HUBUNGAN AGENSI DAN KINERJA DALAM TATA KELOLA PERUSAHAAN KELUARGA (STUDI KASUS PERUSAHAAN KECIL DAN MENENGAH DI YOGYAKARTA) D. Agus Harjito Management Department, Faculty of Economics Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Indonesia Email:
[email protected];
[email protected] Hp: 081328758540
Arif Singapurwoko Management Department, Faculty of Economics Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Indonesia Email:
[email protected];
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tata kelola perusahaan mengenai hubungan variabelvariabel mekanisme pengawasan masalah agensi dengan kinerja pada perusahaan kecil dan menengah yang biasanya berupa perusahaan keluarga di Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta). Pada penelitian tahap pertama telah dikaji hubungan antara variabel-variabel mekanisme pengurang masalah agensi dengan kinerja bagi perusahaan keluarga yang sudah go public di Bursa Efek Indonesia. Variabel pengawasan (pengurang) masalah agensi yang digunakan pada tahap kedua ini tetap sama dengan varibel yang digunakan pada penelitian tahap pertama, yaitu kebijakan hutang, kepemilikan insider dan kebijakan dividen, sedangkan kinerja perusahaan diproksi dengan nilai Tobin’s Q. Oleh karena itu, konflik yang terjadi bukan antara manajer dengan pemilik, tetapi antara pemilik mayoritas dengan pemilik minoritas. Sampel penelitian adalah sebanyak 20 perusahaan keluarga yang ada di Yogyakarta sebagai percontohan dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan keluarga yang meliputi perusahaan perdagangan, perhotelan dan manufaktur. Analisis data yang akan digunakan adalah analisis deskriptif dengan menggambarkan kondisi perusahaan keluarga dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan kaitannya dengan kinerja perusahaan. Di samping itu juga digunakan analisis regresi berganda untuk mengkaji hubungan kepemilikan insider, kebijakan hutang dan pembayaran dividen terhadap kinerja peursahaan yang diukur dengan nilai Tobin”s Q. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan (bersama-sama) kebijakan hutang, kepemilikan insider, dan kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Demikian juga, secara parsial kepemilikan manajerial, kebijakan hutang dan kebijakan dividen memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Kata kunci: tata kelola, hubungan agensi, kinerja
PENDAHULUAN Ketika pemilik perusahaan keluarga ditanya menganai apa visinya terhadap perusahaan yang telah dirintis dan dibesarkan, maka jawaban yang diberikan akan bermacam-macam. Sebagai harta kekayaan keluarga yang akan diwariskan kepada anak-anak dan cucu-cucunya, perusahaan keluarga merupakan tempat keluarga melakukan investasi. Mereka menginginkan perusahaannya menjadi perusahaan yang besar bahkan terbaik dan terbesar di dunia. Berbagai macam visi yang bisa dikemukakan oleh perusahaan keluarga menyebabkan perusahaan keluarga menjadi satu perusahaan yang unik sekaligus kompleks. Manajemen perusahaan keluarga seringkali berbeda dengan manajemen modern yang dipahami oleh para profesional yang berbekal pendidikan manajemen
SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPERS UNIBA 2014
37
modern menyesuaikan. Biasanya para professional tersebut ke perusahaan keluarga lainnya, yang seringkali menemukan hal yang sama sekali berbeda. Perusahaan yang mengedepankan faktor keluarga (family first business), biasanya kesempatan kerja tergantung pada keturunan atau kedekatan keluarga. Pendekatan ini menekankan bahwa perusahaan didirikan utamanya untuk kepentingan keluarga. Kompensasi seringkali diberikan secara seimbang berdasarkan kedekatan keturunan. Dikarenakan kepentingan keluarga menjadi fokus utama, sering kali komitmen untuk melanjutkan pengelolaan perusahaan oleh generasi penerus sering kali sangat tergantung pada agenda masing-masing individu penerus dan tingkat konflik pada individuindividu. Perusahaan yang mengedepankan pendekatan manajemen (management first business) akan lebih mengutamakan kepentingan bisnis dibandingkan dengan kepentingan keluarga. Kinerja dari karyawan anggota keluarga dievaluasi sama seperti karyawan non anggota keluarga demikian juga dengan sistem kompensasi dan perencanaan karir mereka. Perusahaan dipandang sebagai aktiva produktif yang dapat dipindahtangankan dengan cara dijual atau melalui go public atau melalui employee stock option. Adapun perusahaan keluarga yang mementingkan kepemilikan (ownership first) terjadi reposisi atas kepemilikan perusahaan. Perspektif memiliki perusahaan untuk menguasai
selamanya berubah menjadi perspektif yang lebih pendek, yakni investasi. Perusahaan bisa saja didirikan atau dibeli yang kemudian dipindahtangankan ke pemilik lain dalam waktu dekat. Kelangsungan usaha tidak menjadi isu penting, yang penting adalah pengembalian dari investasi. Transfer ke generasi berikutnya biasanya bukan dalam bentuk perusahaan tetapi berupa aset investasi. Pada perusahaan keluarga yang mengedepankan pendekatan manajemen (management first business) kemungkinan besar berlaku pemisahan antara kepemilikan dengan pihak pengelola
(manajemen), sehingga munculnya hubungan agensi. Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan agensi sebagai suatu kontrak antara seorang atau lebih (misalnya pemilik perusahaan) yang disebut prinsipal dengan orang lain (agen) untuk melaksanakan beberapa pekerjaan untuk kepentingan prinsipal yang meliputi pemindahan sebagian wewenang pada agen untuk membuat keputusan. Hubungan agensi ini biasanya ditemukan pada perusahaan besar karena salah satu ciri perusahaan besar adalah munculnya pemisahan antara kepemilikan dengan pengelola. Namun demikian, hubungan agensi ini juga ada dalam perusahaan kecil dan menengah apabila terdapat pemisahan antara kepemilikan perusahaan dengan pengelolanya. Hubungan agensi antara prinsipal dengan agen menghendaki agar agen bekerja mengikuti kepentingan prinsipal. Namun demikian, apabila kedua belah pihak baik prinsipal maupun agen mempunyai kepentingan yang berbeda maka masalah agensi akan muncul. Oleh karena itu, masalah agensi muncul akibat adanya konflik kepentingan antara kepentingan prinsipal dengan agen atau akibat konflik kepentingan antara pihak-pihak yang terlibat dalam sesuatu kontrak perjanjian. Konflik kepentingan di perusahaan, khususnya di perusahaan keluarga dapat diredam atau dikurangi apabila perusahaan menerapkan konsep Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporae Governance atau GCG). Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) GCG
38
Good Governance Menuju Kesejahteraan dan Kemandirian
merupakan
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan GCG adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi stakeholders perusahaan. Sementara menurut Organization of Economic Cooperation and Development (OECD), GCG merupakan sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan,
pengelola, pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Tata kelola perusahhaan juga mengisyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja peruhaan, sehingga tata kelola yang baik dapat memberikan manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Tata kelola yang baik (GCG) juga merupakan suatu sistem (input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. Dengan demikian GCG merupakan salah satu instrumen untuk mengatur hubungan-hubungan tersebut untuk mencegah terjadinya kesalahankesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki segera. Untuk mencapai peranan GCG tersebut, maka perusahaan seharusnya menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan kesetaraan dan kewajaran. Masalah agensi yang terjadi di sebuah perusahaan akan menimbulkan biaya agensi. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa biaya agensi meliputi biaya pengawasan (monitoring cost), biaya ikatan (bonding cost) dan biaya sisa (residual cost). Biaya pengawasan muncul apabila prinsipal melakukan pengawasan terhadap aktivitas-aktivitas pengelola. Prinsipal akan memastikan bahwa pengelola bekerja berdasarkan kontrak yang telah disetujui. Sedangkan biaya ikatan menunjukkan pada usaha untuk meyakinkan pengelola agar bekerja untuk kepentingan prinsipal tanpa perlu melakukan pengawasan. Akhirnya, biaya sisa merupakan perbedaan return yang diperoleh dari hasil perbedaan keputusan investasi antara prinsipal dengan agen. Masalah agensi yang berkait dengan biaya agensi dapat dikurangi melalui beberapa mekanisme pengawasan seperti kebijakan meningkatkan penggunaan hutang, kepemilikan insider dan peningkatan pembayaran dividen. Peningkatan penggunaan hutang dapat mengurangi masalah agensi antara pengelola dengan pemegang saham (Jensen dan Meckling 1976; Jensen 1986; Crutchley dan Hansen 1989; Chen dan Steiner 1999; Morck dan Yeung, 2003). Hutang dapat mengurangi aliran kas bebas (free cash flow) yang berlebihan. Penggunaan hutang akan mengurangi aliran kas karena perusahaan harus membayar bunga dan prinsipal. Penurunan aliran kas menyebabkan
berkurangnya uang yang ada pada
pengelola. Keadaan ini akan membatasi keinginan pengelola menggunakan aliran kas untuk menambah penghasilan mereka dan melakukan investasi yang berlebih (over investment). Sedangkan pemegang saham menghendaki aliran kas tersebut supaya dapat dibagikan sebagai dividen untuk
SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPERS UNIBA 2014
39
menambah kekayaan mereka atau diinvestasikan kembali ke dalam proyek-proyek yang menghasilkan return positif. Oleh karena itu, peningkatan penggunaan hutang akan mengurangi masalah agensi
antara pengelola dengan pemegang saham. Peningkatan kepemilikan insider bermanfaat untuk meningkatkan kesesuaian (alignment) kepentingan antara pengelola dengan pemegang saham. Kepemilikan insider muncul apabila pemegang saham sebuah perusahaan sekaligus bertindak sebagai pengelola perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar tingkat kepemilikan insider sebuah perusahaan, maka semakin tinggi tingkat kesesuaian dan kemampuan pengawasan terhadap kepentingan antara pengelola dengan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976; Singh dan Davidson, III; Maury, 2006). Namun demikian, kepemilikan insider sebenarnya mempunyai dua peranan yang berbeda. Pertama, mereka bertindak sebagai pemilik perusahaan, dan kedua mereka bertindak sebagai pengelola. Peranan seperti ini dapat mengganggu pengelola ketika bekerja dan dapat menimbulkan keinginannya untuk melakukan tindakan pengukuhan (entrenchment) di dalam perusahaan (Maury, 2006). Masalah pengukuhan ada karena pengelola ingin mengekalkan kedudukannya di dalam perusahaan. Oleh sebab mereka sebagai pemilik, maka mereka dapat membuat keputusan sesuai dengan kepentingan mereka termasuk pengukuhan kedudukan mereka di dalam perusahaan. Pemberian insentif yang sesuai pada pengelola adalah penting untuk meyakinkan pengelola bekerja sesuai kepentingan pemegang saham (Agrawal dan Mandelker 1987). Kebijakan peningkatan rasio pembayaran dividen menyebabkan sebuah perusahaan meningkatkan modal ekuitas (Myers dan Majluf, 1984). Mereka juga menegaskan bahwa pengawasan ini akan menyebabkan pengelola yang ingin mengekalkan kedudukannya bekerja keras untuk kepentingan pemegang saham. Selanjutnya, peningkatan pembayaran dividen juga sesuai dengan tuntutan pemegang saham secara umum. Oleh karena itu, peningkatan dividen ini dapat mengurangi masalah agensi antara pemegang saham dengan pengelola. Pendapat ini didukung oleh Borokhovich et al. (2005) yang menyatakan bahwa dividen bertindak sebagai mekanisme untuk mengurangi
masalah agensi. Bagaimanapun juga, kebijakan pembayaran dividen untuk mengurangi masalah agensi mempunyai masalah tersendiri. Dana untuk membayar dividen perlu diganti agar uang kas tetap tersedia di dalam perusahaan. Oleh karena itu, Crutchley dan Hansen (1989) menyatakan penggantian pembayaran dividen kas dengan menerbitkan saham baru. Namun demikian, penerbitan saham baru akan menimbulkan biaya pengapungan (floatation cost) yang harus ditanggung oleh perusahaan. Sehubungan dengan itu, ketiga variabel yaitu kebijakan hutang, kepemilikan insider dan kebijakan dividen bertindak sebagai mekanisme pengawasan untuk mengurangi masalah agensi. Dalam pengawasan masalah agensi ini, ketiga variabel tersebut dapat bertindak secara tersendiri maupun secara serentak. Hal ini berarti bahwa mekanisme pengawasan dapat dilakukan oleh setiap variabel secara sendiri-sendiri atau berkaitan. Keterkaitan antara variabel tersebut dapat terjadi sebagai hubungan saling mengganti maupun hubungan saling melengkapi.
40
Good Governance Menuju Kesejahteraan dan Kemandirian
Beberapa penelitian empiris menggunakan Tobin’s Q sebagai ukuran penilaian kinerja perusahaan. Morck et al.(1988), dan McConnell dan Servaes (1990) menemukan hubungan tidak linear antara kepemilikan saham oleh manajemen dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q. Namun demikian, Norazlan dan Fauzias (2004) menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara portofolio manajemen dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q. Sementara, Chen dan Steiner (2000) menemukan hubungan positif antara pengawasan yang dilakukan oleh kepemilikan insider dan peliputan analis (analyst coverage) dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q. Agrawal dan Knoeber (1996) juga menggunakan Tobin’s Q untuk mengukur hubungan antara mekanisme pengawasan masalah agensi dengan kinerja perusahaan. Sedangkan Kim dan Lee (2003) menggunakan return saham dan return aset (return on asset, ROA) sebagai pengukur kinerja perusahaan. Mereka mengkaji masalah agensi berkaitan dengan kinerja perusahaan di Korea selama masa krisis keuangan di Asia. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini melakukan kajian yang penting dan mendapat perhatian yang luas dari para praktisi dalam melakukan tata kelola perusahaan secara efisien dalam mengurangi masalah agensi. Penelitian ini dilakukan terhadap sampel perusahaan keluarga yang terdapat di Yogyakarta. Kajian difokuskan terhadap hubungan antara kebijakan hutang, kepemilikan insider dan kebijakan dividen dalam peranan pengawasan masalah agensi di perusahaan keluarga
yang berada di Yogyakarta. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini yaitu: 1) Ingin mengetahui hubungan yang signifikan antara kepemilikan insider dengan dividen dalam peranan pengawasan masalah agensi pada perusahaan keluarga kecil dan menengah di Yogyakarta. 2) Ingin mengetahui hubungan yang signifikan antara kebijakan hutang dengan kebijakan dividen dalam pengawasan masalah agensi pada perusahaan keluarga kecil dan menengah di Yogyakarta. 3) Ingin mengetahui hubungan yang signifikan antara kebijakan hutang dengan kepemilikan insider dalam peranan pengawasan masalah agensi pada perusahaan keluarga kecil dan
menengah di Yogyakarta. 4) Ingin mengetahui pengaruh kebijakan hutang, kepemilikan insider dan kebijakan dividen terhadap kinerja perusahaan dalam peranan pengawasan masalah agensi pada perusahaan keluarga kecil dan menengah di Yogyakarta.
Berdasarkan kajian teori dan penelitian-penelitian terdahulu, maka hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Kepemilikan insider, kebijakan hutang dan kebijakan dividen secara simultan mempengaruhi kinerja perusahaan. H2 : Kepemilikan insider secara signifikan mempengaruhi kinerja perusahaan.
SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPERS UNIBA 2014
41
H3: : Kebijakan hutang secara signifikan mempengaruhi kinerja perusahaan. H4: : Kebijakan dividen secara signifikan mempengaruhi kinerja perusahaan. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah
semua perusahaan keluarga yang berada di Daerah
Istimewa Yogyakarta mulai tahun 2001 hingga tahun 2011. Adapun sampel penelitian ini perusahaan kecil dan menengah yang berada di Yogyakarta. Sampel penelitian ini berjumlah 20 perusahaan kecil dan menengah. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling (sampel sengaja dipilih agar dapat mewakili populasinya dan dapat memenuhi tujuan penelitian) berdasarkan kriteriakriteria yang meliputi: 1) Perusahaan merupakan perusahaan keluarga. 2) Perusahaan harus memiliki kebijakan hutang baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang. 3) Perusahaan berkenaan memiliki data kepemilikan insider dari tahun 2001 hingga tahun 2013.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu informasi dari laporan keuangan perusahaan keluarga dari berbagai sektor dari tahun 2001 hingga tahun 2013. Perusahaan keluarga merupakan perusahaan yang kepemilikannya sebagian besar (lebih dari 50 %) dimiliki oleh keluarga. Semua data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh langsung dari perusahaan yang dijadikan sampel, baik melalui kuesioner maupun wawancara. Analisis penelitian yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan analisis regresi berganda, yaitu analisis yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang gambaran subyek penelitian. Adapun analisis untuk mengetahui pengaruh kebijakan hutang, kepemilikan insider dan kebijakan dividen terhadap kinerja perusahaan dalam peranan pengawasan masalah agensi pada perusahaan keluarga kecil dan menengah di Yogyakarta digunakan metode least square dengan formulasi. Persamaan kinerja perusahaan tersebut adalah: TOBIN = α1 + β1 IOWN + β2 DEBT + β3 DIVD + β4 SIZE + β5 PROFIT + β6 RISK + u1 dengan: α1
= konstan
β1 ... β6 = koefisien variabel u1
= ralat baku
DEBT = rasio hutang; rasio antara jumlah hutang (hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang) dengan nilai buku jumlah aset. IOWN = kepemilikan insider ; rasio antara jumlah saham yang dimiliki oleh pengelola dengan jumlah saham yang beredar.
42
Good Governance Menuju Kesejahteraan dan Kemandirian
DIVD = rasio pembayaran dividen; rasio antara dividen dengan keuntungan bersih. TOBIN = nilai buku jumlah hutang/nilai buku jumlah aset RISK = risiko bisnis (volatilitas pendapataan) yang diukur dengan
standar deviasi perbedaan
pertama penghasilan operasi (operating income) selama sepuluh tahun. SIZE
= ukuran perusahaan keluarga yang dihitung dari logaritma jumlah aset.\
PROFIT= rasio antara penghasilan operasi dengan jumlah aset.
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan suatu data yang dilihat dari mean, maximum, minimum, dan standar deviasi. Pengujian ini dilakukan untuk mempermudah memahami
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu rasio hutang, kepemilikan insider, rasio pembayaran dividen, risiko bisnis, profit sebagai variabel indpenden, tobin’s Q sebagai variabel dependen, dan ukuran perusahaan sebagai variabel control. Pengolahan data menggunakan software SPSS versi 17. Pada Tabel 1, variabel TOBIN menunjukkan seluruh sampel penelitian memiliki nilai
lebih dari 1, artinya perusahaan-perusahan keluarga tersebut memiliki kinerja yang baik.Pada variabel DIVD, perusahaan keluarga memiliki batasan dalam memberikan dividen atau membagikan laba bersih kepada pemegang saham dengan batasan minimum 10% dan maksimum 50%. Rata-rata rasio hutang perusahaan keluarga adalah sebesar 19-20% seperti yang ditunjukkan pada variabel DEBT. Pengelola yang memiliki nilai insider ownership (IOWN) sebesar 1 berarti pemilik tersebut bertindak sekaligus sebagai pengelola sehingga kepemilikan saham sebesar 100%. Dari variabel PROFIT, perusahaan keluarga mampu memperoleh laba operasi dengan asset yang dimiliki berkisar dari 10% hingga hampir mencapai 50%. Tabel 1. Hasil Statistik Deskriptif Variabel-Variabel Penelitian N
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
TOBIN
20
1.0225
1.4788
1.216290
.1361738
IOWN
20
.0700
1.0000
.672350
.3467533
DEBT
20
.0110
.3100
.193640
.0884119
DIVD
20
.1000
.5000
.350000
.1404129
SIZE
20
8.9395
11.1761
10.270905
.5958446
PROFIT
20
.1031
.4923
.287385
.1355963
RISK
20
.8854
1.8010
1.213260
.1850917
SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPERS UNIBA 2014
43
Hasil Analisis Regresi Berganda Untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi dependen digunakan koefisien determinasi (R²). Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai (R²) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Namun, untuk jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan nilai Adjusted R Square. Hasil koefisien determinasi penelitian ini ditunjkkan oleh nilai Adjusted R Square yaitu sebesar 0,941, artinya variabilitas variabel nilai perusahaan atau tobin’s Q (TOBIN) dapat dijelaskan sebesar 94,1% oleh variabel-variabel independen RISK, IOWN, DIVD, SIZE, PROFIT, dan DEBT.
Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel terikat. Hipotesis null (H0) menyatakanbahwa semua variabel independen yang dimasukkan dalam model tidakmempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen, sedangkan (H1) menyatakan bahwa semua variabel independen mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.Hasil pengujian persamaan regresi tersebut menunjukkan nilai signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05 (α=5%). Hasil tersebut menjelaskan hipotesis penelitian diterima artinya kebijakan hutang, kepemilikan insider, dan kebijakan dividen secara simultan mempengaruhi kinerja perusahaan (lihat Tabel 2). Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Berganda untuk Uji Signifikansi Simultan (F) Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1
Regression
.338
6
.056
Residual
.014
13
.001
51.915
.000a
Total .352 19 a. Predictors: (Constant), RISK, IOWN, DIVD, SIZE, PROFIT, DEBT b. Dependent Variable: TOBIN
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) Untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, dapat menggunakan uji t. Dengan uji t, dapat diketahui hubungan antara masingmasing variabel independen dengan variabel dependen apakah positif atau negatif. Selain itu, dapat juga diketahui nilai koefisien dari masing-masing variabel independen. Dengan diketahuinya koefisien dari masing-masing variabel independen, maka persamaan regresi menjadi: TOBIN = 1,110+ 0,010 IOWN + 0,270 DEBT + 0,010 DIVD + 0,012 SIZE + 0,889 PROFIT -0,073 RISK
44
Good Governance Menuju Kesejahteraan dan Kemandirian
Variabel IOWN, DEBT, DIVD, SIZE dan PROFIT memiliki pengaruh positif (+) terhadap kinerja perusahaan (TOBIN) sedangkan variabel RISK memiliki pengaruh negatif (-) terhadap kinerja perusahaan (TOBIN). Hanya variabel IOWN, DEBT, DIVD, dan PROFIT yang berpengaruh signifikan terhadap TOBIN karena nilai signifikansi dari variabel-variabel independen tersebut di bawah 0,05 atau 5%.
Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Berganda untuk Uji Signifikansi Individual (t) Unstandardized Coefficients Model
B
Std. Error
1.110
.154
IOWN
.010
.024
DEBT
.270
DIVD
Standardized Coefficients t
Sig.
7.206
.000
.025
.397
.048
.240
.175
1.125
.031
.010
.066
.010
.155
.029
SIZE
.012
.015
-.053
-.798
.439
PROFIT
.889
.154
.885
5.783
.000
.064
-.099
-1.134
.277
1(Constant)
RISK -.073 a. Dependent Variable: TOBIN
Beta
Berdasarkan hasil analisis data tersebut, kepemilikan insider, kebijakan hutang, dan kebijakan dividen dapat mempengaruhi kinerja perusahaan yang diukur dengan tobin’s Q. Baik secara simultan maupun individual, ketiga variabel independen tersebut memberikan pengaruh positif terhadap variabel dependen. Variabel kepemilikan insider apabila ditingkatkan, maka akan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Hasil ini mendukung penelitian oleh Morck et al. (1998) dan McConnell dan Serves (1990) yang menjelaskan kesesuaian antara pengelola dengan pemilik atau pemegang saham dapat ditingkatkan apabila kepemilikan insider bertambah besar. Kepemilikan insider yang lebih besar meningkatkan kinerja pengelola untuk mencapai nilai perusahaan yang tinggi sebagai tujuan perusahaan. Di dalam perusahaan keluarga skala UKM di Yogyakarta, mayoritas kepemilikan insider sangat besar, karena mereka merasa lebih nyaman atau percaya jika manajemen perusahaan dipegang atau dikendalikan oleh keluarga. Tidak banyak perusahaan keluarga skala UKM dipegang oleh orang lain atau bukan keluarga. Sedikit sekali jumlah perusahaan keluarga skala UKM yang tidak memiliki hutang. Kebanyakan dari mereka memiliki hutang dengan bank untuk mendanai kelancaran bisnisnya. Selain itu, kebanyakan para pemilik sudah mengetahui patokan atau batas maksimal rasio hutang agar dapat memperoleh kredit dari bank. Bank-bank baik skala nasional maupun daerah, memberikan batasan maksimal rasio hutang adalah 35%. Pada penelitian ini diperoleh bahwa pada variabel DEBT atau rasio hutang maksimum adalah 31% atau tidak ada yang melebihi batasan sebesar 35% (lihat Tabel 1). Pemilik generasi pertama atau biasanya sang ayah/ibu selalu memiliki konflik dengan sang anak
SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPERS UNIBA 2014
45
yang bertindak selaku pengelola karena sang anak sering mempergunakan free cash flow untuk keperluan pribadinya tanpa sepengetahuan orang tuanya. Gaya hidup sang anak sangat jauh berbeda dengan orang tuanya atau lebih konsumtif. Untuk mengatasi konflik ini, biasanya pemilik perusahaan akan meningkatkan hutangnya sehingga membatasi keinginan pengelola untuk menggunakan aliran kas. Dana yang diperoleh melalui hutang bank akan digunakan untuk investasi ke depan sehingga memberikan return yang positif. Jadi, peningkatan kebijakan hutang dapat meningkatkan kinerja perusahaan berlaku pada perusahaan keluarga skala UKM. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling (1976), Chen dan Steiner (1999), dan Morck dan Yeung (2003) yang menjelaskan peningkatan penggunaan hutang dapat mengurangi masalah agensi antara pengelola dengan pemegang saham. Teori ini juga berlaku tidak hanya untuk perusahaan besar atau go publik tetapi juga pada perusahaan skala UKM, baik itu perusahaan keluarga maupun bukan keluarga. Perusahaan keluarga skala UKM selalu menyisihkan labanya sebesar 50% untuk keberlangsungan usahanya. Sisanya, laba bersih sebesar 10-50% (lihat Tabel 1) pada variabel DIVD) digunakan untuk dibagikan kepada para anggota keluarga selaku pemegang saham. Pengelola sekaligus pemilik biasanya berusaha akan mempertahankan dan membesarkan bisnis keluarganya, agar keluarganya selalu mementingkan konsep family first business . Keharmonisan keluarga menentukan keberlangsungan hidup perusahaannya. Oleh karena itu, agar tidak terjadi konflik di dalam keluarga adalah dengan membagikan dividennya sesuai proporsi masing-masing. Jadi, kebijakan dividen sangat mempengaruhi kinerja perusahaan, karena kaitannya dengan keharmonisan keluarga dan keluarga akan mendukung bisnisnya.
PENUTUP Dalam penelitian ini analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kebijakan hutang, kepemilikan insider, dan kebijakan dividen terhadap kinerja perusahaan.Variabel-variabel independen yang digunakan yaitu rasio hutang (DEBT), kepemilikan insider (IOWN), kebijakan pembayaran dividen (DIVD), risiko bisnis (RISK), laba operasi (PROFIT) dan ukuran perusahaan (SIZE) sebagai variabel control. Kinerja perusahaan menggunakan nilai perusahaan diukur dengan tobin’s Q (TOBIN) sebagai variabel dependen. Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi dependen. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,941, artinya variabilitas variabel nilai perusahaan atau tobin’s Q (TOBIN) dapat dijelaskan sebesar 94,1% oleh variabel-variabel independen RISK, IOWN, DIVD, SIZE, PROFIT, dan DEBT. Sisanya sebesar 5,9% dijelaskan olehvariabel lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam model regresi. Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel terikat. Hasil uji F menunjukkan bahwa kebijakan hutang, kepemilikan insider, dan kebijakan dividen secara simultan mempengaruhi kinerja perusahaan. Adapun untuk melihat ada atau
46
Good Governance Menuju Kesejahteraan dan Kemandirian
tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen digunakan uji t. Dengan uji t, dapat diketahui hubungan antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen apakah positif atau negatif. Hasil uji t menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial (IOWN), kebijakan hutang (DEBT) dan kebijakan dividen (DIVD) memiliki pengaruh positif (+) terhadap kinerja perusahaan (TOBIN), sedangkan variabel RISK memiliki pengaruh negatif (-) terhadap kinerja perusahaan (TOBIN). Penelitian ini tidak meneliti semua peusahaan kecil dan menengah di Daerah Ostimewa Yogyakarta, oleh karena itu penelitian yang akan datang lebih baik memperbanyak sampel penelitian untuk mengetahui karakteristik perusahaan keluarga lebih baik lagi. Di samping itu, variable penelitian perlu dimodifikasi lagi misalnya dengan budaya perusahaan bagi perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel. Hal ini perlu dimasukkan karena budaya perusahaan bagi tiap-tiap perusahaan keluarga memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga dengan budaya yang berbeda tersebut akan menghasilkan kinerja yang berbeda juga.
DAFTAR PUSTAKA Agrawal, A. dan Knoeber, C. R. 1996. Firm performance and mechanisms to control Agency problem between manager and shareholders. Journal of Finance and Quantitative Analysis 31(3): 377-397. Agrawal, A. dan Mandelker, G. 1987. Managerial incentives and corporate investment and financing decisions. The Journal of Finance. 42(4): 823-837. Borokhovich, K. A., Brunarski, K. R., Harman, Y. dan Kehr, J. B. 2005. Dividends, corporate monitors and agency costs. The Financial Review 40(1): 37-65. Chen, Xia., Cheng, Qiang dan Dai, Zhonglan. 2006. Agency Problems in Family Firms: Evidence from CEO Turnover and Fim Valuation. Working Paper at the Accounting Research Conference of the Univiversities of British Colombia :1-41 Chen, C. dan Steiner, T. 1999. Managerial ownership and agency conflicts: A nonlinear simultaneous equation analysis of managerial ownership, risk taking, debt policy, and dividend policy. Financial Review 34: 119-136. Chen, C. dan Steiner, T. 2000. Tobin’s Q, managerial ownership, and analyst coverage. Journal of Economics and Business 52: 365-382. Crutchley, C.E. dan Hansen, R.S. 1989, A test of the agency theory of managerial ownership, corporate leverage, and corporate dividends. Financial Management 18: 36-46. Fama, E. F. 1980. Agency problem and the theory of the firm. Journal of Political 88: 288-307. Friend, I. dan Lang, L.H.P. 1988. An empirical test of the impact of managerial selfcorporate capital structure. The Journal of Finance 43(2): 271-281.
Economy
interest
on
Harjito, D. A. 2006. Substitution Relationship Between the Agency Problem Control Mechanisms in Malaysia: Simultaneous Equation Analysis, Jurnal Siasat Bisnis, Vol. 11: 117 – 127.
SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPERS UNIBA 2014
47
Jensen, G., Solberg, D. dan Zorn, T. 1992. Simultaneous determination of insider ownership, debt and dividend policies. Journal of Financial and Quantitative Analysis 27(2): 247–263. Jensen, M. C. 1986. Agency costs of free cash flow, corporate finance and takeovers. American Economic Review 76: 323-339. Jensen, M.C. dan Meckling, W.H. 1976. Theory of the firm: managerial behavior, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics 3: 305-360. Maury, B. 2005. Family ownership and firm performance: Empirical evidence from Western European corporations. Journal of Corporate Finance 12: 321-341. McConnell, J. dan Servaes, H. 1990. Additional evidence on equity ownership and value. Journal of Financial Economics 27(2): 595-612.
Corporate
Miguel, A., Pindado, J. dan de la Torne, C. 2005. How do entrenchment and expropriation phenomena affect control mechanism?. Corporate Governance: An International Review 13(4): 1-29. Morck, R. and Yeung, B. 2003. Agency Problems in Large Family Business Groups. Entrepreneurship: Theory and Practice 27 (4): 367-382. Morck, R.K., Shleifer, A. dan Vishny, R.W. 1988. Management ownership and market An empirical analysis. Journal of Financial Economics 20: 293-315.
valuation:
Myers, S. C dan Majluf, N. S. 1984. Corporate financing and investment decisions when firms have information that investors do not have. Journal of Financial Economics 13: 187-221. Pomerleano, M. 1998. The east Asia crisis and corporate finances: The untold story. Emerging Market Quarterly: 14-27.
microeconomic
Singh, M. dan Davidson III, W. N. 2003. Agency cost, ownership structure and Corporate governance mechanisms. Journal of Banking dan Financ e 27:793-816. Schulze, W.S., Lubaktin, M.H., Dino, R.N. dan Buchholtz, A.K. 2001. Agency Relationship in Family Firms: Theory and Evidence. Organization Science 12 (2): 99-116.
48
Good Governance Menuju Kesejahteraan dan Kemandirian