4
HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan limbah padat tapioka dicuci dengan akuades, untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Kemudian kaolin dan limbah padat diaktivasi terlebih dahulu sebelum dicampur secara homogen. Aktivasi kaolin menggunakan H2SO4 30% karena H2SO4 merupakan asam dengan ekuivalen H+ lebih banyak jika dibandingkan dengan HCl maupun HNO3 (Suarya 2008). Aktivasi adsorben dengan pengasaman bertujuan melarutkan komponen-komponen seperti Fe2O3, Al2O3, CaO, dan MgO yang mengisi ruang antarlapisan kaolin sehingga menambah luas permukaan adsorben (Ketaren 1986). Ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada di permukaan kristal adsorben secara berangsurangsur digantikan oleh ion H+ dari H2SO4. Aktivasi kaolin menggunakan asam kuat diilustrasikan pada Gambar 1.
maupun lemak yang larut dalam asam. Dengan demikian, senyawa tersebut tidak menutupi pori-pori adsorben dan tidak ikut berperan dalam mekanisme adsorpsi cibacron red. Menurut Victoria (2009), campuran kaolin-limbah padat tapioka dengan nisbah (75:25), total bobot adsorben 0.5 g, serta waktu kontak optimum selama 30 menit memberikan hasil yang terbaik untuk menjerap biru metilena, dengan kapasitas penjerapan sebesar 9.8 mg/g. Pada saat penggunaan bobot adsorben 0.5 g, hampir seluruh permukaan adsorben telah terikat oleh adsorbat (biru metilena), sedangkan pada bobot yang lebih tinggi masih banyak tapak aktif yang belum berikatan dengan adsorben. Kaolin merupakan mineral yang tersusun atas material lempung atau liat dengan kandungan besi yang rendah dan umumnya berwarna putih (Bakri et al. 2008), sedangkan limbah padat tapioka berwarna kecokelatan. Ketika keduanya dicampur dengan nisbah (75:25), warna campuran menjadi putih kecokelatan dan menandakan keduanya telah tercampur dengan baik. Permukaan kristal kaolinit mempunyai muatan negatif yang tetap dan tidak bergantung pada pH. Muatan negatif tersebut berasal dari substitusi atom pada struktur kristal tersebut, misalnya dengan adanya atom Al yang bermuatan +3 menggantikan atom Si yang bermuatan +4, kerangka kaolinit kekurangan muatan positif atau kelebihan muatan negatif (Faruqi et al. 1967). Modifikasi Adsorben dengan Surfaktan
Gambar 1
Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).
Penggunaan akuades hangat setelah proses aktivasi kaolin bertujuan mengeluarkan sisa asam, sedangkan ion SO42- dideteksi dengan BaCl2. Apabila kaolin hasil aktivasi masih mengandung asam, maka filtrat hasil pencucian dengan akuades hangat akan membentuk endapan BaSO4 berwarna putih. Pencucian dilakukan hingga tidak terbentuk endapan BaSO4. Aktivasi limbah padat tapioka dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa selain polisakarida, seperti mineral, protein
Penentuan konsentrasi misel kritis (KMK) pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur tegangan permukaan surfaktan (Tween 80 dan HDTMA-Br) menggunakan metode pipa kapiler. Prinsip metode ini adalah gaya yang diperlukan oleh larutan surfaktan untuk dapat melewati pipa kapiler sebanding dengan tegangan permukaannya. Sebelum digunakan, pipa kapiler dan tabungnya dicuci terlebih dahulu menggunakan kromat-sulfat untuk menaikkan zat-zat organik yang terdapat di dalamnya, lalu dikeringkan menggunakan aseton. Densitas air dan jari-jari kapiler ditentukan terlebih dahulu sebelum menentukan tegangan permukaan surfaktan. Diperoleh densitas air dan jari-jari kapiler secara berurutan sebesar 0.9813 g/mL dan 0.0315 cm (Lampiran 2 dan 3). KMK merupakan salah satu sifat penting surfaktan yang menunjukkan batas konsentrasi kritis surfaktan dalam larutan.
5
Tegangan permukaan (dyne/cm)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
20
40
60
80
100
Konsentrasi larutan Tween 80 (mg/L)
Tegangan permukaan (dyne/cm)
Gambar 2
Tegangan permukaan larutan Tween 80.
80 70
0.05 0 d log γ/d log [HDTMA-Br)
Makin tinggi konsentrasi surfaktan, tegangan permukaan makin rendah hingga pada suatu konsentrasi, tegangan permukaannya konstan. Batas awal konsentrasi ketika tegangan permukaan mulai konstan disebut KMK (Gambar 2 dan 3). Nilai KMK lebih lanjut juga dapat diperoleh sebagai titik minimum dari kurva hubungan antara konsentrasi dan dlog γ/dlog [surfaktan] (Gambar 4 dan 5). Berdasarkan Gambar 2 dan 3, didapatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi surfaktan, akan semakin kecil tegangan permukaannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa larutan surfaktan yang diukur dapat menurunkan tegangan permukaan (Shaw 1993).
-0.05
0
1000
2000
3000
4000
5000
-0.1 -0.15 -0.2 -0.25 -0.3 -0.35 -0.4 -0.45
Konsentrasi larutan HDTMA-Br (mg/L)
Gambar 5 Kurva hubungan konsentrasi HDTMA-Br dan dlog γ/dlog konsentrasi HDTMA-Br. Nilai KMK untuk larutan Tween 80 dan HDTMA-Br yang diperoleh masing-masing sebesar 15 mg/L dan 473.80 mg/L. Hasil perolehan nilai KMK pada penelitian ini sesuai dengan literatur yang diperoleh dari Sigma-Aldrich (1996) untuk nilai KMK Tween 80 dan MSDS (2009) untuk nilai KMK HDTMA-Br. Semakin panjang rantai hidrokarbon maka semakin kecil nilai KMK, karena jumlah molekul yang diperlukan untuk mencapai kejenuhan pada permukaan dengan luas permukaan yang sama semakin sedikit (Ferrer et al. 2002). Struktur kimia HDTMABr dan Tween 80 dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.
60 50 40 30 20
B
10 0 0
1000
2000
3000
4000
5000
Gambar 6 Struktur kimia HDTMA-Br.
Konsentrasi larutan HDTMA-Br (mg/L)
Gambar 3
Tegangan permukaan larutan HDTMA-Br.
0.0 dlog γ/d log [Tween 80]
-0.1
0
20
40
60
80
100
-0.2 -0.3 -0.4
a + b + c + d = 20 Gambar 7 Struktur kimia Tween 80.
-0.5 -0.6 -0.7 -0.8 -0.9 -1.0
Gambar 4
Konsentrasi Tween 80 (mg/L)
Kurva hubungan konsentrasi Tween 80 dan dlog γ/dlog konsentrasi Tween 80.
Penurunan tegangan permukaan yang cukup signifikan terjadi pada 3 konsentrasi pertama dari larutan Tween 80 (7.5; 9; 12 mg/L) dan juga HDTMA-Br (236.90; 284.28; 379.048 mg/L). Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 4 dan 5. Ketika KMK terbentuk, peningkatan konsentrasi surfaktan hanya menyebabkan sedikit penurunan tegangan permukaan. Hal ini terjadi karena
80 70 60 50 40
10 0 0 50 100 300 600 Konsentrasi larutan Tween 80 (% KMK) awal tanpa pencucian dengan pencucian
Gambar 8
Tegangan permukaan larutan Tween 80 awal dan filtrat setelah perendaman adsorben (tanpa dan dengan pencucian).
Fenomena yang serupa juga terjadi pada larutan HDTMA-Br (Gambar 9). Berdasarkan Gambar tersebut, Tegangan permukaan paling tinggi terjadi pada filtrat hasil perendaman Tween 80 dengan pencucian. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 7. Nilai persentase bobot HDTMA-Br yang terjerap pada adsorben dengan pencucian pada HDTMA-Br 300 dan 600% KMK secara berurutan sebesar 66.42% dan 80.71%. Sedangkan nilai persentase bobot HDTMA-Br yang terjerap pada adsorben tanpa pencucian pada HDTMA-Br 300 dan 600 % KMK yaitu 75.01% dan 87.17% (Lampiran 9).
70 60 50 40 30 20 10 0
Gambar 9
Tegangan permukaan larutan HDTMA-Br awal dan filtrat setelah perendaman adsorben (tanpa dan dengan pencucian).
Penelitian ini juga menggabungkan dua surfaktan yaitu larutan Tween 80 menggunakan konsentrasi tetap yaitu 300% KMK dan larutan HDTMA-Br dengan variasi konsentrasi 100, 300, 600, dan 1000% KMK yang direndam dengan adsorben kaolinlimbah padat tapioka. Berdasarkan Gambar 10 menunjukkan bahwa kenaikan tegangan permukaan larutan gabungan surfaktan Tween 80 dan HDTMA-Br secara berurutan yaitu larutan gabungan surfaktan awal, larutan gabungan surfaktan setelah perendaman (tanpa pencucian), dan larutan gabungan surfaktan setelah perendaman (dengan pencucian). Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.
30 20
80
0 50 100 300 600 1000 Konsentrasi larutan HDTMA-Br (% KMK) awal tanpa pencucian dengan pencucian
Tegangan permukaan (dyne/cm)
Tegangan permukaan (dyne/cm)
pada konsentrasi di atas KMK, hampir seluruh molekul telah membentuk misel dan hanya sedikit yang teradsorpsi pada permukaan pipa kapiler. Hal ini mengakibatkan surfaktan tidak lagi efektif dalam menurunkan tegangan permukaan (Holmberg et al. 2003). Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan Tween 80 awal, setelah perendaman tanpa pencucian dan dengan pencucian, semakin rendah tegangan permukaan yang dihasilkan. Tegangan permukaan paling tinggi terjadi pada filtrat hasil perendaman Tween 80 dengan pencucian (Lampiran 6). Adanya proses pencucian menyebabkan konsentrasi filtrat setelah perendaman Tween 80 dan nilai persentase bobot yang terjerap pada adsorben mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena ada sebagian Tween 80 yang terbawa pada saat proses pencucian. Nilai persentase bobot Tween 80 yang terjerap pada adsorben dengan pencucian pada Tween 80 300% KMK sebesar 45.57%. Sedangkan nilai persentase bobot Tween 80 yang terjerap pada adsorben tanpa pencucian pada Tween 80 300% KMK yaitu 55% (Lampiran 9).
Tegangan permukaan (dyne/cm)
6
60 50 40 30 20 10 0 100 300 600 1000 Konsentrasi gabungan surfaktan (% KMK) awal tanpa pencucian dengan pencucian
Gambar 10
Tegangan permukaan larutan campuran surfaktan awal dan filtrat setelah perendaman adsorben (tanpa dan dengan pencucian).
Aplikasi Adsorben Termodifikasi Surfaktan terhadap Cibacron Red Kurva standar larutan cibacron red yang diukur pada panjang gelombang 518 nm memiliki linearitas yang tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R2 = 1 (Lampiran 10). Persamaan garisnya y = 0.0131x + 0.0031.
7
25
5
20
4
15
3
10
2
5
1
0
Kapasitas adsorpsi (mg/g)
17) yang dilakukan bahwa konsentrasi Tween 80 pada perlakuan tanpa pencucian tidak mempengaruhi efisiensi dan kapasitas adsorpsi dibandingkan perlakuan tanpa perendaman Tween 80 (kontrol). Pengaruh perendaman dengan larutan Tween 80 (tanpa pencucian) pada adsorben terhadap efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 200 dan 300 mg/L dapat dilihat pada Gambar 11. Efisiensi adsorpsi (%)
Adsorben yang dibuat dalam penelitian ini ada 2 macam. Pertama, adsorben campuran kaolin-limbah padat tapioka (75:25) dengan perendaman larutan Tween 80 dan HDTMABr (tanpa dan dengan pencucian) untuk menjerap larutan cibacron red dengan variasi konsentrasi 200 dan 300 mg/L. Kedua, adsorben campuran kaolin-limbah padat tapioka (75:25) dengan perendaman campuran larutan Tween 80 dan HDTMA-Br (tanpa dan dengan pencucian) untuk menjerap larutan cibacron red dengan variasi konsentrasi 200, 300, dan 500 mg/L. Tabel 2 merupakan data hasil perolehan efisiensi dan kapasitas adsorben kaolin-limbah padat tapioka termodifikasi surfaktan dengan perlakuan tanpa dan dengan pencucian ulang terhadap zat warna cibacron red dengan variasi konsentrasi 200, 300, dan 500 mg/L. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kapasitas dan efisiensi adsorpsi cibacron red 200 dan 300 mg/L paling besar terdapat pada perlakuan tanpa perendaman Tween 80 (kontrol). Ketika adsorben direndam dengan larutan Tween 80 pada konsentrasi 50, 100, 300, dan 600% KMK nilai dari efisiensi dan kapasitas adsorpsi terhadap cibacron red 200 dan 300 mg/L tidak berbeda jauh (Lampiran 11). Adanya Tween 80 yang bermuatan netral tidak merubah muatan permukaan adsorben dan membuat luas permukaan adsorben semakin kecil sehingga menurunkan efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red. Hal ini juga sesuai dengan uji ANOVA (Lampiran
0 0
100
200
300
400
500
600
Konsentrasi Tween 80 (% KMK) E (200 mg/L) Q (200 mg/L)
E (300 mg/L) Q (300 mg/L)
Gambar 11 Kapasitas dan efisiensi adsorpsi adsorben dengan perendaman Tween 80 (tanpa pencucian) terhadap cibacron red 200 dan 300 mg/L. Fenomena yang sama terjadi pula pada pengaruh perendaman Tween 80 (dengan pencucian). Efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 200 dan 300 mg/L paling besar adalah adsorben tanpa perendaman Tween 80 (kontrol). Perendaman larutan Tween 80
Tabel 2 Efisiensi dan kapasitas adsorpsi adsorben termodifikasi surfaktan tanpa dan dengan pencucian ulang terhadap cibacron red Jenis surfaktan
Tween 80
HDTMABr Campuran HDTMABr dan Tween 80
[Surfaktan] (% KMK) 0 50 100 300 600 0 50 100 300 600 100 : 300 300 : 300 600 : 300 1000 : 300
200 mg/L 19.87 5.17 3.28 5.51 5.53 6.16 31.80 96.17 97.16 99.91 54.08 98.77 95.42 96.08
Efisiensi Adsorpsi (%) Tanpa Dengan 300 500 200 300 mg/L mg/L mg/L mg/L ‐ 11.54 19.87 11.54 2.19 11.27 0.92 ‐ 2.19 11.41 1.83 ‐ 2.00 8.72 5.17 ‐ 1.10 8.90 2.90 ‐ 12.29 6.16 12.29 ‐ 28.68 21.22 23.34 ‐ 79.43 92.17 64.74 ‐ 97.81 98.11 93.44 ‐ ‐ 99.86 98.26 96.55 38.94 11.42 51.06 30.60 99.67 73.56 99.60 94.55 99.63 86.24 99.36 98.61 99.63 87.20 98.85 99.37
500 mg/L ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 9.04 58.99 72.88 83.34
200 mg/L 4.46 1.16 0.74 1.24 1.24 1.48 7.65 23.14 23.38 24.03 11.31 20.65 19.95 20.08
Kapasitas adsorpsi (mg/g) Tanpa Dengan 300 500 200 300 mg/L mg/L mg/L mg/L ‐ 3.36 4.46 3.36 0.64 2.53 0.27 ‐ 0.64 2.56 0.53 ‐ 0.58 1.96 1.50 ‐ 0.32 2.00 0.85 ‐ 3.72 1.48 3.72 ‐ 8.69 5.11 7.07 ‐ 24.07 22.18 19.61 ‐ 29.64 23.61 28.30 ‐ ‐ 30.26 23.65 29.24 12.52 5.47 10.67 9.84 32.04 35.23 20.82 30.41 32.05 41.29 20.77 31.71 32.04 41.75 20.67 31.95
500 mg/L ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 4.33 28.24 34.90 39.91
8
25
5.00
20
4.00
15
3.00
10
2.00
5
1.00
0
0.00 0
100
200
300
400
500
Kapasitas adsorpsi (mg/g)
Efisiensi adsorpsi (%)
600
Konsentrasi Tween 80 (% KMK) E (200 mg/L) Q (200 mg/L)
Gambar 12
E (300 mg/L) Q (300 mg/L)
Kapasitas dan efisiensi adsorpsi adsorben dengan perendaman Tween 80 (dengan pencucian) terhadap cibacron red 200 dan 300 mg/L.
Selain menggunakan Tween 80, penelitian ini juga menggunakan HDTMA-Br sebagai bahan perendam adsorben. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 200 dan 300 mg/L paling besar ditunjukkan oleh adsorben dengan perendaman HDTMA-Br 600% KMK (tanpa pencucian). Ketika adsorben direndam dengan variasi konsentrasi larutan HDTMABr, hasil yang didapatkan dari efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 200 dan 300 mg/L berbeda nyata pada setiap variasi konsentrasi (Lampiran 13). Hal ini dikarenakan campuran kaolin-limbah padat tapioka yang bermuatan negatif ketika dicampurkan dengan HDTMA-Br yang
120
35
100
30 25
80
20
60
15
40
10
20
5
0
0 0
100
200
300
400
500
600
Konsentrasi HDTMA-Br (% KMK) E (200 mg/L) Q (200 mg/L)
Gambar 13
E (300 mg/L) Q (300 mg/L)
Kapasitas dan efisiensi adsorpsi adsorben dengan perendaman HDTMA-Br terhadap cibacron red 200 dan 300 mg/L (tanpa pencucian).
Perlakuan adsorben dengan perendaman HDTMA-Br (dengan pencucian) juga dilakukan pada penelitian ini. Berdasarkan Gambar 14 memperlihatkan bahwa efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 200 dan 300 mg/L paling besar ditunjukkan oleh adsorben dengan perendaman HDTMA-Br 600% KMK (dengan pencucian). Perendaman larutan HDTMA-Br dengan konsentrasi 50, 100, 300, dan 600% KMK, didapatkan bahwa efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 200 dan 300 mg/L berbeda nyata (Lampiran 14). Hal ini dikarenakan campuran kaolinlimbah padat tapioka yang bermuatan negatif ketika dicampurkan dengan HDTMA-Br yang memiliki muatan positif akan membentuk bilayer pada permukaan adsorben sehingga dapat menjerap dengan baik cibacron red yang bermuatan negatif. Hal ini juga sesuai dengan uji ANOVA (Lampiran 17) yang dilakukan bahwa variasi konsentrasi HDTMA-Br pada perlakuan dengan pencucian memiliki pengaruh yang nyata terhadap proses penjerapan cibacron red. Tetapi hasil dari perendaman HDTMA-Br dengan pencucian lebih kecil dibandingkan tanpa pencucian. Berdasarkan uji ANOVA
Kapasitas adsorpsi (mg/g)
memiliki muatan positif akan membentuk bilayer pada permukaan adsorben sehingga dapat menjerap dengan baik cibacron red yang bermuatan negatif. Hal ini juga sesuai dengan uji ANOVA (Lampiran 17) yang dilakukan bahwa variasi konsentrasi HDTMA-Br pada perlakuan tanpa pencucian memiliki pengaruh yang nyata terhadap proses penjerapan cibacron red. Pengaruh perendaman dengan larutan HDTMA-Br (tanpa pencucian) pada adsorben terhadap efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 200 dan 300 mg/L dapat dilihat pada Gambar 13. Efisiensi adsorpsi (%)
pada konsentrasi 50, 100, 300, dan 600% KMK memberikan hasil efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 200 dan 300 mg/L yang tidak jauh berbeda (Lampiran 12). Tetapi hasil dari perendaman Tween 80 dengan pencucian lebih besar dibandingkan tanpa pencucian. Berdasarkan uji ANOVA (Lampiran 17) didapatkan bahwa pada variasi konsentrasi Tween 80 dengan pencucian dapat menaikkan kapasitas adsorpsi dari adsorben yang dibuat dibandingkan pada variasi konsentrasi Tween 80 tanpa pencucian. Hal ini diduga terjadi karena pada saat proses pencucian ada sebagian Tween 80 yang larut dalam filtrat hasil penyaringan, sehingga jumlah yang bercampur dengan adsorben menjadi lebih sedikit dan luas permukaannya semakin besar dalam menjerap cibacron red. Efisiensi dan kapasitas adsorpsi kondisi optimum terdapat pada cibacron red 200 mg/L. Pengaruh perendaman dengan larutan Tween 80 (dengan pencucian) pada adsorben terhadap efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 200 dan 300 mg/L dapat dilihat pada Gambar 12.
9
120
35
100
30 25
80
20
60
15
40
10
20
5
0
0 0
100
200
300
400
500
600
Konsentrasi HDTMA-Br (% KMK) E (200 mg/L) Q (200 mg/L)
E (300 mg/L) Q (300 mg/L)
Gambar 14 Kapasitas dan efisiensi adsorpsi adsorben dengan perendaman HDTMA-Br terhadap cibacron red 200 dan 300 mg/L (dengan pencucian). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi pada adsorben dengan perendaman HDTMA-Br tanpa maupun dengan pencucian mengalami kenaikan yang signifikan jika dibandingkan dengan adsorben kontrol (0% KMK), akan tetapi kapasitas adsorpsinya mengalami kenaikan yang tidak signifikan setelah konsentrasi penggunaan HDTMA-Br untuk perendamannya melebihi 100% KMK. Hal ini terjadi karena pada 100% KMK merupakan konsentrasi saat misel mulai terbentuk sehingga setelah konsentrasi HDTMA-Br melebihi 100% KMK, adsorben dengan perendaman HDTMA-Br telah
Kapasitas adsorpsi (mg/g)
Efisiensi adsorpsi (%)
didapatkan bahwa pada variasi konsentrasi HDTMA-Br tanpa pencucian dapat menaikkan kapasitas adsorpsi dari adsorben yang dibuat dibandingkan pada variasi konsentrasi HDTMA-Br dengan pencucian. Hal ini dapat terjadi karena pada saat proses pencucian ada sebagian HDTMA-Br yang larut dalam filtrat hasil penyaringan, sehingga jumlah yang bercampur dengan adsorben menjadi lebih sedikit. Efisiensi dan kapasitas adsorpsi kondisi optimum terdapat pada cibacron red 300 mg/L.
mencapai titik jenuh dan hanya dapat meningkatkan sedikit kapasitas penjerapan. Selain itu pada penggunaan HDTMA-Br melebihi 100% KMK diduga masih banyak tapak aktif yang belum berikatan dengan adsorbat, sedangkan pada konsentrasi penggunaan HDTMA-Br dibawah 100% KMK hampir seluruh permukaan adsorben telah terikat dengan adsorbat. Gambar 15 merupakan mekanisme terjerapnya HDTMA-Br pada permukaan adsorben yang bermuatan negatif. Adsorben (campuran kaolin-limbah padat tapioka) yang bermuatan negatif akan menjerap surfaktan kationik (HDTMA-Br) yang bermuatan positif, sehingga permukaan adsorben yang semula bermuatan negatif akan berubah menjadi positif. Semakin banyak HDTMA-Br yang terjerap maka muatan permukaan adsorben pun semakin bermuatan positif sehingga kapasitas penjerapan untuk zat warna yang bermuatan negatif (cibacron red) akan semakin meningkat. Menurut Li & Hong (2008), penambahan surfaktan kationik diatas KMK, akan membuat permukaan adsorben menjerap surfaktan kationik dan akan terbentuk lapisan bilayer yang bermuatan positif (Gambar 16), sehingga adsorptivitas untuk menjerap adsorbat yang bermuatan positif menurun dan dapat mengubah muatan adsorben yang semula bermuatan negatif menjadi bermuatan positif dan dapat menjerap adsorbat lain yang bermuatan negatif. Molekul HDTMA-Br memiliki dua bagian dengan karakter yang berbeda, dimana bagian ekornya merupakan rantai alkil (orde C-16) yang bersifat nonpolar dan bagian kepalanya bersifat polar dengan muatan +1. Bagian polar dari HDTMA+ yang bermuatan +1, merupakan bagian yang berinteraksi dengan bagian permukaan adsorben yang bermuatan 1 (Sullivan et al. 1999).
Permukaan
Permukaan
Gambar 15 Ilustrasi penjerapan HDTMA-Br pada permukaan adsorben.
10
CR CR
CR
CR
Jenis adsorbat lain yang mungkin dijerap bila permukaan adsorben berubah menjadi positif
Surfaktan kationik (HDTMA-Br)
Campuran kaolin-limbah padat tapioka
Gambar 16 Permukaan adsorben yang membentuk bilayer saat konsentrasi melebihi KMK.
120
50
100
40
80
30
60 20
40
10
20 0
Kapasitas adsorpsi (mg/g)
positif. Menurut Li & Hong (2008), penambahan surfaktan kationik diatas KMK, akan membuat permukaan adsorben menjerap surfaktan kationik dan akan terbentuk lapisan bilayer yang bermuatan positif, sehingga adsorptivitas untuk menjerap adsorbat yang bermuatan negatif yaitu cibacron red meningkat. Ketika HDTMA-Br melebihi 100% KMK, adsorben dengan perendaman campuran HDTMA-Br dan Tween 80 telah mencapai titik jenuh dan hanya dapat meningkatkan sedikit kapasitas adsorpsi. Selain itu pada penggunaan campuran HDTMA-Br dan Tween 80 melebihi 100% KMK diduga masih banyak tapak aktif yang belum berikatan dengan adsorbat, sedangkan pada konsentrasi penggunaan campuran HDTMA-Br dan Tween 80 dibawah 100% KMK hampir seluruh permukaan adsorben telah terikat dengan adsorbat. Efisiensi adsorpsi (%)
Adsorben campuran kaolin-limbah padat tapioka (75:25) dengan perendaman gabungan larutan Tween 80 dan HDTMA-Br (tanpa dan dengan pencucian) dilakukan pada penelitian ini. Komposisi gabungan adsorben ini adalah larutan Tween 80 menggunakan konsentrasi tetap yaitu 300% KMK dan larutan HDTMABr dengan variasi konsentrasi 100, 300, 600, dan 1000% KMK yang direndam dengan adsorben kaolin-limbah padat tapioka untuk menjerap larutan cibacron red dengan variasi konsentrasi yaitu 200, 300, dan 500 mg/L. Hasil dari Gambar 17 menunjukkan bahwa efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 200, 300, dan 500 mg/L terbesar terdapat pada adsorben campuran kaolin-limbah padat tapioka menggunakan perendaman campuran HDTMA-Br (1000% KMK) dan Tween 80 (300% KMK) (tanpa pencucian). Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15. Hasil penelitian pada adsorben campuran kaolin–limbah padat tapioka menggunakan variasi konsentrasi campuran HDTMA-Br dan Tween 80 dengan perlakuan tanpa pencucian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kapasitas adsorpsi, sesuai dengan uji ANOVA yang telah dilakukan (Lampiran 17). Hal ini terjadi karena adanya persaingan muatan antara HDTMA-Br bermuatan positif dan Tween 80 bermuatan netral ketika dicampurkan dengan campuran kaolin-limbah padat tapioka. Pada penggunaan campuran HDTMA-Br dan Tween 80 sebagai pemodifikasi adsorben, konsentrasi HDTMABr yang digunakan untuk memodifikasi lebih besar dibandingkan Tween 80, sehingga memberikan pengaruh terhadap adsorben yaitu muatan permukaan adsorben yang semula bermuatan negatif berubah menjadi muatan
0 0
300
600
900
Konsentrasi gabungan surfaktan (% KMK) E (200 mg/L) Q (200 mg/L)
E (300 mg/L) Q (300 mg/L)
E (500 mg/L) Q (500 mg/L)
Gambar 17 Kapasitas dan efisiensi adsorpsi adsorben dengan perendaman HDTMA-Br dan Tween 80 terhadap cibacron red 200,300, dan 500 mg/L (tanpa pencucian).
11
100.00
40
80.00
30
60.00 20
40.00
10
20.00 0.00
0 0
300
600
900
Konsentrasi gabungan surfaktan (% KMK) E (200 mg/L) Q (200 mg/L)
Gambar 18
E (300 mg/L) Q (300 mg/L)
E (500 mg/L) Q (500 mg/L)
Kapasitas dan efisiensi adsorpsi adsorben dengan perendaman HDTMA-Br dan Tween 80 terhadap cibacron red 200, 300, dan 500 mg/L (dengan pencucian). Isoterm Adsorpsi
Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mempelajari mekanisme penjerapan. Adsorpsi fase cair-padat pada umumnya mengacu pada jenis isoterm Langmuir dan Freundlich (Atkins 1999). Penentuan isoterm cibacron red menggunakan adsorben campuran kaolin-limbah padat tapioka dengan
0.016 0.014 0.012 c(x/m) (g/L)
50
perendaman 600% KMK dari larutan HDTMA-Br (tanpa pencucian) (Lampiran 18). Isoterm adsorpsi Langmuir dilakukan dengan membuat kurva hubungan c/(x/m) terhadap c, sedangkan isoterm adsorpsi Freundlich dilakukan dengan membuat kurva hubungan log x/m terhadap log c. Isoterm adsorpsi cibacron red dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20. Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa linearitas jenis isoterm Langmuir sebesar 98.61% dan jenis isoterm Freundlich sebesar 93.88%. Sehingga jenis isoterm adsorpsi cibacron red mengikuti jenis isoterm Langmuir karena nilai linearitasnya lebih besar daripada nilai linearitas isoterm Freundlich. Sapitri (2010) menggunakan campuran kaolin-ampas tebu dan bentonit-ampas tebu sebagai bahan dasar pembuatan adsorben dalam menjerap zat warna cibacron red, hasil yang didapatkan mengikuti jenis isoterm Freundlich dan Langmuir. Jika dibandingkan dengan penelitian Sapitri (2010), jenis isoterm yang dihasilkan berbeda. Hal ini dikarenakan nilai linearitas dari kedua persamaan tersebut yang tidak berbeda nyata. Adanya penambahan surfaktan dapat merubah permukaan adsorben sehingga pola penjerapannya menjadi homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya.
0.01 0.008 0.006
y = 0.0009x + 0.0008 R² = 0.9861
0.004 0.002 0 0
Gambar
5
19
-1
10 c (mg/L)
-0.5
Gambar 20
15
20
Isoterm Langmuir cibacron red. 3.1 3.05 3 2.95 2.9 2.85 2.8 2.75 2.7 2.65
log (x/m) (g/L)
120.00
Kapasitas adsorpsi (mg/g)
Efisiensi adsorpsi (%)
Fenomena yang serupa terjadi pada Gambar 18 yang menunjukkan bahwa efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 200, 300, dan 500 mg/L terbesar terdapat pada adsorben campuran kaolin-limbah padat tapioka menggunakan perendaman HDTMA-Br (1000% KMK) dan Tween 80 (300% KMK) dengan perlakuan pencucian ulang (Lampiran 16). Perolehan hasil penelitian pada adsorben campuran kaolin–limbah padat tapioka menggunakan variasi konsentrasi campuran HDTMA-Br dan Tween 80 dengan perlakuan dengan pencucian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kapasitas adsorpsi,sesuai dengan uji ANOVA yang sudah dilakukan (Lampiran 17). Berdasarkan uji ANOVA didapatkan bahwa jenis perlakuan (tanpa dan dengan pencucian) pada campuran HDTMA-Br dan Tween 80 memiliki nilai beda nyata terhadap kenaikan kapasitas penjerapan dari adsorben yang dibuat. Hal ini diduga terjadi karena pada saat proses pencucian ada sebagian HDTMA-Br dan Tween 80 yang larut dalam filtrat hasil penyaringan, sehingga jumlah yang bercampur dengan adsorben menjadi lebih sedikit. Kondisi optimum dari proses adsorpsi cibacron red yaitu pada konsentrasi 500 mg/L.
adsorpsi
y = 0.1782x + 2.8178 R² = 0.9388
0
0.5 log c (mg/L)
1
1.5
Isoterm Freudlich adsorpsi cibacron red.