HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN DAYA JUANG DENGAN ORIENTASI WIRAUSAHA PADA MAHASISWA PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA Novita Susanti Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
[email protected]
Abstract This study aimed to determine the relationship between social support and power struggle with entrepreneurial orientation. As for the study was conducted on students of the Faculty of Pharmacy, University Professions Pharmacists Ahmad Dahlan Yogyakarta academic year 2012/2013 with a sample of the study by 75 students who have never had a business or businesses. Data collection tool using three scales are scales entrepreneurial orientation, social support scale and the scale of the power struggle. The technique of sampling using incidental sampling. The method of data analysis is the technique of multiple regression analysis were analyzed using SPSS 15.0 for Windows Evaluation Version. The results of the analysis of data obtained correlation coefficient R = 0.377 with a p = 0.004 (p < 0.05), the correlation coefficient rx1y = 0.226 and p = 0.026 (p < 0.05) and rx2y of 0.365 with p = 0.001 (p < 0. 05). Based on these results, we can conclude that there is a significant positive relationship between social support and power struggle with an entrepreneurial orientation, the higher the social support and power struggle then the higher the entrepreneurial orientation. The effective contribution of social support and power struggle of the entrepreneurial orientation of 14.2% while the remaining 85.8% contributed by other factors such as personality factors, the environment, demographics (age, gender) and other factors. Key words: social support, power struggle and entrepreneurial orientation
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dan daya juang dengan orientasi wirausaha. Adapun penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 75 mahasiswa yang belum pernah memiliki usaha atau bisnis. Alat pengumpulan data menggunakan tiga skala yaitu skala orientasi wirausaha, skala dukungan sosial dan skala daya juang. Adapun teknik pengambilan sampel menggunakan teknik incidental sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah dengan teknik analisis regresi ganda yang dianalisis menggunakan SPSS 15.0 for Windows Evaluation Version. Hasil analisis data didapatkan koefisien
korelasi R = 0,377 dengan dengan p = 0,004 (p < 0,05) , koefisien korelasi rx1y = 0,226 dengan p = 0,026 (p < 0,05) dan rx2y sebesar 0,365 dengan p = 0,001 (p < 0,05). Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dan daya juang dengan orientasi wirausaha, semakin tinggi dukungan sosial dan daya juang maka akan semakin tinggi pula orientasi wirausahanya. Adapun sumbangan efektif dukungan sosial dan daya juang terhadap orientasi wirausaha sebesar 14,2% sedangkan sisanya 85,8% disumbangkan oleh faktor lain seperti faktor kepribadian, lingkungan, demografi (usia, jenis kelamin) dan faktor lainnya. Kata kunci: dukungan sosial, daya juang dan orientasi wirausaha
Pendahuluan Masalah pengangguran merupakan masalah yang hampir dialami oleh seluruh negara di penjuru dunia ini. Pengangguran sangat berkaitan dengan perkembangan ekonomi di suatu negara. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran. Di tahun 2012 ini, ada negara-negara maju yang mengalami peningkatan, seperti tingkat pengangguran di Amerika Serikat naik menjadi 7,9 %. Departemen Tenaga Kerja AS di Washington pada Jumat (02/11) tahun 2012 mengumumkan tingkat pengangguran naik menjadi 7,9% dari September 2012 yakni 7,8%, Altiar (www.bisnis.com) Peningkatan pengangguran juga terjadi di Spanyol. Berdasarkan Institusi Statistik Nasional Spanyol pada bulan Oktober tahun 2012 melaporkan tingkat pengangguran Spanyol kini mencapai yang tertinggi kedua di Uni Eropa setelah Yunani, yakni naik menjadi 25,02% dari kuartal sebelumnya sebesar 24,6%, Altiar (www.bisnis.com). Angka pengangguran terbuka di Indonesia masih mencapai 8,12 juta jiwa. Angka tersebut belum termasuk dalam pengangguran setengah terbuka, yaitu mereka yang bekerja kurang dari 30 jam per minggu. Masalah ketenagakerjaan yang dihadapi bangsa Indonesia khususnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta utamanya masalah tingginya angka pengangguran dari data yang tercatat di Dinas Tenaga Kerja Provinsi DIY (www.nakertrans.jogjaprov.go.id), dari tahun ke tahun semakin meningkat tahun 2011, angka pencari kerja yang belum ditempatkan sebanyak 56.489 orang yang tersebar di 5 kab/kota dengan perincian Kota Yogyakarta sebanyak 8.437 orang, Kab. Bantul sebanyak 7.706 orang, Kab Sleman sebanyak 30.683 orang, Kab. Kulon Progo sebanyak 758 orang dan Kab. Gunung Kidul sebanyak 8.905 orang. Lowongan yang terdaftar sebanyak 24.208 lowongan dan yang belum terisi sebanyak 853 lowongan. Angka tersebut menunjukkan tidak seimbangnya kebutuhan tenaga kerja dengan jumlah pencari kerja itu sendiri. Banyaknya jumlah pengangguran tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah sehingga perlu adanya cara untuk mengatasinya. Salah satu cara untuk mengurangi jumlah pengangguran yaitu dengan berwirausaha sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan baru yang tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi
juga bahkan untuk orang lain. Menurut ketua Jurusan Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya Malang Kusdi Raharjo (Suprihadi dalam bisniskeuangan.kompas.com) yang menjadi penyebab pengangguran adalah minimnya jumlah lapangan kerja di dalam negeri serta rendahnya tingkat keahlian yang dimiliki oleh seseorang. Seharusnya, lulusan perguruan tinggi memiliki keahlian yang salah satunya adalah bidang wirausaha (bisnis). Wirausaha sangat efektif untuk mengurangi masalah pengangguran. Seseorang yang memiliki keahlian wirausaha, akan mampu bersaing dengan yang lain, termasuk serangan tenaga kerja luar negeri di tengah arus globalisasi. Berwirausaha merupakan salah satu bidang pekerjaan yang dapat dijadikan pilihan bagi seseorang ketika ia memutuskan untuk memasuki dunia kerja. Wirausaha dan kewirausahaan mempunyai banyak pengertian. Kewirausahaan adalah suatu kata yang sering digunakan untuk menerjemahkan kata enterpreneurship yaitu suatu proses menciptakan sesuatu yang berbeda nilainya dengan mencurahkan waktu dan tenaga yang diperlukan, dengan bersedia menanggung resiko keuangan, psikis, dan sosial serta menghasilkan imbalan keuangan, kepuasan pribadi, dan kebebasan (Hirisch dan Peters dalam Nugroho, 2006). Pengertian kewirausahaan tersebut menggambarkan pentingnya keberadaan suatu wirausaha. Seseorang yang berwirausaha akan mengurangi jumlah pengangguran karena ia dapat bekerja untuk dirinya sendiri bahkan jika sukses akan dapat mempekerjakan orang lain. Selain itu, wirausaha memiliki beberapa fungsi dan peran. Menurut Suryana (2003), fungsi dan peran wirausaha dapat dilihat melalui dua pendekatan, yaitu secara mikro dan makro. Secara mikro, wirausaha memiliki dua peran yaitu sebagai penemu (innovator) yang menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru seperti produk, teknologi, cara, ide, organisasi dan sebagainya. Peran yang kedua yaitu sebagai perencana, wirausaha berperan merancang tindakan dan usaha baru, merencanakan strategi usaha yang baru, merencanakan ide-ide dan peluang meraih sukses, menciptakan organisasi perusahaan yang baru, dan lain-lain. Peran wirausaha secara makro adalah menciptakan kemakmuran, pemerataan kekayaan dan kesempatan kerja yang berfungsi sebagai mesin pertumbuhan perekonomian suatu negara. Fungsi dan peran wirausaha tersebut mengambarkan pentingnya wirausaha di suatu negara. Ini terbukti bahwa dari beberapa negara maju memiliki jumlah wirausaha yang cukup besar. Diantaranya negara-negara besar seperti Amerika memiliki jumah wirausahawan 12% dari total populasi, Jepang dan Cina 10%, Singapura 7% serta Malaysia 5%. Menurut Ciputra, pendiri Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC) untuk membangun ekonomi bangsa dibutuhkan minimal 2% wirausahawan dari keseluruhan populasi. Hasil kajian hasil hitungan Deputi Bidang Pengkajian Kemenkop & UKM berdasarkan data dan kriteria yang ditetapkan oleh BPS sebagai lembaga pemerintah yang di percaya dan kompeten menyatakan bahwa jumlah wirausahawan di Indonesia sebanyak 1,56% dari jumlah penduduk yang masih belum mencapai 2%. Akan tetapi angka ini telah mengalami kenaikan yang sebelumnya berjumlah 0,24% Agus Muharram, Deputi Menkop dan UKM bidang Pengembangan SDM, Kemenkop & UKM (Sulistiyo dalam www.bisnis.com).
Agus Muharram, Deputi Menkop dan UKM bidang Pengembangan SDM, Kemenkop & UKM (Sulistiyo dalam www.bisnis.com) menyatakan bahwa satu tahun meluncurkan Gerakan Wirausaha Nasional Febuari 2011 lalu oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono, data Badan Pusat Statistik (BPS) nasional mengungkapkan di Indonesia kini ada 55, 53 juta UMKM dan 54 juta lebih diantaranya adalah usaha mikro. Itulah sebabnya dia optimistis pada 2014 jumlah pengusaha pencipta lapangan kerja akan mencapai lebih dari 2%. Padahal sebelumnya diperkirakan butuh 25 tahun untuk mendapatkan 2% pengusaha dari jumlah penduduk atau sekitar 4 juta pengusaha karena RI baru memiliki 400.000 wirausaha. Optimisme Deputi Menkop dan UKM bidang Pengembangan SDM tersebut dapat terwujud apabila penduduk Indonesia memilih bidang pekerjaannya adalah wirausaha. Wirausahawan harus berani menanggung resiko yang dihadapinya sendiri. Berwirausaha bukan merupakan suatu pilihan yang mudah, karena berwirausaha membutuhkan suatu tekad dan tenaga yang kuat. Hal inilah yang merupakan salah satu alasan kebanyakan orang tidak berani berwirausaha. Wirausahawan adalah seseorang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil resiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang yang signifikan dan menggabungkan sumbersumber daya yang diperlukan sehingga sumber-sumber daya itu bisa dikapitalisasikan. Banyak orang menggagas ide bisnis hebat, akan tetapi banyak diantara mereka tidak mengambil tindakan apapun untuk mewujudkan ide tersebut. Ini berbeda dengan wirausahawan. Proses penghancuran kreatif yang dengan proses itu para wirausahawan menciptakan gagasan-gagasan dan bisnisbisnis yang kini ada menjadi usang merupakan pertanda perekonomian yang cemerlang (Zimmerer dan Scarborough , 2008). Selain menciptakan gagasan baru, dalam berwirausaha juga diperlukan keberanian untuk mengambi resiko dan mampu mengatasi masalah yang akan dihadapinya sendiri. Orang yang berpotensi untuk memilih berwirausaha merupakan orang yang memiliki orientasi wirausaha. Orientasi wirausaha merupakan pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan dalam kegiatan kewirausahaan yang bersifat kreatif, inovatif, mampu merencanakan, mengambil resiko, mengambil keputusan dan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan. Orientasi wirausaha sendiri memiliki beberapa dimensi yaitu otonomi, inovatif, pengambilan resiko, proaktif dan agresifitas kompetisi (Lumpkin dan Dess, 1996). Seseorang yang memiliki orientasi wirausaha yang tinggi, akan memenuhi dimensi-dimensi orientasi wirausaha tersebut. Lumpkin dan Dess (1996) menjelaskan bahwa otonomi merupakan aksi individu atau tim dalam mengeluarkan ide dan membawanya sampai selesai. Adapun dalam konteks organisasi mengacu pada tindakan yang dilakukan bebas dari kendali organisasi. Otonomi juga mengacu pada aksi independen. Menurut Basri (2004) otonomi atau kemandirian berasal dari kata-kata mandiri dalam bahasa Jawa berarti berdiri sendiri. Kemandirian dalam arti psikologis mengandung pengertian keadaan seseorang dalam kehidupannya yang mampu memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Inovatif yaitu kecenderungan seseorang terlibat dan mendukung dalam ide-ide baru, pembaharuan, eksperimen, dan proses-proses kreatif yang mungkin menghasilkan produk, atau proses teknologi baru (Lumpkin dan Dess, 1996). Menurut Suryana (2009) kreatifitas yaitu kemampuan mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang. Adapun inovasi (innovaton) adalah kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan masalah dan menerapkan peluang (doing a new things), sehingga terlihat bahwa kreatifitas memiliki hubungan dengan inovasi. Adapun dimensi lain yaitu pengambilan resiko yang memiliki arti sejauhmana seseorang berani untuk mendukung inovasi yang resikonya belum diketahui secara pasti. Proaktif yaitu bertindak dalam mengantisipasi masalah, kebutuhan atau perubahan di masa depan. Agresifitas kompetisi adalah sebuah kecenderungan seseorang secara langsung dan intens menantang pesaingnya untuk mencapai suatu posisi atau memperbaiki posisi (Lumpkin dan Dess, 1996). Orientasi wirausaha sebaiknya dimiliki oleh wirusahawan. Wirausahawan yang memiliki orientasi wirausaha yang tinggi akan mampu bersaing dalam ketatnya pasar global. Orientasi wirausaha memiliki hubungan dengan keberhasilan wirausahawan, seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh oleh Frese dkk. (2002) bahwa ada hubungan positif yang signifkan antara orientasi wirausaha dengan keberhasilan pada pemilik bisnis kecil di Namibia. Mengenai orientasi wirausaha pada mahasiswa Program Profesi Apoteker Universitas Ahmad Dahlan, didapatkan hasil wawancara yang diduga subjek memiliki keinginan untuk memiliki apotek sendiri, namun ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan mengenai orientasi wirausahanya. Ini terlihat dari mereka yang diduga kurang mandiri seperti kurang percaya diri dengan pilihannya dan lebih sering meminta pendapat teman. Kurang berani dalam mengambil resiko seperti takut rugi dan memilih hal yang sewajarnya saja karena takut resiko yang lebih besar. Inovasinya juga diduga kurang, terlihat dari jawaban subjek yang tidak bisa memberikan contoh karya yang pernah ia ciptakan secara detail. Mengenai sikap proaktif yang diduga rendah terlihat dari kurang adanya perencanaan saat akan melakukan suatu aktivitas dan kurang antisipasi dalam mengatasi masalah. Terakhir, dugaan kurangnya sikap agresi kompetisi berdasarkan sikap yang tidak mau melakukan sesuatu yang rumit untuk mendapatkan sesuatu yang harus diperebutkan. Seseorang yang memiliki orientasi wirausaha merupakan pribadi yang mandiri, inovatif, berani mengambil resiko, proaktif dan memiliki agesitifas kompetisi. Mereka harus berani menanggung resiko akan apapun yang mereka pilih, salah satunya yaitu memilih untuk membangun usaha sendiri. Padahal, berwirausaha memiliki beberapa kelemahan yang menyebabkan sebagian besar orang tidak memilih untuk berwirausaha. Menurut Zimmerer dan Scarborough (2008) ada beberapa kelemahan kewirausahaan yaitu pendapatan yang tidak pasti, adanya resiko kehilangan investasi, harus bekerja keras dan proses yang lama, dapat mempengaruhi kualitas hidup, tingkat stres yang tinggi, bertanggung jawab secara penuh serta munculnya keputusasaan. Diantara beberapa dimensi orientasi wirausaha tersebut yang paling sering menjadi kendala adalah keberanian untuk mengambil resiko. Sumber keberanian
seseorang berasal dari diri sendiri dan lingkungan sekitar seperti lingkungan keluarga. Seseorang yang berani memilih wirausaha sebagai karirnya merupakan seseorang yang merasa dipercaya, merasa nyaman, mampu menghadapi segala resiko. Perilaku tersebut dapat tumbuh dan berkembang di dalam pribadi yang menerima dukungan sosial. Dukungan sosial bisa berasal dari keluarga, teman ataupun orang-orang tersayang seperti kekasih. Gentry dkk. (Sarafino, 2006) menggambarkan dukungan sosial sebagai suatu kenyamanan, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain maupun kelompok. Adapun Cobb (Nietzel dan Bernstein, 1987) menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan pengalaman yang membawa individu menyakini bahwa mereka diperhatikan, dicintai, dihargai, dan menjadi anggota jaringan komunikasi. Sarafino (Smet, 1994) berpendapat bahwa dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian, atau membantu orang menerima dari orang-orang atau kelompok-kelompok lain. Uchino (Sarafino dan Smith, 2012) juga berpendapat bahwa dukungan sosial dapat diartikan sebagai kenyamanan, perlindungan, penghargaan, atau bantuan yang tersedia untuk seseorang dari orang lain atau kelompok. Adapun Gottielb (Smet, 1994), menyatakan bahwa dukungan sosial terdiri dari : 1) Informasi atau nasehat verbal dan/atau non-verbal yaitu bentuk dukungan sosial seperti memberikan informasi, nasehat, sugesti, petunjuk dan umpan balik. Mengenai apa yang sebaiknya dilakukan oleh orang lain yang membutuhkan. 2) Bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka yaitu dukungan sosial yang bersifat secara langsung misalnya bantuan peralatan, pekerjaan dan keuangan. 3) Mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh para calon pengusaha. Mereka membutuhkan dukungan materi untuk memulai suatu usaha seperti modal, pinjaman uang dan sebagainya. Dukungan informasi seperti strategi yang bagus dalam memulai usaha, pemilihan lokasi usaha dan informasi lannya. Mereka juga akan merasa mampu dan yakin dengan usahanya tersebut karena orang-orang disekitarnya yang membangun keyakinan pada dirinya. Keyakinan dan perasaan dihargai atas kemampuannya untuk memulai usaha ini merupakan hal yang penting. Keyakinan yang tinggi ini diperlukan untuk memulai suatu usaha yang belum pasti keuntungan yang akan diperolehnya. Dukungan sosial banyak memberikan manfaat pada seseorang. Menurut Mitchell dkk. (Nietzel dan Bernstein, 1987) menyatakan bahwa hubungan antara stres dan kesakitan lebih banyak dialami oleh seseorang yang sedikit mendapatkan dukungan sosial. House dkk. (Baumeister dan Bushman, 2008) juga menyatakan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan dengan kesehatan yang lebih baik, pemulihan dari kesakitan yang lebih cepat serta memilki resiko kematian yang lebih rendah. Smet (1994) juga mengungkapkan bahwa dukungan informasi, perhatian, penilaian diri, dan dukungan instrumental merupakan aspek-aspek yang sangat penting agar individu dapat merasakan adanya dukungan dari orang lain. Adapun Sarafino (2006) berpendapat bahwa dukungan emosional/ penghargaan dapat
melindungi seseorang dari emosi negatif dengan konskuensi stres. Jenis dukungan yang diterima dan diperlukan tergantung pada kondisi tertentu. Dukungan instrumental akan lebih efektif bagi seseorang dalam keadaan kekurangan ekonomi atau kemiskinan. Sementara, dukungan informasi berperan penting bagi seseorang yang kurang dalam pengetahuan seperti prognosis penyakit dari dokter yang dibutuhkan pasien. Adapun dimensi lainnya sangat berperan untuk perstiwaperistiwa yang penuh stres (Defars dan Soomer dalam Smet, 1994). Dukungan sosial merupakan faktor eksternal yang dbutuhkan oleh wirausahawan bahkan seseorang yang akan memulai usaha barunya. Adapun dari faktor internal dibutuhkan semangat juang atau daya juang untuk mempertahankan usahanya sehingga dapat sukses. Seseorang yang berwirausaha akan menghadapi suatu permasalahan yang mungkin akan berat baginya. Permasalahan yang berat akan mampu mereka hadapi jika memiliki ketahanan dan daya juang untuk terus berusaha. Adanya kemampuan di dalam diri untuk terus berjuang merupakan hal yang penting. Kemampuan berjuang atau bisa juga disebut daya juang merupakan kemampuan mempertahankan atau mencapai sesuatu yang dilakukan dengan gigih. Daya juang juga bisa disebut kecerdasan adversity. Adversity quotient merupakan kemampuan seseorang dalam menghadapi kesulitan atau ketahanan seseorang terhadap situasi yang menekan (Stoltz, 2000). Adversity quotient memiliki empat dimensi yaitu control atau kendali (C), origin dan ownership atau asal usul dan pengakuan (O2), reach atau jangkauan (R), endurance atau daya tahan (E) (Stoltz, 2000). Control (C) atau kendali mempertanyakan seberapa banyak kendali yang anda rasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Origin dan ownership atau asal usul dan pengakuan (O2) mempertanyakan dua hal yaitu siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan. Sampai sejauh manakah seseorang mengakui akibat-akibat kesulitan itu. Orang yang AQnya atau daya juangnya rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi. Dalam banyak hal, mereka melihat dirinya sendiri sebagai satusatunya penyebab atau asal usul (origin) kesulitan tersebut. Reach atau jangkauan (R) ini mempertanyakan: sejauh manakah kesulitan akan menjangkau bagianbagian lain dari kehidupan seseorang. Semakin rendah skor R seseorang, semakin besar kemungkinannya orang tersebut menganggap peristiwa-peristiwa buruk sebagai bencana, dengan membiarkannya meluas seraya menguras kebahagiaan dan ketenangan pikiran seseorang saat prosesnya berlangsung. Terakhir Endurance atau daya tahan (E) adalah dimensi terakhir pada AQ seseorang. Dimensi ini mempertanyakan dua hal yang berkaitan: berapa lamakah kesulitan akan berlangsung dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung. Semakin rendah skor E maka akan semakin besar kemungkinannya seseorang akan menganggap kesulitan dan/ atau penyebab-penyebabnya akan berlangsung lama, kalau bukan selama-lamanya. Wirausahawan merupakan seseorang yang pantang menyerah dan tetap terus mencoba dalam berinovasi untuk kemajuan usahanya. Pengusaha yang sukses adalah pengusaha yang mampu bertahan dari segala macam rintangan yang dihadapinya. Ini terbukti dalam berbagai sejarah orang-orang sukses yang meraih
kesuksesannya dengan melalui sedemikian banyaknya kegagalan. Mereka dapat tetap bertahan dan berjuang untuk mempertahankan bahkan memajukan usahanya. Orang-orang yang mempunyai daya juang yang tinggi berpotensi untuk menjadi wirausahawan karena wirausahawan harus mampu bertahan dalam usaha yang telah dipilihnya. Berdasarkan beberapa uraian di atas, memunculkan pertanyaan pada diri penulis, apakah ada hubungan antara dukungan sosial dan daya juang dengan orientasi wirausaha pada mahasiswa Program Profesi Apoteker Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta? Berdasarkan uraian di atas, dapat diformulasikan hipotesis sebagai berikut: H1: Ada hubungan positif antara dukungan sosial dan daya juang dengan orientasi wirausaha. Semakin tinggi dukungan sosial dan daya juang maka akan semakin tinggi pula orentasi wirausahanya. Demikian pula sebaliknya semakin rendah dukungan sosial dan daya juang maka akan semakin rendah pula orientasi wirausaha. H2: Ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan orientasi wirausaha. Semakin tinggi dukungan sosial maka akan semakin tinggi orientasi wirausaha. Demikian pula sebaliknya semakin rendah dukungan sosial maka akan semakin rendah pula orientasi wirausaha. H3: Ada hubungan positif antara daya juang dengan orientasi wirausaha. Semakin tinggi daya juang maka akan semakin tinggi orientasi wirausaha. Demikian pula sebaliknya semakin rendah daya juang maka akan semakin rendah pula orientasi wirausaha. Metode Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 sebanyak 119 mahasiswa yang belum memiliki bisnis atau usaha yaitu 44 mahasiswa untuk uji coba dan 75 mahasiswa sebagai subjek penelitian. Adapun teknik pengambilan sampelnya menggunakan teknik incidental sampling. Incidental sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saya yang secara kebetulan ditemui dapat digunakan sebagai sampel jika orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2004). Alat pengumpulan data menggunakan tiga skala yaitu skala orientasi wirausaha, skala dukungan sosial dan skala daya juang. Ketiga skala dalam penelitian ini menggunakan empat alternatif jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS) dengan skor berkisar antara 1-4. Skala orientasi wirausaha terdiri dari 30 aitem yang disusun berdasarkan lima dimensi yaitu otonomi, inovatif, pengambilan resiko, proaktif dan agresifitas kompetisi. skala orientasi wirausaha dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,926 dan rentang indeks daya beda aitem (rit) antara 0,393 sampai 0,752 serta rerata rit sebesar 0,573.
Skala yang kedua yaitu skala dukungan sosial terdiri dari 20 aitem yang disusun berdasarkan empat dimensi yaitu dukungan emosional, dukungan penilaian, dukungan informatif, dan dukungan instrumental atau bantuan nyata. Skala dukungan sosial dengan koefisien reliabilitas 0,942 dan rentang indeks daya beda aitem (rit) antara 0,493 sampai 0,781 dan rerata rit sebesar 0,637. Daya juang subjek diungkap menggunakan skala yang terdiri dari dimensidimensi adversity quotient. Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Mubarak (2012), untuk mengungkap daya juang subjek penelitiannya menggunakan Adversity Response Profile (ARP). Adapun Oktianingtyas dan Maria (2010), menggunakan tipe quitter (seseorang yang mudah menyerah), camper (seseorang yang mudah puas) dan climber (seseorang yang terus berusaha sampai titik puncak) untuk mengungkap daya juang seseorang. Skala daya juang yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 28 aitem yang disusun berdasarkan empat dimensi yaitu control atau kendali (C), origin dan ownership atau asal usul dan pengakuan (O2), reach atau jangkauan (R), endurance atau daya tahan (E). Skala daya juang memiliki koefisien reliablitas sebesar 0,918 dan 0,327 sampai 0,723 serta rerata rit sebesar 0,525. Hasil dan Pembahasan Data analisis deskriptif yang diperoleh pada penelitian ini dapat menjadi gambaran mengenai kecenderungan respon subjek terhadap variabel dukungan sosial, daya juang dan orientasi wirausaha. Berdasarkan analisis data statistik deskriptif dapat diketahui skor empirik dan skor hipotetik ketiga variabel. Adapun hasil analisis deskriptif terdapat pada tabel berikut ini: Tabel 1. Deskripsi Data Penelitian Variabel X1
Aitem Min 20 48
Skor Empirik
Skor Hipotetik
Maks 80
Mean 65,33
SD 7,624
Min Maks 20 80
50
10
X2
28
66
107
81,88
6,844
28
112
70
14
Y
30
72
102
83,49
6,276
30
120
75
15
Berikut pengkategorisasian tiap variabel pada kelompok subjek. Kategorisasi nilai variabel dukungan sosial berada pada tingkat tinggi (80% dari 75 subjek), dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 2. Kategorisasi Nilai Variabel Dukungan Sosial Norma Kategori Interval Frekwensi Persentase x≤µ-δ Rendah x < 40 0 0% µ - δ ≤ x < µ + δ Sedang 40 ≤ x < 60 15 20% µ+δ≤x Tinggi 60 ≤ x 60 80% 75 100% Adapun daya juang pada tingkat sedang (69,333% dari 75 subjek). Tabel 3. Kategorisasi Nilai Variabel Daya Juang Norma Kategori Interval Frekwensi Persentase x≤µ-δ Rendah x < 56 0 0% µ - δ ≤ x < µ + δ Sedang 56 ≤ x < 84 52 69,333% µ+δ≤x Tinggi 84 ≤ x 23 30,666% 75 100% Terakhir mengenai orientasi wirausaha yang dimiliki subjek penelitian berada pada tingkat sedang (85,333% dari 75 subjek). Tabel 4. Kategorisasi Nilai Variabel Orientasi Wirausaha Norma Kategori Interval Frekwensi Persentase x≤µ-δ Rendah x < 60 0 0% µ - δ ≤ x < µ + δ Sedang 60 ≤ x < 90 64 85,333% µ+δ≤x Tinggi 90 ≤ x 11 14,666% 75 100% Selanjutnya yaitu pengujian normalitas sebaran menggunakan teknik statistika one-sample kolmorogov-smirnov test dari program SPSS 15,00 for windows. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran data skor adalah jika nilai p > 0,05 maka sebaran data dikatakan normal namun jika p < 0,05 maka sebarannya tidak normal. Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Sebaran Variabel Dukungan sosial Daya juang Orientasi wirausaha
Mean 65,3333 81,8800 83,4933
SD 7,6235 6,8437 6,276
K-SZ 0,774 1,111 1,049
Sig 0,586 0,169 0,221
Keterangan Normal Normal Normal
Hasil uji linieritas antara variabel dukungan sosial dan orientasi wirausaha menunjukkan nilai F linieritas (F) sebesar 4,009 dengan taraf signifikansi (p)
sebesar 0,049 (p < 0,05). Hubungan antara dukungan sosial dan orientasi wirausaha dapat dikatakan linier karena p < 0,05. Sedangkan hasil uji linieritas antara variabel daya juang dan orientasi wirausaha menunjukkan nilai F linieritas (F) sebesar 10,302 dengan taraf signifikansi (p) sebesar 0,002 (p < 0,05) . Hubungan antara daya juang dan orientasi wirausaha dapat dikatakan linier karena p < 0,05. Tabel 6. Hasil Uji Linieritas Hubungan Nama variabel yang dikorelasikan
F
p
Keterangan
Dukungan sosial dengan orientasi wirausaha
4,009
0,049
Linier
Daya juang dengan orientasi wirausaha
10,302
0,002
Linier
Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dan daya juang dengan orientasi wirausaha, didapatkan R= 0,377 dan p = 0,004 (p < 0,05). Semakin tinggi dukungan sosial dan daya juang yang dimiliki mahasiswa Program Profesi Apoteker Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta maka semakin tinggi pula orientasi wirausahanya, sebaliknya semakin rendah dukungan sosial dan daya juang yang dimiliki mahasiswa Program Profesi Apoteker Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta maka semakin rendah pula orientasi wirausahanya. Adapun sumbangan efektif dari dukungan sosial dan daya juang terhadap orientasi wirausaha sebesar 14,2%, sedangkan sisanya sebesar 85,8% dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak peneliti ujikan. Menurut Indarti dkk (2010) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi intensi wirausaha diantaranya yaitu kepribadian, faktor lingkungan dan faktor demografi seperti usia, jenis kelamin dan lain-lain. Adapun Ullah dkk. (2011) menyatakan bahwa faktor psikologis juga dapat mempengaruhi orientasi wirausaha seperti kebutuhan akan prestasi, internal locus of control, tolesansi akan ambiguitas, dan tingkat intuisi. Hasil analisis berikutnya yaitu ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan orientasi wirausaha rx1y= 0,226 dan p = 0,026 (p < 0,05). Semakin tinggi dukungan sosial maka akan semakin tinggi pula orientasi wirausahanya. Begitu pula sebaliknya semakin rendah dukungan sosial yang diterima maka akan semakin rendah pula orientasi wirausahanya. Adapun sumbangan efektif dari dukungan sosial terhadap orientasi wirausaha 5,11%, sedangkan sisanya sebesar 94,89% dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak peneliti ujikan. Dukungan sosial terutama keluarga mempunyai peran dalam keputusan seseorang untuk memiih berkarir sebagai wirausahawan. Menurut Zain, dkk (2010) mahasiswa yang memiliki niat untuk menjadi pengusaha disebabkan oleh pengaruh dari anggota keluarga mereka, akademisi dan kursus menghadiri program tentang kewirausahaan. Menggunakan survei kuesioner pada 288 mahasiswa di sebuah universitas publik Malaysia, hasil menunjukkan bahwa mahasiswa yang lulus lebih memiliki keinginan untuk mengejar ke kewirausahaan karena disumbangkan oleh kehadiran mereka dalam program kewirausahaan dan
dipengaruhi oleh anggota keluarga mereka yang menjadi pengusaha sendiri dan akademisi dalam disiplin bisnis terkait . Hasil analisis yang terakhir yaitu ada hubungan positif yang signifikan antara daya juang dengan orientasi wirausaha. Adapun besarnya koefisien korelasi (rx2y) = 0,365 dan p = 0,001 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara daya juang dengan orientasi wirausaha, dengan sumbangan efektif 13,3%, sedangkan sisanya sebesar 86,7% dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak peneliti ujikan. Daya juang dibutuhkan oleh seorang wirausahawan. Wirausahawan yang memiliki daya juang akan mampu bertahan dalam ketatnya persaingan bisnis yang kadang bisa membawa kepada kebangkrutan suatu usaha. Seorang individu yang memiliki kemampuan dalam menghadapi rintangan akan lebih mudah menjalani profesi sebagai seorang wirausahawan karena memiliki kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi peluang. Individu yang memiliki kecerdasan dalam menghadapi rintangan tinggi akan memiliki kemungkinan yang lebih besar dalam menikmati manfaat-manfaat kecerdasan dalam menghadapi rintangan yang tinggi (Stoltz, 2000). Berdasarkan deskriptif data maka subjek dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Kategorisasi subjek menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa Program Profesi Apoteker Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta memiliki tingkat dukungan sosial yang tinggi sebesar 80%. Ini terlihat pula dari hasil wawancara pada mahasiswa Program Profesi Apoteker Universitas Ahmad Dahlan yang berminat untuk memiliki usaha, salah satu factor penyebabnya yaitu adanya dukungan dari kelurga seperti mendukung dalam pemilihan jurusan Profesi Apoteker dan adanya saran untuk mendirikan apotek sendiri. Kategorisasi daya juang yang dimiliki mahasiwa Program Profesi Apoteker Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta termasuk dalam kategori sedang yaitu sebesar 69,333%. Ini terlihat pula pada hasil wawancara dengan mahasiswa Program Profesi Apoteker yang diduga belum maksimal dalam mengaplikasikan daya juangnya dengan tidak suka akan persoalan yang rumit dan merepotkan misalnya dalam memenuhi persyaratan untuk mendapatkan bea siswa, kurang adanya sikap kompetisi dengan tidak mengikuti program yang mengasah kompetisi seperti PKM dan lain sebagainya. Adapun orientasi wirausaha mahasiswa Program Profesi Apoteker Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta termasuk dalam kategori sedang yaitu sebesar 85,333%. Orientasi wirausaha pada mahasiswa yang masuk dalam kategori sedang ini terlihat pula pada ungkapan mahasiswa dari hasil wawancara. Diantaranya yaitu diduga kurang percaya diri, lebih memilih kondisi yang aman saja karena takut rugi, takut akan resiko, kurang dapat memberikan contoh inovasi-inovasi yang telah dilakukan, kurangnya sikap proaktif dengan melakukan sesuatu mengalir saja tanpa adanya perencanaan dan antisipasi masalah yang mungkin timbul serta kurang berminat mengenai hal-hal yang penuh kompetisi.
Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut : 1. Ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dan daya juang dengan orientasi wirausaha. Artinya semakin tinggi dukungan sosial dan daya juang yang dimiliki individu maka semakin tinggi pula orientasi wirausahanya. Sebaliknya semakin rendah dukungan sosial dan daya juang individu maka semakin rendah pula orientasi wirausahanya. Adapun sumbangan efektif dukungan sosial dan daya juang terhadap orientasi wirausaha sebesar 14,2%, sedangkan sisanya 85,8% disumbangkan oleh faktor lain seperti kepribadian (faktor pskologis: kebutuhan akan prestasi, internal locus of control, toleransi akan ambiguitas dan tingkat intuisi), faktor lingkungan, demografi (jenis kelamin, usia dan lainnya) serta faktor lainya. 2. Ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan orientasi wirausaha. Artinya semakin tinggi dukungan sosial yang didapat individu maka semakin tinggi orientasi wirausahanya. Sebaliknya semakin rendah dukungan sosial yang diperolehnya maka semakin rendah pula orientasi wirausahanya. Adapun sumbangan efektif dukungan sosial terhadap orientasi wirausaha sebesar 5,11%. 3. Ada hubungan positif yang signifikan antara daya juang dengan orientasi wirausaha. Artinya semakin tinggi daya juang yang dimiliki individu maka semakin tinggi pula orientasi wirausahanya. Sebaliknya semakin rendah daya juang yang dimiliki individu maka semakin rendah pula orientasi wirausahanya. Sumbangan efektif daya juang terhadap orientasi wirausaha sebesar 13,3%. Daftar Pustaka Altiar, A.P.R. (2012). Pengangguran di AS: Naik 7,9% meski banyak perekrutan. http://www.bisnis.com/articles/pengangguran-di-as-naik-7-9-percentmeski-banyak-perekrutan 14 November 2012 Altiar, A.P.R. (2012). Krisis Eropa: Angka pengangguran di Spanyol melejit 25%.http://www.bisnis.com/articles/krisis-eropa-angka-pengangguran-dispanyol-melejit-25-percent 14 November 2012 Basri, H. (2004). Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baumeister, R.F & Bushman, B.J. (2008). Social Psychology and Human Nature. USA: Thomson Learning. Inc. Disnakertrans Provinsi DIY. (2012). Disnakertrans Provinsi DIY Adakan Kembali Job Fair. http://www.nakertrans.jogjaprov.go.id/contentdetil.php?kat=brta&id=Mzk =&fle=aw5kzxgucghw&lback=. 30 Oktober 2012.
Frese, M. Brantjes, A. & Hoorn, R. (2002). Psychological Success Factors of Small Scale Businesses in Namibia: The Roles of Strategy Process, Entrepreneurial Orientation and the Environment. Journal of Developmental Entrepreneurship. 7: 259-282. Indarti, N., Rostiani, R. & Nastiti, T. (2010). Underlying Factors of Entrepreneurial Intentions among Asian Students. The South East Asian Journal Of Management. Vol.Iv No.2. http://search.proquest.com/docview/821638788/fulltextPDF/13B919E0264 7096205F/4?accountid=25704 12 Januari 2013 Lumpkin, G.T., and Dess, GG. (1996). Clarifying the Entrepreneurial Orientation Cunstruct and Lingking it to Performance. The Academy of Mangement Review, Vol. 21 No.1 p.135-172. Mubarak. (2012). Peran Konsep Diri dan Keterampilan Sosial dalam Membentuk Karakter Daya Juang Siswa Pesantren. Seminar Nasional Psikologi Islam. Surakarta. April 2012. Nietzel, M.T. & Berstein, D.A.(1987). Introduction to Clinical Psychology. Second ed., New Jersey: Prentice-Hall Inc. Nugroho, M.A.S. (2006). Kewirausahaan Berbasis Spiritual. Yogyakarta: Kayon. Oktariningtyas & Maria, A. (2010). Hubungan antara Daya Juang dengan Motivasi Berprestasi pada Siswa Kelas 7 SMP Strada Bhakti Utma Jakarta Selatan. Tesis. (tidak diterbitkan). Jakarta: Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Unika Atma Jaya. http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=163859 Sugiyono, (2004). Metode Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. Suryana. (2003). Kewirausahaan, edisi revisi. Jakarta: Salemba Empat. Suryana. (2009). Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat. Sarafino, E.P. (2006). Health Psychology Biopsychosocial Interaction. Fifth ed. USA: John Wiley & Sons. Sarafino, E.P & Smith, T.W. (2012). Health Psychology Biopsychosocial Interactions. Seventh ed. USA: John Willey & Sons (Asia) Pte Ltd. Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo. Stoltz, P.G. (2000). Adversity Quotient : Mengubah Hambatan menjadi Peluang. Jakarta: Grasindo. Sugiyono, 2004. Metode Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Sulistiyo, H.S. Jumlah Wirausaha RI Naik jadi 1,56%. http://www.bisnis.com/articles/jumlah-wirausaha-ri-naik-jadi-1-56percent. 22 Maret 2012 Suprihadi, M. (2009). Wuih…2,6 juta Sarjana Menganggur. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/06/19/13474537/Wuih....2.6. Juta.Sarjana.Menganggur .7 November 2012 Ullah, H., Shah, B., Hassan, F.S.UI, Zaman, T. (2011). The Impact of Owner Psychological Factors on Entrepreneurial Orientation: Evidence from Khyber Pakhtunkhwa-Pakistan. International Journal of Education and Social Sciences (IJESS). 1: 1. Zain, Z.M. (2010). Entrepreneurship Intention Among Malaysian Business Students. Canadian Social Science 6: 34-44. http://search.proquest.com/docview/651972210/13B91E848D72EB73925/ 17?accountid=25704 12 Januari 2013 Zimmerer, T.W. & Scarborough, N.M. (2008). Kewirausahaan dan Manajemen usaha kecil. Penerjemah: Kwary, D.A dan Fitriasari, D. Jakarta: Salemba Empat.