Analisis Kinerja Arrester Tegangan Tinggi 150 kV pada GIS Tandes Terhadap Gangguan Impuls Petir dan Hubung Menggunakan Power System Computer Aided Design Hendri Kijoyo Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Insttut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Abstrak - Arrester telah banyak digunakan secara intensif untuk memberikan perlindungan terhadap dalam sistem tenaga terutama pada sistem bertegangan tinggi. Arrester adalah peralatan yang digunakan untuk mencegah terjadi nya kerusakan akibat ada nya tegangan tinggi transien yang berlebih. Arrester menyediakan jalur bagi arus akibat sambaran petir maupun tegangan transient ke tanah dengan tingkat impedansi yang rendah. Tegangan lebih transien yang mungkin terjadi antara lain disebabkan oleh impuls petir baik secara langsung maupun hantaran, tegangan transien dan impuls hubung. Kinerja dari arrester terutama pada tegangan tinggi sangat penting dalam perlindungan dan kontinuitas kerja sistem. Pada tugas akhir ini akan dibuat pemodelan dan simulasi kinerja arrester tegangan tinggi 150kV dengan mengambil contoh model pada GIS Tandes dan dimodelkan dengan menggunakan software PSCAD sehingga dapat diketahui unjuk kerja arrester tersebut terhadap gangguan impuls petir dengan rata – rata pemotongan arus sebesar 95% dan pada impuls hubung rata – rata pemotongan arus oleh arrester sebesar 87.21%.
Kata kunci
:
Saluran Udara Tegangan Tinggi ( SUTT ), Lightning Arrester, Front time, Tail time, Impuls petir , Impuls hubung , Power System Computer Aided Design (PSCAD)
1. Pendahuluan Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di daerah tropis dengan tingkat curah hujan yang cukup tinggi sehingga memiliki intensitas sambaran petir yang cukup tinggi. Pada jaringan transmisi yang melalui daerah dengan potensi sambaran petir yang cukup tinggi, probabilitas terkena sambaran petir juga cukup besar. Saluran udara dianggap lebih efektif dalam penyaluran listrik melalui darat, terutama untuk tegangan tinggi. Karena itu saluran transmisi di Indonesia, terutama di pegunungan memiliki tingkat kemungkinan tersambar petir yang cukup tinggi. Sambaran petir dapat menyebabkan kegagalan induksi, backflashover dan tegangan induksi. Sambaran petir yang mengenai sistem tenaga listrik akan menimbulkan tegangan lebih baik sambaran secara langsung maupun tidak langsung. Tegangan lebih ini akan membahayakan peralatan apabila dibiarkan mengalir pada sistem dan tersalurkan ke beban. Oleh karena itu, pemasangan arrester bertujuan untuk meningkatkan upaya perlindungan terhadap tegangan lebih akibat sambaran petir. Arester petir memiliki kemampuan mengamankan peralatan listrik dari gangguan surja petir. Alat pengaman ini memiliki nilai tahanan yang tidak linier pada setiap tingkat tegangan dan arus. Data yang terdapat pada datasheet menunjukkan bahwa alat ini memiliki karakteristik dinamis yang penting untuk koordinasi proteksi khususnya proteksi surja petir.
2. Petir Petir atau halilintar merupakan gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan dimana di langit muncul kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan yang beberapa saat kemudian disusul dengan suara menggelegar. Perbedaan waktu kemunculan ini disebabkan adanya perbedaan antara kecepatan suara dan kecepatan cahaya. Indonesia merupakan Negara tropis yang panas dan juga lembab. Kedua faktor ini merupakan faktor penting dalam pembentukan awan Cumulonimbus penghasil petir. Secara meteorology umum, didaerah tropis terbentuk siklon tropis yang jenis nya berbeda – beda bergantung pada daerahnya. Siklus tropis adalah bagian penting dari sirkulasi atmosfer, yang memindahkan panas dari daerah katulistiwa kedaerah lintang yang lebih tinggi atau pun lebih rendah. Samudra Hindia dan perairan barat Australia adalah daerah pertumbuhan siklus tropis terbesar di dunia. Sehingga tingkat kemunculan petir di daerah ini juga cukup besar.
3. Gelombang Berjalan Teori gelombang berjalan pada kawat transmisi telah mulai disusun secara intensif sejak tahun 1910, terlebih lagi pada tahun 1930-an. Persoalan gelombang berjalan sangant sukar, sehingga harus diadakan banyak penyederhanaan agar dapat digunakan untuk keperluan teknik.
Pada saat ini , gelombang berjalan telah diselidiki pada : 1. Kawat tunggal 2. Kawat majemuk 3. Kecepatan majemuk dari gelombang berjalan. Bebeapa sebab gelombang berjalan yang telah diketahui antara lain adalah sebagai berikut : 1. Sambaran kilat secara langsung pada kawat 2. Sambaran tidak langsung pada kawat 3. Operasi pemutusan (switching operation) 4. Busur tanah (arcing ground ) 5. Gangguan – gangguan pada sistem oleh berbagai kesalahan
Bila kecepatan merambat gelombang itu adalah v cm/ detik, maka jumlah muatan yang dibutuhkan untuk mengisi kawat sepanjang v cm tiap detik adalah C E v. Muatan itu diberikan oleh arus uniform yang mengalir pada kawat. Untuk memberi muatan Cev dalam satu detik dibutuhkan arus sebesar:
I = C.E.v ................................................... (1)
Bila L adalah induktansi kawat untuk setiap cm, maka dalam waktu yang sama, energi elektrostatis pada kawat adalah : 1 2 WL = L.x.I .............................................. (3) 2
C
C
C
Gambar 1 Kawat Transmisi Dengan Batere Energi yang diberikan oleh sumber energi ( batere ) adalah
We = E.I.t dan
We = WC + WL
Maka 1 1 2 2 E.I.t = C.x.E + L.x.I 2 2 1
E.I =
1
C.v.E + L.v.I atau 2
2
2
2
v= C
2
E I
+L
I
(5)
E
dari persamaan ( 1 ) I = C.E.v dapat dinyatakan sebagai berikut : E I
=
1
I
Subtitusi
E v=
I
dan
E
Cv
1
Jadi v = ±
= Cv
= Cv pada persmaan ( 5 ) diperoleh 2
v
Bila gelombang itu merambat sejauh x cm, maka energi elektrostatis yang ditimbulkan adalah sebesar : 1 2 WC = C.x.E ...............................................(2) 2
L
a
E
Sebab – sebab tersebut menimbulkan surja pada kawat, yaitu surja tegangan dan surja arus. Bila gelombang tegangan E pada Gambar 1 sampai pada titik a, maka arus yang bersamaan dengan tegangan itu akan mengisi kapasitor C pada tergangan E. Muatan yang dibutuhkan untuk menaikkan tegangan pada satu satuan panjang adalah C E.v
L
L
atau
+ LCv
1
2
v =
1 LC
cm/ detik ................................... (6)
LC
Kedua harga v diatas berlaku yaitu v positif untuk gelombang maju dan v negatif untuk gelombang mundur. Bentuk umum dari suatu gelombang berjalan dapat digambarkan pada Gambar 2.
Gelombang membutuhkan waktu t untuk merabat sepanjang x cm, maka kecepatan gelombang dapat dinyatakan dalam persamaan : x v = ............................................................ (4) t
Gambar 2 Bentuk Umum Gelombang Berjalan
Dari bentuk umum gelombang berjalan, dapat diketahui beberapa spesifikasi gelombang berjalan yaitu : 1. Puncak (crest) gelombang, yaitu amplitudo maksimum gelombang dari gelombang 2. Muka gelombang t1 (mikro detik ) yaitu waktu dari permulaan sampai puncak. Biasanya diambil 10% E sampai 90 % E. 3. Ekor gelombang, yaitu bagian dibelakang puncak. Panjang gelombang t2 adalah waktu dari permulaan sampai titik 50 % E pada ekor gelombang. 4. Polaritas , yaitu polaritas dari gelombang. Gelombang kilat tipikal merupakan bentuk paling mirip dengan bentuk gelombang surja kilat ( lightning surge ). Bentuk gelombang ini tergantung pada harga a dan b. Sebaliknya, bila spesifikasi gelombang diberikan a, b dan E dapat dicari dan bila E, a dan b diketahui, maka spesifikasi gelombang yaitu puncak, muka dan panjang gelombang dapat dicari pula. Persamaan diatas menyatakan hubungan antara t2/t1 untuk berbagai haraga tertentu dari b/a. Karena persamaan ini transcendental, maka untuk mencari harga t2/t1 harus dilakukan dengan cara mengisi harga – harga tertentu. Grafik pada Gambar 3 menunjukkan hubungan antara : 1. at1 sebagai fungsi dari b/a 2. E1/E sebagai fungsi dari b/a 3. t2 /t1 sebagai fungsi dari b/a. Untuk harga – harga t1 dan t2 yang diketahui . dicari harga b/a, at1 dan harga E1/E dari lengkung t2 /t1 untuk kemudian dicari harga a dari at1 dan b dari b/a.
4. Arrester Arrester adalah alat pelindung yang berfungsi melindungi peralatan tenaga listrik dengan cara mebatasi surja (surge) tegangan lebih yang datang dan mengalirkannya ke tanah. Sampai saat ini alat perlindungan terhadap petir yang paling sempurna bagi peralatan adalah arrester, sering disebut sebagai lightning arrester / surge diverter[1]. Pada intinya arrester memiliki dua unsur utama, yaitu sela bunga api (spark gap) dan tahanan non-linier / tahanan katub (valve resistor) yang dihubungkan secara seri. Batas bawah dan batas atas dari percikan ditentukan oleh tegangan sistem maksimum dan tingkat isolasi peralatan yang dilundungi. Namun dapat juga diterapkan cara khusus dengan menggunakan pengatur tegangan (voltage control), sehingga dapat disimpulkan bahwa pada arrester terdapat tiga komponen utama, yaitu sela api, tahanan non-linier, dan pengatur tegangan. Arrester sering pula disebut sebagai penangkap petir, yaitu alat pelindung bagi peralatan sistem tenaga listrik terhadap surja petir, selain itu juga berlaku sebagai jalan pintas (by-pass) bagi kilat atau petir sehingga tidak timbul tegangan lebih pada peralatan. Fungsi by-pass arrester tersebut dibentuk sedemikian rupa sehingga tidak menggangu aliran arus daya system 50 Hz. Jadi pada kondisi normal arrester berperan sebagai isolator, namun pada saat timbul surja arrester berlaku sebagai konduktor, jadi melewatkan aliran arus yang tinggi. Perubahan fungsi arrester ini harus berlangsung secepat mungkin agar pemutus daya tidak sempat beroperasi sehingga kelangsungan system tetap tejaga. Untuk mendukung tujuan tersebut pun digunakan tahanan non-linier yang memiliki sifat mengecilnya nilai tahanan jika tegangan dan arus yang melaluinya besar sekali. Proses ini berlangsung sangat cepat sekali yaitu selama tegangan mencapai puncaknya. Karena itu drop tegangan yang terjadi dapat di minimalisir. Pada tahanan katub, bila tegangan lebih telah berlalu dan tegangan kembali ke nominal normal, maka nilai tahanan akan naik kembali sehingga arus susulan dibatasi sebesar 50 A. Arus susulan ini akan dipadamkan oleh sela api saat tegangan system mencapai nol pertama kali, sehingga alat ini berfungsi sebagai penutup arus. Pada arrester modern, pemadaman arus susulan dibantu dengan medan magnet. Dalam memilih arester yang sesuai untuk keperluan tertentu, beberapa faktor harus diperhatikan, antara lain : a.
Gambar 3. Spesifikasi Gelombang Kilat Tipikal
Kebutuhan perlindungan, berhubungan dengan kekuatan isolasi dari alat yang harus dilindungi dan karakteristik impuls arester.
b.
c. d. e.
f.
Tegangan sistem, adalah tegangan maksimum yang mungkin timbul pada jepitan arester. Arus hubung singkat, faktor ini hanya diperlukan untuk arester jenis ekspulsi. Jenis arester, apakah arester jenis gardu, jenis saluran atau jenis distribusi. Faktor kondisi luar, apakah normal atau tidak ( 2000 meter atau lebih di atas permukaan laut ), temperature dan kelembaban yang tinggi serta pengotoran. Faktor ekonomi, adalah perbandingan antara ongkos pemeliharaan dan kerusakan bila tidak ada arester atau bila dipasang arester yang lebih rendah mutunya.
5. PSCAD Dalam simulasi ini menggunakan software PSCAD (Power Systems Computer Aided Design), dikenal pula sebagai EMTDC (Electromagnetic Transients including Direct Current) yang merupakan bagian integral daripada PSCAD sebagai mesin simulasi untuk interface grafis. EMTDC menampilkan dan menyelesaikan persamaan differensial baik untuk system elektromagnetik dan elektromekanik dalam domain waktu. Hasil didapat dari kalkulasi berdasarkan standar waktu yang tetap, dan struktur program nya mewakili system control, baik dengan atau pun tanpa adanya system elektromaknetik maupun elektromekanik. Dapat dilihat pada Gambar 4 berikut tampilan awal dari pada PSCAD. Simulasi dilakukan dengan memodelkan perangkat sistem dan arrester seperti yang terlihat pada Gambar 5 di bawah ini dengan menggunakan software PSCAD.
Gambar 4 Tampilan awal Master Libraries PSCAD
Gambar 5 Model Rangkaian Arester pada PSCAD.
6. Hasil Simulasi Hasil simulasi untuk model ABB EXLIM dengan model petir 1.2/50 µs pada amplitudo 10 kA dapat dilihat pada Gambar 6, 7, 8. Dari simulasi tersebut, didapatkan arus petir maksimum yang terjadi yaitu sebesar 8.400 Ampere, sedangkan arus yang mengalir ke arester pada saat itu adalah sebesar 7.520 Ampere. Arus maksimum yang mengalir ke beban selama terjadi petir tersebut adalah 1.080 Ampere. Dari simulasi petir 1.2/50 µs dan amplitudo 10 kA ini dapat diketahui bahwa untuk model arester yang digunakan pada simulasi ini dapat memotong sekitar 89.52 % arus petir pada saat arus petir tersebut mencapai nilai maksimumnya, dan hanya sekitar 10 % dari arus petir yang diterima oleh peralatan. Tegangan sisa maksimum yang timbul pada beban saat dikenai petir ini adalah sebesar 443.760 Volt.
Gambar 6 Grafik Arus Arester pada Simulasi dengan Petir 1.2/50 µs dan Amplitudo 10 kA
Gambar 7 Grafik Arus Beban pada Simulasi dengan Petir 1.2/50 µs dan Amplitudo 10 kA
Gambar 10 Grafik Arus Arrester dan Arus Beban Maksimum pada Amplitudo Petir 10kA dengan Variasi Front Time
Gambar 8 Grafik Tegangan pada Simulasi dengan Petir 1.2/50 µs dan Amplitudo 10 kA Simulasi pada model arester dengan memvariasi front time petir, sedangkan tail time tetap pada 20 µs dan amplitudo dibiarkan untuk pada 10 kA untuk amplitudo arus petir., didapatkan bahwa semakin besar front time yang diberikan, akan memberikan pengaruh pada besarnya waktu, arus maksimum yang mengalir pada arrester, arus maksimum yang diterima oleh beban, tegangan pada bus yang mengalami gangguan, dan juga tegangan transiennya. Seperti yang terlihat pada Gambar 9 berikut, semakin besar front time petir yang terjadi akan menyebabkan semakin kecilnya tegangan pada bus dan tegangan transien yang terjadi. Selain itu, semakin besar front time juga menyebabkan semakin lama nya tegangan mencapai maksimum.
Gambar 9 Grafik Tegangan Bus dan Tegangan TFR Maksimum pada Amplitudo Petir 10kA dengan Variasi Front Time
Dari Gambar 10 diatas dapat dilihat bahwa perubahan front time menyebabkan menurunnya nilai dari arus maksimum dan arus maksimum yang diterima beban, serta semakin lamanya arus mencapai maksimum. Simulasi juga dilakukan pada model arester dengan memvariasi waktu ekor (tail time) petir, sedangkan front time dibiarkan pada 5 µs dan amplitudo arus petir pada 10 kA, dapat diketahui bahwa semakin besar tail time petir yang terjadi, berpengaruh pada semakin besarnya arus yang mengalir pada arrester, arus yang masuk ke beban, tegangan pada bus yang terganggu, dan juga tegangan transiennya. Selain itu juga menyebabkan semakin singkat nya waktu mencapai puncak baik tegangan maupun arus yang terjadi. Seperti yang terlihat pada Gambar 11 berikut, semakin besar tail time petir yang terjadi akan menyebabkan semakin besarnya tegangan pada bus dan tegangan transien yang terjadi. Selain itu, semakin besar tail time juga menyebabkan semakin cepat nya tegangan mencapai maksimum.
Gambar 11 Grafik Tegangan Bus dan Tegangan TFR Maksimum pada Amplitudo Petir 10kA dengan Variasi Tail Time
Gambar 12 Grafik Arus Arrester dan Arus Beban Maksimum pada Amplitudo Petir 10kA dengan Variasi Tail TIme
Gambar 14 Arus Beban pada Gangguan Impuls Hubung dengan Amplitudo 10kA
. Dari Gambar 12 diatas dapat dilihat bahwa perubahan tail time menyebabkan meningkatnya nilai dari arus maksimum dan arus maksimum yang diterima beban, serta semakin singkatnya arus mencapai maksimum. Untuk simulasi kondisi gangguan berupa Impuls hubung, parameter yang digunakan adalah menggunakan pendekatan dengan nilai t1 = 200 µs dan t2 = 2500 µs. Dengan menggunakan kedua nilai tersebut dapat di cari nilai a dan b untuk parameter gangguan berdasarkan cara yang tertera pada Bab 2.3.4 dan 2.3.5. Didapatkan batasan yang digunakan untuk simulasi gangguan impuls hubung berupa:
Gambar 15 Tegangan Bus dan Tegangan TFR pada Gangguan Impuls Hubung dengan Amplitudo 10kA
7. Kesimpulan t1 t2 a b
= = = =
200 µs 2500 µs 312.5 22500
Hasil simulasi untuk model ABB EXLIM dengan model impuls hubung 200/2500 µs pada amplitudo 10 kA dapat dilihat pada Gambar 13, 14, 15.
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1.
2.
3.
4.
Gambar 13 Arus Arrester dan Arus Maksimum pada Gangguan Impuls Hubung dengan Amplitudo 10kA
Rating lightning arrester pada sistem 150 kV adalah 132 kV bila ditanahkan langsung dan 165 kV bila tidak ditanahkan langsung. Hasil simulasi pada gangguan impuls petir dengan short time (1.2/50 µs) menunjukkan hasil antara lain sebagai berikut : a. Rata-rata besar pemotongan arus oleh model arrester ABB EXLIM adalah 95%. b. Besar arus yang dilewatkan ke beban berkisar antara 1 sampai 5 kA. c. Besar tegangan TFR yang terjadi pada saat petir mencapai arus maksimal berkisar antara 400 kV sampai 650 kV. Hasil simulasi pada gangguan impuls petir untuk variasi front time , hasil simulasi model arester ABB EXLIM menunjukkan semakin pendek front time akan mengakibatkan nilai arus dan tegangan yang semakin besar. Hasil simulasi pada gangguan impuls petir, semakin pendek front time petir, maka tegangan sisa akan memiliki waktu mencapai puncak yang semakin singkat dan waktu pemulihan yang semakin lama.
5.
6.
7.
Hasil simulasi pada gangguan impuls petir untuk variasi tail time, hasil simulasi model arester ABB EXLIM menunjukkan semakin besar atau panjang tail time akan mengakibatkan nilai arus dan tegangan yang semakin besar. Hasil simulasi pada gangguan impuls petir, semakin panjang tail time petir, maka tegangan sisa akan memilikiwaktu mencapai puncak yang semakin singkat dan waktu pemulihan yang semakin lama. Hasil simulasi pada gangguan impuls hubung dengan 200/2500 µs menunjukkan hasil antara lain sebagai berikut: a. Rata-rata besar pemotongan arus oleh model arrester ABB EXLIM adalah 87.21%. b. Besar arus yang dilewatkan ke beban berkisar antara 0 sampai 1.5 kA. c. Besar tegangan TFR yang terjadi pada saat petir mencapai arus maksimal berkisar antara 400 kV sampai 550 kV.
8. Daftar Pustaka [1] [2]
[3] [4]
[5] [6] [7]
[8]
[9]
[10] [11]
[12
[13]
Arismunandar, A. 1975, “Teknik Tegangan Tinggi”, Pradnya Paramita, Jakarta. Arismunandar, Kuwara. 1993, “Teknik Tenaga Listrik”, Jilid 2, Pradnya Paramita, Jakarta. Abduh, S. 2001, “Teknik Tegangan Tinggi”, Salemba Teknik, Jakarta. PSCAD version 4.2 for Windows XP32 Pro SP2, XP64 Pro, Vista 32, Vista 64 Users’ Manual. Hill, Keith,”Surge Arrester and Testing”, Double Engineering Company Hutauruk, T.S. 1989, “Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja”, Erlangga, Jakarta. IEEE WG 3.4.11, “Modeling of Metal Oxide Surge Arresters”, IEEE Transcations on Power Delivery, pp 302-309, January 1992. L. Tobing, Bonggas. 2003, “Peralatan Tegangan Tinggi”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mahmudsyah, Syariffuddin. 2005, Diktat Kuliah Teknik Tegangan Tinggi : Petir dan Permasalahannya, ITS, Surabaya. Mahmudsyah, Syariffuddin. Handout Kuliah Teknik Tegangan Tinggi, ITS, Surabaya Tobing, B.L. 2003, “Peralatan Tegangan Tinggi”, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. URL ( http://www.doblelemke.eu/media/files/Media/ Techpapers/13Schufft-Wolfgang-Impulse_Tes.pdf]) www.abb.com/arresteronline/EXLIM-P.pdf
[14]
Zoro H. Reynaldo. 2004, “Proteksi terhadap Tegangan Lebih Petir pada Sistem Tenaga Listrik”, Catatan Kuliah, Departemen Teknik ELektro ITB, Bandung.
9. Riwayat Penulis
Penulis dilahirkan di Balikpapan, Kalimantan Timur pada 4 Agustus 1984, merupakan bungsu dari tiga bersaudara. Riwayat pendidikan penulis adalah TK Santa Meriam Balikpapan, SDK Santa Theresia Balikpapan, SLTPK Santo Mikail Balikpapan, SMUK St. Louis I Surabaya. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan S1-nya di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan jurusan yang diambil adalah Jurusan Teknik Elektro dengan bidang studi Teknik Sistem Tenaga. Penulis dapat dihubungi melalui email
[email protected].