FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU (di Wilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Kecamatan Cimerak Kabupaten Ciamis) Anne Halyda Mayangsari1) Kiki Korneliani 2) Jl. Pacuan Kuda Dsn. Sindangsari Ds. Legokjawa Rt. 01/Rw. 01 Kec. Cimerak Kab. Pangandaran (e-mail :
[email protected])1) Program Studi Epidemiologi dan Penyakit Tropik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi Tasikmalaya (Jalan Siliwangi No. 24 Kotak Pos 164 Tasikmalaya 46115) ABSTRAK Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). TB dapat menyerang siapa saja terutama usia produktif (15-50 tahun) dan anak-anak. TB dapat menyebabkan kematian apabila tidak diobati, 50% dari pasien akan meninggal setelah 5 tahun, beberapa faktor predisposisi terjadinya TB Paru diantaranya: kepadatan hunian, kepadatan kamar tidur, jendela kamar tidur, ventilasi, jenis dinding dan jenis lantai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepadatan hunian, kepadatan kamar tidur, jendela kamar, ventilasi, jenis dinding dan jenis lantai dengan kejadian TB Paru. Metode penelitian menggunakan rancangan metode case-control dengan sampel 28 BTA (+) 28 BTA (-) dari 56 popolasi. Analisis yang yang dilakukan yaitu analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan Uji Chi-Square . Hasil penelitian menunjukkan rata-rata usia responden 40-45 tahun, responden laki-laki 38% dan perempuan 62%. Analisis menggunakan Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan kepadatan hunian (p value= 0,001), ada hubungan kepadatan kamar tidur (p value= 0,000), ada hubungan jendela kamar tidur (p value= 0,012), ada hubungan ventilasi (p value= 0,001), ada hubungan jenis dinding (p value= 0,000), ada hubungan jenis lantai (p value= 0,032) dengan kejadian TB Paru. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa kepadatan hunian, kepadatan kamar tidur, jendela kamar tidur, ventilasi, jenis dinding, jenis lantai berhubungan dengan kejadian TB Paru, oleh karena itu perlu perbaikan kondisi rumah seperti menyesuaikan besarnya rumah dengan banyaknya penghuni rumah, menyesuaikan besar dan jumlah ruang kamar tidur sesuai dengan jumlah penguhuni rumah misalnya dengan membangun ruang kamar tidur yang baru atau pembuatan sekat-sekat dalam rumah untuk dijadikan kamar tidur, pembuatan ventilasi dengan syarat luas ≥ 10% luas lantai, pembuatan dinding dengan tembok, pembuatan lantai dengan ubin atau semen. Kata Kunci : Kondisi Fisik Rumah, TB Paru Kepustakaan : 1999-2012
Abstract Environment of Physical House Factors Related to TB Paru Occurrence (At Puskesmas Working Area Legokjawa Kecamatan Cimerak Kabupaten Ciamis)
Tuberculosis is a direct contagion that caused by Mycrobacterium Tuberculosis. Everyone can be attacked by TB, particularly for productive age (15-50 years old) and children. TB without treatment can increase mortality, 50% of patients would pass away after 5 years, some factors can influence TB, are as follows: population density, bedroom density, the window of the room, ventilation, kind of wall and floor. The method used in this research is case-control design by using 28 BTA (+) 28 BTA (-) sample from 56 populations. The analyses used are univariant analysis by using distributive frequency and bivariant analysis by using Chi-square test. The result of the research shows the average of the respondent’s age 40-45 years old, male 38% and female 62%. Analysis by using chi-square shows that there are correlations of population density (p value = 0.001), bedroom density (p value = 0.000), the window of bedroom (p value = 0.012), ventilation (p value = 0.001), kind of wall (p value = 0.000), kind of floor (p value = 0.032) by TB occurrence. The conclusion of this research is that population density, bedroom density, the window of the room, ventilation, kind of wall and floor related to TB Paru occurrence. So that, it is important to renovate the condition of house such as adjust the size of the house with the number of occupant, the size and the number of bedroom with the number of occupant, these can be done by constructing the new bedroom, appropriate ventilation, appropriate wall and the floor made of cement block.
Key Words
1.
: Physical House Condition, TB Paru
PENDAHULUAN
Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi TB Paru dengan menyerang 10 juta orang dan menyebabkan 3 juta kematian setiap tahun. Di negara maju, TB paru menyerang 1 per 10.000 populasi. TB paru paling sering menyerang masyarakat Asia, Cina, dan India Barat. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya tiga sampai empat bulan. Hal tersebut
berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial, seperti stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Orang lanjut usia, orang yang malnutrisi, atau orang dengan penekanan sistem imun (infeksi HIV, diabetes melitus, terapi kortikosteroid, alkoholisme, limfoma intercurrent) lebih mudah terkena (Kemenkes RI, 2011). Di Indonesia TB Paru merupakan masalah kesehatan masyarakat, jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak didunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria dengan jumlah pasien sekitar 5.8% dari jumlah total pasien TB Paru didunia. Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Indonesia juga merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki angka prevalensi kasus TBC yang cukup tinggi, khususnya pada masyarakat dengan golongan ekonomi menengah kebawah (Depkes, 2008). Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk basil yang dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberkulosis dan dapat menyerang semua golongan umur. Penyebaran TB paru melalui perantara ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru (Depkes RI, 2008). Penyakit TB Paru biasanya menular melalui udara yang tercemar dalam bakteri mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TB Paru batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TB Paru dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti : paru-paru, otak, ginjal saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru (Depkes RI, 2008).
Hasil penelitian Adnani dan Asih (2006) diwilayah kerja Puskesmas Karangmojo II Kabupaten Gunung Kidul, penelitian ini menunjukan bahwa kelompok kasus maupun pembanding sebagian besar rumahnya tidak sehat. Sehingga untuk menderita TB Paru 6-7 kali lebih tinggi pada rumah yang kondisinya tidak sehat. Berdasarkan survey awal yang penulis lakukan pada 13 rumah penderita TB Paru di sekitar pesisir pantai wilayah Puskesmas Legokjawa diketahui bahwa 10 rumah (77%) kondisinya tidak sehat. Kelompok komponen rumah yang di survey yaitu kepadatan penghunian 70%, kepadatan kamar tidur 70%, jendela kamar tidur 70%, ventilasi 60%, dinding 80% dan jenis lantai 70%. Diketahui bahwa kelompok komponen ini belum memenuhi syarat. 2.
Tujuan Penelitian Menganalisis hubungan kepadatan hunian, kepadatan kamar tidur, jendela kamar tidur, ventilasi, jenis dinding dan jenis lantai dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Legokjawa Kecamatan Cimerak Kabupaten Ciamis.
3.
Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode observasi dan kuesioner, yang jenis penelitiannya adalah analitik dengan menggunakan metode Case-Control. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh suspek TB Paru dari bulan Juli – Desember 2012
yang berada di Wilayah kerja Puskesmas Legokjawa
Kecamatan Cimerak Kabupaten Ciamis sebanyak 56 orang. Dengan kasusnya adalah penderita TB Paru yang berdasarkan pemeriksaan dahak di laboraturium menunjukan BTA positif, sedangkan kontrolnya adalah orang yang berdasarkan pemeriksaan dahak di laboraturium menunjukan BTA negative. Kasus adalah penderita TB Paru yang berdasarkan pemeriksaan dahak di laboraturium menunjukan BTA positif, bertempat tinggal di lokasi penelitian. Berdasarkan data sekunder dari Puskesmas Legokjawa di dapatkan jumlah penderita TB Paru dengan BTA positif adalah 28 orang. Kontrol adalah orang yang berdasarkan pemeriksaan dahak di laboraturium menunjukan BTA negatif yang karakteristik lingkungannya sama dengan kasus. Pengambilan sampel kontrol dilakukan dengan cara macthing sehingga sampel untuk kontrol diambil sebanyak 28 orang, jadi seluruh jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 56 orang.
4.
Teknik Pengambilan Data Data sekunder dikumpulkan dari petugas kesehatan tentang gambaran yang menjadi penyebab terbanyak pasien yang menderita penyakit TB Paru. Data primer diperoleh melalui kuesioner kepada responden dan observasi.
5.
Analisis Data Analisis Univariat variabel dependen maupun independen dianalisis dengan tabel distribusi frekuensi diantaranya variabel kepadatan hunian, kepadatan kamar tidur, jendela kamar tidur, ventilasi, jenis dinding dan jenis lantai. Analisis
Bivariat
menggunakan
Uji
Chi-Square,
dengan
tingkat
kemaknaan 0,05. Hasil yang diperoleh pada analisis Chi-Square dengan menggunakan program SPSS 16 yaitu nilai p, kemudian dibandingkan dengan 0,05. 6.
Hasil Hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik responden rata-rata umur responden yaitu 40-45 tahun, dengan jumlah kelamin laki-laki yang menderita TB Paru 38% sedangkan responden perempuan yang menderita TB Paru lebih banyak 62%.
Tabel 4.1 Distribusi Kepadatan Hunian Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Tahun 2012 Kepadatan Hunian
Jumlah
%
Tidak Memenuhi Syarat (< 9m2) Memenuhi Syarat (≥ 9m2) Jumlah
29 27 56
51,8 48,2 100,0
Tabel diatas menunjukkan kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat (< 9m2) sebanyak 29 responden (51,8%) dan kepadatan hunian yang memenuhi syarat (≥ 9m2) sebanyak 27 responden (48,2%). Rata-rata hunian penduduk di sekitar wilayah kerja Puskesmas Legokjawa tidak memenuhi syarat yaitu sekitar 6,5m2.
Tabel 4.2 Distribusi Kepadatan Kamar Tidur Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Tahun 2012 Kepadatan Kamar Tidur
Jumlah
%
Tidak Memenuhi Syarat (< 3m2, satu kamar tidur ditempati > dari 2 orang) Memenuhi Syarat (≥ 3m2, satu kamar tidur ditempati ≤ 2 orang) Jumlah
32
57,1
24
42,9
56
100,0
Tabel diatas menunjukkan kepadatan kamar tidur yang tidak memenuhi syarat (< 3m2, satu kamar tidur ditempati > dari 2 orang) sebanyak 32 responden (57,1%) dan kepadatan kamar tidur yang memenuhi syarat (≥ 3m2, satu kamar tidur ditempati ≤
2 orang) sebanyak 24 responden (42,9%). Rata-rata
kepadatan kamar tidur penduduk di sekitar wilayah kerja Puskesmas Legokjawa tidak memenuhi syarat dengan kepadatan kamar tidur 2,4m2 dan di tempati oleh 3 orang. Tabel 4.3 Distribusi Jendela Kamar Tidur Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Tahun 2012 Jendela Kamar Tidur
Jumlah
%
Tidak Memenuhi Syarat (bila tidak terdapat jendela di kamar tidur) Memenuhi Syarat (bila terdapat jendela di kamar tidur) Jumlah
20
35,7
36
64,3
56
100,0
Tabel diatas menunjukkan bahwa jendela kamar tidur yang tidak memenuhi syarat (bila tidak terdapat jendela di kamar tidur) sebanyak 20 responden (35,7%) dan jendela kamar tidur yang memenuhi syarat (bila terdapat jendela di kamar tidur) sebanyak 36 responden (64,3%). Rata-rata jendela kamar tidur penduduk di sekitar wilayah kerja Puskesmas Legokjawa tidak memenuhi syarat karena sekitar 71,4% tidak memiliki jendela kamar tidur.
Tabel 4.4 Distribusi Ventilasi Responden Diwilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Tahun 2012 Ventilasi
Jumlah
%
Tidak Memenuhi Syarat (bila luas ventilasi < 10% luas lantai) Memenuhi Syarat (bila luas ventilasi > 10% luas lantai) Jumlah
25
45,0
31
55,0
56
100,0
Tabel diatas menunjukkan bahwa ventilasi yang tidak memenuhi syarat (bila luas ventilasi < 10% luas lantai) sebanyak 25 responden (45%,0) dan ventilasi yang memenuhi syarat (bila luas ventilasi > 10% luas lantai) sebanyak 31 responden (55,0%). Rata-rata ventilasi penduduk di sekitar wilayah kerja Puskesmas Legokjawa tidak memenuhi syarat yaitu sekitar 89,2% memiliki ventilasi yang > 10% luas lantai. Tabel 4.5 Distribusi Jenis Dinding Responden Diwilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Tahun 2012 Dinding
Jumlah
%
Tidak Memenuhi Syarat (bila dinding tidak permanen atau lembab) Memenuhi Syarat (bila bahan terbuat dari tembok) Jumlah
34
61,0
22
39,0
56
100,0
Tabel diatas menunjukkan bahwa jenis dinding yang tidak memenuhi syarat (bila dinding tidak permanen atau lembab) sebanyak 34 responden (61%,0) dan jenis dinding yang memenuhi syarat (bila bahan terbuat dari tembok) sebanyak 22 responden (39,0%). Rata-rata dinding penduduk di sekitar wilayah kerja Puskesmas Legokjawa tidak memenuhi syarat karena menggunakan dinding dengan bahan bilik.
Tabel 4.6 Distribusi Jenis Lantai Responden Diwilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Tahun 2012 Dinding
Jumlah
%
Tidak Memenuhi Syarat (bila bahan yang dipakai terbuat dari selain ubin atau semen) Memenuhi Syarat (bila bahan yang dipakai terbuat dari ubin atau semen) Jumlah
18
32,0
38
68,0
56
100,0
Tabel diatas menunjukkan bahwa jenis lantai yang tidak memenuhi syarat (bila bahan yang dipakai terbuat dari selain ubin atau semen) sebanyak 18 responden (32%,0) dan jenis lantai yang memenuhi syarat (bila bahan yang dipakai terbuat dari ubin atau semen) sebanyak 38 responden (68,0%). Ratarata jenis lantai penduduk di sekitar wilayah kerja Puskesmas Legokjawa tidak memenuhi syarat karena menggunakan lantai tanah.
Tabel 4.7 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Tahun 2012 Kategori Responden BTA (+) BTA (-) N % N % Tidak Memenuhi Syarat 21 72,4 8 27,6 Memenuhi Syarat 7 25,9 20 74,1 Jumlah 28 50,0 28 50,0 p value = 0,001 OR = 7,500 CI = 2,293-24,527
Total
Kepadatan Penghuni
n 29 27 56
% 100,0 100,0 100,0
Hasil penelitian menunjukkan, BTA (+) didapatkan lebih banyak pada responden dengan kepadatan hunian tidak memenuhi syarat (72,4%) dibandingkan dengan yang memenuhi syarat (25,9%). Sedangkan BTA (-) didapatkan lebih banyak pada responden dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat (74,1%) dibandingkan yang tidak memenuhi syarat (27,6%). Hasil uji Chi Square antara kepadatan penghuni dengan kejadian TB Paru di dapat nilai p value= 0,001 lebih kecil dari p value= 0,05 berarti kesimpulannya ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian
dengan kejadian TB Paru. Dengan OR= 7,500 95% CI= 2,293-24,527. Berarti responden dengan kepadatan hunian tidak memenuhi syarat (< 9m 2) berisiko 7,500 kali lebih besar untuk menderita TB Paru dibandingkan dengan responden yang kepadatan hunian memenuhi syarat (≥ 9m2). Tabel 4.8 Hubungan Kepadatan Kamar Tidur dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Tahun 2012 Kategori Responden Kepadatan Kamar Tidur BTA (+) BTA (-) N % N % Tidak Memenuhi Syarat 23 71,9 9 28,1 Memenuhi Syarat 5 20,8 19 79,2 Jumlah 28 50,0 28 50,0 P value = 0,000 OR = 9,711 CI = 2,780-33,920
Total N 32 24 56
% 100,0 100,0 100,0
Hasil penelitian menunjukkan, BTA (+) didapatkan lebih banyak pada responden dengan kepadatan kamar tidur tidak memenuhi syarat (71,9%) dibandingkan dengan yang memenuhi syarat (20,8%). Sedangkan BTA (-) didapatkan lebih banyak pada responden dengan kepadatan kamar tidur yang memenuhi syarat (79,2%) dibandingkan yang tidak memenuhi syarat (28,1%). Hasil uji Chi Square antara kepadatan kamar tidur dengan kejadian TB Paru di dapat nilai p value= 0,000 lebih kecil dari p value= 0,05 berarti kesimpulannya ada hubungan yang bermakna antara kepadatan kamar tidur dengan kejadian TB Paru. Dengan OR= 9,711 95% CI= 2,780-33,920. Berarti responden dengan kepadatan kamar tidur tidak memenuhi syarat (< 3m2/ orang, satu kamar tidur ditempati > 2 orang) berisiko 9,711 kali lebih besar untuk menderita TB Paru dibandingkan dengan responden yang kepadatan kamar tidur memenuhi syarat (≥ 3m2/ orang, satu kamar tidur ditempati ≤ 2 orang).
Tabel 4.9 Hubungan Jendela Kamar Tidur dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Tahun 2012 Kategori Responden BTA (+) BTA (-) N % N % Tidak Memenuhi Syarat 15 75,0 5 25,0 Memenuhi Syarat 13 36,1 23 63,9 Jumlah 28 50,0 28 50,0 P value = 0,012 OR = 5,308 CI = 1,568-17,967
Total
Jendela Kamar Tidur
N 20 36 56
% 100,0 100,0 100,0
Hasil penelitian menunjukkan, BTA (+) didapatkan lebih banyak pada responden dengan jendela kamar tidur tidak memenuhi syarat (75,0%) dibandingkan dengan yang memenuhi syarat (25,0%). Sedangkan BTA (-) didapatkan lebih banyak pada responden dengan jendela kamar tidur yang memenuhi syarat (63,9%) dibandingkan yang tidak memenuhi syarat (25,0%). Hasil uji Chi Square antara jendela kamar tidur dengan kejadian TB Paru di dapat nilai p value= 0,012 lebih kecil dari p value= 0,05 berarti kesimpulannya ada hubungan yang bermakna antara jendela kamar tidur dengan kejadian TB Paru. Dengan OR= 5,308 95% CI= 1,568-17,967. Berarti responden dengan jendela kamar tidur tidak memenuhi syarat (tidak terdapat jendela) berisiko 5,308 kali lebih besar untuk menderita TB Paru dibandingkan dengan responden yang jendela kamar tidur memenuhi syarat (terdapat jendela).
Tabel 4.10 Hubungan Ventilasi dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Tahun 2012 Kategori Responden BTA (+) BTA (-) n % N % Tidak Memenuhi Syarat 19 76,0 6 24,0 Memenuhi Syarat 9 29,0 22 71,0 Jumlah 28 50,0 28 50,0 P value = 0,001 OR = 7,741 CI = 2,328-25,742
Total
Ventilasi
n 25 31 56
% 100,0 100,0 100,0
Hasil penelitian menunjukan, BTA (+) didapatkan lebih banyak pada responden dengan ventilasi tidak memenuhi syarat (76,0%) dibandingkan dengan yang memenuhi syarat (29,0%). Sedangkan BTA (-) didapatkan lebih banyak pada responden dengan ventilasi yang memenuhi syarat (71,0%) dibandingkan yang tidak memenuhi syarat (24,0%). Hasil uji Chi Square antara kepadatan penghuni dengan kejadian TB Paru di dapat nilai p value= 0,001 lebih kecil dari p value= 0,05 berarti kesimpulannya ada hubungan yang bermakna antara ventilasi dengan kejadian TB Paru. Dengan OR= 7,741 95% CI= 2,328-25,742. Berarti responden dengan ventilasi tidak memenuhi syarat (< 10% luas lantai) berisiko 7,741 kali lebih besar untuk menderita TB Paru dibandingkan dengan responden yang ventilasi memenuhi syarat (≥ 10% luas lantai).
Tabel 4.11 Hubungan Jenis Dinding dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Tahun 2012 Kategori Responden Total Jenis Dinding BTA (+) BTA (-) N % N % N % Tidak Memenuhi Syarat 24 70,6 10 29,4 34 100,0 Memenuhi Syarat 4 18,2 18 81,8 22 100,0 Jumlah 28 50,0 28 50,0 56 100,0 P value = 0,000 OR = 10.800 CI = 2,912-40,055 Hasil penelitian menunjukkan, BTA (+) didapatkan lebih banyak pada responden dengan jenis dinding tidak memenuhi syarat (70,6%) dibandingkan dengan yang memenuhi syarat (18,2%). Sedangkan BTA (-) didapatkan lebih banyak pada responden dengan dinding yang memenuhi syarat (81,8%) dibandingkan yang tidak memenuhi syarat (29,4%). Hasil uji Chi Square antara jenis dinding dengan kejadian TB Paru di dapat nilai p value= 0,000 lebih kecil dari p value= 0,05 berarti kesimpulannya ada hubungan yang bermakna antara jenis dinding dengan kejadian TB Paru. Dengan OR= 10,800 95% CI= 2,912-40,055. Berarti responden dengan jenis dinding tidak memenuhi syarat (dinding tidak permanen/ lembab)
berisiko 10,800 kali lebih besar untuk menderita TB Paru dibandingkan dengan responden yang jenis dinding memenuhi syarat (bahan terbuat dari tembok). Tabel 4.12 Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Tahun 2012 Kategori Responden Jenis Lantai BTA (+) BTA (-) n % N % Tidak Memenuhi Syarat 17 68,0 8 32,0 Memenuhi Syarat 11 35,5 20 64,5 Jumlah 28 50,0 28 50,0 P value = 0,032 OR = 3,864 CI = 1,265-11,805
Total n 25 31 56
% 100,0 100,0 100,0
Hasil penelitian menunjukkan, BTA (+) didapatkan lebih banyak pada responden dengan jenis lantai tidak memenuhi syarat (68,0%) dibandingkan dengan yang memenuhi syarat (35,5%). Sedangkan BTA (-) didapatkan lebih banyak pada responden dengan jenis lantai yang memenuhi syarat (64,5%) dibandingkan yang tidak memenuhi syarat (32,0%). Hasil uji Chi Square antara jenis lantai dengan kejadian TB Paru di dapat nilai p value= 0,032 lebih kecil dari p value= 0,05 berarti kesimpulannya ada hubungan yang bermakna antara jenis lantai dengan kejadian TB Paru. Dengan OR= 3,864 95% CI= 1,265-11,805. Berarti responden dengan jenis lantai tidak memenuhi syarat (bahan yang dipakai tebuat dari selain ubin/ semen) berisiko 3,864 kali lebih besar untuk menderita TB Paru dibandingkan dengan responden yang jenis lantai memenuhi syarat (bahan yang dipakai terbuat dari ubin/ semen).
Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Uji Statistik No.
Variabel Bebas
1.
Variabel Terikat
p value
OR
Kepadatan Hunian
0,004
7,500
2.
Kepadatan Kamar Tidur
0,000
9,711
3.
Jendela Kamar Tidur
0,012
5,308
0,001
7,741
Kejadian TB Paru
4.
Ventilasi
5.
Jenis Dinding
0,000
10,800
6.
Jenis Lantai
0,032
3,864
Kesimpulan Ada hubungan kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru Ada hubungan kepadatan kamar tidur dengan kejadian TB Paru Ada hubungan jendela kamar tidur dengan kejadian TB Paru Ada hubungan ventilasi dengan kejadian TB Paru Ada hubungan jenis dinding dengan kejadian TB Paru Ada hubungan jenis lantai dengan kejadian TB Paru
Berdasarkan tabel 4.13 diketahui bahwa ada hubungan kepadatan hunian, kepadatan kamar tidur, jendela kamar tidur, ventilasi, jenis dinding dan jenis lantai dengan kejadian TB Paru (nilai p value kurang dari 0,05).
Kesimpulan 1. Persentase kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat (51,8%), kepadatan kamar tidur tidak memenuhi syarat (57,1%), jendela kamar tidur tidak memenuhi syarat (35,7%), ventilasi tidak memenuhi syarat
(45,0%), jenis dinding tidak
memenuhi syarat (61,0%) dan jenis lantai tidak memenuhi syarat (32,0%) dengan kejadian TB Paru. 2. Ada hubungan kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru dengan nilai p value= 0,001 dan nilai OR= 7,500. 3. Ada hubungan kepadatan kamar tidur dengan kejadian TB Paru dengan nilai p value= 0,000 dan nilai OR= 9,711.
4. Ada hubungan jendela kamar tidur dengan kejadian TB Paru dengan nilai p value= 0,012 dan nilai OR= 5,308. 5. Ada hubungan ventilasi dengan kejadian TB Paru dengan nilai p value= 0,001 dan nilai OR= 7,741. 6. Ada hubungan jenis dinding dengan kejadian TB Paru dengan nilai p value= 0,000 dan nilai OR= 10,800. 7. Ada hubungan kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru dengan nilai p value= 0,032 dan nilai OR= 3,864. Saran Perbaikan kondisi rumah seperti menyesuaikan besarnya rumah dengan banyaknya penghuni rumah, menyesuaikan besar dan jumlah ruang kamar tidur sesuai dengan jumlah penguhuni rumah misalnya dengan membangun ruang kamar tidur yang baru atau pembuatan sekat-sekat dalam rumah untuk dijadikan kamar tidur, pembuatan ventilasi dengan syarat luas ≥ 10% luas lantai, pembuatan dinding dengan tembok, pembuatan lantai dengan ubin atau semen. .
DAFTAR PUSTAKA Adnani, Asih. Hubungan Kondisi Rumah dengan Penyakit TBC Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmojo II Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta: 2006 Depkes RI. Penyehatan Tuberkulosis dan Penanggulangan, Jakarta: 2008 Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI 2011