udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu terbuka. Dengan demikian cahaya matahari dan proses pertukaran udara dapat masuk melalui pintu responden yang terbuka. Cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah dapat mengurangi pertumbuhan kuman tuberkulosis karena sinar matahari mampu merusak struktur materi genetik kuman/bakteri (Setiowati dan Furqonita, 2007). Selanjutnya petukaran udara yang baik mampu membawa kuman tuberkulosis keluar rumah melalui udara. Keadaan tersebut dapat mecegah penularan penyakit tuberkulosis. Jadi, pada penelitian ini menunjukan bahwa pertukaran udara tidak hanya melalui jendela saja namun kondisi pintu terbuka dan lubang angin yang memenuhi syarat dapat membantu sebagai media penghawaan. 6.3.5 Kebiasaan Menjemur Kasur Hasil analisa tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa penderita TB Paru yang tidak memiliki kebiasaan menjemur kasur jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan penderita TB Paru yang memiliki kebiasaan menjemur kasur. Berdasarkan hasil wawancara hal tersebut disebabkan karena alat tidur yang digunakan adalah springbed sehingga sulit dan berat untuk dijemur, sebagian responden lain mengaku menjemur kasur/bantal/guling sebulan sekali atau lebih, beberapa
67
responden lain mengaku jarang sekali bahkan tidak pernah menjemur kasur/bantal/guling. Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan menjemur kasur dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Kasur/bantal/guling merupakan alat tidur yang secara rutin digunakan responden untuk beristirahat atau tidur. Ketika responden batuk atau bersin, percikan dahak dapat menempel pada alat tidur yang digunakan responden. Secara teori, sinar matahari atau suhu udara yang panas dapat menyebabkan percikan dahak (droplet nuklei) menguap. Menguapnya percikan dahak (droplet nuklei) ke udara, dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Azhar dan Perwitasari (2013) di Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Sulawesi Utara yang menyebutkan bahwa perilaku tidak menjemur kasur berisiko 1,423 kali terinfeksi TB Paru. Namun pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda, tidak ada hubungan antara kebiasaan menjemur kasur dengan kejadian TB Paru. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena intensitas cahaya matahari dan lama penjemuran kasur yang dilakukkan responden belum sesuai. Artinya tidak semua responden menjemur kasur dibawah sinar matahari langsung dengan lama penjemuran minimal lima menit. Menurut Widoyono (2008) kuman tuberkulosis tahan selama 1-2 jam di udara, sedangkan ditempat yang lembab dan gelap kuman
68
tuberkulosis dapat bertahan selama berbulan-bulan. Kuman tuberkulosis tidak tahan terhadap sinar matahari dan aliran udara. Kuman tuberkulosis akan mati dalam waktu 2 jam oleh sinar matahari (Kurniasari, et al., 2012). Bakteri tuberkulosis juga akan mati pada pemanasan 100oC selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60oC selama 30 menit (Widoyono, 2008). Jadi, kebiasaan menjemur kasur penting dilakukan dengan cahaya matahari langsung dan lama penjemuran yang sesuai. Hal tersebut dikarenakan sinar matahari dapat membantu membunuh kuman TB sehingga penularan penyakit TB Paru dapat dicegah. 6.4 Faktor Lingkungan 6.4.1 Riwayat Kontak Serumah Hasil analisa tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa penderita TB Paru yang memiliki riwayat kontak serumah jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan penderita TB Paru yang tidak memiliki riwayat kontak serumah. Keberadaan kontak serumah berperan penting dalam proses penularan kepada anggota keluarga yang lain. Hal tersebut diasumsikan karena penderita TB Paru lebih lama dan sering melakukan kontak kepada anggota keluarga sehingga potensi penularan penyakit TB Paru semakin meningkat. Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa ada hubungan antara riwayat kontak serumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Mahpudin dan Mahkota (2007) yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara
69
kontak serumah dengan kejadian TB Paru di Indonesia (p value 0,012). Penelitian lain yang dilakukan oleh Fitriani (2013) juga menyebutkan bahwa ada hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian Tuberkulosis Paru (p value 0,001). Kuman TB berada di udara ketika seseorang dengan penyakit tuberkulosis paru batuk, bersin, berbicara, dan bernyanyi sehingga orang terdekat dapat menghirup dan kemudian terinfeksi. Responden pada penelitian ini adalah usia produktif (15-50 tahun), sehingga penyakit TB Paru dapat mengurangi produktivitas seseorang dalam melakukkan pekerjaan atau kegiatan lain. Selain kondisi fisik yang sedang sakit, penderita TB Paru juga khawatir dapat menularkan penyakitnya ke orang lain sehingga sebagian penderita TB Paru yang bekerja lebih memilih untuk berhenti atau sementara tidak bekerja. Dengan demikian, penderita TB Paru lebih sering berada dirumah dan berinteraksi dengan anggota keluarga lain yang juga berada dirumah baik berbicara, bersin, atau bahkan tidur sekamar dengan anggota keluarga lain. Keadaan seperti itu, sangat berpotensi menularkan penyakit TB Paru kepada anggota keluarga lain mengingat TB Paru menular melalui udara. Penelitian Guwatudde, et al (2003) di Uganda menyebutkan bahwa kontak dengan penderita TB Paru dengan intensitas lebih dari 18 jam berhubungan dengan kejadian TB Paru.
70
6.4.2 Kepadatan Hunian Luas lantai bangunan harus disesuaikan dengan jumlah penghuni agar tidak overload. Selain menyebabkan kurangnya oksigen, overload juga bisa menyebabkan penularan penyakit infeksi (Suryo, 2010). Menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002, persyaratan kepadatan hunian memenuhi syarat adalah 9 m2/orang. Kepadatan hunian dihitung dengan membagi luas bagunan rumah dengan jumlah anggota keluarga. Hasil analisa tabel silang menyebutkan bahwa jumlah penderita TB Paru yang memiiki kepadatan hunian memenuhi syarat lebih banyak dari pada penderita TB Paru yang memiiki kepadatan hunian tidak memenuhi syarat. Hal tersebut menunjukan bahwa luas rumah responden masih sebading dengan jumlah penghuninya sehingga kebutuhan oksigen tercukupi. Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Hasil tersebut sejalan dengan peneliitian Mahpudin dan Mahkota (2007) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru di Indonesia (p value 0,78). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Sejati dan Sofiana (2015) mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian tuberkulosis (p value 0,422). Selain itu hasil penelitian Kurniasari, et al (2012) juga menyebutkan bahwa tidak ada hubungan
71
antara kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru (p velue 1,000). Hasil ini menunjukkan bahwa penyakit TB Paru tidak selalu disebabkan oleh kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat. Secara teori, kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses penularan penyakit. Semakin padat, maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit melalui udara, akan semakin mudah dan cepat. Menurut Achmadi (2008) semakin banyak manusia didalam ruangan, kelembabannya semakin tinggi khususnya karena uap air baik dari pernapasan maupun keringat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lanus, et al (2014) yang menyebutkan bahwa ada hubungan bermakna antara kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru di kab Bangli (p value 0,015). Penelitian lain yang dilakukan oleh Ayomi, et al (2012) juga menyebutkan bahwa ada hubungan bermakna antara kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian TB Paru (p value = 0,004). Namun pada penelitian ini menunjukan hasil yang berbeda. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh sehingga meskipun telah memiliki kepadatan memuhi syarat, masih bisa terkena penyakit TB Paru. Berdasarkan teori HAE (host, agent, environmental), selain kondisi lingkungan juga terdapat faktor host dan agent yang dapat mempengaruhi kejadian TB Paru. Faktor host yang dapat mempengaruhi adalah kondisi imun dan juga kebiasaan hidup responden. Sedangkan faktor agent yang mempengaruhi adalah keberadan kontak serumah.
72
Jadi, kepadatan hunian bukan faktor utama terhadap kejadian TB Paru. Diperlukan kombinasi dari faktor lingkungan lain dan faktor manusia yang baik untuk mencegah penularan penyakit TB Paru. 6.4.3 Luas Ventilasi Hasil analisa tabel silang pada penelitian ini menunjukkan bahwa penderita TB Paru yang memiliki luas ventilasi memenuhi syarat jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat. Hal tersebut menunjukan bahwa pertukaran udara didalam rumah responden dapat terjadi secara baik. Kondisi ventilasi dikatakan memenuhi syarat jika jumlahnya minimal 10% dari luas lantai rumah. Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa tidak ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosiana (2013) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian TB Paru (p value 0,569). Penelitian lain yang dilakukan oleh Mahpudin dan Mahkota (2007) juga menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara ventilasi kamar dengan kejadian TB Paru (p value 0,242). Secara teori, ventilasi mempengaruhi proses dilusi udara, dengan kata lain dapat membantu mengencerkan konsentrasi kuman TBC dan kuman lain. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kurniasari, et al (2012) yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi
73
dengan kejadian TB Paru (p value 0,005). Penelitian lain yang dilakukan oleh Wulandari (2012) juga menyebutkan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi ruang tamu dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Budiharjo, Semarang. Namun pada penelitian ini menujukan hasil yang berbeda. Hal tersebut dapat dipengaruhi karena meskipun responden memiliki luas ventilasi memenuhi syarat namun tidak selalu dibuka setiap hari. Pada penelitian ini, responden yang memiliki kebiasaan membuka jendela dan memiliki ventilasi memenuhi syarat hanya 27,8%. Keadaan tersebut mengakibatkan proses dilusi udara tidak terjadi dengan baik sehingga kondisi ruangan menjadi lembab. Kondisi ruangan yang lembab merupakan media pertumbuhan bakteri. Lygizos (2013) mengatakan meningkatkan ventilasi alami dapat menurunkan risiko penularan TB rumah tangga, namun perlu dikombinasikan dengan strategi lain untuk meningkatkan upaya pengendalian TB. Jadi, luas ventilasi yang memenuhi syarat penting untuk mengurangi pertumbuhan bakteri. Namun perlu dikombinasikan dengan kebiasaan membuka jendela serta faktor-faktor lain yang berpengaruh seperti peningkatan status gizi dan mengurangi kontak dengan penderita TB paru sebagai upaya mencegah penularan penyakit TB Paru
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. Berdasarkan karakteristik host diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan buruk (55,7%), berstatus perokok ringan (90,2%), memiliki kebiasaan membuka jendela setiap hari (52,5%), dan tidak memiliki kebiasaan menjemur kasur seminggu sekali (50,8%). 2. Berdasarkan karakteristik lingkungan diketahui bahwa sebagian besar responden tidak memiliki riwayat anggota keluarga sakit TB Paru (55,7%), memiliki kepadatan hunian memenuhi syarat (77,0%), dan memiliki luas ventilasi tidak memenuhi syarat (50,8%). 3. Tidak ada hubungan signifikan antara pengetahuan, merokok, kebiasaan membuka jendela, dan kebiasaan menjemur kasur dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016. 4. Ada hubungan signifikan antara riwayat kontak serumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016. Sedangkan untuk variabel kepadatan hunian dan luas ventilasi diketahui tidak ada hubungan signifikan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2016.
74
75
7.2 Saran 1. Puskesmas a.
Memberikan program penyuluhan kepada pasien dan juga keluarga pasien TB Paru dengan tujuan mengurangi penularan TB Paru yang berasal dari riwayat kontak serumah.
2. Masyarakat a.
Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat serta memperhatikkan aspek lingkungan yang merupakan faktor penyebab TB Paru.
b.
Meningkatkan kewaspadaan apabila mempunyai gejala TB Paru, memiliki anggota keluarga yang sakit TB Paru dengan melakukan uji sputum di pelayanan kesehatan terdekat.
3. Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya disarankan meneliti menggunakan desain yang lebih baik yaitu kasus kontrol.
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U. F. (2008). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: UI Press. Ariyothai, N., Podhipak, A., Akarasewi, P., Tornee, S., Smithtiikarn, S., & Thongprathum, P. (2004). Cigarette Smoking and Its Relation to Pulmonary Tuberculosis in Adults. Southeast Asian J Trop Med Public Health, Vol 35(1):219-227. Asih, N. Y., & Effendy, C. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC. Ayomi, A. C., Setiani, O., & Joko, T. (2012). Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah dan Karakteristik Wilayah Sebagai Determinan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura Provinsi Papua. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, Vol 11(1):1-8. Azhar, K., & Perwitasari, D. (2013). Kondisi Fisik Rumah dan Perilaku dengan Prevalensi TB Paru di Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Sulawesi. Media Litbangkes, Vol 23(4):172-181. Budiarto , E., & Anggraeni , D. (2003). Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC. Budiarto, E. (2001). Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. CDC. (2012, 13 Maret). Basic TB Facts. Dipetik 5 Januari, 2016, dari Central of Disease and Control Prevention. CDC. (2014, 30 September). CDC's Role in Global Tuberculosis Control. Dipetik 1 Januari, 2016, dari Central of Disease and Control Prevention. Chandra, B. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC. Cigielski, J. P., Arab, L., & Hauntley, J. C. (2012). Nutritional Risk Factors For Tuberculosis Among Adults in United States, 1971-1992. American Journal of Epidemiology, Vol 176(5):409-422. Crofton, J., Horne, N., & Miller, F. (2002). Tuberkulosis Klinis. Dalam M. Harun , E. Sutiono, T. Citraningtyas, P. Cho, & A. N. Abidin, Tuberkulosis Klinis. Jakarta: Widya Medika. Dinkes Banten. (2012). Profil Kesehatan Provinsi Banten 2012. Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
76
Dinkes Tangsel. (2015). Laporan Bulanan (LB3). Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Fatimah , S. (2008). Faktor-Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten Cilacap (Kecamatan: Sidareja, Cipari, Kedaungreja, Patimunan, Gandrungmangu, Bantasari) Tahun 2008. Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Fitriani, E. (2013). Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru. Unnes Journal of Public Health, Vol 2(1):1-6. Guwatudde, D., Nakakeeto, M., Jones-Lopez, E., Maganda, A., Chiunda, A., Mugerwa, R., et al. (2003). Tuberculosis in Household Contacts of Infectious Cases in Kumpala, Uganda. American Journal of Epidemiology, Vol 158(9):887-898. Herijuliati, E., Indriani, T. S., & Artini, S. (2001). Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC. Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. Hill, P. C., Sillah, D. J., Donkor , S. A., Otu, J., Adegbola, R. A., & Lienhardt, C. (2006). Risk Factors for Pulmonary Tuberculosis: A Clinic-Based Case Control Study in The Gambia. BMC Public Health, Vol 6(156):1-7. Janson, C. (2004). The Effect of Passive Smoking on Respiratory Health in Children and Adults. The International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, Vol 85(4):510-516. Jekel, F. J., Katz, D. L., Elmore, J. G., & Wild, D. M. (2007). Epidemiology, Biostatistics, and Preventive Medicine (third ed.). United States of America: Elsevier. Kemenkes RI. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI. Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes RI. Kemenkes RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Kementerian Kesehatan RI. Khaliq A, IH, K., MW, A., & MN, C. (2015). Environmental Risk Factors and Social Determinants of Pulmonary Tuberculosis in Pakistan. Epidemiology (sunnyvale), Vol 5:(3):1-9. Kolappan, C., & Gopi, P. G. (2002). Tobacco Smoking and Pulmonary Tuberculosis. Tuberculosis Research Centre, India, Vol 57:964-966.
77
Kume, A., Kume, T., Masuda , K., Shibuya, F., & Yamazaki, H. (2009). Dose-dependent Effect of Cigarette Smoke on Blood Biomarkers in Healthy Japanese Volunteers: Observations from Smoking and Non-smoking. Journal of Health Science, Vol 55(2):259-264. Kunoli, F. J. (2013). Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular: Untuk Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Jakarta: TIM. Kurniasari, R. S., Suhartono, & Cahyo, K. (2012). Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru di Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol 11(2):198-204. Lanus, I. N., Suyasa, I. N., & Sujaya, I. N. (2014). Hubungan Antara Sanitasi Rumah dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten Bangli Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol 4(2):146-151. Leung, C. C., Lam, T. H., Ho, K. S., Yew, W. W., Tam, C. M., Chan, W. M., et al. (2010). Passive Smoking and Tuberculosis. Arch Intern Med, Vol 170(3):287-293. Lienhardt, C., Fielding, K., Sillah, J., Bah , B., Gustafson, P., Warndorff, D., et al. (2005). Investigation of the Risk Factors for Tuberculosis: A Case-control Study in Three Countries in West Africa . International Journal of Epidemiology, (34) 914-927. Lygizos, M., Shenoi, S. V., Brooks, R. P., Bhushan, A., Brust, J. C., Zelterman, D., et al. (2013). Natural Ventilation Reduces High TB Transmission Risk in Traditional Homes in Rural KwaZulu-Natal, South Africa. BMC Infectious Diseases, Vol 13(300):1-8. Mahpudin, A., & Mahkota, R. (2007). Faktor Lingkungan Fisik Rumah, Respon Biologis dan Kejadian TBC Paru di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol 1(4):147-153. Mandal, B. K., Wilkins, E. G., Dunbar, E. M., & Mayon-White, R. T. (2008). Lecture Notes: Penyakit Infeksi (6th Ed), Alih Bahasa oleh Juwalita Surapsari. Jakarta: Erlangga. Musadad, A. (2006). Hubungan Faktor Lingkungan Rumah dengan Penularan TB Paru Kontak Serumah. Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol 5:(3):486-496. Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Nelson, K. E., Williams , C. M., & Graham, N. M. (2005). Infectious Disease Epidemiology: theory and practice. Boston: Jones and Bartlett Publisher.
78
NIAID. (2012, 5 Maret). Tuberculosis (TB) Cause. Dipetik 7 Mei, 2016, dari National Institute of Allergy and Infectious Disease: https://www.niaid.nih.gov/topics/tuberculosis/understanding/pages/cause.aspx Nisa, H. (2007). Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN Jakarta Press. Noorkasiani, Heryati, & Ismail, R. (2009). Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC. Notoatmojo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta. PPTI. (2012, 8 Maret). Indonesia Darurat Tuberkulosis. Dipetik 18 April, 2016, dari Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia. Purba, J. (2005). pengelolaan Lingkungan Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Rosiana, A. M. (2013). Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru. Unnes Journal of Public Health, Vol 2(1):1-8. Ruswanto, B. (2010). Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru Ditinjau dari Faktor Lingkungan Dalam dan Luar Rumah di Kabupaten Pekalongan. Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Sarwono, S. W. (1997). Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Savicevic, A. J., Mulic, R., Ban, B., Kozul, K., Ivcek, L. B., Valic, J., et al. (2013). Risk Factors for Pulmonary Tuberculosis in Croatia:A Matched Case-Control Study. BMC Public Health, Vol 13(991):1-8. Sejati , A., & Sofiana, L. (2015). Faktor-faktor Terjadinya Tuberkulosis. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol 10:(2):122-128. Setiarni, S. M., Sutomo, A. H., & Hariyono, W. (2011). Hubungan antara Tingkat Pengetahuan, Status Ekonomi. dan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Tuberkulosis Paru pada Orang Dewasa di Wilayah Kerja Puskesmas Tuan-Tuan Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Jurnal Kesmas UAD, 162-232. Setiowati, T., & Furqonita, D. (2007). Biologi Interaktif. Jakarta: Azka Press. Simbolon, D. (2007). Faktor Risiko Tuberculosis Paru di Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol 2(3):112-119. Sulistyaningsih. (2011). Epidemiologi dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Suryo, J. (2010). Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B First.
79
Tulchinsky, T., & Varavikova, E. (2014). The New Public Health Third Edition. San Diego: Elsevier,Academic Press. Watanabe, N., Fukushima, M., Taniguchi, A., Okumura, T., Nomura, Y., Nishimura, F., et al. (2011). Smoking, White Bood Cell Counts,and TNF System Activity in Japanese Subjects with Normal Glucose Tolerance. BMC Journal, Vol 9(12):1-6. Wenas, A. R., Kandou, G. D., & Rombot, D. V. (2015). Hubungan Perilaku dengan Kejadian TB Paru di Desa Wori Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik, Vol 3:82-89. WHO. (2013). Nutritional Care and Support for Patients with Tuberculosis. World Health Organization. WHO. (2015). Global Tuberculosis Report 2015. World Health Organization. WHO. (2015). HIV-Associated Tuberculosis. World Health Organization. Widoyono. (2008). Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga. Wijaya , A. A. (2012). Merokok dan Tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol 8,1823. Wulandari , A. A., Nurjazuli, & Adi, M. S. (2015). Faktor Risiko dan Potensi Penularan Tuberkulosis Paru di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 7-13. Wulandari, S. (2012). Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru. Unnes Journal of Public Health, Vol 1(1):41-44.
80
LAMPIRAN
81
Informed Consent Assalamualaikum wr.wb Kami, mahasiswa peminatan Kesehatan Lingkungan jurusan Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian terkait dengan hubungan antara faktor host dan lingkungan dengan kejadian TB Paru di Wiayah Kerja Puskesmas Pamulang. Dalam penelitian ini bapak/ibu terpilih sebagai responden/partisipan berdasarkan data puskesmas. Bapak/ibu diharapkan dapat memberikan informasi dan bersedia dilakukan pengukuran terkait lingkungan rumah Bapak/Ibu. Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan kami jaga kerahasiaannya. Jika Bapak/Ibu bersedia dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan. Atas perhatian Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb Jakarta, September 2016
(.....................................)
A. Identitas Responden A1
Nama Lengkap
A2
Tgl Pengisian
A3
Alamat
: .............................. No...........Rt..........Rw............. Kelurahan................... Kecamatan Pamulang
A4
Jenis Kelamin
A5
Pendidikan Terakhir 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Perguruan Tinggi
A7
Berat Badan .............Tinggi Badan ..............
1. Laki-Laki 2. Perempuan
A6
Umur
B. Pengetahuan B1
Menurut bapak/ibu apa yang dimaksud penyakit Tubekulosis Paru? 1. Penyakit flu/batuk akibat minuman dingin/es 2. Penyakit batuk berdahak terkadang bercampur darah 3. Penyakit batuk-batuk akibat rokok
B2
Menurut bapak/ibu apa yang menjadi penyebab penyakit Tuberkulosis? 1. Debu dan udara kotor 2. Bakteri/Kuman 3. Makanan
B3
Menurut bapak/ibu bagaimana gejala atau tanda terkena penyakit tuberkulosis? (boleh pilih lebih dari satu) 1. Pusing dan mual 2. Batuk berdahak selama 3 minggu, nyeri dada dan sesak nafas 3. Demam dan meriang 4. Nafsu makan menurun dan berkeringat pada malam hari 5. Batuk dan gatal tenggorokan
B4
Menurut bapak/ibu bagaimanakah cara penyakit Tuberkulosis Paru dapat menular? 1. Melaui Makanan mengandung pengawet 2. Melalui Air yang kotor 3. Melalui Udara
B5
Menurut bapak/ibu, apakah dapat tertular penyakit Tuberkulosis Paru jika tidur sekamar dengan penderita/pasien Tuberkulosis Paru? 1. Tidak 2. Ya
B6
Menurut bapak/ibu apakah sinar matahari yang masuk ke dalam rumah dapat mencegah timbulnya penyakit tuberkulosis? 1. Tidak 2. Ya
B7
Menurut bapak/ibu bagaimana kondisi ventilasi rumah yang baik? 1. Harus ada disetiap ruangan 2. Minimal 10% dari luas lantai 3. Yang penting ada agar tidak pengap/bau
B8
Menurut bapak/ibu apakah imunisasi BCG dapat mencegah terjadinya penyakit tuberkulosis? 1. Tidak 2. Ya
B9
Menurut bapak/ibu Tuberkulosis Paru dapat disembuhkan apabila? 1. Berobat ketika kambuh dan merasa sakit 2. Berobat secara rutin selama minimal 2 bulan 3. Berobat secara rutin selama minimal 6 bulan
B10
Menurut bapak/ibu, apakah minum obat Tuberkulosis Paru perlu didampingi oleh kerabat/kader/yang lainnya? 1. Tidak, karena bisa diminum sendiri dan tidak akan lupa 2. Ya, agar diminum secara teratur 3. Tidak tahu
C. Kebiasaan Merokok C1
Apakah Bapak/Ibu Merokok? (Jika Tidak lanjut ke point D) 0. Tidak Merokok 1. Ya
C2
Sejak usia berapa Bapak/Ibu merokok ........................
C3
Sudah berapa lama Bapak/Ibu Merokok? ........................ (tahun)
C4
Berapa batang jumlah rokok yang Bapak/Ibu konsumsi per hari? ..........................
D. Imunisasi BCG D1
Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan imunisasi BCG (Observasi tanda/bekas luka imunisasi di lengan)? 0. Tidak Pernah 1. Pernah
E. Kebiasaan Membuka Jendela E1
Apakah jendela rumah bapak/ibu selalu dibuka pada siang hari? 0. Tidak 1. Kadang-kadang 2. Ya
F. Kebiasaan Menjemur Kasur F1
Apakah bapak atau ibu memiliki kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling? 0. Tidak 1. Ya
F2
Intensitas menjemur kasur 0. Sebulan sekali 1. Dua minggu sekali
2. Seminggu sekali 3. Lainnya.................. (sebutkan) G. Riwayat Kontak G1
Apakah bapak/ibu pernah memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit Tuberkulosis Paru? 0. Ya 1. Tidak
H. Kepadatan Hunian H1
Luas Rumah ..............m2 Jumlah Penghuni ..........orang
I. I1
Luas Ventilasi Luas Lantai rumah ................m2 Luas Ventilasi rumah..............m2
UJI VALIDITAS & RELIABILITAS Pengetahuan B1 B1
Pearson Correlation
B2 1
B8
B9
B10
TOTB
.208
-.122
-.145
.001
.004
.299
.270
.522
.443
.000
30
30
30
30
30
30
30
30
.233
.351
.167
-.056
.148
.085
-.141
.311
.216
.057
.378
.767
.434
.656
.456
.094
.007 30
.139
.539
30
30
30
Pearson Correlation
.257
1
Sig. (2-tailed)
.171
.592
**
B7 .196
.171
.505
.627
.485
**
**
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
Pearson Correlation
.277
.233
1
.162
.241
.383
*
.225
.158
.113
.165
Sig. (2-tailed)
.139
.216
.392
.199
.037
.232
.406
.554
.382
.000
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
Pearson Correlation
.117
.351
.162
1
.141
.055
.203
.327
-.050
.200
.442
Sig. (2-tailed)
.539
.057
.392
.457
.775
.281
.077
.795
.288
.015
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
**
.167
.241
.141
1
**
.146
.123
-.112
.075
.001
.378
.199
.457
.001
.441
.517
.556
.692
.000
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
N
N B5
B6 **
.117
N
B4
B5
.277
N
B3
B4
.257
Sig. (2-tailed)
B2
B3
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.592
30
.585
.648
.626
**
*
**
B6
**
-.056
.383
*
.055
.004
.767
.037
.775
.001
30
30
30
30
30
Pearson Correlation
.196
.148
.225
.203
Sig. (2-tailed)
.299
.434
.232
30
30
Pearson Correlation
.208
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
B7
N B8
N B9
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
B10
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
TOTB
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.505
**
.306
.227
-.068
.767
.101
.227
.721
.000
30
30
30
30
30
30
.146
.056
1
.056
-.244
.380
.281
.441
.767
.767
.194
.038
.008
30
30
30
30
30
30
30
30
30
.085
.158
.327
.123
.306
.056
1
.227
.102
.270
.656
.406
.077
.517
.101
.767
.227
.591
.005
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.122
-.141
.113
-.050
-.112
.227
-.244
.227
1
-.093
.058
.522
.456
.554
.795
.556
.227
.194
.227
.626
.760
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
-.145
.311
.165
.200
.075
-.068
.380
*
.102
-.093
1
.380
.443
.094
.382
.288
.692
.721
.038
.591
.626
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
**
.058
.380
*
1
**
.485
**
.648
**
.442
*
.626
**
1
.620
**
.473
**
.499
*
.473
.499
**
**
*
.038
.000
.007
.000
.015
.000
.000
.008
.005
.760
.038
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
.620
**
.056
.627
.585
30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.674
10
JK * K_TBParu Crosstabulation Usia * K_TBParu Crosstabulation
K_TBParu TB Paru JK
Laki-laki
Count % within K_TBParu
Perempuan
Count % within K_TBParu
Total
Count % within K_TBParu
Bukan TB Paru
K_TBParu
Total
17
15
32
60.7%
45.5%
52.5%
11
18
29
39.3%
54.5%
47.5%
28
33
61
100.0%
100.0%
100.0%
TB Paru Usia
15-55 th
Count % within K_TBParu
>55 th
Count % within K_TBParu
Total
Count % within K_TBParu
Bukan TB Paru
Total
25
23
48
89.3%
69.7%
78.7%
3
10
13
10.7%
30.3%
21.3%
28
33
61
100.0%
100.0%
100.0%
ANALISIS UNIVARIAT 1. Kejadian TB Paru Statistics K_TBParu N
Valid
61
Missing
0
K_TBParu Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
TB Paru
28
45.9
45.9
45.9
Bukan TB Paru
33
54.1
54.1
100.0
Total
61
100.0
100.0
2. Pengetahuan Descriptives Statistic Ptahuan
Std. Error
Mean
6.02
95% Confidence Interval for Lower Bound
5.43
Mean
Upper Bound
6.60
5% Trimmed Mean
6.11
Median
6.00
Variance
5.250
Std. Deviation
2.291
Minimum
0
Maximum
10
Range
10
Interquartile Range
.293
3
Skewness
-.528
.306
Kurtosis
-.050
.604
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Pngthn2
df
.135
Shapiro-Wilk
Sig. 61
Statistic
.008
df
.951
Sig. 61
.016
a. Lilliefors Significance Correction
Statistics Pengetahuan N
Valid
61
Missing
0
Pengetahuan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Buruk
25
41.0
41.0
41.0
Baik
36
59.0
59.0
100.0
Total
61
100.0
100.0
3. Merokok Statistics Merokok N
Valid
61
Missing
0
Merokok Cumulative Frequency Valid
Perokok Berat
Percent
Valid Percent
Percent
6
9.8
9.8
9.8
Perokok Ringan
55
90.2
90.2
100.0
Total
61
100.0
100.0
4. Kebiasaan Membuka Jendela Statistics Buka_Jendela N
Valid
61
Missing
0
Buka_Jendela Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
29
47.5
47.5
47.5
Ya
32
52.5
52.5
100.0
Total
61
100.0
100.0
5. Kebiasaan Menjemur Kasur Statistics Jemur_Kasur N
Valid
61
Missing
0
Jemur_Kasur Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
31
50.8
50.8
50.8
Ya
30
49.2
49.2
100.0
Total
61
100.0
100.0
6. Riwayat Kontak Serumah Statistics Riw_Kontak N
Valid Missing
61 0
Riw_Kontak Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Ada
27
44.3
44.3
44.3
Tidak Ada
34
55.7
55.7
100.0
Total
61
100.0
100.0
7. Kepadatan Hunian Statistics Kepadatan N
Valid
61
Missing
0
Kepadatan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Memenuhi Syarat
14
23.0
23.0
23.0
Memenuhi Syarat
47
77.0
77.0
100.0
Total
61
100.0
100.0
8. Luas Ventilasi Statistics L_Ventilasi N
Valid
61
Missing
0
L_Ventilasi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Memenihi Syarat
31
50.8
50.8
50.8
Memenuhi Syarat
30
49.2
49.2
100.0
Total
61
100.0
100.0
ANALISIS BIVARIAT
1. TB Paru dan Pengetahuan Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
Pengetahuan * K_TBParu
61
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 61
100.0%
Pengetahuan * K_TBParu Crosstabulation K_TBParu TB Paru Pengetahuan
Buruk
Count % within Pengetahuan
Baik
Total
16
25
36.0%
64.0%
100.0%
19
17
36
52.8%
47.2%
100.0%
28
33
61
45.9%
54.1%
100.0%
Count % within Pengetahuan
Total
9
Count % within Pengetahuan
Bukan TB Paru
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.196
1.065
1
.302
1.687
1
.194
1.673 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.296 1.645
1
.200
61
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,48. b. Computed only for a 2x2 table
.151
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Pengetahuan (Buruk / Baik) For cohort K_TBParu = TB Paru For cohort K_TBParu = Bukan TB Paru N of Valid Cases
Lower
Upper
.503
.177
1.433
.682
.372
1.252
1.355
.861
2.133
61
2. TB Paru dan Merokok Case Processing Summary Cases Valid N Merokok * K_TBParu
Missing
Percent 61
100.0%
N
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
61
100.0%
Merokok * K_TBParu Crosstabulation K_TBParu TB Paru Merokok
Perokok Berat
Count % within Merokok
Perokok Ringan
Count % within Merokok
Total
Count % within Merokok
Bukan TB Paru
Total
3
3
6
50.0%
50.0%
100.0%
25
30
55
45.5%
54.5%
100.0%
28
33
61
45.9%
54.1%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
Df a
1
.832
.000
1
1.000
.045
1
.832
.045 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
1.000
Linear-by-Linear Association
.044
b
N of Valid Cases
1
.582
.833
61
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,75. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Merokok (Perokok Berat / Perokok
1.200
.222
6.478
1.100
.470
2.576
.917
.397
2.114
Ringan) For cohort K_TBParu = TB Paru For cohort K_TBParu = Bukan TB Paru N of Valid Cases
61
3. TB Paru dan Kebiasaan membuka jendela Case Processing Summary Cases Valid N Buka_Jendela * K_TBParu
Missing
Percent 61
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 61
100.0%
Buka_Jendela * K_TBParu Crosstabulation K_TBParu TB Paru Buka_Jendela
Tidak
Count % within Buka_Jendela
Ya
Total
13
29
55.2%
44.8%
100.0%
12
20
32
37.5%
62.5%
100.0%
28
33
61
45.9%
54.1%
100.0%
Count % within Buka_Jendela
Total
16
Count % within Buka_Jendela
Bukan TB Paru
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
Df a
1
.167
1.268
1
.260
1.922
1
.166
1.913 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.204 1.882
1
.170
61
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,31. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Buka_Jendela (Tidak / Ya) For cohort K_TBParu = TB Paru For cohort K_TBParu = Bukan TB Paru N of Valid Cases
Lower
Upper
2.051
.737
5.709
1.471
.845
2.562
.717
.442
1.165
61
.130
4. TB Paru dan Kebiasaan Menjemur Kasur Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
Jemur_Kasur * K_TBParu
61
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 61
100.0%
Jemur_Kasur * K_TBParu Crosstabulation K_TBParu TB Paru Jemur_Kasur
Tidak
Count % within Jemur_Kasur
Ya
Total
13
31
58.1%
41.9%
100.0%
10
20
30
33.3%
66.7%
100.0%
28
33
61
45.9%
54.1%
100.0%
Count % within Jemur_Kasur
Total
18
Count % within Jemur_Kasur
Bukan TB Paru
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.053
2.825
1
.093
3.798
1
.051
3.755 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.073 3.694
1
.055
61
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,77. b. Computed only for a 2x2 table
.046
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Jemur_Kasur (Tidak / Ya) For cohort K_TBParu = TB Paru
Lower
Upper
2.769
.977
7.848
1.742
.968
3.136
.629
.387
1.022
For cohort K_TBParu = Bukan TB Paru N of Valid Cases
61
5. TB Paru dan Riwayat Kontak Case Processing Summary Cases Valid N Riw_Kontak * K_TBParu
Missing
Percent 61
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 61
100.0%
Riw_Kontak * K_TBParu Crosstabulation K_TBParu TB Paru Riw_Kontak
Ada
Count % within Riw_Kontak
Tidak Ada
Count % within Riw_Kontak
Total
Count % within Riw_Kontak
Bukan TB Paru
Total
17
10
27
63.0%
37.0%
100.0%
11
23
34
32.4%
67.6%
100.0%
28
33
61
45.9%
54.1%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
Df a
1
.017
4.513
1
.034
5.753
1
.016
5.678 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
.022 5.585
b
N of Valid Cases
1
.016
.018
61
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,39. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Riw_Kontak (Ada / Tidak Ada) For cohort K_TBParu = TB Paru For cohort K_TBParu = Bukan TB Paru N of Valid Cases
Lower
Upper
3.555
1.230
10.273
1.946
1.105
3.426
.548
.318
.943
61
6. TB Paru dan Kepadatan hunian Case Processing Summary Cases Valid N Kepadatan * K_TBParu
Missing
Percent 61
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 61
100.0%
Kepadatan * K_TBParu Crosstabulation K_TBParu TB Paru Kepadatan
Tidak Memenuhi Syarat
Count % within Kepadatan
Memenuhi Syarat
Total
8
14
42.9%
57.1%
100.0%
22
25
47
46.8%
53.2%
100.0%
28
33
61
45.9%
54.1%
100.0%
Count % within Kepadatan
Total
6
Count % within Kepadatan
Bukan TB Paru
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
Df a
1
.795
.000
1
1.000
.068
1
.794
.068 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
1.000 .067
1
.796
61
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,43. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Kepadatan (Tidak Memenuhi Syarat /
.852
.256
2.840
.916
.465
1.802
1.074
.634
1.820
Memenuhi Syarat) For cohort K_TBParu = TB Paru For cohort K_TBParu = Bukan TB Paru N of Valid Cases
61
.520
7. TB Paru dan Luas Ventilasi Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
L_Ventilasi * K_TBParu
61
N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
61
100.0%
L_Ventilasi * K_TBParu Crosstabulation K_TBParu TB Paru L_Ventilasi
Tidak Memenihi Syarat
Count % within L_Ventilasi
Memenuhi Syarat
Total
17
31
45.2%
54.8%
100.0%
14
16
30
46.7%
53.3%
100.0%
28
33
61
45.9%
54.1%
100.0%
Count % within L_Ventilasi
Total
14
Count % within L_Ventilasi
Bukan TB Paru
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.906
.000
1
1.000
.014
1
.906
.014 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
1.000 .014
1
.907
61
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,77. b. Computed only for a 2x2 table
.555
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for L_Ventilasi (Tidak Memenihi Syarat /
.941
.344
2.577
.968
.561
1.669
1.028
.647
1.633
Memenuhi Syarat) For cohort K_TBParu = TB Paru For cohort K_TBParu = Bukan TB Paru N of Valid Cases
61
FRAME SAMPLING NO
NAMA
ALAMAT
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Imas Ruhyat Nuridah Hindra M Sholikan Hermawan Fikri Eka Hamdani Syahela Agus Maesunah Hasni Nurhayati Ismawati Limaria Tafsirudin Yuniarsih Nana Suhaeri Agung Ahmad Gunawan Amsar Heri Elfrinda Sugiman Siti Hayati Ayu Irianih Fauzi Ayu Iis Mariam Hernawati Winarti Slamet Zuhdi Suprianto Salimun
Jl Pajajaran no 20 02/02 P.Barat Jl waru II rt 02/03 P.Barat Jl Waru II 02/03 P.Barat P.Barat 02/03 P.Barat 02/03 P.Barat jl swadaya 02/05 P.Barat Jl Waru II 03/03 Jl Waru II 03/03 P.Barat jl Sujun 03/05 PB P Permai I E75/30 rt 04/4 Pamulang Barat P.Barat 01/04 P.Barat 01/04 P.Barat 01/04 P.Barat Jl mede I 02/04 jl waru I rt 03/04 pamulang barat P.Barat 04/04 P.Barat 07/04 no 8 PB 01/05 Jl Ketapang 06/05 P.Barat Jl reni jaya 07/05 P.Barat 07/05 Jl Ketapang 07/05 P.Barat gg mandor 01/06 PB 01/06 PB Reni jaya 01/06 P.Barat P.Barat 01/06 Jl Surya Kencana 01/06 P.Barat P.Barat 01/06 P.Barat Jl.Kemuning 02/06 Jl Kemuning 02/06 P.Barat P.Barat Jl Kemuning 02/06 P.Barat 04/06 Jl Surya Kencana 03/06 P.Barat Jl Kemuning IV 05/06 P.Barat P.Barat 02/07 P.Barat 03/07 jl beringin 1 no 59 rt 03/07 pamulang barat Jl Beringin 03/07
KET UMUR TS TS TS TS TS S TS TS S TS S S TS TS S S TS S TS S S TS TS TS S S TS TS TS S TS TS TS TS S TS S S
40 23 47 38 30 42 32 26 48 73 46 24 61 41 28 26 61 68 41 44 36 44 45 48 39 46 43 40 26 16 21 40 45 43 41 33 31 22
JK P P P L L L L P L L L P L P P P L P L L L L L L P L P P P L P P P P P L L L
NO
NAMA
ALAMAT
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Rusdia Irasari Bagus Siti Jubaidah Abdul Ramat Bakir A Imam S Nati Nanang Sergi Tuminah Asep Khomson Parulian Rita
54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77
Ridho Eklas Hartini Riha Mariani Rahma Vina Suwarsih Zenita Ardi Nifdi Suryani Clara Oos Tati Iwan Tuti Dita Wakini Budiman Nanda Suci Elkasa nurhayati Ramdoni Ulin
Pamulang Barat 05/07 P.Barat 01/08 P Barat 01/08 Pamulang Barat Jl Vila Dago 01/08 P.Barat 02/08 P.Barat 02/08 P.Barat 03/08 P.Barat Jl Alam Segar 03/08 P.Barat 04/08 Jl Pamulang Barat 04/08 alam segar 2 rt04/08 pamulang barat Reni Jaya Jl Kemiri blok AD 8/12 P.Barat P.Barat 01/12 P. Barat 03/12 P.Permai 04/15 Pamulang Barat P.Barat Jl Pamulang V 05/15 atau PP blok B14/16 P.Barat 03/15 P.Barat 06/16 P.Barat 01/17 P.Barat 07/17 Reni Jaya B. 9/17 P.Barat gg anggrek 02/18 P.Barat Reni Jaya 05/20 P.Barat Reni jaya 06/20 P.Barat Reni Jaya B AG 3 no 23 rt 04/21 P.Barat Jl Lembah Pinus B3 no 8 P.Barat 05/24 Jl Puri Pamulang 01/025 P.Barat P.Barat 01/25 P.Barat 01/01 Pamulang permai blok A1/6 P.Barat Jl Kemuning 3 Pamulang Permai I 24/22 Reni Jaya AH 7/2 Pamulang Permai blox i no 13 P.Permai I blok B no 7 jl talas II PCI 01/01 jl talas II PCI 01/01 Jl Talas II 02/01 PCI Jl Talas III 02/01 no 15 PCI
KET UMUR
JK
TS S TS TS S S TS S S S S S TS TS TS
39 35 25 45 57 52 24 56 42 20 44 32 38 42 59
P P L P L L L P L L P L P L P
S TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS S TS S TS TS S S TS S TS TS TS
15 47 52 42 57 69 21 62 48 31 15 42 20 23 51 30 62 20 64 60 20 36 48 30
L L L P P P P P P L L P P P P L P P P L P P L P
NO
NAMA
ALAMAT
78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117
Amin syahril Suyono Eeu Mubait Ema Nurhayati Tati Mukajar Rumaidan Siti Hardani Tinem Nimah Marmin Aisah Yuyun Anita Susilo Ego Penatas Titi Didin Zainal Bambang Haryono Ranih Syarip Titin Maryori Wukayat Subur Zein Suhartomo Ahmad Minan Hardri Rizkia Ilham Muhaimin Farida Aan M.Yasin Sayan Karsinah
PCI 03/01 jl talas II rt 03/01 PCI Jl Talas IV PCI 06/01 Jl Talas IV PCI 06/01 jl lombok 06/01 PCI 02/02 PCI 02/02 PCI 03/02 PCI 03/02 PCI 01/03 PCI 02/03 Jl Selada I 04/03 PCI PCI 05/03 PCI 05/03 PCI 06/03 PCI 01/04 jl trubus II 01/04 PCI PCI 02/04 jl trubus I PCI 03/04 PCI 03/04 jl cabe 1 rt 04/04 PCI jl trubus II 04/04 PCI PCI 04/04 Jl Kentang 04/04 PCI PCI 02/05 PCI 03/05 PCI 03/5 2I PCI 03/05 Jl Sawi 03/05 PCI Jl Sawi 03/05 PCI PCI rt 05/05 PCI 06/05 PCI Jl Cabe IV 01/06 PCI 01/06 PCI 03/07 PCI 03/09 Jl Talas V 03/09 PCI jl talas 1 PCI 01/10 PCI rt 04/11 PCI Jl Cabe Ilir 06/11
KET UMUR TS S TS TS TS S S TS TS TS TS TS TS TS TS TS S S TS TS S S TS TS TS TS S TS S TS TS TS TS S S TS S S S TS
52 47 48 46 54 21 39 54 47 64 49 60 52 55 70 17 50 26 29 36 47 27 50 42 46 59 37 38 38 26 34 75 28 24 68 43 33 50 69 35
JK L L L P L P P P L L L P P P L P P P l P L L P L P L L L L L L L L L L P P L L P
NO
NAMA
ALAMAT
118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157
Hermansyah Dul Himari Olis Arjo Lilis Daryanto Suherma Herman Setiawan Sawiyah Muhammad Zen Rusminah Indah Ramalih Linan Suwarno Nurami Atikah Acip Sukeri Narawi Lela Pratiwi Sri Kadaruati Sutiyah Bella Mudiyatun Pami Prana Suryadi Decky Siti Warsah Safitri Natan Syahrul Windarsih Kusmanih Darian Mursali Sarmanih Mukhtar
Jl Kubu IV PCI PCU 03/01 jl Kayu Putih 04/01 PCU PCU 04/01 PCU 06/01 PCU 06/01 PCU 06/01 PCU 01/02 PCU 01/02 PCU 01/02 PCU 02/02 no 31 PCU 02/02 PCU 02/02 PCU 09/02 jl kemiri 8 rt 01/04 PCU PCU 05/04 PCU 01/05 PCU 03/05 PCU 03/05 PCU 04/05 PCU 04/05 PCU 07/05 PCU 02/08 PCU 01/09 Kp Baru 02/10 PCU PCU Rt 02/10 PCU 03/10 PCU 03/10 gg Puri 02/02 Pamulang Timur Jl Pinang 01/03 P.Timur gg pinang P.Timur 01/03 Gg Pinang 02/03 P.Timur P.Timur 02/03 P.Timur 05/03 P.Timur 01/06 P.Timur 05/07 P.Timur 03/08 Agsana P.Timur 03/11 P.Timur 3/14 P.Timur 01/16
KET UMUR TS TS TS TS TS TS S TS TS TS S TS TS TS S TS S TS TS TS TS S TS S TS TS TS S TS S S TS TS TS TS TS TS TS TS TS
18 50 27 29 66 36 76 33 60 52 38 58 52 43 35 62 51 55 59 66 56 23 70 43 21 48 54 24 39 23 36 30 48 20 47 41 22 59 59 48
JK L L L P L P L L L P L P P P L L L P L L L P P P P P P L L L P P L L P P L P P L
NO
NAMA
ALAMAT
158 159 160 161 162 163
Najarudin Gusnadi Anang Nurali M. Aripin Sindauli
jl akasia P.Timur 02/18 P.Timur 08/18 Jl Pinang 02/20 P.Timur P.Timur 02/022 jl pinus asri A1/34 rt02/23 pamulang timur P.Timur
KET UMUR S TS TS S S TS
41 40 60 40 50 73
JK L L L L L P