HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DISMENOREA PADA MAHASISWI (Studi Di FKIP Biologi Universitas Siliwangi Tasikmalaya)
Candri Walyani1) Nurlina dan Novianti2) Mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi 1) Universitas Siliwangi (
[email protected]) Dosen Pembimbing Bagian Epidemiologi Fakultas Ilmu Kesehatan 2) Universitas Siliwangi
ABSTRAK Dismenorea atau nyeri haid merupakan salah satu keluhan ginekologi yang paling umum pada perempuan muda. Aktivitas fisik (olahraga) dan gaya hidup yang kurang baik bisa menyebabkan terjadinya dismenorea. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian dismenorea pada mahasiswi. Metode penelitian menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional dengan sampel 63 dari 260 populasi. Analisis yang dilakukan yaitu analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan Uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukan bahwa usia maksimal yaitu 21 tahun dan usia minimal 18 tahun, responden yang mengalami dismenorea sebesar 77,8% dan responden yang tidak dismenorea sebesar 22,2%, responden yang tidak melakukan aktivitas fisik (olahraga) 84,1% dan responden yang melakukan aktivitas fisik (olahraga) 15,9%. Analisis menggunakan chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian dismenorea dengan nilai p < 0,05 (0,000), nilai OR=4,473. Disarankan kepada Mahasiswi melakukan aktivitas fisik (olahraga) secara teratur agar tidak terjadinya dismenorea.
Kepustakaan
: (2003 – 2014)
Kata Kunci
: Aktivitas Fisik, Dismenorea
1
RELATIONSHIP OF THE INCIDENCE PHYSICAL ACTIVITY WITH DYSMENORHOEA ON STUDENT (Study In FKIP Biology University Siliwangi Tasikmalaya)
Candri Walyani1) Nurlina dan Novianti2) Mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi 1) Universitas Siliwangi (
[email protected]) Dosen Pembimbing Bagian Epidemiologi Fakultas Ilmu Kesehatan 2) Universitas Siliwangi
ABSTRACT Dysmenorhoea or menstrual pain is one of the most commont gynecological in young women. Physical activity (exercise) and a poor lifestyle can cause dysmenorhoea. This research aims to know the relationship of the incident physical activity with dysmenorhoea on student. Research methods using analytic survey with cross sectional approach with 63 samples from 260 populations. The analysis was conducted using univariate analysis of frequency distribution and analysis using Chi Square. Result of the study showed that most respondents maximum age 21 and minimum age 18 years, respondent experiencing dysmenorhoea by 77,8% and respondents who did now dysmenorhoea by 22,2%, of respondents who do not do physical activity (exercise) 84,1% and respondents who did physical activity (exercise) 15,9%. Using the chisquare analysis showed that there is a relationship of the incident physical activity with dysmenorhoea on student with a value of p < 0,005 (0,000), OR value = 4,473. It is recommended to student physical activity (exercise) on a regular basis to avoid the occurrence of dysmenorhoea.
Reference
: (2003 – 2013)
Key Words
: Physical Activity, Dysmenorhoea
2
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa gaya hidup terus menerus dalam bekerja menjadi penyebab satu dari 10 kematian kecacatan dan lebih dari 2.000.000 kematian setiap tahun disebabkan oleh kurangnya bergerak atau aktivitas fisik. Oleh sebab itu, beraktivitas fisik diperlukan untuk memlihara kesehatan terutama pada perempuan yang sering mengalami dismenorea. Olahraga adalah serangkaian gerak tubuh yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (yang berate mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (yang berate meningkatkan kualitas hidup). Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya terus-menerus, artinya olahraga sebagai alat untuk mempertahankan hidup, memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan (Widodo; 2012). Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa aktivitas fisik adalah segala macam gerak yang membutuhkan energi. Aktivitas fisik secara teratur telah dianggap sebagai komponen penting dari gaya hidup sehat (Novia, D; 2012). Nyeri haid atau dismenorea terjadi karena perbedaan ambang rangsang nyeri pada setiap orang. Nyeri haid cenderung lebih sering dan lebih hebat, pada gadis remaja yang mengalami kegelisahan, ketegangan, dan kecemasan. Jika tidak diatasi, nyeri menstruasi ini
1. PENDAHULUAN Dismenorea atau nyeri haid merupakan salah satu keluhan ginekologi yang paling umum pada perempuan muda. Hampir semua perempuan mengalami rasa tidak nyaman selama haid seperti rasa tidak enak di perut bagian bawah, dan biasanya juga disertai mual, muntah, pusing, bahkan pingsan (Calis; 2011). Beberapa faktor memegang peranan sebagai penyebab dismenorea diantaranya yaitu faktor kejiwaan (pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil), faktor konstitusi (faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi timbulnya dismenorea), faktor endokrin (rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus luteum), faktor alergi (faktor yang menyebabkan dismenorea yaitu toksin haid), faktor hormonal (hormon estrogen merangsang kontraksilitas uterus, sedangkan hormon progesteron menghambatnya). Selain faktorfaktor tersebut ada beberapa faktor lainnya yang menimbulkan nyeri haid (dismenorea) yaitu, hari pertama (menarkhe) di usia dini (kurang dari 12 tahun), wanita yang belum pernah melahirkan anak hidup (nullipara), darah haid berjumlah banyak atau masa menstruasi yang panjang, adanya riwayat nyeri haid pada keluarga, obesitas, merokok, kurangnya berolahraga (Hermawan; 2012). Dismenorea bisa disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik (olahraga) atau gaya hidup yang kurang baik. Olahraga dapat menurunkan prevalensi dan atau memperbaiki gejala dismenorea. Berdasarkan Penelitian Badan 3
sering kali mengganggu aktivitas remaja. Dismenorea menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada. Setiap haid menyebabkan rasa nyeri terutama pada awal haid namun dengan kadar nyeri yang berbeda. Dismenorea dibagi menjadi tiga tingkat keparahan, yaitu : a. Dismenorea ringan Seseorang akan mengalami nyeri atau nyeri masih dapat di tolelir karena masih berada pada ambang rangsang, berlangsung beberapa saat dan dapat melanjutkan kerja sehari-hari. b. Dismenorea sedang Seseorang mulai merespon nyerinya dengan merintih dan menekan-nekan bagian yang nyeri, diperlukan obat penghilang rasa nyeri tanpa perlu meninggalkan kerjanya. c. Dismenorea berat Seseorang mengeluh karena adanya rasa terbakar dan ada kemungkinan seseorang tidak mampu lagi melakukan pekerjaan biasa dan perlu istirahat beberapa hari dapat disertai sakit kepala, migraine, pingsan, diare, rasa tertekan, mual, dan sakit perut. Angka kejadian dismenorea di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap Negara mengalami dismenorea. Di Amerika angka persentasinya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%. Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan usia produktif yang mengalami dismenorea (Hermawan; 2012).
Angka kejadian dismenorea tipe primer di Indonesia sekitar 5075% wanita yang masih haid sedangkan sisanya adalah penderita dengan tipe sekunder. Cirri-ciri dismenorea primer antara lain, terjadi beberapa waktu atau 6-12 bulan sejak haid pertama (menarkhe) rasa nyeri timbul sebelum haid, atau di awal haid yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari, datangnya nyeri hilang timbul, menusuk-nusuk pada perut bagian bawah serta terkadang menyebar ke bagian pinggang dan paha depan, adakalanya disertai mual, muntah, sakit kepala, diare (Jani; 2013). Terdapat beberapa cara dalam menangani dimenorea, untuk membantu mengurangi rasa nyeri haid dapat dilakukan dengan cara : a. Non farmakologi Pengompresan dengan air hangta, ketika nyeri menstruasi datang, lakukan pengompresan air hangat di perut bagian bawah karena dapat membantu merilekskan otot-otot dan system saraf. b. Farmakologi Untuk mengatasi dismenorea biasanya menggunakan obatobat sejenis prostaglandin inhibitor yaitu NSAID (Non Steroidal Anti-Inflammatory Drugs) yang menghambat produksi dan kerja prostaglandin. Contoh obatnya yaitu aspirin, ibu profen, naproxen sodium, dan ketoprofen. c. Pembedahan Terapi pembedahan pada penderita dismenorea merupkan pilihan terakhir jika dengan terapi farmakologis dan nonfarmakologis tidak berhasil 4
sehingga diperlukan tindakan pembedahan dalam mengenai dismenorea. Terapi pembedahan yang dapat dilakukan antara lain : laparoskopi, histerektomi, presakral neurektomi. Selain dengan tiga cara pengobatan dismenorea tersebut, vitamin E dapat mengurangi nyeri haid, melalui hambatan terhadap biosintesis prostaglandin dimana vitamin E akan menekan aktivitas ensin fosfolipase A dan siklooksigenase melalui hambatan aktivasi post translasi siklooksigenase sehingga akan menghambat produksi prostaglandin. Hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti di lapangan dari 12 mahasiswi yang dismenorea ternyata 58,3% (7 orang) mahasiswi tidak melakukan aktivitas fisik (olahraga), dikatakan tidak melakukan aktivitas fisik (olahraga) adalah mahasiswi hanya melakukan aktivitas fisik (olahraga) sedang paling sedikit tiga jam perhari dalam satu minggu, tetapi kenyataannya di lapangan mahasiswi tidak melakukan aktivitas fisik (olahraga) sesuai dengan anjuran, bahkan tidak melakukan aktivitas fisik (olahraga) sekali pun. Hal ini disebabkan karena kurangnya waktu luang saat di sibukan dengan kuliah, dan hal lain yang menghambat untuk melakukan aktivitas fisik (olahraga) pada mahasiswi. Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan dari kejadian dismenorea pada mahasiswi, maka perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan aktivitas fisik (olahraga) dengan kejadian dismenorea pada mahasiswi. Dengan harapan penelitian ini bisa bermanfaat langsung untuk mahasiswi FKIP
Biologi Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik (olahraga) dengan kejadian dismenorea pada mahasiswi di FKIP Biologi Universitas Siliwangi Tasikmalaya. 2. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah metode survei dengan mengguanakan pendekatan Cross Sectional. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswi FKIP Biologi yaitu sebanyak 260 orang. Sampel yang memenuhi criteria inklusi dan eksklusi sebanyak 63 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling dengan cara mengguanakan instrument penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang berisikan empat item pertanyaan untuk mengukur aktivitas fisik (olahraga) dan 13 item pertanyaan untuk mengukur dismenorea. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan 0,05. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan criteria inklusi dan eksklusi, sampel yang berjumlah 63 orang respondent. Jumlah responden tersebut merupakan mahasiswi FKIP Biologi. Responden dengan usia terbanyak yaitu 19-20 tahun sebanyak 57 orang (50,5%).
5
Analisis Univariat
Table 3. Distribusi Frekuensi Responden Durasi Aktivitas Fisik yang dilakukan Pada Mahasiwi FKIP Biologi Universitas Siliwangi Tasikmalaya
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik (olahraga) Pada Mahasiswi FKIP Biologi Universitas Siliwangi Taikmalaya Melakukan Aktivitas No Fisik (Olahraga) 1 Ya 2 Tidak Jumlah
f 10 53 63
No 1
Persentase (%)
2
15,9 84,1 100,0
1 2
f
Persentase (%)
5
7,9
5
7,9
10
15,8
Persentase (%)
5
7,9
5
7,9
10
15,8
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Aktivitas Fisik (olahraga) Yang Dilakukan Pada Mahasiswi FKIP Biologi Universitas Siliwangi Tasikmalaya
Table 2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Frekuensi Perminggu Aktivitas Fisik Yang Di Lakukan Pada Mahasiswi FKIP Biologi Universitas Siliwangi Tasikmalaya Frekuensi perminggu 1 kali/minggu >1 kali/minggu Jumlah
>30 menit/hari <30 menit/hari Jumlah
f
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa durasi yang dilakukan >30 menit/hari yaitu sebanyak 5 orang (7,9%) dan yang <30 menit/hari sebanyak 5 orang (7,9%).
Berdasarkan table 1 diketahui bahwa responden yang melakukan aktivitas fifik (olahraga) sebanyak 10 orang (15,9%) dan responden yang tidak melakukan aktiviatas fisik (olahraga) sebanyak 53 orang (84,1%).
No
Durasi
No 1 2 3 4 5 6
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa frekuensi perminggu yang dilakukan 1 kali/minggu yaitu sebanyak 5 orang (7,9%), dan yang >1 kali/minggu sebanayak 5 orang (7,9%).
Jenis Aktivitas Fisik (Olahraga) Senam Lari Basket Renang Jalan pagi volly Jumlah
f
Persentase (%)
4 2 1 1 1 1 10
6,3 3,2 1,6 1,6 1,6 1,6 15,9
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa responden yang melakukan jenis aktivitas fisik (olahraga) senam paling banyak yaitu 4 orang (6,3%) dan paling sedikit jenis aktivitas fisik (olahraga) basket, renang, jalan pagi, dan volly sebanyak 1 orang (1,6%). 6
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Menurut Dismenorea dan Tidak Dismenorea Pada Mahasiswi FKIP Biologi Universitas Siliwangi Tasikmalaya No 1 2
Kategori Dismenorea Ya Tidak Jumlah
f 49 14 63
N o 1
Persentase (%) 77,8 22,2 100,0
2 3
4
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa responden yang mengalami kejadian dismenorea yaitu 49 orang (77,8%) dan yang tidak mengalami dismenorea yaitu 14 orang (22,2%).
5
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Menurut Kategori Kejadian Dismenorea Pada Mahasiswi FKIP Biologi Universitas Siliwangi Tasikalamaya No 1 2 3 4
Kategori Dismenorea Ringan Sedang Berat Tidak dismenorea Jumlah
6 12 31
Persentase (%) 9,5 19,0 49,2
14
22,2
63
100,0
f
6
Gejala Tidak membatasi aktivitas fisik Waktu tidur berkurang Berpengaru h terhadap mood Kehilangan beberapa jam mata kuliah Kehilangan 2 hari jadwal kuliah Berpengaru h terhadap aktivitas lainnya
Ya f
%
Tidak f %
22
34,9
41 65,1
19
30,2
44 69,8
61
96,8
2
31
49,2
32 50,8
12
19,0
51 81,0
42
66,7
21 33,3
3,2
Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa efek dari dismenorea terhadap aktivitas fisik paling banyak pada pengaruh terhadap mood dengan menjawab ya 61 orang (96,8%) dan menjawab tidak 2 orang (3,2%), dan yang paling sedikit pada kehilangan 2 hari jadwal kuliah dengan menjawab ya 12 orang (19,0%), dan menjawab tidak 51 orang (81,0%).
Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa responden paling banyak yang mengalami kejadian dismenorea berat yaitu 31 orang (49,2%), dan responden yang mengalami kejadian dismenorea ringan paling sedikit yaitu 6 orang (9,5%).
Analisis bivariat Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel yaitu variabel aktivitas fisik (olahraga) dan kejadian dismenorea. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik (olahraga) dengan kejadian dismenorea pada mahasiswi FKIP Biologi Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Untuk mengetahui hubungan kedua variabel ini dilakukan uji ChiSquare dengan menggunakan program
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Efek Dismenorea Terhadap Aktivitas Fisik Pada Mahasiswi FKIP Biologi Universitas Siliwangi Tasikmalaya 7
SPSS dimana hasil pengujian tersebut
disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hubungan Aktivitas Fisik (Olahraga) Dengan Kejadian Dismenorea Pada Mahasiswi FKIP Biologi Universitas Siliwangi Tasikmalaya
No
Aktivitas Fisik
1 2
Kurang Baik Baik Jumlah
Kejadian Dismenorea Tidak Dismenorea Dismenorea F % F % 26 81.2 5 16.1 6 18.8 26 81.2 32 50.8 31 49.2
Berdasarkan tabel 8, dapat diketahui bahwa kejadian dismenorea lebih banyak karena aktivitas fisik (olahraga) kurang baik yaitu (81,2%) dibandingkan dengan yang aktivitas fisik (olahraga) baik yaitu (18,8%). Sedangkan yang tidak dismenorea lebih banyak yang aktivitas fisik (olahraga) baik (81,2%) dibandingkan dengan aktivitas fisik (olahraga) yang kurang baik yaitu sebanyak (16,1%).
Total N 31 32 63
% 100.0 100.0 100.0
p value
OR
0.000
4.473
aktivitas fisik (olahraga) baik yang mengalami dismenorea sejumlah 4 orang (8,7%). Selain itu penelitian Frenita (2013) di Medan menunjukan bahwa proporsi dismenorea tertinggi pada kelompok siswi yang tidak melakukan aktivitas fisik (olahraga) yaitu (85,80%), dan terendah pada kelompok siswi yang sering melakukan aktivitas fisik (olahraga) yaitu (70,60%). Hasil kedua penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian penulis yang menyatakan bahwa kejadian dismenorea disebabkan karena melakukan aktivitas fisik (olahraga) yang kurang baik (81,2%) lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswi yang tidak dismenorea karena aktivitas fisik (olahraga) kurang baik, (16,1%) dari kejadian dismenorea karena melakukan aktivitas fisik (olahraga) baik.
Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh nilai p-value 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 < α (0,05). Maka Ho ditolak dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian dismenorea pada mahasiswi FKIP Biologi Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Dengan nilai OR 4,473 yang berarti responden yang tidak melakukan aktivitas fisik (olahraga) memiliki resiko 4,473 kali terkena dismenorea dibandingkan dengan responden yang melakukan aktivitas fisik (olahraga).
Menurut Made (2013) aktivitas fisik (olahraga) yang baik dapat menurunkan prevalensi dan atau memperbaiki gejala dismenorea. Dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang dapat memperburuk kesehatan, sebaiknya disempatkan untuk melakukan aktivitas fisik (olahraga) minimal satu minggu satu kali. Menurut penelitian Giriwijoyo (2012) frekuensi aktivitas fisik (olahraga) dikatakan baik apabila dilakukan selama 3-5
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulia (2014) di Demak siswi yang melakukan kebiasaan aktivitas fisik (olahraga) kurang baik dan mengalami dismenorea sejumlah 31 orang (83,7%), sedangkan siswi dengan kebiasaan 8
kali/minggu. Yang dimaksud frekuensi olahraga adalah banyaknya latihan olahraga persatuan waktu. Latihan olahraga yang dilakukan 3-5 kali/minggu akan member efek yang berarti bagi kesehatan. Tujuan dari olahraga yang dilakukan 3-5 kali/minggu, selain dapat mencegah gangguan penyakit, juga dapat menciptakan kestabilan taraf kesehatan agar dapat meningkatkan prestasi di luar bidang olahraga, misalnya prestasi kerja, prestasi sekolah, atau kuliah. Latihan yang cukup ini misalnya jogging, bersepeda, berenang, dan lainlain. Kebiasaan aktivitas fisik (olahraga) baik juga dilihat dari segi durasi olahraga, dikatakan baik jiga total durasi dicapai adalah 30-60 menit.
menghindari terjadinya dismenorea pada saat haid yang dapat mengganggu aktivitas lainnya. Dan mahasiswi agar memeriksakan diri ke dokter jika merasakan dismenorea yang cukup parah. 2. Bagi Peneliti Lain Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian dengan cara meneliti variabel lain yang merupakan salah satu faktor resiko terjadinya dismenorea. Selain itu disarankan mengguanakan metode lain seperti eksperimen agar dalam pengukuran sebab akibat tidak dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan dapat dilihat perbedaan pada sampel perlakuan dengan sampel yang menjadi kontrol dilakukan pada responden yang mengalami dismenorea.
SIMPULAN 1. Proporsi kejadian dismenorea sebesar 49 orang (77,8%) dan responden yang tidak mengalami dismenorea sebanyak 14 orang (22,2%).
DAFTAR PUSTAKA
2. Aktivitas fisik (olahraga) bahwa responden yang melakukan sebanyak 10 orang (15,9%) dan responden yang tidak melakukan sebanyak 53 orang (84,2%). 3. Ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian dismenorea pada mahasiswi FKIP Biologi Universitas Siliwangi Tasikmalaya dengan nilai pvalue=0,000 dan nilai OR=4,473.
Widodo, Agung. Kaitan Aktivitas Fisik Dengan Kesehatan, Pustaka Olahraga.Wordpress.com 24 Desember 2012. Hermawan. 2012. Dismenore (nyeri saat haid). Tersedia di http://ayupermatasarihermawan.bl ogspot.com Diakses tanggal 10 Juli 2015. Novia, D, 2012. Hubungan Dismenorea Dengan Olahraga Pada Remaja DI SMA St. Thomas 1 Medan. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Calis. 2011. Dysmenorhea. Tersedia di http://emedicine.medscape.com Diakses tanggal 10 Juli 2015. Jani, Sarsestri. Gangguan Haid : Dismenorea
SARAN 1. Bagi Mahasiswi Mahasiswi diharapkan menyediakan waktu luang untuk melakukan aktivitas fisik (olahraga) rutin agar 9
10