HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN IBU DENGAN PENYESUAIAN DIRI PERSONAL REMAJA TUNA GRAHITA
Citra Suci Annisa Hepi Wahyuningsih, S. Psi, M. Si
INTISARI
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta yang menunjukkan bahwa banyak kasus remaja tuna grahita yang sedang mengalami perkembangan di masa remaja belum memiliki penyesuaian diri personal seiring dengan perkembangan fisik dan psikis di masa remaja. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi fisik, kepribadian, proses belajar, lingkungan, agama serta budaya dari remaja tuna grahita tersebut. Lingkungan itu sendiri meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dukungan ibu dengan penyesuaian diri personal remaja tuna grahita. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara dukungan ibu dengan penyesuaian diri personal remaja tuna grahita. Semakin tinggi dukungan ibu, semakin tinggi penyesuaian diri personal dan sebaliknya. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja tuna grahita kategori ringan yang masih aktif mengikuti pendidikan di SLB. Teknik pemilihan subjek dilakukan dengan cara purposive sampling. Adapun data diungkap dengan skala yang dibuat sendiri oleh peneliti, yaitu (1) skala dukungan ibu yang terdiri dari 10 aitem, dasar teori dengan mengacu pada aspek emosional, aspek informasi, instrumen dan penilaian positif dari Cohen & Syme (1985) (koefisien validitas bergerak antara 0,4171- 0,7735 dan koefisien reliabilitasnya sebesar 0,9013). (2) skala penyesuaian diri personal yang tediri dari 9 aitem, dasar teori dengan mengacu pada aspek penyesuaian fisik dan emosi, penyesuaian seksual, serta penyesuaian moral dan religi dari Schneiders (1964) (koefisien validitas bergerak antara 0,3638- 0,8100 dan koefisien reliabilitasnya sebesar 0,8006). Metode analisis data menggunakan product moment Pearson dengan bantuan program SPSS versi 11.5 for Windows. Hasilnya adalah ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan ibu dengan penyesuaian diri personal remaja tuna grahita (r = 0,628 dengan p = 0,000 (p<0,01) ). Artinya, semakin tinggi dukungan ibu, semakin tinggi penyesuaian diri personal dan begitu pula sebaliknya. Kata Kunci : Dukungan Ibu, Penyesuaian Diri Personal
1
2
PENGANTAR
Kesejahteraan remaja penyandang cacat tuna grahita perlu mendapat perhatian khusus karena memiliki keterbatasan- keterbatasan dalam menjalani hidupnya, agar diperoleh sosok remaja yang sehat secara fisik, psikologis, berprestasi, sehingga mereka siap menghadapi masa depannya dengan baik. Suatu tahap perkembangan penting untuk dilewati dengan baik karena akan berpengaruh pada tahap perkembangan selanjutnya. Menurut Dariyo (2004), remaja (adolescence) adalah masa transisi/ peralihan dari masa kanak- kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Di masa remaja, anak akan mengalami perubahan fisik dan biologis serta perubahan tuntutan dari lingkungannya. Untuk itu, diperlukan proses penyesuaian diri dari remaja tuna grahita agar mampu bertahan pada tahap perkembangan ini. Penelitian Nurhastuti (http://www.digilib.upi.edu,04/09/06) dilatarbelakangi oleh adanya masalah yang dihadapi remaja tunagrahita dalam hal seksual, yaitu mereka belum mengerti saat memasuki usia remaja baik perkembangan fisik maupun perkembangan emosi, suka melakukan masturbasi di depan guru atau teman sekelas, tidak bisa menjaga kebersihan saat menstruasi, mudah tergoda dengan orang asing yang baru dikenal, tidak bisa menjaga kesehatan pribadi, pacaran yang berlebihan (over acting). Fenomena yang terjadi di SLB-C YPLB Cipaganti Bandung menunjukkan bahwa bimbingan seks belum dilaksanakan secara optimal, sehingga kebutuhan remaja tuna grahita belum terpenuhi. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 19 Januari 2008 di SLB Negeri 1 Yogyakarta terhadap subyek berinisial R (umur 10 tahun), subyek tidak bisa menjaga kebersihan pribadinya. Hal ini terlihat pada
3
kasus subyek tidak membersihkan anggota tubuhnya setelah melakukan buang air besar. Dari raut wajah, subyek terlihat merasa risih dan kurang nyaman dengan keadaannya, tidak berani mendekat dengan teman- temannya. Temanteman subyek juga menjauhi subyek karena aroma yang tidak sedap yang ditimbulkan dari subyek. Psikolog
pendidikan,
Royanto
(http//:www.kompas.com,04/09/06)
mengatakan bahwa pada dasarnya seorang remaja tertarik pada masalah seksual. Remaja tuna grahita tidak berbeda dengan remaja normal pada umumnya. Remaja tuna grahita akan mengalami perkembangan seksual, kebingungan, dan dorongan yang sama dengan remaja normal. Masalahnya, orangtua sering kali menolak mendiskusikan masalah ini dengan anak tuna grahita. Padahal, seorang remaja dengan kebutuhan khusus ini tidak mempunyai pengetahuan yang cukup untuk mengerti soal seks. Remaja tuna grahita tidak mempunyai teman untuk berbagi cerita, tidak mampu mendapat informasi yang bisa diperoleh dari buku atau artikel di majalah. Sementara banyak orangtua yang bereaksi terlalu berlebihan terhadap rasa ingin tahu anak. Orangtua menghindari diskusi mengenai seks karena takut anak akan tergugah melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Permasalahan remaja tuna grahita seperti: suka melakukan masturbasi di depan guru atau teman sekelas, tidak bisa menjaga kebersihan saat menstruasi, mudah tergoda dengan orang asing yang baru dikenal, tidak bisa menjaga kesehatan pribadi, pacaran yang berlebihan (over acting), hasrat untuk dinikahkan, dan lain sebagainya berkaitan dengan penyesuaian diri personal remaja tuna grahita itu sendiri. Menurut Schneiders (1964) penyesuaian diri
4
personal meliputi penyesuaian fisik dan emosi, penyesuaian seksual, serta penyesuaian moral dan religi. Penyesuaian diri personal merupakan bagian dari penyesuaian diri. Schneiders (1964) membagi penyesuaian diri ke dalam beberapa kategori, yaitu penyesuaian personal (personal adjustment), penyesuaian sosial (social adjustment), penyesuaian vokasional (vocational adjustment) dan penyesuaian pernikahan (marital adjustment). Anak tuna grahita itu sendiri memiliki penggolongan berdasarkan keperluan pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation dalam Special Education in Ontario Schools (http://www.ditplb.or.id,04/04/08), sebagai berikut: 1. Educable Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 Sekolah dasar. 2. Trainable Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuanya untuk mendapat pendidikan secara akademik. 3. Custodial Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan yang terus menerus. Schneiders
(1964)
berpendapat
bahwa
individu
yang
dapat
menyesuaikan diri dengan baik adalah individu yang dengan keterbatasan yang
5
ada pada dirinya, belajar untuk bereaksi terhadap dirinya dan lingkungan dengan cara yang matang, bermanfaat, efisien dan memuaskan, serta dapat menyelesaikan konflik, frustasi, maupun kesulitan- kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami gangguan tingkah laku. Schneiders
(1964)
membagi
penyesuaian
diri
personal
menjadi
penyesuaian fisik dan emosi, penyesuaian seksual, penyesuaian moral dan religi. a. Penyesuaian fisik dan emosi Penyesuaian fisik, yaitu bagaimana individu menerima kondisi fisik dengan memperhatikan kebutuhannya. Untuk mencapai penyesuaian fisik, kesehatan fisik merupakan persyaratan yang sangat menentukan. Penyesuaian ini menekankan pada pemeliharaan kondisi tubuh agar tetap sehat seperti istirahat yang cukup, rekreasi dan keteraturan dalam kebiasaan fisik. Penyesuaian emosi, yaitu kecakapan emosi, kematangan emosi, dan kontrol emosi. Kecakapan emosi, yaitu mengacu pada isi dan rentan respon emosi yang dimiliki individu, kematangan emosi yaitu suatu kapasitas untuk bereaksi sesuai dengan situasi yang diharapkan, sedangkan kontrol emosi yaitu pengaturan emosi terhadap situasi eksternal dengan nilai- nilai yang diyakini individu. b. Penyesuaian seksual Penyesuaian seksual memiliki beberapa prinsip dasar, yaitu individu memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup tentang seks, individu memiliki perkembangan yang sehat, objektif dan sikap moral dalam menghargai seks dan
masalah-
masalah
yang
berkaitan
dengan
seks,
mampu
6
mengintegrasikan hasrat seks, prinsip moral dan tanggung jawab sosial, individu mengerti konsekuensi dan akibat dari tingkah laku seksual. c. Penyesuaian moral dan religi Penyesuaian moral dan religi memiliki pengertian individu mampu bertindak sesuai dengan keadaan moral dan religi. Penyesuaian moral merupakan langkah yang efektif dalam orientasi religiusitas yang sehat. Dan sebaliknya agama merupakan benteng pertahanan yang aman dalam kematangan moral individu. Berdasarkan kasus- kasus di atas, terlihat bahwa penyesuaian diri personal sebagai proses yang menyertai kehidupan juga tidak terlepas dari pengalaman yang diperoleh dari orang- orang yang ada di sekitar, diantaranya dukungan dari orang terdekat. House (Calhoun,dkk., 1990) dukungan sosial dimaknai sebagai perhatian yang bersifat emosi (kasih sayang, simpati), bantuan yang bersifat instrumental (barang dan jasa), informasi, penilaian (pendapat, keputusan) yang diterima individu dari orang lain atau bisa sebaliknya. Gold Berger dan Breznit (Aristianti, 2000) menyatakan dukungan sosial dapat bersumber antara lain, suami/ istri (pasangan), orang tua, kerabat, anak, saudara kandung, rekan kerja, tetangga, dan lain- lain. Dukungan sosial itu sendiri secara lebih luas didefinisikan oleh Cohen dan Syme (1985) sebagai suatu keadaan bermanfaat atau menguntungkan yang diperoleh individu dari orang lain baik berasal dari hubungan sosial struktural yang meliputi keluarga atau teman dan lembaga pendidikan maupun berasal dari hubungan sosial yang fungsional yang meliputi dukungan emosi, informasi, penilaian dan instrumental.
7
Menurut
Santrock
(2003)
ayah
lebih
sedikit
terlibat
di
dalam
membesarkan anak dibandingkan dengan ibu. Sehingga bisa dikatakan bahwa Ibu menjadi pihak yang paling tepat dalam memberikan dukungan kepada anak remaja tuna grahita. Hal ini dikarenakan ibu merupakan figur terdekat bagi seorang anak semenjak anak dilahirkan. Hal ini senada dengan pendapat Gunarsa, dkk.(2004) bahwa kebanyakan anak perempuan maupun anak laki- laki akan lebih merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka kepada ibu dibandingkan dengan ayah. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengungkap apakah terdapat hubungan antara dukungan ibu dengan penyesuaian diri personal remaja tuna grahita.
METODE PENELITIAN Subjek dalam penelitian ini adalah remaja tuna grahita kategori ringan di Sekolah Luar Biasa di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam mencari subjek
penelitian,
peneliti
menggunakan
teknik
purposive
sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode skala. Skala ini terdiri dari skala dukungan ibu yang disusun oleh penulis berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Cohen & Syme (1985) dan skala penyesuaian diri personal yang disusun oleh penulis berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Schneiders (1964). Metode analisis data pada penelitian ini adalah analisis statistik. Untuk melihat hubungan antara dukungan ibu dengan penyesuaian diri personal yaitu dengan menggunakan korelasi product momet Pearson.
8
HASIL PENELITIAN 1. Uji Asumsi Sebelum melakukan analisis korelasi product moment Pearson untuk menguji hipotesis penelitian, peneliti melakukan uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji linearitas. a. Uji Normalitas Hasil uji normalitas dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 11.5 for Windows dengan teknik one sample Kolmogorof Smirnov menunjukkan nilai K-S-Z sebesar 1,306 dengan p = 0,064 (p>0,05) untuk penyesuaian diri personal dan nilai K-S-Z sebesar 1,268 dengan p = 0,075 (p>0,05) untuk dukungan ibu. Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa penyesuaian diri personal dan dukungan ibu memiliki sebaran normal. b. Uji Linearitas Hasil uji linearitas dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 11.5 for Windows dengan teknik Compare Means menunjukkan F = 18,530 ; p = 0,000. Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat dikatakan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah linier karena p<0,05. 2. Uji Hipotesis Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel dukungan ibu dengan penyesuaian diri personal nilai r = 0,628 dengan p = 0,000 (p<0,01). Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan ibu dengan penyesuaian diri personal remaja tuna grahita, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima.
9
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka hipotesis yang telah diajukan, yaitu ada hubungan positif antara dukungan ibu dengan penyesuaian diri personal pada remaja tuna grahita dapat diterima. Hasil analisis korelasi dengan
menggunakan
teknik
korelasi
product
moment
dari
Pearson
menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,628 dengan p = 0,000 (p<0,01), dengan hasil tersebut dapat diartikan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan ibu dengan penyesuaian diri personal pada remaja tuna grahita. Semakin tinggi dukungan ibu, maka semakin tinggi penyesuaian diri personal yang dimiliki oleh remaja tuna grahita. Sebaliknya, semakin rendah dukungan ibu, maka semakin rendah penyesuaian diri personal yang dimiliki oleh remaja tuna grahita. Dukungan ibu memiliki sumbangan efektif sebesar 39,4 % terhadap penyesuaian diri personal dan selebihnya sebesar 60,6 % dipengaruhi oleh faktor lain di luar dukungan ibu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sarason (1983) dalam Nuraini (2005) dukungan dari orang- orang terdekat merupakan penentu utama bagi penyesuaian diri dalam menghadapi peristiwa yang dilematis
dan
menekan.
Sementara
ketidakhadiran
dukungan
dapat
menyebabkan kesepian dan mengganggu penyesuaian diri. Penelitian
ini
sejalan
dengan
penelitian
Rohayati
(2004)
yang
menunjukkkan keterkaitan antara dukungan sosial dari keluarga dengan penyesuaian diri pada pensiunan pegawai negeri sipil. Di mana keluarga dapat menyediakan dukungan yang dapat memberikan rasa aman, empati, persetujuan atau penerimaan yang ditujukan oleh anggota keluarga lain. Artinya, seseorang dapat melakukan penyesuaian diri yang baik bila ada dukungan dari orang-
10
orang terdekat, yaitu keluarga. Begitu pula dengan remaja tuna grahita yang memiliki penyesuaian diri personal yang baik, remaja tuna grahita mendapat dukungan yang diberikan oleh ibu sebagai orang terdekat dari remaja tuna grahita tersebut. Dalam Somantri (2006) diungkap bahwa anak tuna grahita sama halnya dengan anak normal memiliki keterikatan kepada orangtua dan orang dewasa lainnya. Ketika anak merasa takut, giris, tegang dan kehilangan orang yang menjadi tempat bergantung, kecendrungan ketergantungannya bertambah. Anak tuna grahita akan lebih banyak bergantung pada orang lain tersebut. Sehingga dapat terlihat bahwa dalam perkembangannya remaja tuna grahita memerlukan ibu sebagai individu terdekat dan dapat memberikan rasa aman dalam usaha remaja tuna grahita untuk mengatasi ketegangan dan konflik fisik maupun psikis yang terjadi di dalam dirinya, sehingga bisa dikatakan remaja tuna grahita tersebut memiliki penyesuaian diri personal yang baik. Hasil kategorisasi pada nilai masing-masing skala menunjukkan bahwa dukungan ibu berada dalam kategori tinggi yaitu 27 subjek atau 90 % dari jumlah 30 subyek penelitian. Para remaja tuna grahita yang menjadi subyek penelitian rata-rata memiliki dukungan ibu yang berada dalam kategori tinggi, hal ini menunjukkan bahwa bantuan yang diberikan ibu pada individu yang terdiri dari informasi atau nasehat yang dapat berbentuk verbal/ non verbal yang menyebabkan efek tindakan/ emosional yang menguntungkan bagi individu apabila mengalami kesulitan, adalah tinggi. Pada penyesuaian diri personal berada pada kategori tinggi yaitu sebanyak 22 orang atau 73,333 % dari jumlah 30 subjek penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan individu untuk menerima kondisi dirinya,
11
dengan menyadari sepenuhnya siapa dirinya, apa kelebihan dan kekurangannya agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik, dan frustasi yang dialami di dalam dirinya, adalah tinggi.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab empat menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan ibu dengan penyesuaian diri personal remaja tuna grahita. Hal ini berarti semakin tinggi dukungan ibu, maka semakin tinggi penyesuaian diri personal yang dimiliki oleh remaja tuna grahita. Sebaliknya, semakin rendah dukungan ibu, maka semakin rendah penyesuaian diri personal yang dimiliki oleh remaja tuna grahita. Jadi, hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara dukungan ibu dengan penyesuaian diri personal remaja tuna grahita dapat diterima.
SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut : 1. Bagi Remaja Tuna Grahita Remaja tuna grahita sebaiknya lebih terbuka dalam mengkomunikasikan hal- hal yang terjadi pada dirinya kepada orangtua, baik itu ibu maupun ayah. Dengan dukungan orangtua maka permasalahan yang dihadapi oleh remaja tuna grahita bisa teratasi, sehingga remaja tuna grahita bisa menjadi individu yang mandiri dan mengerti apa yang harus dilakukan terhadap perubahan- perubahan yang terjadi di masa remaja.
12
2. Bagi Ibu (Orangtua) Diharapkan para orangtua (khususnya ibu) dapat lebih memperhatikan kebutuhan remaja tuna grahita. Disarankan juga agar orang tua mengantisipasi akan datangnya masa pubertas jauh hari sebelumnya sehingga anak tuna grahita yang akan beranjak remaja bisa menyesuaikan diri terhadap perubahanperubahan yang terjadi pada dirinya melalui beragam pengenalan, penjelasan dan pemahaman yang diperlukan. Pendampingan orangtua sangat diperlukan dalam hal yang berkaitan dengan pengolahan kematangan pemahaman anak terhadap aspek konsep diri, pemahaman perubahan fisik, pengenalan peran dalam interaksi sosial serta pengenalan bina diri (self care). 3. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Penelitian yang berkaitan dengan dukungan ibu dan penyesuaian diri personal pada remaja tuna grahita masih perlu untuk diungkap khususnya yang berupa data kualitatif. b. Diharapkan pada peneliti selanjutnya lebih teliti dalam pemilihan aitem dalam pembuatan skala yang sesuai dengan kondisi subyek sehingga dapat meminimalisirkan adanya social desirability pada diri subyek saat mengisi skala. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat memperhatikan pemilihan kata- kata yang lebih sedehana, agar lebih mudah dimengerti oleh subyek. c. Peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan skala pengukuran dengan aitem penyataan yang bersifat terbuka, agar subyek penelitian dapat lebih mengerti dan dapat lebih mengungkapkan apa yang terjadi dan dirasakan sesungguhnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Aristianti, V. 2000. Hubungan Antara Dukungan Suami Dengan Kecemasan Istri Menghadapi Menopause. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Cohen, S. & Syme, S.L. 1985. Social Support and Health. London: Academic Press Inc. Calhoun, J. F. & Acocella, J. R. 1990. Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Edisi ketiga (Terjemahan). Semarang: IKIP Semarang Press. Direktorat Pendidikan Luar Biasa. http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=45 Gunarsa, S. D & Gunarsa, Y. S. D.2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Nuraini. 2005. Hubungan Religiusitas dan Dukungan Sosial Teman Dengan Penyesuaian Diri Remaja. Thesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada. Nurhastuti. 2005. http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-1017105-114641/ Rohayati, D. 2004. Hubungan Dukungan Sosial dari Keluarga dengan Penyesuaian Diri Pada Pensiunan Pegawai Negeri Sipil. Naskah Publikasi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Royanto, Lucia R.M. //www.kompas.com/kesehatan/news/0409/06/063537.htm Santrock, J. W. 2003. Adolescence, Perkembangan Remaja. Edisi keenam. Jakarta : Erlangga. Schneiders, A.A. 1964. Personal Adjustment and mental Health. New York: Holt, Rinehart and Winston. Somantri, T. Sutjihati. 2006. Psikologi anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama
14
IDENTITAS PENULIS
Nama
: Citra Suci Annisa
Alamat Rumah
: Jl. Kepodang III No.191 Perumnas Kota Baru Jambi 36137
No. Telp/HP
: 085266200832
Email
:
[email protected]