buru Ong It sin membuka matanya, ia saksikan dirinya sudah berada dalam sebuah ruangan batu, segala perabot dalam ruangan itu amat sederhana kecuali beberapa bangku terbuat dari batu. . hanya sebuah meja besar, ketika itu ada dua orang duduk disana.
Tercengang Ong It sin setelah mengetahui siapakah kedua orang itu, ternyata mereka tak lain adalah kedua orang murid Seng hong Tianglo, yakni Lau Hui dan Bwe Yau yang jauh jauh dari luar perbatasan masuk ke wilayah Zuchuan untuk mencarinya. Paras muka Bwe Yau dan Lau Hui tak sedap dilihat, mereka hanya duduk tanpa berkutik.
Ong It sin yang bego sudah barang tentu tak tahu kenapa mereka cuma duduk melulu, tapi diapun tidak menggubris Lau Hui, kepada Bwe Yau sapanya sambil tertawa:
"Hei nona Bwe, rupanya kaupun berada disini, kenapa tidak pulang ke luar perbatasan?"
Bwe Yau tidak menjawab, bahkan tubuhnya bergerak sedikitpun tidak hanya sepasang matanya yang berkedip-kedip.
Ong It sin semakin keheranan, baru saja dia akan bertanya, nenek itu sudah berseru lebih dulu:
"Kalau ingin bercakap cakap. duduklah lebih dulu"
Ong It sin tidak hanya berbicara, ia melangkah maju dan duduk disebuah kursi batu.
Nenek itu ikut duduk. lalu tangannya diayupkan ke arah Bwe Yau dan Lau Hui yang masih mematung itu "criiit . " diantara desiran angin tajam, dua orang muda muda itu masing-masing menghembuskan napas panjang.
Dari kejadian yang berlangsung di depan matanya, Ong It sin baru menyadari atas apa yang telah terjadi serunya tertahan: "oooh. . . . rupanya jalan darah kalian berdua telah ditotok"
"Hmm . . . apalagi kalau bukan gara gara kau" teriak Lau Hui dengan marah, "kini kau sudah datang, itu berarti kami sudah tak ada urusan lagi..."
Gerutuan yang datangnya tanpa ujung pangkal ini membuat Ong It sin tertegun, ia tak tahu bagaimana baiknya, maka sesudah termangu beberapa saat lamanya ia
berkata:
"Nona Bwe, apa gerangan yang telah terjadi? Kesalahan apa yang telah kulakukan terhadap kalian?"
Bwe Yau tidak menjawab dia hanya menghela napas panjang.
"Kedua orang ini adalah muridnya Seng hong Tianglo" kata nenek bersuara dalam, "dari luar perbatasan mereka mencarimu, bukankah ada sesuatu benda yang telah mereka serahkan kepadamu?"
Ong It sin tidak melihat kalau Bwe Yau sedang mengerling dan memberi tanda kepadanya, karena ia pernah merasa menerima benda tersebut maka jawabnya sejujurnya: "Yaa, betul "
"Bagus. kau mau mengakui berarti kau memang orang jujur, nah sekarang serahkan benda itu kepadaku"
Sekalipun Ong It sin tidak tahu apa kegunaan kotak kemala yang diserahkan Bwe Yau kepadanya, diapun tak tahu apa akibatnya bila ia membawa kotak kemala itu menuju ke bukit Toa soat san dan menjumpai seorang di Lembah Cing cu kok, akan tetapi ia merasa tak sudi menyeramkan kotak kemala itu kepada siapapun juga.
Sebab kotak kemala itu adalah barang peninggalan ayahnya, bahkan boleh dibilang itulah satu-satunya benda yang ditinggalkan ayahnya ......
Sudah barang tentu Ong It sing tak dapat memberikan benda milik ayahnya kepada orang lain
Maka dengan cepat dia menggelengkan kepalanya:
"Aku tidak pernah merasa kenal denganmu, apa lagi benda ini milik ayahku, kenapa harus kuserahkan kepadamu?"
Mendengar perkataan tersebut, paras muka si nenek berubah hebat, bahkan wajahnya nampak menjadi bengis.
Namun sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu Lau Hui telah melompat bangun sambil berkata:
"cianpwe, kotak kumala itu berada dalam sakunya, bila ia tak mau menyerahkan benda itu kepadamu, lebih baik cianwpe menghadiahkan sedikit kelihayan buatnya"
"suko, kenapa kau mengucapkan kata kata itu?" seru Bwe Yau dengan perasaan tidak puas, jelas ia tak senang dengan sikap dari kakak seperguruannya. Dengan mata melotot buas nenek itu berpaling dan hardiknya kepada Lau Hui: "Kau tak usah cerewet, duduk disana "
Karena ketanggor batunya, dengan wajah tersipu-sipu Lau Hui duduk kembali ditempatnya semula.
Setelah pemuda itu duduk kembali, si nenek baru berkata lebih jauh:
"Memang benar, benda itu milik ayahmu, tapi lantaran benda inilah ayahmu harus mengorbankan selembar jiwanya, mengertikah kau akan kejadian ini?"
Ketika ayah Ong It sin meninggal dunia, usia anak muda itu masih sangat kecil, apalagi dia memang sudah goblok semenjak dulu, sudah barang tentu dia tak tahu apa sebabnya ayahnya sampai tewas dibunuh orang.
Tak heran kalau ia menjadi tertegun setelah mendengar perkataan dari nenek itu, tanpa sadar dia merogoh kesakunya dan meraba kotak kemala tersebut.
"Kenapa ayahku tewas lantaran benda ini?" tanyanya tercengang.
"Tentang soal ini kau tak perlu banyak bertanya, tapi bila kau bisa tidak ingin mengikuti jejak ayahmu, lebih baik serahkan saja kotak kemala itu kepadaku"
Ong It sin tertegun, tapi kembali ia gelengkan kepalanya.
"Tidak. bagaimanapun juga kotak ini adalah benda waris ayahku tak akan memberikannya kepada orang lain" serunya.
"Kau ngotot tak mau menyerahkan kepadaku?" bentak si nenek sambil tertawa dingin-
"Tidak "
Pelan pelan nenek itu menganyunkan telapak tangannya siap melancarkan serangan. Tiba tiba Bwe Yau menjerit lengking:
"Sahabat Ong serahkan dulu kotak tersebut kepada locianpwe ini" ketika mengucapkan kata kata tersebut wajahnya tampak menunjukkan sinar ngeri dan ketakutan.
Ayunan telapak tangan nenek itupun berhenti ditengah jalan, sambil menatap pemuda itu kembali tanyanya:
"Bagaimana?"
"Tidak sekali sudah kukatakan tidak. selamanya tetap tidak. buat apa kau banyak bertanya ?" seru Ong It sin dengan perasaan tak sabar.
Dengan geramnya nenek itu mengayunkan telapak tangannya ke udara. kelima jari tangannya dipentangkan lebar-lebar, dalam sekejap mata desingan angin tajam memenuhi seluruh ruangan-
Ong It sin merasaka munculnya desingan angin tajam yang menerpa tubuhnya, sedemikian dahsyatnya daya tekanan tersebut membuatnya hampir tak bisa bernapas.
Sementara ia masih tertegun, mendadak dari samping tubuhnya berkumandang suara desingan tajam yang disertai dengan ledakan dahsyat, apa yang terjadi? Ternyata bangku yang barusan didudukinya itu sudah terhajar hingga hancur berkepingkeping.
Saking ngerinya untuk sesaat Ong It sin tak mampu berkata-kata, apa lagi memandang hancuran bangku terbuat dari batu yang berserakan ditanah, peluh sebesar kacang kedelai membasahi seluruh jidatnya, hampir saja ia tak percaya kalau didunia, ini terdapat orang yang memiliki kepandaian silat setinggi itu.
"Bagaimana bocah muda?" bentak nenek itu, "sudah kau saksikan bukan kehebatanku? serahkan tidak kotak itu kepadaku?"
Ong It sin masih memandang hancuran bangku itu dengan wajah termangu, jangankan menjawab apa yang diucapkan nenek itupun tak terdengar sama sekali olehnya, sudah barang tentu diapun tak mampu menjawab.
Dalam hati kecilnya ia sedang berpikir dengan kesengsem, dia pikir, andaikata
suatu hari kepandaian silatnya dapat mencapai ke tingkat setinggi itu, niscaya ia tak perlu takut lagi terhadap empat jagoan dari Tiong lam pay.
Tapi, mungkinkah kepandaian silatnya masih mempunyai harapan untuk mencapai ketingkat seperti itu.
Terbayang sampai disini, dia hanya dapat menggelengkan kepalanya berulang kali, ia merasa pada hakekatnya hal ini tak mungkin terjadi.
Ketika ia sedang menggeleng karena berpikir akan ketidak mampuannya itu maka secara kebetulan nenek itu sedang mempernatikan ke arahnya, salah sangkalah si nenek tadi, dia mengira pemuda itu tak bersedia menyerahkan kotak itu kepadanya.
Sehebat hebatnya nenek itu dalam hal ilmu silat, dia bukan dewa yang bisa menebak jalan pikiran manusia ketika dilihatnya Ong It-sin menggeleng, gelengan tersebut dianggap sebagai suatu penolakan
Dengan geramnya nenek itu melancarkan kembali sebuah pukulan dahsyat, sedemikian dahsyatnya pukulan itu membuat bangku batu yang lain ikut terhajar hancur.
Lau Hui dan Bwe Yau menjadi terkejut, untuk sesaat mereka hanya bisa terbelalak dengan wajah memucat.
Semula mereka mengira Ong It sin pasti akan menyerahkan kotak tersebut kepada si nenek, maka dikala pemuda itu menggelengkan kepalanya, muda mudi itupun ikut tertegun-
"Kurang ajar" teriak nenek itu sambil tertawa dingin, " tampaknya watakmu memang tak jauh berbeda dengan bapakmu yang telah mampus "
"Kau ....kau... kenal dengan ayahku?" tanya Ong It sin tercengang, seakan akan ia tidak percaya kalau nenek itu bisa kenal dengan ayahnya. Nenek itu mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak.
"Hmmm. . . bukan cuma kenal, kami adalah . . . ."
Kata- kata itu tidak dilanjutkan, sebab secara tiba tiba ia seperti teringat akan sesuatu.
Setelah terhenti sejenak, tiba-tiba katanya lagi:
"Bocah keparat, camkan kata kataku ini, pokoknya kalau kotak kemala itu tidak kau serahkan kepadaku jangan menyesal bila nyawamu ikut melayang disini"
"Sebelum membicarakan soal lain, beritahu kepadaku apakah ke empat jago tangguh dari Tiong lam pay yang berusaha merampas kotak tersebut dari tangan ayahku dulu?" desak si pemuda.
Setajam Sembilu pancaran Sinar mata si nenek, paras mukanya berubah hijau membesi dengan sikap yang menggidikkan hati ia menukas:
"Kau tak usah banyak bicara, jawab secara singkat kotak itu hendak kauserahkan kepadaku atau tidak?"
Ong It sin hanya termenung tidak menjawab setelah mengalami pelbagai peristiwa, ia dapat menarik kesimpulan aneh yang dihadapinya sekarang.
Berbicara dari kepandaian silat yang dimiliki nenek itu, untuk merampas sebuah kotak kemala dari sakunya hampir boleh dibilang gampang seperti membalikkan telapak tangan sendiri, padahal nenek itupun tahu jika kotak mustika itu berada dalam sakunya, tapi anehnya kenapa ia tidak merampasnya sendiri ? Tapi minta kepadanya untuk menyerahkan benda tersebut kepadanya?
Ia mencoba untuk mengerdipkan matanya lalu berkata:
"Tak mungkin kuserahkan benda itu kepadanya, sebab kotak itu barang peninggalan ayahku, untuk melindungi benda ini ayahku telah mempertaruhkan jiwa raganya, itu berarti tak ternilai harga dari kotak ini, kenapa aku harus menyerahkannya kepadamu?
Paras muka si nenek kembali mengalami perubahan hebat malah akhirnya paras mukanya berubah menjadi hijau membesi hingga tampak mengerikan sekali.
Pada saat itulah Lau Hui melompat bangun, lalu katanya: "Locianpwe, apa yang kau tanyakan kepada kami telah kami jawab sejujurnya, sekarang aku boleh mohon diri bukan?"
Nenek itu masih tidak menjawab bahkan menggubrispun tidak, sepasang matanya yang memancarkan sinar tajam mengamati wajah Ong It sin tanpa berkedip. Karena tidak memperoleh jawaban, Lau Hui merasa tidak puas, meskipun demikian diapun tak berani pergi meninggalkan tempat itu, Bwe Yau seperti merasa tidak setuju untuk meninggalkan tempat tersebut dalam keadaan seperti ini, namun ia tak berani
memberi komentar apa-apa, hanya ditatapnya kakak seperguruannya itu dengan sorot mata mendongkol dan tak puas.
Ong It sin yang menyaksikan nenek itu marah-marah segera goyangkan tangannya berulang kali.
"Nenek tua, kau tak usah marah-marah, aku tahu ilmu silatmu sangat tinggi, sedang kotak kemala itu berada dalam sakuku, kenapa kau tidak merampasnya sendiri? Aku tak punya ilmu apa apa, tak mungkin aku bisa menandingi ilmumu, asal kau mau merampasnya sendiri, aku paling banter cuma bisa melihat benda itu kau rampas dengan begitu saja, hayo, kenapa tidak kau coba?"
Beberapa patah kata itu diucapkan dengan suara yang penuh kepedihan, seakan-akan ia memang tak bisa berbuat lain kecuali pasrah.
Mula mula nenek itu agak tertegun, muncul kemudian sekulum senyuman menyungging diujung bibirnya.
Ketika Lau Hui menyaksikan nenek itu sudah, tersenyum, buru buru katanya pula.
"cianpwe, kita boleh pergi dari sini bukan?"
Nenek itu berpaling dan mengangguk kearah Lau Hui.
"Asal kau bersedia melakukan sebuah pekerjaan untukku, kau boleh segera tinggalkan tempat ini" katanya.
"cianpwe suruh aku berbuat apa? Semua perintahmu akan kulakukan tanpa membantah" cepat cepat Lau Hui menimpali.
"Hmm... kau tak usah menjilat pantat" jengek si nenek sambil mendengus, "aku tak akan menyuruh kau melakukan sesuatu yang membahayakan jiwamu, aku hanya suruh kau merampas kotak yang berada dalam saku bajingan cilik itu . . . bisa kau lakukan?"
Kena disindir dengan kata katanya tadi, Lau Hui merasa malu sekali sehingga wajahnya berubah jadi merah padam, akan tetapi setelah mengetahui bahwa tugas yang diperintahkan sang nenek kepadanya hanya suatu tugas yang kecil, ia merasa hatinya menjadi lega.
"Bisa bisa...." jawab terburu buru. sambil berkata dia lantas melangkah maju ke depan
Tapi baru beberapa langkah dia maju Bwe Yau telah menyambar ujung bajunya sambil berseru:
"suko kotak kemala itu adalah benda yang kita bawa dari ribuan li jauhnya untuk diserahkan kepadanya, tidak sepantasnya kalau kita merampasnya kembali dari tangannya"
"Aaaah... kamu ini tahu apa?" teriak Lau Hui dengan suara, "bila tidak kuturuti perintahnya mana mungkin kita bisa meloloskan diri dari tempat ini?"
"sekalipun tak bisa lolos tidak sepantasnya kalau kita lakukan perbuatan seperti ini"
"Kentut busuk" bentak Lau Hui dengan gusar.
Tiba-tiba ia mengebaskan lengannya keras keras sehingga terlepas dari genggaman gadis itu
Bwe Yau tidak menyangka kalau Lau Hui akan berbuat sekasar itu kepadanya, karena tidak menduga badannya terjerembab ke depan, untung di situ ada Ong It sin sehingga badannya tak sampai terlempar mencium tanah.
Cepat Cepat gadis itu memutar badannya melindungi Ong It sin, lalu katanya:
"suko, sekalipun suhu berada disini, tak nanti beliau akan mengijinkan dirimu untuk melakukan perbuatan yang tidak menguntungkan bagi Sahabat Ong"
"omong kosong" bentak Lau Hui dengan wajah membesi, "kau ini tahu apa ? sebelum berangkat bukankah suhu telah berpesan bahwa semua urusan akulah yang berhak memutuskannya? "
Merah padam selembar wajah Bwe Yau..
"Yaa.... karena ... karena....dia masih belum mengetahui watakmu yang sesungguhnya."
"Cepat kau menyingkir" bentak Lau Hui, "siapa benar siapa salah, setelah sampai dirumah baru kita bicarakan lagi dengan suhu...."
Sepasang mata Bwe Yau berkaca-kaca, butiran air mata menembang dalam kelopak matanya dan hampir saja menetes keluar, tampaknya ia merasa amat tersiksa oleh keadaan kakak seperguruannya itu.
Betapa terharunya Ong It sin setelah menyaksikan keadaan gadis itu, apa lagi setelah mengetahui bahwa dara itu selalu berusaha untuk membelainya.
O000dw000O
Jilid 6
DILIRIKNYA sekejap kearah nenek itu ia jumpai nenek itu meski berdiri dengan sekulum senyuman menghiasi bibirnya, namun senyuman itu kelihatan sangat aneh, membuat siapapun yang menyaksikan hal ini merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri. Pemuda itu lantas berpikir.
"Nona Bwe begini baiknya kepadaku, mana boleh kubiarkan dia terkurung dalam ruang batu ini sehingga harus mengalami perasaan kaget dan takut."
Berpikir sampai disitu, buru-buru katanya:
"Nona Bwe, kau sudi membantuku aku merasa amat berterima kasih, tapi akupun tahu tanpa kotak kemala ini tak mungkin kalian bisa meninggalkan ruangan ini, maka aku... aku akan serahkan kotak ini untukmu..."
Sambil berkata ia merogoh sakunya dan mengeluarkan kotak kemala tersebut,
Sesungguhnya kesan tentang ayahnya sudah tinggal kenangan, kenangan lama yang menyedihkan hati.
Tapi sekarang setelah diketahuinya bahwa kotak kemala itu benda peninggalan ayahnya, setiap kali memandang kotak itu wajah ayahnya yang gagah perkasa serasa muncul kembali dihadapannya, ia merasa matanya menjadi basah, ia merasa berat hati untuk melepaskan satu-satunya benda peninggalan ayahnya ini.
Tapi kini, demi membalas budinya, kepada Bwe Yau, dia harus menyerahkan kotak itu dengan perasaan berat.
Pelan-pelan kotak itu diambil keluar, kemudian diletakkan diatas meja batu disampingnya .
Sungguh amat gembira hati Lau Hui setelah menyaksikan kotak itu diletakkan keatas meja, cepat-cepat dia mengambilnya.
Tapi ia cepat orang lain jauh lebih cepat lagi kedengaran seseorang tertawa tergelak menyusul kemudian menyambar lewat sesosok bayangan manusia yang membawa desingan angin tajam sedemikian kencangnya angin sambaran itu membuat Lau Hui terlempar sejauh beberapa langkah tempatnya.
Dengan gerakan cepat orang itu menyambar kotak dimeja kemudian dongakkan kepalanya dan tertawa tergelak.
Orang itu bukan lain adalah si nenek tadi
Ketika Lau Hui merasa tubuhnya terlempar ke samping tadi ia merasa kuatir apabila kotak itu terjatuh ke tangan orang lain maka betapa lega hatinya setelah mengetahui bahwa orang yang menyambar kotak itu bukan lain adalah si nenek itu. cepat cepat ia menarik tangan Bwe Yau seraya berseru: "cianpwe, kami berdua mohon diri lebih dulu"
Nenek itu menjawab dia hanya memegang kotak kemala itu sambil tertawa terbahak bahak?
Lau Hui tak mau membuang kesempatan itu lagi sambil menarik tangan Bwe Yau cepat cepat dia melangkah keluar dari ruangan itu.
Kali ini ternyata nenek itu tidak berusaha untuk menghalangi kepergian mereka.
Bwe Yau mencoba meronta dari cekalan suhengnya. namun tak berhasil, maka sambil melangkah keluar teriaknya. "Sahabat Ong, kau..."
Tapi sebelum ia menyelesaikan kata katanya Lau Hui telah menariknya keluar dari ruangan tersebut. Hanya sebentar suara itu tertunda, tiba tiba terdengar gadis tadi berseru lagi:
"Kami sangat berterima kasih kepadamu karena kau telah menggunakan kotak kemala itu untuk membebaskan kami dari kesulitan, tapi dengan perbuatanmu ini kau... kau tak mungkin bisa sampai di bukit Toa soat san lembah Ciong Cu kok lagi..."
Perkataan dari Bwe Yau kali inipun tidak berkelanjutan sebab tiba tiba saja terputus ditengah jalan. Mungkin hal ini dikarenakan ia sudah ditarik Lau Hui jauh meninggalkan tempat itu maka perkataan selanjutnya tak sampai berkumandang lagi dalam ruangan itu.
Meskipun begitu, ketika Ong It sin mendengar disinggungnya tentang Bukit Tay soat san lembah Ciong cu kok, satu ingatan tiba tiba melintas dalam benaknya:
"Rupanya ia sudah lupa kalau kotak kemala itu ada hubungannya dengan lembah Ciong cu kok dibukit Tay soat san, setelah disinggung kembali ia baru teringat.
Sesungguhnya ia memang hendak mengunjungi lembah Ciong cu kok dibukit Tay soat san setelah mendapatkan kotak kemala itu, tapi sampai sekarang ia masih belum mengerti kenapa dia harus pergi ke sana.
Karenanya dia cuma berpikir sebentar saja, lalu tidak dipikirkan lebih lanjut.
Nenek itu masih tertawa dengan seramnya sambil tertawa ia mencak mencak dan menari nari seperti orang gila, malah jeritnya pula dengan suara yang tinggi melengking:
"Haaah... haaah... haaah... akhirnya aku dapatkan juga benda ini... Akhirnya kudapatkan juga benda ini... haaah... haaah... haaah... Tee leng kun Say siujin mo, Mong huangpat yau, Tee lewsiang mo... haaah... haaah... haaah... apa yang kalian katakan sekarang? Apakah hendak berebut pula kotak ini denganku...? Haaah... haaah... haaah... akhirnya aku yang mendapatkan"
Sebagaimana diketahui Tee leng kun (Kaisar neraka bumi) Say siujin mo (manusia iblis berkepala singa). Mong huang pat yau (delapan siluman dari tempat liar) serta Tee lui siang mo (sepasang iblis dari jagad) adalah nama dari tokoh silat nomor wahid dalam dunia persilatan waktu itu.
Bila ditinjau dari nada ucapannya itu, agaknya orang orang kenamaan itu semuanya berhasrat hendak memperebutkan kotak kemala itu. Ong It sin menjadi tertegun kembali ia berkata:
"Heran betul orang orang ini, apa bagusnya kotak sekecil itu? Kenapa begitu banyak orang yang ingin memperolehnya?"
Meskipun pemuda itu sendiri termasuk juga orang orang yang ingin memiliki kotak tersebut namun baginya ia berbuat demikian karena benda tersebut merupakan barang peninggalan dari ayahnya.
Sambil tertawa tergelak nenek itu melompat kesana kemari seperti orang sinting, tiba tiba teriaknya lagi:
"Siapapun jangan harap bisa mendapatkan kotak ini lagi, sekarang kotak ini sudah menjadi milikku..."
Berbareng dengan habisnya perkataan itu, telapak tangannya segera menghantam permukaan meja keras keras, seketika itu juga kotak kemala itu tertembus ke dalam pemukulan baja yang keras. sekali lagi ia tertawa terbahak bahak. katanya.
"Haaahh... haaahhh... haaahhh... siapa sekarang yang bisa mendapatkannya? siapa yang dapat merebutnya lagi dari tanganku?"
Tapi sesaat kemudian ia menjadi tertegun, gumamnya lebih lanjut:
"Tidak boleh, tidak boleh, tidak bisa dijamin keselamatannya kalau kusimpan disini"
"Blaaang..." kembali ia memukul meja itu keras keras.
Kotak kemala yang sebenarnya sudah tertanam dibalik permukaan batu itu segera mencelat lagi ke udara, disambarnya kotak itu lalu ia celingukan kesana kemari seperti merasa bingung kemana ia musti simpan benda itu...
Geli juga Ong It sin menyaksikan keadaannya itu, tiba-tiba timbul ingatan dalam benaknya untuk menggoda nenek itu, katanya kemudian:
"Kenapa musti bingung bingung mencari tempat untuk menyimpan benda itu? Asal kotak itu kau telan kedalam perut bukankah tak ada orang yang akan merampasnya lagi?"
Seandainya orang lain yang menyaksikan kelihayan ilmu silat dari nenek itu, mungkin sejak tadi ia sudah ketakutan setengah mati, jangankan menggoda, berbicarapun belum tentu berani.
Tapi Ong It sin adalah seorang manusia bodoh tak kenal rasa takut, malahan digodanya nenek itu sambil tertawa geli.
Ketika mendengar ajaran tersebut serta merta nenek itu masukkan kotak kemala tersebut kedalam mulutnya tapi setelah kotak itu membentur giginya ia baru sadar kalau kotak tersebut tak mungkin bisa ditelannya kedalam perut.
Menyaksikan kejadian ini, Ong It sin tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia mendongak dan tertawa terbahak bahak.
"Hei, apa yang kau tertawakan? Kenapa tidak cepat cepat enyah dari hadapanku?" bentak nenek itu dengan gusarnya.
Sesungguhnya Ong It sin memang tidak berniat untuk tinggal terlalu lama disana segera sahutnya
"Siapa yang kesudian berada terus disini? Aku memang hendak pergi dari tempat ini"
Dengan langkah lebar dia berjalan keluar dari ruangan itu, setibanya dalam setelah yang sempit dengan bingung ia celingukan kesana kemari, sebab apa yang dilihatnya hanya salju putih.
Ong It sin tertawa getir, pikirnya:
"salju masih turun dengan derasnya, kenapa aku harus pergi? Payah, padahal dimanakah aku berada sekarangpun tak kuketahui..."
Sambil melamun ia berjalan keluar dari selat itu tanpa tujuan, apa lagi setelah keluar dari lembah yang dijumpai cuma pandang salju yang tak berbatasan, ia semakin tak tahu lagi apa yang musti dilakukan.
Pada saat itulah mendadak dari dalam selat itu berkumandang suara jeritan aneh, suara jeritan itu jelas berasal dari nenek itu, cuma suaranya aneh sekali membuat siapapun yang mendengarnya menjadi ngeri dan bergetar perasaannya.
Dengan wajah tertegun Ong It sin berpaling, ia saksikan sesosok bayangan hitam dengan kecepatan luar biasa sedang meluncur keluar dari selat sempit itu dan menerjang kearahnya.
Ketika tiba dihadapannya, bayangan manusia itu segera henti.
Baru saja Ong It sin mengenali orang itu sebagai si nenek tadi, tahu tahu dadanya sudah menjadi kencang dan cengkeraman maut si nenek itu sudah menjambak baju bagian dadanya.
Menyusul kemudian nenek itu menggetarkan tangannya Ong It sin segera menjerit aneh.
Ternyata setelah dadanya dicengkeram oleh nenek itu, badannya segera dilempar ke tengah udara, ketika ia menjerit tadi badannya masih meluncur keatas dengan kecepatan luar biasa.
Tapi menjeritnya sampai ditengah jalan, dan matanya sempat melongok kebawah, kontan saja kepalanya terasa pusing tujuh keliling ternyata ia sudah berada lima enam kaki jauhnya dari permukaan tanah. si nenek yang berdiri diatas permukaan saljupun kelihatan kian lama kian bertambah kecil. Tak terlukiskan rasa kaget menyelimuti perasaan Ong It sin ketika itu mementangkan mulutnya ingin berteriak. tapi bunga salju menyumpal mulutnya membuat ia tak sanggup bersuara lagi. Sungguh hebat tenaga lemparan nenek itu, tubuh Ong It sin yang meluncur ke atas masih menerjang terus keatas, kurang lebih dua tiga kali kemudian ia baru berhenti meluncur dan mulai merosot kebawah:
"Tolong... tolong... mampus aku sekarang mampus aku sekarang..." teriak Ong It sin kemudian dengan ketakutan.
Daya luncur tubuhnya makin lama makin cepat baru saja ia berteriak setengah jalan pandangan matanya sudah menjadi gelap. lalu berkunang kunang dan tak mampu berteriak lebih lanjut.
Ia cuma merasakan timbulnya sesuatu kekuatan besar yang menerjang keatas punggungnya dikala ia sudah hampir terjatuh kebawah itu begitu kerasnya pukulan itu menghantam pinggangnya membuat tulang-belulangnya seperti mau patah.
Akan tetapi justru karena terjangan itu daya luncur tubuhnya menjadi jauh berkurang dan...
"Blaang" tubuhnya terjatuh keras-keras diatas permukaan salju.
Sungguh sakitnya luar biasa akibat bantingan itu untuk sesaat ia merasa tak mampu untuk merangkak bangun lagi cuma untungnya tidak ada tulang belulang dalam tubuhnya yang retak atau patah akibat bantingan tersebut.
Sambil merintih kesakitan Ong It sin berusaha merangkak bangun dari atas tanah, tapi baru saja tangannya menahan permukaan tanah, mendadak muncul kembali daya tekanan yang sangat berat dari atas punggungnya, sedemikian beratnya tenaga itu membuat badannya nyaris terbenam semua di atas permukaan salju, akhirnya ia mampu mengangkat wajahnya juga meski harus bersusah payah.
Ia saksikan si nenek itu sedang menginjak punggungnya dengan wajah penuh kegusaran
Ong It sin merintih, lalu teriaknya: "Hei, apa-apaan kamu ini?"
Nenek itu tertawa dingin.
"Bocah keparat, tak kusangka tampangmu yang ketolol-tololan sesungguhnya menyimpan tipu muslihat yang begitu licin?"
Dampratan itu tentu saja sangat membingungkan Ong It sin, dia tak tahu apa maksud si nenek mengucapkan kata-kata semacam itu dengan napas terengah kembali katanya.
"Tipu muslihat apa? Kau jangan sembarangan menuduh... siapa yang menggunakan tipu muslihat untuk membohongi orang dia adalah cucu kura kura..."
"Baiklah, nah cucu kura kura. Kau simpan kemanakah benda yang berada dalam kotak kemala itu?"
Ong It sin hanya merasakan segumpal bunga salju menerpa diatas wajahnya membuat pandangannya menjadi kabur.
Cepat cepat ia gelengkan kepalanya untuk membersihkan bunga salju dari wajahnya, menatapi ia buka kembali matanya maka sebuah kotak kemala telah berada dihadapannya.
Kotak kemala itu adalah kotak peninggalan ayahnya, hanya saja kotak itu sekarang berada dalam keadaan terbuka, dalam kotak hanya berisi sebuah ukiran pemandangan alam, tiada benda lain yang berada disini. Setelah melihat kotak itu sekejap, Ong It sin berkata lagi.
"Kapan aku pernah melihat benda dalam kotak itu? Sesungguhnya aku tak pernah pikirkan kotak ini didalam hati sebab kau menginginkannya maka kuberikan benda
itu kepadamu sekarang kalau kau toh sudah tahu kalau benda ini adalah barang peninggalan saja kepada pemilik yang sebenarnya"
Berbicara sampai disitu dia lantas meronta dan mencoba untuk mengambilnya.
Akan tetapi nenek itu bertindak lebih cepat, kotak itu disambarnya pergi kemudian dengan kakinya dia injak telapak tangan pemuda itu.
"Hayo cepat jawab" teriaknya, "kau simpan di mana benda dalam kotak ini..."
Ong It sin meronta keras, begitu terlepas dari injakan kaki lawan dia lantas duduk sambil terengah engah
"Sudah kukatakan sendiri tadi siapa yang mengetahui benda dalam kotak itu dia adalah cucu kura kura"
Dengan tatapan yang tajam nenek itu memperhatikan wajah Ong It sin sekian lama setelah yakin kalau pemuda itu memang tidak ia ketahui, berubah ia berkata lagi: "Benar kau tidak tahu? Lantas siapa yang memberikan kotak kemala ini kepadamu?"
"Lau Hui dan nona Bwe" jawab pemuda itu cepat.
"Siapakah satu diantara kedua orang itu" tanya nenek itu lagi.
Waktu itu Ong It sin sama sekali tidak memperhatikan persoalan-persoalan itu didalam hati tentu saja ia menjadi kebingungan setelah menghadapi pertanyaan tersebut...
Sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal pemuda itu cuma berdiri melongo karena tak tahu bagaimana harus menjawab rupanya ia sudah melupakan. Nenek itu segera mendengus dingin.
"Tolol, tak kusangka kau segoblok itu, hayo cepat kau kejar kedua orang itu" bentaknya.
Ong It sin merasakan sekujur badannya linu dan sakit, untuk berdiripun dia harus berusaha dengan susah payah, baru dua langkah ia berjalan tubuhnya telah terjerembab kembali keatas tanah.
"Kalau ingin kau susul kedua orang itu susullah sendiri katanya... aku sudah tidak kuat."
Dengan gemas nenek itu mendepakkan kakinya keatas tanah, lalu secepat terbang dia meluncur ke depan untuk menyusul Lau Hui berdua yang telah berangkat lebih dulu itu.
Ong It sin bangkit berdiri, sayang ia takpunya tenaga untuk berbuat begitu, terpaksa sambil berbaring diatas tanah ia mengatur napasnya yang terengah engah.
Tidak lama kemudian, secepat sambaran petir nenek itu telah lari kembali menuju kehadapannya
Ong It sin mencoba untuk mengamati nenek itu dijumpainya paras muka perempuan tua itu hijau membesi. jelas dua orang yang hendak dikejarnya itu tak berhasil disusulnya.
"cepat bangun dan ikut aku pergi" bentak nenek itu kemudian-
"Mau kemana?"
"Lembah Ciong cu kok dibukit Tay soat san"
"Mau apa kita pergi kelembah itu?" tanya Ong It sin keheranan.
Dengan marah nenek itu berteriak :
"Kau tak usah berlagak pilon, hayo bangun"
Dengan ujung kakinya ia menjungkit tubuh Ong It sin lalu dilemparkan ketengah udara.
^ood-woo^
Setelah terlempar ketengah udara, tampaknya Ong It sin segera akan terbanting lagi ke tanah.
Mendadak nenek itu melancarkan tujuh delapan buah serangan totokan kedepan, desingan angin tajam yang menerjang tubuh anak muda itu segera membuat ia menjadi segar dan semua rasa sakitnya lenyap tak berbekas.
Sambil bersorak kegirangan ia meluruskan tubuhnya dan melayang turun kebawah, meskipun harus berdiri dengan sempoyongan toh tidak sampai jatuh tertelungkup seperti tadi.
Karena senangnya, Ong It sin segera berteriak:
"Eeeh... nenek baik, hayo totoklah beberapa kali lagi diatas tubuhku ini..."
"Hmm... sekarang telah kau ketahui kepandaianku" kata sinenek dengan ketus, "bila kau bersedia menuruti perkataanku,pasti banyak kebaikan yang akan kau dapat dari tanganku siapa tahu ilmu silatmu akan mendapatkan kemajuan yang pesat sehingga dikemudian hari tidak lagi dipermainkan orang"
"Apakah kepandaianku bisa menyamaimu?" tanya Ong It sin dengan penuh pengharapan.
Ketika mendengar perkataan itu hawa amarah sempat menghiasi wajah nenek itu, tapi hanya sebentar saja telah lenyap tak berbekas.
"Tentu saja" jawabnya.
Perlu diterangkan disini, bagi orang persilatan hal yang paling ditakuti sewaktu menerima murid adalah bila kepandaian silat yang dimiliki muridnya melebihi kepandaian gurunya.
Oleh karena itu kecuali antara guru dan muridnya sudah terjalin hubungan yang rapat dan saling ada pengertian jarang sekali ada orang yang mau menurunkan segenap kepandaiannya kepada orang lain dengan demikian perkataan Ong It sin justru telah melanggar pantangan terbesar bagi umat persilatan, andaikata nenek itu tidak mengetahui kalau Ong It sin benar benar bodoh mungkin saking marahnya pemuda itu sudah dibunuhnya. Betapa girang Ong It sin setelah mendengar kesanggupan sinenek, pikirnya:
"Li ji siok hendak mengajakku menjumpai nenek tapi ia kabur ditengah jalan, padahal aku tak tahu dimanakah nenekku tinggal, ya daripada gelandangan sendiri ditempat seperti ini, lebih baik ikut saja sinenek ini pergi kelembah Ciong cu kok siapa tahu aku betul betul mempelajari ilmu silat yang hebat."
Karena merasa senang, kembali ia berkata:
"Baik, kalau begitu kau musti ajarkan dulu kepandaianmu untuk menghajar hancur bangku batu tadi."
Rupanya Ong It sin merasa amat bangga dan kagum sekali atas kepandaian si nenek dalam ruang batu tadi, maka begitu membua suara dia lantas menuntut ingin mempelajari kepandaian tersebut.
Mula mula nenek itu agak tertegun menyusul kemudian sambil tertawa katanya : "oooh... itu soal gampang, hayo ikutilah aku"
Nenek itu melangkah kedepan diikuti Ong It sin dengan riang gembira mereka menuju kedepan sebuah pohon yang amat besar.
Pohon pek yang besar itu mempunyai luas batang sepelukan orang sekalipun sudah mati tapi masih tetap kuat dan kokoh.
Secara beruntun nenek itu melancarkan beberapa buah tepukan keras ketubuh Ong It sin berbareng dengan tepukan tersebut, sianak muda segera merasakan munculnya segulung tenaga yang amat dahsyat menyusup kedalam organ tubuhnya, yang mana membuat ia merasakan badannya kuat dan penuh semangat, tak tahan lagi ia melompat sambil berpikir sekeras-kerasnya .
Sementara itu si nenek telah berkata lagi sesudah melancarkan beberapa buah tepukan tadi.
"Nah, sekarang cobalah lancarkan serangan keatas pohon besar itu"
"Menghantam pohon itu?" bisik Ong It sin tertegun, "tapi... tapi... pohon itu begitu besar dan kenapa aku musti menghantamnya?"
"Pokoknya aku suruh engkau memukulnya, kau harus turuti perkataanku" hardiksi nenek.
"Yaa, kanapa tidak kuturuti saja perkataannya?" demikian Ong It sin berpikir, "Siapa tahu kalau ucapan si nenek ada benarnya juga ? atau mungkin dengan sebuah pukulanku ini, pohon tersebut bisa kuhantam sampai hancur berkeping keping, Waaah, kalau aku bisa begitu, pasti hebat deh keadaannya"
Berpikir sampai disitu, dia lantas merendahkan tubuhnya, lalu dengan gerakan yang kebodoh bodohan telapak tangannya disodok kemuka melepaskan sebuah pukulan.
Apa yang kemudian terjadi? Sungguh diluar dugaan Bersamaan dengan gerakan menyodok tersebut, timbullah desingan angin pukulan yang menderu deru, sedemikian dahsyatnya angin pukulan itu membuat tumpukan salju diatas permukaan tanah ikut tergulung semua.
Mimpipun Ong It sin tidak menyangka kalau serangannya disertai tenaga penghancur yang begini dahsyatnya, ia menjadi ketakutan sendiri dan mundur beberapa langkah dengan wajah memucat.
Sekalipun ia mundur ke belakang akantetapi angin pukulan yang dilancarkan api sudah keburu menggulung ke muka dengan dahsyatnya.
"Blaaamm..." suatu ledakan keras tak bisa dihindari lagi, ketika termakan pukulan tersebut pohon besar itu segera tumbang dan menerbitkan suara keras.
Bunga salju beterbangan menyelimuti pemandangan disekelilingnya, sampai lama sekali, keadaan baru bisa pulih kembali seperti sedia kala...
Untuk sesaat lamanya Ong It sin cuma bisa berdiri tertegun dengan wajah kebodoh bodohan, ditatapnya sinenek dengan wajah termangun. Si nenek itu sendiri segera menatap pula sambil tertawa terkekeh kekeh.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... bagaimana Hebat bukan kepandaian silatmu sekarang?" katanya
"Eeh... eeehh... aa..., apakah pukulan tersebut... dihasilkan dari telapak tangan sendiri?" bisik Ong It sin kemudian dengan suara tergagap. Nenek itu segera tertawa,
"Tentu saja dihasilkan oleh telapak tangan sendiri barusan aku telah membantu kau untuk menembusi delapan nadi penting disekujur tubuh mungkin tenaga dalammu sudah memperoleh kemajuan yang pesat, dan kau pantas disebut seorang jago kelas wahid sekolong langit"
Sudah cukup lama Ong It sin bercokol dalam perkampungan keluarga Li yang dipimpin si Dewa perak Li Liong, kendatipun ilmu silatnya tak becus, tapi cukup banyak cerita cerita tentang ilmu silat yang pernah didengar olehnya.
Diapun pernah mendengar bahwa seseorang jika kedelapan nadi pentingnya sudah berhasil ditembusi, maka ilmu silatnya bisa mencapai puncak kesempurnaan, sebab itulah ia percaya seratus persen sehabis mendengar perkataan dari nenek tersebut.
"oooh... terima kasih banyak atas budi kebaikan suhu..." buru buru katanya.
"Eeeh... eehh... aku bukan suhumu" tampik si nenek dengan cepat.
Ong It sin membelalakkan matanya semakin lebarjelas tampak betapa kecepatan pemuda itu.
Si nenek kembali berkata sambil tertawa:
"Tingkat kehebatan dari tenaga dalammu sudah hampir mencapai taraf kepandaianku sendiri, mana aku pantas menjadi gurumu?"
Ketika Ong It sin mendengar perkataan dari nenek itu, disamping merasa agak terkejut, diapun merasa bagaikan melayang layang dalam sorga loka. Dengan suara yang tinggi rendah tak menentu katanya dengan cepat:
"Aaah... mana, mana, tentu saja kungfumu jauh lebih hebat dari pada kepandaian silatku"
Ternyata ia telah bersikap sungkat sungkan terhadap nenek itu.
Tak tahan lagi si nenek segera tertawa terbahak bahak lantaran geli.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kau tak usah terlalu sungkan sungkan kepadaku kita sekarang sudah hampir seimbang, tentu pula kedudukan kita hampir sederajat... kenapa musti sungkan sungkan terhadap orang yang sama kedudukannya?"
Makin diumpak Ong It sin makin senang ia tertawa kebodoh bodohan.
"Heehhh... heehhh... heehhh... betul juga perkataan si nenek ini tapi biar kucoba sekali lagi tenaga seranganku ini"
Sambil berkata ia lantas bersiap siap untuk melancarkan sebuah pukulan lagi. Tapi sebelum niat tersebut dilantarkan, si nenek telah mencegah niatnya itu.
"Jangan, jangan kau coba kepandaianmu secara sembarangan" katanya, "ingatlah baik-baik, sekarang kau telah menjadi seorang jago nomor wahid dikolong langit, andaikata tidak berada dalam keadaan yang kritis atau terancam jiwamu, jangan sekali kali kau gunakan kepandaianmu secara sembarangan"
"Yaa, betul juga perkataanmu" Ong It sin manggut manggut berulang kali.
Telapak tangan yang telah dipersiapkan pun segera diturunkan kembali kebawah, selain itu kata kata dari si nenek tadipun diukir dalam dalam di lubuk hatinya ia akan mengingatkan selalu bahwa pukulan mautnya tak boleh digunakan jika jiwanya tidak terancam oleh bahaya, sebab sekarang ia telah menjadi seorang jagoan nomor satu dikolong langit.
Pembaca yang budiman, untuk belajar silat maka bukan saja seseorang dibutuhkan ketekunannya untuk berlatih diapun harus mempunyai bakat yang bagus.
Seandainya secara kebetulan ia mempunyai bakat bagus, untuk menjadi seorang jago tangguh dalam sepuluh atau setengah bulan bukanlah suatu kejadian yang mustahil.
Akan tetapi, untuk menjadi seorang jagoan hanya cukup dalam waktu singkat, hal ini adalah suatu omong kosong.
Lantas, apa pula yang terjadi dengan diri Ong It sin tadi? Apa sebabnya dari balik tubuhnya bisa terpancar keluar tenaga pukulan dahsyat itu...?
Sebagaimana diketahui, sebelum Ong It sin melancarkan serangannya tadi, si nenek itu telah menepuk beberapa kali disekujur tubuhnya, nah dalam setiap kali tepukan itulah secara diam diam si nenek tersebut telah menyusupkan kekuatan hawa murninya ke dalam tubuh Ong It sin-
Dengan kekuatan yang disusupkan ke tubuhnya tadi, maka disaat Ong It sin melancarkan serangannya tadi, maka segenap kekuatan yang terkumpul dalam tubuhnya meluncur keluar bagaikan air bak sudah barang tentu hebatnya bukan kepalang:
Tapi menyusul pukulan itu segenap kekuatan yang semula disusupkan ke dalam tubuhnya oleh si nenek pun kandas dan lenyap tak berbekas, andai kata Ong It sin sampai melepaskan pukulannya yang kedua, maka jangankan untuk mematahkan sebatang pohon, untuk mematahkan selembar rumputpun belum tentu mampu.
Dengan alasan inilah maka disaat Ong It sin hendak mencoba pukulannya yang kedua buru- buru nenek tersebut menghalangi niatnya itu...
Begitulah Ong It sin semakin percaya kalau kepandaian silatnya sudah mencapai puncak kesempurnaan betapa girang hatinya sukar dilukiskan dengan kata- kata sampai-sampai sewaktu berjalanpun dadanya dibusungkan dan kepalanya diangkat tinggi-tinggi.
"Apakah sekarang kau bersedia menganggapku sebagai sahabat?" tanya si nenek kemudian-
"Tentu saja tentu saja, sepantasnya kau adalah sahabatku yang paling akrab..." jawab pemuda itu dengan segera.
"Usiaku berlipat lipat kali lebih tua darimu, bagaimana kalau kau sebut aku sebagai si nenek saja"
"Bagus sekali si nenek."
Saat ini ia merasa betapa menyenangkannya suasana disekeliling tempat itu, sebab bukan saja ia pernah berkenalan dengan Bwe Yau yang begitu menaruh perhatian kepadanya, sekarang diapun mempunyai sahabat si nenek yang telah menjadikan dirinya sebagai seorang jago silat kelas satu dalam dunia persilatan-
"Bukankah sedianya kau akan pergi ke lembah Ciong cu kok di bukit Tay soat san" tanya si nenek kemudian-Dengan cepat Ong It sin gelengkan kepalanya.
"Bukan, bukan, Liji siok membawaku kemari untuk menjumpai nenekku" katanya.
"Nenekmu...? Siapa kah nenekmu itu?" tanya si nenek sudah tertegun sejenak. cepat Ong It sin gelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu, sejak dilahirkan hingga sekarang belum pernah kujumpai dirinya, andaikata Liji siok tidak memberi tahukan hal ini kepadaku, aku benar-benar tidak tahu kalau di dunia ini masih terdapat sanak sedekat itu"
"Aaah... betul, jadi orang yang kabur terbirit birit setelah berjumpa dengan diriku tadi adalah Liji siokmu itu?"
"Yaa, betul, betul Memang dia"
"Lantas siapa ibumu?" tanya si nenek itu kemudian.
"Eeeh... bukankah kau pernah berkata kenal dengan ayahku? masa kaupun tidak tahu siapakah ibuku? Kalau ibuku sudah mati lama sekali, jadi akupun tak bisa membayangkan bagaimanakah raut wajahnya" Setelah berhenti sejenak katanya kembali:
"Tapi yang jelas dia adik perempuan dari Si Dewa perak Li Liong yang berdiam dilembah Li hu kok wilayah Kiam bun propinsi suchuan...?"
Begitu mendengar keterangan tersebut tiba tiba saja paras muka nenek itu berubah hebat.
"Jadi kalau begitu, nenek yang hendak kau jumpai itu adalah ibunya Li Liong..."
Berbicara sampai disitu tiba tiba ia berhenti kembali:
"Hei, si nenek, apa kah kau kenal dengan dia orang tua?" buru buru Ong It sin bertanya.
Nenek itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kau sendiri saja tidak kenal dengan nenekmu mana mungkin aku bisa kenal?" sahutnya.
Padahal kalau didengarkan sinenek yang pertama kata sayang Ong It sin terlalu diketahui olehnya. Bahkan
dengan seksama jelas kedengaran bahwa perkataan katanya yang terakhir bernama saling bertentangan cuma goblok sehingga penyakit sejelas itupun tidak dia malah mengangguk berulang kali.
"Yaa, yaa, betul juga perkataan sinenek" katanya.
"Jadi kalau begitu, sesungguhnya kaupun belum mempersiapkan diri untuk berkunjung kelembah Ciong cu kok dibukit Toa soat san ?"
Ong It sin segera menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal
"Aku... aku... tak pernah berpikir sampai kesitu, mana mungkin mengadakan persiapan segala??
Nenek itu tidak banyak bicara lagi, setelah berpikir sebentar ia menutup kembali kotak kemala itu dan diserahkan kembali kepada Ong It sin-
Sungguh terharu perasaan Ong It sin setelah menerima kembali kotak kemala itu, untuk sesaat dia tak tahu apa yang musti diucapkan nenek itu. Sementara dia masih kebingungan, terdengar nenek itu sudah berkata lagi: "sekarang kita boleh berangkat bersama sama menuju kelembah Ciong cu kok mengerti?"
Sesungguhnya Ong It sin tidak habis mengerti mengapa nenek itu bersikeras hendak mengajaknya mengunjungi lembah Ciong cu kok bersama sama akan tetapi mengangguk juga setelah mendengar perkataan itu. Kembali nenek itu berkata:
"Sekalipun dikatakan berangkat bersama, tapi yang jelas kau berjalan sendiri dan aku berjalan sendiri, kau tak boleh berangkat bersama sama aku aku harap kau bisa memahami akan hal ini"
Ong It sin jadi melongo, dipikir ia merasa pikirannya semakin bingung untuk sesaat lamanya dia cuma bisa mengerdipkan matanya sambil garuk garuk kepalanya yang tidak gatal
Hampir saja nenek itu melontarkan caci makinya yang paling kotor setelah melihat sikap pemuda itu tapi begitu teringat ia masih membutuhkan tenaga pemuda bodoh itu maka sedapat mungkin nenek itu berusaha agar jangan meninggalkan kesan jelek dihatinya. Maka sambil tertawa paksa katanya,
"Apa kah kau masih belum paham dengan perkataanku? Maksudku kau berjalan lebih duluan di depan, sedang aku akan menyusulmu dari belakang mengerti?"
Sekarang Ong It sin telah memahami perkataannya, diapun bertanya dengan cepat:
"Tapi aku tidak kenal jalan, bagaimana caraku untuk mencapai lembah ciok cu kok tersebut?"
"Kau akan berjalan saja terus lurus ke depan" kata si nenek sambil menunjuk ke depan, "setiap hari aku akan bertemu satu kali denganmu untuk menunjukkan jalan yang mesti ditempuh"
"Aneh betul nenek ini" diam diam Ong It sin berpikir, "kan lebih baik melakukan perjalanan bersama sama dari pada musti bersusah payah begini? Heran, kukoay betul watak nenek ini, entah apa yang dipikirkan?"
Akan tetapi berhubung ia merasa berterima kasih sekali kepada si nenek yang telah merubahnya menjadi seorang jagoan kelas wahid dalam dunia persilatan diwaktu singkat, maka pemuda itupun tidak bertanya lebih lanjut...
"Baiklah" katanya kemudian, "akan kuturuti semua perkataan itu, tapi... apa kah kotak kemala ini sudah tidak kau maui lagi?"
Nenek itu tersenyum.
"Benda itu kan merupakan barang peninggalan dari ayahmu? Kenapa aku musti memintanya darimu jangan sok serius, aku merebutnya tadi darimu hanya bermaksud untuk bergurau saja"
Ong It sin semakin gembira, sambil tertawa terkekeh kekeh ia simpan kotak kemala itu kedalam sakunya.
"Heeeh... heeeh... heeeh... bagus sekali, bagus sekali, akan berangkat duluan" katanya.
Karena gembiranya, semangatnya berkobar kobar dengan sendirinya ketika ia melangkah dengan langkah lebar, tubuhnya seakan akan terasa lebih enteng dan cepat, pemuda itu lantas mengira kalau tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan pesat
Sekaligus ia berjalan sejauh tujuh delapan li, tapi apa yang dilihat melulu lapisan salju yang putih dimana-mana, untung hujan salju telah berhenti.
Ong It sin berhenti ditengah padang salju dan melongok sekejap kesekeliling tempat itu, ia sakslkan kecuali dirinya sendiri tak nampak sesosok manusiapun disana.
Seandainya kejadian ini berlangsung sehari sebelumnya, pemuda itu pasti akan merasa ketakutan tapi kini dia percaya kalau tenaga dalamnya sudah sempurna, maka terhadap keheningan dan keseraman suasana disitu tidak terlalu ia pikirkan.
Lima empat li kembali sudah dilampaui ditengah keheningan yang mencekam seluruh
jagad itulah tiba tiba dari kejauhan sana dia mendengar suara gonggongan anjing yang ramai sekali begitu nyaringnya gonggongan kawanan anjing itu sehingga cukup menggetarkan sukma.
Ong It sin menjadi terkejut dan hampir saja ia mengambil langkah seribu, untung teringat olehnya akan ilmu silat yang dimilikinya, sambil menepuk dada sendiri segera bisiknya:
"Hey, apa yang mesti ditakuti? Jangan lupa, kau adalah jagoan nomor satu dalam dunia persilatan"
Berpikir sampai disitu, dia lantas menengok ke belakang, tapi apa yang kemudian terlihat segera mendebarkan jantungnya keras- keras.
Seorang gadis berbaju merah dan kuning sedang berlarian mendekat dari tempat kejauhan.
Dalam bopongan gadis itu seakan akan membawa suatu benda, menanti Ong It sin menengok untuk kedua kalinya, gadis itu terjatuh berulang kali ditanah.
Kurang lebih setengah li dibelakang gadis itu, tampaklah bunga bunga salju beterbangan keangkasa, lamat lamat tampaklah tujuh delapan ekor anjing gembala yang amat besar sedang menarik sebuah kereta salju dan meluncur datang dengan cepatnya.
Diantara gonggongan anjing yang memekikkan telinga, kedengaran pula suara bentakan yang nyaring.
Terdengar seseorang sedang berteriak dengan suara yang lantang.
"Itu dia, perempuan sialan tersebut berada tak jauh didepan sana, hayo cepat dikejar"
Menyusul bentakan bentakan manusia, kedengaran pula suara cambuk yang dibunylkan amat nyaring, gonggongan anjingpun berkumandang semakin keras dan ramai.
Sekalipun berulang kali gadis itu terjatuh ketanah ternyata gerakan tubuhnya cukup cepat.
Bahkan ketika menjumpai Ong It sin berada di sana ia lari menghampirinya.
Setelah gadis itu berada dihadapannya, Ong It sin baru dapat melihat jelas bahwa gadis itu ternyata mengenakan seperangkat baju berwarna kuning telur, sedang warna merah yang terlihat dari kejauhan tadi adalah warna darah yang menodai hampir separuh bagian tubuhnya
Ketika berada lima enam kaki dihadapan Ong It sin tiba tiba gadis itu
(Ada hal hilang)
sepasang matanya yang genit, hal ini membuat Ong It sin merasa jantungnya berdebar semakin keras lagi.
Sepanjang hidupnya belum pernah Ong It sin mendapat kesempatan untuk mendekati gadis cantik, sekalipun apa yang dia bayangkan belum pernah terbayang olehnya bakal menjumpai lirikan mata seorang gadis secantik dan seindah itu, maka dari itu mukanya menjadi merah padam dan pikirannya menjadi melayang-layang.
Buru-buru ia melengos kearah lain, meski sesungguhnya ia kepingin sekali memandang gadis tersebut sekali lagi, tapi hatinya tidak berani untuk melakukan hal ini.
Sementara pemuda itu masih berdiri dengan perasaan bimbang terdengarlah suara bunyi cambuk dan gonggongan anjing yang semula ramai kini sudah reda dan tak terdengar lagi.
Buru buru ia berpaling dan celingukan keempat penjuru ternyata kereta salju itu telah berhenti dua orang pria bermantel kulit yang berawakan tinggi besar melompat turun dari kereta salju dan berjalan menghampirinya.
Dengan sekali lompat Ong It sin menghadang dihadapan kedua orang itu, ia lihat mereka berusia antara empat puluh tahunan, mukanya keren dan cukup gagah.
Ketika jalan perginya dihadang kedua orang itu pun berhenti sambil memperhatikan lawannya dengan wajah tercengang, kemudian sambil memberi hormat katanya: "Sahabat silahkan menyingkir ke samping, jangan menghalangi tugas kami"
Ong It sin adalah seorang pemuda yang paling suka mencampuri urusan orang lain, tapi dia tak punya akal dan semua perbuatannya hanya dilakukan atas dorongan suara hatinya.
Karena itu setelah ditegur lawan, dia menjadi gelagapan dan tak tahu apa yang mesti dilakukan-
Selang sesaat kemudian sambil melototkan matanya ia berseru, "Tugas apa yang hendak kalian lakukan?"
Sambil menuding si gadis yang berada diatas salju kata kedua orang laki laki itu.
"Perempuan rendah ini telah melarikan sebuah benda milik pocu kami, dan sekarang kami mendapat tugas untuk menangkapnya kembali perempuan rendah ini bukan manusia baik-baik, lebih baik kau tak usah banyak mencampuri urusan orang lain"
Seandainya berganti orang lain yang menghadapi kejadian itu paling sedikit ia akan mencari tahu duduknya perkara setelah mendengar penjelasan tersebut.
Tapi Ong It sin sudah menganggap dirinya sebagai pendekar besar ksatria budiman, ia enggan bertanya lebih jauh malah tanpa mencari tahu merah atau putihnya persoalan kembali bentaknya.
"omong kosong, darimana kalian bisa tahu kalau dia orang baik baik? Hey, kamu berdua dari benteng mana?"
Dua orang laki laki itu agak tertegun, kemudian jawabnya:
"Sobat seribu li disebelah timur bukit Altai hanya ada sebuah benteng Khekpo memangnya kau anggap kami berasal dari benteng mana?"
Dalam anggapan orang itu, Ong It sin pasti akan menunjukkan wajah terkejut setelah mendengar nama benteng mereka.
Siapa tahu anak muda itu masih tertegun dengan wajah tidak mengerti.
Maka merekapun berkata lagi:
"Pernah kau dengar tentang benteng Khekpo?"
"Tidak pernah" jawab pemuda itu sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. Dua orang laki laki itu saling berpandangan sekejap. lalu berkata lagi: "Kalau begitu bolehkah aku tahu siapa namamu?"
"Aku bernama Ong It sin"
Kemudian setelah berhenti sebentar, ia menerangkan lebih jauh:
"Aku adalah seorang jagoan tangguh nomer wahid dikolong langit, kalian berdua jangan harap bisa menangkap diriku, lebih baik cepatlah pulang dan laporkan kepada pocu kalian, agar ia jangan mengejar seorang gadis dan bayi lagi"
Paras muka dua orang laki laki itu berubah membesi, segera tegurnya pula:
"Sobat kau jangan mencampuri urusan ini, dia bukan orang baik baik tahukah kau bahwa gadis ini adalah putrinya Hek wu kong (kelabang hitam) Be Ji nio?"
Pada hakekatnya Ong It sin tidak tahu siapakah si kelabang hitam Be Ji Nio itu, sekalipUn banyak juga nama nama jago persilatan yang diketahuinya tapi sebagian besar merupakan jago disekitar Suchuan, tentu saja jago dari wilayah See ih tak ada yang diketahuinya. Sekalipun demikian, diapun dapat merasakan juga bahwa Be Ji Nio bukan orang baik baik, ini terbukti dari julukannya yang menggunakan si kelabang hitam.
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali pemuda itu berkata lagi kepada kedua orang lawannya:
"Keliru besar kalau kalian berdua berkata demikian, sekalipun aku tidak kenal manusia macam apakah Be Ji Nio itu, Tapi aku yakin sekalipun Be Ji Nio bukan orang baik baik, tapi sebagai putrinya belum tentu dia juga orang jahat, selain itu..."
Pemuda itu masih mencoba berkhotbah lebih jauh, tapi dua orang laki laki itu sudah tidak sabar lagi, mendadak mereka menerjang maju beberapa langkah. Begitu merasakan gelagat tidak menguntungkan, Ong It sin segera membentak keras:
"Hey, hey jangan sembarangan maju yaa. Hati hati kalau kusobek perutmu bisa keluar semua isi perutmu"
Sambil mengancam, dia lantas merendahkan tubuhnya bersikap seakan akan memasang kuda kuda, kemudian mengayunkan telapak tangannya seperti mau melancarkan serangan-
Sesungguhnya gaya si anak muda itu kuda tidak mirip kuda keledai tidak mirip keledai bukan saja tak masuk dalam daftar dan lagi lucu sekali.
Namun kedua orang laki laki kekar itu tak berani bertindak gegabah, sebab pertama bentakan dari pemuda itu cukup nyaring, kedua merekapun belum tahu asal usulnya yang sesungguhnya.
Betapa bangga dan gembiranya Ong It sin setelah menyaksikan kedua orang laki laki itu tak berani bertindak lebih lanjut kembali bualnya:
"Tenaga dalamku sudah mencapai puncak kesempurnaan apa bila tidak berada dalam keadaan terdesak atau berbahaya, tak akan kulantarkan serangan secara gegabah maka dari itu kalian jangan memaksaku untuk turun tangan... coba lihatlah enso itu tubuhnya sudah terluka parah, kenapa kalian masih saja mengejarnya terus menerus?"
"Ia menderita luka parah?" jengek seorang di antara dua laki laki itu sambil tertawa dingin-
"Tentu saja, coba kau lihat darah yang menodai tubuhnya masa kalian tidak melihatnya?"
Sampai detik ini kedua orang laki laki itu baru sadar bahwa mereka telah berjumpa dengan seorang telur busuk yang goblok. kontan saja mereka membentak marah:
"Kontol!!!! Ketahuilah, darah itu bukan darahnya melainkan darah dari tujuh orang saudara kami yang telah dibunuhnya"
Sementara Ong It sin masih tertegun, tiba tiba nyonya muda itu membentak keras, tubuhnya melompat keudara bagaikan burung elang terbang ke angkasa, dengan tangan sebelah ia membopong bayi itu, tangan yang lain disebarkan kedepan-
Segerombol jarum-jarum emas yang lembut dan bersinar tajam segera berhamburan keempat penjuru
Dua orang laki laki itu segera mengebaskan ujung bajunya, angin tajam menderuderu, sebagian besar jarum lembut yang mengancam tubuh merekapun segera tersapu lenyap diudara.
Sekarang mereka tidak mempedulikan Ong It sin lagi begitu lolos dari ancaman, tubuh mereka serentak menerjang kedepan
Akan tetapi si bego Ong It sin tidak mau melepaskan kesempatan baiknya untuk menjadi "ksatria budiman" dengan begitu saja melihat kedua orang laki-laki itu menyerbu ke muka, dia ikut menyerbu pula ke dalam gelanggang.
Tentu saja mimpipun ia tak menyangka kalau jarum emas yang dipergunakan nyonya muda itu barusan adalah jarum lembut khusus untuk memecahkan tenaga dalam orang, andaikata hatinya tak keji, tak nanti ia akan mempergunakan senjata terkutuk itu.
"Hey kalian tak boleh berkelahi dengan enso itu" demikian teriaknya keras- keras "jika kalian ngotot terus, jangan salahkan kalau aku segera akan turun tangan"
Dalam pada itu nyonya muda itu sudah melompat dua kali kesisi arena, diantarag etaran tangannya tahu-tahu dalam genggaman tangan kanannya telah ditambah dengan sebilah senjata yang aneh sekali bentuknya.
Sepintas lalu senjata tersebut mirip dengan sebilah pedang panjang, akan tetapi diujung senjata tersebut dipenuhi jarum jarum yang lembut yang memancarkan sinar keemas emasan-
Tentu saja Ong It sin tidak akan tahu kalau senjata tersebut dikenal orang persilatan sebagai "Tek hong chi" Duri lebah beracUn-
Dua orang laki-laki kekar yang sedang siap menerjang itu serentak menghentikan tubuhnya setelah menyaksikan nyonya muda itu mengeluarkan senjata andalannya.
Untuk sesaat lamanya suasanya menjadi hening, kedua belah pihak sama-sama berdiri saling berpandang tanpa berkutik.
Ditengah keheningan itulah, tiba-tiba terdengar suara mendesis yang amat nyaring, menyusul kemudian segulung asap hijau meluncur ke udara dan meledak. Kontan saja paras muka nyonya muda itu berubah hebat, buru- buru teriaknya:
"Ksatria budiman, bereskan kedua orang ini dengan cepat, kasihanilah aku dan anakku, kalau tidak kabur sekarang mungkin kami tak bisa lolos lagi dari cengkeraman mereka"
Berkobar rasanya darah panas dalam dada Ong It sin, sambil membentak keras
telapak tangan kirinya didorong ke muka. Lalu sambil menerjang maju teriaknya:
"Enso jangan takut, aku tak akan duduk berpeluk tangan belaka membiarkan kau menjadi manusia bajingan bajingan ini"
Didalam anggapannya, begitu serangan tersebut dilancarkan, kedua orang laki laki itu pasti akan melecap bagaikan layang layang putus talinya atau bahkan saking dahsyatnya serangan tersebut si nyonya muda yang berada dibelakang kedua orang laki laki itupun ikut terhajar terluka parah
Siapa tahu meskipun pukulan telah dilancarkan namun kedua orang laki laki itu masih tetap tenang tenang saja seakan akan tak pernah terjadi sesuatu apapun bahkan mereka telah menggetarkan lengannya dan masing masing mencabut keluar sebuah ruyung baja beruas sembilan-
Sambil menggetarkan ruyungnya, dua orang itu menyerbu lagi ke depan satu dari depan yang lain dari belakang serentak mengepung nyonya muda itu rapat rapat. Nyonya muda itu tampak semakin gelisah kembali teriaknya dengan perasaan cemas:
"Ksatria budiman sebentar lagi seorang gembong iblis yang lihay segera akan tiba disini bila kau tidak turun tangan lagi niscaya kami tak dapat meloloskan diri"
Sesungguhnya bukan Ong It sin yang enggan turun tangan, tapi pukulannya sama sekali tidak menghasilkan angin pukulan seperti apa yang digembar gemborkan semula, kenyataan ini tentu saja menggelisahkan pula si nyonya muda itu.
Sambil menggaruk garuk kepalanya ia mencoba untuk memeriksa sepasang telapak tangannya dengan seksama pikirnya mungkin ada sesuatu yang tidak beres disitu, tapi periksa ia merasa telapak tangannya normal dan sedikitpun tak ada sesuatu yang aneh.
Dengan penasaran pemuda itu mengayunkan kembali telapak tangannya melancarkan beberapa puluh kali pukulan tapi sedikitpun tak ada gunanya peluh mulai membasahi pipinya karena cemas.
Sementara itu nyonya muda tadi sudah terlibat dalam pertarungan sengit melawan dua orang laki laki itu sepanjang pertempuran berlangsung, dua orang laki laki itu hanya bertahan tanpa melancarkan serangan-
Nyonya muda itu semakin gelisah, senjata Duri lebah beracunnya diputar sedemikian rupa menciptakan gulungan gulungan cahaya kuning yang menyilaukan mata, desingan tajam yang menderu deru seakan akan setiap saat mencari mangsa.
Sekalipun serangan dari nyonya muda itu cukup dahsyat, akan tetapi pertahanan yang dilakukan dua orang laki laki itu dengan senjata ruyung beruas sembilannya terhitung tangguh pula, ibaratnya dua gulung mega hitam yang menyelimuti angkasa kemanapun nyonya muda itu berusaha untuk melepaskan diri, usahanya selalu gagaL
Pertarungan yang melibatkan tiga orang itu berlangsung dengan cepatnya, Ong It sin hanya merasakan awan hitam menggulung kesana kemari diiringi kilatan cahaya emas jangankan mengetahui jurus serangan apa yang dipergunakan ketiga orang itu bagaikan gerakannya tidak tahu.
Dia hanya ribut terus dengan telapak tangannya ia sedang ia berusaha untuk menemukan kembali tenaga dalamnya yang hilang.
Pada saat itulah tiba tiba dari kejauhan berkumandang suara pekikan nyaring mula mula pekikan tersebut berasal dari tempat yang cukup jauh tapi sekejap kemudian sudah berada dekat sekali dengan serak
Menyusul suara pekikan nyaring itu, tiba tiba si anak muda itu merasakan pandangan matanya menjadi silau, diiringi suara bentakan keras bagaikan guntur membelah bumi disiang hari belong sesosok bayangan hijau telah muncul didepan mata.
Ong It sin terperanjat sekali menyaksikan kehadiran bayangan tersebut dengan keadaan seseram itu, buru buru diperhatikan orang itu seksama ternyata adalah seorang kakek berbaju hijau yang mempunyai perawakan tinggi besar. orang ini adalah Ik tianglo golongan berbaju hijau dari benteng Khekpo. Begitu munculkan diri, dengan suara nyaring Ik tianglo segera membentak keras: "Tahan"
Kebetulan Ong It sin berdiri sangat dekat dengan Ik tianglo ketika mendengar bentakan nyaring itu, seakan-akan ada guntur yang membelah bumi disiang hari belong, pemuda itu merasakan sepasang kakinya menjadi lemas dan..
"Bluuk" ia jatuh terduduk diatas permukaan salju.
Beberapa kali ia mencoba untuk bangkit berdiri tapi setiap kali ia roboh kembali keatas tanah.
Gelisah sekali Ong It sin menghadapi kejadian seperti ini pikirnya:
"Aku adalah seorang jago lihay nomer satu dalam dunia persilatan, masa kekuatan untuk duduk saja tidak mampu?"
Berpikir sampai disitu, sekuat tenaga dia lantas meronta dan merangkak bangun.
Tapi pada saat itulah kebetulan sekali Ik tianglo sedang berpaling kearahnya, menyaksikan sinar matanya yang begitu hijau dan tajam, sekali lagi Ong It sin menjerit kaget badan yang baru saja berdiri tegak kembali roboh ketanah dan tak mampu berkutik lagi.
Ik tianglo tidak lebih hanya memperhatikan Ong It sin sekejap. kemudian berpaling kearah lain
Sementara itu pertarungan antara dua orang laki laki itu melawan si nyonya mudapun telah berhenti.
Rambut si nyonya muda itu kalau dua terurai tak karuan, wajahnya pucat pias seperti mayat, jeritnya dengan suara lengking:
"Ik tianglo kau berhasil menyusul kami berdua ibu dan anak, apakah yang hendak kau lakukan?"
Ik tianglo tidak menjawab, melainkan maju ke depan dan memberi hormat kepada nyonya muda itu sambil katanya: "Menunjuk hormat buat hujin"
"ciss, aku sudah meninggalkan benteng Khekpo dengan pocu kalian tentu saja tak ada sangkut pautnya lagi, lebih baik jangan memanggil hujin kepadaku, hujan mau bekuk, mau tangkap lakukanlah dengan segera..."
Sementara itu Ong It sin hanya duduk termenung diatas salju sambil memandang orang disekelilingnya dengan rasa bingung dan tidak habis mengerti.
Kalau ditinjau dari apa yang diucapkan Ik tianglo tersebut agaknya kedudukan nyonya muda itu adalah nyonya pocu dari benteng Khekpo. Tapi hal ini mana mungkin bisa terjadi?
Sebetulnya Ong It sin paling enggan mengakui ketololan sendiri tapi sekarang tak urung pikirnya juga.
"Goblok!!! Melantur kemana pikiranmu? Tentu saja dia tak mungkin adalah pocu hujin dari benteng Khekpo"
Tapi kenyataannya justru berbalikan dengan apa yang dipikirkan Ong It sin ketika itu. Kembali Ik tianglo membungkukkan badannya memberi hormat sambil berkata:
"Hamba tidak berani menyusahkan hujin, ada pun kedatanganku adalah untuk menjemput hujin pulang ke benteng"
Ketika mendengar perkataan itu dua orang laki laki bertubuh kekar itu segera memperhatikan wajah penasaran, teriaknya dengan cepat:
"Liok tianglo diantara sepuluh orang saudara kami yang melakukan pengejaran, kini tinggal dua orang yang masih hidup bagaimanakah dengan hutang darah ini?"
Jangan dilihat sikap Ik tianglo terhadap nyonya muda itu selalu lembut dan menaruh hormat namun sikapnya terhadap dua orang laki laki tersebut ternyata keras dan keren-
"Ngaco belo" dampratnya "perintah ini datang dari pocu sendiri siapa yang berani menentangnya?"
"Heeeh... heehhh... heeehhh... akulah yang akan menentangnya" tiba-tiba nyonya muda itu nyeletuk.
Ik tianglo menghela napas panjang. "Aaai... hujin.."
Baru dua patah kata, si nyonya muda itu sudah menukas sambil menjerit lengking:
"Tapi hamba mendapat perintah dari pocu untuk mengundang hujin pulang ke benteng, apabila hujin bersikeras tak mau pulang..."
"Kenapa?" ejek nyonya muda itu sambil tertawa dingin, "kau hendak membekukan dan menyeretnya pulang bukan? Aku tahu bahwa aku bukan tandinganmu, kaupun mengetahui akan hal ini, kenapa masih belum juga turun tangan..? Apalagi yang kau nantikan?"
Ik tianglo segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tidak, bukan begitu, pocu hanya berpesan seandainya kau bersikeras tak mau kembali, maka tolong serahkan kembali benda yang kau bawa kabur itu kepadaku, pocu pun berkata, satu malam menjadi suami istri seratus tahun akan teringat selalu meskipun kau telah pergi, tapi kapan saja kau ingin kembali
kepangkuannya, pintu gerbang Khekpo masih terbuka untukmu"
ooodowooo
"Huuuh... tak usah banyak bicara lagi" seru nyonya muda itu sambil tertawa dingin, "jangan harap benda yang berhasil kudapatkan itu kuserahkan kembali kepadamu"
Berbicara sampai disini, perasaan murung dan sedih melintas diatas wajahnya, tapi hanya sesaat kemudian telah lenyap kembali menyusul kemudian katanya lebih jauh:
"Seharusnya kau tahu kenapa aku bersedia kawin dengan seorang tua bangka semacam dia, aku... aku telah membayar mahal untuk benda tersebut bayangkan sendiri apakah benda yang berhasil kuperoleh dengan susah payah itu akan kuserahkan kepadamu kembali? Aku telah bertekad akan hidup dan mati bersama benda itu, apa bila ia tidak ingin menyaksikan putranya tewas ditanganku lebih baik berilah jalan hidup bagiku"
Sambil berkata, senjata anehnya langsung bergerak menyingkap kain yang membungkus tubuh bayi itu kemudian memalangkan senjatanya ditengkuk sang orok.
Dengan tersingkapnya kain pembungkus itu maka muncullah seraut wajah sang orok yang masih merah dengan sepasang matanya yang besar, agaknya orok itu baru berusia empat lima bulan diantara perputaran biji mata, tampak otot urat itu sangat menawan hati
Disamping wajah orok itu lamat-lamat terlihat sebuah gagang pedang, dari ukirukirannya yang indah dapat diketahui bahwa pedang tersebut pastilah sebilah pedang antik yang sudah berusia ratusan tahun.
Demikianlah, setelah menyingkap bungkusan itu nyonya muda itu memalangkan pedangnya diwajah si orok yang masih berwarna merah tersebut, ketika orok itu melihat sinar gemerlapan menyilaukan matanya, bayi itu menjejak-jejakkan kakinya sambil tertawa gembira.
"Bagaimana?" tantang nyonya itu sambil tertawa dingin, "kami diperkenankan pergi atau tidak?"
Ik tianglo menjadi serba salah, wajahnya tampak jengah dan untuk sesaat tak tahu bagaimana harus menjawab.
Ong It sin menjadi berkaok-kaok menyaksikan adegan tersebut, segera teriaknya: "Enso cepat singkirkan senjatamu, jangan sampai melukai bayi tersebut..."
Akan tetapi, walaupun ia sudah berkaok-kaok sekeras kerasnya, tak seorangpun yang menggubrisnya .
Nyonya muda itu berkata lebih lanjut:
"Apabila ia tidak mengirim orang untuk mengikuti dibelakangku, tentu saja akupun akan memegang janji, dalam tiga bulan kemudian, apabila aku sudah tiba ditempat tujuan dengan selamat, pasti akan kuutus seseorang untuk menghantar becah itu pulang ke benteng Khek Po"
Ik tianglo tertegun, sesaat kemudian katanya.
"Lan... lantas bagaimana dengan pedang antik Husi ku kiam (Pedang antik dari kaisar Husi)..."
Nyonya muda itu tertawa panjang:
"Apa yang kuperbuat selama ini hanya bertujuan untuk mendapatkan pedang antik Husi ku kiam tersebut, apa gunanya kau singgung kembali senjata tersebut??"
Ik tianglo menghela nafas panjang.
"Aaai... hujin, kau harus bisa berbicara ada buktinya yang nyata..."
"Kau jangan kuatir setelah menjadi putranya apakah kau anggap bukan putraku?"
Kemudian setelah berhenti sejenak. sambungnya kembali:
"cobalah pikirkan sendiri mungkinkah aku akan mencelakai putraku sendiri?"
Ik tianglo termenung beberapa saat lamanya tanpa menjawab,jelas ia tak percaya apakah nyonya muda itu benar-benar tak akan mencelakai putranya.
Ong It sin yang menyaksikan kejadian itu segera menunjukkan perasaan tak puas buru- buru katanya.
"Tentu saja ia tak akan mencelakai putranya sendiri lotiang, manusia macam apa kah enso ini?"
Tak seorang manusia yang memperhatikan ucapan Ong It sin itu, jangankan memperhatikan, menolehpun tidak. Lewat beberapa saat kemudian, Ik tianglo baru bertanya:
"Siapakah yang hendak kau utus untuk menghantar becah itu kembali ke benteng?"
Nyonya muda itu menunjuk kearah Ong It sin seraya berkata: "Dialah orangnya"
"Aku?" gumam Ong It sin dengan wajah tercengang.
"Ksatria yang budiman, itu kan cuma urusan yang gampang dan enteng, aku percaya kau pasti akan menyanggupinya" kata nyonya muda itu sambil tertawa.
Ong It sin yang diumpak terus menerus menjadi senang, ia merasa tubuhnya seakanakan melayang diudara, buru buru katanya:
"Tentu saja, tentu saja aku pasti akan menghantar becah itu... sampai... sampai di benteng Khekpo, kalian tak usah kuatir"
Ik tianglo lantas berpaling kearah Ong It sin sambil tanyanya: "Siapakah kau? Berasal dari perguruan mana?"
"Aku bernama Ong It sin, tidak termasuk perguruan mana- mana tapi aku adalah seorang jago kelas satu didunia, aku mempunyai seorang sahabat karib, dia bernama si nenek, kalau kau bisa menunggu setengah harian lagi, siapa tahu dia akan tiba pula disini"
Ketika Ik tianglo mendengar nama "si nenek" tanpa terasa segera memperdengarkan seruan tertahan, diawasinya Ong It sin dari atas hingga kebawah, kemudian baru katanya:
"Sobat, becah itu adalah satu-satunya putra pocu kami, apabila kau bisa menghantarnya sampai dibenteng Khekpo dengan selamat, sudah pasti ada hadiah besar untukmu. Nah, aku titip bocah itu padamu"
"Apa lagi yang musti dikatakan? Setelah kusanggupi pekerjaan itu, sudah tentu akan kulaksanakan dengan sebaik baiknya"
Ik tianglo tidak banyak bicara lagi, dia lantas memberi tanda kepada kedua orang laki laki itu untuk berlalu dari situ.
Meskipun dua orang laki-laki itu menunjukkan sikap keberatan dan marah, akan tetapi mereka tak berani berbicara banyak. setelah melotot sekejap kearah nyonya muda itu mereka putar badan dan segera berlalu dari situ.
"Tinggalkan kereta salju itu disini, aku membutuhkannya untuk melanjutkan perjalananā€¯ perintah nyonya muda itu.
Ik tianglo tidak banyak bicara, setelah meninggalkan kereta salju itu, bersama dua orang laki laki anak buahnya dengan cepat berlalu dari sana.
Dikala Ik tianglo bertiga sudah berada puluhan kaki jauhnya dari tempat semula nyonya muda itu baru naik ke atas kereta salju, kepada Ong It sin katanya sambil tertawa:
0ooo-d-wooo0
Jilid 7
"KSATRIA budiman, mari kemari, ikutilah diriku"
"Aku..."
Sebenarnya pemuda itu hendak berkata bahwa ia tak bisa ikut pergi karena harus berangkat ke lembah Ciong Cu kok, tapi begitu menyaksikan senyum manis dan genit dari nyonya muda itu, kata kata selanjutnya tak sanggup diutarakan lagi.
Bukan saja ia terbungkam, bahkan tanpa disadari telah maju ke depan dan menuju ke tepi kereta salju.
Tiba-tiba ia merasa tangan kirinya menjadi hangat ketika diperiksa ternyata tangan si nyonya yang putih bagaikan salju dan lembut itu sedang menggenggam tangannya.
"cepatlah naik," bisik nyonya itu manja.
Sejak kecil sampai dewasa belum pernah Ong It sin bermesrahan dengan seorang gadis.
Tapi kini, orang bersikap mesrah kepadanya adalah seorang nyonya muda yang Cantik jelita, hal ini membuat telinganya terasa mendengung keras bagaikan kena aliran listrik bertegangan tinggi, sekujur badannya bergetar keras, bergera