KARAKTERISASI DAN KEKERABATAN JAGUNG LOKAL BATA PULU KUNING ASAL SINJAI SULAWESI SELATAN DAN JAGUNG CAROTENOID SYN 3 ASAL CIMMYT BERDASARKAN MARKA MOLEKULER SIMPLE SEQUENCE REPEAT (SSR)
Characterization and Kinship Between Bata Pulu Kuning Local Corn From Sinjai South Sulawesi and Carotenoid Syn 3 Corn From CIMMYT Based on Simple Sequence Repeat (SSR) Molecular Marker Henni Anisaea1, Juhriah2, A. Masniawati2, Elis Tambaru2 e-mail :
[email protected] 1
Mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar 2 Dosen Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter molekuler dan kekerabatan Jagung Lokal Bata Pulu Kuning asal Sinjai Sulawesi Selatan dan Jagung Carotenoid Syn 3 asal CIMMYT berdasarkan marka molekuler Simple Sequence Repeat (SSR). Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret sampai Juli 2015 di Laboratorium IPA terpadu, Science Building, FMIPA UNHAS, Makassar, Sulawesi Selatan, menggunakan 10 individu tanaman jagung yang berasal dari Jagung Lokal Bata Pulu Kuning Asal Sinjai Sulawesi Selatan dan 5 individu jagung Carotenoid Syn 3 Asal CIMMYT, PCR menggunakan 5 pasang primer Simple Sequence Repeat (SSR). Metode ekstraksi DNA, Polymerase Chain Reaction (PCR) dan elektroforesis mengikuti panduan AMBIONET. Data Scoring pita dan analisis menggunakan program Numerical Taxonomy System (NTSYS), koefisien kesamaan dihitung menggunakan metode Simple Matching Coefficient (SMC), dan pengelompokkan dilakukan menggunakan Unweighted Pair Group Aritmathic Analysis (UPGMA). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan 5 primer Simple Sequence Repeat (SSR) karakter molekuler jagung lokal Bata Pulu kuning asal Sinjai, Sulawesi Selatan dan Jagung Carotenoid Syn 3 asal CIMMYT dengan posisi pita DNA berkisar antara 100-150 bp..Hubungan kekerabatan yang dekat dengan nilai kesamaan genetik antara 0.45-1.00. Dua individu jagung Carotenoid Syn 3 asal CIMMYT tersebar dan mengelompok dengan beberapa individu jagung Bata Pulu Kuning Asal Sinjai, Sulawesi Selatan. Kata kunci : Kekerabatan, Jagung, Bata Pulu Kuning, Sinjai, Carotenoid Syn 3, CIMMYT, Simple Sequence Repeat (SSR).
ABSTRACT A study which aimed to find out the character of Bata Pulu Kuning Local Corn from Sinjai, South Sulawesi and Carotenoid Syn 3 corn from CIMMYT based on Simple Sequence Repeat (SSR) Molecular Marker and also finding the kinship between Bata Pulu Kuning Local Corn from Sinjai, South Sulawesi and Carotenoid Syn 3 corn from CIMMYT based on Simple Sequence Repeat (SSR) Molecular Marker. This research was has been obtained on March until July 2015 in Integrated Science Laboratory, Science Building, Faculty Of Mathematical and Natural Science, University of Hasanuddin, Makassar, South Sulawesi. As many as 10 corns come from Bata Pulu Kuning Local Corn from Sinjai, South Sulawesi and 5 individuals of Carotenoid Syn 3 corn of CIMMYT were analyzed by using 5 primers Simple Sequence Repeat (SSR), with DNA extraction method, Polymerase Chain Reaction (PCR) and electrophoresis followed AMBIONET guide by data ribbon scoring was proceed by using Numerical Taxonomy System (NTSYS) and the similarity coefficient was counted with Simple Matching Coefficient (SMC) method and the grouping used Unweighted Pair Group Arimatthic Analysis (UPGMA).
1
Result showed that the primary 5 primers on Simple Sequence Repeat (SSR) local Bata Pulu Kuning Pulu Local Corn from Sinjai, South Sulawesi and Carotenoid Syn 3 corn from CIMMYT has found the character moleculer between range 100 until 150 bp (base pair). Close genetic relationship to the value of genetic similarity between 0.45 to 1.00. Two individual corn Carotenoids syn 3 from CIMMYT origin scattered and clumped with several individual Bata Pulu Kuning Local Corn Sinjai, South Sulawesi. Key Words : Kinship, Corn, Bata Pulu Kuning, Sinjai, South Sulawesi, Carotenoid Syn 3, CIMMYT, Simple Sequence Repeat (SSR)
PENDAHULUAN Plasma nutfah merupakan sumber gen yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keragaman tanaman, sehingga ada peluang untuk memperbaiki karakter suatu populasi dan membentuk varietas jagung. Indonesia miskin plasma nutfah jagung, sehingga dalam pemuliaan perlu menjalin kerja sama dengan negara lain untuk memperkaya plasma nutfah. Untuk memperbesar keragaman genetik perlu adanya introduksi varietas/galur dari luar negeri dan koleksi dari pusat-pusat produksi di dalam negeri. Koleksi ini perlu dilestarikan dan dilakukan karakterisasi sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan dalam program pemuliaan (Juhriah, et al., 2012). Jagung Zea mays L. merupakan salah satu komoditas ekonomi penting di Indonesia, dan bukan lagi merupakan komoditas yang menduduki posisi kedua setelah padi. Pemerintah Indonesia telah memberi perhatian besar terhadap peningkatan produksi jagung nasional. Pemanfaatan plasma nutfah lokal yang mengandung sejumlah gen-gen potensial khususnya gen ketahanan biotik dan abiotik belum banyak dimanfaatkan (Pabendon, 2010). Karakterisasi struktural populasi jagung akan memberikan peluang kepada kita untuk memilih populasi yang memiliki persentase alelalel unik yang paling tinggi dan akan menjadi sumber yang paling baik dari setiap lokus. Karakterisasi fungsional hanya akan memilih populasi yang sangat berbeda, sehingga akan lebih mudah dan terarah misalnya hanya memilih spesies untuk lokus-lokus yang berasosiasi dengan toleran kekeringan. Populasi yang ditemukan mengandung keragaman yang maksimun pada alel struktural yang akan digunakan untuk karakterisasi fungsional (Pabendon, 2013). Teknik molekuler, khususnya penggunaan penanda atau marka molekuler, telah digunakan untuk memonitor variasi urutan DNA dalam dan di antara spesies, serta membantu dalam merakit sumber-sumber baru variasi genetik yang menghasilkan sifat baru yang menguntungkan. Peningkatan sistem deteksi penanda dan teknik
yang digunakan untuk mengidentifikasi penanda yang terkait dengan ciri-ciri karakter target atau yang bermanfaat telah mengalami kemajuan besar (Korzun, 2002). Marka Simple Sequence Repeat (SSR) telah banyak dilakukan untuk mengkarakterisasi dan menganalisis keragaman genetik berbagai jenis tanaman diantaranya Sorgum (Dualembang, et al., 2011), padi (Utami, et al., 2011), ubi jalar (Hidayatun, et al., 2011), dan Kedelai (Chaerani, et al., 2011). Informasi mengenai karakterisasi pada jagung khususnya jagung lokal bata pulu kuning belum banyak diketahui. Berdasarkan pemasalahan tersebut di atas, sehingga dilakukanlah penelitian tentang karakterisasi dan kerabatan jagung lokal bata pulu kuning asal Sinjai Sulawesi Selatan berdasarkan marka molekuler Simple Sequence Repeat (SSR). BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Julii 2015 di Laboratorium IPA Terpadu Science Building Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar. Pengambilan sampel daun jagung dilakukan di Kebun Penelitian (KP) Balai Tanaman Serealia (BALIT SEREAL) Maros. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gunting, mortar, pastle, spatula steril, tabung mikro 2 ml, 1.5 ml, dan 0.5 ml, Water Bath, Sentifuge, Erlenmeyer, gelas ukur, elektroforesis set, mesin PCR (Polimerase Chain Reaction), gunting, freezer, nampan, Oven, Shaker, Autoclave, pinset, baskom, kamera, dan pipet mikro (200-l, 700 -l, 1000 -l), 10 individu daun Jagung Lokal Bata Pulu Kuning asal Sinjai Sulawesi Selatan dan 5 individu jagung Carotenoid Syn 3 asal CIMMYT, Buffer ekstraksi CTAB, isopropanol dingin, ,CHISAM, ethanol 70%, TE Buffer, mercaptoethanol gel agarosa, buffer TBE 0.5X, marker, Primer SSR (5 Pasang yaitu phi109275 (F&R), umc1196 (F&R), phi423796 (F&R), Umc1792 (F ), dan phi092 (F & 2
R)), mineral oil, air ultra pure, alumunium foil, sarung tangan dan tissue. Prosedur Kerja Penyiapan benih dan bibit tanaman jagung Plasma nutfah jagung lokal Bata Pulu Kuning asal Sinjai, Sulawesi Selatan dan jagung Karotenoid Syn 3 asal CIMMYT yang telah dianalisis kandungan karoten dan deteksi gen Phytoene Synthase (PSY1) pada penelitian Juhriah dkk (2012) ditanam di KP (Kebun Penelitian) Balitsereal Maros. Sampel Daun tanaman jagung yang digunakan pada penelitian ini, dilakukan ekstraksi DNA, PCR dan Elektroforesis sesuai dengan panduan AMBIONET (2004). Isolasi DNA Isolasi DNA dilakukan dengan cara, daun jagung dipotong dalam ukuran yang kecil dan ditimbang sebanyak 0,4 g lalu dimasukkan ke dalam mortar yang berisi 1700 ul buffer ekstraksi CTAB, kemudian digerus sampai berbentuk tepung daun. Sampel daun yang telah digerus lalu dipindahkan kedalam 2 tabung mikro ukuran 2.0 ml. Ditambahkan 10l-mercaptoethanol tiap tabung dan dipanaskan sampai suhu 65oC dalam pemanas air). Diinkubasi pada suhu 65oC selama 60 menit. Tabung dibolak-balik dengan hati-hati setiap 15 menit. Didinginkan dan selanjutnya ditambahkan 700 l kloroform-isoamilalkohol (24:1 v/v). Tabung kemudian di Shaker selama 10 menit dan sentrifugasi pada 11600 rpm selama 10 menit. Dipindahkan secara hati-hati cairan bagian atas (supernatan) ke dalam tabung mikro steril 1.5 ml. Ditambahkan 700 l isopropanol dingin, kemudian disimpan dalam freezer –20oC selama 1 x 24 jam (AMBIONET,2004). Tabung mikro diputar secara perlahan sampai muncul DNA yang berupa untaian benang berwarna putih, disentrifugasi pada 11600 rpm selama 10 menit untuk mengendapkan DNA pada dasar tabung. Dibuang larutan dan pelet DNA dicuci dengan 700 l ethanol 70% (dingin), setelah 10 menit larutan ethanol dituang. Ditambahkan lagi 700 l ethanol 70% (dingin), setelah 10 menit ethanol di tuang denganhati-hati agar DNA tidak ikut terbuang. DNA dikeringkan dengan membalik tabung di atas kertas tissu bersih sampai setengah kering, karena DNA yang terlalu kering akan sulit dilarutkan. Ditambahkan 100 l TE 1X (digunakan pipet mikro 200-l) dan dilarutkan DNA dengan cara menjentik tabung secara hati-hati dan memanaskan pada water bath suhu 65oC selama 30
menit atau sampai DNA larut. Larutan DNA disimpan sebagai stok dalam freezer suhu –20oC. Stok larutan DNA untuk penyimpanan dalam jangka waktu yang lama digunakan freezer o dengan suhu –80 C (AMBIONET, 2004). Uji Kualitas dan Kuantitas DNA Pengujian kualitas dan kuantitas DNA dilakukan dengan teknik elektroforesis yaitu dengan cara, disiapkan instrumen elektroforesis. Pada bagian kaki dipasangi selotip dan sisir diletakkan pada posisinya. Disiapkan gel agarosa 1,0% (w/v) dengan cara 1,0 g agarosa ditambahkan dengan 100 ml buffer TBE 0.5X, dipanaskan dalam microwave selama 3 menit atau sampai semua agarosa benar-benar sudah meleleh. Larutan dibiarkan dingin sampai sekitar 50oC atau sampai erlenmeyer tidak begitu panas bila dipegang langsung dengan tangan. Selanjutnya gel dituangkan kedalam cetakan gel lalu dibiarkan sampai memadat selama ±1 jam. Elektroforesis dilakukan pada tegangan listrik 100 volt selama 1 jam atau sampai dye biru (Bromophenol Blue) telah berada pada posisi paling ujung dari gel. DNA diberi pewarna dengan merendam gel dalam larutan Ethidium Bromida selama 5-10 menit, selanjutnya didestaining dengan merendam gel dalam air ultrapure selama 5-10 menit. Gel diletakkan di atas UV Transiluminator dan visualisasi DNA dengan menggunakan kamera. Konsentrasi DNA ditentukan dengan cara membandingkan DNA sampel dengan standar DNA lambda. Pengenceran DNA Pengenceran DNA dilakukan dengan cara, larutan DNA stok diencerkan menjadi 10 ng/l sebagai larutan stok kerja untuk PCR. Disiapkan 100 l larutan stok kerja atau secukupnya sesuai dengan jumlah kebutuhan reaksi PCR. Untuk menghitung seberapa banyak larutan DNA stok yang akan dilarutkan digunakan rumus M1V1=M2V2 (20 ng/l) (V1)=(10 ng/l) (100l) V1=(10 ng/l) (100 l) / (20 ng/l) V1= 50l dengan keterangan M1 adalah konsentrasi DNA stok (misalnya 20 ng/l), V1 adalah volume stok yang akan dilarutkan, M2 adalah konsentrasi larutan kerja (10 ng/l) dan V2 adalah volume larutan kerja yang disiapkan (misalnya, 100 l). Konsentrasi DNA ditentukan dengan cara membandingkan DNA sampel dengan standar DNA lambda. Diambil volume yang sesuai dari larutan DNA stok, dipindahkan ke dalam tabung 3
mikro 0.5 ml, dan ditambahkan Nano pure sampai 100 l. Larutan DNA disimpan untuk kerja pada suhu 40C (AMBIONET, 2004). Polimerase Chain Reaction (PCR) Polimerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan cara, larutan DNA (50 ng/l) dimasukkan pada plate ‘master’ kemudian ditutup dengan rapat untuk mengurangi penguapan dan disimpan pada suhu 40C sampai saat akan digunakan. Untuk PCR, diambil 1 l atau sekitar 10 ng sampel DNA dari plate ‘master’ ke mikroplate PCR menggunakan pipet multichannel. DNA tersebut ditempatkan pada dasar sumur dan tempatkan pada es. Ditambahkan larutan pereaksi yang lain dengan mengalikan volume pereaksi dengan jumlah sampel (dilebihkan 2-3 untuk kesalahan pemipetan). Disiapkan PCR-mix dalam tabung mikro dengan mencampurkan komponenkomponen penyusunnya seperti pada tabel (AMBIONET, 2004) dibawah ini: Tabel 3. Komposisi larutan dalam pembuatan PCR Mix Larutan Stok Air ultrapure steril @Primer Mix (F dan R) 5 uM Go Taq Green Master Mix Volume reaksi total
Volume / reaksi 2,25 l 0,5 l 6,25 l 9 l
Diambil campuran PCR kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing tabung pcr menggunakan pipet 10-l atau pipet multichannel. Ditambahkan satu tetes mineral oil dan ditutup plate dengan aluminium foil. Mikroplate diletakkan dalam mesin PCR dan dilakukan proses PCR menurut program seperti pada tabel dibawah ini (AMBIONET, 2004): Tabel 4. Kondisi PCR Step 1
Reaksi Denaturasi awal
2
Denaturasi
3
Annealing
4
Pemanjangan
5
Pengulangan siklus
6
Pemanjangan akhir
7
Penyimpanan
Kondisi 0
94 C selama 2 menit 940C selama 30 detik 540C selama 1 menit 720C selama 1 menit kembali ke step 2, 29 kali 720C selama 5 menit 40C tidak terhingga
Setelah proses PCR selesai, mikroplate diangkat dan disimpan produk PCR dengan dye pada -200C atau 40C. Primer yang digunakan dalam penelitian ini (AMBIONET, 2004) adalah :
Tabel 5. Daftar Lokus dan Sequence 5 pasang Primer SSR No
Lokus SSR
Repeat type
Primer Sequence
1
phi109275 (F&R)
AGCT
CGGTTCATGCTAGCTCTGC//GTTGTGGCTGTGGTGGTG
2
umc1196 (F&R )
CACACG
3
phi423796 (F&R)
AGATG
4
Umc1792 (F&R)
CGG
5
phi092 (F & R)
GCAA
CGTGCTACTACTGCTACAAAGCGA//AGTCGTTCGTGTC TTCCGAAACT CACTACTCGATCTGAACCACCA//CGCTCTGTGAATTTG CTAGCTC CATGGGACAGCAAGAGACACAG//ACCTTCATCACCTG CAACTACGAC GTGGGGGAGCCTACTACAGG//GACGAGGCCATCATCA CGGT
Pembuatan Gel Agarosa 2% dan Elektroforesis Pembuatan Gel Agarosa dilakukan dengan cara, disiapkan instrumen elektroforesis. Pada bagian kaki dipasangi selotip dan Sisir diletakkan pada posisinya. Disiapkan gel agarosa 2,0% (w/v) dengan cara 2,0 g agarosa. ditambahkan 100 ml buffer TBE 0.5X lalu dipanaskan dalam microwave selama 3 menit atau sampai semua agarosa benar-
benar sudah meleleh. Larutan dibiarkan dingin sampai sekitar 50oC atau sampai erlenmeyer tidak begitu panas bila dipegang langsung dengan tangan. Sebelum dituang dalam cetakan ditambah 2 tetes EtBr. Selanjutnya gel dituangkan kedalam cetakan dan dibiarkan gel sampai memadat selama ±1 jam. Tangki elektroforesis diisi secukupnya (kira-kira sampai menutupi seluruh gel) dengan buffer TBE 0.5 X. Sisir gel dingkat dari cetakan 4
dengan hati-hati dan gel dengan cetakannya diletakkan di dalam tangki elektroforesis. Sebanyak 4 l larutan sampel DNA yang telah melalui tahap PCR dipipet lalu dimasukkan kedalam masing-masing sumur gel dengan hati-hati. Setelah itu dimasukkan 3 l penanda berat molekul (marker) pada sumur pertama, ke-11, dan terakhir. Elektroforesis dilakukan pada tegangan listrik 100 volt selama 100 menit atau sampai dye biru (Bromophenol Blue) telah berada pada posisi paling ujung dari gel. Gel diletakkan di atas geldoc dan visualisasi DNA dengan menggunakan kamera. Posisi pita DNA ditentukan dengan cara membandingkan posisi pita DNA sampel dengan Marker (AMBIONET, 2004). Analisis Data Analisis data dimulai dengan scoring pita, pengkodean data, dan analisis karakter. Data diolah menggunakan program Numerical Taxonomy System (NTSYS). Hasil yang diperoleh berupa dendrogram yang akan menunjukkan hubungan kekerabatan dan jarak kesamaan yang dimiliki oleh seluruh aksesi yang diteliti. Koefisien kesamaan dihitung dengan rumus simple matching cocf (SMC) (Rholf, 1998) sebagai berikut :
Hasil penelitan pada Gambar 3 (a) menunjukkan bahwa hasil ekstraksi DNA yang dilakukan sebelumnya memiliki kualitas yang cukup baik dengan ketebalan pita DNA yang beragam. Pada penghitungan kuantitas hasil ekstraksi ke-36 DNA, dipilihlah 10 individu jagung untuk tahapan selanjutnya. Sampel jagung dipilih berdasarkan keaadan individu tanaman jagung yang tumbuh sampai menghasilkan biji dengan hasil fenotipe yang baik untuk dijadikan sebagai tetua. Pada uji kualitas, konsentrasi DNA ditetapkan berdasarkan ketebalan pita dengan membandingkan Ketebalan pita DNA sampel dan standar DNA lambda yang sudah diketahui konsentrasinya yaitu sebanyak 50 ng/L dan 100 ng/L. Hal ini dapat dilihat pada (Tabel 5). Tabel 5. Hasil Uji Kualitas Dan Kuantitas DNA (BP1-BP3 = Jagung Lokal Bata Pulu Kuning Asal Sinjai, Sulawesi Selatan, CS1-CS3 = Jagung Carotenoid Syn 3 Asal CIMMYT) No . 1 2
SMC = Keterangan: a = jika pita muncul pada kedua OTU (Operational Taxonomy Unit) d = jika pita tidak muncul pada kedua OTU b = jika pita muncul pada OTU 1 dan tidak muncul pada OTU 2 c = jika pita tidak muncul pada OTU 1 tapi muncul pada OTU 2 Pengelompokan dilakukan dengan menggunakan metode UPGMA (Unweighted Pairgroup Method with Arithmetic). HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Kualitas dan Kuantitas DNA
Pengujian kualitas dan kuantitas DNA dilakukan dengan metode elektroforesis yang menggunakan gel agarose 1% pada tegangan 100 volt dan DNA divisualisasi menggunakan UV transiluminator. Hasil uji kualitas DNA dapat dilihat pada Gambar 3(a dan b).
3 4 5 6 7 8
BP1(1)
Konsentr asi DNA (ng/L) 100
BP1(2)
100
BP1(9)
100
BP1(12)
50
BP2(4)
50
BP2(7)
50
BP3(2)
20
BP3(9)
50
Kode Sampel
No . 9 10 11 12 13 14
15
BP3(11)
Konsentra si DNA (ng/L) 50
BP3(12)
50
CS1(3)
50
CS1(7)
50
CS2(2)
100
CS2(8)
100
CS3(2)
50
Kode Sampel
Polimerase Chain Reaction (PCR) dan Elektroforesis Berdasarkan hasil dari penampilan pita DNA dengan menggunakan 5 primer Simple Sequence Repeat (SSR) pada 15 individu jagung yang berasal dari 10 individu jagung lokal Bata Pulu kuning asal Sinjai Sulawesi Selatan dan 5 individu jangung Karotenoid Syn 3 asal CIMMYT yang di PCR selanjutnya elektroforesis menggunakan gel agarosa 2 % dan divisualisasi menggunakan Gel Dock menunjukkan adanya variasi baik jumlah
5
maupun posisi pita DNA yang terbentuk (Gambar 4 - 8). Hasil penelitian yang terlihat pada Gambar 4 menunjukkan bahwa dengan menggunakan primer Phi109275, diperoleh hasil yaitu terdapat 2 pola pita yang masingmasing memiliki 1 pita DNA. Pola pita pertama dijumpai pada sampel BP2 yang berasal dari jagung lokal Bata Kuning asal Sinjai, Sulawesi Selatan dan memiliki posisi pita DNA pada kisaran 150 bp (base pair). Pola pita kedua dapat dijumpai sampel BP1BP7, BP9, dan BP10 yang berasal dari jagung lokal Bata Kuning asal Sinjai, Sulawesi Selatan dan sampel CS1-CS5 yang berasal dari jagung Caratenoid Syn 3 asal CIMMYT memiliki posisi pita berada pada kisaran 100150 bp (base pair). Hasil penelitian yang terlihat pada Gambar 5 menunjukkan bahwa dengan menggunakan primer Phi423796, diperoleh hasil yaitu sampel BP2, BP3, BP8 dan BP9 (Jagung lokal Bata Pulu Kuning asal Sinjai, Sulawesi Selatan) tidak muncul pita (tidak memiliki pita DNA). Sedangkan sampel BP1, BP4, BP5, BP6, BP7, dan BP10 (Jagung lokal Bata Kuning asal Sinjai Sulawesi Selatan) dan sampel CS1-CS5 (Jagung Caratenoid Syn 3 asal CIMMYT) mempunyai 1 pola pita dengan 1 pita DNA dan memiliki posisi pita pada kisaran 100-150 bp (base pair). Hasil penelitian yang terlihat pada Gambar 6 menunjukkan bahwa dengan menggunakan primer Phi092, diperoleh hasil yaitu terdapat 2 pola pita DNA. Pola pita pertama memiliki 2 pita DNA yang dapat dijumpai pada sampel BP10 (jagung lokal Bata Kuning asal Sinjai Sulawesi Selatan), dan sampel CS1, CS4, serta sampel CS5 (Jagung Caratenoid Syn 3 asal CIMMYT) yang memiliki posisi pita pada kisaran 150 bp (base pair). Pola pita kedua memiliki 1 pita DNA dengan posisi pita pada kisaran 100-150 bp (base pair) yang dapat dijumpai pada sampel BP1-BP9 (jagung lokal Bata Kuning asal Sinjai Sulawesi Selatan), sampel CS2 dan CS3 (Jagung Caratenoid Syn 3 asal CIMMYT). Hasil penelitian yang terliha pada Gambar 7 menunjukkan bahwa dengan menggunakan primer Umc1196, diperoleh hasil yaitu terdapat 3 pola pita yang masingmasing memiliki 1 pita DNA. Pola pita pertama dijumpai pada sampel BP4 dan BP7 (Jagung Lokal Bata Pulu Kuning Asal Sinjai, Sulawesi Selatan) dengan posisi pita bekisar
antara 150-200 bp (base pair).Pola pita kedua dijumpai pada sampel BP1, BP2, BP3, BP5, BP6, BP8 dan BP9 (Jagung Lokal Bata Pulu Kuning Asal Sinjai, Sulawesi Selatan) dan sampel CS1-CS4 (Jagung Caratenoid Syn 3 asal CIMMYT) dengan posisi pita pada kisaran 150 bp (base pair). Pola pita ketiga dijumpai pada sampel BP10 (Jagung Lokal Bata Pulu Kuning Asal Sinjai, Sulawesi Selatan) dengan posisi pita berada pada kisaran 100-150 bp (base pair). Sedangakan sampel CS5 (Jagung Caratenoid Syn 3 asal CIMMYT) tidak memiliki pita DNA. Hasil pelitian yang terlihat pada Gambar 8 menunjukkan bahwa dengan menggunakan primer Umc1792, diperoleh hasil yaitu terdapat 3 pola pita yang masingmasing memiliki 1 pita DNA. Pola pita pertama dapat dijumpai pada sampel BP10 (jagung lokal Bata Kuning asal Sinjai Sulawesi Selatan) dan sampel CS1, CS2-CS5 (Jagung Caratenoid Syn 3 asal CIMMYT) dengan posisi pita pada kisaran 150 – 200 bp (base pair). Pola pita kedua dijumpai pada sampel BP9 (jagung lokal Bata Kuning asal Sinjai Sulawesi Selatan) dengan posisi pita pada kisran 150 bp (base pair) . Pola pita ketiga dijumpai pada sampel BP1-BP6, dan sampel BP8 (Jagung lokal Bata Kuning asal Sinjai Sulawesi Selatan) dengan posisi pita pada kisran 100 -150 bp (base pair). Penampilan pita DNA jagung menggunakan 5 primer Simple Sequencce Repeat (SSR) cukup bervariasi. Pita DNA yang diunjukan dengan menggunakan primer umc1196 dan primer umc1792 memiliki karaker molekuler yang sama, yaitu memiliki 3 pola pita DNA dengan posisi pita berkisar antara 100-150 bp (base pair) dan 150-200 bp (base pair). Sedangkan karakter molekuler dengan primer phi109275 dan primer phi092 sama-sama memiliki 2 pola pita DNA dengan posisi pita DNA yang sama yaitu pada kisaran 100-150 bp dan 150 bp (base pair). Satu pola pita DNA dengan posisi pita DNA berkisar antara 100-150 bp (base pair dan pada primer phi423796). ANALISIS KEKERABATAN Data berupa pita DNA berdasarkan 5 primer SSR yang discoring dengan menggunakan kode 0 jika tidak muncul pita dan kode 1 jika muncul pita. Data biner (0 dan 1) selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.
6
Data biner tersebut kemudian diolah Coefficient (SMC) yang dapat dilihat pada dengan program Numerical Taxonomy System Tabel 7. (NTSYS) dan diperolehlah matriks kesamaan berdasarkan metode Simple Matching . Tabel 6. Data Biner Pita DNA Berdasarkan 5 Primer Simple Sequence Repeat (SSR) NO PITA
KODE SAMPEL BP1
BP2
BP3
BP4
BP5
BP6
BP7
BP8
BP9
BP10
CS1
CS2
CS3
CS4
CS5
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
4
1
0
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
1
1
6
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
7
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
1
0
8
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
9
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
11
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel 7. Matriks Kesamaan Genetik (BP1-BP10 = Jagung Lokal Baa Pulu Kuning Asal Sinjai, Sulawesi Selatan, CS1-CS5 = Jagung Caratenoid Syn 3 Asal CIMMYT) BP1
BP2
BP3
BP4
BP5
BP6
BP7
BP8
BP9
BP10
CS1
CS2
CS3
CS4
BP1
1.00
BP2
0.55
1.00
BP3
0.73
0.82
1.00
BP4
0.55
0.45
0.64
1.00
BP5
0.82
0.73
0.91
0.73
1.00
BP6
0.82
0.73
0.91
0.73
1.00
1.00
BP7
0.73
0.45
0.64
0.82
0.73
0.73
1.00
BP8
0.73
0.82
1.00
0.64
0.91
0.91
0.64
1.00
BP9
0.73
0.82
1.00
0.64
0.91
0.91
0.64
1.00
1.00
BP10
0.82
0.55
0.73
0.55
0.82
0.82
0.73
0.73
0.73
1.00
CS1
0.73
0.64
0.82
0.64
0.91
0.91
0.64
0.82
0.82
0.91
1.00
CS2
0.82
0.73
0.91
0.73
1.00
1.00
0.73
0.91
0.91
0.82
0.91
1.00
CS3
0.45
0.55
0.73
0.73
0.64
0.64
0.73
0.73
0.73
0.45
0.55
0.64
1.00
CS4
0.55
0.45
0.64
0.82
0.73
0.73
0.82
0.64
0.64
0.73
0.82
0.73
0.73
1.00
CS5
0.55
0.45
0.64
0.64
0.73
0.73
0.64
0.64
0.64
0.73
0.82
0.73
0.73
0.82
CS5
1.00
7
Gambar 9. Dendrogram Pengelompokan 15 Sampel Jagung Lokal Bata Pulu Kuning Asal Sinjai,Sulawesi Selatan dan Jagung Caratenoid Syn 3 Asal CIMMYT Berdasarkan Keragaman Genetik dengan 5 primer SSR. Derajat jarak kemiripan genetik antar individu tanaman jagung berdasarkan karakter DNA ditunjukkan dalam bentuk pengelompokkan yang digambarkan dalam bentuk dendrogram yang dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan hasil analisis dendogram yang terbentuk pada Gambar 9 bahwa pada kesamaan genetik 0,73 diperoleh 5 kelompok, yaitu kelompok 1 terdiri atas 9 sampel, kelompok 2 terdiri atas 1 sampel demikian juga dengan kelompok 4 dan 5, dan qkelompok 3 terdiri atas 3 sampel. Pada kelompok 1, Sampel BP3, BP8, dan BP9 yang berasal dari jagung lokal Bata Pulu Kuning asal Sinjai, Sulawesi Selatan saling mengelompok dengan dirinya sesama jagung lokal. Ketiga sampel tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat, hal ini dapat dilihat dari nilai kesamaan genetik 1.00 atau 100% memiliki karakter yang sama. Kelompok 2 terdiri atas 1 sampel, yaiu sampel BP2 yang berasal dari jagung lokal Bata Pulu Kuning asal Sinjai Sulawesi Selatan tidak mengelompok dengan jagung lokal maupun dengan jagung asal CIMMYT. Hal ini dapat dilihat dari nilai kesamaan genetiknya 0,55 jika dibandingkan dengan BP1, dan nilai kesamaan genetik 0,45 jika dibandingkan dengan sampel CS4 dan CS5 asal CIMMYT.
Kelompok 3 terdiri atas 3 sampel, dimana sampel BP4 dan BP7 yang berasal dari jagung lokal Bata Pulu Kuning asal Sinjai Sulawesi Selatan mengelompok dengan Sampel CS4 yang berasal dari jagung Carotenoid Syn 3 asal CIMMYT dan memiliki hubungan kekerabaan yang cukup dekat dengan nilai kesamaan genetik 0,82 atau 82% nilai kemiripannya. Kelompok 4 terdiri atas sampel CS3 yang berasal dari jagung Carotenoid Syn 3 asal CIMMYT dan kelompok 5 yang terdiri dari sampel CS5 yang berasal dari jagung Carotenoid Syn 3 asal CIMMYT tidak mengelompok dengan jagung lokal maupun dengan jagung asal CIMMYT. Menurut Stuessy (1990) kekerabatan dapat diartikan sebagai pola hubungan atau total kesamaan antara kelompok tumbuhan berdasarkan sifat atau karakter tertentu dari masing-masing kelompok tumbuhan tersebut. Menurut Sukartini (2007), aksesi-aksesi yang memiliki hubungan kemiripan jauh adalah aksesi yang baik untuk kegiatan pemuliaan tanaman. Sebaliknya aksesi-aksesi yang memiliki hubungan kemiripan sangat dekat kurang baik untuk kegiatan pemuliaan tanaman karena kemungkinan sedikitnya variasi genetik dalam spesies tersebut. 8
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Karakter molekuler jagung lokal Bata Pulu kuning asal Sinjai, Sulawesi Selatan dan Jagung Carotenoid Syn 3 asal CIMMYT berdasarkan 5 primer Simple Sequence Repeat (SSR) umumnya bervariasi dengan posisi pita DNA berkisar antara 100-200 bp ( posisi dominan berkisar antara 100-150 bp). 2. Berdasarkan 5 primer Simple Sequence Repeat (SSR) jagung lokal Bata Pulu Kuning Asal Sinjai, Sulawesi Sulawesi Selatan dan jagung Carotenoid Syn 3 asal CIMMYT mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat. Hal ini dapat dilihat dari nilai kesamaan genetik antara 0.45-1.00 dan 2 individu jagung Carotenoid Syn 3 asal CIMMYT tersebar dan mengelompok dengan beberapa individu jagung Bata Pulu Kuning Asal Sinjai, Sulawesi Selatan. Saran Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai kekerabatan jagung lokal yang berasal dari daerah lain di Sulawesi Selatan untuk dijadikan sebagai informasi awal dalam pembentukan varietas baru yang unggul.
DAFTAR PUSTAKA AMBIONET, 2004. Protokol untuk Karakterisasi Jagung Secara Genotipik Menggunakan Marka SSR serta Analisis Data. AMBIONET Service Laboratory Internasional Maize and Wheat Improvement Center (CIMMYT). Manila. Philippines. Azrai, M. 2005. Sinergi Teknologi Marka Molekuler dalam Pemuliaan Tanaman Jagung. Jurnal Litbang Pertanian 25: 81-89. Carsono,
N., 2008. Peran Pemuliaan Tanaman dalam Meningkatkan Produksi Pertanian di Indonesia. Disampaikan dalam Seminar on
Agricultural Sciences Mencermati Perjalanan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dalam Kajian Terbatas Bidang Produksi Tanaman, Pangan. Tokyo. Januari 2008. Chaerani, N.H., dan D.W. Utami, 2011. Keragaman Genetik 50 Aksesi Plasma Nutfah Kedelai Berdasarkan Sepuluh Penanda Mikrosatelit. Jurnal AgroBiogen. Vol. 7 (2) 2011 : 96-105. ISSN: 1907-1094. Dualembang, E., Y. Musa, dan M. Azrai, 2011. Karakterisasi Genetik Koleksi Plasma Nutfah Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) Berbasis Marka SSR (Simple Sequence Repeat). Balai Penelitian Tanaman Serealia (BALITSEREAL). Maros. Hidayatun, N., Chaerani, dan D.W. Utami, 2011. Sidik Jari DNA 88 Plasma Nutfah Ubi Jalar di Indonesia Berdasarkan Delapan Penanda SSR. Jurnal AgroBiogen. Vol. 7 (2) 2011 : 119-127. ISSN: 1907-1094. Juhriah, Baharuddin, Y. Musa, Marcia B.P., dan Masniawati., 2012. Deteksi Gen Phytoene Synthase 1 (PSY 1) dan Karoten Plasma Nutfah Jagung Lokal Sulawesi Selatan Untuk Seleksi Jagung Khusus Provitamin A. J. Agrivigor: Vol 11 (2). Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar. Korzun, V., 2002. Use of Molecular Marker in Cereal Breeding. Cellular and Molecular Biology Letters, 7: 811820. Nuraida, D., 2012. Pemuliaan Tanaman Cepat dan Tepat Melalui Pendekatan Marka Molekuler. Tanaman Cepat (97-103) El-Hayah Vol. 2, No.2. Universitas PGRI Ronggolawe. Tuban.. Pabendon, M.B., 2010. Rintisan Penelitian Berbasis Marka Molekuler 9
Tanaman Serealia (Jagung, Gandum dan Sorgum) untuk Perakitan Varietas Unggul. Balai Penelitian Tanaman Serealia (BALITSEREAL). Maros. Pabendon, M.B., 2013. Perakitan Varietas Unggul Berbasis Marka Molekuler Jagung, Gandum, dan Sorgum. Balai Penelitian Tanaman Serealia (BALITSEREAL). Maros. Rholf,
F.J., 1998. NTSYSpc, Numerical Taxonomy analysis system version 2.0. Exeter Software. New York.
Stuessy, T.F. 1990. Plant Taxonomy. The Systematic Evaluation of Comparative Data. Columbia University Press. New York. Sukartini. 2007. Pengelompokan Aksesi Pisang Menggunakan Karakter Morfologi. Jurnal Hortikultura 17 (1) : 26-33 Suranto.
2002. Cluster Analysis of Ranunculus Species. Biodiversitas 3 (1) : 201-206.
Takdir,
M.A., Hajrial A., Trikoesoemaningtyas, Jajah Koswara, 2009. Estimasi Jarak Genetik Galur Jagung Pulut Berbasis Marka Mikrosatelit dan Korelasinya dengan Karaker Morfologi. Penelitian Pertanian Tanaman Vol. 28 no.1 2009. Institu Pertanian Bogor. Bogor.
Utami,
D.W., Sutoro, N.Hidayatun, A. Risliawati, dan I. Hanarida, 2011. Keragaman Genetik 96 Aksesi Plasma Nutfah Padi Berdasarkan 30 Marka SSR Terpaut Gen Pengatur Waktu Pembungaan (HD Genes). Jurnal AgroBiogen. Vol. 7 (2) 2011 : 76-84. ISSN: 1907-1094.
10