BAB 3 3.1
HASIL DAN ANALISA
Penentuan Batas Penetrasi Maksimum
Zonasi kedalaman diperlukan untuk mendapatkan batas penetrasi cahaya ke dalam kolom air. Nilai batas penetrasi akan digunakan dalam konversi nilai digital ke nilai kedalaman. Nilai batas penetrasi juga dipakai untuk mengeliminasi nilai piksel yang tidak dipakai, yaitu nilai digital untuk darat dan nilai digital untuk daerah yang lebih dalam dari batas penetrasi. Penentuan batas penetrasi maksimum dilakukan dengan analisa plot nilai digital citra (R) terhadap kedalaman hasil survei hidro akustik
Kedalaman (m)
(Gambar 3.1 sampai Gambar 3.4).
Gambar 3.1 Plot kedalaman terhadap R, band 1.
Grafik D terhadap R, band 2 0 10
Kedalaman (m)
20 30 40 50 60 70 20
30
40
50
60
70
Nilai digital Gambar 3.2 Plot kedalaman terhadap R, band 2.
14
80
90
100
Kedalaman (m) Kedalaman (m)
Gambar 3.3 Plot kedalaman terhadap R, band 3.
Gambar 3.4 Plot kedalaman terhadap R, band 4.
Gambar 3.1 sampai Gambar 3.4 menunjukkan kedudukan R rata-rata pada tiap selang kedalaman. Hasil plot menunjukkan penetrasinya hingga kedalaman di atas 40m yang tidak sesuai dengan informasi batas penetrasi kedalaman pada tabel 2.1 (Jupp et al.,
15
1986). Rentang panjang gelombang berbeda-beda seharusnya berdampak pada kemampuan penetrasi ke dalam kolom air yang berbeda juga. Selain itu dalam Gambar 3.1 sampai 3.4 dapat diamati adanya 2 kecenderungan (Gambar 3.5). Kedua kecenderungan ini menandakan adanya dua pola umum kenaikan nilai digital terhadap kedalaman dalam satu band, yang tidak seharusnya terjadi dalam panjang gelombang yang sama. Karena itu harus dicari cara untuk mendapatkan batas penetrasi cahaya
Kedalaman (m)
dalam air.
= kecenderungan
Gambar 3.5 Plot kedalaman terhadap R dengan garis penunjuk kecenderungan.
Menurut Melsheimer & Liew (2001), fungsi nilai digital citra bersifat eksponensial terhadap kedalaman. Jika diplot dalam grafik logaritmik, perubahan nilai digital R terhadap kedalaman akan diperbesar. Artinya jika laju perubahan nilai digital terhadap kedalaman mulai tidak teratur, titik baliknya dapat diamati. Berdasarkan anggapan tersebut maka dibuat plot kedalaman terhadap log slope. Log slope mewakili laju perubahan nilai digital citra. Pada Gambar 3.6 sampai Gambar 3.9, saat kurva mulai menunjukkan ketidak teraturan dalam penurunan laju perubahan nilai digital berarti gelombang sudah mencapai batas penetrasi. Artinya gelombang tidak dapat digunakan untuk mendeteksi batimetri.
16
Kedalaman (m)
X: 2.38 Y:4.5
Laju perubahan nilai digital
Kedalaman (m)
Gambar 3.6 Plot kedalaman terhadap laju perubahan nilai digital, band 1.
X: 0.626 Y:5.5
Laju perubahan nilai digital Gambar 3.7 Plot kedalaman terhadap laju perubahan nilai digital, band 2.
17
Kedalaman (m)
X: 0.304 Y:6.0
Laju perubahan nilai digital Gambar 3.8 Plot kedalaman terhadap laju perubahan nilai digital, band 3.
Kedalaman (m)
X: 0.966 Y: 7
Laju perubahan nilai digital Gambar 3.9 Plot kedalaman terhadap laju perubahan nilai digital, band 4.
Dari Gambar 3.6 sampai Gambar 3.9 pola penurunan laju perubahan nilai digital terhadap kedalaman menunjukkan hasil yang sesuai dengan rentang panjang
18
gelombang tiap band. Dari Gambar 3.6 sampai Gambar 3.9 didapatkan nilai batas penetrasi maksimum untuk tiap band gelombang sensor SPOT(Tabel 3.1). Tabel 3.1 Batas penetrasi maksimum pada kolom air.
Batas penetrasi maksimum (m)
Batas penetrasi maksimum (Nilai digital)
Band 1
4.5
70.52
Band 2
5.5
47.59
Band 3
6
29.95
Band 4
7
24.7
3.2
Analisa Sebaran Nilai Digital
Dari nilai digital citra akan dicari tingkat kemampuan konstanta optimal yang dipakai untuk mewakili sifat tutupan dasar laut dan mendapat data batimetri. Kesesuaian akan dilihat dari sebaran nilai digital untuk tiap nilai kedalaman. Untuk analisa sebaran nilai digital ini dibuat plot sebaran nilai digital untuk tiap rentang kedalaman 0.5m (Gambar 3.10 sampai 3.13). Batas 0.5m diambil dari batas ketelitian data survei orde satu menurut IHO (1998). Ketelitian ini merupakan fungsi terhadap kedalaman yang dinyatakan oleh:
a 2 + (b *d)2
(2.5)
dengan a = kesalahan konstan = 0.5, b = faktor kesalahan variabel kedalaman= 0.013, dan d = nilai kedalaman. Sehingga didapatkan nilai toleransi orde satu untuk survei kali ini sebesar 0.50m. Nilai d diambil 4.5 untuk menyesuaikan dengan nilai survei hidro akustik terdalam yang dipakai dalam analisa akhir. Berdasarkan tingkat ketelitian di atas, untuk rentang kedalaman 0.5m, seharusnya plot sebaran menunjukkan satu nilai digital rata-rata karena berada dalam nilai kedalaman yang sama. Hasil plot sebaran nilai digital pada kedalaman yang sama menunjukkan sebaliknya (Gambar 3.10 sampai Gambar 3.13). Hasil plot menunjukkan banyak variasi nilai digital dengan frekuensi yang hampir sama. Ini menunjukkan dalam satu nilai kedalaman tidak terdapat satu nilai digital yang dominan. Hal ini menandakan bahwa nilai konstanta yang dipakai tidak mewakili jenis tutupan seluruh daerah survei.
19
Jumlah data Jumlah data
Gambar 3.10 Plot sebaran nilai digital pada kedalaman 0:0.5m.
Gambar 3.11 Plot sebaran nilai digital pada kedalaman 0.5:1.0m.
20
Jumlah data Jumlah data
Gambar 3.12 Plot sebaran nilai digital pada kedalaman 1.0:1.5m.
Gambar 3.13 Plot sebaran nilai digital pada kedalaman 1.5:2.0m.
3.3
Analisa Hasil Klasifikasi dengan Deviasi Kedalaman
Untuk dapat mengetahui batimetri sebenarnya dari daerah survei, variasi nilai digital yang ditunjukkan pada Gambar 3.10 sampai Gambar 3.13 harus dieliminasi. Solusinya adalah dengan mencari jenis tutupan dasar laut di daerah survei. Jika jenis tutupan dasar perairan diketahui, maka dapat dicari konstanta atenuasi yang berbeda
21
untuk titik dengan jenis materi tutupan yang berbeda. Metode mencari pola tutupan dasar laut adalah dengan klasifikasi citra. Untuk mengetahui kesesuaian antara deviasi nilai kedalaman dengan tutupan dasar laut, harus ada acuan yang mewakili tutupan dasar perairan. Jenis tutupan dasar perairan didapat dari klasifikasi citra dengan bantuan ER Mapper. Klasifikasi dilakukan dengan metode unsupervised classification untuk membagi citra dalam 5 daerah. Daerah-daerah ini mewakili jenis tutupan dasar perairan (Gambar 3.14). Data yang dipakai adalah format ers dari citra SPOT Pulau Semak Daun. Hasil yang didapat dari klasifikasi citra menunjukkan jenis tutupan dasar laut. Untuk mencari kesesuaian antara akurasi ekstraksi citra dengan jenis tutupan dasar laut citra perlu dikonversi ke nilai kedalaman untuk mencari deviasi kedalaman hasil ekstraksi citra.
Gambar 3.14 Hasil klasifikasi citra SPOT Pulau Semak Daun.
Setelah nilai batas dari tiap zona kedalaman diketahui (Tabel 3.1), seluruh nilai digital dapat dikonversi ke nilai kedalaman dengan memakai penurunan hukum Beer Lambert (Melsheimer & Liew, 2001) yaitu:
1 z = − (log[R(z) − R(∞)] − log[R(0) − R(∞)]) g
(2.4)
Memakai persamaan di atas, tiap nilai digital piksel dalam citra akan dikonversikan menjadi nilai kedalaman. Pada tugas akhir ini dipakai nilai konstanta optimal g = 0.26 dari penelitian sebelumnya (Poerbandono et al., 2006) untuk materi pasir. Sebelum 22
nilai digital dikonversikan ke nilai kedalaman, piksel yang tidak dipakai dieliminasi. Piksel yang tidak dipakai adalah piksel dengan nilai digital di atas R(0) dan di bawah
R(∞) . Nilai ini mewakili darat dan daerah yang terlalu dalam untuk ditembus cahaya. Dalam konversi ini kedalaman hasil survei akustik dianggap sebagai nilai yang benar. Nilai kedalaman hasil konversi dikurangi dengan nilai kedalaman hasil survei akustik untuk mendapatkan deviasi kedalaman hasil konversi citra. Titik-titik survei yang ada dibagi ke tiga kelas berdasarkan nilai deviasi tiap titik dan nilai batas 0.61m. Nilai 0.61m diambil dari nilai kesalahan absolut rata-rata dari perbandingan kedalaman titik pada lajur perum silang dan perum utama (Pratomo et al., 2006). Spesifikasi tiap kelas
adalah:
•
under estimate : titik-titik dengan selisih kedalaman ekstraksi citra dan hasil survei kurang dari -0.61m.
•
fit estimate
: titik-titik dengan selisih kedalaman ekstraksi citra dan hasil
survei bernilai di antara -0.61 hingga +0.61m.
•
over estimate
: titik-titik dengan selisih kedalaman ekstraksi citra dan hasil
survei lebih besar dari 0.61m.
Unsupervised classification dilakukan dalam ER Mapper. Proses ini membagi citra ke dalam lima zona warna berdasarkan perbandingan nilai digital tiap piksel. Deviasi kedalaman dibandingkan dengan data citra dengan cara ditampalkan pada citra hasil klasifikasi (Gambar 3.15 sampai Gambar 3.17). Tujuannya untuk melihat kesesuaian antara tiap kelas deviasi dengan jenis tutupan dasar laut. Tiap zona warna mewakili satu jenis tutupan dasar perairan. Hasil yang didapat menunjukkan titik-titik dalam kelas yang sama terletak pada zona dengan warna yang sama.
23
+ = Titik survei akustik Gambar 3.15 Unsupervised classification dari titik-titik survei under estimated.
+ = Titik survei akustik Gambar 3.16 Unsupervised classification dari titik-titik survei over estimated.
+ = Titik survei akustik Gambar 3.17 Unsupervised classification dari titik-titik survei fit estimated.
24
Unsupervised classification dilakukan dengan bantuan ER Mapper memakai data awal pulau seribu.ers untuk mengklasifikasikan data citra ke dalam lima daerah (Tabel 3.1). Daerah ini mengidentifikasikan jenis tutupan dasar laut. Warna-warna di luar tabel ini adalah nilai di luar batas penetrasi maksimum. Tabel 3.2 Statistik tiap daerah klasifikasi.
Warna Daerah Kuning Magenta Biru gelap Abu-abu Merah
Keterangan
Band 1
Band 2
Band 3
Band 4
Variasi Nilai Nilai Rata-rata Variasi Nilai Nilai Rata-rata Variasi Nilai Nilai Rata-rata Variasi Nilai Nilai Rata-rata Variasi Nilai Nilai Rata-rata
32-92 55.824 34-86 62.793 71-132 96.507 86-176 124.123 37-219 62.902
20-61 41.263 22-78 49.800 41-96 73.347 77-191 100.692 34-233 57.690
3-63 24.884 11-127 34.597 5-112 31.030 11-181 40.569 49-254 112.766
9-64 31.181 12-101 40.747 9-87 32.336 10-98 36.257 39-204 86.336
Setelah dilakukan unsupervised classification didapatkan beberapa hasil yang dapat dianalisa. Pada Gambar 3.15 sampai Gambar 3.17 terlihat kesesuaian antara titik di tiap kategori dengan jenis tutupan hasil klasifikasi. 100% Titik-titik under estimate dalam Gambar 3.15 berada dalam daerah abu-abu, 73% titik-titik over estimate dalam Gambar 3.16 (400 dari 553 titik) berada dalam daerah warna merah muda, dan 100% titik-titik fit estimate dalam Gambar 3.17 berada dalam daerah warna biru. Hal ini menunjukkan bahwa titik-titik survei akustik pada kelas yang sama (under estimated,
over estimated dan fit estimated) terletak pada daerah yang jenis tutupannya sama. Perbedaan jenis tutupan berarti perbedaan sifat materi pembentuknya dalam memantulkan dan menyerap cahaya. Perbedaan sifat materi menyebabkan perbedaan respon sensor SPOT dalam mendeteksi batimetri titik-titik pada kedalaman yang sama. Tingkat hubungan antara deviasi hasil konversi citra dengan klasifikasi daerah survei akan dinyatakan dengan nilai korelasi a/b, dimana a adalah jumlah titik dalam tingkat deviasi tertentu yang terdapat pada daerah klasifikasi yang sama dan b adalah jumlah titik keseluruhan dalam tingkat deviasi tertentu. Didapatkan nilai korelasi untuk ketiga tingkat akurasi adalah: 1.0 untuk tingkat deviasi under estimate, 0.72 untuk tingkat deviasi over estimate dan 1.0 untuk tingkat deviasi fit estimate. Nilai korelasi yang tinggi menyatakan bahwa jenis tutupan dasar perairan yang berbeda sifat pemantulannya berbeda dan tidak dapat diwakili hanya dengan satu konstanta optimal.
25