Hirarki Kebutuhan Maslow Dan Karma Capitalism Dalam Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Abraham_Maslow) disampaikan bahwa Abraham Maslow menggunakan piramida hirarki kebutuhan dalam memvisualisasi gagasannya. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhankebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Kebutuhan fisiologi ditempatkan pada tingkat yang paling bawah. Kebutuhan ini dinamakan juga kebutuhan dasar (basic needs) yang jika tidak dipenuhi bisa membuat manusia yang bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, muncullah kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety needs). Kebutuhan Rasa Aman (safety needs) berhubungan dengan jaminan keamanan, stabilitas, perlindungan, struktur, keteraturan, situasi yang bisa diperkirakan, bebas dari rasa takut dan cemas dan sebagainya. Sama halnya dengan basic needs, kalau safety needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan seseorang tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah yang makin negatif. Kebutuhan Sosial (social needs) adalah kebutuhan ketiga setelah kebutuhan dasar dan rasa aman relatif dipenuhi. Setiap orang ingin mempunyai hubungan yang baik dengan orang lain. Setiap orang ingin setia kawan dan butuh kesetiakawanan. Setiap orang pun ingin mempunyai kelompoknya sendiri, ingin punya "akar" dalam masyarakat. Setiap orang butuh menjadi bagian dalam sebuah keluarga, sebuah kampung, suatu marga, dan lain-lain. Setiap orang yang tidak mempunyai keluarga akan merasa sebatang kara. Kondisi seperti ini akan menurunkan harga diri orang yang bersangkutan.
1
Kebutuhan Harga Diri (esteem needs) muncul bila kebutuhan sosial relatif sudah terpenuhi. Ada dua macam kebutuhan akan harga diri. Pertama, adalah kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi, percaya diri dan kemandirian. Sedangkan yang kedua adalah kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting dan apresiasi dari orang lain. Orang-orang yang terpenuhi kebutuhan harga dirinya akan tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak tergantung pada orang lain dan selalu siap untuk berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization). www.oneearthcollege.com | Jl. Kaliurang Km 8.5,Damai-Perumahan Dayu Permai Blok P17-18. Yogyakarta - 55581. Indonesia. Telpon : +62 274 882 582 - Email :
[email protected]
Kebutuhan Aktualisasi Diri (self actualization) merupakan puncak dari hirarki kebutuhan oleh Maslow. Kebutuhan untuk mencapai potensi penuh seseorang sebagai makhluk hidup manusia di dunia, yang menyangkut keadilan, kebijaksanaan, kebajikan, dan kreativitas.
Dalam tahun-tahun berikutnya, Maslow menambahkan tingkat keenam dari hirarki kebutuhan, yaitu Kebutuhan Transendensi atau Transpersonal. Hal ini sebagai pengakuan atas realitas yang melampaui semua dari lima tingkat pertama termasuk tahap kelima Aktualisasi Diri. Sangat menarik bahwa lima kebutuhan Maslow telah dikenal secara luas, tetapi sangat sedikit yang mengetahui tentang tingkat keenam. Mengapa? Salah satunya adalah karena kelima hirarki Maslow berhubungan dengan ego. Walaupun sudah meningkat kualitasnya, tetapi semua kebutuhan tersebut masih berada dalam wilayah ego, sehingga mudah dipahami dan dilakoni. Sedangkan pada hirarki keenam tingkat kesadaran sudah meningkat dan yang dipikir dan dilakoni bukan hanya kepentingan pribadi, tetapi kepentingan keseluruhan.
Karena berada dalam wilayah ego, maka dalam pemenuhan kebutuhannya manusia mudah terjebak ke dalam sifat-sifat negatif dari ego. Ketika kebutuhannya selalu terpenuhi bisa muncul keangkuhan dan juga keterikatan terhadap kebutuhan tersebut. Dan dari keterikatan bisa meningkat kepada keserakahan, yang hanya memikirkan diri sendiri dan mengabaikan pemenuhan kebutuhan orang lain. “Capitalism” tumbuh subur dalam masyarakat yang “egobased”. Pada saat ini sudah disadari kelemahan-kelemahan sistem kapitalis dan masyarakat mulai mengubah prinsip “capitalism” menjadi “karma capitalism”
Program e-learning Neo Transpersonal Psychology (http://stponline.oneearthcollege.com/) adalah salah satu program dari One Earth College (http://www.oneearthcollege.com/) yang membahas tentang peningkatan kesadaran dari kesadaran personal, ego-based menuju kesadaran transpersonal, intelegensia-based. Materi program e-learning dibuat oleh Bapak Anand Krishna.
2
Dalam buku “Karma Yoga bagi Orang Moderen, Etos Kerja Transpersonal untuk Zaman Baru”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2011 disampaikan bahwa Bung Karno (1901-1970) berkata: “Kami berusaha membangun suatu dunia yang sehat dan aman. Kami berusaha www.oneearthcollege.com | Jl. Kaliurang Km 8.5,Damai-Perumahan Dayu Permai Blok P17-18. Yogyakarta - 55581. Indonesia. Telpon : +62 274 882 582 - Email :
[email protected]
membangun suatu dunia, di mana setiap orang dapat hidup dalam suasana damai. Kami berusaha membangun suatu dunia, di mana terdapat keadilan dan kemakmuran untuk semua orang. Kami berusaha membangun suatu dunia di mana kemanusiaan dapat mencapai kejayaannya yang penuh.” Pernyataan Bung Karno tentang dunia yang sehat, aman, damai, terdapat keadilan dan kemakmuran untuk semua orang adalah sebuah pernyataan holistik, yang sadar bahwa diri kita berhubungan dengan orang banyak. Ada beberapa sistem untuk mencapai hal tersebut seperti komunisme, sosialisme dan kapitalisme.
Berikut ini beberapa pandangan yang kami kutip dari buku “Karma Yoga bagi Orang Moderen, Etos Kerja Transpersonal untuk Zaman Baru”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2011 tentang pemahaman Karma Capitalism, Kapitalisme yang Sadar akan Hukum atau Peraturan Karma. Kapitalisme yang tidak merampas dan menjarah hak orang lain untuk memperkaya diri. Karma berarti “karya” – pekerjaan, perbuatan. Hukum Karma adalah Hukum Pekerjaan, Hukum Tindakan, Hukum Perbuatan. Hukum dalam pengertian “law” atau peraturan, bukan “punishment” atau hukuman. Persis sama seperti Hukum Aksi-Reaksi. Hukum Karma adalah Hukum Aksi-Reaksi, Hukum Sebab-Akibat. Ada aksi, ada reaksi - ada sebab, ada akibat. B. J. Gupta berpendapat: “Tidak semua jari berukuran sama. Komunisme adalah ketika Anda memotong jari yang lebih panjang supaya sama dengan jari yang pendek. Sosialisme adalah ketika Anda menarik paksa jari yang pendek supaya berukuran sama seperti jari yang panjang. Dan, kapitalisme adalah ketika Anda tidak berbuat apa-apa.”
3
Kapitalisme, sebagaimana kita mengenalnya saat ini, bisa melahirkan para dermawan yang selalu siap dengan uang receh untuk dilemparkan kepada mereka yang butuh. Proses pelemparannya bisa dipercantik, dengan membangun rumahsakit, sekolah, tempat ibadah, dan membiayai berbagai proyek. Tetapi, ia tidak pernah berusaha untuk mencabut akar kesenjangan. Kapitalisme membenarkan kesenjangan dengan dalil kebebasan dan fair-play, “Aku sudah bekerja keras untuk membangun kerajaanku. Janganlah menyalahkan aku jika disekitarku masih banyak orang miskin. Salah sendiri, kenapa mereka bermalas-malasan? Kenapa mereka tidak mau bekerja keras?”
www.oneearthcollege.com | Jl. Kaliurang Km 8.5,Damai-Perumahan Dayu Permai Blok P17-18. Yogyakarta - 55581. Indonesia. Telpon : +62 274 882 582 - Email :
[email protected]
Seorang karma-capitalist menegurnya, “Berjujurlah dengan diri sendiri, apakah keuntungan yang kau raih itu tanpa menipu dan merampas hak orang lain? Apakah kau sudah cukup peduli terhadap lingkungan?” Hendaknya korporasi tidak bereaksi terhadap pasar saja, dan menjadi mesin pencetak uang. Setiap perusahaan dikelola oleh manusia, diperuntukkan bagi manusia, dan memiliki hubungan simbiotik (saling keterkaitan) dengan dunia manusia.
Menjalankan usaha demi uang saja bukanlah manajemen gaya Bhagavad Gita. Manajemen tidak dapat memikirkan uang atau keuntungan saja. Ia juga mesti memikirkan hal-hal lain yang terkait dengan tanggungjawabnya terhadap masyarakat. Hendaknya seorang eksekutif termotivasi untuk memajukan usahanya bukan sekedar untuk mencari keuntungan materi, tapi juga untuk berkontribusi terhadap pembangunan negara dan bangsa. Hendaknya ia berkarya demi kesejahteraan setiap pekerja yang terlibat dalam usahanya, dan demi kepentingan umum sehingga sebanyak mungkin orang dapat memperoleh manfaat dari usahanya. Seorang eksekutif mesti tegas, disiplin, bisa bekerjasama diatas landasan yang tetap mengutamakan kedaulatan masing-masing pihak - namun tetap bersemangatkan seorang pelayan. Ia memimpin untuk melayani, bukan untuk menguasai, apalagi untuk memperbudak. Etos baru yang dibangun oleh seorang pemimpin sejati tidak berlandaskan pilih kasih, pilih tebang, kolusi, korupsi, ataupun nepotisme. Etos baru yang dibangunnya berlandaskan empati, saling kasih-mengasihi, dan saling membantu.
4
“Gotong Royong”, sebagaimana dicetuskan oleh founding fathers bangsa kita adalah etos baru kepemimpinan yang dimaksud. Sungguh sangat disayangkan bila etos yang merupakan buah kearifan lokal ini terlupakan, dan kita malah meniru etos lama dari Barat yang justru mulai ditinggalkan oleh orang Barat sendiri.
www.oneearthcollege.com | Jl. Kaliurang Km 8.5,Damai-Perumahan Dayu Permai Blok P17-18. Yogyakarta - 55581. Indonesia. Telpon : +62 274 882 582 - Email :
[email protected]
Pendekatan sepotong-sepotong telah menghasilkan peradaban yang pincang. Ini yang terjadi selama beberapa abad terakhir hingga kuarto terakhir abad silam. Sejak tahun 1960-1970an Manusia Barat sudah mulai menoleh ke arah Timur untuk inspirasi, dan pendekatan holistik terhadap segala tantangan yang dihadapinya. Dari kesehatan dan hubungan keluarga hingga kesejahteraan dan keadilan – semua aspek kehidupan memang membutuhkan pendekatan secara holistik atau menyeluruh.
Berbicara tentang manajemen dan kepemimpinan – pendekatan holistik menjadi sama pentingnya. Para pemegang saham tidak bisa lagi memikirkan dirinya saja. Mereka juga mesti memikirkan kesejahteraan karyawan, kepuasan para konsumen dan/atau pengguna jasa, bahkan kepentingan masyarakat umum, dan kelestarian lingkungan hidup. Seorang Karma-Capitalist selalu memikirkan kebaikan konsumennya, ini yang membedakan dia dari kapitalis biasa. Dalam hal bermitra pun, seorang kapitalis biasa akan lebih mementingkan keuntungan dirinya. Keuntungan mitra usahanya menjadi urusan sekunder, bukan primer. Persis seperti perusahaanperusahaan raksasa yang tidak segan menjarah hasil bumi negara-negera berkembang dan memiskinkan mereka. Karma Capitalism, singkat kata, adalah Kapitalisme penuh Kepedulian..... Pelakunya, seorang Karma Capitalist, adalah orang yang peduli terhadap sesama dan terhadap lingkungan - terhadap dunia, terhadap planet bumi.
Untuk Kebahagiaan Sejati, Ikuti Program Online Spiritual Trasnpersonal Psychology http://www.oneearthcollege.com/ Situs artikel terkait http://www.oneearthmedia.net/ind/ 5
http://triwidodo.wordpress.com http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo www.oneearthcollege.com | Jl. Kaliurang Km 8.5,Damai-Perumahan Dayu Permai Blok P17-18. Yogyakarta - 55581. Indonesia. Telpon : +62 274 882 582 - Email :
[email protected]
http://www.kompasiana.com/triwidodo http://twitter.com/#!/triwidodo3 November 2011
Oleh : Ir. Triwidodo Djokorahardjo, M.Eng (Ketua Program Studi OEC) 6
www.oneearthcollege.com | Jl. Kaliurang Km 8.5,Damai-Perumahan Dayu Permai Blok P17-18. Yogyakarta - 55581. Indonesia. Telpon : +62 274 882 582 - Email :
[email protected]