IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Wilayah kerja KPBS dikelilingi oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 10001420 m dari permukaan air laut. Suhu udara antara 12-28 derajat celcius dengan kelembaban udara antara 60-70 persen dan curah hujan pertahun antara 30003210 mm. Struktur fisik yang bersifat andosol, yakni jenis tanah yang cukup subur memiliki karakter yang sesuai untuk peternakan sapi perah, perkebunan dan tanaman hortikultura. Secara administratif, wilayah kerja KPBS Pangalengan meliputi tiga kecamatan yaitu kecamatan Pangalengan, Kertasari dan Pacet yang terdiri dari 21 desa. Mengingat luasnya wilayah yang dikelola, untuk mempermudah pelayanan kepada peternak anggota KPBS maka 21 desa tersebut dibagi menjadi 17 komisariat daerah (komda) dan dibagi kedalam 38 Tempat pelayanan Koperasi (TPK). 4.1.2 Sejarah Singkat KPBS KPBS (Koperasi Peternak Bandung Selatan) Pangalengan didirikan pada tanggal 22 Maret 1969. Bersamaan dengan REPELITA 1 tanggal 1 April 1969 KPBS Pangalengan diberi badan hukum dan tanggal tersebut merupakan hari jadi KPBS Pangalengan. Sejak saat itulah KPBS Pangalengan mulai mendapatkan
36
pembinaan dari pemerintah daerah sampai pemerintah pusat. Tujuan pendirian KPBS adalah : 1. Memotivasi dan mendidik anggota untuk bekerja dan hidup berkoperasi 2. Meningkatkan pelayanan dan usaha sehingga anggota menjadi “ tata tengtrem kerta raharja, salieukbeh”. 3. Memenuhi kebutuhan ternak dan anggotanya 4. Meningkatkan skala kepemilikan sapi induk produktif dengan jumlahproduksi yang memenuhi skala ekonomis 5. Memperbaiki genetik sapi perah 6. Memelihara kelestarian dan mencegah pencemaran lingkungan wilayah kerja dan daerah sekitarnya 7. Berperan aktif membangun kehidupan beragama, pendidikan, ekonomi, sosial dan budidaya di wilayah kerja sekitarnya serta aktif dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia indonesia. Perkembangan KPBS sampai tahun ini dalam pelayanan dan usahanya menerapkan pola agribisnis dan agroindustri dengan tahapan : 1. Pra-produksi 2. Proses produksi 3. Pemasaran hasil produksi 4. Penunjang usaha Dalam melaksanakan pelayanan dan usahanya, KPBS mendapatkan pembinaan dari instansi terkait juga dari unsur perguruan tinggi, badan-badan usaha, mitra usaha pakar, tokoh peternak dan tokoh koperasi. Pelayanan dan usaha yang dilakukan yaitu usaha produksi susu dengan pelayanan yang beragam.
37
4.2 Karakteristik Responden Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak 32 responden yaitu anggota kelompok peternak sapi perah di TPK Pangalengan dan kelompok peternak sapi perah di TPK Mekar Mulya. Adapun karakteristik responden dibagi dalam 4 karakteristik, yaitu usia, tingkat pendidikan formal, mata pencaharian, dan pengalaman beternak. 4.2.1 Usia peternak Usia responden bervariasi dari mulai yang termuda berusia 30 tahun dan yang tertua berusia 70 tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah responden berdasarkan usia Nomor 1 2 3 4 5
Usia ( tahun )
Jumlah
<25 ≥25-40 ≥40-45 ≥45-50 >50
...orang... 0 4 10 9 9
...%... 0,00 12,50 31,25 28,12 28,12
Jumlah
32
100
Tidak semua golongan usia produktif dengan mudah menerima informasi, karena golongan usia tersebut dapat digolongkan menjadi : golongan pelopor (inovator) usia kurang dari 25 tahun, golongan ini yang paling pertama dan berani untuk mencoba inovasi tanpa mempertimbangkan kerugian-kerugiannya, golongan pengetrap dini (early adaptor) usia antara 25 – 40 tahun, golongan ini adalah golongan muda yang masih mempertimbangkan untung rugi dari suatu inovasi, golongan pengetrap awal (early mayority) usia antara 41 – 45 tahun, golongan ini lebih mudah dalam
38
penerimaan inovasi, sangat hati-hati dan waspada, golongan pengetrap akhir (late majority) usia antara 46 – 50 tahun, golongan ini merupakan golongan penerima inovasi lambat, bersikap skeptis dan lambat menerima suatu inovasi meskipun mempunyai kemampuan, dan yang terakhir golongan laggard usia >65, golongan ini merupakan golongan yang terakhir melakukan adopsi inovasi, golongan ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama, sehingga peternak pada usia ini agak lemah dalam menerima dan menerapkan inovasi baru (Wiriatmadja, 1985). Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan 12,5% responden termasuk dalam golongan pengetrap dini (early adaptor) usia antara 25 – 40 tahun, usia ini masuk dalam usia produktif namun golongan ini masih mempertimbangkan untung ruginya dalam suatu inovasi yang diterapkan. 31,25% responden termasuk golongan pengetrap awal (early mayority) usia antara 41 – 45 tahun, Hal ini menunjukan besarnya potensi sumberdaya manusia (peternak) dalam meningkatkan produktivitas ternak baik kualitas maupun kuantitas, para peternak masih relatif cukup kuat untuk menjalankan kegiatan dan usaha ternak sapi perahnya demi keberhasilan usaha ternaknya. 28,12% responden termasuk golongan pengetrap akhir (late majority) usia antara 46 – 50 tahun, peternak masuk dalam golongan ini, lambat dalam menerima informasi meskipun memiliki kemampuan yang baik dalam menjalankan usaha ternaknya dan 28,18% responden termasuk golongan laggard usia >50, golongan ini agak lemah menerima suatu inovasi karena mereka merasa telah memiliki pengalaman yang cukup baik dalam beternak sehingga mereka cenderung melaksanakan kegiatan beternak sapi perah
39
menurut pengalaman mereka sendiri. Kategori penerima suatu inovasi tidak hanya berdasarkan usia saja, pendidikan, pengalaman, status sosial, tingkat komunikasi serta pengetahuan juga turut mempengaruhi. Pengetahuan diartikan sebagai pemahaman seseorang tentang sesuatu yang nilainya lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya (Mardikanto dkk, 1982). 4.2.2 Pengalaman Beternak Responden Pengalaman beternak responden merupakan lamanya responden berprofesi sebagai peternak. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pengalaman beternak responden Pengalaman Beternak ( tahun ) 10-20 21-30 >30 Jumlah
Jumlah ...orang... 11 15 6 32
...%... 34,37 46,87 18,75 100
Tingkat pengalaman beternak sapi perah responden sangat bervariasi, hal ini dapat dilihat dari lama pengalaman responden dalam beternak sapi perah. Sebanyak 11 orang ( 34,37 %) beternak sapi perah antara dari 10-20 tahun, sebanyak 15 orang (46,87 %) sudah berternak sapi perah lebih antara dari 2130 tahun, dan sebanyak 6 orang ( 18,75 %) sudah beternak sapi perah lebih dari 30 tahun. Pengalaman dalam beternak sapi perah mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan responden, namun responden masih mengandalkan pengetahuan berdasarkan pengalaman mereka bukan berdasarkan pedoman yang ada, hal ini berpengaruh terhadap pelaksanaan peternak. Pengalaman beternak berpengaruh terhadap pembentukan sikap, untuk mempelajari kemungkinan dan masalah yang
40
terjadi, sehingga dapat membantu dalam pelaksanaan beternak sapi perah. Bervariasinya pengalaman responden dalam beternak sapi perah, bervariasi pula pelaksanaan peternak dalam menjalankan dan mengembangkan usaha ternak sapi perahnya. 4.2.3 Tingkat Pendidikan Formal Tabel 4. Tingkat pendidikan formal responden Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Jumlah Pendidikan
Jumlah ...orang... 11 13 8 32
responden
seperti
...%... 34,37 40,63 25 100 yang
tampak
dalam
Tabel
4,
memperlihatkan tingkat pendidikan formal lulusan SD (34,37 %), SMP (40,63 %), dan SMA (25 %). berdasarkan hasil survei semua responden pernah menempuh pendidikan formal, menandakan bahwa semua responden dapat membaca dan menulis. Peluang untuk terserapnya informasi yang diberikan saat diadakan penyuluhan ataupun adanya informasi yang diberikan oleh instansi terkait akan relatif cukup mudah diserap karena Tabel 4 data menunjukan bahwa tingkat pendidikan dengan persentase yang bervariasi antara SD, SMP, SMA. Rakhmat (2001) mengemukakan jika seseorang penuh perhitungan dalam menilai sesuatu akan membuat orang tersebut lebih kritis dalam menerima hal baru, karena pendidikan merupakan salah satu kerangka tujuan yang akan mempengaruhi seseorang memberi makna pada pesan yang diterimanya. Pendidikan nonformal diperoleh dari diskusi dengan anggota lainnya,
41
pembinaan dari ketua kelompok, dan pembinaan dari dinas peternakan. Pemberian informasi diberikan secara langsung seperti adanya penyuluhan atau diskusi bersama ketua ataupun ketua mendapat pelatihan dan pembinaan dari pemerintah pusat. 4.2.4 Mata Pencaharian Utama Responden Mata pencaharian utama responden berdasarkan Tabel 5 sebagian besar mata pencaharian responden 69,70 % adalah peternak sapi perah, sebanyak 24,24 % petani dan sisanya 6,06 % buruh tani. Tabel 5. Mata Pencaharian Utama Responden Mata Pencaharian Peternak sapi perah Petani Pekerja Jumlah
Jumlah ...orang... 23 7 2 32
...%... 71,87 21,87 6,25 100
Mayoritas responden adalah peternak sapi perah yang sudah cukup lama menjalankan usahanya, sebagian besar meneruskan usaha beternak sapi perah orang tuanya. Beternak sapi perah bagi responden untuk saat ini lebih menguntungkan daripada bertani, dengan beternak mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari dari pada bertani. Sebanyak 21, 87%
dan 6,25%
responden menjadikan beternak sapi perah sebagai mata pencaharian tambahan seperti petani dan pekerja karena mereka beranggapan dengan beternak sapi perah peternak bisa memenuhi kebutuhan pokok untuk sehari – hari karena susu bisa dijual tiap harinya.
42
4.3 Kegiatan Penyuluhan Kegiatan penyuluhan diamati melalui penilaian responden yang menekankan aktivitas kegiatan penyuluhan didalamnya berupa perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penyuluhan. Melalui cara perencanaan kegiatan penyuluhan meliputi proses penjajakan kebutuhan sasaran, pelibatan sasaran.dan melalui penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan penyuluhan meliputi penyuluh, materi penyuluhan, metode dan alat bantu penyuluhan, sasaran penyuluhan serta waktu dan tempat penyuluhan.
Tabel 6. Komposisi responden berdasarkan kegiatan penyuluhan Nomor
Uraian
A.
PERENCANAAN KEGIATAN PENYULUHAN
1
Proses penjajakan sasaran Pelibatan sasaran
2 B.A. 3 4 5 6 7
kebutuhan
PELAKSANAAN KEGIATAN PENYULUHAN penyuluh materi penyuluh metode dan alat bantu penyuluhan sasaran penyuluh waktu dan tempat penyuluhan Kegiatan penyuluhan
Kategori tingkat penyuluhan (%)
kegiatan
Tinggi
Sedang
Rendah
62,50
37,50
-
50
50
-
68,75 21,88 46,88 87,50
-
50
-
31,25 100 78,12 53,12 12,50
50
Berdasarkan data Tabel 6, menunjukan sub variabel kegiatan penyuluhan yaitu, penjajakan kebutuhan, pelibatan sasaran, penyuluh, materi penyuluhan, metode dan alat bantu penyuluhan, sasaran penyuluhan serta waktu dan tempat
43
penyuluhan termasuk dalam kategori sedang, hal ini menunjukan bahwa kegiatan penyuluhan sudah cukup baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaannya. 4.3.1 Perencanaan Kegiatan Penyuluhan A. Penjajakan Kebutuhan Sasaran Proses penjajakan kebutuhan sasaran sebanyak 62,50% responden dapat digolongkan pada kategori tinggi sedangkan sebanyak 37,50% responden menilai pada kategori sedang. Kondisi di lapangan menunjukan bahwa tidak semua responden mengikuti proses penjajakan kebutuhan sasaran. Proses penjajakan kebutuhan sasaran sebagian besar hanya dilakukan kepada ketua kelompok dan kemudian disampaikan kepada anggota kelompoknya. Hal tersebut diduga menjadi salah satu penyebab sebagian besar responden merasa tidak dikutsertakan dalam proses penjajakan kebutuhan sasaran. B. Pelibatan sasaran dalam penetapan tujuan Persentase pelibatan sasaran dalam penetapan tujuan tergolong pada kategori tinggi sebanyak 50% responden dan yang tergolong pada kategori sedang sebanyak 50% responden. Hal tersebut menunjukan bahwa anggota peternak sebagian besar terlibat dalam proses penetapan tujuan melalui adanya partisipasi ketua kelompok sebagai perwakilan aspirasi anggota peternak dalam penyusunan program yang akan dilaksanakan.
4.3.2
Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan
A. Penyuluh Penyuluh yaitu petugas penyuluh dari koperasi yang membantu peternak sapi perah dalam melihat suatu masalah yang dihadapi oleh peternak. Kemampuan penyuluh dinilai berdasarkan penilaian responden. data pada Tabel 6, bahwa
44
31,25% responden menilai penyuluh pada kategori tinggi, responden beranggapan bahwa penyuluh sudah mampu untuk membantu responden dalam penentuan keputusan atas masalah yang sedang dihadapi oleh setiap responden Sedangkan 68,75% Responden menilai penyuluh pada kategori sedang. Namun sebagian beranggapan penyuluh masih tergolong kurang mampu untuk membantu responden, hal ini diduga karena sebagian responden termasuk kedalam kelompok laggard yaitu kelompok yang cenderung kurang bisa menerima bantuan penyuluh karena mereka menganggap bahwa pengalaman beternak mereka jadikan untuk kegiatan beternaknya. B. Materi penyuluhan Materi penyuluhan adalah segala sesuatu yang disampaikan dalam proses komunikasi sesuai dengan kebutuhan peternak. Pada Tabel 6 menunjukan bahwa 100% responden menilai tinggi terhadap materi penyuluhan. Hal ini dapat terlihat dari responden yang menyatakan bahwa materi penyuluhan yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan peternak seperti materi yang bersifat teknis dalam tatalaksana beternak sapi perah meliputi panca usaha ternak sapi perah seperti bibit sapi perah, teknis pemeliharaan, penyakit sapi perah, perkandangan, yang dikaitkan dengan pengalaman yang dimiliki oleh peternak setempat dan disertai kenyataan dilapangan. Materi yang disampaikan penyuluh dapat dilaksanakan peternak sesuai dengan kemampuannya, karena tidak menyulitkan, dan bersifat praktis, hal ini dipertegas oleh peternak bahwa materi yang disampaikan penyuluh dapat dilaksanakan dan memberikan kemudahan dalam menangani segala hal yang berhubungan dengan usaha ternak sapi perah serta dapat meningkatkan
45
penguasaan peternak. Dengan demikian, peternak mau dan mampu melaksanakan pesan yang disampaikan penyuluh. C. Metode dan alat bantu penyuluhan Untuk memperoleh kegiatan penyuluhan yang efektif, perlu digunakan metode penyuluhan yang tepat guna, sehingga peternak
dapat mendengar,
melihat, dan merasakan juga melaksanakan contoh-contoh yang diperagakan dengan tujuan untuk memberikan informasi secara teknis dan meningkatkan pengetahuan maupun keterampilan peternak (Belli, 1981). Pada Tabel 6 menunjukan bahwa 78,12% responden menilai tinggi terhadap metode dan alat bantu penyuluhan sedangkan 21,88% responden menilai sedang. Sebagian besar metode dan alat bantu penyuluhan dinilai sudah tepat dalam pelaksanaannya. Metode penyuluhan yang dilakukan menggunakan metode kelompok, karena ketua kelompok selanjutnya menyampaikan kepada anggotanya dan kadangkadang apabila dibutuhkan ada kunjungan petugas penyuluh ke rumah-rumah peternak (anjang sono). Selanjutnya alat bantu penyuluhan berupa perlengkapan penyuluhan bertujuan untuk membantu kelancaran kegiatan penyuluhan maupun untuk memperjelas materi yang akan disampaikan, mudah diingat, dan dipahami oleh responden dinilai cukup puas. Selama kegiatan penyuluhan berlangsung, penyuluh menggunakan alat bantu penyuluhan berupa audio visual, brosur serta melalui siaran radio secara rutin setiap dua minggu satu kali pada tiap jumatnya. Hal ini sangat menguntungkan responden dalam mendapat informasi-informasi selain dari kegiatan penyuluhan yang rutin diadakan.
46
D. Sasaran Penyuluhan Sasaran penyuluhan pertanian adalah siapa sebenarnya yang disuluh atau ditujukan kepada siapa penyuluhan pertanian tersebut (Samsudin, 1987). Jadi sasaran dalam penyuluhan adalah peternak di TPK Pangalengan dan TPK Mekar Mulya yang membutuhkan materi dalam kegiatan penyuluhan tersebut. Pada Tabel 6 terlihat bahwa 53,12% responden menilai pada kategori tinggi, sedangkan sebanyak 46,88% responden pada kategori sedang. Responden merupakan sasaran yang tepat dari kegiatan penyuluhan. Motivasi kehadiran pada kegiatan penyuluhan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi terutama dalam peningkatan keuantitas dan kualitas produksi susu. kondisi dilapangan menunjukan kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan sudah tepat sasaran. Peternak sudah terbantu dalam menentukan keputusan dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
E. Waktu dan Tempat Penyuluhan Waktu dan tempat penyuluhan pertanian merupakan faktor penting karena menyangkut pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang dibatasi oleh lokasi dan waktu pelaksanaannya (Samsudin, 1987). Pada Tabel 6 terlihat bahwa 12,50%
responden menilai tinggi terhadap
waktu dan tempat penyuluhan sebanyak menilai sedang sebanyak 87,50% responden. Waktu pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilokasi penelitian dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 10.00 WIB. Hal ini menjadi faktor penyebab peternak khusunya peternak di TPK Mekar Mulya jarang mengikuti kegiatan penyuluhan dikarenakan bentroknya waktu penyuluhan serta jauhnya tempat penyuluhan. Tidak jelasnya jadwal kegiatan penyuluhan menyebabkan peternak kurang
47
optimal dalam mendapatkan dan melaksanakan inovasi dan informasi yang diberikan. Tempat pelaksanaan kegiatan penyuluhan merupakan faktor penting dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan. Berdasarkan hasil penelitian pada TPK Pangalengan, sebagian besar responden tidak mempermasalahkan waktu dan tempat penyuluhan karena sudah adanya kepastian mengenai tempat, sedangkan untuk TPK mekar mulya, hal yang menjadi masalah yaitu adanya kendala penyesuaian waktu dan tempat penyuluhan dikarenakan jauhnya tempat diadakannya penyuluhan berlangsung. Hal ini menjadi penyebab sebagian besar responden TPK Mekar Mulya jarang mengikuti kegiatan penyuluhan.
4.4 Tingkat Penguasaan Peternak dalam Aspek Kualitas Susu
Tabel.7 Tingkat Penguasaan Peternak dalam Aspek Kualitas Susu Nomor 1 2 3 4 5 6
Uraian
Kategori tingkat penguasaan peternak (%) Tinggi Sedang Rendah
Bibit sapi perah perkandangan pemeliharaan pemberian pakan dan air minum pemerahan penyakit sapi perah
37,50 93,75 65,63 93,75 62,50
37,50 50 6,25 34,37 6,25 9,38
62.50 12,50 28,12
Tingkat penguasaan peternak
56,25
37,50
6,25
Penilaian responden terhadap tingkat penguasaan peternak sapi perah meliputi bibit sapi perah, perkandangan, pemeliharaan, pemberian pakan dan air minum, pemerahan, penyakit sapi perah. Sebanyak 56,25 % responden
48
menilai pada kategori tinggi, 37,50 % responden menilai pada kategori sedang,6,25% responden menilai pada kategori rendah. 4.4.1
Bibit Sapi Perah Tingkat penguasaan peternak sapi perah mengenai bibit sapi perah
menunjukan bahwa Sapi perah yang dipelihara oleh kelompok peternak daerah tempat pengamatan berasal dari peranakan sapi Fries Holland (FH). Pemilihan bibit dilakukan melalui seleksi. Cara penyeleksian bibit sapi perah dapat dilakukan dengan melihat produksi susu, silsilah dan bentuk luar (exterior) serta perkawinan dengan sistem IB yang semen pejantannya telah terseleksi. Pemilihan sapi perah betina berdasarkan produksi susu adalah dengan melihat catatan (recording) susu yang lengkap, sebab dalam suatu masa laktasi produksi tertinggi diperoleh pada bulan pertama dan bulan kedua setelah beranak dan kemudian berangsur turun secara bertahap sampai akhir masa laktasi (Dinas Peternakan, 1991) Sebanyak 37,50% responden menilai pada kategori sedang, responden memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai bibit sapi perah, namun 62,50% responden menilai pada kategori rendah, responden tidak mengetahui bibit sapi perah yang baik serta dalam pelaksanaan seleksi masih dibantu dan ditangani oleh petugas kesehatan hewan setempat yang berwenang. Hal ini menjadi faktor rendahnya pengetahuan responden terhadap bibit sapi perah dan dapat dikatakan menjadi faktor pendorong peternak agar dapat lebih memahami hal-hal yang berhubungan dengan bibit sapi perah tersebut.
49
4.4.2
Perkandangan Kandang merupakan bagian yang berpengaruh untuk keberhasilan usaha
ternak sapi perah serta bagian dari sistem pemeliharaan sapi perah. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperlihatkan pada tabel 7 menunjukan bahwa 37,50% responden termasuk dalam golongan kategori tinggi. 50% Responden termasuk dalam golongan kategori sedang dan 12,5% responden termasuk dalam kategori rendah.. Sebanyak 37,50% responden sudah memahami mengenai perkandangan dengan baik dengan menempatkan lokasi kandang responden cukup jauh dengan pemukiman, menempatkan letak kandang dengan sesuai, kontruksi kandang sudah permanen, sinar matahri baik, ventilasi baik, lantai menggunakan semen namun sebagian besar peternak yang menempatkan kandang sapi perahnya berdekatan dengan tempat tinggal dikarenakan beberapa faktor seperti tidak memliki lahan lain untuk dijadikan kandang. Mengenai pengaturan drainase, secara keseluruhan responden sudah memliki saluran pembuangan air dan kotoran air yang baik. Sumber mata air yang digunakan oleh responden yaitu dengan menggunakan PDAM seluruhnya sudah tersedia cukup banyak.
4.4.3 Pemeliharaan Tata laksana pemeliharaan sangat mempengaruhi sekali akan kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan, karena faktor-faktor yang mendukung untuk terjaminnya susu yang higienis terdapat pada teknis pemeliharaan. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat pada Tabel 7 sebanyak 93,75% responden menyatakan bahwa tingkat pelaksanaan pemeliharaan di TPK Pangalengan dan TPK Mekar Mulya mencapai kategori tinggi. Sedangkan sisanya mencapai 6,25%
50
responden dapat digolongkan kedalam kategori sedang dalam pelaksanaan pemeliharaannya. Kebersihan sapi perah dan kebersihan kandang nya sangat penting untuk dijaga kebersihannya, karena merupakan faktor penentu keberhasilan usaha ternak sapi perah , menjadi suatu dasar kenyamanan bagi ternak sapi perah agar merasa tenang dan terlindung sehingga dengan kondisi ini, sapi perah dapat menghasilkan kuantitas dan kualitas susu yang baik. Umumnya, responden membersihkan ternak sapi perah dan kandang dua kali dalam sehari yaitu sebelum melaksanaan pemerahan. Sebagian besar responden sudah memiliki pencatatan (recording) yang baik, berupa catatan kesehatan ternak sapi perah, serta catatan produksi yang setiap saat dibawa pada saat menyetorkan susu ke TPK. 4.4.4 Pemberian Pakan dan Air Minum Faktor penunjang lain yang mendukung keberhasilan usaha ternak sapi perah yaitu pemberian pakan dan air minum. Pada Tabel 7 dapat dlihat bahwa sebanyak 65,63% responden di TPK Pangalengan dan TPK Mekar Mulya menyatakan bahwa pengetahuan dan pelaksanaan pakan sudah mencapai kategori tinggi. Sedangkan sebanyak 34,37% responden tergolong pada kategori sedang. Seekor sapi perah yang daya produksinya tinggi akan menurun baik kualitas maupun kuantitasnya bila tidak mendapat pakan yang cukup sesuai dengan kebutuhannya. Pakan yang dikonsumsi seekor ternak perah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan produksi susu. Dengan demikian pakan harus cukup mengandung kalori, protein, vitamin, dan mineral yang seimbang bagi kebutuhannya. Pemberian pakan ternak dilakukan dua kali sehari secara manual, yaitu pada pagi hari saat sapi perah setelah diperah sekitar jam 06.00 WIB dan sebelum
51
diperah pada sore hari yaitu pada pukul 14.00 WIB. Menurut holmes (1988), bahwa peningkatan pemberian pakan yang berkualitas dapat meningkatkan kualitas produksi susu, dan berpengaruh terhadap ketahanan penyakit. Kualitas hijauan yang diberikan oleh responden TPK Pangalengan dan TPK mekar Mulya berupa rumput gajah dan king grass dan sebagian limbah pertanian berupa batang dan daun jagung. Penyajian hijauan dilakukan denan dipotong-potong dan dicincang dengan baik sudah dilaksanakan oleh sebagain besar responden pada TPK Pangalengan dan TPK mekar Mulya. Selain hijauan, juga diberikan konsentrat untuk menambah nutrisi pada sapi perah agar dapat menghasilkan kauntitas dan kualitas susu yang baik. konsentrat yang diberikan koperasi kepada responden memiliki beragam jenis, kualitas dan harga. Semakin tinggi harga konsentrat, semakin tinggi pula kaulitas konsentrat tersebut. Air minum yang diberikan pada ternak sapi perah seluruhnya berasal dari PDAM. Air PDAM ditampung terlebih dahulu pada tangki air kapasitas 2000 liter yang selanjutnya didistribusikan pada proses produksi. 4.4.5 Waktu Pemerahan Berdasarkan hasil pengamatan, responden di TPK Pangalengan dan TPK Mekar Mulya menyatakan sebanyak 93,75% responden tergolong pada kategori tinggi, sudah melaksanakan pemerahan pada waktu yang sesuai dengan standar pemerahan. Pemerahan dilakukan terhadap sapi perah laktasi secara manual atau menggunakan tangan. Frekuensi pemerahan dilakukan dua kali dalam sehari dan hal tersebut dijalankan oleh seluruh responden. Waktu pemerahan dilaksanakan pada pagi hari pukul (04.30-06.00 WIB) dan sore hari pukul 14.00 WIB. Namun sebanyak 6,25% responden termasuk pada kategori sedang, karena beberapa peternak masih kurang tepat waktu dalam melakukan pemerahan. Seluruh
52
responden dapat dikatakan sudah baik dalam melaksanakan pemerahan, responden yang secara rutin melaksanakan aktivitas pemerahan ini menjadi sudah terbiasa dalam melakukan hal-hal sebelum melakukan pemerahan berupa membersihkan sekitar ambing dari segala macam bentuk kotoran. Pemerahan dilakukan sampai habisnya air susu yang keluar dari puting susu sapi agar tidak tersisa susu dari puting susu. Karena tidak bersihnya pemerahan dapat menyebabkan penyakit mastitis pada sapi perah.
4.4.6 Kesehatan sapi perah Pelayanan kesehatan ternak sapi perah dilaksanakan oleh petugas kesehatan (keswan) yang ada di KPBS. Pelayanan diberikan berdasarkan laporan yang disampaikan oleh peternak pada petugas keswan. Pada umumnya, peternak melaporkan langsung melalui catatan kesehatan ternak sapi perah yang dipeliharanya jika terserah infeksi penyakit. Berdasarkan hasil survey yang diperlihatkan pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa sebanyak 62.50% responden menyatakan bahwa penerapan kesehatan sapi perah di TPK Pangalengan dan TPK Mekar Mulya tergolong pada kategori tinggi. Sisanya sebanyak 9,37% responden tergolong pada kategori sedang, dan sebanyak 28,13% responden tergolong pada kategori rendah. Pengetahuan peternak terhadap gejala penyakit umum serta penyebab umum dari ternak sapi perah yang dimilikinya yang sedang mengalami gejala sakit, secara keseluruhan telah diketahui oleh responden, namun pengetahuan meraka terhadap cara pencegahannya dan penanggulangan tidak mereka kuasai dengan baik. Hal ini karena peternak kurang memperhatikan kebersihan lingkungan, dan pada saat ternak mengalami gejala sakit yang memiliki wewenang dalam
53
menangani ternak tersebut yaitu hanyalah petugas kesehatan hewan (keswan). Dengan keadaan tersebut, peternak merasa optimis akan kesembuhan penyakit yang telah dialami oleh setiap sapi perahnya. Petugas keswan yang menangani tersebut langsung memberikan berbagai bentuk pengobatan sebagaimana mestinya sampai ternak tersebut sembuh. 4.5 Hubungan antara Kegiatan Penyuluhan dengan Tingkat Penguasaan Peternak Sapi Perah dalam Aspek Kualitas Susu Berdasarkan hasil perhitungan dengan korelasi Rank Spearman (rs) pada tingkat signifikasi 0,01 hubungan antara kegiatan penyuluhan dengan tingkat penguasaan peternak sapi perah dalam aspek kualitas susu menghasilkan koefisien sebesar 0,785. Setelah dilakukan uji signifikansi diperoleh t hitung sebesar 6,94 dan angka tersebut lebih besar dari t Tabel yaitu 2,037 ( Tabel uji T pada Siegel) yang berarti Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif (searah) antara kegiatan penyuluhan dengan tingkat penguasaan peternak sapi perah dan diinterpretasikan ke dalam aturan Guilford, termasuk kategori yang memiliki hubungan kuat bisa diandalkan (rs > 0,70). Adanya hubungan positif yang kuat antara kegiatan penyuluhan dengan tingkat penguasaan peternak dapat dicermati dari hasil penelitian lapangan dapat diperoleh bahwa tingginya kegiatan penyuluhan di KPBS Pangalengan tersebut diikuti oleh baiknya tingkat penguasaan peternak dalam aspek kualitas susu dari anggota koperasi bersangkutan. Adanya korelasi yang signifikan antara kegiatan penyuluhan dengan tingkat penguasaan peternak sapi perah memperkuat anggapan bahwa kegiatan penyuluhan merupakan kunci penting, baik membantu peternak dalam mengambil keputusan sebagai pencapaian keberhasilan dari usahanya, meningkatkan pengetahuan, memiliki kemampuan dalam menguasai
54
dan keterampilan melaksanakan aspek teknis dalam beternak. Namun demikian, secara kualitatif masih ada kesenjangan antara kegiatan penyuluhan dengan tingkat penguasaan peternak sapi perah. Hal ini mengandung makna hubungan antara kegiatan penyuluhan dengan tingkat penguasaan peternak.hasil ini menunjukan bahwa semakin tinggi kegiatan penyuluhan makan akan semakin tinggi pula tingkat penguasaan peternak dalam aspek kualitas susu. Sebaliknya, jika kegiatan penyuluhan rendah maka akan rendah pula tingkat penguasaan peternaknya. Hasil survei menunjukan mayoritas responden menilai kegiatan penyuluhan tergolong dalam kategori tinggi dan sebagian menilai dalam kategori sedang, ditinjau dari unsur-unsur kegiatan penyuluhan yang diteliti. Kualitas yang dimiliki penyuluh dinilai baik oleh para peternak, kemampuan penyuluh dalam melihat suatu masalah, pengetahuan, keterampilan, disiplin tinggi, dan sikap rendah hati membuat peternak merasa termotivasi untuk mengikuti kegiatan penyuluhan. Materi yang disampaikan penyuluh dapat dilaksanakan sesuai kemampuan peternak dan bersifat praktis sehingga mudah dilaksanakan dan memberikan kemudahan dalam menangani segala hal yang berhubungan dengan tingkat penguasaan peternak sapi perah dalam aspek kualitas susu. Metode kelompok yang dilakukan yaitu metode kelompok. Metode ini dinilai sudah efektif dan efisien untuk digunakan karena dapat dilakukan secara berdiskusi, saling tukar pendapat dan pengalaman. Uraian diatas memperlihatkan bahwa tingginya pelaksanaan kegiatan penyuluhan diakibatkan oleh unsur-unsur kegiatan penyuluhan berada pada tingkat yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan unsur-unsur yang mempengaruhi
55
penguasaan peternak sapi perah dalam kategori baik, sehingga penguasaan peternak sapi perah menjadi tinggi.