1
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA Mawar Rasmaelia P Hepi Wahyuningsih INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat kecerdasan emosional berhubungan dengan tingkat aktualisasi diri pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional pada remaja, semakin tinggi pula tingkat aktualisasi dirinya. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 60 orang siswa-siswi SMA UII. Skala yang digunakan adalah skala aktualisasi diri yang mengacu pada teori dari Maslow (Schultz, 1991) dengan jumlah aspek 15, dan skala kecerdasan emosional yang mengacu pada Goleman dengan jumlah aspek 5. Koefisien reliabilitas (s ) sakla aktualisasi diri sebesar 0,886 dan memiliki korelasi item-total bergerak dari 0,277 sampai dengan 0,537. Sementara skala kecerdasan emosional memiliki koefisien reliabilitas (s ) sebesar 0,832 dan korelasi item-total bergerak dari 0,257 sampai dengan 0,620. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis spearman dari program SPSS 12.0 for windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara kedua variabel. Analisis data menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat kecerdasan emosional dengan tingkat aktualisasi diri pada remaja. Hal ini ditunjukkan besarnya koefisien korelasi antara variabel kecerdasan emosional dengan aktualisasi diri adalah sebesar rxy = 0,155 dan p = 0,119 (p>0,05). Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan aktualisasi diri pada remaja. Maka hipotesis peneliti ditolak.
2
I. PENGANTAR Remaja sekarang dapat dipandang sebagai sumber daya manusia yang potensial, kader utama penerus pembangunan yang diharapkan akan menjunjung tinggi cita-cita negara dan bangsa. Remaja perlu mempertimbangkan hal-hal yang terbaik dan realistis bagi keberhasilan hidupnya di masa mendatang, karena remaja dituntut untuk mulai memikirkan masa depan mereka secara sungguhsungguh, baik di bidang pendidikan, pekerjaan atau kehidupan keluarga. Oleh karena itu remaja diharapkan untuk dapat mengaktualisasikan semua potensi yang dimilikinya. Terhambatnya pengaktualisasian diri remaja dapat dilihat dalam bentukbentuk
negatif
yang
biasa
disebut
dengan
kenakalan
remaja
seperti
keterlibatannya dalam kasus narkoba, perkelahian, aksi corat-coret, dan sebagainya. Kenakalan remaja tersebut muncul disertai dengan adanya krisis identitas yang terjadi pada masa remaja dalam upayanya mencapai aktualisasi diri (http://www.suaramerdeka.com). Ciri utama dari individu-individu yang mengaktualisasikan dirinya adalah mereka melihat hidup secara jernih, tidak bersikap emosional, obyektif, tegas, dan memiliki pengertian yang lebih jelas tentang yang benar dan salah (Goble, 1987). Dengan demikian para remaja yang melakukan perkelahian, aksi corat-coret, terlibat narkoba, adalah remaja yang tidak dapat mengaktualisasikan dirinya. Mereka tidak dapat beraktualisasi diri karena melihat kehidupan tidak secara
3
jernih, bersikap emosional, kurang memiliki perhatian yang begitu jelas tentang yang benar dan salah. Aktualisasi diri dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti yang dikemukakan oleh Maslow (1984). Dalam pandangan Maslow (1984) semua manusia memiliki perjuangan dan kecenderungan yang dibawa sejak lahir untuk mengaktualisasikan dirinya. Jika seseorang merasakan suatu perasaan penghargaan dari dalam atau penghargaan diri maka seseorang akan merasa yakin dan aman akan dirinya, akan merasa adekuat (serasi dan seimbang). Lebih lanjut Maslow mengungkapkan bahwa aktualisasi diri seseorang dipengaruhi oleh harga dirinya. Seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi akan dapat mengaktualisasikan dirinya. Schultz (1991) menyebutkan bahwa tipe pekerjaan, kondisi ekomonis, pendidikan, serta kesehatan psikologis turut berpengaruh terhadap aktualisasi diri seseorang. Hasil penelitian yang dilakukan Djuwarijah (2000) diperoleh bahwa kecerdasan emosional berhubungan erat dengan kecenderungan agresi, karena dengan kemampuan pengaturan diri, kesadaran diri, motivasi diri, empati, dan ketrampilan sosial akan merendahkan perilaku agresif remaja. Perilaku agresif muncul karena kurangnya religiusitas yang dimiliki (Hawari, 1998), dan perilaku agresif remaja merupakan bentuk dari terhambatnya aktualisasi diri karena perilaku
agresif
disertai
dengan
adanya
krisis
identitas
pada
remaja
(http://www.suaramerdeka.com). Maslow (Schultz, 1991) mengemukakan sejumlah aspek aktualisasi diri berdasarkan karakteristik orang yang mengaktualisasikan dirinya, antara lain : a. Mengamati realita secara efisien.
4
b. Penerimaan umum atas kodrat, orang lain dan diri sendiri. c. Spontanitas, kesederhanaan, kewajaran. d. Fokus pada masalah-masalah di luar diri mereka. e. Kebutuhan akan privasi dan independensi. f. Berfungsi secara otonom. g. Apresiasi yang senantiasa segar. h. Pengalaman-pengalaman mistik atau puncak. i. Minat sosial. j. Hubungan antar pribadi. k. Struktur watak demokratis. l. Perbedaan antara sarana dan tujuan, antara baik dan buruk. m. Perasaan humor yang tidak menimbulkan permusuhan. n. Kreativitas o. Resistensi terhadap inkulturasi Goleman
(2001)
menyatakan
bahwa
kecerdasan
emosional
merupakan sisi lain dari kecerdasan kognitif yang berperan dalam aktivitas manusia. Kecerdasan emosional lebih ditujukan pada upaya mengenali, memahami dan mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat dan upaya untuk mengelola emosi agar terkendali dan dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah kehidupan, terutama yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Bila individu memiliki kecerdasan emosional yang baik maka individu mampu memahami berbagai perasaan secara mendalam ketika perasaan-perasaan ini muncul. Goleman (2001) mengungkapkan ada lima wilayah kecerdasan atau
5
komponen-komponen kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu : a.
Kesadaran Diri.
b.
Pengaturan Diri.
c.
Motivasi Diri.
d.
Empati
e.
Ketrampilan Sosial
II. Metode Penelitian 1. Identifikasi variabel penelitian Variabel yang hendak diuji dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel tergantung (Y)
:
Aktualisasi diri
2. Variabel bebas (X)
:
Kecerdasan emosional
2. Subjek penelitian Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa –siswi SMA UII Yogyakarta yang berusia antara 14-18 tahun. 3. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala. Metode skala ini akan digunakan untuk mengungkap tingkat aktualisasi diri dan kecerdasan emosional subyek penelitian. Skala terdiri dari dua bagian yaitu bagian pertama adalah skala aktualisasi diri, sedangkan bagian kedua adalah skala kecerdasan emosional.
6
III. Hasil Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi yang bersekolah di SMA UII Yogyakarta yang berjumlah 60 orang. Untuk mendapatkan gambaran secara umum
yang
lebih
rinci
mengenai
karakteristik
subjek,
maka
subjek
dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Distribusi skor kecerdasan emosional dari subjek penelitian No.
Kategorisasi
Norma
Jumlah
Presentase
X < 41,6
-
0%
1
Sangat Rendah
2
Rendah
41,6 = X = 57,2
3
5%
3
Sedang
57,2 < X = 72,8
24
40%
4
Tinggi
72,8 <X = 88,4
33
55%
5
Sangat Tinggi
X >88,4
-
0%
Norma
Jumlah
Presentase
X < 60,8
-
0%
Distribusi Skor Aktualisasi Diri No.
Kategorisasi
1
Sangat Rendah
2
Rendah
60,8 = X = 83,6
-
0%
3
Sedang
83,6 < X = 106,4
6
10%
4
Tinggi
106,4 <X = 129,2
47
78,3%
5
Sangat Tinggi
X > 129,2
7
11,7%
Untuk menguji normalitas digunakan teknik One Sample KolmogorovSmirnov Test. Dari hasil analisis variabel kecerdasan emosi menunjukkan K-SZ = 0,876 ; p = 0, 426 (p>0,05) dan variabel aktualiasi diri menunjukkan K-SZ = 0,755 ; p = 0, 618 (p>0,05). Hasil normalitas menunjukkan bahwa skor subjek pada kedua alat ukur tersebut memiliki distribusi atau sebaran normal.
7
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas variabel kecerdasan emosi dan aktualisasi diri. Untuk menguji linearitas digunakan teknik statistik Compare Means. Diperoleh F = 0,272 dan p = 0,606 (p>0,05) dan penyimpangan sebesar 2,680. Hasil ini menunjukkan bahwa data penelitian tersebut tidak linear. Dari hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi antara variabel kecerdasan emosional dengan aktualisasi diri adalah sebesar rxy = 0,155 dan p = 0,119 (p>0,05). Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan aktualisasi diri pada remaja. Maka hipotesis peneliti ditolak. Uji korelasi spearman bertujuan untuk mengetahui aspek manakah yang paling berpengaruh untuk menjadi prediktor aktualisasi diri pada remaja. Berdasarkan uji korelasi spearman dapat simpulkan bahwa aspek kecerdasan emosional yang berpengaruh terhadap aktualisasi diri pada remaja adalah aspek empati dengan r = 0, 312; p = 0,008 (p<0,05). Uji korelasi spearman bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kecerdasan emosional dengan tiap-tiap aspek aktualisasi diri pada remaja. Berdasarkan uji spearman disimpulkan bahwa hubungan antara kecerdasan emosional dengan aspek pengalaman puncak dengan nilan r = 0,230; p = 0,038 (p<0,05), spontanitas, kewajaran, kesederhanaan dengan nilai r = -0,330; p = 0,005 (p<0,05) serta aspek kreativitas dengan r = 0,267; p = 0,020 (p<0,05).
8
Dengan menggunakan teknik T-test untuk melihat ada tidaknya perbedaan tingkat aktualisasi diri pada remaja berdasarkan jenis kelamin. Maka diperoleh t = -0,703 dengan harga p = 0,487 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat aktualisasi diri pada remaja dilihat dari jenis kelamin subjek penelitian. IV. Pembahasan Penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan aktualisasi diri pada remaja yang artinya hipotesis peneliti yang berbunyi ada pengaruh tingkat kecerdasan emosional dengan tingkat aktualisasi diri pada remaja tidak diterima. Dengan demikin remaja yang mempunyai tingkat kecerdasan emosional tinggi belum tentu dapat mengaktualisasikan diri mereka setinggi-tingginya begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat kecerdasan emosional remaja tidak memungkinkan remaja tersebut dapat mencapai tingkat aktualisasi diri setinggi mungkin. Maslow (Schlutz, 1991) prasyarat untuk mencapai aktualisasi diri ialah memuaskan empat kebutuhan yang berada pada tingkat yang lebih rendah, yaitu kebutuhan-kebutuhan fisiologis lalu kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan-kebutuhan akan memiliki dan cinta dan kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus sekurang-kurangnya sebagian dipuaskan dalam urutan ini, sebelum timbul kebutuhan akan aktualisasi diri. Permasalahan yang dihadapi remaja kemungkinan besar berhubungan dengan tahap perkembangan yang dialaminya. Menurut Lorber dan Schmaling (Purwanidianingtyas, 2005) penyebab prilaku menyimpang menjadi prilaku
9
mengganggu adalah disfungsi perkembangan yang kumulatif yaitu terjadi penimbunan problem yang terjadi sejak tahap perkembangan sebelumnya sedangkan aktualisasi diri dapat tepenuhi jika kebutuhan sebelumnya terpuaskan sesuai dengan tahap perkembangannya. Individu yang mengaktualisasikan dirinya adalah Individu yang sehat secara psikologis yaitu individu yang sangat mandiri, menggantungkan diri sepenuhnya pada kapasitas-kapasitas yang mereka miliki, sehingga mereka mampu menentukan segala sesuatunya sendiri. Penelitian yang dilakukan Purwanidingtyas (2005) menyebutkan tidak ada hubungan antara pelatihan kecerdasan emosional dengan kemampuan problem solving pada remaja. Remaja yang mengaktualisasikan dirinya dapat menggunakan potensi yang ada dalam dirinya untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, karena aktualisasi diri adalah potensi bawaan yang dibawa sejak lahir yang dipergunakan untuk memperlihatkan kemampuan dalam dirinya (Rogers dalam Schultz, 1991), sedangkan kecerdasan emosional bukan kemampuan yang ada dengan sendirinya dan tidak dibawa sejak lahir, tetapi kemampuan yang dipelajari (Goleman, 2003) Anak-anak kecil memiliki perasaan ingin tahu kodrati tentang dunianya, mereka dengan spontan dan dengan keinginan besar mengetahui dan memahaminya. Orang-orang dewasa yang sehat terus-menerus ingin tahu tentang dunianya, mereka ingin menganalisisnya dan mengembangkan suatu kerangka untuk memahaminya. Masa remaja adalah proses di mana seseorang mencari identitas diri yang berkaitan dengan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhinya. Banyak
10
remaja yang terjerumus dalam hal-hal yang negatif seperti kenakalan remaja yang disertai dengan krisis identitas diri. Krisis identitas diri dapat menimbulkan perilaku agresif (http://www.suaramerdeka.com), penelitian yang dilakukan Herlinawati (2005) menyebutkan pelatihan kecerdasan emosional tidak dapat menurunkan tingkat agresivitas verbal pada remaja, salah satu contoh dari terhambatnya aktualisasi diri pada remaja adalah remaja yang berprilaku agresif karena mereka dapat dengan mudah terjerumus dalam hal-hal negatif seperti kenakalan-kenakalan remaja, sifat-sifat remaja tersebut tidak termasuk dalam ciriciri individu yang mengaktualisasikan dirinya yaitu mereka melihat hidup secara jernih, tidak bersikap emosional, obyektif, tegas, dan memiliki pengertian yang lebih jelas tentang yang benar dan salah (Goble, 1987). Meskipun demikian dari penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara aktualisasi diri dengan aspek empati dalam kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional dipergunakan untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang nampaknya tidak penting bagi keberhasilan seseorang. Kualitas-kualitas seseorang tersebut didalamnya termasuk empati (Shapiro, 1997). Empati merupakan kemampuan mengenal emosi orang lain yang dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Hasil penelitian yang dilakukan Dahlan (2006) empati berhubungan dengan minat beraktivitas sebagai relawan. Penner dan Finkelstein (Dahlan, 2006) menyatakan bahwa seseorang yang bekerja sebagai relawan cenderung memiliki kadar empati yang tinggi. Pekerjaan sebagai relawan adalah bentuk dari prilaku altruistik sedangkan penelitian yang dilakukan Melani (1998) ada hubungan antara aktualisasi diri dengan kecenderungan berprilaku altruistik.
11
Sedangkan kecerdasan emosional berhubungan dengan aspek dalam aktualisasi diri yaitu kreativitas, spontanitas, kesederhanaan dan kewajaran serta pengalaman puncak. Maslow (Schlutz, 1991) kreativitas adalah suatu sikap yang akan diharapkan seseorang dari pengaktualisasi-pengaktualisasi diri, kreativitas ini adalah suatu ungkapan sikap dan bagaimana cara mengamati dan bereaksi terhadap lingkungan, daya khayal, daya cipta, bagaimana kita mengamati dan bereaksi dengan dunia dan bukan hasil-hasil yang akan dicapai. Penelitian yang dilakukan oleh Pretitis (2002) ada hubungan kepribadian yang kreatif dan motivasi ekstrinsik-intrinsik dengan kreativitas. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa motivasi ekstrinsik-intrinsik dan karakteristik kepribadian yang kreatif akan membentuk dan mendukung kreativitas. Sedangkan motivasi termasuk dalam aspek dari kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional berhubungan dengan spontanitas, kesederhanaan, kewajaran. Maslow (Schultz, 1991) individu yang mengaktualisasikan diri berperilaku terbuka dan langsung, mereka tidak merasa malu mengungkapkan emosi yang mereka rasakan, namun penuh perhatian dan bijaksana dengan orang lain. Dengan kata lain mereka dapat mengatur dan mengelola emosi mereka agar dapat terungkap dengan tepat, hal tersebut merupakan kecakapan yang sangat tergantung pada kesadaran diri dan pengaturan diri yang termasuk dalam aspek kecerdasan emosional. Agustina (2004) melakukan penelitian dengan hasil ada hubungan positif antara asertivitas dengan aktualisasi diri remaja. Kepribadian yang asertif sesuai dengan aspek kesadaran diri dan pengaturan diri karena Wusono (2001) menyatakan ciri dari remaja yang mempunyai sifat asertif adalah
12
bersikap terbuka, jujur dan tegas, mampu menyampaikan pendapatnya secara wajar sehingga ia mampu menunjukkan jati dirinya tetapi tetap berpegang teguh terhadap norma yang berlaku. Kecerdasan emosional juga berhubungan dengan aspek pengalamanpengalaman mistik atau puncak, penelitian yang dilakukan oleh Asmal (2004) menunjukkan hasil ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan religiusitas, sedangkan orang-orang yang mengaktualisasikan diri mempunyai kesempatan-kesempatan mengalami kebahagiaan, perasaan terpesona yang hebat dan meluap-luap, sama seperti pengalaman-pengalaman keagamaan yang mendalam Maslow (Schultz, 1991). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kategori skor kecerdasan emosional termasuk pada kategori tinggi dan skor aktualisasi diri termasuk pada kategori tinggi pula, akan tetapi hal tersebut tidak menjamin bahwa remaja yang mempunyai tingkat kecerdasan emosi tinggi maka remaja tersebut juga mempunyai tingkat aktualisasi diri tinggi pula, kemungkinan ini dapat disebabkan masih banyak faktor yang mempengaruhi aktualisasi diri seseorang. Hasil analisis juga menunjukkan tidak ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan aktualisasi diri pada remaja yang berarti kecerdasan emosional tidak memiliki sumbangan efektif untuk memperoleh tingkat aktualisasi diri. Tidak adanya sumbangan efektif kecerdasan emosional ini mungkin dikarenakan dalam aktualisasi diri terdapat beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhinya (Schultz, 1991) yaitu : Tipe pekerjaan, Kondisi ekonomis, Pendidikan, Kesehatan psikologis. Faktor lain yang juga mempengaruhi aktualisasi diri menurut
13
Golsdstein (Suryabrata, 2003), yaitu : Usia, Potensi bawaan, Lingkungan dan kebudayaan, Pengetahuan. Analisis tambahan yang dilakukan menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat aktualisasi diri berdasarkan jenis kelamin. Hal ini disebabkan karena dalam aktualisasi diri tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin dari individu. Penelitian ini mempunyai banyak kelemahan, antara lain : Pertama, skala yang digunakan dalam alat ukur aktualisasi diri yang digunakan terdiri dari aitemaitem favourable, sehingga tidak dapat mengukur konsistensi dari subjek penelitian. Yang kedua, subjek yang digunakan dalam penelitian ini sudah sering digunakan sebagai subjek dalam penelitian-penelitian yang lain sebelumnya, sehingga dalam pengisian angket subjek merasa jenuh dan dikhawatirkan jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan keadaan subjek yang sebenarnya. Dan yang ketiga dalam penelitian ini ada dari beberapa aspek hanya diwakili satu butir pertanyaan. Kelemahan yang lain yaitu penulis tidak membuat spesifikasi subjek yang aktif dalam berorganisasi, misalnya: OSIS, bidang olah raga, bidang seni, bidang karya ilmiah, pramuka. Mungkin dengan adanya spesifikasi subjek yang aktif akan ada perbedaan tingkat aktualisasi dirinya dengan yang tidak aktif. Diantara kelemahan-kelemahan penelitian tersebut mungkin bisa menjadi faktor hipotesis dari penelitian ini ditolak.
14
IV. PENUTUP Hasil penelitian yang dilakukan pada responden dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan aktualisasi diri pada remaja. 2. Variabel kecerdasan emosional tidak memberikan sumbangan efektif untuk meningkatkan aktualisasi diri pada remaja. 3. Tidak ada perbedaan tingkat aktualisasi diri antara perempuan dan laki-laki. Saran Beberapa saran yang diajukan oleh penulis di tujukan kepada : 1. Bagi remaja, disarankan pada para remaja untuk mengendalikan kondisi emosi yang dialami agar tetap dapat melaksanakan tugas dengan baik dalam keadaan tenang. Selain itu agar remaja tidak menunda tugas yang diberikan sehingga dapat segera dapat mengerjakan tugas-tugas berikutnya. Dengan kondisi demikian para remja akan dapat mengaktualisasikan dirinya dengan baik dan lebih berprestasi dalam bidangnya masing-masing. 2.
Bagi pihak sekolah, lebih sering diadakan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler yang dapat memberikan kesempatan pada siswa-siswi mengeksplorasi bakatbakat dan potensi yang dimiliki mereka.
3. Kepada peneliti selanjutnya, untuk dapat mempertimbangkan berapa hal contohnya spesifikasi bidang subjek penelitian, disarankan pula untuk melakukan tryout ulang apabila ingin menggunakan alat ukur yang digunakan peneliti sehingga tingkat reliabilitas dan validitasnya menjadi lebih baik.
15
DAFTAR PUSTAKA Asmal, M. 2004. Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Religiusitas Pada Remaja. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Anari, A. L. 1996. Hubungan Antara Aktualisasi Diri dan Religiusitas dengan Kebermaknaan Hidup pada Perempuan. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Agustina, S. 2002. Aktualisasi Diri Ditinjau Dari Asertivitas. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Anonim. 2004. www. Suara Merdeka. Com Anonim. 2004. Kenakalan Remaja. Harian Kedaulatan Rakyat. Edisi 16 September 2004. Azwar, S. 1999. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2001. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2004. Penyusunan Alat Ukur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Chiarrochi, J. 2001. Emotional Intellegence For Everyday Life. USA: Psychology Press. Dahlan, M. R. 2006. Hubungan Antara Empati Dengan Minat Beraktivitas Sebagai Relawan Gempa. Skripsi. Yagyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Djuwarijah. 2000. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Kecenderungan Agresi. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Goble. 1987. The Third Force Psychology Of Abraham Maslow
16
Goleman, D. 1996. Emotional Intellegence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Goleman, D. 2001. Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Goleman, D. 2001. Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Tingkat Prestasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hall, C. S, & Lindzey, G. 1993. Theories of Personality. New York: John Wiley and Sons Inc. Hawari, D. 1998. Konsep Agama Islam Menanggulangi Naza. Yogyakarta: Dana Bhakti Primeyasa. Herlinawati, L. 2005. Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Emosional Terhadap Penurunan Tingkat Agresifitas Verbal Remaja. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Maslow, Abraham. 1984. Motivation And Personality. New York: Harper And Row Publisher. Maylana, Y. A. 2002. Hubungan Antara Rasa Percaya Diri Dengan Prestasi Kerja Karyawan Bagian Produksi PT Tambang Timah Unit III Kundur. Skipsi. Yogyakarta: Psikologi Universitas Islam Indonesia. Melani, T. 1998. Hubungan Antara Aktualisasi Diri Dengan Kecenderungan Berprilaku Altruistik. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Mu’tadin, Z. 2002. Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja. http: // www. epsikologi.com. Pretitis, N. 2002. Hubungan Antara Karakteristik Kepribadian Yang Kreatif dan Motivasi Ekstrinsik-Intrinsik Dengan Kreativitas. Tesis. Surabaya: Program Pasca Sarjana Universitas 17 Agustus 1945.
17
Purwidyaningtyas, P. 2005. Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Emosional Terhadap Peningkatan Kemampuan Problem Solving Pada Remaja Awal. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Rahman, U. 2002. Aktualisasi Diri, Keikutsertaan dalam Pers Mahasiswa dan Kepercayaan Diri. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Sarason, I. G. 1972. Personality An Objective Approach. USA: Simultaneously Published. Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius. Shapiro, L. E. 1997. Mengajarkan Emotional Intellegence Pada Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Suryabrata, S. 2003. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wusono, E. 2001. Sikap Asertif Ditinjau Dari Pola Asuh Demokratis Orang Tua Dan Jenis Kelamin. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.