4 BAB II DASAR TEORI
1.1 Definisi Pompa Pompa merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan tersebut digunakan untuk mengatasi hambatan-hambatan pengaliran. Hambatanhambatan pengaliran itu dapat berupa perbedaan tekanan, perbedaan ketinggian atau hambatan gesek (Setiawan, 2013). Pompa sentrifugal merupakan pompa yang paling banyak digunakan karena daerah operasinya yang luas, dari tekanan rendah sampai tekanan tinggi dan dari kapasitas rendah sampai kapasitas tinggi. Pada pengoperasian pompa sentrifugal terjadi rugi-rugi yang disebabkan berbagai hal diantaranya karena instalasi atau sistem perpipaan dan konstruksi pompa (Bramantya, Sugiyono, & Doni, 2007).
2.2
Karakteristik Pompa Performansi pompa yang utama adalah kapasitas (discharge) atau laju aliran (Q), dan
head total pompa (H). Kedua karakteristik itu harus diketahui untuk memilih pompa disamping karakteristik lainnya seperti efisiensi, daya, putaran dan lain sebagainya.
2.2.1 Kapasitas (Q) Kapasitas adalah jumlah fluida yang di alirkan oleh pompa dalam satu satuan waktu (m3/dt atau m3/menit). Kapasitas dihitung berdasarkan kebutuhan air yang harus ditransmisikan untuk memenuhi kebutuhan penduduk, atau berdasarkan kapasaitas sumber air yang ada. Maka kapasitas pompa dapat dihitung dengan persamaan 2.1.
𝑄𝑄 =
𝑉𝑉
𝑡𝑡 𝑜𝑜𝑜𝑜 × 𝑛𝑛 𝑝𝑝
........................................................................................ (2.1)
Dimana: 𝑉𝑉
= kebutuhan air (𝑚𝑚3 /hari)
𝑡𝑡𝑜𝑜𝑜𝑜 = lama operasi pompa (jam/hari)
𝑛𝑛𝑝𝑝 = jumlah pompa
5
2.2.2 Head (H) Head merupakan energi spesifik yang dihasilkan oleh pompa. Head pada umumnya dinyatakan dalam tinggi kolom air dan umumnya dalam satuan meter. Pressure gauge, vacuum gauge, atau compound gauge digunakan untuk mengukur tekanan pada pompa dalam operasinya.
hLd
vd pd
vo po
zd vi
titik ref., z=0
pi
hLs zs vs ps
Gambar 2.1 Head pompa
Persamaan energi per satuan berat fluida untuk sistem pompa seperti Gambar 2.1 adalah:
𝑍𝑍𝑠𝑠 +
𝑝𝑝 𝑠𝑠 𝛾𝛾
+
𝑣𝑣𝑠𝑠 2 2𝑔𝑔
+ 𝐻𝐻𝑝𝑝 = 𝑍𝑍𝑑𝑑 +
𝑝𝑝 𝑑𝑑 𝛾𝛾
+
𝑣𝑣𝑑𝑑 2 2𝑔𝑔
+ 𝐻𝐻𝐿𝐿 ............................................ (2.2)
Dimana: z s = head statis elevasi isap/suction pompa (m) z d = head statis elevasi buang/discharge pompa (m) p s = head statis tekanan isap/suction pompa (N/m2 ) p d = head statis tekanan buang/discharge pompa (N/m2) v s = head dinamis kecepatan fluida pada ujung isap/suction pompa (m/dt) v d = head dinamis kecepatan fluida pada ujung buang/discharge pompa (m/dt) H p = head pompa (m) H L = head losses total instalasi perpipaan sistem pompa (m) Persamaan head total pompa adalah:
6
𝐻𝐻𝑝𝑝 = (𝑍𝑍𝑑𝑑 − 𝑍𝑍𝑠𝑠 ) + �
𝑝𝑝 𝑑𝑑 −𝑝𝑝 𝑠𝑠 𝛾𝛾
�+�
𝑣𝑣𝑑𝑑 2 −𝑣𝑣𝑠𝑠 2 2𝑔𝑔
� + 𝐻𝐻𝐿𝐿 ....................................... (2.3)
2.2.3 Head Losses Head Losses adalah kerugian yang terjadi pada instalasi pompa yang diakibatkan oleh gesekan di dalam pipa dan head kerugian di dalam aksesoris perpipaan seperti belokan, reducer/diffuser, katup-katup dan lain sebagainya.
a.
Major Losses Major losses adalah kerugian yang di akibatkan oleh adanya gesekan di dalam pipa.
Untuk menghitung kerugian gesek didalam pipa dapat di gunakan persamaan sebagai berikut: 𝐿𝐿 ∙ 𝑣𝑣 2
𝐻𝐻𝑀𝑀 = 𝑓𝑓 𝐷𝐷 ∙ 2 .......................................................................................... (2.4) 𝑔𝑔
Dimana: H M = Head kerugian gesek dalam pipa (m)
b.
f
= Koefisien kerugian gesek
g
= Percepatan gravitasi
L
= Panjang pipa (m)
D
= Diameter dalam pipa (m)
Minor Losses Dalam aliran melalui jalur pipa, kerugian juga akan terjadi apabila ukuran pipa, bentuk
penampang atau arah aliran berubah. Kerugian head di tempat-tempat transisi yang demikian itu dapat dinyatakan secara umum dengan persamaan, yaitu: 𝒗𝒗𝟐𝟐
𝑯𝑯𝒎𝒎 = 𝑲𝑲 𝟐𝟐𝟐𝟐 ............................................................................................ (2.5) Dimana: H m = Kerugian head dalam jalur pipa (m) K
= Koefisien kerugian dalam jalur pipa
v
= Kecepatan rata-rata di dalam pipa (m/dt)
7 = Percepatan gravitasi (9.8 m/dt2)
g
2.3 Pembesaran dan Pengecilan Pipa Pembesaran dan pengecilan pipa ikut menyumbang losses dalam bentuk minor losses. Pembesaran ataupun pengecilan pipa dapat dibedakan menjadi dua yaitu pembesaran dan pengecilan secara tiba-tiba seperti pada gambar 2.2 atau seperti pada gambar 2.3 pembesaran atau pengecilan secara gradual (membentuk sudut).
D2
D1 (a)
D1
D2
(b) Gambar 2.2 Pengecilan pipa (a) dan pembesaran pipa (b) secara tiba tiba Sumber : (E. Shashi Menon, 2005)
Tabel 2.1 Koefisien pembesaran pipa secara tiba-tiba
A 1 /A2 0,00 Cc
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
0,585 0,624 0,632 0,643 0,695 0,681 0,712 0,755 0,813 0,892 1,000
Sumber : (Menon, E.S, 2005)
Tabel 2.2 Koefisien pengecilan pipa secara tiba-tiba
A 1 /A
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
0,50
0,48
0,45
0,41
0,36
0,29
0,21
0,13
0,07
0,01
0
2
Cc
Sumber : (Sularso dan Haruo Tahara, 1983)
Pada pembesaran dan pengecilan pipa secara gradual dapat dilihat seperti pada gambar 2.3.
8
D2
D1
(a)
D1
D1 (b)
Gambar 2.3 Pengecilan pipa (a) dan pembesaran pipa (b) secara gradual
Untuk head loss dapat dicari dengan persamaan :
ℎ𝑓𝑓 =
𝑐𝑐𝑐𝑐 (𝑣𝑣1 −𝑣𝑣1 ) 2∙𝑔𝑔
...............................................................................….(2.6)
2.3.1 Kerugian Energi pada Pintu Masuk dan Keluar Fluda Fluida yang akan memasuki atau keluar dari suatu benda (apakah itu pompa, storage tanks atau reservoir) akan mengalami kerugian energy. Besarnya kerugian dihitung berdasarkan koefisien K yang diberikan.
Tabel 2.3 Koefisien pada bagian masuk dan keluar pipa
Deskripsi
Nilai koefisien K
Pada bagian masuk pipa
0.5
Pada bagian keluar pipa
1.0
Sumber : (E. Shashi Menon, 2005)
2.4 Sistem Perpipaan Pada Pompa
9 Menurut Evans, bahwa kebanyakan permasalahan pada pompa adalah disebabkan karena ketidak sesuaian pada pipa hisapnya. Kerugian gesek pada pipa hisap pompa harus dikontrol dalam batasan yang diijinkan. Ukuran minimum pipa hisap dapat ditentukan dengan membandingkan TDSL (total dynamic suction lift) dari pompa (dari kurva performansi pompa) dengan TDSL yang dihitung pada sistem pompa. Kecepatan aliran fluida dalam pipa header hisap agar tidak melebihi 0,9 meter/detik, dan cabang keluarnya lebih baik membentuk sudut 30° sampai 45° terhadap pipa utama header dengan pipa hisap harus minimal satu atau dua tingkat lebih besar dari ukuran mulut hisap.
Gambar 2.4 Pipa header dengan cabang keluaran membentuk sudut 45°
2.5
Tekanan, Daya dan Efisiensi Pompa
2.5.1 Tekanan Pada Pompa Besarnya tekanan yang terjadi pada sistem akibat mengalirnya fluida yang dipompakan, dapat diperoleh secara langsung melalui alat ukur seperti pressure gauge yang umumnya memiliki nilai baca minimal 1 bar. Apabila nilai dari tekanan berada dibawah nilai baca tersebut, kita dapat menggunakan alat ukur lainnya seperti sphygmanometer tekanan darah yang menggunakan skala milimeter merkuri (mmHg) . Untuk penggunaan pipa U dengan fluida ukur, tekanan yang bekerja pada sistem dapat dicari sebagai berikut: 𝑃𝑃 = 𝜌𝜌 ∙ 𝑔𝑔 ∙ ℎ .............................................................................................(2.6)
Dimana :
𝑃𝑃 = tekanan (Pa)
𝜌𝜌 = massa jenis (kg/𝑚𝑚3 )
𝑔𝑔 = percepatan gravitasi (m/dt2)
10 ℎ = perbedaan ketinggian 2.5.2 Daya Listrik Daya listrik didefinisikan sebagai laju hantaran energi listrik dalam sirkuit listrik. Daya listrik satu fasa : 𝑊𝑊 = 𝑉𝑉 ∙ 𝐼𝐼 cos 𝜑𝜑 ...................................................................................... (2.7) Daya listrik tiga fasa : 𝑊𝑊 = √3 𝑉𝑉 ∙ 𝐼𝐼 cos 𝜑𝜑 ............................................................................... (2.8) Dimana : 𝑊𝑊 = daya listrik (W) 𝑉𝑉 = tegangan (volt) 𝐼𝐼
= arus listrik (ampere)
ϕ = sudut faktor daya
2.5.3 Daya Air (Water Horse Power) Menurut Sularso dan Tahara (1987) energi yang secara aktif diterima oleh air dari pompa per satuan waktu disebut daya air, yang dapat ditulis sebagai berikut: 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 = 𝛾𝛾 ∙ 𝑄𝑄 ∙ 𝐻𝐻 ................................................................................... (2.9) Dimana : 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 = daya air (kW) 𝛾𝛾
𝑄𝑄
𝐻𝐻
= berat air per satuan volume (kg/m2/dt2)
= kapasitas (m3/dt) = head pompa (m)
2.5.4 Daya Poros
11 Daya poros yang diperlukan untuk menggerakkan sebuah pompa adalah sama dengan daya air ditambah kerugian daya pada poros pompa. Daya ini dapat dinyatakan sebagai berikut: 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 = 𝑊𝑊𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 ∙ η𝑀𝑀 ............................................................................ (2.10) Atau η𝑜𝑜𝑜𝑜 =
𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊
𝑊𝑊𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
....................................................................................... (2.11)
Dimana : 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆
𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊
= daya poros sebuah pompa (𝑘𝑘𝑘𝑘) = daya air (𝑊𝑊)
𝑊𝑊𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = daya listrik pada motor (W)
η𝑀𝑀
η𝑜𝑜𝑜𝑜
= efisiensi motor pompa
= efisiensi overall
2.5.5 Effisiensi Pompa Merupakan rasio antara daya air pompa terhadap daya poros pompa, yang dirumuskan dengan :
η𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 =
𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆
× 100 % ...................................................................... (2.12)
Dimana : 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 = daya air (W)
𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 = daya poros pompa (kW) 2.6
Aliran Fluida Dalam Pipa Karakteristik struktur aliran internal
(dalam pipa) sangat tergantung dari kecepatan
rata- rata aliran dalam pipa, densitas, viskositas dan diameter pipa. Aliran fluida (cairan atau gas) dalam pipa mungkin merupakan aliran laminer atau turbulen. Partikel - partikel fluida pada aliran laminer seolah - olah bergerak sepanjang lintasan yang halus dan lancar dengan
12 kecepatan fluida rendah dan viskositasnya tinggi, sedangkan aliran turbulen, partikel partikel fluida bergerak secara acak dan tidak stabil dengan kecepatan fluida tinggi dan viskositasnya
rendah. Hal tersebut ditunjukkan oleh percobaan Osborne Reynolds.
Percobaan tersebut dilakukan menginjeksikan zat pewarna ke dalam pipa yang dialiri fluida dengan kecepatan rata- rata tertentu seperti Gambar 2.2 (Ardhelas, 2012).
Gambar 2.5 Ilustrasi jenis aliran
Menurut hasil percobaan Reynold, untuk membedakan apakah aliran itu turbulen atau laminar dapat menggunakan bilangan tak berdimensi
yang disebut dengan b ilangan
Reynold. Bilangan ini dihitung dengan persamaan berikut :
𝑅𝑅𝑅𝑅 =
𝑣𝑣∙𝐷𝐷 𝜈𝜈
.............................................................................................. (2.13)
Dimana : Re = Bilangan Reynold (tak berdimensi ) 𝑣𝑣
= Kecepatan rata- rata (ft/s atau m/s)
𝜈𝜈
= Viskositas kinematik (𝑚𝑚2 /s)
D = Diameter pipa (ft atau m)
Pada Re < 2300, aliran bersifat laminer. Pada Re > 4000, aliran bersifat turbulen. Pada Re = 2300 - 4000 terdapat daerah transisi, dimana aliran dapat bersifat laminer atau turbulen tergantung pada kondisi pipa dan aliran.
2.6.1 Kavitasi Kavitasi adalah gejala menguapnya zat cair yang sedang mengalir karena tekanannya turun sampai dibawah tekanan uap jenuhnya. ketika zat cair terhisap pada sisi isap pompa, tekanan pada permukaan zat cair akan turun. Bila tekanannya turun sampai pada tekanan
13 uap jenuhnya, maka cairan akan menguap dan membentuk gelembung uap. Selama bergerak sepanjang impeler, kenaikan tekanan akan menyebabkan gelembung uap pecah dan menumbuk permukaan pompa. Jika permukaan saluran/pipa terkena tumbukan gelembung uap tersebut secara terus
menerus dalam jangka lama akan mengakibatkan terbentuknya
lubang - lubang pada dinding saluran atau sering disebut erosi kavitasi. Pengaruh lain dari kavitasi adalah timbulnya suara berisik, getaran dan turunnya performansi pompa.
2.7
Hukum Kekekalan Energi Penjabarkan prinsip Hukum Kekekalan Energi yang diaplikasikan pada aliran fluida
melalui pipa dsetiap titik sepanjang jalur pipa, energi total dari fluida dihitung berdasarkan pertimbangan energi fluida terhadap tekanan, kecepatan dan ketinggian yang dikombinasikan dengan semua energi masukan, energi keluar dan kerugian energi. Energi keseluruhan dari fluida yang terdapat pada jalur pipa pada setiap titik adalah konstan. Ini juga dikenal dengan prinsip Hukum Kekekalan Energi (Menon, 2005).
Gambar 2.6 Aliran fluida dalam pipa
Sehingga energi total: 𝑃𝑃
𝑣𝑣 2
𝐸𝐸 = 𝑧𝑧 + + 2𝑔𝑔 ...................................................................................... (2.14) 𝛾𝛾
Dimana : Z = energi potensial (m) P = tekanan (Pa) γ = berat spesifik (kg/m2 /dt2) = berat jenis (kg/m3) x percepatan gravitasi (m/dt2) v = kecepatan (m/s) g = percepatan gravitasi (m/s2)
14 Berdasarkan Hukum Kekekalan Energi maka: 𝐻𝐻𝐴𝐴 = 𝐻𝐻𝐵𝐵 𝑍𝑍𝐴𝐴 + 2.8
PA
γ
2
2
v V P + A = 𝑍𝑍𝐵𝐵 + B + B + ................................... (2.15) 2g 2g γ
Hukum Kontinuitas Pada sistem perpipaan dikenal Hukum Kontinuitas, dimana hukum ini memaparkan
bahwa besarnya fluida yang mengalir pada suatu bidang merupakan hasil kali dari kecepatan fluida dengan luas penampang bidang tersebut.
𝑄𝑄 = 𝑣𝑣 ∙ 𝐴𝐴 ……………………………………………......………...(2.16) Dimana : Q = Kuantitas fluida (m3/dt) v = Kecepatan fluida (m/dt) A = Luas penampang bidang (m2) Hukum ini berhubungan langsung dengan persamaan Bernoulli dan perhitungan kerugian energi karena variabel kecepatan yang dimilikinya merupakan fungsi kuadrat pada kedua persamaan dan perhitungan tersebut.
2.9
Rangkaian Pompa Paralel Pada dasarnya pompa digunakan pada sistem perpipaan adalah untuk memberikan
sejumlah energi (head) ke dalam sistem sehingga fluida kerja mampu mencapai tempat tujuan dengan jumlah yang diinginkan. Apabila sebuah pompa telah mampu memberikan head yang cukup, maka hal tersebut sangatlah bagus. Namun dalam kenyataannya, karena keterbatasan energi (head) ataupun laju aliran (flowrate) sebuah pompa, penggunaan dua atau lebih pompa pada suatu rumah pompa diperlukan untuk mencapai tekanan dan aliran kecepatan yang diperlukan sehingga dibuatkanlah rangkaian pompa tertentu yaitu rangkaian paralel. Rangkaian paralel digunakan untuk mencapai kapasitas yang lebih besar untuk dialirkan. Susunan paralel pada Gambar 2.5 dapat digunakan bila diperlukan kapasitas yang besar
15 yang tidak dapat digunakan oleh satu pompa saja, atau bila diperlukan pompa cadangan yang akan dipergunakan bila pompa utama rusak atau diperbaiki.
Gambar 2.7 Susunan sistem Pompa Paralel
Gambar 2.8 Kurva performa rangkaian pompa paralel