ABSTRACT
YOLANDA MARLA TANIA NANGKAH APITULEY. Development Model of Fresh Fish Marketing System in the Region of Central Maluku. Supervised by EKO SRI WIYONO, MUSA HUBEIS and VICTOR P.H NIKIJULUW. Fishery products are perishable and its production centers scattered as well as far from the center of consumption. As seasonal is one of its characteristics while the consumption is relatively stable, it requires special treatment in marketing in order to maintain the quality. The study was carried out in May to October 2011 and located in some selected fresh fish markets in the Region of Central Maluku. The aims of this study were to: (1) analyze the fresh fish marketing, (2) analyze the integration degree of fresh fish markets, (3) develop some strategies and scenarios of fresh fish marketing, and (4) develop a model of fresh fish marketing system in the Region of Central Maluku. Data analysis methods for achieving the aims of this research were: Market Structure-Conduct-Performance analysis, Ravallion model and Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats analysis. The result indicated that market concentration (CR4) was 34.44% and HHI value 556.71, implying that the fresh fish market structure was loose oligopoly and competitive relatively. Five fresh fish marketing channels in this area were (1) Fishermen – Consumers, (2) Fishermen – Retailers – Consumers, (3) Fishermen – Wholesalers – Retailers – Consumers, (4) Fishermen – Wholesalers – Cold Storage – Retailers – Consumers and (5) Fishermen – Wholesalers – Cold Storage – Agents. The all marketing agencies in each channel conducted the functions of selling, risk, costing and market information. The retailers undertook the whole marketing function while others only some. The sellers‟ strategies to attract buyers were reducing the selling price, adding one or two fish to the buyer, disposing the heads and entrails of fish (specifically for Rastrelliger sp), composing the fish on top of the bamboo or pieces of styrofoam (for Selaroides sp and Decapterus sp) and giving cut off services (especially for Katsuwonus pelamis and Thunnus sp and so on). Fishermen received a larger part in a short marketing channel, so the marketing margin was small. Instead, a long marketing channel could lead to the small revenue of the fishermen. The price of fish was fluctuated over time, however the fish price integrated only between markets of Binaya (District of Central Maluku) and Piru (District of Western Seram). Strategies offered to develop fresh fish marketing system are developing a friendly ecosystem of capture fisheries, developing handling and marketing infrastructures, increasing processors‟ skills of handling and processing, enhancing the cooperation with financial institutions in providing capital and facilitating access of fishermen in order to get credit to expand their business, creating an institution that has mandate to stabilize fisheries products prices, integrating surveillance with local communities and prohibition of fish imports, and tightening the mechanism and function of supervision. Key words: fresh fish, marketing, price, region of Central Maluku
RINGKASAN YOLANDA MARLA TANIA NANGKAH APITULEY. Model Pengembangan Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO, MUSA HUBEIS dan VICTOR P.H NIKIJULUW. Produk perikanan bersifat mudah busuk dan rusak, serta sentra produksinya tersebar dan jauh dari pusat konsumsi. Sifatnya yang musiman sementara konsumsi yang relatif stabil sepanjang tahun, memerlukan perlakuan khusus dalam pemasaran untuk mempertahankan mutu dan keawetan ikan. Harga produk perikanan tergolong fluktuatif dengan rentang tingkat yang sangat lebar, menyulitkan prediksi usaha, baik dalam perhitungan rugi laba, maupun manajemen risiko. Tidak diaplikasikannya rantai dingin dalam proses penanganan produk pasca panen oleh nelayan juga menyebabkan rendahnya proses tawar menawarnya (bargaining position), sehingga cenderung memperoleh hasil yang tidak sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi, padahal pasar merupakan tujuan akhir dari suatu kegiatan perikanan. Agar kegiatan ini berkembang dengan baik, dibutuhkan berbagai persyaratan di antaranya adalah kegiatan tersebut harus efisien dan produk yang dihasilkan bermutu, serta mampu memanfaatkan peluang pasar yang ada. Kawasan Maluku Tengah (KMT) memiliki 169 pulau yang terbagi di lima (5) Kabupaten, yaitu Kabupaten Buru (termasuk Kabupaten Buru Selatan) 30 pulau, Maluku Tengah 42 pulau, Seram Bagian Barat 52 pulau dan Seram Bagian Timur 45 pulau. Letak pulau-pulau yang menyebar dengan sarana dan prasarana yang tidak memadai, seringkali mengakibatkan transportasi dari dan ke tempat tersebut rawan bencana. Kondisi seperti ini juga turut memengaruhi proses pemasaran produk perikanan tangkapan nelayan KMT, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya inefisiensi usaha dan berujung pada rendahnya tingkat penerimaan nelayan. Penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Oktober 2011 dan berlokasi di beberapa pasar ikan di KMT. Tujuan penelitian ini menyusun strategi pengembangan pemasaran produk perikanan di KMT, yang dicapai melalui tahapan tujuan khusus : (1) Menganalisis sistem pemasaran ikan segar di KMT, (2) Menganalisis derajat integrasi pasar ikan segar di KMT, (3) Menyusun strategi pengembangan pemasaran ikan segar yang efisien di KMT. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dengan pendekatan sistem untuk menganalisis sistem pemasaran ikan segar di KMT. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya dan dilakukan terhadap pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan para birokrat yang berkepentingan dalam bidang pemasaran produk perikanan. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka terhadap penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya. Sistem pemasaran ikan segar dianalisis dengan Market Structure-Conduct-Performance Analysis. Derajat integrasi pasar ikan segar dianalisis dengan Ravallion Model dan strategi pengembangan pemasaran ikan segar diperoleh setelah melakukan analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT) kualitatif.
Hasil analisis menunjukkan rataan derajat konsentrasi pedagang pengumpul CR4 sebesar 34.44 %, yang artinya pasar ikan segar di KMT berbentuk oligopoli dan bersifat sangat terkonsentrasi serta kompetitif. Lima bentuk saluran pemasaran ikan segar di Kawasan tersebut adalah (1) Nelayan– Konsumen, (2) Nelayan–Pedagang Pengecer–Konsumen, (3) Nelayan–Pedagang Pengumpul–Pedagang Pengecer–Konsumen, (4) Nelayan–Pedagang Pengumpul– Cold Storage–Pedagang Pengecer–Konsumen dan (5) Nelayan–Pedagang Pengumpul–Cold Storage–Pedagang Besar. Seluruh lembaga pemasaran yang ada pada setiap saluran pemasaran ikan segar melakukan fungsi jual, risiko, biaya dan informasi pasar. Pedagang pengecer melakukan seluruh fungsi pemasaran yang ada, sementara lembaga pemasaran lainnya hanya melakukan sebagian. Strategi pedagang untuk menarik pembeli adalah : menurunkan harga jual, menambah satu, atau dua ekor ikan kepada pembeli, membersihkan ikan dengan cara membuang kepala dan isi perutnya (khusus untuk ikan sardin), menyusun ikan di atas belahan bambu atau potongan styrofoam dan memberikan layanan potong (khusus untuk ikan cakalang, tatihu dan sebagainya). Nelayan menerima bagian yang lebih besar apabila saluran pemasaran pendek, sebaliknya, saluran pemasaran yang panjang dapat mengakibatkan penerimaan nelayan menjadi kecil. Jenis ikan yang banyak muncul di pasar lokasi penelitian dilangsungkan pada bulan Mei – Oktober 2011 adalah Cakalang, Madidihang, Selar, Layang, dan Tongkol dengan rataan harga per kg berturut-turut Rp18 833, Rp17 109, Rp17 046, Rp16 566 dan Rp16 421. Harga ikan di setiap pasar sangat berfluktuasi. Harga ikan di pasar Leihitu berada di bawah rataan harga ikan di pasar. Pasar-pasar di KMT hampir tidak ada yang terintegrasi, kecuali Pasar Binaya (Maluku Tengah) dengan pasar Piru (SBB). Jauh dekatnya jarak antar pasar tidak mempengaruhi keadaan integrasi pasar. Strategi yang ditawarkan dalam pengembangan sistem pemasaran ikan segar di KMT adalah : (a) Strategi Strengths–Opportunities (SO) : pengembangan perikanan tangkap berwawasan lingkungan, pengembangan integrasi sarana dan prasarana pemasaran dan pengolahan, serta peningkatan keterampilan penanganan dan pengolahan ikan, (b) Strategi Weaknesses–Opportunities (WO) : meningkatkan kerjasama dengan lembaga keuangan dalam menyediakan modal usaha dan memudahkan nelayan mengakses kredit agar dapat memperluas usahanya serta membentuk lembaga yang memiliki mandat untuk melaksanakan stabilisasi harga produk perikanan, (c) Strategi Strengths–Threats (ST) : melakukan pengawasan terpadu dengan melibatkan masyarakat lokal serta pelarangan ikan impor, memperbaiki distribusi bahan baku dengan cara menyediakan sarana prasarana produksi, serta pemasaran produk perikanan, meningkatkan fungsi-fungsi lembaga pemasaran, mengetatkan mekanisme dan fungsi pengawasan, agar kehidupan nelayan tidak akan semakin terpuruk, dan (d) Strategi Weaknesses–Threats (WT) : peningkatan kapasitas pengamanan laut, pelarangan penjualan ikan impor yang mengandung bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan tubuh, peningkatan sarana-prasarana produksi, serta pemasaran produk perikanan, pengetatan mekanisme dan fungsi pengawasan. Intervensi dan pengawasan Pemerintah terhadap fluktuasi harga ikan di KMT sangat diperlukan, agar tercipta kestabilan harga. Intervensi ini dapat dilakukan melalui pembentukan lembaga atau institusi yang dapat mengontrol fluktuasi harga dan ketersediaan produk di pasar. Fluktuasi harga produk
perikanan selain dipengaruhi oleh musim, juga sangat dipengaruhi oleh mutu produk itu sendiri. Oleh karena itu, Pemerintah bersama pihak swasta perlu mengupayakan pabrik-pabrik es pada sentra-sentra produksi, agar mutu produk tetap terjamin dan menyediakan cold storage di daerah pemasaran untuk mempermudah nelayan menjual produknya, serta pedagang dapat membeli ikan ketika musim susah ikan. Ketergantungan nelayan terhadap pedagang perantara harus dikurangi dengan cara pemberian bantuan finansial, terutama pada musim bukan ikan, agar posisi tawar nelayan dapat meningkat. Sebagai salah satu penentu terintegrasinya pasar, jaringan komunikasi perlu diperluas agar informasi pasar terjangkau ke seluruh lembaga pemasaran yang ada di pelosok Provinsi Maluku. Pembinaan dan pendampingan terhadap usaha pengolahan perikanan tradisional, agar jumlah ikan terbuang pada musim ikan dapat diminimalisir dan mutu produk olahan memiliki daya saing.