Aspal Defenisi : Material berwarna hitam atau coklat tua. Pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, jika dianaskan sampai temperatur tentu dapat menjadi lunak / cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan campuran aspal beton atau sapat masuk kedalam pori-pori yang ada pada penyemprotan/ penyiraman pada perkerasan macadam atau pelaburan. Jika temperatur mulai turun. Aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat Termoplastis)
Hidrocarbon adalah bahan dasar utama dari aspal yang umumnya disebut bitumen. Sehingga aspal sering juga disebut bitumen, Aspal merupakan salah satu material konstruksi perkerasan lentur . Aspal merupakan komponen kecil . Umumnya 4 – 10 % dari berat campuran. Tetapi merupakan komponen yang relatif mahal Aspal umumnya berasal dari salah satu hasil destilasi minyak bumi (Aspal Minyak) dan bahan alami (aspal Alam), Aspal minyak (Aspal cemen) bersifat mengikat agregat pada campuran aspal beton dan memberikan lapisan kedap air. Serta tahan terhadap pengaruh asam, Basa dan garam, Sifat aspal akan berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan rapuh dan akhirnya daya adhesinya terhadap partikal agregat akan berkurang.
Aspal Alam : - Aspal Gunung (Rock Asphalt) ex : Aspal P. Buton - Aspal Danau (Lake Asphalt) ex : Aspal Bermudez, Trinidad
Jenis Aspal Berdasarkan cara mendapatkannya
Aspal Buatan : - Aspal Minyah Merupakan hasil destilasio minyak bumi -
Tar Merupakan hasil penyulingan batu bara dan kayu (tidak umum dugunakan, peka terhadap perubahan temperatur dan beracun)
Berdasarkan jenis bahan dasarnya
Aspal Minyak
Berdasarkan bentuknya
-
Asphaltic base crude oil Bahan dasar dominan aspaltic
-
Parafin base crude oil Bahan dasar dominan parafin
-
Mixed base crude oil Bahan dasar campuran asphaltic dan parafin
-
Aspal keras/panas (Asphalt cemen) aspal yang digunakan dalam keadaan panas dan cair, pada suhu ruang berbentuk padat
-
Aspal dingin / Cair (Cut Back Asphalt) aspal yang digunakan dalam keadaan dingin dan cair, pada suhu ruang berbentuk cair
-
Aspal emulsi (emulsion asphalt) aspal yang disediakan dalam bentuk emulsi dandigunakan dalam kondisi dingin dan cair
Proses Penyulingan minyak bumi untuk menghasilkan aspal
Skema Proses Pembuatan aspal Minyak Light gases
Refotming
Gasoline
Naptha Chemical Crude Oil
Atmospheric destilation
Aviotion Fuel Kerosine Domestic Fuel Gas Oil
Diesel Fuel Domestic Fuel
Long Residue
Vacuum Destilation
destilate
Cracking
Gasoline Chemical
Lube Oil manifacture
Short Residue Bitumen Feedstock Fuel Oil
Jenis Tungku Destilasi Ter Tungku Destilasi Vertikal
Tungku Destilasi Horozontal Tungku D estilasi Horizontal
Pemanas
Pemanas (Suhu 1000° - 1250° C) Tungku Destilasi Vertikal
Hasil Donominasi Oleh Aromat yang tidak bermuatan listrik
Pem anas (Suhu 1000° - 1250° C)
Hasil Ter didominasi oleh Cresol dan Phenol yang bermuatan listrik OH
OH
AROMAT
O- H +
Karen ter bermuatan listrik maka kelekatan ter lebih baik terhadap agregat dari pada aspal
CRESOL
O- H + PHENOL
Perbandingan sifat aspal dengan ter Bitument (aspal)
Sifat
Ter
Coklat - hitam
Warna
Coklat - Hitam
Cair - padat
Bentuk
cair
Larut
Dalam CS2/CCl4 larut
Tidak larut
Dalam Air
Berbau biasa
Bau
Ada yang bergandengan
Aromat
Tidak Larut Berbau khas (Aromat bersifat harum) tunggal
C Y C LO N
AROM AT
NAPHTENE
Aspal keras (asphalt cemen, AC)
Aspal keras pada suhu ruang (250 – 300 C) berbentuk padat Aspal keras dibedakan berdasarkan nil;ai penetrasi (tingkat kekerasannya) Aspal keras yang biasa digunakan : - AC Pen 40/50, yaitu aspal keras dgn penetrasi antara 40 – 50 - AC pen 60/70, yaitu aspal keras dgn penetrasi antara 60 – 79 - AC pen 80/100, yaitu aspal keras dengan penetrasi antara 80 – 100 - AC pen 200/300, yaitu aspal keras dengan penetrasi antara 200-300 Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas, volume lalu lintas tinggi. Aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin, lalu lintas rendah. Di Indonesia umumnya digunakan aspal penetrasi 60/70 dan 80/100.
Aspal cair (Cut Back Asphalt)
Aspal cair merupakan campuran aspal keras dengan bahan pengencair dari hasil penyulingan minyak bumi Pada suhu ruang berbentuk cair Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan penguapan bahan pelarutnya, aspal cair dibedakan atas : 1. RC (Rapid curing cut back ) Merupakan aspal keras yang dilarutkan dengan bensin (premium), RC merupakan curback asphal yang paling cepat menguap. RC cut back asphalt dugunakan sebagai : - Tack coat (Lapis perekat) - Prime Coat (Lapis resap pengikat) 2. MC (Medium Curing cut back) Merupakan aspal keras yang dilarutkan dengan minyak tanah (Kerosine). MC merupakan cutback aspal yang kecepatan menguapnya sedang.
3. SC (Slow Curing cut back) Merupakan aspal keras yang dilarutkan dengan solar, SC merupakan cut back asphal yang paling lama menguap. SC Cut back asphalt digunakan sebagai : - Prime coat - Dust laying (lapis pengikat debu)
Cut back aspal dibedakan berdasarkan nilai viscositas pada suhu 600 ex : RC 30 – 60 MC 30 – 60 SC 30 – 60 RC 70 – 140 MC 70 – 140 SC 70 - 140 Makin Kental
Aspal emulsi
Aspal emulsi adlah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi E m u ls ife r Agent
A ir
A spal
A s p a l E m u ls i
B e r s ifa t k o lo id b u a ta n ( s u s p e n s i)
Emulsifer agent merupakan ion bermuatan listrik (Elektrolit), (+) Cation ; (-) Annion Emulsifer agent berfungsi sebagai stabilisator Partikel aspal melayang-layang dalam air karena partikel aspal diberi muatan listrik.
Berdasarkan muatan listriknya, aspal emulsi dapat dibedakan atas ; 1. Kationik, disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang bermuatan arus listrik posirif 2. Anionik, disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang bermuatan negatif 3. Nonionik, merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi, berarti tidak mengantarkan listrik. Yang umum digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal emulsi anionik dan kationik. Berdasarkan kecepatan pengerasannya aspal emulsi dibedakan atas - Rapid Setting (RS), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga pengikatan cepat terjadi. Digunakan untuk Tack Coat - Medium Setting (MS), Digunakan untuk Seal Coat - Slow Seeting (SS), jenis aspal emulsi yang paling lambat menguap, Digunakan Sebagai Prime coat
Aspal Buton
Aspal buton merupakan aspal alam yang berasal ddari pulau buton, Indonesia. Aspal ini merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk bantuan. Karena aspal buton merupakan bahan alam maka kadar bitumennya bervariasi dari rendah sampai tinggi. Berdasarkan kadar bitumennya aspal buton dibedakan atas B10, B13, B20, B25, dan B30 (Aspal Buotn B10 adalah aspal buton dengan kadar bitumen rata-rata 10%)
Komposisi aspal
Aspal merupakan unsur hydrocarbon yang sangat komplek,sangat sukar memisahkan molekul-molekul yang memberntuk aspal tersebut Secara umum komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang larut dalam heptane. Maltenes merupakan cairan kental yang terdiri dari resin dan oils, dan larut dalam heptanes Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Oils adalah media dari asphaltenes dan resin, berwarna lebih muda Proporsi dari asphaltenes, resin, oils berbeda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatan dan ketebalan aspal dalam campuran.
Aspal secara kimia terdiri dari - Aromat - Parafin - Alefine
Parafine merupakan rangkaian hidrocarbon yang jenuh bercabang CH3 – CH2 – CH – CH2 – CH2 - ………. I CH3
Olefine merupakan rangkaian hidrocarbon yang tak jenuh CH3 – CH = CH2 = CH2 = ………..
Kandungan aspal secara fisik Asphaltenes Maltenes Resin Minyak
Lainnya
Sifat kimia dan sifat fisik aspal saling berhubungan
Kelekatan Durabulity Kepekaan terhadap suhu
Sifat Kimia Base on Aromat
Sifat Fisik Base on Resin
Base on Parafin
Base on Ikatan Maltene Base on Maltene
Base on Parafin
Ilustrasi Komposisi Aspal Minyak
ASPHALTENES
RESIN
OILS
Pada aspal buatan maltene lebih dominan (lebih banyak), maka bentuknya semi solid Pada aspal alam kebanyakan asphaltene saja, jadi bentuknya cenderung padat
Sifat aspal minyak juga dipengaruhi minyak mentah penyusunnya Sifat Parafinic base crude oil : a. Mudah teroksidasi b. Pada suhu panas, leleh dan pada suhu rendah mengeras dan rapuh c. Adhesi kecil d. Dactilitas kecil Sifat – sifat seperti parafin base crude oil tidak diingini pada konstruksi jalan Sifat asphaltene base crude oil bertolak belakang dengan sifat parafinic crude oil, dan hal ini menguntungkan untuk dipakai pada konstruksi jalan.
Fungsi Aspal Dalam Konstruksi Perkerasan Jalan
Sebagai Bahan Pengikat: Memeberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan antara aspal itu sendiri Bahan Pengisi Mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada antara agregat itu sendiri.
Sifat – sifat aspal
Sifat aspal adalah coloidal antara asphaltens dengan maltene Daya tahan (durabilitas) daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat penbgaruh cuaca selama masa pelayanan jalan Sifat adhesi dan kohesi Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap pada tempatnyasetelah terjadi pengikatan.
• Kepekaan terhadap temperatur Aspal merupakan bahan yang termoplastis, artinya akan menjadi keras dan kental jika temperatur rendah dan menjadi cair (lunak) jika temperatur tinggi. Akibat perubahan temperatur ini viscositas aspal akan berubah seiring dengan perubahan elastisitas aspal tersebut. oleh sebab itu aspal juga disebut bahan yang bersifat visko elastis. Kepekaan terhadap suhu perlu diketahui untuk dapat ditentukan suhu yang baik campuran aspal di campur dan dipadatkan. • Kekerasan aspal Kekerasan aspal tergantung dari viscositasnya (kekentalannya). Aspal pada proses pencampurandipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal . Pada proses pelaksanaan terjadi oksidasi yang mengakibatkan aspal menjadi getas (Viskositas bertambah tinggi). Peristiwa tersebut berlansung setelah masa pelaksaan selasai. Pada masa pelayanan aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yan besarnya dipengaruhi ketebalan aspal menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal yang menyelimuti agregat , semakin tinggi tingkat kerapuhan yang terjadi.
Pemeriksaan Aspal
Pemeriksaan penetrasi Pemeriksaan titik lembek Pemeriksaan Titik nyala dan titik bakar Pemeriksaan penurunan berat aspal Pemeriksaan kelarutan dalam karbon tetrakolrida Pemeriksaan daktilitas Pemeriksaan beratjenis Pemeriksaan viskositas
Pemeriksaaan Penetrasi
Pemeriksaan Ductility
Pemeriksaan Titik Lembek
Pemeriksan Kehilangan Berat Aspal
Pemeruksaan Titik Nyala Titik Bakar
Persyaratan Aspal Keras Pen 60/70 Jenis Pemeriksaan Penetrasi (250 C, 100 gr, 5 det) Titik Lembek (ring ball) Titik Nyala, Cleaveland Daktilitas (250 C, 5 cm/menit) Solubilitas/ Kelarutan dlm CCl4 Kehilangan berat, 1630 C, 5 jam Penetrasi setelah kehilangan berat Berat Jenis (25 0 C) Sumber : Bina Marga (1989), SNI No. 1737 – 1989 – F
Penetrasi 60/70 Min Max 60 79 48 58 ≥ 200 ≥ 225 ≥ 100 ≥ 100 14 14 0,8 54 1 -
Satuan 0,1 mm 0C 0C cm % % % semula gr/cc
Aspal Beton • Aspal beton adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat degan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan, yang dicampur, dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu. • Campuran beraspal menggunakan aspal cemen/aspal keras yang dicampur pada suhu 1400 – 1600 C dan dihampar dan dipadatkan dalam kondisi panas disebut aspal campuran panas (Hot mix Asphalt) • Campuran beraspal yang menggunakan aspal cair dan dicampur pada suhu ruang dikenal sebagai aspal campuran dingin (Cold Mix Asphalt)
Karakteristik Beton Aspal • Stabilitas, adalah kemampuan perkerasan aspal menerima baban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap, seperti gelombang, alur dan bleeding. Faktor yang mempengaruhi niali stabilitas beton aspal : - Gesekan internal, yang berasal dari kekasaran permukaan butiran agregat, luas bidang kontak, bentuk butiran, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal - Kohesi, adalah gaya iktan aspal yang berasal dari daya lekat aspal terhadap agregat. Daya kohesi terutama ditentukab oleh penetrasi aspal, perubahan viscositas akibat temperatur, tingkat pembebanan, komposisi kimiawi aspal, efek dari wakti dan umur aspal. • Keawetan/durabilitas, adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dgn permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh suhu dan iklim • Kelenturan/fleksibilitas adalah kemampuanbeonaspal untuk menyesusikan diri akibat penurunan danpergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadinya retak
Ketahan terhadap kelelahan/Fatique reistance, adalah kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak Kekesatan/tahanan geser /Skid resistance, adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama kondisi basah, memebrikan gaya gesk pada roda kendaraan sehinga kendaraan tidak tergelincir atau slip Kerdap air/impermeabilitas, adalah kemapuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara kedalam lapisan beton aspal. Mudah dilaksanakan/Workability, adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan. Tingkat workability menentukan tingkat efisiensi pekerjaan.
Skema Volume Beton Aspal
Vmb = volume bulk campuran beton aspal padat Vsb = volume bulk dari agregat Vse = volume efektif agregat VMA = volume pori antara butiran agregat di dalam beton aspal padat Vmm = volume tanpa pori udara dari aspal beton padat VIM = Volume pori udara dalam aspal beton padat VFA = Volume pori antar agregat yang terisi aspal pada beton aspal Vab = Volume aspal yang terabsorbsi ke dalam agregat dari beton aspal padat
Ilustrasi VIM dan VMA Beton Aspal Padat
A1. Persamaan-persamaan Marshall Berat Jenis Bulk dari total agregat:
P1 + P2 + P3 + ... + Pn G sb = P1 P2 P3 Pn + + + ..... + G sb 1 G sb 2 G sb 3 G sbn Berat Jenis Aparent dari Total Agregat : G sa =
P1 + P2 + P3 + ...... + Pn P3 Pn P1 P2 + + ...... + G sa 1 G sa 2 G sa 3 G san
Berat Jenis Efektif dari Total Agregat:
Gsb + Gsa Gse = 2
Berat Jenis Teoritikal Maksimum dari Campuran (Compacted Mixture):
Gmm =
Pmm PS
Gse
+
Pb
Gb
Rongga Udara dalam Campuran (Void in the Compacted Mixture) dalam persen terhadap total volume:
Gmm + Gmb VIM = 100 x Gmm Rongga dalam mineral agregat (Void in the Mineral Aggregate) dalam persen terhadap total volume:
Gmb .Ps VMA = 100 − Gsb
Berat isi atau kepadatan (density) Density = Berat benda uji di udara Isi benda uji
Kepadatan agregat terkompaksi (Compacted Aggregate Density):
100 − Pb CAD = Density. 100 Persen rongga terisi aspal (Voids Filled with Binder) dalam persen terhadap VMA:
VMA − VIM VFB = 100 VMA
Pengujian Marshall • Pengujian marshall untuk mengetahui kinerja beton aspal yang dikembangkan pertama kali oleh Bruce Marshall dan dilanjutkan oleh US Corps Engineer. • Alat marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (Cincin penguji) berkapasitas 22.2 KN dan flow meter. Proving ring digunakan untuk mengukur stabilitas dan flow meter utnuk mengukur kelelehan plastis • Benda uji marshall berbentuk silinder dengan diamater 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm) • Prosedur pengujian marshall mengikuti SNI 06-2489-1991 • Secara garis besar pengujian marshall meliputi : persiapan benda uji - Penentuan berat jenis benda uji - Pemeriksaan nilai stabilitas dan flow - Perhitungan sifat volumetrik benda uji
JOB MIX DESIGN • Rancangan campuran bertujuan untuk mendapatkan resep campuran dari material yang terdapat dilokasi sehingga dihasilkan campuran yang memenuhi spesifikasi campuran yang telah ditetapkan. • Metoda rancangan berdasarkan pengujian empiris terdiri dari 4 tahap: 1. Menguji Sifat Agregat dan aspal yang akan digunakan sebagai bahan campuran 2. Rancangan campuran di laboratoriumyang menghasilkan rumus campuran 3. Kalibrasi hasil rancangan campuran ke instalasi pencampuran yang akan digunakan. 4. Berdasarkan rumus campuran dilakukan percobaan campuran dan penghamparan dan pemadatan
Syarat Aspal Keras Persyaratan N o
Pen. 60/70 Jenis Pengujian
Pen. 80/100
Min
Max
Min
Max
Satuan
60
79
80
99
0.1 mm
48
58
46
54
100
-
100
-
-
0,8
-
0,1
% berat
5. Berat Jenis (25 C)
1
-
1
-
-
6. Penetrasi setelah kehilangan berat*
54
-
50
-
% semula
7. Daktilitas setelah kehilangan berat*
50
-
75
-
cm
1. Penetrasi detik)
0
(25 C, 100 gr, 5
2. Titik Lembek (Ring and Ball) 0
3. Daktilitas (25 C, 5 cm/menit) 0
4. Kehilangan Berat (165 C, 5 Jam)* 0
0
C
cm
Syarat Agregat No.
Jenis Pengujian
I. Agregat Kasar 1 Berat Jenis - Berat Jenis Bulk - Berat Jenis SSD - Berat Jenis Apparent - Berat Jenis Efektif - Penyerapan 2 Pengujian Los Angeles Abrasion 3 Kelekatan Terhadap Aspal 4 Aggregate Impact Value 5 Aggregate Crushing Value 6 Indeks Kepipihan 7 Indeks Kelonjongan 8 Angka Angularitas II. Agregat Halus 9 Berat Jenis - Berat Jenis Bulk - Berat Jenis SSD - Berat Jenis Apparent - Berat Jenis Efektif - Penyerapan 10 Sand Equivalent Value
Metode Pengujian
Satuan
Spesifikasi Bina Marga Min. Mak.
SNI-1969-1990-F
SNI 03-2417-1991 SNI-2436-1991 BS 812: Part 3: 1975 BS 812: Part 3: 1975 BS 812: Part 1: 1975 BS 812: Part 1: 1975 BS 812: Part 1: 1975
% % % % % % % -
2,5 95 -
3 40 25 -
% %
2,5 50
3 -
SNI-1969-1990-F
SNI 03-4428-1997
FILLER Bahan filler berasal dari abu batu, terak dan bahan yang serupa yang bebas dari bahan – bahan organik dan mempunyai nilai indeks plastisitas tidak lebih besar dari 4. Bahan pengisi (filler) harus kering dan bebas dari bahan lain yang mengganggu dan apabila dilakukan pengujian analisa saringan secara basah, harus memenuhi gradasi seperti pada Tabel sebagai berikut : Ukuran Saringan
Persentase Berat yang lolos
No. 30
(0,590 mm)
100
No.50
(0,279 mm)
95 – 100
No. 100
(0,149 mm)
90 – 100
No. 200
(0,074 mm)
65 – 100
Macam Gradasi Untuk Laston
No. Campuran
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
Gradasi/Tekstur
Kasar
Kasar
Rapat
Rapat
Rapat
Rapat
Rapat
Rapat
Rapat
Rapat
Rapat
Tebal padat (mm)
20 – 40
25 – 50
20 – 40
25 – 25
40 – 65
50 – 75
40 – 50
20 – 40
40 – 65
40 – 65
40 – 65
Ukuran saringan
% berat yang lolos saringan
1 ½” (38.1 mm)
-
-
-
-
-
100
-
-
-
-
-
1” (25.4 mm)
-
-
-
-
100
90 – 100
-
-
100
100
-
¾” (19.1 mm)
-
100
-
100
80 – 100
82 – 100
100
-
80 – 100
85 – 100
100
½” (12.7 mm)
100
75 – 100
100
80 – 100
-
72 – 90
80 – 100
100
-
-
-
3/8” (9.52 mm)
75 – 100
65 – 85
80 – 100
70 – 90
60 – 80
-
-
-
65 – 85
56 – 78
74 – 92
no. 4 (4.76 mm)
35 – 55
35 – 55
55 – 75
50 – 70
48 – 65
52 – 70
54 – 72
62 – 80
46 – 65
36 – 60
48 – 70
no. 8 (2.38 mm)
20 – 35
20 – 35
35 – 50
35 – 50
35 – 50
40 – 56
42 – 58
44 – 60
34 – 54
27 – 47
33 – 53
no. 30 (0.59 mm)
10 – 22
10 – 22
18 – 29
18 – 29
19 – 30
24 – 36
26 – 38
28 – 40
20 – 35
13 – 28
15 – 30
no. 50 (0.27 mm)
6 – 16
6 – 16
13 – 23
13 – 23
13 – 23
16 – 26
18 – 28
20 – 30
16 – 26
9 – 20
10 – 20
no. 100 (0.149 mm)
4 – 12
4 – 12
8 – 16
8 – 16
7 – 15
10 – 18
12 – 20
12 – 30
10 – 18
-
-
no. 200 (0.074 mm)
2–8
2–8
4 – 10
4 – 10
1–8
6 – 12
6 – 12
6 – 12
5 – 10
4–8
4–9
Syarat Campuran Laston
Sifat Campuran Stabilitas (kg) Kelelehan (mm) Marshall Quotient, (Stabilitas/Kelelehan) (kg/mm) Rongga dalam campuran, VIM (%)
L.L. Berat
L.L. Sedang
L.L. Ringan
(2x75 tumb)
(2x50 tumb)
(2x35 tumb)
Min
Max
Min
Max
Min
Max
550
-
450
-
350
-
2
4
2
4,5
2
5
200
350
200
350
200
350
3
5
3
5
3
5
75
-
Lihat Tabel 2.5
Rongga dalam agregat, VMA (%) Indeks Perendaman (%)
75
75
-
Syarat VMA Ukuran Maksimum Nominal Agregat
Persentase Minimum Rongga Dalam Agregat
No. 16
1,18 mm
23,5
No. 8
2,36 mm
21
No. 4
4,75 mm
18
3/8 inch
9,50 mm
16
½ inch
12,50 mm
15
¾ inch
19,00 mm
14
1 inch
25,00 mm
13
1 ½ inch
37,50 mm
12
2 inch
50,00 mm
11,5
2 ½ inch
63,00 mm
11
Contoh Perhitungan : Berat jenis Agregat Kasar: BJ Bulk = 2.638 BJ SSD = 2.686 BJ Aparent = 2.770 Berat Jenisa Agregat Halus : BJ Bulk = 2.596 BJ SSD = 2.608 BJ Aparent = 2.636 Berat Jenis Filler ; BJ Filler = 3.14 Berat Jenis Aspal : BJ Aspal = 1.04
Berat Jenis Bulk
SSD
Aparent
Efektif ((Bulk+Apparent)/2)
Agregat Kasar
2,638
2,686
2,77
2,704
Agregat Halus
2,596
2,608
2,636
2,616
Filler
3,14
Aspal
1,04
Komposisi Agregat Agregat Kasar
0,41
Agregat Halus
0,53
Filler
0,06 1,00
Berat Jenis Agregat Kasar: BJ Bulk
Gsb1
:= 2.638
BJ Efektif
Gse1
:= 2.704
BJ Bulk
Gsb2
:= 2.596
BJ Efektif
Gse2
:= 2.616
BJ Bulk
Gsb3
:= 3.14
BJ Efektif
Gse3
:= 3.14
Berat Jenis Agregat Halus:
Berat Jenis Filler :
Berat Jenis Aspal
Gb := 1.04
Proporsi Fraksi Agregat Dalam Campuran Agregat Agregat Kasar
P1 := 0.41
Agregat Halus
P2 := 0.53
Filler
P3 := 0.06
Berat Jenis Bulk campuran agregat Gsb :=
( P1 + P2 + P3)
P1 + P2 + P3 Gsb1 Gsb2 Gsb3
Gsb = 2.641 Berat Jenis Efektif Campuran Agregat ( P1 + P2 + P3) Gse := P1 + P2 + P3 Gse1 Gse2 Gse3 Gse = 2.679
Perhitungan Untuk Kadar aspal
Pb := 6%
Ps := 100% − Pb Ps = 0.94 Berat Jenis Teoritis Maksimum Aspal Beton Sebelum Diapdatkan Gmm:=
100
Ps ⋅ 100 + Pb⋅ 100 Gse Gb
Gmm= 2.447
Jika Berat Sampel Campuran Aspal Beton Adalah Sebagai Beriku : Bk := 1200.7
gram
Berat Dalam Air
Ba := 670
gram
Berat SSD
Bssd := 1203.6
Berat kering
gram
Volume Sampel ; Va := Bssd − Ba Va = 533.6
cm3
Berat Isi/Berat Jenis Bulk Aspal Beton Bk Gmb := ( Bssd − Ba) Gmb = 2.25
gram cc
Kadar aspal yang terabsorbsi Pab := 100⋅
( Gse − Gsb)
⋅ Gb Gsb⋅ Gse
Pab = 0.557 Kadar Aspal efektif dari beton aspal Pab Pae := Pb − ⋅ Ps 100 Pae = 0.055 Persentase Pori antar Butiran agregat (VMA) ( Gmb⋅ Ps ⋅ 100) VMA := 100 − Gsb VMA = 19.901
Persentase Pori Benda Uji ( Gmm− Gmb) VIM := 100⋅ Gmm VIM = 8.051 Persentase Pori Terisi Aspal (VFA) VFA :=
[ 100⋅ ( VMA − VIM) ] VMA
VFA = 59.543 %
Bj Aspal
:
1,0374
Kalibrasi Alat
:
1,26
:
2,715
Suhu Pencampuran
: 160 C
Bj Apparent Agregat Bj Effektif Agregat
: :
2,775 2,745
Suhu Pemadatan
: 140 C
8 8 8
1279,6 1274,7 1268,9
1279,8 1275,0 1269,0
748,0 745,0 742,0
9 9 9
1280,9 1279,3 1278,9
1281,2 1279,6 1279,8
738,0 737,0 735,0
N 1071,0 1094,9 1120,1 1095,4 1150,4 1192,0 1203,3 1181,9 1280,2 1304,1 1316,7 1300,3 1197,0 1020,6 1246,1 1154,6 981,5 1052,1 1026,9 1020,2
O 1028,2 1051,1 1075,3 1051,5 1150,4 1144,3 1203,3 1166,0 1229,0 1251,9 1264,0 1248,3 1149,1 979,8 1196,3 1108,4 912,8 978,5 955,0 948,8
P 2,80 2,80 2,90 2,83 3,30 3,50 3,40 3,40 3,40 3,60 3,60 3,53 3,70 3,80 3,90 3,80 4,10 4,20 4,40 4,23
Q 367,20 375,41 370,80 371,14 348,60 326,94 353,91 343,15 361,46 347,76 351,12 353,45 310,57 257,84 306,74 291,72 222,64 232,97 217,05 224,22
Kepadatan Agregat Terkompaksi (Compacted Aggregate Density ,CAD)
740,0 743,0 745,0
M 850,0 869,0 889,0 869,3 913,0 946,0 955,0 938,0 1016,0 1035,0 1045,0 1032,0 950,0 810,0 989,0 916,3 779,0 835,0 815,0 809,7
Hasil Bagi Marshall (Marshall Qoutient)(kg/mm)
1269,3 1271,2 1274,2
L 0,96 0,96 0,96 0,96 1,00 0,96 1,00 0,99 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,93 0,93 0,93 0,93
Kelelehan (mm)
1267,6 1269,8 1272,4
K 61,9 58,0 57,0 59,0 80,9 73,0 77,1 77,0 85,0 86,8 86,9 86,3 95,7 95,5 96,1 95,7 93,5 93,4 91,5 92,8
Stabilitas Dengan Koreksi Benda Uji (kg)
7 7 7
J 6,490 7,523 7,811 7,275 3,251 4,757 3,847 3,952 2,694 2,322 2,307 2,441 0,792 0,836 0,725 0,784 1,361 1,375 1,804 1,514
Stabilitas (Dengan Kalibrasi Alat) (kg)
740,0 733,0 736,0
I 17,013 17,929 18,185 17,709 17,013 17,617 16,830 17,154 17,957 17,643 17,631 17,744 18,456 18,492 18,401 18,450 20,955 20,966 21,310 21,077
Pembacaan Arloji Stabilitas (kg)
1261,1 1260,7 1258,5
H 2,536 2,536 2,536 2,536 2,498 2,498 2,498 2,498 2,461 2,461 2,461 2,461 2,425 2,425 2,425 2,425 2,391 2,391 2,391 2,391
0
Stabilitas Koreksi Benda Uji
1259,4 1255,5 1255,0
G 2,371 2,345 2,338 2,352 2,417 2,379 2,402 2,399 2,395 2,404 2,404 2,401 2,406 2,405 2,408 2,406 2,358 2,358 2,347 2,354
% Rongga Terisi Aspal (VFA) (%)
6 6 6
F 526,9 532,4 530,0 529,8 521,1 527,7 522,5 523,8 529,3 528,2 529,2 528,9 531,8 530,0 527,0 529,6 543,2 542,6 544,8 543,5
% Rongga Dalam Campuran (VIM) (%)
E 728,0 724,0 720,0
% Rongga Dalam Mineral Agregat (VMA) (%)
D 1254,9 1256,4 1250,0
Berat Isi Benda Uji (gr/ml)
C 1249,5 1248,6 1239,1
Isi Benda Uji (ml)
Berat Benda Uji Dalam Air (gr)
Berat Benda Uji Jenuh Air (gr)
Berat Benda Uji Kering (gr)
% Aspal Terhadap Campuran
No Benda uji
B 5 5 5
Bj. Teoritis (campuran) (Gmm)
Berat Benda Uji (gr)
A 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
0
Bj Bulk Agregat
R 2,253 2,228 2,221 2,234 2,272 2,236 2,258 2,255 2,227 2,236 2,236 2,233 2,214 2,213 2,215 2,214 2,146 2,146 2,136 2,143
10 5, 0
8
4, 5
7
4, 0
Flow (m m )
VIM (%)
9
6 5 4 3
3, 5 3, 0 2, 5 2, 0
2 1 ,5
1
1 ,0
0 4
5
6
7
8
9
4
10
5
6
7
8
9
10
Kadar Aspal (%)
Kadar Aspal (%) 22, 0 21 , 0
VMA (%)
20, 0 1 9, 0 1 8, 0 1 7, 0 1 6, 0 1 5, 0 1 4, 0 1 3, 0 1 2, 0 4
5
6
7
8
9
10
500, 0
1 300 1 250 1 200 1 1 50 1 1 00 1 050 1 000 950 900 850 800 750 700 650 600 550 500 450
450, 0
MQ (Kg/m m )
S tabi li tas (Kg)
Kadar Aspal (%)
400, 0 350, 0 300, 0 250, 0 200, 0 1 50, 0 1 00, 0
4
5
6
7
8
Kadar Aspal (%)
9
10
4
5
6
7
8
Kadar Aspal (%)
9
10
Penentuan Kadar Aspal Optimum
No. 1 2 3 4 5
Kriteria
Spesifikasi
5
Kadar Aspal 6 7 8
VIM (%) 3-5 VMA (%) > 13 Stabilitas (kg) > 550 Flow (mm) 2-4 MQ (kg/mm) 200 - 350 6,25 %
9
Pengolahan Campuran Aspal
Parameter perencanaan Lapisan konstruksi jalan
Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi jalan • • • • • • • •
Fungsi dan kelas jalan Kinerja Perkerasan Umur Rencana Beban Lalu lintas Sifat dan daya dukung Tanah dasar Kondisi Lingkungan Sifat dan ketersediaan bahan konstruksi jalan Bentuk geometrik jalan
Kinerja perkerasan jalan • Keamanan, ditentukan berdasarkan gesekan akibat adanya kontak antara ban dan permukaan jalan • Wujud Perkerasan • Fungsi pelayanan Wujud perkerasan dan fungsi pelayanan umumnya satu kesatuan yag digambarkan dengan “Kenyamanan mengemudi (riding quality)”
Tingkat kenyamanan ditentukan berdasarkan anggapan ; • Jalan disediakan untk memberikan keamanan dan kenyamanan pada pemakai jalan • Kenyamanan sebenarnya merupakan faktor subjektif • Kenyamanan berkaitan dengan bentuk fisik perkerasan yang dapat diukur secara objektif • Wujud perkerasan juga dapat dapat diperolehdarisejarah perkerasan jalan • Pelayanan jalan dapat dinyatakan sebagai nilai rata-rata yang diberikan oleh sipemakai jalan.
Kinerja perkerasan dapat dinyatakan dengan : • Indeks permukaan / serviceability index
• Indeks kondisi jalan / road condition index
Indeks Permukaan (IP) 4 -5 3–4 2 -3 1–2 0 -1
Fungsi Pelayanan Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat
RCI
Kondisi permukaan jalan secara visuil
8 – 10 7–8 6–7 5–6
Sangat rata dan teratur Sangat baik, umumnya rata Baik Cukup, sedikit sekali atau tidak ada lubang, tetapi permukaan jalan tidak rata Jelek, kadang-kadang ada lubang, permukaan jalan tidak rata Rusak, bergelombang, banyak lubang Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah perkerasan hancur Tidak dapat dilalui, kecuali dengan 4 WD jeep
4–5 3–4 2–3 ≤2
Lalu Lintas • Tebal perkerasan jalan ditentukan dari besar beban yang akan dipikul. • Besar beban lalu lintas dapat diperoleh dari : - Analisa lalu lintas saat ini - Perkiraan pertumbuhan jumlah kendaraan selama umur rencana
Beban sumbu standar (Standar axle load) • Jenis kendaraan yang memakai jalan beraneka ragam variasi ukuran, beban, konvigurasi sumbu. • Perlu ada beban standar • Beban standar adalah beban sumbu tunggal roda ganda seberat 18.000 pound (8.16 Ton) 33 cm
Tekanan Angin = 5.5 kg/cm2
8.16 ton 11 cm
ESAL (Equivalent Standard Axle Load)
L ESAL = k 8.16
4
Dengan ; ESAL = Ekivalensi standard axle load L = Beban satu sumbu kendaraan k =1 ; untuk sumbu tunggal = 0.086 ; untuk sumbu tandem = 0.021 ; untuk sumbu triple
Lintas Ekivalen • • • •
Lintas ekivalen adalah repetisi beban yang dinyatakan dalam lintas sumbu standar diterima oleh konstruksi jalan. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah besarnya lintas ekivalen pada saat jalan tersebut dibuka LEP = Σ LHRi x Ei x Ci x (1 x i)n Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah besarnya lintas ekivalen pada saat jalan tersebut membutuhkan perbaikan (akhir umur rencana) LEA = LEP (1 + r)n Lintas Ekivalen Selama Umur Rencana (AE18KSAL/N) adalah jumlah lintasan ekivalen yang akan melintasi jalan selama masa layandari saat dibuka sampai akhir umur rencana. Nilai Kondisi (NK) Kondisi Perencan aan Ideal
NK o
Pemeliharaan Rutin dan Berkala
Peningkatan
Rehabilitasi Masa Pemeliharaan Rutin dan Berkala Kondisi Kritis NKT Masa Peningkatan
Penunjang
Kondisi NK K Runtuh Masa Rekonstruksi
Masa Layan N (log)
Pedoman penentuan jumlah lajur
Lebar Perkerasan (L)
Jumlah Lajur (m) L<
Jumlah Lajur
Koefisien distribusi lajur
• •
5,5 m
1 lajur
5,5 m < L < 8,25 m
2 lajur
8,25 m < L < 11,25 m
3 lajur
11,25 m < L < 15,00 m
4 lajur
15,00 m < L < 18,75 m
5 lajur
18,75 m < L < 22,00 m
6 lajur
Kendaraan Ringan *
Kendaraan Berat **
1 arah
2 arah
1 arah
2 arah
1 lajur
1,00
1,00
1,00
1,00
2 lajur
0,60
0,50
0,70
0,50
3 lajur
0,40
0,40
0,50
0,48
4 lajur
0,30
0,45
5 lajur
0,25
0,43
6 lajur
0,20
0,40
*Berat Total < 5 ton ** Berat Total > 5 ton
Daya dukung tanah dasar Metode – metode penentuan daya dukung tanah ; • CBR (Californis Bearing Ratio) • Mr (Resilient Modulus) • k (Modulus Reaksi Tanah) • DCP (Dynamic Cone Panetration)
Penentuan Nilai CBR Tanah Dasar
• Niali CBR satu titik pengamatan; CBR titik = {(h1(CBR1)1/3+ …. hn(CBRn)1/3 /100 }3
• CBR segmen - Cara analitis : CBR segmen = CBR rata-rata – (CBR mak – CBR min /R
DAFTAR NILAI R SETIAP JUMLAH CBR Segmen Jumlah Titik
R
Jumlah Titik
R
Jumlah Titik
R
Jumlah Titik
R
2
1,41
21
3,18
41
3,18
61
3,18
3
1,91
22
3,18
42
3,18
62
3,18
4
2,24
23
3,18
43
3,18
63
3,18
5
2,48
24
3,18
44
3,18
64
3,18
6
2,67
25
3,18
45
3,18
65
3,18
7
2,83
26
3,18
46
3,18
66
3,18
8
2,96
27
3,18
47
3,18
67
3,18
9
3,18
28
3,18
48
3,18
68
3,18
10
3,18
29
3,18
49
3,18
69
3,18
11
3,18
30
3,18
50
3,18
70
3,18
12
3,18
31
3,18
51
3,18
71
3,18
13
3,18
32
3,18
52
3,18
72
3,18
14
3,18
33
3,18
53
3,18
73
3,18
15
3,18
34
3,18
54
3,18
74
3,18
16
3,18
35
3,18
55
3,18
75
3,18
17
3,18
36
3,18
56
3,18
76
3,18
18
3,18
37
3,18
57
3,18
77
3,18
19
3,18
38
3,18
58
3,18
78
3,18
20
3,18
39
3,18
59
3,18
40
3,18
60
3,18
CBR segmen Metoda Grafis CBR Ruas :
1
Analisa CBR segmen Metoda Grafis No
CBR (%)
1
7,29
CBR
Jumlah >
2
3,85
0
15
15/15 * 100 %
100
%
3
3,81
1
12
12/15 * 100 %
80
%
4
0,62
2
11
11/15 * 100 %
73,3333
%
5
6,98
6
3,87
3
10
10/15 * 100 %
66,6667
%
7
3,95
4
5
5/15 * 100 %
33,3333
%
8
7,27
5
5
5/15 * 100 %
33,3333
%
9
9,17
6
5
5/15 * 100 %
33,3333
%
10
3,54
7
4
4/15 * 100 %
26,6667
%
11
9,74
8
3
3/15 * 100 %
20
%
12
2,22
9
2
2/15 * 100 %
13,3333
%
13
0,83
14
0,17
15
1,15
%>
CBR segmen Metoda Grafis
% SAMA ATAU LEBIH DARI
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
1
2
3
2.8 %
4
5 CBR
6
7
8
9
10
Kondisi Lingkungan dan pengaruhnya terhadap konstruksi perkerasan jalan • Mempengaruhi sifat teknis konstruksi perkerasan dan komponen material perkerasan • Pelapukan bahan meterial • Mempengaruhi penurunan tingkat pelayanan dan tingkat penyamanan perkerasan jalan.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi • Air Tanah dan hujan, adanya aliran air disekitar badan jalan mengakibatkan perembesan air ke badan jalan yang mengakibatkan perlemahan ikatan antar butiran agregat dengan aspal, dan perubahan kadar air akan mempengaruhi daya dukung tanah dasar. • Kemiringan medan, untuk mempercepat pengaliran air. • Perubahan temperatur, bahan aspal adalah meterial termo plastis.
Perencanaan Tebal Konstruksi Jalan
Prinsip Dasar • Pada methode tanpa bahan pengikat ini dianggap bahwa seluruh kunstruksi perkerasan terdiri dari butiran-buturan lepas yang mempunyai sifat seperti lapisan pasir ialah meneruskan setiap gaya tekan kesegala penjuru dengan sudut rata-rata 45o terhadap garis vertikal,sehingga penyebaran gaya tersebut merupakan bentuk kerucut dengan sudut puncak 90o
W=1/2P P
0
45 45
σt r=h
0
σt
h
• Melihat schema penyebaran gaya tersebut tampak bahwa bagian perkerasan sebelah atas akan menderita tekanan yang paling besar. Tekanan ini makin kebawah semakin kecil karena penyebaran gaya semakit meluas sehingga pada tebal perkerasan tertentu (h) tekanan dari atas sudah lebih kecil atau sama dengan daya dukung tanah dasar yang diperbolehkan atau
σα ≤ (σtnh ) •
σα
•
σ tnh
= tekanan dari atas akibat muatan kendaraan = daya dukung tanah dasar yang diperbolehkan.
W=1/2P P
0
0
45 45
σt r=h
σt
h
Unsur-unsur : h = tinggi atau tebal perkerasan. P = tekanan gandar tunggal (statis) yang maximum. Po = standard tekanan gandar tunggal atau klias jalan kirakira Po = ½ P. W= ½ P = tekanan roda statis. σt = kekuatan tanah dasar
Hukum keseimbangan Gaya muatan dari atas karena W harus sama dengan gaya dukung dari tanah dasar karena γt. W ½P
= Luas daerah tekanan x σt = π . r2 . σt
½ P = π . h2 . σt Rumus dasar I
h=
r=h P 2.π .σ t
:
Karena P bergerak berkali-kali, maka P menjadi P dinamis = γ . P Rumus Dasar I,a : γ .P h= 2 . π . σt γ
= koeffisien keamanan untuk kejut dan untuk getaran-getaran karena lalulintas. P dinamis = γ P Nilai γ ini berkisar antara 1,25 – 4 tergantung kepadatan lalulintas.
Perencanaan Metoda CBR •
Perhitungan tebal perkerasan lentur menggunakan metoda CBR (US Corps of Engineers). Metoda ini memperhitung beban yang dipikul berupa beban diam dengan luas bidang tekan tertentu yang akan dipikul oleh perkerasan berupa lapis agregat denga CBR minimal 80 %.
•
Perhitungan tebal perkersan dengan metoda CBR menggunakan persamaan sebagai berikut :
hek := dimana : hek P CBR δ η n Λ
P ⋅ ( 1 + 0.7 ⋅ log ( δ⋅ η ⋅ n ) ) − Λ 2 ⋅ π ⋅ 0.8 CBR
= Tebal perkersan dengan agregat CBR min 80% sebagai bahan perkerasan (cm) = Beban sumbu yang diperhitungkan (Kg) = Nilai CBR tanah dasar (%) = Faktor drainase = Faktor kondisi tanah dasar dan curah hujan = Jumlah pengulangan beban selama umur rencana = Jari-jari bidang kontak beban (cm)
Perencanaan Metoda CBR •
Perhitungan tebal perkerasan lentur menggunakan metoda CBR (US Corps of Engineers). Metoda ini memperhitung beban yang dipikul berupa beban diam dengan luas bidang tekan tertentu yang akan dipikul oleh perkerasan berupa lapis agregat denga CBR minimal 80 %.
•
Perhitungan tebal perkersan dengan metoda CBR menggunakan persamaan sebagai berikut :
hek := dimana : hek P CBR δ η n Λ
P ⋅ ( 1 + 0.7 ⋅ log ( δ⋅ η ⋅ n ) ) − Λ 2 ⋅ π ⋅ 0.8 CBR
= Tebal perkersan dengan agregat CBR min 80% sebagai bahan perkerasan (cm) = Beban sumbu yang diperhitungkan (Kg) = Nilai CBR tanah dasar (%) = Faktor drainase = Faktor kondisi tanah dasar dan curah hujan = Jumlah pengulangan beban selama umur rencana = Jari-jari bidang kontak beban (cm)
Faktor Drainase (δ) No. 1. 2. 3. 4.
Kalsifikasi Drainase Bagus Baik Sedang Jelek
Kondisi Air tanah Dalam Dalam Tinggi Tinggi
Jenis Tanah Berbutir kasar Berbutir halus Berbutir kasar Berbutir halus
δ 1,0 - 1,5 1,6 - 2,5 2,5 - 3,5 3,5 - 5,0
Faktor Lingkungan dan Curah Hujan (η) No. 1. 2. 3.
Jenis Tanah Curah Hujan Jarang Sedang Banyak
PI <10
PI = 10 - 20
PI = 20 - 30
ή = 1,25 - 1,75 ή = 1,75 - 2,50 ή = 2,50 - 7,00
ή = 2,00 - 2,50 ή = 2,50 - 4,00 ή = 4,00 - 7,00
ή = 2,50 - 3,00 ή = 3,00 - 6,00 ή = 6,00 - 12,50
Jari-jari bidang kontak ( Λ ) Λ :=
P 2π⋅ Ta
Untuk sumbu standar P = 8.16 ton Ta = 5.5 kg/cm2 Maka Λ = 11 cm
Tebal lapis perkerasan ekivalen (hek) merupakan tebal perkerasan jika megguna lapis perkerasan sepenuhnya adalh agregat dengan CBR minimal 80%. Untuk tebal masing-masing lapis perkerasan dihitung dengan rumus : hek = (a1*D1)+(a2*D2)+(a3*D3)*(a4*D4)
Dimana : a1 = Nilai kekuatan relatif Lapis pertama terhadap kekuatan lapis agreg minimal 80% D1 = Tebal Lapis perkerasan pertama (Surface Course) a2 = Nilai kekuatan relatif Lapis kedua terhadap kekuatan lapis agregat minimal 80% D2 = Tebal Lapis perkerasan kedua (Base Course) a3 = Nilai kekuatan relatif Lapis ketiga terhadap kekuatan lapis agregat minimal 80% D3 = Tebal Lapis perkerasan ketiga (Sub-Base Course)
Tabel Nilai Relatif Kekuatan bahan di equivalenkan terhadap kekuatan agregat base CBR > 80 % Nilai Equivalent terhadap Base Batu Pecah (ai)
Jenis Bahan Perkerasan 2
Aspal Beton klas A (SM > 750 kg/cm ) 2 Aspal Beton klas B (SM > 550 kg/cm ) 2 Aspal Beton klas C (SM > 350 kg/cm ) Base Course CBR > 80 % Base Course CBR > 20 %
2 1,5 - 1,8 1 1 0,75
PERENCANAAN TEBAL KONSTRUKSI JALAN METODA ANALISA KOMPONEN BINA MARGA
• Metoda analisa komponen Bina Marga merupakan metoda perencanaan tebal konstruksi perkerasan secara empiris • Metoda ini merupakan modifikasi dari metoda AASHTO 1972 yang disesuaikan dengan kondisi jalan diindonesia. • Rumus-rumus dasar yang digunakan adalah rumus AASHTO 1972
Rumus Dasar IPo − IPt log 4 . 2 − 1 . 5 − log 1 + 0.371( DDT − 3) Log ( LER) = 9.3 log( ITP + 2.54) − 3.9892 + 138072 FR 0.4 + 5.19 ( ITP + 2.54) LER = Lintas Ekivalen Rencana Selama Umur Rencana ITP
= Indeks Tebal Perkerasan
IPo
= Indeks Permukaan Awal
IPt
= Indeks Permukaan Akhir
FR
= Faktor Regional
DDT
= Daya Dukung Tanah
Penentuan LER LER = LET x FP LET = ½ (LEP + LEA) FP = UR/10 LEA = LEP (1+r)2 LEP = ∑ LHRi x ESALi x Ci x (1+a)n’
Koefisien distribusi Lajur Jumlah Lajur
Kendaraan Ringan *
Pedoman Penentuan Jumlah Lajur
Kendaraan Berat **
Lebar Perkerasan (L)
Jumlah Lajur (m)
1 arah
2 arah
1 arah
2 arah
L<
5,5 m
1 lajur
1 lajur
1,00
1,00
1,00
1,00
5,5 m < L < 8,25 m
2 lajur
2 lajur
0,60
0,50
0,70
0,50
8,25 m < L < 11,25 m
3 lajur
3 lajur
0,40
0,40
0,50
0,48 11,25 m < L < 15,00 m
4 lajur
4 lajur
0,30
0,45
5 lajur
0,25
0,43
15,00 m < L < 18,75 m
5 lajur
6 lajur
0,20
0,40
18,75 m < L < 22,00 m
6 lajur
* Berat Total < 5 ton ** Berat Total > 5 ton
DAYA DUKUNG TANAH • Dengan Pendekatan Persamaan
DDT
:= ( 4.3 ⋅ log ( CBR
) ) + 1.7
Indeks Permukaan IPo Jenis lapis Permukaan Laston Lasbutag HRA Burda Burtu Lapen Latasbum buras Latasir Jalan Tnah Jalan Kerikil
IPt IPo >4 3,9 - 3,5 3,9 - 3,5 3,4 - 3,0 3,9 - 3,5 3,4 - 3,0 3,9 - 3,5 3,4 - 3,0 3,4 - 3,0 2,9 - 2,5 2,9 - 2,5 2,9 - 2,5 2,9 - 2,5 < 2,4 < 2,4
Roughness (mm/km) < 1000 > 1000 < 2000 > 2000 < 2000 > 2000 < 2000 < 2000 < 3000 > 3000
Klasifikasi Jalan Lokal Kolektor arteri < 10 1,0 - 1,5 1,5 1,5 - 2,0 10 - 100 1,5 1,5 - 2,0 2,0 100 - 1000 1,5 - 2,0 2,0 2,0 - 2,5 > 1000 2,0 - 2,5 2,5 LER
Tol
2,5
Faktor Regional
Curah hujan
Kelandaian I (< 6%) % Kendaraan Berat < 30 % >30 %
Kelandaian II (< 6%-10%) % Kendaraan Berat < 30 % >30 %
Kelandaian III (> 10%) % Kendaraan Berat < 30 % >30 %
Iklim I < 900 mm/tahun
0,5
1,0 - 1,5
1,0
1,5 - 2,0
1,5
2,0 - 2,5
Iklim II > 900 mm/tahun
1,5
2,0 - 2,5
2,0
2,5 - 3,0
2,5
3,0 - 3,5
Penentuan Tebal Lapisan Perkerasan ITP = a1D1 +a2D2+a3D3+ …….+anDn ai
= Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan Di = Tebal Lapis perkerasan ITP = Indeks Tebal Perkerasan
Tebal kekuatan relatif bahan Koefisien Kekuatan Relatif a1
a2
a3
0,40 0,35 0,32 0,30 0,35 0,31 0,28 0,36 0,30 0,26 0,25 0,20 0,28 0,26 0,24 0,23 0,19 0,15 0,13 0,15 0,13 0,14 0,12 0,14 0,13 0,12 0,13 0,12 0,11 0,10
Kekuatan Bahan Jenis Bahan MS Kt CBR (kg) (Kg/cm2) (%) 744 590 454 Laston 340 744 590 454 Asbuton 340 340 Hot Rolled Asphalt 340 Asphalt Macadam LAPEN (Mekanik) LAPEN ( Manual) 590 Laston Atas 454 340 LAPEN (Mekanik) LAPEN ( Manual) 22 Stabilitas tanah dengan semen 18 22 Syabilitas tanah dengan kapur 18 100 Pondasi Macadam (kering) 60 Pondasi Macadam (basah) 100 Batu Pecah (Kelas A) 80 Batu Pecah (Kelas B) 60 Batu Pecah (Kelas C) 70 Sirtu/pitrun (Kelas A) 50 Sirtu/pitrun (Kelas B) 30 Sirtu/pitrun (Kelas C) 20 Tanah/lempung kepasiran
Tebal Minimum Lapisan Perkerasan LAPIS PERMUKAAN ITP
Tebal Minimum (cm)
<3,00
Bahan Lapis Pelindung, Buras, Burtu/Burda
3,00 - 6,70
5
LAPEN/Aspal Macadam, HRA, Asbuton, LASTON
6,71 - 7,49
7,5
LAPEN/Aspal Macadam, HRA, Asbuton, LASTON
7,50 - 9,99
7,5
Asbuton, LASTON
> 10,00
10
LASTON
LAPIS PONDASI ITP
Tebal Minimum (cm)
Bahan
< 3,00
15
Batu Pecah, Stabilitas Tanah dengan Semen, Stabilitas Tanah dengan Kapur
20
Batu Pecah, Stabilitas Tanah dengan Semen, Stabilitas Tanah dengan Kapur
10
LASTON ATAS
20
Batu Pecah, Stabilitas Tanah dengan Semen, Stabilitas Tanah dengan Kapur, Pondasi Macadam
15
LASTON ATAS
10,00 - 12,24
20
Batu Pecah, Stabilitas Tanah dengan Semen, Stabilitas Tanah dengan Kapur, Pondasi Macadam, LAPEN, LASTON ATAS
> 12,25
25
Batu Pecah, Stabilitas Tanah dengan Semen, Stabilitas Tanah dengan Kapur, Pondasi Macadam, LAPEN, LASTON ATAS
3,00 - 7,49
7,50 - 9,99
Tebal Lapis Pondasi Bawah Minimal 10 cm
KONSTRUKSI BERTAHAP METODA BINA MARGA
Konstruksi bertahap adalah : • Konstruksi perkerasan lentur yang memiliki satu Lapis pondasi bawah, satu lapis pondasi atas dan dua lapis permukaan, dimana kedua lapis permukaan tersebut terbuat dari bahan aspal beron atau sejenis yang dikerjakan secara berurutan dengan selang waktu tertentu yang ditentukan dalam proses desain. • Pada saat pekerjaan lapis permukaan kedua (sebagai lapis tambahan), kondisi struktur perkerasan tahap pertama masih stabil. • Hal ini yang membedakan pekerjaan konstruksi bertahap dengan pekerjaan peningkatan jalan.pada pekerjaan peningkatan jalan, diakhir umur layan, struktur perkerasan lama telah mencaapai kondisi kritis/runtuh.
Desain Konstruksi bertahap • Didasarkan pada pendekatan analitis (teorio kerusakan), yaitu bahwa setiap kendaraan yang lewat akan menyebabkan derajat kerusakan tertentu; jika tottal niali derajat kerusakan sama dengan 100%, maka struktur perkerasan dapat dikatakan telah mencapai masa layan. Jasi derajat kerusaakan dianggap sebanding dengan beban lalu lintas (nilai LER)
•
•
• • •
Pada akhir tahap pertama, struktur perkerasan dianggap masih memiliki sisa umur sebesar 40% atau : X.LER1=LER1+40%.X.LER1 X = 1,67 jadi nilai ITP untuk konstruksi tahap pertama (ITP1) dapar dihitung berdasarkan beban konstruksi lalu lintas sebesar 1.67 LER1 Konstruksi tahap pertama, tanpa pemberian konstruksi tahap kedua, akan mampu melayani 60 % dari totoal masa layan, atau ; Y.LER2 = LER 1+ LER2 = 60%.Y.LER2 + LER2 Y = 2.50 Serupa seperti umtuk ITP1, nilai ITP total yang diperlukan untuk memikul beban lalu lintas selama masa layan dapat dihitung berdasarkan beban lalu lintas sebesar 2,5 LER2 Nilai ITP untuk konstruksi tahap kedua adalah ; ITP2 = ITPtotal – ITP1 Tebal Lapisan tambahan yang diberikan pada tahap kedua dapat dihitung dengan rumus : D0= ITP2 / a0
DESAIN LAPISAN TAMBAHAN (OVER LAY) Metoda analisa komponen BINA MARGA
Prinsip Dasar Pada akhir masa layan struktur perkerasan diperkuat dengan memperbesar nilai ITP sehingga mampu memikul perkiraan beban lalu lintas tambah yang diinginkan. Nilai ITP yang dimaksud diperoleh dari sisa nilai ITP perkerasan lama ditambah dengan nilai ITP tambahan dari lapis tambahan yang diberikan. Untuk menentukan nilai ITP sisa dari perkerasan lama, dilakukan penilaian kondisi struktur pekerasan lama. Lapisan tambahan akan memadai jika struktur perkerasan lama masih daalam kondisi keritis, belum mencaaapai kondisi runtuh
Ada tiga parameter input yang diperlukan dalam penentuan tebal lapis tambahan, yaitu:
nilai lendutan (mm) yang mewakili seksi jalan yang dianggap seragam yang sedang direncanakan kondisi perkerasan dari seksi jalan tersebut secara umum (biasanya data keretakan, deformasi pada tapak roda (rutting) dan ketebalan struktur data yang ada) beban lalu lintas baik yang telah lewat sejak konstruksi jalan dibuat, maupun beban yang akan memakai jalan setelah overlay.
Penentuan kondisi perkerasan pada kondisi kritis dan kondisi runtuh didefenisikan dari nilai IP (indek permukaan), IPt untuk kondisi kritis, IPf untuk kondisi runtuh. Ketetapan IPt yang diberikan dalam Analisa Komponen sebagai berikut : IPt = 2,5 ; Menyatakan permukaan jalan yang masih cukup stabil dan baik IPt = 2,0 ; menyatakan tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap IPt = 1,5 ; menyatakan tingkat pelayanan terendaah yang masih mungkin (jalan tidaak terputus) IPt = 1,0 : menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaaraa.
Nilai Kondisi (NK) Kondisi NK Perencan o aan Ideal
Pemeliharaan Rutin dan Berkala
Peningkatan
Rehabilitasi Masa Pemeliharaan Rutin dan Berkala Kondisi Kritis NKT Masa Peningkatan
Penunjang
Kondisi NK K Runtuh Masa Rekonstruksi
Masa Layan N (log)
Penentuan Nilai IP menurut AASHTO 1972
Nilai Kondisi Struktur Perkerasan Lentur Jalan Gambaran Kondisi Perkerasan Lapis Permukaan - Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda - Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda, namun masih tetap stabil - Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada dasarnya masih stabil - Retak banyak dan juga deformasi pada jalur roda, terlihat gejala ketidakstabilan 2. Lapis Pondasi a). Aspal beton atau penetrasi macadam - Umumnya tidak retak - Terlihat retak halus, namun tetap stabil - Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan - Retak banya, terlihat gejala ketidak stabilan
Nilai Kondisi
1.
90 – 100 % 70 – 90 % 50 – 70 % 30 – 50 %
90 – 100 % 70 – 90 % 50 – 70 % 30 – 50 %
b). Stabilitas tanah dengan semen atau kapur - Indeks plastis < 10
70 – 100 %
c) Macadam ataubatu pecah - Indeks plastis < 6
80 – 100 %
3. Stabilitas tanah dengan semen atau kapur - Indeks plastis < 6 - Indeks plastis > 6
90 – 100 % 70 – 90 %
Perencanaan Tebal Lapisan Tambahan 1. METODA ITP SISA ITPsisa = Σ (ai x Di x NKi) i = 1,2,…n, masing-masing urutan lapisan ai = koefisien kekuatan relatif bahan i Di = tebal lapisan perkerasan i NKi = Nilai Kondisi lapis perkerasan I Tebal Lapisan Tambahan D0 = (ITPperlu – ITPsisa) / a0
2. Metoda Lendutan Bina Marga
Lendutan kondisi kritis (mm) Dt = 5,5942 . e-0,2769 . logAE18KSAL Lendutan kondisi runtuh (mm) Df = 8,6685 . e-0,2769 . Log AE 18 KSAL Perencanaan Tebal Y = (0.019 − 0.009 × Z ) × (10) ( 0.722+ 0.056×Z )× X + (0.48 + 0.03 × Z ) + 0.001× X 3
Z = 10
( 0.634638+ 0.388506×0.663221( D−3.4 ) )
+ 2.2
3. Metoda HRODI 2.303 log D − 0.408(1 − log L) t= 0.08 − 0.013 log L T = 0.001(9 − RCI )
4.5
Pd .Cam + + T min 4
TebalLapisTambahan = (t + T )
Keterangan : D
= Lendutan Balik segmen atau lendutan balik yang digunakan untuk perencaanaan L = Lintas ekivalen komulatif selama umur rencana (dalam 106) Pd = lebar perkerasan (m) Cam = perubahan kemiringan melintang yg dibutuhkan untuk menghasilkan kemiringan melintang yang direncanakan. Tmin = tebal minimum berdasarkan ukuran agregat minimum yang dipergunakan t = Tebal lapis tambahan untuk mengurangai lendutan selama umur rencanan T = Tebal yang dibutuhkan untuk membentuk permukaan perkerasaan ke nbentuk yang dikehendaki
RCI
Kondisi permukaan jalan secara visuil
8 – 10 7–8 6–7 5–6
Sangat rata dan teratur Sangat baik, umumnya rata Baik Cukup, sedikit sekali atau tidak ada lubang, tetapi permukaan jalan tidak rata Jelek, kadang-kadang ada lubang, permukaan jalan tidak rata Rusak, bergelombang, banyak lubang Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah perkerasan hancur Tidak dapat dilalui, kecuali dengan 4 WD jeep
4–5 3–4 2–3 ≤2