Hatiku ~ Rumah Kristus (Robert Boyd Munger) Dalam surat kepada jemaat di Efesus, Paulus menulis, “supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaanNya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh RohNya di dalam batinmu, sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu” (Efesus 3:16-17). Dalam terjemahan lain, “supaya Kristus menetap dan tinggal di dalam hatimu oleh iman” (Weymouth). Tidak diragukan lagi, salah satu ajaran Kristen yang paling terkenal adalah Yesus Kristus sendiri melalui Roh Kudus akan benar-benar memasuki hati, menetap dan tinggal di sana. Kristus akan tinggal dalam hati manusia yang menyambut Dia. Ia berkata kepada murid-muridNya, “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firmanKu dan BapaKu akan mengasihi dia, dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.” (Yohanes 14:23) Tetapi Ia juga mengatakan bahwa Ia akan segera meninggalkan mereka (Yohanes 13:33). Mereka sulit memahami apa yang dikatakanNya. Bagaimana mungkin pada saat yang sama Ia meninggalkan mereka dan sekaligus diam bersama mereka? Menarik diperhatikan, Yesus menggunakan konsep yang sama dengan Yohanes 14:2-3, “Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu… supaya di tempat dimana Aku berada, kamu pun berada.” Ia menjanjikan, seperti Ia pergi ke surga untuk menyediakan tempat bagi mereka dan suatu hari akan menyambut mereka di sana, demikian juga mereka dapat menyediakan tempat bagiNya dalam hati mereka sekarang. Ia akan datang dan diam dengan mereka di sana. Ini di luar kemampuan pemahaman mereka. Bagaimana mungkin? Lalu tibalah hari Pentakosta. Roh Kristus yang hidup diberikan kepada gereja, dan mereka mengalami apa yang dinubuatkan Kristus. Kini mereka mengerti. Tuhan tidak tinggal di dalam Bait yang dibangun Herodes di Yerusalem – juga tidak dalam bait mana pun yang dibangun manusia! Tuhan akan tinggal dalam hati manusia melalui mujizat turunnya Roh Kudus. Tubuh orang percaya menjadi bait Allah yang hidup dan hati manusia menjadi rumah Kristus. Para murid lebih mengenal Yesus dalam tiga puluh menit setelah Pentakosta daripada selama tiga tahun sebelumnya. Sulit membayangkan kesempatan yang lebih istimewa daripada menyediakan rumah bagi Kristus dalam hatiku, melayani, menyenangkan dan mengenal Dia di sana. Aku tak akan pernah lupa malam ketika mengundang Dia masuk ke dalam hatiku. Sungguh luar biasa! Ia tidak masuk dengan cara yang spektakular atau emosional, tetapi dengan cara yang sangat nyata dan terjadi tepat di pusat jiwaku. Ia memasuki kegelapan hatiku dan menghidupkan lampu. Ia menyalakan api di dalam tempat perapian yang dingin dan mengusir kebekuan. Ia memulai musik di tengah kesunyian dan keharmonisan di tengah kekacauan. Ia mengisi kekosongan dengan kehadiranNya yang penuh kasih. Aku tak pernah menyesal membukakan pintu bagi Kristus. Tak akan pernah menyesal. Ini tentunya langkah pertama untuk menjadikan hati sebagai rumah Kristus. Ia berkata, “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk; jikalau ada orang yang mendengar suaraKu dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” (Wahyu 3:20) Jika engkau ingin mengetahui realita Allah dan kehadiran pribadi Yesus Kristus dalam dirimu
yang terdalam, bukalah pintu lebar-lebar, mintalah Ia masuk dan menjadi Tuhan dan Juruselamatmu. Setelah Kristus di hatiku, dalam sukacita karena relasi yang baru ini, aku berkata kepadaNya, “Tuhan, jadikanlah hatiku ini milikMu. Menetaplah dan tinggallah di sini. Gunakanlah sebagai milikMu. Mari kutunjukkan sekeliling rumah ini supaya Engkau merasa lebih nyaman. Aku ingin Engkau senang bersamaku di sini.” Ia tampak senang menerima tempat dalam hatiku yang biasa dan kecil ini. Ruang Studi Ruang pertama yang kami lihat bersama adalah ruang studi atau perpustakaan. Ruang ini kecil dan berdinding tebal, tetapi penting. Dapat dikatakan inilah ruang studi pikiran, atau ruang kendali rumah ini. Ia masuk bersamaku dan mengamati buku-buku di lemari, majalah-majalah di meja, dan lukisan-lukisan di dinding. Saat mengikuti pengamatanNya, aku mulai merasa tak nyaman. Aneh, sebelumnya aku tak pernah merasa ada yang salah dalam ruang ini, tetapi sekarang ketika mengamati sekeliling bersamaNya, aku merasa malu. Ada buku-buku di rak yang tak pantas dilihat mataNya yang suci. Ada beberapa majalah di meja yang tak perlu dibaca seorang Kristen. Sedangkan di antara lukisan-lukisan di dinding, simbol imajinasi dan pikiranku, ada yang memalukan. Aku menatapNya dengan malu dan berkata, “Tuhan, aku tahu ruang ini perlu dibersihkan dan ditata ulang. Maukah Engkau menolongku menata dan mengubahnya menjadi seperti yang seharusnya?” “Tentu saja, “jawabNya. “Aku senang menolongmu! Aku memang datang untuk mengatasi hal seperti ini. Pertama, ambil dan buanglah semua bacaan dan gambar yang tidak benar, baik, murni dan menolong. Gantikan dengan buku-buku dari Alkitab untuk di rak itu. Penuhilah perpustakaan dengan Firman Tuhan dan renungkanlah itu siang dan malam. Sedangkan gambar-gambar di dinding itu, engkau akan sulit mengendalikannya, tetapi ada sesuatu yang dapat menolong.” Ia memberiku foto diriNya. “Gantunglah ini di pusat dinding pikiran,” kataNya. Aku melakukan itu, dan kualami sepanjang tahun-tahun ketika pikiranku berpusat pada Kristus, kesadaran akan kehadiran, kekudusan dan kuasaNya mengusir pikiran-pikiran kotor dan salah. Jadi Ia telah menolongku membawa kembali pikiran-pikiranku ke bawah kuasaNya, tetapi perjuangan tetap ada. Jika engkau mengalami kesulitan dengan ruang studi pikiran, kusarankan engkau mengajak Kristus ke sana. Penuhilah ruang itu dengan Firman Tuhan, pelajari dan renungkanlah, serta letakkanlah tepat di hadapanmu kehadiran Tuhan Yesus. Ruang Makan Selanjutnya kami menuju ke ruang makan, yaitu ruang selera dan keinginan. Ruang ini besar dan sangat penting bagiku. Aku menghabiskan banyak waktu dan bekerja keras untuk memenuhi semua keinginanku. Kukatakan padaNya, “Ini ruang favoritku. Pasti Engkau senang makan di sini.” Ia duduk di meja makan dan bertanya, “Apa menu makan malam hari ini?” Aku menjawab, “Menu kegemaranku: uang, gelar akademik, saham, serta artikel surat kabar tentang ketenaran dan kekayaan sebagai menu tambahan.”
Inilah hal-hal yang kusukai, hal-hal yang sesungguhnya sekular. Tidak sangat buruk, tetapi bukan makanan yang tepat untuk mengenyangkan jiwa dan memuaskan lapar rohani. Ketika semua ini dihidangkan di hadapan teman baruku, Ia tak berkata apa-apa, tetapi Ia tidak makan. Aku bertanya dengan gelisah, “Juruselamat, Engkau tak suka makanan ini? Apa masalahnya?” Ia menjawab, “Aku mempunyai makanan yang engkau tidak ketahui. Makananku adalah melakukan kehendak Dia yang mengutus aku.” Ia memandangku dan berkata, “Jika engkau ingin makanan yang sungguh-sungguh memuaskanmu, lakukanlah kehendak Bapa di surga. Dahulukanlah kesenanganNya dibandingkan kesenanganmu. Berhentilah mengejar hasratmu, ambisimu, kepuasanmu sendiri. Berusahalah menyenangkan Dia. Itulah makanan yang akan sungguh-sungguh memuaskanmu. Cobalah sedikit!” Di sana, di meja itu Ia memberiku mencicipi bagaimana rasanya melakukan kehendak Allah. Sungguh luar biasa! Tak ada makanan seperti itu di seluruh dunia. Makanan yang memuaskan. Semua yang lain membuat kita merasa lapar lagi. Apakah menu di ruang keinginan kita? Makanan apa yang kita hidangkan kepada sahabat Ilahi dan diri sendiri? “Semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup,” (1 Yohanes 2:16), keinginan-keinginan kita yang berpusatkan diri? Atau apakah kehendak Allah menjadi makanan dan minum yang memuaskan jiwa kita? Ruang Tamu Kami pindah ke ruang tamu yang tenang, nyaman dan hangat. Aku menyukai ruang ini. Ada perapian, sofa, kursi-kursi empuk, lemari buku, dan suasananya akrab. Ia juga tampak senang. KataNya, “Ruang ini sungguh menyenangkan. Mari kita sering datang ke sini. Suasananya nyaman dan tenang; kita dapat menggunakan tempat ini untuk bercakap-cakap dan bersekutu. Sebagai seorang pemuda Kristen, aku tentu saja senang. Tak ada yang lebih ingin kulakukan daripada beberapa menit sendirian bersama Kristus dalam persekutuan yang akrab. Ia berjanji, “Aku akan ada di sini setiap pagi. Temuilah Aku dan kita akan memulai hari bersama.” Maka setiap pagi aku turun ke ruang tamu. Ia akan mengambil salah satu kisah Alkitab dari lemari buku, membukanya, dan kami membacanya bersama. Ia membukakan kebenaran keselamatan Allah yang tercatat di halaman-halaman buku itu dan membuat hatiku bernyanyi ketika Ia menceritakan semua yang telah dan akan Ia lakukan untukku. Saat-saat kebersamaan itu sangat indah. Ia berbicara kepadaku melalui Alkitab dan Roh Kudus. Aku memberikan respon dalam doa. Persahabatan kami semakin dalam melalui saat teduh dan pembicaraan pribadi. Namun demikian, karena tekanan berbagai tanggung-jawab, lambar laun saat-saat ini menjadi semakin singkat. Aku tidak tahu pasti mengapa. Entah bagaimana, aku merasa terlalu sibuk untuk memberikan waktu khusus secara teratur bersama Kristus. Keputusan ini tentu tidak disengaja, melainkan terjadi begitu saja. Lama kelamaan, bukan hanya waktunya dipersingkat, tetapi juga aku mulai tidak saat teduh sekali-sekali,
misalnya ketika ujian semester atau final. Hal-hal urgen yang menuntut perhatianku terus mengganggu saat teduh dengan Yesus. Sering aku tidak saat teduh dua hari berturut-turut. Suatu hari, aku ingat, aku terburu-buru turun tangga untuk berangkat menuju sebuah janji yang penting. Ketika melewati ruang tamu, pintunya terbuka. Sekilas aku lihat Yesus duduk di dekat perapian. Tiba-tiba aku tersadar, “Ia tamuku. Aku yang mengundang Dia tinggal di hatiku. Ia datang sebagai Juruselamat dan Sahabat untuk diam bersamaku. Namun kini aku mengabaikan Dia.” Aku berhenti, berbalik, dan masuk dengan ragu. Aku bertanya dengan murung, “Tuhan, maafkan aku! Apakah Engkau ada di sini setiap pagi?” “Ya,” kataNya, “Aku telah berjanji akan menemui engkau di sini.” Aku semakin malu. Ia begitu setia padahal aku tidak setia. Aku memohon pengampunan, dan Ia mengampuniku, seperti setiap kali kita mengakui kegagalan kita dan ingin lakukan yang benar. Ia berkata, “Masalahnya, selama ini engkau menganggap saat teduh, PA dan doa, adalah sarana untuk pertumbuhan rohanimu. Itu benar, tetapi engkau lupa, semua itu berarti bagiku juga. Ingat, Aku mengasihimu. Aku menebusmu dengan harga yang mahal. Aku menghargai persekutuan denganmu. Melihat engkau memandangKu saja menyenangkan hatiKu. Demi Aku, janganlah abaikan saat teduh. Engkau ingin atau tidak bersamaKu, ingatlah Aku ingin bersamamu. Aku sungguh mengasihimu!” Kebenaran bahwa Kristus ingin bersekutu denganku, bahwa Ia mengasihiku, ingin Aku bersamaNya dan menunggu aku, telah merubah saat teduhku dengan Tuhan lebih dari fakta lain apa pun. Jangan biarkan Kristus menunggu sendiri di ruang tamu hatimu, tetapi setiap hari sediakanlah waktu dan tempat agar engkau dapat bersama dengan Kristus melalui Firman dan dalam doa. Ruang Kerja Tak lama kemudian Ia bertanya, “Adakah ruang kerja di rumahmu?” Di garasi rumah hatiku ada meja kerja dan beberapa perkakas, tetapi tak sering kugunakan. Sesekali aku bekerja di sini membuat beberapa peralatan kecil, namun tidak menghasilkan sesuatu yang penting. Kuajak Ia ke ruang itu. Ia memandang meja kerja dan sedikit keahlian dan talenta yang kumiliki. KataNya, “Ini cukup lengkap. Apa yang engkau hasilkan bagi kerajaan Allah dalam hidupmu?” Ia melihat satu dua mainan kecil yang kuletakkan begitu saja di sana, mengambil salah satu dan bertanya padaku, “Inikah yang engkau lakukan bagi sesama dalam kehidupan Kristenmu?” Aku merasa sangat bersalah! “Tuhan, itulah yang terbaik yang dapat kulakukan. Aku tahu itu tidak banyak. Aku malu dengan kecanggungan dan keterbatasanku, kukira aku tak akan pernah melakukan banyak.” “Maukah engkau melakukan yang lebih baik?” Ia bertanya. “Engkau tahu aku mau!” Jawabku. “Ingatlah yang kuajarkan padamu: ‘Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apaapa’ (Yohanes 15:5).” “Mari, santailah di dalamku dan biarkan Rohku bekerja melalui engkau. Aku tahu engkau tidak ahli, canggung dan ceroboh, tetapi Roh adalah pekerja yang luar biasa. Jika
Ia mengendalikan hati dan tanganmu, Ia akan bekerja melalui engkau. Sekarang berbaliklah.” Lalu Ia meletakkan lenganNya yang kuat dan tanganNya di bawah tanganku, mengambil perkakas dan mulai bekerja melalui aku. “Santailah. Engkau masih terlalu tegang. Lepaskanlah – biarkan Aku yang bekerja!” Aku kagum melihat apa yang tangan ahliNya dapat lakukan melalui tanganku asal aku percaya dan membiarkan Ia yang mengatur. Aku masih belum puas dengan produk yang dihasilkan. Kadang-kadang aku masih menghalangi Dia. Masih banyak yang perlu kupelajari. Tetapi aku tahu apa pun yang dihasilkan telah melalui Dia dan melalui kuasa RohNya di dalamku. Jangan kecil hati karena engkau tak dapat berbuat banyak bagi Tuhan. Bukan kemampuan kita yang penting, melainkan kesediaan kita. Berikanlah dirimu apa adanya pada Kristus. Jadilah sensitif dan responsif terhadap apa yang Ia ingin lakukan. Percayalah kepadaNya. Ia akan membuatmu heran dengan apa yang dapat dilakukanNya melalui engkau. Ruang Rekreasi Aku ingat waktu Ia bertanya tentang ruang rekreasi yang kugunakan untuk bersenang-senang dan berteman. Tadinya aku berharap Ia tidak akan menanyakan tentang hal itu. Ada kegiatan dan hubungan tertentu yang ingin kurahasiakan, karena pasti Yesus tidak menyukai atau menyetujuinya. Aku menghindari pertanyaan itu. Namun suatu malam, waktu aku akan pergi ke luar dengan beberapa teman untuk pergi semalaman ke kota, Ia berdiri di pintu dan menghentikanku dengan pandanganNya. “Apakah engkau akan pergi?” Aku menjawab, “Ya.” “Bagus,” kataNya, “Aku ingin ikut.” “Oh,” jawabku canggung. “Tuhan, Engkau pasti tidak suka ke tempat yang kami tuju. Besok saja kita pergi ke kelas pemahaman Alkitab atau acara sosial di gereja; malam ini aku ada janji.” “Terserah,” kataNya. “Aku hanya mengira waktu Aku diam di rumahmu kita akan pergi ke manapun bersama - sebagai sahabat! Sekarang Aku bersedia pergi denganmu!” “Yah,” kataku, “kita akan pergi bersama ke tempat lain besok malam!” Malam itu jam-jam yang kulalui terasa menyiksa. Aku merasa jahat! Teman seperti apa aku bagi Yesus? Sengaja menyingkirkan Dia dari sebagian hidupku untuk melakukan hal-hal dan pergi ke tempat-tempat yang aku tahu pasti tidak disukaiNya? Waktu aku pulang malam itu, lampu di kamarNya masih menyala. Aku datang untuk berbicara denganNya. Aku mengakui, “Tuhan, aku telah belajar. Aku tahu tak dapat menikmati apa yang kulakukan tanpa bersamaMu. Sejak saat ini kita akan melakukan segala hal bersama.” Lalu kami ke ruang rekreasi. Ia mengubahnya. Ia membawa persahabatan baru, kesenangan baru, sukacita baru. Sejak itu selalu ada tawa dan musik. Ia tersenyum dengan mata bersinar, “Engkau menyangka bersamaKu engkau tidak akan bergembira? Ingatlah, Aku datang ‘supaya sukacitaKu ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh” (Yohanes 15:11).
Ruang Tidur Suatu hari ketika melihat ruang tidurku, Ia bertanya tentang foto di dekat tempat tidur. “Itu foto kekasihku,” kataku. Walaupun aku tahu hubunganku dengan kekasihku baik-baik saja, rasanya janggal membicarakan hal itu dengan Dia. Kami sedang bergumul tentang beberapa hal dan aku tak ingin membicarakannya dengan Dia. Aku berusaha mengganti topik pembicaraan. Tetapi Yesus pasti tahu yang kupikirkan. “Bukankah engkau mulai mempertanyakan ajaranKu tentang sex? Hubungan sex hanya untuk pria dan wanita yang telah diberkati dalam pernikahan? Engkau merasa ajaranKu tidak alamiah, atau bahkan mustahil bagimu. Engkau takut kehendakKu akan membatasi kenikmatan hidup dan cinta. Bukankah begitu?” “Ya,” aku mengakui. “Maka dengarlah perkataanKu, “Ia melanjutkan. “Aku melarang perzinahan dan hubungan sex sebelum menikah bukan karena sex itu buruk, tetapi karena itu baik. Lebih dari kenikmatan fisik, sex adalah sarana untuk mengikat dua kehidupan dalam cinta yang makin mendalam. Sex mengandung kuasa menghasilkan kehidupan manusia. Sex berkuasa. Jika digunakan dengan tepat, sex sangat potensial untuk kebaikan. Jika digunakan secara tidak tepat, sex menghancurkan yang baik. Karena itulah Allah menentukan sex hanya diekspresikan dalam komitmen ikatan cinta seumur hidup. Cinta mengandung jauh lebih banyak hal daripada hanya sex.” “Ijinkanlah aku menolongmu dalam relasi dengan kekasihmu. Jika engkau gagal dan merasa malu dan bersalah, ingatlah aku masih mengasihimu dan tetap bersamamu. Bicarakanlah denganku! Akuilah yang salah! Bertindaklah untuk menghindari kesalahan itu terjadi! Bersandarlah pada kekuatanKu agar tidak jatuh dan untuk memimpinmu masuk ke dalam relasi cinta berupa pernikahan yang di dalamnya dua sungguh-sungguh menjadi satu di dalam Aku.” Ruang Penyimpanan Kecil Ada satu hal penting lagi yang ingin kubagikan padamu. Suatu hari aku melihat Ia menungguku di pintu depan. MataNya penuh selidik. Waktu aku masuk, Ia berkata, “Ada bau busuk dalam rumah ini. Pasti ada yang mati di sekitar sini. Di atas. Mungkin di ruang penyimpanan. Segera aku tahu apa yang Ia maksudkan. Memang ada ruang penyimpanan kecil di lantai atas, dekat tangga. Di balik ruang terkunci itu aku menyimpan satu dua benda pribadi yang aku tak ingin seorang pun tahu. Tentu saja aku tak ingin Kristus melihat benda-benda yang busuk, sisa-sisa dari hidup lamaku; bukan hal yang jahat, tetapi tidak baik dimiliki dalam hidup Kristen. Namun aku menyukai hal-hal itu, dan menginginkan untuk diriku sendiri. Aku takut mengakui benda-benda itu ada di sana. Dengan enggan aku naik ke atas bersamaNya, dan semakin dekat bau itu semakin kuat. Ia menunjuk ke pintu ruang penyimpanan dan berkata, “Di sana. Ada yang mati.” Aku menjadi marah. Sudah cukup toleransiku! Sudah kuberikan Dia akses ke ruang studi, ruang makan, ruang tamu, ruang kerja, ruang rekreasi dan ruang tidur. Sekarang Ia bertanya tentang ruang penyimpanan yang hanya dua kali empat kaki itu. Aku berkata pada diriku sendiri, “Ini keterlaluan! Aku tak mau memberikan kunci ruang itu.”
Ia mengetahui pikiranku dan berkata, “Jika kau pikir Aku akan tinggal di ruang tidur di lantai dua dengan bau seperti ini, engkau salah. Aku akan bawa tempat tidurku ke serambi belakang atau ke tempat lain. Aku pasti tidak akan tinggal dekat bau busuk itu.” Kulihat Ia mulai turun tangga. Ketika kita telah mengenal dan mengasihi Yesus Kristus, salah satu hal terburuk yang dapat terjadi adalah merasakan Ia memalingkan wajah dan kehadiranNya. Aku harus menyerah. “Akan kuberikan kuncinya,” kataku sedih, “tetapi Engkau yang membuka dan membersihkan ruang penyimpanan itu. Aku tidak kuat melakukannya.” “Aku tahu engkau tidak cukup kuat,” kataNya. “Berikan saja kuncinya. Ijinkan saja Aku mengatasi masalah ruang penyimpanan itu, dan akan Kulakukan.” Maka dengan jari-jari gemetar aku memberikan kunci kepadaNya. Ia mengambilnya, membuka pintu dan memasukiNya, mengambil semua benda-benda yang membusuk di sana dan membuang keluar. Lalu Ia membersihkan ruang penyimpanan itu, mencat dan merapikan semua dalam sekejap. Segera aroma yang segar terhirup di seluruh rumah. Seluruh atmosfir berubah. Sungguh kebebasan dan kemenangan besar menyingkirkan benda busuk dari hidupku. Tidak peduli sebesar apa dosa atau rasa sakit di masa laluku, Yesus bersedia mengampuni, menyembuhkan dan memulihkan. Tranfer Kendali Lalu aku terpikir, “Aku telah berusaha menjaga hatiku bersih dan tersedia bagi Kristus, tetapi sangat sulit. Baru saja aku membersihkan ruang yang satu, ternyata ruang yang lain juga kotor. Waktu aku selesai membersihkan ruang yang kedua, ternyata ruang yang pertama sudah kotor lagi. Aku lelah mempertahankan hati yang bersih dan hidup yang taat. Aku tak sanggup melakukannya!” Tiba-tiba aku bertanya, “Tuhan, apakah Engkau bersedia mengelola dan mengoperasikan seluruh rumah untukku seperti yang baru saja Engkau lakukan terhadap ruang penyimpanan itu? Bolehkan aku menyerahkan kepadaMu tanggung jawab untuk menjaga hatiku agar seperti seharusnya dan diriku agar melakukan apa yang seharusnya kulakukan?” Aku melihat wajahNya menjadi cerah ketika Ia menjawab, “Dengan senang hati! Untuk itulah aku datang. Engkau tidak dapat hidup Kristen dari kekuatanmu sendiri. Tidak mungkin. Biarkan Aku yang melakukannya untukmu dan melaluimu. Hanya itu cara yang mungkin! Tetapi,” tambahNya pelan, “bukan Aku pemilik rumah ini. Ingat, Aku di sini sebagai tamu. Aku tidak memiliki otoritas untuk mengendalikan karena properti ini bukan milikKu.” Seketika semua menjadi jelas. Aku menjawab dengan bersemangat. “Tuhan, engkau telah menjadi tamuku, dan aku telah berusaha menjadi tuan rumah. Mulai sekarang, Engkaulah pemilik dan tuan rumah. Aku akan menjadi pelayan!” Secepat mungkin aku berlari ke kotak besi dan mengambil sertifikat rumah yang menjelaskan aset dan kewajiban, kondisi, lokasi dan situasi rumah. Aku segera kembali kepadaNya, menandatangani penyerahan kepemilikan rumah kepadaNya saja untuk selama-lamanya. Dengan berlutut aku mempersembahkan kepadaNya, “Inilah seluruh diriku sekarang dan selamanya. Engkaulah yang mengendalikan rumah ini. Ijinkanlah saja aku tinggal di sini sebagai pelayan dan temanMu.” Ia mengambil kendali hidupku hari itu, dan sungguh, tidak ada cara lain yang lebih baik untuk hidup sebagai Kristen. Ia tahu bagaimana memelihara dan menggunakan
hidupku. Damai sejahtera yang dalam menetap di hatiku. Aku milikNya dan Ia milikku selamanya! Kiranya Kristus tinggal dan menetap sebagai Tuhan atas hatimu juga.