1
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kompos dari berbagai macam limbah pertanian terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman, berat buah pertanaman, dan jumlah buah per tanaman, sedangkan pada parameter pengamatanberat segar tanaman, berat kering tanaman, dan diameter buah memberikan hasil tidak berbeda nyata. Membudidayakan tanaman tomat membutuhkan
faktor
yang
mendukung
seperti
pemupukan,
pengairan,
pembumbunan tanah, dan lain-lain. Penelitian ini dilakukan dengan mengaplikasikan pupuk kompos dari berbagai macam limbah pertanian yaitu kompos jerami padi, kompos seresah jagung, dan kompos kulit singkong terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat (Lycopersicon esculentum). Dari pengamatan yang dilakukan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat dapat diketahui hasil beberapa parameter meliputi, tinggi tanaman, berat segar tanaman, berat kering tanaman, berat buah, jumlah buah dan diameter buah. A. Tinggi Tanaman Tomat Tinggi tanaman merupakan ukuran yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengetahui pengaruh lingkungan atau perlakuan. Menurut E.Saifuddin Sarief (1986), pertumbuhan tinggi tanaman oleh cabang tanaman disebabkan oleh adanya 2 proses yaitu pembelahan dan perpanjangan sel pada tanaman tersebut. Laju pertambahan tinggi tanaman mulai umur 0 sampai tanaman dapat dipanen menunjukkan perpanjangan ruas dan
2
jumlah sel atau karena meluasnya sel dalam jaringan meristem interkalar (Gardner et al., 1991). Pengamatan tinggi tanaman tomat dilakukan saat umur tanaman 1 minggu setelah tanam sampai tanaman tomat memasuki masa berbunga. Tanaman tomat yang berbunga menandakan bahwa tanaman tomat telah mencapai masa vegetatif maksimum dan memasuki masa generatif atau pembuhan. Hasil sidik ragam 5% terhadap parameter tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil uji jarak ganda Duncan 5% disajikan dalam Tabel 1 berikut: Tabel 1. Hasil uji jarak ganda Duncan 5% terhadap tinggi tanaman. Tinggi Tanaman (cm) P0 Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 89,500 e kg/hektar P1 20 ton/ hektar Pupuk Kandang Sapi + Urea 200 kg/hektar, 94,800 d SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar P2 6,504 ton/ hektar Pupuk Kompos Jerami Padi + Urea 200 105,233 a kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar P3 6,451 ton/hektar Pupuk Kompos Jagung Manis + Urea 200 101,733 b kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar P4 9,876 ton/hektar Pupuk Kompos Kulit Singkong + Urea 98,833 c 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar Keterangan: Angka rerata pada kolom menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata. Perlakuan
Dari tabel 1 diatas dapat diketahui rerata tinggi tanaman tomat pada perlakuan P2(6,504 ton/ hektar Pupuk Kompos Jerami Padi + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) berbeda nyata dengan perlakuan P3, P4,P1, dan P0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tertinggi dari tinggi tanaman tomat yaitu 105,233 cm pada perlakuan P2(6,504 ton/ hektar Pupuk Kompos Jerami Padi + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200
3
kg/hektar) dan hasil terendah diperoleh dari perlakuan P0 (Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) yaitu 89,500 cm. Hal ini berkaitan dengan kemampuan bahan organik jerami padi dalam mensuplai unsur hara terutama Nitrogen, unsur Nitrogen yang tersedia bagi tanaman sudah mempu untuk merangsang pembentukan tunas dan daun, mempertinggi kandungan protein dan meningkatkan jumlah klorofil, hal ini sejalandengan pernyataan oleh Wijaya (2008) bahwa unsur Nitrogen berpengaruh terhadappembentukan daun dengan helaian yang kebih luas dan kandungan klorofil yang lebihtinggi, sehingga mampu menghasilkan karbohidrat yang banyak untuk pertumbuhanvegetatif tanaman. Djoehana Setyadmidjaya (1986), menyatakan Nitrogen berperan merangsang pertumbuhan batang yang akhirnya dapat memacu pertumbuhan tinggi tanaman. E. Saifuddin Sarief (1986) menyatakan bahwa dengan tersedianya unsur hara Nitrogen dalam jumlah yang cukup pada saat pertumbuhan vegetatif, maka proses fotosintesis akan berjalan aktif, sehingga proses pembelahan, pemanjangan, dan differensiasi sel akan berjalan lancar pula. Unsur hara Nitrogen yang terkandung dalam kompos jerami sebesar 1,23%, berdasarkan hasil uji Laboratorium Tanah dan Pupuk, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (lampiran 6), diduga telah mampu memenuhi kebutuhan unsur Nitrogen yang diberikan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman tomat, dibandingkan dengan kandungan Nitrogen pada pupuk kandang sapi yang hanya mempunyai kandungan Nitrogen sebesar 0,4%, maka penggunaan pupuk kandang sapi dapat digantikan dengan penggunaan pupuk kompos jerami padi karena kompos jerami padi dapat memberikan unsur Nitrogen
4
yang lebih banyak untuk pertumbuhan tanaman tomat. Selain itu, penggunaan pupuk kompos limbah jerami padi dapat mengurangi biaya pemupukan, yang mana biasanyapetani menggunakan pupuk kandang sapinya diperoleh dengan membeli di toko pertanian, sedangkan jika menggunakan pupuk kompos jerami padi petani dapat membuat sendiri dan limbah jerami padi dapat diperoleh dengan gratis. Rendahnya rerata tinggi tanaman pada perlakuan P0 (Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dikarenakan penggunaan pupuk anorganik saja tidak cukup untuk memberikan tambahan unsur Nitrogen dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman tomat. Pupuk anorganik hanya terdapat unsur makro yang berasal dari bahan kimia yang ditambahkan pada pupuk. Unsur hara makro yang dikandung pada pupuk anorganik pun terbatas hanya pada unsur yang ditambahkan. Misal pada pupuk Urea hanya terdapat unsur Nitrogen, atau pupuk NPK yang hanya mengandung unsur Nitrogen, Fosfor dan Kalium, sedangkan pada pupuk organik mengandung berbagai macam unsur hara makro dalam satu pupuk, seperti unsur Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O2), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Pupuk organik juga mengandung berbagai unsur hara mikro seperti Besi (Fe), Klor (Cl), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Boron (Bo) dan Molibdenum (Mo). Sifat pupuk anorganik memiliki kelemahan, yaitu kandungan unsur hara pada pupuk akan cepat menguap atau tercuci keluar dari zona perakaran apabila tidak langsung diserap oleh tanaman. Hal ini diduga terjadi pada saat penelitian, dimana
5
pupuk anorganik yang diberikan tercuci keluar dari zona perakaran sehinggaunsur hara yang terserap oleh tanaman menjadi berkurang. Menurut Dipo Yuwono (2005:12) kompos yang sudah jadi dan siap digunakan untuk memupuk tanaman mengandung sebagian besar dari 3 golongan unsur hara antara lain: unsur hara makro primer yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Kedua mengandung unsur hara makro sekunder sedang yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, seperti Sulfur/Belerang (S), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg). Unsur yang ketiga adalah unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, seperti Besi (Fe), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Klor (Cl), Boron (B), Mangan (Mn), dan Molibdenum (Mo). Unsur-unsur tersebut sangat dibutuhkan tanaman daalam pertumbuhannya. Pengamatan tinggi tanaman tomat dimulai pada minggu ke-1 setelah tanam sampai minggu ke-5 setelah tanam. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman tomat selama 5 minggu dapat dilihat dalam gambar 1. Tinggi Tanaman 120 100 P0
cm
80
P1
60
P2
40
P3
20
P4
0 1
2
3
4
Minggu ke-
Gambar 1. Grafik tinggi tanaman tomat
5
6
Berdasarkan gambar 1. grafik menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman tomat selama 5 minggu setelah tanam. Pada setiap perlakuan mengalami pertambahan tinggi tanaman mulai dari minggu pertama sampai minggu kelima. Pada awal pertumbuhan hingga minggu ketiga, tanaman tomat mengalami terus pertambahan tinggi tanaman yang tinggi setiap minggunya, setelah memasuki minggu ketiga hingga minggu keempat pertambahan tinggi tanaman mengalami pertambahan yang mulai menurun. Penurunan tinggi tanaman pada minggu ketiga hingga minggu keempat terjadi karena tanaman tomat telah memasuki masa berbunga dan memasuki masa vegetatif maksimum. Seperti pernyataan Yoga, N. M. (2010) pada saat tanaman berumur 30 HST kadar Nitrogen dalam tanah telah banyak diserap oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhan vegetatif khususnya pembentukan batang dan daun. Salah satu faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan tinggi tanaman adalah kebutuhan akan unsur hara untuk pertumbuhan selama masa vegetatif dapat tercukupi dengan baik. Kombinasi pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan kompos dari berbagai macam limbah menunjukkan respon yang baik terhadap tinggi tanaman tomat. Pupuk anorganik mengandung hara (termasuk Nitrogen) dalam jumlah cukup banyak dan sifatnya cepat tersedia bagi tanaman sedangkan pupuk organik akan melepaskan hara yang lengkap (baik makro maupun mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil selama proses mineralisasi, sehingga dengan menambah pupuk organik mampu mendukung pupuk anorganik dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman (Affandi Rosmarkam dan N. W. Yuwono 2002).
7
B. Berat Segar Tanaman dan Berat Kering Tanaman Tabel 2. Hasil rerata berat segar tanaman dan berat kering tanaman Berat Segar Tanaman (gram)
Berat Kering Tanaman (gram)
Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 P0 kg/hektar
48,03
7,71
20 ton/ hektar Pupuk Kandang Sapi + Urea 200 kg/hektar, P1 SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar
64,79
14,8
6,504 ton/ hektar Pupuk Kompos Jerami Padi + Urea 200 P2 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar
98,81
29,4
6,451 ton/hektar Pupuk Kompos Jagung Manis + Urea 200 P3 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar
79,83
19,7
9,876 ton/hektar Pupuk Kompos Kulit Singkong + Urea 200 P4 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar
81,15
19,2
Perlakuan
Berat segar tanaman merupakan hasil dari pertumbuhan pada masa vegetatif tanaman yang memanfaatkan energi cahaya matahari untuk proses fotosintesis secara maksimal. Pengamatan berat segar tanaman dilakukan pada masa vegetatif maksimum tanaman tomat yaitu pada minggu kelima setelah tanaman tomat muncul bunga. Pengukuran berat segar tanaman dilakukan menggunakan tanaman korban, dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman tomat lalu dibersihkan akarnya dari tanah, kemudian ditimbang meggunakan timbangan analitik. Hasil sidik ragam 5% terhadap parameter berat segar tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (lampiran 5). Hasil rerata berat segar tanaman dapat dilihat dalam tabel 2. Dari hasil rerata berat segar tanaman tomat, pada perlakuan P2 (6,504 ton/ hektar Pupuk Kompos Jerami Padi + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar,
8
KCl 200 kg/hektar) mempunyai rerata yang lebih baik dari yang lainnya yaitu 98,81 gram, kemudian diikuti pada perlakuan P3 (6,451 ton/hektar Pupuk Kompos Jagung Manis + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dengan rerata 79,83 gram, P4 (9,876 ton/hektar Pupuk Kompos Kulit + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dengan rerata 81,15 gram, P1 (20 ton/ hektar Pupuk Kandang Sapi + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dengan rerata 64,79 gram, dan yang memiliki rerata paling rendah pada perlakuan P0 (Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dengan rerata 48,03 gram. Semua perlakuan menunjukkan pengaruh yang sama kepada parameter berat segar tanaman tomat, hal ini diduga pemberian bahan organik dan anorganik sudah mampu memperbaiki sifat-sifat tanah. Dengan penambahan bahan organik maka sifat pupuk anorganik yang mudah hilang akibat menguap dan tercuci akan dapat diperkecil karena pupuk organik mampu mengikat unsur hara. Pupuk organik tidak hanya menyediakan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, namun juga berperan dalam memperbaiki sifat tanah, terutama sifat biologisnya. Tidak hanya baik tanaman, pupuk organik juga baik untuk memperbaiki dan menjaga struktur tanah. Pupuk organik sebagai komponen massa padat tanah mempengaruhi sifat fisik maupun kimia tanah, meskipun kadarnya di dalam tanaman umumnya kecil. Sifat fisik tanah yang dipengaruhi oleh bahan organik antara lain kemantapan agregat dan kemampuan menahan air (Bambang Djatmo Kertanegoro, 1981). Kandungan air pada kompos akan menimbulkan dampak positif seperti, karena kompos tidak lain adalah humus,
9
maka tanah yang mengandung kompos akan dapat menahan air sampai sebanyak 60%. Manfaat kompos meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan air. Tanah yang bercampur dengan bahan organik seperti kompos mempunyai poripori dengan daya rekat yang lebih baik, sehingga kompos mampu mengikat serta menahan ketersediaan air di dalam tanah. Erosi air secara langsung dapat ditahan dengan adanya kompos pada tanah. Tanah yang buruk ialah apabila butir-butir tanah tidak melekat satu sama lain (tanah pasir) atau saling melekat (tanah liat). Kompos merupakan perekat pada butir-butir tanah dan mampu menjadi penyeimbang tingkat kerekatan pada tanah. Kehadiran kompos pada tanah juga menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas pada tanah. Dengan demikian tanah yang pada mulanya keras dan sulit ditembus air maupun udara, kini dapat menjadi gembur kembali akibat aktivitas mikroorganisme. Berat kering merupakan akumulasi dari proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam satu periode siklus hidupnya, dengan demikian berat kering tanaman digunakan pada penentuan baik tidaknya pertumbuhan tanaman dan seberapa besar proses penyediaan hara guna memenuhi kebutuhan tanaman. Berat kering tanaman menggambarkan hasil akhir dari proses fotosintesis berupa fotosintat pada tanaman yang sudah tidak mengandung air. Unsur Fospor (P) sangat diperlukan dalam tubuh tanaman sebagai energi untuk penyaluran fotosintesis ke organ-organ yang membutuhkan. Daun sebagai sumber pembentukan senyawa organik dapat memanfaatkan faktor lingkungan berupa cahaya dengan lebih efisien untuk keberlangsungan proses fotosintesis sehingga bahan kering yang terakumulasi lebih banyak. Hasil sidik ragam 5% terhadap
10
parameter
berat
kering
tanaman
menunjukkan
bahwa
perlakuan
yang
diaplikasikan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (lampiran 5). Hasil rerata berat kering tanaman dapat dilihat dalam tabel 2. Dari hasil rerata berat kering tanaman tomat, pada perlakuan P2 (6,504 ton/ hektar Pupuk Kompos Jerami Padi + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) mempunyai rerata yang lebih baik dari yang lainnya yaitu 29,43 gram, kemudian diikuti pada perlakuan P3 (6,451 ton/hektar Pupuk Kompos Jagung Manis + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dengan rerata 19,69 gram, P4 (9,876 ton/hektar Pupuk Kompos Kulit + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dengan rerata 19,19 gram, P1 (20 ton/ hektar Pupuk Kandang Sapi + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dengan rerata 14,80 gram, dan yang memiliki rerata paling rendah pada perlakuan P0 (Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dengan rerata 7,71 gram. Semua perlakuan menunjukkan pengaruh yang sama kepada parameter berat segar tanaman tomat, hal ini diduga penyerapan unsur hara yang hampir sama besar oleh tanaman sehingga hasil fotosintat juga menunjukkan hal yang sebanding. Berat kering tanaman dipengaruhi oleh perkembangan daun dan intensitas matahari, tanaman yang memiliki daun yang lebih luas dapat menyerap sinar matahari dengan efektif, sehingga dapat menghasilkan fotosintat lebih banyak karena dapat melakukan fotosintesis dengan baik. Umumnya berat kering tanaman digunakan sebagai petunjuk yang memberikan ciri pertumbuhan. Berat kering tanaman berhubungan positif dengan kadar Nitrogen dalam tanah dan
11
serapan Nirogen oleh tanaman. Dengan demikian dapat diketahui bahwa semakin tinggi Nitrogen yang dapat diserap tanaman, maka kebutuhan Nitrogen pada fase vegetatif tanaman tercukupi, sehingga dapat meningkatkan biomassa tanaman. Data rata-rata diatas menunjukkan bahwa pemanfaatan kompos dari berbagai macam limbah pertanian (kompos jerami padi, kompos seresah jagung manis, dan kompos kulit singkong) dapat meningkatkan efektifitas pupuk anorganik pada pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Kompos dari berbagai macam limbah diduga sudah mampu mencukupi kebutuhan unsur Nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman tomat. Salah satu manfaat dari penggunaan kompos yaitu serapan Nitrogen oleh tanaman lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan berat kering tanaman. Serapan Nitrogen yang meningkat dapat menyebabkan kebutuhan Nitrogen pada fase vegetatif tanaman akan tercukupi, sehingga akan meningkatkan biomassa tanaman (Hanolo, W. 1997). Adanya peningkatan biomassa dikarenakan tanaman menyerap air dan hara lebih banyak, Nitrogen sebagai salah satu unsur hara makro dibutuhkan tanaman untuk memacu perkembangan organ pada tanaman seperti akar, sehingga tanaman mampu menyerap unsur hara dan air lebih banyak selanjutnya aktifitas fotosintesis akan meningkat dan mempengaruhi peningkatan berat basah tanaman.
12
C. Berat Buah Per Tanaman dan Jumlah Buah Per Tanaman Tabel 3. Hasil uji jarak ganda Duncan 5% terhadap berat buah pertanaman dan jumlah buah pertanaman Berat Buah/Tanaman
Jumlah Buah/
(gram)
Tanaman
Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 P0 kg/hektar
159,0 e
7,000 b
20 ton/ hektar Pupuk Kandang Sapi + Urea 200 P1 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar 6,504 ton/ hektar Pupuk Kompos Jerami Padi + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 P2 kg/hektar 6,451 ton/hektar Pupuk Kompos Jagung Manis + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 P3 kg/hektar 9,876 ton/hektar Pupuk Kompos Kulit Singkong + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 P4 kg/hektar
261,4 d
16,733 a
451,2 a
23,630 a
344,7 c
18,700 a
415,3 b
22,233 a
Perlakuan
Keterangan: Angka rerata pada kolom menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata.
Buah tomat merupakan hasil akhir dari proses generatif tanaman, sedangkan jumlah dan berat buah merupakan gambaran keberhasilan penyediaan unsur hara sepanjang siklus tanaman. Dalam masa pertumbuhan vegetatif, unsur Nitrogen lebih banyak dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan sel-sel tanaman, sedangkan unsur hara Fosfor dan Kalium sangat berperan dalam proses perbesaran dan pemasakan buah. Buah merupakan organ pada tanaman berbunga yang perkembangan menjadi bakal buah. Buah tomat adalah hasil akhir yang akan dikonsumsi oleh masyarakat. Berat buah per tanaman menjadi penentu jumlah produksi yang dihasilkan selama budidaya tanaman. Pengamatan berat buah tanaman tomat dilakukan dengan menjumlahkan keseluruhan hasil panen yang
13
telah diperoleh mulai dari panen pertama sampai panen terakhir. Hasil sidik ragam 5% terhadap parameter berat buah per tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil uji jarak ganda Duncan 5% disajikan dalam Tabel 3 diatas. Dari tabel 3 diatas dapat diketahui rerata berat buah tomat per tanaman pada perlakuan P2 (6,504 ton/ hektar Pupuk Kompos Jerami Padi + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) berbeda nyata dengan perlakuan P4, P3,P1, dan P0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tertinggi dari berat buah tomat per tanaman yaitu 451,2 gram pada perlakuan P2 (6,504 ton/ hektar Pupuk Kompos Jerami Padi + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dan hasil terendah diperoleh dari perlakuan P0 (Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) yaitu 159,0 gram. Tingginya berat buah per tanaman diduga dipengaruhi oleh pemberian kompos jerami padi dapat memperbaiki sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi. Kandungan unsur hara Nitrogen, Fosfor dan Kalium pada pupuk saling berkaitan, unsur-unsur tersebut dapat diserap oleh tanaman dan berperan dalam mengaktifkan enzimenzim yang berperan dalam metebolisme. Dari hasil metebolisme tersebut digunakan untuk melakukan fotosintesis yang hasilnya berupa fotosintat. Hasil fotosintat itulah yang lebih banyak ditranslokasikan kepada buah. Menurut Poerwowidodo Mas’ud (1993) bahwa translokasi fotosintat ke buah tomat dipengaruhi oleh Kalium. Kalium yang terdapat pada kompos jerami padi sebesar 7,7% (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2013), jumlahnya lebih banyak dibandingkan
14
dengan kandungan Kalium pada kompos seresah jagung manis yang hanya 1,39%(Ruskandi, 2005) dan jumlah Kalium pada pupuk kandang sapi sebesar 7,26% (Lingga dan Marsono, 2013:57). Jumlah Kalium pada kompos jerami padi yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan Kalium pada kompos seresah jagung manis dan Kalium pada pupuk kandang sapi, diduga telah mampu menghasilkan translokasi fotosintat ke buah tomat lebih baik sehingga mampu meningkatkan berat buah tomat pertanaman lebih baik. Menurut Tan dalam Kasno (2009) menyebutkan bahwa kadar hara Kalium dalam jerami padi tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat dalam tanaman lain. Rendahnya hasil berat buah tomat per tanaman pada perlakuan P0 (Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dikarenakan tidak ada penambahan kompos sebagai bahan organik, di mana fungsi dari bahan organik dapat meningkatkan aktivitas biologi tanah yang akan mendorong terjadinya perbaikan kesuburan tanah, baik kesuburan fisik, kimia maupun biologi tanah. Selain itu diduga karena unsur Nitrogen yang ada pada pupuk anorganik mengalami pencucian (leaching) pada saat aplikasi. Kurangnya unsur hara dalam tanah akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena unsur hara merupakan salah satu makanan bagi tanaman untuk menghasilkan energi. Apabila unsur hara terutama Nitrogen yang mempunyai peran besar selama proses pertumbuhan vegetatif tidak dapat terpenuhi dengan baik maka proses metabolisme tanaman akan terhambat. Hal tersebut akan berpengaruh pada pertumbuhan dan hasil tanaman.
15
Jumlah buah merupakan keseluruhan buah yang dihasilkan setiap tanaman selama budidaya berlangsung.Hasil sidik ragam 5% terhadap parameter jumlah buah per tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil uji jarak ganda Duncan 5% disajikan dalam Tabel 3 diatas. Jumlah buah pada perlakuan P1 (20 ton/ hektar Pupuk Kandang Sapi + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar), P2 (6,504 ton/ hektar Pupuk Kompos Jerami Padi + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar), P3 (6,451 ton/hektar Pupuk Kompos Jagung Manis + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar), dan P4 (9,876 ton/hektar Pupuk Kompos Kulit Singkong + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) memberikan pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan P0 (Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar). Rerata jumlah buah yang lebih tinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu 23,630 buah per tanaman dan rerata jumlah buah terendah pada perlakuan P0 yaitu 7,000 buah per tanaman. Seperti yang dijelaskan Tisdale, et al. (1993) dalam Gunawan Budiyanto (2009), bahwa fungsi bahan organik untuk meningkatkan kapasitas pengikat air, memperbaiki kualitas struktur tanah, menurunkan pergerakan air dalam tanah dan menurunkan dampak pematahan tanah. Pemberian bahan organik berupa kompos mampu memperbaiki kualitas tanah, sehingga banyaknya buah yang dihasilkan menunjukkan bahwa tanaman mampu menyerap unsur hara secara maksimal untuk pertumbuhan tanaman, pembentukkan bunga dan buah. Jumlah buah berhubungan dengan hasil berat buah tomat yang dihasilkan, dari hasil berat buah tomat diperoleh pada penggunaan kompos jerami padi
16
memberikan hasil berat buah tertinggi hali ini dikarenakan kandungan Kalium pada kompos jerami padi lebih tinggi daripada kandungan Kalium kompos bahan lain dan Kalium pada pupuk kandang sapi, dimana Kalium berfungsi menghasilkan translokasi fotosintat ke buah tomat lebih baik sehingga mampu meningkatkan berat buah tomat pertanaman lebih baik. Abdul Syukur dan Endra Setyo Harsono (2008), menyatakan bahwa fungsi penting bahan organik antara lain memperbaiki struktur tanah dan daya simpan air, mensuplai nitrat, sulfat, asam organik untuk menghancurkan material, mensuplai nutrisi, mengikat KPK, meningkatkan daya ikat hara, serta sebagai sumber karbon, mineral, dan energi bagi organisme. Nutrisi yang telah diserap oleh akar akan digunakan dalam proses pertumbuhan dan penimbunan cadangan makanan dalam bentuk buah tomat. Dengan jumlah Kaliumpada kompos jerami padi lebih tinggi dibandingkan dengan Kalium bahan lain dan Kalum pupuk kandang sapi, maka penggunaan pupuk kompos jerami padi dapat direkomendasikan sebagai pengganti pupuk kandang sapi. Hal ini juga berkaitan dengan faktor ekonomi, pada penggunaan pupuk kadang sapi kebanyakan petani memperolehnya dengan cara membeli di toko pertanian, ini tidak akan menghemat biaya pemupukan. Sedangkan dengan menggunakan kompos jerami padi akan dapat menghemat biaya pemupukan karena untuk membuat pupuk kompos jerami padi bahan yang dapat digunakan bisa diperoleh dengan gratis. Rendahnya hasil jumlah buah per tanaman pada perlakuan P0 (Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dikarenakan tidak ada penambahan kompos sebagai bahan organik, dimana bahan organik mempunyai
17
peranan penting sebagai bahan pemicu kesuburan tanah. Hal lain juga diduga karena pada saat aplikasi pemberian pupuk anorganik mengalami pencucian (leaching), yang menyebabkan unsur hara dalam tanah mengalami pengurangan sehingga akan mengahambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena unsur hara merupakan salah satu makanan bagi tanaman untuk menghasilkan energi. D. Diameter Buah Per Tanaman Buah merupakan bagian tanaman yang dikonsumsi pada tanaman tomat. Pengukuran diameter buah tomat merupakan salah satu cara untuk mengetahui pengaruh pupuk kandang sapi dan kompos dari berbagai macam limbah (kompos jerami padi, kompos jagung manis, dan kompos kulit singkong). Pengukuran diameter buah dilakukan dengan menggunakan jangka sorong dan pada setiap buah tomat yang dipanen salama masa panen. Hasil sidik ragam 5% terhadap parameter diameter buah per tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diaplikasikan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Tabel 4. Hasil rerata diameter buah per tanaman Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4
Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar 20 ton/ hektar Pupuk Kandang Sapi + Urea 200 kg/hektar, SP36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar 6,504 ton/ hektar Pupuk Kompos Jerami Padi + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar 6,451 ton/hektar Pupuk Kompos Jagung Manis + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar 9,876 ton/hektar Pupuk Kompos Kulit Singkong + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar
Diameter Buah/ Tanaman (cm) 1,8800 1,9900 2,5300 2,2000 2,4867
18
Dari hasil rerata diameter buah tomat per tanaman, pada perlakuan P2 (6,504 ton/ hektar Pupuk Kompos Jerami Padi + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) mempunyai rerata yang lebih baik dari yang lainnya yaitu 2,5300 cm, kemudian diikuti pada perlakuan P4 (9,876 ton/hektar Pupuk Kompos Kulit + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dengan rerata 2,4867 cm, P3 (6,451 ton/hektar Pupuk Kompos Jagung Manis + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dengan rerata 2,2000 cm, P1 (20 ton/ hektar Pupuk Kandang Sapi + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dengan rerata 1,9900 cm, dan yang memiliki rerata paling rendah pada perlakuan P0 (Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar, KCl 200 kg/hektar) dengan rerata 1,8800 cm. Semua perlakuan menunjukkan pengaruh yang sama kepada parameter diameter buah tomat per tanaman, hal ini diduga pemberian bahan organik dan anorganik dapat memperbaiki sifat-sifat tanah,sifat kompos dapat memperbaiki struktur tanah sehingga mikroba dalam tanah dapat berkembang dengan baik, struktur tanah menjadi lebih baik maka tanaman dapat menyerap unsur hara yang tersedia di dalam tanah secara maksimal, selain itu kompos dari berbagai macam limbah diduga sudah mampu mencukupi kebutuhan unsur Nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman tomat.Besarnya diameter buah berkaitan dengan proses pembelahan sel yang terjadi dalam tanaman selama pertumbuhan dan perkembangannya, termasuk pembelahan sel dalam buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner et al. (1991), bahwa pertumbuhan suatu organtermasuk buah,
19
dapat melalui tahap pasca fertilisasi yang menyebabkan ukuran buah meningkat karena terjadi pembelahan sel. Hsu et al. (2009) menyatakan bahwa tanaman yang diberikan pupuk organik akan memiliki akumulasi biomassa bagian atas yang banyak dibandingkan dengan tanaman yang hanya diberikan pupuk sintetis. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan antara meningkatnya tinggi tanaman dan bahan kering dengan produksi buah tomat. Bahan organik akan meningkatkan aktivitas biologis tanah dan juga meningkatkan ketersediaan air tanah. Dengan semakin tersedianya air tanah maka absorbsi dan transportasi unsur hara maupun air akan lebih baik, sehingga laju fotosintesis untuk dapat meningkatkan cadangan makanan bagi pertumbuhan tanaman lebih terjamin (Muhakka et al.,2006) dan akhirnya produksi buah tomat akan meningkat