HEGEMONI DALAM NOVEL TANAH TABU KARYA ANINDITA SISWANTO THAYF (TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA)
ARTIKEL
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
OLEH USWATUN HASANAH NIM : 311 411 016
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2015
1
2
Hegemoni dalam novel Tanah Tabu karya Anindita Siswanto Thayf (Tinjauan Sosiologi Sastra) Uswatun Hasanah Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo Anggota Moh. Karmin Baruadi Ellyana G. Hinta ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan hegemoni yang terdapat dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Adapun yang menjadi rumusan masalah yaitu: (1) Bagaimanakah hegemoni pada aspek pendidikan dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf? (2) Bagaimanakah hegemoni pada aspek ekonomi dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf? (3) Bagaimanakah hegemoni pada aspek politik dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf? Metode yang digunakan adalah metode deskriptif-analitis. Selanjutnya, sumber data dalam penelitian ini adalah novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf, diterbitkan pada tahun 2009. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik membaca intensif. Sedangkan teknik analisis data dalam penelitian ini berupa (1) mengklasifikasi data; (2) merelevansikan data; (3) mendeskripsikan; dan (4) menyimpulkan hasil. Kata Kunci: Hegemoni, novel, sosiologi sastra.
PENDAHULUAN Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas yang tidak terpisahkan satu sama lain. Karya sastra diciptakan oleh seseorang yang merupakan anggota masyarakat, sedangkan substansi dari
3
sebuah produk karya sastra adalah serangkaian cerita yang diangkat berdasarkan realitas kehidupan sosial. Sebagai salah satu genre sastra, karya fiksi mengandung unsur-unsur yang meliputi unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya fiksi sehingga menjadi suatu wacana (Aminuddin, 2013:66). Sedangkan unsur ekstrinsik menurut Nurgiyantoro (2012:23) adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra, seperti nilai agama, nilai pendidikan, nilai politik dan sebagainya yang secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Bahasa merupakan media yang digunakan pengarang untuk menyampaikan daya imajinasinya. Bahasa menurut Aschroft (2003:xxxii) menjadi media untuk menunjukkan struktur hierarki kekuasaan dan menetapkan konsepsi-konsepsi ‘kebenaran’, ‘aturan’ dan realitas. Dari pemahaman tersebut, terlihat jelas bahwa kekuasaan sering ditunjukkan lewat bahasa, dan bahkan kekuasaan juga diterapkan atau dilaksanakan melalui bahasa (Thomas dan Wareing, 2007:19). Kekuasaan yang berujung pada penindasan selanjutnya disebut dengan hegemoni. Istilah hegemoni dikembangkan oleh ahli filsuf Marxis Italia Antonio Gramsci. Hegemoni menurut Gramsci dalam Faruk (2013:141) merupakan teori dominasi atau kekuasaan suatu kelas sosial atas kelas sosial lainnya, melalui dominasi dan kepemimpinan intelektual dan moral. Apa yang ia katakan sebagai “dominasi” adalah kekuasaan yang ditopang dengan kekuasaan fisik atau dengan jalan penghancuran dan penggunaan kekuatan. Sedangkan “kepemimpinan moral dan 4
intelektual” adalah kekuasaan yang ditopang dengan jalan negosiasi dan kompromi. Dari kedua cara tersebut, maka merebut supremasi dengan cara kepemimpinan moral dan intelektual itulah yang disebut oleh Gramsci sebagai “hegemoni”. Dalam karya sastra khususnya novel, banyak pengarang yang mengangkat cerita bertemakan hegemoni. Salah satunya novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Tanah Tabu berarti tanah keramat (tanah Papua). Novel ini merupakan salah satu novel yang menceritakan tanah Papua yang sarat dengan nuansa kekuasaan, baik kekuasaan yang ditimbulkan oleh masyarakat Papua maupun kekuasaan yang ditimbulkan oleh para pendatang. Hegemoni dalam Novel Tanah Tabu oleh Thayf ditampilkan secara tersirat melalui nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat Papua, antara lain pada aspek pendidikan. Pendidikan bagi kaum perempuan di Papua bukanlah prioritas utama. Hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian pemerintah pada sektor pendidikan serta adanya indikasi bahwa para pendatang juga ikut memanipulasi kebodohan masyarakat pribumi Papua. Analisis dalam penelitian ini adalah analisis kekuasaan yang berujung pada ketertindasan masyarakat Papua.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analitis. Metode deskriptif-analitis dalam penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarakan data apa adanya tentang hasil penelitian mengenai masalah kekuasaan yang kemudian disebut dengan hegemoni. Objek dalam penelitian ini adalah novel Tanah Tabu karya Anindita Siswanto Thayf. 5
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik membaca intensif. Sedangkan teknik analisis data terdiri atas, (1)
mengklasifikasi
data,
(2)
menghubungkan/merelevansikan
data,
(3)
mendeskripsikan data, dan (4) menyimpulkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa, hegemoni pada aspek pendidikan di Papua disebabkan oleh pemahaman yang keliru bahwa pendidikan bukanlah prioritas utama bagi kaum perempuan. Selain itu kemiskinan yang sedang melanda masyarakat pribumi juga menjadi salah satu penyebab banyaknya anak-anak Papua yang tidak bersekolah, sehingga orang tua mereka memilih untuk tidak menyekolahkan anaknya. Berikut kutipan terkait dengan hal tersebut. (1) …Dia tidak bersekolah karena katanya orangtuannya tidak mampu membeli seragam. Aku tahu dia bohong! Ada beberapa orang temanku yang tidak berseragam, tetapi mereka tetap boleh bersekolah. Yang kutahu, Yosi tidak diizinkan bersekolah karena ia anak perempuan, yang harus menjaga tiga adiknya yang masih kecil dan membantu ibunya yang sedang hamil besar. Kasihan sekali Yosi. Padahal ia jauh lebih tua dariku. (TT, 2009:23)
Hegemoni pada aspek ekonomi ditunjukkan melalui banyaknya masyarakat pribumi yang rata-rata berada di bawah garis kemiskinan. Seharusnya, masyarakat pribumi bisa sejahtera dengan kekayaan SDA yang dimiliki. Hadirnya para pendatang
6
yang mengeksploitasi SDA dinilai sangat merugikan rakyat dan penyebab timbulnya kerusakan alam Papua. Berikut kutipan data yang membuktikan adanya bentuk eksploitasi oleh para pendatang. (2) …Gedung-gedung bagus dan menara besi berkaki empat yang seolah hendak menusuk langit mulai bermunculan di tengah-tengah perkampungan kami yang miskin. Jalan-jalan besar diperhalus agar bisa dilewati mobil para pendatang. Sementara jalan depan rumah kami tetap berlubang. Orang-orang asing mulai berdatangan untuk mengeruk emas sebanyak mungkin ditempat kami memangkur sagu sesuai kebutuhan. Sekarung uang dengan mudah dikumpulkan dan dengan mudah dihamburkan”. Akankah kami semua, termasuk aku, ditakdirkan mati mengenaskan seperti kata kematian, karena kelaparan, kemiskinan, terkena penyakit, atau tertimpa bencana, di tengah tempat yang justru terus menerus dipoles menjadi semakin indah ini?. (TT, 2009:43-44)
Data (2) merupakan bukti bahwa masyarakat pribumi adalah korban penindasan akibat ulah para pendatang. Gedung-gedung dibangun menjadi megah. Jalan raya diperhalus semata-mata untuk memperlancar akses bisnis para pendatang. Pembangunan yang semakin marak, lantas hal ini sama sekali tidak berpengaruh pada perkembangan pendidikan dan perekonomian pribumi. Pada aspek politik, para pendatang berusaha menguasai wilayah dengan mengekspansi wilayah-wilayah yang dianggap berpotensi untuk dijadikan area pertambangan. Tentu saja hal ini dilakukan dengan mengorbankan alam. 7
(3) …kampung Pace Mauwe digusur perusahaan emas milik pendatang dari lereng gunung tempat tinggal mereka sejak lama. Memang, ada kampung dan rumah baru yang diberikan sebagai gantinya di daerah bawah, tapi cukup jauh dari hutan, apalagi sungai. Dan, Kwee, kau mungkin tidak akan percaya kalau kubilang hutan itu sekarang tidak lagi menghasilkan sagu, sedangkan sungainya dipenuhi kotoran perusahaan itu. Terkenangku pada suatu pagi ketika ada banyak ikan tiba-tiba mengapung mati di sungai itu, dan banyak penduduk memungutnya untuk dimakan. (TT, 2009:135) Pada data (3) terlihat jelas bahwa para pendatang telah habis-habisan mengeruk SDA Papua. Mengambil alih hutan yang dulunya menjadi jantung bagi kehidupan masyarakat Papua. Bahkan perkampungan yang sudah sejak lama ditinggali kini sudah mulai digusur untuk dijadikan area pertambangan. Hutan dan sungai yang selama ini menjadi sumber kehidupan telah tercemar limbah perusahaan. Sungai dipenuhi kotoran perusahaan. Kehidupan masyarakat Papua menjadi semakin menderita dan terpuruk, banyak ketimpangan-ketimpangan yang terjadi akibat kehadiran para pendatang yang ingin menikmati setiap jengkal kekayaan tanah Papua. Para pendatang gencar melakukan eksploitasi secara besar-besaran isi perut tanah Papua, namun mengabaikan kelestarian alam. Kekuasaan oleh para penguasa digunakan sebagai sarana untuk menggerogoti kekayaan alam Papua. Tanpa memperdulikan dampak terhadap lingkungan sekitar.
8
Berdasarkan hasil analisis dari kondisi sosial pada masyarakat Papua yang diperoleh dari buku dan artikel-artikel sejarah Papua, kekuasaan oleh para pendatang yang berujung pada penindasan terhadap masyarakat Papua memang pernah terjadi bahkan masih berlangsung hingga saat ini. Dalam konteks sejarah, hal ini merujuk pada perusahaan pertambangan PT Freeport yang tercatat mulai beroperasi pada tahun 1967, meskipun kiprahnya di Papua sudah dimulai beberapa tahun sebelumnya. Sejak saat itulah banyak masyarakat Papua yang dirugikan. Kegiatan penambangan dan ekonomi Freeport telah mencetak keuntungan finansial yang sangat tinggi, namun tidak bagi masyarakat lokal yang berada di wilayah pertambangan.
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka kesimpulan penelitian ini diuraikan sebagai berikut. a)
Hegemoni pada aspek pendidikan yang termuat dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf disebabkan oleh adanya dominasi kekuasaan oleh para penguasa yang menancapkan taring otoritas di tanah Tabu yang juga turut melakukan manipulasi pembodohan kepada masyarakat pribumi. Di sisi lain, budaya patriarki menambah sulitnya perjuangan bagi seorang perempuan dalam upaya meningkatkan pendidikan kaumnya khususnya dari komunitas adat yang terpencil di Papua.
9
b)
Hegemoni pada aspek ekonomi yang termuat dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf digambarkan melalui banyaknya penduduk asli Papua yang justru berada dibawah garis kemiskinan. Hal ini sangat berkontradiksi dengan kekayaan alam yang dimiliki oleh tanah Papua. Hasil bumi yang melimpah hanya bisa dinikmati oleh pemegang kekuasaan.
c)
Hegemoni pada aspek politik yang termuat dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf dibuktikan dengan adanya kekuasaan oleh para pendatang yang secara terus menerus mengekspansi wilayah-wilayah yang berpotensi mengandung emas dan logam mulia untuk kepentingan perusahaan pertambangan dan mengorbankan penduduk asli Papua dengan melakukan penggusuran dan memindahkan perkampungan di wilayah kaki gunung.
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa hal yang perlu disarankan untuk dilakukan ke depan yaitu. a)
Bagi pembaca, disarankan agar penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan berpikir dalam memahami adanya hegemoni dari berbagai aspek dalam kehidupan bermasyarakat.
b)
Penelitian terhadap karya sastra harus dilakukan secara terus menerus karena banyak menyimpan pengetahuan sejarah, nilai-nilai sosial dan nilai-nilai kemanusiaan.
10
c)
Penelitian lanjutan terhadap Novel Tanah Tabu karya Anindita S Thayf dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sastra bandingan dalam membandingkan unsur intrinsik atau unsur ekstrinsiknya dalam konteks realitas sosial ataupun sejarah.
DAFTAR RUJUKAN Aminuddin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Faruk. 2013. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press. Aschroft, Bill, dkk. 2003. Menelanjangi Kuasa Bahasa (Teori dan Praktek Sastra Postkolonial). Yogyakarta: Qalam. Thomas, Linda dan Wareing Shan. 2007. Bahasa, Masyarakat dan Kekuasaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
11