HARGA DIRI DAN KECENDERUNGAN NARSISME PADA PENGGUNA FRIENDSTER Pradana Saktya Adi1 M. Erna Agustina Yudiati2 1,2
Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Bendan Dhuwur Semarang 1
[email protected]
Abstrak Fenomena jejaring sosial seperti Friendster kian marak dijumpai sebagai sarana berinteraksi dalam dunia maya belakangan ini. Pengguna friendster sendiri adalah kelompok yang unik dengan karakteristik yang unik. Beberapa karakteristik psikologis yang ditengarai menjadi ciri kas kelompok ini adalah kecenderungan narsisme dan harga diri. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara kecenderungan narsisme dan harga diri pada pengguna Friendster. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara harga diri terhadap kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster. Semakin rendah harga diri, maka semakin tinggi pula kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster, sebaliknya semakin tinggi harga diri, maka semakin rendah pula kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster. Subjek penelitian memiliki karakteristik, yakni aktif menggunakan Friendster selama minimal enam bulan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan alat ukur Skala Kecenderungan Narsisme dan Skala Harga Diri. Kedua skala tersebut disebar di Kota Yogyakarta dengan menggunakan sampling kebetulan dan jumlah subjek didapat sebanyak 70 orang. Berdasarkan hasil analisis didapatkan rxy = -0.346 dengan p<0.01 yang menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri dengan kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster. Dengan demikian, hasil analisis data ini mendasari bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Kata Kunci: kecenderungan narsisme, harga diri, pengguna Friendster
SELF-ESTEEM AND THE TENDENCY OF NARCISSISTIC ON FRIENDSTER USERS Abstract The social phenomenon of social network such as Friendster can be easily found recently. The Friendster users is a group with unique characteristics such as has the tendency of narcissistic and has unique self-esteem also. The aim of this research is to test empirically the connection of the tendency to be narcissistic on Friendster users, based on self-esteem point of view. Proposed hypothesis such as there is a negative connection between selfesteem and the tendency to be narcissistic on Friendster users. For them, who have lower self-esteem, the higher tendency to be narcissistic and vice-versa. For hypothesis test purpose, subjects were chosen with characteristics such as active in using Friendster during six months minimum. The research is quantitative in nature with Narcissistic Tendency Scale and Self-esteem Scale as variables. Both scales were distributed in Yogyakarta to research subjects with incidental sampling method. The total of respondents who were succeeded to be gathered were 70 people. Based on data analysis, it is shown that rxy = -0.346 with p<0.01. It means very significant negative connection between self-esteem and the tendency to be
Adi, Yudiati, Harga Diri …
25
narcissistic on Friendster users. Thus, the analysis result provided the basis for the accepted hypothesis. Key Words: the tendency of narcissistic, self-esteem, Friendster users
Kemajuan teknologi yang pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, sekaligus menggiring manusia memasuki era globalisasi di penghujung abad ke-21, agaknya memiliki kontribusi yang tidak kecil dalam perubahan peradaban manusia. Aktivitas sehari-hari sedemikian rupa dimudahkan oleh hadirnya beberapa fasilitas, sarana, dan prasarana dengan kecanggihan yang nyaris sempurna, baik yang berhubungan dengan transportasi, telekomunikasi dan informasi melalui media elektronik. Pesatnya kemajuan ilmu telah membawa umat manusia pada kemudahan dan kepraktisan hidup yang tidak terbayangkan pada sekian ribu tahun yang lalu. Hidup manusia menjadi lebih ringan. Kecanggihan teknologi yang menyertai kehidupan manusia ini membanggakan sekaligus perlu diwaspadai. Kartono (1992) mengatakan bahwa masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk dengan kemajuan teknologi, mekanisme, industrialisasi dan urbanisasi memunculkan banyak masalah sosial. Salah satu “alat” yang saat ini membantu manusia modern dalam beraktivitas sehari-hari adalah internet. Pada masa awal internet digunakan oleh masyarakat modern, fitur newsgroup mungkin tergolong paling populer sebagai ruang untuk bergaul dan memperluas jaringan persahabatan. Kemudian ruang mengobrol melewati popularitas newsgroups. Orang lebih suka bergaul dalam ruang mengobrol di server IRC maupun di ruang mengobrol berbasiskan web, misal Yahoo Messenger. Banyak orang akan menemukan sahabat atau kolega baru di ruang mengobrol. Hal ini cukup masuk akal, karena banyak orang meng-
anggap newsgroup terlalu serius untuk bergaul, sebab sebetulnya newsgroup dirancang untuk berdiskusi mengenai topik-topik tertentu. Padahal bergaul kadangkala tidak hanya dengan sapaan, “Hi”; tanpa diskusi yang mengerutkan dahi (Setiawan dan Sopyan, 2007). Ruang mengobrol memungkinkan pengguna internet mengobrol dengan topik yang biasa saja dan itu berarti pengguna internet punya peluang untuk bertemu dengan bermacam-macam tipe karakter teman yang baru. Selain itu di dalam ruang mengobrol, pengguna internet dapat mengobrol secara langsung seketika yang tidak mungkin dilakukan di dalam newsgroup. Salah satu masalah bergaul di internet adalah komunikasi secara tidak langsung. Jika lawan obrolan adalah kenalan baru, maka pengguna internet tidak tahu secara persis tentang karakternya, wajahnya, pria atau wanita, bahkan kejujurannya. Pengguna internet baru bisa yakin bahwa kenalan barunya itu benar-benar ada dan mempunyai identitas jika ada orang lain yang membuktikannya. Tentu saja yang dapat membuktikannya adalah teman pengguna itu sendiri. Pengguna tidak akan pernah ragu lagi berkenalan dengan orang yang telah dikenal oleh temannya pengguna. Inilah gebrakan yang membuat situs Friendster (dapat diakses melalui www.friendster.com) cepat sekali populer sebagai perangkat lunak jaringan sosial (social networking). Friendster adalah sebuah situs jaringan yang bisa membuat orang menampilkan profil beserta fotonya dan melakukan hubungan dengan teman, temannya teman atau temannya temannya teman. Pengguna Friendster bisa menambah daftar teman dengan mengirim semacam surat elektronik undangan me-
26
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
PENDAHULUAN
minta temannya bergabung. Pengguna Friendster juga bisa mencari kawan yang mempunyai hobi atau asal sekolah yang sama (Widyatmoko, 2004). Hal senada juga diungkapkan oleh Nuswandana (2004) bahwa di dalam Friendster seseorang dapat mengumpulkan teman dan berlomba-lomba untuk mengumpulkan banyak teman. Mengundang seseorang dalam jaringan pertemanan adalah fasilitas yang paling unik dalam Friendster. Begitu ada orang lain yang diundang sebagai teman menyatakan setuju, maka foto dan nama mereka otomatis akan langsung tampil dalam daftar teman. Hebatnya lagi, pengguna Friendster juga langsung terhubung dengan teman-teman dari teman barunya itu. Begitu juga sebaliknya, teman barunya itu langsung terhubung pula dengan teman-teman yang telah ada di dalam daftar teman pengguna Friendster itu. Jika mereka akan melakukan kontak (komunikasi) yang lebih jauh, mereka akan saling mengirimkan pesan untuk menanyakan alamat mengobrol dalam Yahoo Messenger, bahkan nomor telepon yang bisa dihubungi. Pesona baru dunia maya inilah yang membuat sebagian besar pengguna Friendster terhenyak di depan komputer dan menghabiskan banyak waktu di dunia maya tersebut. Pengguna Friendster mulai gemar menelusuri dan menjelajah jaringan pertemanan, menemukan kejutan baru dari teman baru, mengundang teman baru, memeriksa testimonial yang dikirim teman lama, mengecek pesan baru, dan seterusnya. Tidak mengherankan jika Friendster yang semula dirancang untuk tempat kencan terhubung, kini berkembang jauh lebih luas dan hebat. Dalam sekejap saja total anggotanya di seluruh dunia melesat menjadi sembilan juta orang pada tahun 2004. Bukan hanya anak-anak muda saja yang tertarik menjadi anggotanya, namun kini telah merambah hingga pada semua golongan usia. Bila pengguna Friendster mencari
Adi, Yudiati, Harga Diri …
anggota yang usianya di atas 40, tidak sedikit nama yang akan muncul. Berkat tersedianya fasilitas fitur-fitur yang mudah digunakan oleh para pemakai internet pemula, situs Friendster memang tidak menghalangi siapapun yang berusia antara 10 sampai 60 tahun untuk bergabung (Toha, 2005). Bermula dari testimonial yang berisi pujian, sanjungan, dan kalimatkalimat yang terkesan “asal” (“sembarangan”) dan tidak perlu memakai bahasa yang baku (formal), asalkan yang membaca cukup mengerti dengan kalimat tersebut, itu sudah cukup (Nuswandana, 2004). Hal ini sebenarnya bisa dikatakan “pesan yang tidak penting”, namun banyak pengguna Friendster yang menyukai akan banyaknya jumlah teman dan testimonial yang masuk dalam akun Friendster-nya, sehingga hal ini akan membuat dirinya menjadi bangga. Komentar yang terlontar dari seseorang melalui testimonial, biasanya berisi “pesan yang tidak penting” tersebut dan akan terlihat lebih “hebat” lagi jika ada temannya yang memberikan komentar tentang foto pribadi, wallpaper atau blog, yang boleh dikatakan “sangat narsis” melalui fitur testimonial yang seharusnya dikirim hanya ke penerima. Terminologi narsisme tampaknya akhir-akhir ini kian jamak dilontarkan oleh sebagian besar orang. Perempuan, lelaki, dewasa, atau remaja, kerap menggunakan kata tersebut. Kata ini biasanya ditujukan pada orang-orang yang memiliki kecenderungan untuk mencintai dirinya sendiri dan kemudian bermanifestasi pada tingkah lakunya, serta meminta pengaguman dan pemujaan diri dari orang lain. Hal yang paling sering dilakukan orang yang mendapatkan “label” narsisme adalah orang tersebut senang membicarakan dan memuji dirinya sendiri di hadapan orang lain. Bisa jadi pujian pada dirinya tersebut benar adanya, tetapi yang kerap kali terjadi adalah pujian tersebut sesungguhnya sa-
27
ngat jauh kenyataan. Seringkali dirinya meminta pengaguman dan pemujaan diri dari orang lain mengenai kehebatannya. Seseorang yang senang memotret dirinya sendiri, juga dapat dengan mudah diberi “label” narsisme (Yanti, 2007). METODE PENELITIAN Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kuantitatif. Kecenderungan narsisme diukur dengan Skala Kecenderungan Narsisme yang disusun berdasarkan pedoman DSM-IV yang memiliki sembilan ciri, yaitu (1) merasa diri paling hebat namun seringkali tidak sesuai dengan potensi atau kompetensi yang dimiliki; (2) percaya bahwa dirinya adalah spesial dan unik; (3) dipenuhi dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kepintaran, kecantikan atau cinta sejati; (4) memiliki kebutuhan yang eksesif untuk dikagumi; (5) merasa layak untuk diperlakukan secara istimewa; (6) kurang empati; (7) mengeksploitasi hubungan interpersonal; (8) seringkali memiliki rasa iri pada orang lain atau menganggap bahwa orang lain iri kepadanya; dan (9) angkuh. Harga diri diukur dengan menggunakan Skala Harga Diri, dengan menggunakan aspek rasa diterima, rasa mampu, rasa dibutuhkan, kepercayaan diri, dan cinta diri sendiri, serta penerimaan diri. Partisipan dalam penelitian ini adalah pengguna Friendster di kota Yogyakarta, yaitu calon subjek yang ditemui di sejumlah pusat perbelanjaan, kos atau rumah, baik yang secara langsung dikenal atau tidak dikenal dengan menggunakan sampling insidental. Karakteristik partisipan dalam penelitian ini adalah mereka yang aktif menggunakan Friendster selama minimal enam (6) bulan.
28
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengujian terhadap hipotesis penelitian dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment diperoleh hasil rxy = -0.346 (p<0.01). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri dengan kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster. Artinya, semakin rendah harga diri, maka semakin tinggi pula kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster, sebaliknya semakin tinggi harga diri, maka semakin rendah pula kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster. Hasil analisis data ini mendasari bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Penelitian ini menunjukkan bahwa para pengguna Friendster memiliki kecenderungan narsisme dan harga diri yang dimiliki masih dalam batas rendah dari data yang diperoleh, dengan kata lain pengguna Friendster yang memiliki harga diri yang rendah mempunyai kecenderungan narsisme. Pendapat tersebut didukung oleh Robins (2001) yang mengatakan bahwa individu yang memiliki kecenderungan narsisme memiliki harga diri yang rendah. Seseorang senang jika dipuji dan dihargai oleh orang lain, maka individu tersebut merasa bahwa dirinya berharga dan berguna. Ketika merasa berharga, maka manusia dapat berkarya lebih baik lagi dan bersemangat dalam menjalani hidup. Perasaan berharga ini seringkali didapat melalui keberhasilan, kesuksesan, sehingga orang lain memberikan pengakuan kepadanya. Banyak hal lain yang membuat seseorang merasa dirinya berharga, contohnya orang merasa berharga ketika mempunyai kekayaan, kedudukan, dan kelebihan yang dimilikinya daripada orang lain.
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
Seseorang yang memiliki harga diri normal tercermin dari keterbukaannya terhadap kritik dan hanya mengalami kekecewaan yang sebentar kalau dikritik. Meskipun tidak mendapat perlakuan istimewa, orang yang memiliki harga diri yang normal tidak akan merasakan kekecewaan yang berarti, layaknya seseorang dengan kecenderungan narsisme. Kadar harga diri juga masih sehat ketika individu masih bisa mengerti dan berempati pada perasaan orang lain. Salah satu cara terbaik untuk mencegah agar harga diri tidak berkembang menjadi narsisme adalah dengan mau mendengarkan kritik dari orang lain dan meminta umpan balik dari orang lain sebagai evaluasi diri. Selalu mau mengeksplorasi kelebihan dan kekurangan pada diri juga merupakan salah satu cara agar harga diri tidak berubah menjadi orang dengan kecenderungan narsisme. Orang yang benar-benar memiliki harga diri yang normal tidak perlu memamerkan semua kelebihannya, karena tahu kualitas dirinya dan tidak bergantung kepada orang lain agar merasa nyaman (Trumpeter dkk., 2008). Sebaliknya, orang dengan kecenderungan narsisme justru butuh pengakuan dan pujian dari orang lain demi menaikkan harga dirinya yang mulai terancam rapuh. Inilah rahasia terbesar individu dengan kecenderungan narsisme. Jauh dalam hatinya, tersimpan sebuah jiwa yang sangat rapuh dan individu dengan kecenderungan narsisme menutupinya dengan menekankan betapa hebatnya dirinya yang terbukti dari banyaknya pujian dari orang lain (Yanti, 2007). Orang yang mengalami gangguan ini dari luar tampak memiliki perasaan luar biasa akan pentingnya dirinya, sepenuhnya terserap ke dalam dirinya sendiri, dan fantasi tentang keberhasilan tanpa batas, namun demikian telah diteorikan bahwa karakteristik tersebut merupakan topeng bagi harga dirinya yang sangat rapuh (Davisond dkk., 2006).
Adi, Yudiati, Harga Diri …
Hasil penelitian Campbell (2000) dan Kwan (2004) mengatakan bahwa kecenderungan narsisme justru sebagai alat untuk menutupi kelemahan dan kekurangannya, yakni harga diri yang rendah. Selanjutnya dikatakan bahwa individu yang memiliki harga diri normal berarti individu masih memiliki kesadaran untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan memahami dirinya seperti apa adanya. Sedangkan bagi individu yang memiliki harga diri yang rendah, maka tidak bisa menerima dirinya apa adanya dan ingin memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya, sehingga ingin tampak lebih baik lagi dengan cara sering meminta pujian, perhatian atau komentar dari orang lain yang terkait atas penampilannya, prestasinya, dan perbuatan-perbuatan yang telah dilakukannya. Hal tersebut menjelaskan bahwa rendahnya harga diri seseorang dapat menyebabkan individu cenderung meminta pengaguman dan pemujaan diri dari orang lain atas penampilan dan kelebihan yang dimilikinya, dengan kata lain bahwa individu tersebut memiliki kecenderungan narsisme yang tergolong tinggi. Berdasarkan analisa data, sumbangan efektif harga diri dalam hubungannya dengan kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster diperoleh sebesar 12%. Pengaruh harga diri terhadap kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster tidak terlalu besar, di mana 88% lainnya dipengaruhi oleh faktor lainnya, seperti adanya konsep diri, kesepian, dan cemburu atau iri hati. Secara teoritis faktor-faktor kecenderungan narsisme, antara lain harga diri, konsep diri, kesepian, dan cemburu atau iri hati. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa subjek mempunyai kecenderungan narsisme yang tergolong tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan rerata empirik sebesar 82 dan rerata hipotetik sebesar 67.5 dengan standar
29
deviasi hipotetik (SDh) sebesar 13.5. Selanjutnya bila dilihat secara norma umum, subjek dengan kategori sangat tinggi sejumlah 5 orang (7.1%), kategori tinggi sejumlah 32 orang (45.7%) dan kategori sedang sejumlah 33 orang (47.1%). Bila persentase kategori sangat tinggi dan persentase kategori tinggi diakumulasi akan didapatkan persentase sejumlah 52.9%, maka kondisi ini menunjukkan bahwa pengguna Friendster memiliki kecenderungan narsisme dengan kategori tinggi. Hal ini terlihat dari subjek yang cenderung suka memamerkan kelebihannya, misalnya bisa mengatur tampilan wallpaper, video, atau MP3 yang unik dan menarik. Namun, ketika ada orang lain yang ingin meminta bantuan untuk “mempercantik” akun Friendster, pengguna Friendster dengan kecenderungan narsisme enggan berbagi tips. Selain itu, mereka juga sering meminta pengaguman, pujian, dan pemujaan diri dari teman-temannya melalui fitur testimonial, mengenai fisik (tatanan rambutnya, model pakaiannya, hingga pada tampilan foto-foto yang diunggah) dan bukan-fisik (tutur kata atau ujaran, sikap, hingga pada perilaku sehari-harinya). Umumnya pengguna Friendster dengan kecenderungan narsisme memiliki jumlah teman yang relatif cukup banyak. Bila ada temannya yang enggan memberikan komentar atas penampilannya, biasanya pada kemudian hari ia akan bersikap mengabaikan temannya itu. Pengguna Friendster dengan kecenderungan narsisme suka berpenampilan modis dan busana yang dikenakan produk dari distro atau factory outlet ternama. Tatanan rambutnya pun mencirikan gaya “kawula muda” masa kini. Sebagian dari mereka juga memiliki hubungan interpersonal yang dangkal, misalnya kurang peduli dengan teman-temannya. Pengguna Friendster dengan kecenderungan narsisme menganggap dirinya paling sempurna dan berarti dibanding orang
lain, sulit menghargai orang lain, dan hanya mau berteman dengan seseorang jika dalam konteks hubungan relasi yang menguntungkan bagi dirinya saja. Rerata empirik pada variabel harga diri sebesar 51.70 jika dibandingkan dengan rerata hipotetik (Mh)-nya sebesar 45 dengan standar deviasi hipotetik (SDh) sebesar 9, menunjukkan bahwa harga diri tergolong sedang. Selanjutnya bila dilihat secara norma umum, subjek dengan kategori sangat tinggi sejumlah 4 orang (5.7%), kategori tinggi sejumlah 23 orang (32.9%) dan kategori sedang sejumlah 43 orang (61.4%). Bila persentase kategori sangat tinggi dan persentase kategori tinggi diakumulasi akan didapatkan persentase sejumlah 38.6%, maka hal ini menunjukkan bahwa pengguna Friendster memiliki harga diri dengan kategori sedang. Ada beberapa faktor yang diperkirakan berpengaruh, antara lain kemampuan interpersonal, dukungan sosial, gender atau jenis kelamin, dan kelas sosial (Trumpeter dkk., 2008). Seseorang yang memiliki kecenderungan narsisme merasa sulit memahami orang lain. Beberapa konselor, baik psikolog, maupun bukan psikolog, telah dimintai bantuan untuk menangani kasus ini. Sayangnya, individu dengan kecenderungan narsisme hanya mau mendengarkan hal-hal positif yang meningkatkan harga dirinya, dan sebaliknya selalu menolak masukan yang menunjukkan kekurangannya. Tidak jarang individu dengan kecenderungan narsisme memamerkan bagaimana komentar orang lain yang mengakui keunikan atau idealisme yang dijunjung tinggi olehnya. Hal itu dilakukannya ketika individu dengan kecenderungan narsisme merasa harga dirinya terancam saat menerima masukan yang mengoreksi kebiasaan atau pola pikirnya. Tampak bahwa individu dengan kecenderungan narsisme sangat bangga dan mengagumi dirinya sendiri. Individu dengan kecenderungan narsisme cenderung suka menyalahkan orang lain,
30
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009
bila ada hal yang tidak memuaskan narsisme-nya. Pada umumnya dalam diri seseorang terdapat kecenderungan mengagumi diri sendiri. Hal ini berkaitan dengan harga diri. Orang yang merasakan adanya hal-hal positif dalam dirinya sendiri tentu saja akan menyukai diri sendiri dan mengembangkan perasaan bahwa dirinya berharga. Hal ini memberikan ketenangan batin dan merupakan sumber bagi kesehatan mental. Jadi, mengagumi diri sendiri dalam batas tertentu justru merupakan indikasi kesehatan mental. Seseorang senang jika dipuji dan dihargai oleh orang lain, maka individu tersebut merasa bahwa dirinya berharga dan berguna. Ketika merasa berharga, maka manusia dapat berkarya lebih baik lagi dan bersemangat dalam menjalani hidup. Perasaan berharga ini seringkali didapat melalui keberhasilan, kesuksesan, sehingga orang lain memberikan pengakuan kepadanya. Banyak hal lain yang membuat seseorang merasa dirinya berharga, contohnya orang merasa berharga ketika mereka mempunyai kekayaan, kedudukan, prestasi akademik, dan kelebihan dari orang lain. Individu yang memiliki harga diri normal tidak perlu meminta pengaguman dan pemujaan diri dari orang lain mengenai sikap, perilaku, prestasi, dan kehebatannya. Robins (2001) juga mengatakan bahwa individu dengan kecenderungan narsisme memiliki harga diri yang rendah. Demikian pula fenomena yang terjadi pada pengguna Friendster yang cenderung meminta pengaguman dan pemujaan diri dari orang lain mengenai suka memamerkan kelebihan, kehebatan yang dimilikinya, serta memiliki hubungan interpersonal yang dangkal dengan teman-temannya kurang perhatiannya dengan temannya mengindikasikan bahwa dirinya mengalami gangguan kepribadian, yakni kecenderungan narsisme.
Adi, Yudiati, Harga Diri …
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri dengan kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster. Sema-kin rendah harga diri, maka semakin tinggi kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster, demikian pula sebaliknya semakin tinggi harga diri, maka kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster rendah. seperti konsep diri, kesepian, dan cemburu atau iri hati. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kecenderungan narsisme para pengguna Friendster tersebut tergolong tinggi dan harga diri tergolong sedang. Banyak cara yang bisa dilakukan para pengguna Friendster untuk meningkatkan harga dirinya, antara lain mengenali jati diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangannya, meminta umpan balik dari orang lain sebagai evaluasi diri, berpikir positif dan realistis, bersosialisasi dengan tetangga atau lingkungan terdekat, dan menghargai hasil yang telah dihasilkannya meskipun hanya sederhana. Saran Sementara itu saran bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster ditinjau dari harga diri adalah menggunakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecenderungan narsisme pada pengguna Friendster, seperti: konsep diri, kesepian, dan cemburu atau iri hati. DAFTAR PUSTAKA Campbell, W.K. 2000 “Narcissism and comparative self-enhancement
31
strategies” Journal of Research in Personality vol 34 pp 235-243. Davison, G.C., Neale, J.M., dan Kring A.M. 2006 Psikologi abnormal (Edisi 9) Alih Bahasa: Noermalasari Fajar PT Rajawali Press Jakarta. Kartono, K. 1992 Patologi sosial (Jilid 1) PT Rajawali Press Jakarta. Kwan, V.S.Y. 2004 “Reconceptualizing individual differences in selfenhancement bias: An interpersonal approach” Pyschological Review vol 111 pp 94-110. Nuswandana, A. 2004 Cari teman baru lewat Friendster Dalam www.kompas.co.id tanggal 26 Maret 2004 diunduh 15 Juli 2007. Robins, R.W. 2001 “Personality correlates of self-esteem. Journal of
Research in Personality” vol 35 pp 463-482. Toha, D.A. 2005 Friendster: Pesona baru dunia online www.dudung.net diunduh 15 Januari 2008 Trumpeter, N.N., Watson, P.J., O’Leary, B.J., and Weathington, B.L. 2008 “Self-functioning and perceived parenting: Relation of parental empathy and love inconsistency with narcissism, depression, and selfesteem” The Journal of Genetic Psychology vol 169 pp 51-71. Widyatmoko, T. 2004 Demam Friendster melanda www.detikinet.com tanggal 02 April 2004 diunduh 15 Juli 2007. Yanti. 2007 Asal usul narsis (Narcissistic Personality Disorder) www.triyanti. blogspot.com tanggal 03 Desember 2007 diunduh 07 Maret 2008.
32
Jurnal Psikologi Volume 3, No. 1, Desember 2009