Nama
: Aidha Siti Khadijah
NIM
: 1505016027
HASIL TELAAH JURNAL ILMIAH
Tissue culture as a plant production technique for horticultural crops A. Pandangan Filsafat secara Epistemologi Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan linkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. (Mulya Asri, 2011) 1. Asal Usul Kultur jaringan dalam bahasa Inggris disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Dengan demikian, kultur jaringan dapat berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman baru yang mempunyai sifat seperti induknya. Untuk melakukan kultur jaringan banyak digunakan jaringan meristem dari tumbuhan. Mengapa demikian? Dapatkah Anda mengemukakan alasannya? Jaringan meristem adalah jaringan yang muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dindingnya tipis, belum memiliki penebalan dari zat pektin, plasmanya penuh, dan vakuolanya kecil-kecil. Tentunya anda masih ingat bagaimana sifat jaringan meristem. Jaringan meristem memiliki sifat selalu membelah dan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.
1
Perbanyakan tanaman dengan metode kultur jaringan merupakan cara perbanyakan melalui perkembangbiakan secara vegetatif. Perbanyakan tanaman dengan cara vegetatif memungkinkan dihasilkannya tanaman yang memiliki sifat sama dengan induknya atau kita dapat menggabungkan dua sifat yang berbeda sehingga diperoleh tanaman yang unggul, seperti tahan terhadap penyakit, kuat perakarannya, memiliki bentuk morfologi yang baik, dan dapat berbuah dengan lebat. Perbanyakan tanaman secara vegetatif juga menghasilkan tanaman yang dapat diperoleh dengan waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan perbanyakan tanaman secara generatif. Dengan demikian, biaya yang diperlukan lebih sedikit. Teknik kultur jaringan memungkinkan perolehan tanaman baru dengan waktu yang cepat dan murah. Dalam kultur jaringan dikenal istilah klon. Klon adalah sekumpulan tanaman atau individu atau jaringan-jaringan ataupun sel-sel yang mempunyai sifat keturunan (sifat genetik) yang sama. Apabila tanaman-tanaman yang dihasilkan berasal dari pengembangan suatu jaringan meristem, disebut meriklon. Sifat-sifat dari meriklon sama persis dengan tanaman induknya. Pelaksanaan teknik kultur jaringan berdasarkan teori sel yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan setiap sel apabila diletakkan di lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna. Pada prinsipnya setiap sel dapat ditumbuhkan melalui teknik kultur jaringan. Akan tetapi, sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah
2
tumbuh. Bagian meristem seperti daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji, dan lain sebagainya. (Imron Ashari, 2014) Sel tumbuhan memiliki sifat dasar yang disebut totipotensi sel. Sifat totipotensi sel ini merupakan sifat sel yang mampu menjadi individu baru yang utuh jika berada pada lingkungan yang sesuai. Teori ini berdasarkan teori sel yang dikemukakan pertama kali oleh Jakob Schleiden dan Theodor Schwann (1838-1839). Berdasarkan teori tersebut, jika sebuah sel berada dalam kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan, sel tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu baru. Sel tumbuhan memiliki sifat totipotensi yang lebih besar dibandingkan sel hewan. Hal ini dikarenakan pada tumbuhan masih terdapat sel atau jaringan yang belum terdiferensiasi, yaitu jaringan yang bersifat meristematik atau jaringan meristem serta jaringan dasar (jaringan parenkim) yang masih bersifat meristematik. Berdasarkan teori totipotensi sel maka lahirlah suatu teknik reproduksi vegetatif baru yang disebut teknik kultur jaringan. Perkembangan kultur jaringan tumbuhan lebih maju dibandingkan pada hewan. Kultur jaringan di dunia maupun Indonesia saat ini lebih berorientasi untuk produksi tanaman pangan dan industri. Teknik kultur jaringan ini dalam pelaksanaannya merupakan suatu metode untuk mengisolasi (mengambil) bagian tumbuhan, seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik (bebas hama dan penyakit). Sifat tanaman hasil kultur jaringan akan sama seperti induknya. (Anonim, 2011) Kultur Jaringan) Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengungkapkan tentang teori totipotensi
3
yang menyatakan bahwa sel sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap. (Kultur Jaringan) Teori yang dikemukakan ini adalah dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abab ke-20 yang menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur hingga berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya, Walaupun usaha Haberlandt menerapkan teknik kultur jaringan tanaman pada tahun 1902 mengalami kegagalan, akan tetapi Harrison, Burrows dan Carrel pada tahun 1907-1909 berhasil mengkulturkan jaringan hewan dan manusia secara in vitro. (kultur jaringan) Keberhasilan aplikasi teknik kultur jaringan sebagai sarana perbanyakan tanaman secara vegetatif pertama kali dilaporkan oleh White pada tahun 1934 yakni melalui kultur akar tanaman tomat. Selanjutnya, pada tahun 1939, Gautheret, Nobecourt, dan white berhasil menumbuhkan kalus tembakau dan wortel secara in vitro. Setelah perang dunia II, perkembangan teknik kultur jaringan sangat cepat, dan menghasilkan berbagai penelitian yang memiliki arti penting bagi dunia pertanian, kehutanan dan hortikultura yang telah dipublikasikan. (Kultur Jaringan) Pada mulanya, perkembangan teknik kultur jaringan tanaman berada dibelakang teknik kultur jaringan manusia. Keterlambatan ini terjadi karena hormon tanaman (zat pengatur tumbuh). Ditemukannya auksin IAA pada tahun 1934 Kogl dan Haagen-Smith telah membuka peluang yang besar bagi kemajuan kultur jaringan tanaman. Kemajuan ini semakin pesat setelah ditemukannya kinetin (suatu sitokinin) pada tahun 1955 oleh Miller mempublikasikan suatu tulisan “kunci” yang menyatakan bahwa interaksi kuantitatif antara auksin dan sitokinin berpengaruh
4
menentukan tipe pertumbuhan dan peristiwa morfogenetik di dalam tanaman. Penelitian kedua ilmuwan tersebut pada tanaman tembakau mengungkapkan bahwa rasio yang tinggi antara auksin terhadap sitokinin akan menginduksi morfogenesis akar, sedangkan rasio yang rendah akan menginduksi morfogenesis pucuk. Namun, pola yang demikian ternyata tidak berlaku secara universal untuk semua spesies tanaman. (Kultur Jaringan) Ditemukannya prosedur perbanyakan secara in vitro pada tanaman anggrek Cymbidum tahun 1960 oleh Morel, serta diformulasikannya komposisi medium dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi oleh Murashige dan Skoog pada tahun 1962, semakin merangsang perkembangan aplikasi teknik kultur jaringan pada berbagai spesies tanaman. Perkembangan yang pesat pertama kali dimulai di Prancis dan Amerika, kemudian teknik ini pun dikembangkan dibanyak negara, termasuk Indonesia, dengan prioritas aplikasi pada sejumlah tanaman yang memiliki arti penting bagi masing masing negara. (Kultur Jaringan) Meningkatnya penelitian kultur jaringan dalam dua dekade terakhir ini telah memberikan sumbangan yang begitu besar bagi ahli pertanian, pemuliaan tanaman, botani, biologi molekuler, biokimia, penyakit tanaman, dan sebagainya. Karena teknik kultur jaringan telah mencapai konsekuensi praktis yang demikian jauh di bidang pertanian, pemuliaan tanaman, dan sebagainya maka dapat dipastikan jumlah penelitian dan aplikasi teknik ini akan terus meningkat pada masa masa mendatang, Pierik (1997) mengemukakan sejumlah peristiwa penting dalam sejarah perkembangan teknik kultur jaringan hingga dekade 1980-an sebagai berikut.
5
(Kultur Jaringan) Pada tahun 1982 fenomena sintesis senyawa senyawa pembentuk organ yang didistribusikan secara polar di dalam tanaman. Pada tahun 1902, usaha pertama aplikasi kultur jaringa tanaman, Pada tahun 1904 usaha pertama aplikasi kultur embrio sejumlah tanaman Cruciferae. Lalu pada tahun 1909 fusi protoplas tanaman, namun produk yang dihasilkan mengalami kegagalan hidup. Sejarah kultur jaringan berlanjut pada tahun 1922 perkecambahan in vitro biji anggrek secara asimbiosis, kultur in vitro ujung akar. Pada tahun 1925 aplikasi kultur embrio pada tanaman Linum hasil silang antar spesies, kemudian tahun 1929 kultur embrio untuk menghindari inkompatibilitas persilangan. Pada tahun 1934 kultur in vitro jaringan kambium dari sejumlah tanaman pohon dan perdu mengalami kegagalan karena tidak adanya keterlibatan auksin. Kemudian pada tahun yang sama, terjadi keberhasilan dalam kultur akar tanaman tomat. (Zulkarnain, 2014)
2. Prosedur Ilmiah Dasar orientasi kultur jaringan adalah teori totipotensi sel, yang ditulis oleh Schleiden dan Schwann, bahwa bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi, kalau dibudidayakan di lingkungan yang sesuai, dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna Tanaman dapat diperbanyak dengan dua cara, yaitu : 1. seksual (generatif), dengan biji 2. aseksual (vegetatif), dengan bagian dari tanaman selain biji Perbanyakan tanaman secara aseksual sering disebut dengan kloning, karena hasil perbanyakan ini adalah tanaman-tanaman yang mempunyai sifat genetik sama. (Mousir, 2015)
6
Dalam budidaya tanaman secara in-vitro, atau sering disebut juga kultur jaringan tanaman, kloning tanaman dapat dilakukan dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ tanaman yang kemudian ditumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Kultur Jaringan sering dilakukan pada tanaman-tanaman yang mempunyai kendala dimana perbanyakan generatif tidak mungkin dapat dilakukan, sehingga perbanyakan vegetatif merupakan alternatifnya. Misal :
sangat sedikit atau tidak ada biji yang dihasilkan
tidak mempunyai endosperm (pada biji anggrek) Perbanyakan vegetatif secara invivo, mempunyai beberapa kelemahan, karena sangat lambat menghasilkan tanaman dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat dan sulit atau tidak dapat dilakukan untuk tanaman-tanaman tertentu Adapun tahap-tahap kultur jaringan pada Tumbuhan yaitu.
1.
Persiapan (tahap 0)
7
Mempersiapkan bahan tanaman yang akan dipergunakan sebagai eksplan. Eksplan dapat berasal dari : daun, tunas, cabang, batang, akar, embrio, kotiledon, hipokotil, epikotil dll. Persiapan selanjutnya adalah sterilisasi ruangan yang akan dipakai untuk kegiatan praktek kultur jaringan, sterilisasi alat-alat, sterilisasi tempat penanaman (entkas, laminar air flow / laf) dan sterilisasi bahan tanaman.
2.
Kegiatan Kultur Jaringan
a.
Penanaman / Induksi (tahap 1) (kultur aseptik) Eksplan atau kultur dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Organisme – organisme tersebut secara universal terdapat pada jaringan tanaman. Kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat, mengalahkan pertumbuhan eksplan. Jika permukaan tanaman ditutupi oleh rambut atau sisik, perhatian mesti diberikan untuk memastikan penetrasi bahan kimia, karena kontak dengan organisme sangat penting untuk sterilisasi. Ini biasanya dicapai dengan menambahkan detergen, digoyang –goyang, atau membenamkan eksplan dengan sedikit tekanan untuk mengilangkan gelembung udara yang mungkin mengandung mikroorganisme.
8
b.
Multiplikasi (tahap 2) (tahap perbanyakan tanaman) Jika kultur aseptik telah berhasil diperoleh, tujuan berikutnya adalah untuk menginduksi multiplikasi. Pada beberapa spesies, eksplan mungkin akan membentuk akar pada tahap awal pertumbuhan di media yang sederhana. Spesies lain menghasilkan banyak tunas tanpa perlakuan khusus. Dalam hal ini, kebutuhan akan media yang lebih kompleks tergantung pada tingkat multiplikasi yang diperoleh atau diperlukan. 1) Ujung tunas yang sudah ada akan memanjang menghasilkan ruas dan buku baru yang nantinya dapat dipotong lagi 2) Tunas lateral yang ada pada eksplan akan menghasilkan tunas yang selanjutnya akan menghasilkan tunas baru. Seringkali tunas lateral ini sulit dilihat dengan mata telanjang, tapi sebagian besar titik tumbuh daun (leaf axil) mengandung banyak calon tunas 3) Perkembangan tunas adventif. Pada banyak spesies, organ tanaman seperti akar, tunas, atau umbi dapat diinduksi untuk membentuk jaringan yang biasanya tidak dihasilkan pada organ ini. Organogenesis adventif seperti ini lebih berpotensi dibandingkan induksi tunas aksilar untuk perbanyakan klonal tanaman.
9
4) Somatik embryogenesis. Potensi terbesar multiplikasi klon adalah melalui somatic embryogenesis, dimana 1 sel dapat menghasilkan 1 embrio dan menjadi tanaman lengkap. Somatic embryogenesis dapat terjadi pada kultur suspensi atau kadang terjadi pada kalus. c.
Perakaran (tahap 3) Persiapan planlet untuk ditanam di tanah, perakaran planlet harus cukup mendukung. Jika banyak tunas sudah dihasilkan, tahap selanjutnya adalah inisiasi akar in vitro. Cara mudah dan praktis adalah dengan mengakarkan stek mikro di luar kultur, terutama untuk spesies – spesies yang mudah berakar. Ini tidak memerlukan media baru dan perlunya bekerja pada kondisi aseptik. Kelembaban tinggi diperlukan untuk menghindari kekeringan tunas baru yang masih lunak. Stek mikro dapat diberi perlakuan hormon (tepung auksin atau pencelupan pada larutan auksin) seperti pada stek biasa. Keuntungan lain pengakaran di luar kultur adalah tipe akar yang dihasilkan lebih beradaptasi pada lingkungan luar/tanah. Stek mikro yang diakarkan pada media kultur biasanya memiliki morfologi yang beradaptasi pada air dan bukan pada tanah, sehingga kadang tidak berfungsi normal saat dipindah ke lapang. Jika mengakarkan pada media kultur, auksin diperlukan untuk menginduksi pembentukan akar. Sitokinin biasanya menghambat pembentukan akar.
10
d.
aklimatisasi (tahap 4) Penanaman di tanah pada kondisi taraf penyesuaian dengan lingkungan yang baru. Stek mikro, atau tanaman yang sudah berakar, selanjutnya ditransfer ke tanah, akan mengalami perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan stress pada tanaman. Ini seringkali merupakan tahap kritis dalam keseluruhan kegiatan kultur jaringan. Lingkungan kultur in vitro meliputi kelembaban yang tinggi, bebas pathogen, suplai hara yang optimal, intensitas cahaya rendah dan suplai sukrosa dan media cair atau gel. Tanaman yang dihasilkan dengan kultur in vitro beradaptasi pada kondisi tersebut. Ketika terkespos pada lingkungan luar, tanaman kecil ini harus dapat beradaptasi pada lingkungan yang baru. Jika transisinya terlalu keras, tanaman akan mati. (Henuhili, 2013)
B. Pandangan Filsafat secara Ontologi Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.Ontologi membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas. (Abraham, 2015) / Kajian mengenai dampak sosial-ekonomi Kultur jaringan Tumbuhan memiliki keterkaitan dengan sejumlah alasan/nilai-nilai penting, antara lain tanggung jawab sosial para ilmuwan yang mengembangkan teknik kultur jaringan tumbuhan harus memperkenalkan ke masyarakat serta diperhatikan pula tanggung jawab moral dan etika
11
akan dampak-dampak yang ditimbulkan dari produk yang dihasilkan oleh kultur jaringan tumbuhan, termasuk potensi dampak sosial-ekonominya. Tanggung jawab antar generasi tujuannya adalah kultur jaringan tumbuhan harus memiliki sifat pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, tujuan ini terkait dengan tanggung jawab antar generasi dari para pengembang teknologi tersebut dan para pembuatan kebijakan pemerintah. Dari segi sosial, kultur jaringan ini diharapkan tidak menjadi penghambat diversitas yang lain. Sehingga keberadaannya tetap ada sejalan dengan perkembangan diversitas khususnya tumbuhan yang lain. Dampak apabila kultur jaringan ini merusak diversitas lain maka yang terjadi tumbuhan hanya bergantung pada orang yang memiliki keilmuwan kultur jaringan dan tidak dapat bersaing guna memperkaya keanekaragaman tumbuhan. Hal ini akan berdampak pada ekonomi masyarakat, bila salah satu produk kultur jaringan dianggap berhasil, masyarakat akan berantusias untuk membudidayakan dan menjual produk tersebut. Dan bila semakin banyak orang yang menjual produk tersebut akan berakibat pada bertemunya titik jenuh masyarakat terhadap hasil kultur jaringan. Untuk itu ilmuwan diharapkan untuk mempertajam dan mengasah kemampuannya guna menemukan bahkan menciptakan suatu produk kultur jaringan yang baru selama hal tersebut masih didalam batas kewajaran dan norma yang berlaku. Kebutuhan manusia yang semakin lama semakin banyak membuat beberapa sektor harus mampu untuk memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada, salah satunya adalah di bidang pertanian. Beberapa teknologi di bidang pertanian dipergunakan dengan optimal sehingga dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu perkembangan yang
12
ada di bidang pangan adalah kultur jaringan yang memiliki peranan penting dalam pengembangan bahan tanam yang memiliki sifat ekologis kuat dan propagasi masa sehingga dapat menjadi solusi untuk memecahkan masalah dalam pertanian misalnya masalah penanaman musim. Teknik kultur jaringan berasal dari ide jika prosedur diversifikasi sukses dalam bidang pertanian yang tergantung pada penciptaan produk yang berkualitas. Teknik tersebut menjadi salah satu solusi yang digunakan karena meningkatnya permintaan akan produk pertanian. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor dan faktor utamanya adalah karena adanya kenaikan populasi dan menipisnya lahan pertanian. (Joko, 2015) Kultur Jaringan dalam UU No. 18/2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK (RPP Peneltian Berisiko Tinggi). Disebutkan pada pasal 22 yang berbunyi: 1) Pemerintah menjamin kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara serta keseimbangan tata kehidupan manusia dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup. 2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah mengatur perizinan bagi pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berisiko tinggi dan berbahaya dengan memperhatikan standar nasional. Kajian mengenai dampak sosial-ekonomi Kultur jaringan Tumbuhan memiliki keterkaitan dengan sejumlah alasan/nilai-nilai penting. Dari segi social, kultur jaringan ini diharapkan tidak menjadi penghambat diversitas yang lain. Sehingga keberadaannya tetap ada sejalan dengan perkembangan diversitas khususnya tumbuhan yang lain. Dari segi ekonomi masyarakat, bila salah satu produk kultur jaringan dianggap berhasil, masyarakat akan berantusias untuk membudidayakan dan menjual produk tersebut. Dan
13
bila semakin banyak orang yang menjual produk tersebut akan berakibat pada bertemunya titik jenuh masyarakat terhadap hasil kultur jaringan. Studi tentang hubungan antara agama dan sains secara tradisional diasumsikan bahwa setiap konflik yang terjadi semata-mata didasarkan pada epistemologi dari esensi agama itu sendiri. Oleh karena itu, pertimbangan setiap agama terhadap kultur jaringan tumbuhan memiliki kebijakan sendiri. C. Pandangan Filsafat secara Aksiologi Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. (Mulya Asri, 2011) 1. Manfaat Teknik yang digunakan dalam kultur jaringan adalah teknik yang digunakan untuk memisahkan sel atau jaringan pertumbuhan dari suatu organisme. Sel atau jaringan tersebut akan ditempatkan ke dalam lingkungan yang telah disterilkan sebelumnya dan disediakan nutrisi yang telah dikontrol dan dikendalikan. Sehingga manfaat teknik tersebut beberapa diantaranya adalah untuk mengontrol dan juga menyesuaikan karakteristik atau sifat dari bahan tanaman. Syarat tumbuhan ekspaln untuk bahan dasar pembentukan kalus yaitu: Jaringan sedang aktif pertumbuhannya. Jaringan berasal dari bagian daun, akar, kuncup, mata tunas, ujung batang, umbi dan berasal dari bagian yang masih muda dan mudah untuk tumbuh. (Joko, 2015)
14
Karena penggunaan teknik kultur jaringan, petani memperoleh beberapa manfaat diantaranya yaitu:
Menghemat biaya dan waktu penanaman tanaman. Hal tersebut dikarenakan dengan menggunakan teknik tersebut berarti juga dapat meningkatkan sistem kekebalan pada tanaman sehingga akan mampu bertahan dari penyakit tanaman yang disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri.
Dapat membantu untuk mempertahankan produktifitas tanaman sehingga hasil atau produk pertanian yang dihasilkan dapat maksimal
Dapat membantu untuk memproduksi bahan dengan sistem akar yang baik dan ideal untuk membantu penyerapan nutrisi.
Dengan menggunakan teknik kultur jaringan, tanaman dapat ditanam di media tanaman yang sama. Hal tersebut dikarenakan jaringan dari tanaman yang telah dikembangkan berasal dari lingkungan yang steril sehingga tidak menutup kemungkinan jika tanaman dapat tumbuh sesuai dengan lingkungan yang telah diseting atau dipersiapkan sesuai dengan jenis atau ciri dari tanaman tersebut. Kondisi medan tanam dapat dipertahankan sepanjang tahun tanpa takut dan khawatir adanya perubahan cuaca dan iklim.
penduplikatan atau penggandaan bahan tanaman yang satu dengan yang lainnya sangat mudah dan manfaat tersebut akan lebih terasa jika diterapkan pada tanaman yang perlu menghasilkan benih lebih dahulu sebelum dapat berkembang biak. Manfaat dan keuntungan lainnya dengan menggunakan kultur jaringan yaitu:
Memperoleh tanaman baru dengan jumlah banyak dalam waktu singkat dengan sifat yang persis dengan indukan.
15
Biaya pengangkutan bibit lebih mudah dan murah.
Ukuran buah yang dihasilkan sama dengan rasa yang juga sama.
2. Kaitan Penggunaan dengan Kaidah Moral Pertimbangan moral faktor lain yang harus diperhatikan dalam penggunaan tumbuhan sebagai bahan percobaan adalah faktor intrinsik dan faktor eksternal yang berkaitan dengan orgganisme itu sendiri. Kita sebagai manusia hendaknya dapat merasakan arti penting sebuah kehidupan dengan melindungi kehidupan kita atau orang lain serta tumbuhan. Bukan hanya manusia saja yang bisa merasakan rasa sakit, kesadaran diri juga dapat menjadikan semua organ dapat merasakannya, dan rencana merubah hidup untuk masa depan. Manusia harus berfikir jika hal tersebut dapat membahayakan kehidupan, namun jika mencintai kehidupan yang dapat menimbulkan sebuah kehidupan yang lebih baik merupakan hal yang patut untuk dijadikan sebuah alasan dalam mempertahankan kehidupan. Bukan hanya manusia saja yang bersaing untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik tetapi tanaman dan binatang pun bersaing untuk hal yang serupa bahkan mereka dapat saling membunuh satu dengan yang lainnya. Hal ini harus menjadi sebuah pelajaran bagi kita sebagai manusia yang selalu ingin menghancurkan dan merusak keadaan lingkungkunagan sekitar yang menyebabkan spesies lain terancan punah baik sekala lokal atau punaha global Batasan ilmu pertanian pada pembahasan ini adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan budidaya pertanian beserta teknologi pertanian. Bagaimanakah ajaran islam memandang pengembangan ilmu pertanian tersebut.
16
Adapaun perkara-perkara dunia, maka mereka lebih mengetahui dari kami: para ahli pertanian lebih tahu mengenai apa yang lebih baik bagi pertanian dan lebih tahu apa yang bisa meningkatkan hasil pertanian. Maka jika mereka mengeluarkan keputusan tentang suatu hal yang terkait dengan pertanian, maka hendaklah kita mengikuti mereka dalam masalah tersebut.” Sehingga mempelajari ilmu pertanian dan mengembangkannya adalah boleh dan tidaklah terlarang. Dan masalah tersebut diserahkan pada orang yang mempelajari pertanian atau pun orang-orang terjun di bidang pertanian, tidaklah ada campur tangan agama dalam hal ini. Namun nanti agama bisa ikut mengatur apabila sudah menyangkut pada masalah hukum misalnya halal dan haram. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa islam menyerahkan pengembangan ilmu dan teknologi pertanian kepada ummat manusia. Karena ilmu dan teknologi pertanian adalah urusan dunia. Merupakan suatu hal yang bijak dan tepat apabila suatu perkara diserahkan kepada ahlinya. Maka pada masalah-masalah ilmu dan teknologi pertanian diserahkan kepada ahlinya berupa ilmuwan, peneliti dan orang yang berkompeten di bidang tersebut. 3. Kaitan Teknik Prosedural Metode Ilmiah dengan Norma Moral / Profesional Teknik Prosedural Metode Ilmiah dengan Norma dapat diterima dengan baik karena tujuan dari kultur jaringan itu sendiri adalah untuk mempercepat pertumbuhan menggunakan media tumbuh yang telah diatur kondisinya. Dan jika ditinjau pada penerapan yang dilakukan dalam kultur jaringan tidak ada tahap atau bahan kimia yang dapat merusak tumbuhan itu sendiri. Bahan-bahan kimia yang diterapkan atau digunakan
17
adalah bahan-bahan kimia yang tidak berbahaya dan hanya digunakan pada tahap awal saja dan berfungsi sebagai perangsang untuk perbanyakan tunas.
18
DAFTAR PUSTAKA
Mulya, Asri. 2011. definisi-aksiologiontologi-dan.html. http://historia-rockgill.blogspot.co.id Imron Ashari. 2014. pengertian-dan-manfaat-kultur-jaringan.html. http://masimronashari.blogspot.co.id Anonim. 2011. teknik-kultur-jaringan-tumbuhan. http://www.sentra-edukasi.com Zulkarnain. 2014. kultur-jaringan-pengertian-dan-sejarah-kultur-jaringan. http://belajarbiologi.com Abraham. 2015. umum/ontologi/. https://abraham4544.wordpress.com Asri, Mulya. 2011. definisi-aksiologiontologi-dan. http://historia-rockgill.blogspot.co.id Joko. 2015. manfaat-kultur-jaringan-dalam-bidang-pertanian. http://jokowarino.id
19