Karo, 02 Juni 2007
HARMONISASI PROGRAM PEMBERDAYAAN Oleh: Irawan Hasan, Askoorkot Kab. Karo, KMW IV P2KP-3 Sumatera Utara Kemiskinan. Kata yang sangat sederhana, namun mengandung arti yang sangat dalam. Karena kesederhanaannya itulah banyak orang yang sering latah menyebutkannya. Tapi, di balik semua itu, penderitaanlah yang muncul dalam kehidupan masyarakat yang serba kekurangan.
Kemiskinan merupakan persoalan yang saat ini sangat populer, bahkan melebihi kepopuleran seorang Hitler, Bush, Saddam, dan tokoh-tokoh dunia lainnya. Karena kepopulerannya itulah, kemiskinan menjadi komoditi bagi mereka yang ingin duduk di singgasana politik yang cukup menjanjikan. Namun, tak satupun yang mampu merubah wajah kemiskinan menjadi wajah yang penuh keceriaan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh negara-negara yang ada di muka bumi ini, baik
itu
negara
kaya,
berkembang
maupun
negara
miskin,
melalui
pemerintahannya telah menjadikan kemiskinan menjadi isu utama yang wajib dimasukkan dalam program kerja negaranya. Tak terkecuali Indonesia, yang menjadikan persoalan kemiskinan sebagai masalah utama yang wajib dituntaskan, dengan harapan agar bangsa bebas dari kemiskinan yang seolah tak berujung pangkal ini.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa ini (baca: Indonesia), dengan meluncurkan program-program pemberdayaan beraneka warna dan ragam, yang tujuan utamanya adalah menanggulangi kemiskinan. Idealnya, bila program tersebut dilakukan dengan benar, terarah dan berkesinambungan, mungkin sekarang ini kita tidak akan menemukan lagi kantong-kantong kemiskinan yang tumbuh bak jamur di musim hujan.
Periode Program Pemberdayaan di Indonesia
Dimulai sejak periode tahun 1974-1988; Pemerintah meluncurkan program seperti: Bimas, Inmas, Transmigrasi, KIK, KUK, KCK. Namun semunya belum ada kebijakan yang secara khusus berorientasi pada penanggulangan kemiskinan. Kemudian periode tahun 1988-1994; kembali Pemerintah Indonesia menghadirkan program seperti; PKT, Indeks Desa Tertinggal, tapi toh juga masih ditemui beberapa kelemahan; diantaranya peran pemerintah masih sangat dominan dan wilayah-wilayah perkotaan belum tersentuh sama sekali. Periode 1994-1998; pada periode ini mulailah diletakkan dasar program yang berorientasi khusus pada program pemberdayaan masyarakat, misalnya; PDMDKE, Padat Karya, P3DT, dll, namun demikian program ini baru berkembang secara sektoral. Untuk periode tahun 1998-2005; mulailah dikembangkan program yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu upaya untuk membangun kemandirian masyarakat bersama pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Sebut saja Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Selain itu pemerintah mengambil kebijakan untuk mendukung program tersebut dengan membentuk Komite
Pananggulangan
Kemiskinan
(KPK)
dan
Strategi
Nasional
Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). SNPK tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20042009 yang memuat kebijakan pembangunan dan rencana kerja pemerintah selama lima tahun. Pemerintah Pusat setiap tahun akan menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sebagai penjabaran dan operasionalisasi RPJM yang memuat kerangka regulasi, kerangka anggaran dan rincian program. Pada
tingkat
provinsi
dan
kabupaten/kota,
strategi
dan
rencana
aksi
penanggulangan kemiskinan yang tertuang dalam dokumen SNKP menjadi pedoman dan acuan dalam bentuk dokumen SPKD (Strategi Penanggulangan
Kemiskinan Daerah) yang merupakan bagian integral dari rencana pembangunan di tingkat pemerintah provinsi, kota dan kabupaten. Dukungan untuk menanggulangi kemiskinan tidak hanya datang dari Pemerintah Indonesia saja. Kemiskinan bukan lagi menjadi masalah bagi negara-negara tertentu, bahkan sejak dari dulu sudah menjadi issu global. Sebagai wujud dari tanggung jawab tersebut, tepatnya pada bulan September 2000 diadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium PBB, dimana pada konferensi tersebut Indonesia bersama-sama 188 negara lainnya berkomitmen untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan millennium (Millennium Development Goals) terutama tujuan penanggulangan kemiskinan sebagai acuan pelaksanaan pembangunan manusia bagi setiap bangsa. Tahun 2005 ke depan; diharapkan dengan maksimalnya program-program pemberdayaan yang dilaksanakan saat ini, terjadi harmonisasi antara program itu sendiri, penggagas, pelaku baik itu subjek maupun objek dari program dan seluruh stakeholder lainnya, yang ditandai dengan adanya hubungan antara pengelolaan ekonomi makro dan kemiskinan, terbangunnya kelembagaan masyarakat yang mengakar yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur kemanusaiaan, pengarusutamaan pengurangan kemiskinan dalam pembangunan sektoral, masyarakat makin berdaya dan meningkatnya kapasitas pemerintah dan lain sebagainya, yang diharapkan mampu membuat bangsa ini tersenyum menyongsong kehidupan yang lebih
baik.
PNPM dan Harmonisasi Program Pemberdayaan
Tidak cukup dengan meluncurkan program pemberdayaan, seperti; Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Pemerintah Indonesia pada tahun 2006 kembali mengambil kebijakan nasional dengan melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat
(PNPM)
sebagai
Program
Payung
(umbrella
policy)
untuk
mensinergiskan program pemberdayaan masyarakat, yang dimulai dengan sinergi atau fokus harmonisasi 2 program pemberdayaan yaitu P2KP dan PPK sebagai motor program di wilayah masing-masing. PNPM yang merupakan “Umbrella Policy” untuk beberapa program yang sudah ada dan yang akan diluncurkan, diharapkan mampu menjawab persoalanpersoalan kemiskinan yang hingga saat ini belum terselesaikan secara tuntas. Keyakinan tersebut sangat beralasan, selain dukungan dari berbagai pihak, PNPM juga akan berusaha mewujudkan program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pada IPM-MDG’s yang telah disepakati oleh 189 negara melalui KTT Milenium. Tujuan PNPM:
1. Mewujudkan harmonisasi dan sinergi berbagai program pemberdayaan masyarakat dalam rangka penanggulangan kemiskinan (sesuai kebijakan PNPM) 2. Peranan Pemerintah Daerah dan Instansi sektoral semakin nyata dan terpacu menerapkan model pembangunan partisipatif serta memperkuat kemitraan masyarakat dengan pemerintah dan kelompok peduli setempat dalam penanggulangan kemiskinan. 3. Semakin efektifnya capaian manfaat program kepada masyarakat sasaran (masyarakat miskin)-peningkatan IPM-MDGs. Sasaran PNPM:
1. Terbangunnya kelembagaan masyarakat (BKM) yang aspiratif, representatif, dan akuntabel serta berlandaskan pada nilai-nilai luhur untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi dan kemandirian masyarakat;
2. Tersedianya (PJM Pronangkis) sebagai wadah sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakatnya. 3. Meningkatnya akses dan pelayanan kebutuhan dasar bagi warga miskin perkotaan menuju capaian sasaran IPM-MDG’s. Strategi Pelaksanaan
1. Melembagakan Pola Pembangunan partisipatif yang Pro-poor dan berkeadilan, melalui :
Pembangunan lembaga masyarakat (BKM) yang representatif, akuntabel, dan mampu menyuarakan kepentingan masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan;
Perencanaan Partisipatif dalam menyusun PJM-Pronangkis berbasis IPMMDGs
2. Menyediakan
BLM
secara
transparan
untuk
mendanai
kegiatan
penanggulangan kemiskinan yang mudah dilakukan oleh masyarakat dan membuka kesempatan kerja, melalui :
Pembangunan ekonomi lokal
Pembangunan sarana / prasarana lingkungan
Pembangunan SDM (pelatihan-pelatihan)
3. Memperkuat keberlanjutan program, dengan:
Menumbuhkan rasa memiliki dikalangan masyarakat melalui proses penyadaran kritis dan pengelolaan hasil-hasilnya.
Meningkatkan kemampuan perangkat pemerintah dalam perencanaan, penganggaran, dan pengembangan paska proyek.
Meningkatkan efektifitas perencanaan dan penganggaran yang lebih propoor dan berkeadilan.
Output Program
1. Terbangunnya BKM-BKM sebagai lembaga masyarakat yang mengakar dan representatif yang mampu menyelenggarakan program penanggulangan kemiskinan berbasis pencapaian peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM-MDGs) di wilayahnya masing-masing; 2. Kesejahteraan masyarakat meningkat dengan pelaksanaan PJM Pronangkis berbasis Tridaya dan Peningkatan Kinerja IPM-MDGs 3. Pemerintah harmonisasi
Daerah
bersama
program
masyarakat
Penanggulangan
berhasil
mensinergikan
kemiskinan
dalam
dan
rangka
meningkatkan IPM-MDG’s di wilayahnya.
Kesimpulan
Memahami persoalan kemiskinan tidak semata pada gejalanya yang multidimensi, melainkan pada akar kemiskinan, yaitu perilaku dan sikap masyarakat yang tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam hal ini, PNPM-P2KP tidak hanya mewujudkan masyarakat yang mandiri, tetapi juga mengarah pada pencapaian masyarakat yang madani. Sehingga, PNPM-P2KP merupakan suatu proses transformasi sosial dari masyarakat yang tidak berdaya menuju masyarakat berdaya, kemudian dari masyarakat yang mandiri ke masyarakat yang madani. Pendekatan yang dilakukan dalam PNPMP2KP tidak hanya membangun kelembagaan masyarakat dan kemitraan dengan pemda, melainkan proses pembelajaran masyarakat secara utuh terhadap beberapa pendekatan yang telah ditetapkan dalam PNPM-P2KP. Hal tersebut dimaksudkan sebagai salah satu upaya mendorong dan menyiapkan masyarakat agar mampu menanggulangi akar kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan.
Upaya penanggulangan kemiskinan akan lebih efektif jika dapat dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah daerah setempat, secara mandiri dan berkelanjutan. Hal ini berarti bahwa masyarakat dan pemerintah daerah telah mampu mentransformasi PNPM-P2KP dari skema proyek menjadi skema program. Kemandirian dan tatanan pembangunan berkelanjutan tersebut dapat diwujudkan melalui penguatan kapasitas masing-masing pelaku dan kemitraan antara keduanya, yang bertumpu pada tiga pondasi utama antara lain nilai-nilai universal, prinsip-prinsip kemasyarakatan (good governance) dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (tridaya). PNPM-P2KP diharapkan dapat menjadi gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan melalui proses/tahapan siklus program yang sangat kental dengan proses pembelajarannya.
PNPM sebagai kebijakan nasional yang berupaya mensinergiskan programprogram yang sudah ada dan yang akan diluncurkan. Dengan penekanan kepada mewujudkan peran pemerintah daerah dan instansi lainnya secara nyata, dan senantiasa memacu model pembangunan partisipatif, serta memperkuat kemitraan masyarakat
dengan
pemerintah
dan
kelompok
peduli
setempat
dalam
penanggulangan kemiskinan. Kemudian, mewujudkan semakin efektifnya capaian manfaat program kepada masyarakat sasaran (khususnya masyarakat miskin), dan terwujudnya PJM Pronangkis yang berbasis Indeks Pembangunan ManusiaMilenium Development Goals.