HAND OUT SISTEM KOMUNIKASI-S1
Disusun Oleh : Ir. Bambang Sumajudin MT
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEKOMUNIKASI BANDUNG 1999
PENDAHULUAN ( Parameter Kinerja Sistem Transmisi ) Pada kuliah ini pembaca dianggap telah memahami konsep dasar modulasi dan demodulasi analog maupun dijital yang sederhana ( bahasan detail mengenai konsep
modulasi dan
demodulasi terdapat dalam kuliah Sistem Komunikasi atau Siskom 1 ) . Misal direncanakan sistem transmisi sinyal informasi analog dengan BW 4 kHz menggunakan transmisi radio
dengan modulasi tertentu ( dapat berupa AM atau FM
Dikehendaki kualitas sinyal informasi di output receiver dengan S/N ≥ 30 dB . Gambar 1 melukiskan sistem transmisi tersebut . T R A N S M I T E R
frek pembawa = fp MODULATOR AM / FM
sinyal informasi ( pemodulasi )
GTX
PTX POWER Amplifier
d Gambar 1 R E C E I V E R
GRX
Fdem sinyal informasi ( So ) + Noise ( No )
TA PRE - RF Amplifier + MIXER + IF
DEMODULATOR AM / FM
Si
Fpra-deteksi Si =
PTX
+
GTX -
Loss transmisi + GRX
Si = level daya sinyal yang ditangkap receiver ;
( dalam dB )
.
PTX = daya sinyal pancar di Transmiter
GTX , GRX = Gain antena Transmiter dan Receiver Loss transmisi = redaman yang besarnya tergantung panjang/jarak lintasan ( d ) , curah hujan dan frekuensi carrier ( fp ) .
2
)
.
No
= Noise yang besarnya merupakan hasil akumulasi dari noise internal perangkat demodulator , noise internal perngkat pre-RF amplifier + MIXER + IF dan noise dari antena receiver.
Fdem ( Noise figure demodulator ) = parameter noise internal perangkat demodulator . Fpra-deteksi = parameter noise internal perangkat pre-RF amplifier + MIXER dan IF TA = merupakan parameter noise yang berasal dari antena penerima . Level sinyal terima Si tergantung pada parameter-parameter PTX , GTX , GRX , Loss transmisi , Fdem
. Selanjutnya nilai Si ,
Fpra-deteksi , TA dan jenis modulasi akan
menentukan perbadingan daya sinyal informasi terhadap daya noise S/N di output receiver. Besar BW transmisi yang dibutuhkan akan tergantung dari jenis modulasi yang digunakan dan BW sinyal informasi . Pada kasus transmisi data dijital , laju transmisi ( laju data ) dinyatakan dalam bit per detik ( bps ) sedangkan kualitas sinyal di output demodulator ( detektor / data recovery ) dinyatakan dalam Bit Error Rate ( BER , misal BER harus ≤ 10
-4
) . Pada kasus ini transmisi menggunakan
modulasi dijital seperti BPSK , QPSK , 64 QAM , FSK , MSK , GMSK dan lain-lain . Jadi nilai Si
akan menentukan BER di output detektor
. Dengan menggunakan Analog to Digital
Converter ( ADC ) sinyal informasi analog dapat diubah menjadi format sinyal dijital kemudian dapat ditransmisikan dengan modulasi dijital dengan parameter performansi dijital . Dari ilustrasi tersebut beberapa parameter kinerja transmisi yang sering digunakan dalam transmisi sinyal informasi adalah : S/N output demodulator , BW transmisi , level sinyal terima ( Si minimum di input receiver ) dan BER output detektor atau dapat juga menggunakan parameter SER ( Simbol Error Rate ) . Ruang lingkup bahasan materi kuliah
Kinerja Sistem Komunikasi pada prinsipnya
membahas kaitan antar parameter kinerja transmisi tersebut . Intuisi kita mengatakan bahwa kualitas sinyal ( S/N atau pun BER ) di output demodulator / detektor akan makin baik jika level sinyal terima
( Si ) diperbesar dan juga sebaliknya , dan hal itu benart . Tetapi intuisi kita
mungkin tidak membayangkan bahwa pada kuliah ini akan disimpulkan ternyata ada keterkaitan antara BW transmisi dengan kualitas sinyal di output demodulator , yaitu : dengan jenis modulasi tertentu ternyata kulitas
( S/N atau pun BER ) dapat makin baik bila BW transmisi diperbesar .
Pembaca diharapkan mengulang sendiri teori tentang peluang : Conditional probability , Bayes' Theorem , fungsi distribusi peluang kumulatif dan fungsi kerapatan peluang ( pdf ) .
3
Pembahasan tentang teori modulasi dan demodulasi pada kuliah ini lebih dititik-beratkan pada bahasan kinerja modulasi dan demodulasi tersebut .
I.1 Fungsi distribusi peluang kumulatif dan Fungsi kerapatan peluang . Misalkan suatu sinyal random x(t) seperti gambar 2.1 : x(t) gambar 2.1 t (detik ) Kita akan lebih memperhatikan nilai x(t) yang bersifat acak ( random ) seperti ditunjukkan pada gambar di atas . Misalkan : x(t1 ) = x1
; x( t2 ) = x2
Selanjutnya kita definisikan variabel random
; x(tn ) = xn X
; dan seterusnya
merupakan bilangan real yang
menyatakan nilai x(t) yang bersifat random tersebut . Jadi untuk contoh kasus tersebut variabel random X dapat berharga x1 , x2 , xn
dan seterusnya . Selanjutnya kita sepakati penulisan
variabel random menggunakan notasi huruf kapital sedangkan nilai variabel random dengan huruf kecil .
Misalkan suatu variabel random X memiliki fungsi distribusi peluang kumulatif
seperti gambar 2.2 . Dari gambar tersebut dapat diambil beberapa contoh sbb : peluang ( X peluang ( X peluang ( X peluang ( X peluang ( X
≤ ≤ ≤ ≤ ≤
1) -2 ) -3 ) 2) 3)
= = = = =
F(x)
F(1) = 0,7 = 70 % F(-2) = 0 F(-3) = 0 F(2) = 1 = 100 % F(3) = 1 = 100 %
gambar 2.2
1
0,7
-2
-1
0
1
2
3
Beberapa sifat fungsi distribusi kumulatif F( x) adalah : 1) F( -∞ ) = 0
4) F( x1 ) ≤ F( x2 )
jika : x1 ≤ x2
2) F( ∞ ) = 1
5) Peluang ( x1 ≤ X ≤ x2 )
= F( x2 ) ≤ F( x1 )
3) 0 ≤ F(x) ≤ 1 Catatan :
dalam beberapa text book penulisan F(x) adalah Fx( x )
Didefinisikan fungsi kerapatan peluang atau probability density function f(x ) Jadi density function f(x ) merupakan dF ( x ) turunan ( diferensiasi ) dari cumulative yaitu : f ( x) = dx distribution function F(x) 4
Sebagai contoh : Suatu variabel random A dengan fungsi distribusi kumulativ sbb : F(a) = -0,04 a2 + 0,24 a + 0,64
dan
-2 ≤ a ≤ 3
Contoh : peluang ( -1 ≤ A ≤ 2 ) = F( 2 ) - F( -1 ) = 0,96 - 0,36 = 0,6 = 60 % •
peluang ( A ≤ 0
•
peluang ( A ≤ 1,5 ) = F( 1,5 ) = 0,91 = 91 %
•
peluang ( A ≤ 2,5 ) = F( 2,5 ) = 0,99 = 99 %
; peluang ( A ≤ 2,7 ) = 99,64 %
) = F( 0 ) = 0,64 = 64 %
; peluang ( A ≤ 3
) = 100 %
Fungsi kerapatan peluang untuk contoh di atas : f (x) = F'( x ) = - 0,08a + 0,24
dan -2 ≤ a ≤ 3
f(x)
Bila kita perhatikan luas di bawah kurva f(x) ( daerah arsir ) = 1
0,24
catatan : dalam beberapa text book penulisan f(x) adalah fx(x)
x -2
-1
0
1
2
3
Beberapa sifat fungsi kerapatan peluang f(x) : 1). f(x) ≥ 0
x
; x = sembarang ∞ ;
2).
F( x ) = ∫ f ( x ) dx −∞
3).
∞
∫ f ( x) dx
=1
;
Peluang ( x1 ≤ X ≤ x2 ) =
4).
− ∞
x2
∫ f ( x)dx
x1
I.2 Variabel random Gaussian Suatu random variabel X dinamakan Gaussian apabila memiliki density function f(x) sebagai berikut :
f ( x) =
1 2πσ
2
exp(−( x − m) 2 / 2σ 2 )
…………( I.1 )
m = mean ( nilai rata-rata statistik / 'expextated value' dari random variabel X ) ∞
m =E[ X ] = ∫x. f ( x ) dx − ∞
; σ2
∞
= E[( X −m) 2 ] = ∫( x −m) 2 . f ( x) dx −∞
σ2 = variance ; σ = dinamakan standar deviasi Bila variabel random Gaussian X tersebut merupakan variabel dari sinyal tegangan atau arus x(t) yang bersifat random pada beban dengan impedansi 1 Ohm maka dapat diartikan : 1). m = merupakan komponen tegangan dc sinyal tersebut . 2). m2 = komponen daya dc sinyal tersebut
5
3). variance σ2 = komponen daya ac sinyal x(t) tersebut 4). σ = standar deviasi ( nilai rms sinyal tersebut ) 5). m2 + σ2 = total daya rata-rata sinyal tersebut 6). Didefinisikan Q ( x/σ )
Q ( x/σ ) =
, yaitu :
∞
∫ f ( x,σ)dx
dan
f ( x, σ ) =
x
∞
Atau Q ( x )
=
∫ f ( x,1)dx
dan
1 2πσ 2
f ( x,1) =
x
exp(−x 2 / 2σ 2 )
1 exp(−x 2 / 2) 2π
Sifat-sifat fungsi Q(z) : 1). Peluang ( sinyal random Gaussian > x ) = Q ( z ) ; z = x/σ ; 2). Q( z ) = Q ( -z ) ;
3). Q( 0 ) = 0,5
4). Peluang ( a < sinyal random < b ) = Q( a/σ ) - Q( b/σ ) ; a dan b ≥ 0 Nilai fungsi Q(x) dapat dilihat pada lampiran . Contoh kasus : Deretan sinyal NRZ Unipolar ( +V , 0 ) bercampur noise dilewatkan pada suatu sampler
SAMPLER
+
DECISION
OUT
2
Gaussian Noise ( m = 0 ; daya rata-rata = b ) Bila tak ada noise ( noise = 0 ) jelas bahwa output sampler hanya memiliki 2 kemungkinan yaitu ( +V dan 0 ) . Karena pengaruh noise maka kemungkinan nilai sampler menjadi ( V + Noise dan 0 + Noise ) = ( V + Noise dan Noise ) Misalkan blok Decision melakukan operasi sbb : Bila Output sampler ≥ 0,5 V maka Output Decision = +V Bila Output sampler < 0,5 V maka Output Decision = 0 Peluang kesalahan akibat noise di output Decision dapat dihitung sbb : Peluang salah = Peluang sinyal NRZ berharga +V dan noise pada saat sampler melakukan proses sampling berharga < - 0,5 V + Peluang sinyal NRZ berharga 0 dan noise pada saat sampler melakukan proses sampling berharga > + 0,5 V 6
Peluang sinyal NRZ berharga +V = Peluang sinyal NRZ berharga 0 = 0,5 Peluang ( harga sampel noise < - 0,5 V ) = Peluang ( harga sampel noise > + 0,5 V )
= Q( 0,5 V/σ ) ; σ = b
Jadi Peluang salah = 0,5 x Q( 0,5 V/b ) + 0,5 x Q( 0,5 V/b ) =
Q( 0,5 V/b )
Noise yang menggangu hasil deteksi / demodulasi dalam komunikasi umumnya dapat diasumsikan sebagai sinyal random Gaussian dengan mean = m = 0 . I.3 Proses random Misalkan kita mengamati m buah sinyal tegangan yang bersifat random seperti gambar 2.3 x1(t) gambar 2.3 ( Ilustrasi suatu proses random kontinyu )
t (detik ) t1
t2
x2(t)
t (detik ) t1
t2 m = bilangan bulat sangat besar
xm(t)
t (detik ) t1
t2
Suatu random proses X(t , s) dapat merepresentasikan suatu sekumpulan kejadian pada saat t variabel dan s adalah variabel kejadian (outcome) dari nilai tegangan tiap sinyal x(t) , jadi t dan s keduanya variabel . Bila s adalah kejadian tertentu (pada contoh ini tegangan tertentu) maka random proses dapat dipandang
merepresentasikan banyak kejadian s pada waktu tertentu
( misal t = t1 ) dalam hal ini s adalah variabel kejadian .
7
Pada t = t1 ada m buah harga tegangan yaitu x1(t1) , x2( t1 ) x3( t1) . . xm(t1) dst . Jika t1 adalah sembarang tertentu maka dapa kita definisikan X1 adalah random variabel dari proses random pada saat t tertentu yaitu : X 1 = X( t1 ) = X( t1 , s) , s adalah variabel . Nilai harapan dari X dinamakan ensemble average . Sifat statistik dari X tersebut menyatakan sifat statistik dari proses random pada saat t 1. Selanjutnya formulasi fungsi distribusi kumulatif pada bahasan sebelumnya dapat dituliskan : F ( x1 ; t1 ) = peluang ( X(t1) ≤ x1 ) = peluang ( X1 ≤ x1 ) Harga ekseptasi ( mean ) dari X1 ( atau x(t1) )
∞
=X1 =E[ X1 ] = ∫x1 . f ( x1 ; t1 ) dx1 − ∞
x1 = variabel dari nilai x(t1) T
Nilai rata-rata waktu dari x(t) didefinisikan :
x
1 = A [ x(t) ] = lim . ∫ x(t )dt T →∞ 2T −T
I.4 Autokorelasi dan korelasi silang Autokorelasi dari proses random X(t) adalah : RXX( t1 , t2 ) = E [ X(t1 ) X(t2 ) ] misalkan t2 = t1 + τ , maka
RXX( t1 , t2 ) = RXX( t1 , t1 + τ )
Suatu proses random dinamakan wide sense stasionary ( stasioner dalam arti luas ) bila : RXX( tn , tn + τ ) = RXX( tm , tm + τ ) = RXX( τ ) dan
tm ≠ tn
Time autocorelation function dari x(t) didefinisikan sbb : ℜxx (τ ) =
A [ x( t ) . x( t + τ ) ]
Suatu proses random x(t) dinamakan ergodik bila :
A[ x(t) ] = E{ A[ x(t) ] }
ℜxx (τ ) = RXX( τ )
dan
Suatu proses random x(t) dan y(t) dinamakan jointly ergodic bila : 1). x(t) dan y(t) masing masing ergodik dan 2). ℜxy (τ) = A [ x( t ) . y( t + τ ) ] = RXX( τ ) Dua buah random variabel A dan B dinamakan saling bebas ( independent ) bila fungsi kerapatan peluang dari variabel random A hanya merupakan fungsi variabel random A dan fungsi kerapatan peluang variabel random B hanya merupakan fungsi dari variabel random B . Sebagai contoh praktis dalm kehidupan sehari-hari adalah : misal dua orang X dan Y tak saling kenal bertempat tinggal di 2 kota yang terpisah maka kita dapat mengatakan peluang X sedang duduk sama sekali tak tergantung terhadap apa yang dilakukan oleh Y , juga sebaliknya .
8
Misal A = variabel random dengan dengan ruang sample kegiatan X pada 10 pagi ( misal makan , minum , duduk , berdiri dll ) , dan B = variabel random dengan dengan ruang sample kegiatan Y pada 10 pagi ( misal makan , minum , duduk , berdiri dll ) . Bila variabel random C dan D memiliki ruang sampel X dan Y ( X dan Y bilangan real ) Misalkan variable random C dan D adalah saling bebas ( independent ) maka : Bila random c(t) dan d(t) memeiliki korelasi silang = 0 ,yaitu : RXY( t1 , t2 ) = E [ X(t1 ) Y(t2 ) ] = 0 maka c(t) dan d(t) dinamakan saling orthogonal Bila dua buah sinyal random c(t) dan d(t) saling bebas maka pasti memenuhi : RXY( t1 , t2 ) = E [ X(t1 ) Y(t2 ) ] = E [ X(t1 ) ] . E [ Y(t2 ) ] maka c(t) dan d(t) dinamakan uncorelated Dua buah random variabel yang saling bebas ( independent) maka pasti uncorelated tapi sebalinya bila 2 buah random variabel yang uncorelated tak selalu saling bebas . Contoh sinyal noise x(t) dan y(t) dari sumber yang berbeda , menurut pendapat anda : apakah saling bebas ? , apakah uncorelated ? , apakah nilai korelasi silangnya = 0 ? Pembaca diharapkan benar-benar memahami beberapa sifat-sifat statistik yaitu : konsep saling bebas (independent) , uncorelated
, orthogonal , stasioner dalam arti
luas dan ergodik . Pada kuliah ini semua sinyal random diasumsikan ergodik .
I.5 Spektrum rapat daya( Power spektral density ) sinyal random Misalkan suatu proses random X(t) , dan x T(t) didefinisikan sebagai segmen (portion) dari sampel sinyal random x(t) dalam selang -T hingga T ( T = bilangan berhingga ) sbb : xT(t) = x(t) untuk -T < t < T
dan xT(t) = 0 untuk t diluar daerah tersebut .
T
∫−T x
Asumsikan juga misal untuk T berhingga dipenuhi kriteria :
Didefinisikan Transformasi Fourier dari xT(t) = XT( ω) =
9
T
T
(t ) dt <∞
∫ x(t ) exp(− jωt )dt
−T
Didefinisikan
XT ( ω
=
transformasi Fourier dari harga mutlak xT(t) , maka :
Spektrum rapat daya sinyal x(t) didefinisikan sebagai SXX( ω) = lim .
2
E[ X T ( ω ) ]
T →∞
2T
Satuan SXX( ω) adalah Watt /Hz . Sifat-sifat dari spektrum rapat daya ( PSD ) sinyal : 1).
SXX( ω) ≥ 0 dan
2).
SXX( ω) = SXX( -ω)
3).
1 S XX ( ω) dω 2π -∫ ∞
4) 5)
∞
SYY( ω)
SXX( ω)
; X(t) = real = A{ E [ X2(t) ] }
= ω2 . SXX( ω)
∞
; y (t ) =
1 S XX ( ω). exp( jωτ).dω 2π -∫ ∞
dan
SXX( ω)
= real
dx(t ) dt
= A{ RXX( t , t +τ ) }
∞
= ∫A{ RXX ( t , t +τ ) } . exp(−jω τ).dτ -∞
Atau spektrum rapat daya SXX( ω) merupakan transformasi fourrier dari rata-rata waktu auto korelasi A{ RXX( t , t +τ ) } . 6).
Jika proses random stasioner dalam arti luas maka sifat nomor lima menjadi : ∞
1 S XX ( ω). exp( jω τ).dω 2π -∫ ∞
dan 7)
SXX( ω)
= RXX(τ )
∞
= ∫ R XX ( τ ) . exp( −jω τ).dτ -∞
Jika z(t) = a(t) . b(t) maka : SZ( ω) = SAB( ω)
∞
= ∫A{ R AB ( t , t +τ ) }. exp( −jω τ).dτ -∞
dan jika z(t) stasioner dalam arti luas maka : SZ( ω) 8)
∞
= ∫ R AB ( τ ) . exp( −jω τ).dτ -∞
Daya rata-rata sinyal x(t) = PXX =
1
lim . T →∞ 2T
T
∫ E[ X
2
(t ).]dt
−T
= A { E [ X2 (t) ] } Pembuktian sifat-sifat tersebut diserahkan pada pembaca sebagai latihan atau dapat dilihat pada text book diantaranya :
10
1) Probability Random Variables and Random Signal Principles , PEYTON PEBLES, Jr
Z.
2) COMMUNICATION SYSTEMS , An Introduction to Signals and Noise in Electrical Communication , A. Bruce Carlson Catatan : sifat nomor 1 , 2 , 4 , 6 dan 8 akan sering kali digunakan . Spektrum rapat daya yang dimaksud di atas adalah spektrum 2 sisi artinya dapat digambarkan memiliki komponen frekuensi negatif dan positip . Dari sifat nomor 2 dapat didefinisikan spektrum rapat daya satu sisi sebagai berikut . Bila spektrum dua sisi sinyal randon x(t) :
SXX( ω) = f ( ω )
;
-∞ ≤ ω ≤ ∞
maka spektrum satu sisi sinyal x(t)
SXX( ω) = 2 .f ( ω ) ;
0 ≤ ω ≤ ∞
:
Dalam kuliah ini bila tak disebutkan maka yang dimaksud adalah spektrum 2 sisi
Pembaca harus dapat membedakan konsep fungsi kerapatan peluang , fungsi distribusi kumulatif dan power spektral density ( PSD )
Fungsi kerapatan peluang f (x) dan fungsi distribusi kumulatif F'( x ) melukiskan salah satu parameter sifat statistik sinyal random x(t) .
Power spektral density ( PSD ) SXX( ω) melukiskan kerapatan daya sinyal terhadap frekuensi .
I.6 Spektrum rapat daya suatu sistem linier Suatu sistem linier dengan impulse respon h(t) , fungsi transfer H(ω) diberi masukkan t
sinyal random x(t) menghasilkan output y(t)
y(t) =
∫x(t −τ).h(τ).dτ
−∞
x(t)
H( f )
y(t)
Power spektral density output SYY( f ) = Total daya rata-rata di output =
Y( f ) = H( f ) . X( f )
H( f )
∞
2
. SXX ( f )
1 S YY ( ω).dω = 2π -∫ ∞
11
∞
∫S
-∞
YY
( f ).df
; ω = 2.π.f
∞
= ∫
H( f )
2
S XX ( f ).df
-∞
Sebagai contoh misalkan suatu sinyal random : X(t) = B Cos ( ωo t + θ ) B , ωo
= konstanta bilangan real sedangkan θ = random variabel dengan fungsi kerapatan
uniform dalam selang ( 0 , π/2 ) . f( α ) = 2
f( α )
π 2
Luas daerah arsir = 1
π π/2
0
E [ X(t)2 ] = E [ B2 Cos2 ( ωo t + θ ) ] = E [ 0,5 B2 + 0,5 B2 Cos ( 2ωo t + 2θ ) ] = 0,5
B2
+ 0,5
B2
0 , 5π
.
2
∫
π
0
= 0,5 B2 -
B2
π
.Cos ( 2ω0 .t + 2θ.).dθ
Sin ( 2ω0 .t )
Daya rata-rata x(t) = PXX = A { E [ X2 (t) ] } PXX XT( ω) =
=
A{
0,5 B2 -
T
T
−T
−T
∫ x(t ) exp(− jωt )dt =
= B.T exp ( j θ )
B
2
π
} =
0,5 B2
∫ B Cos ( ω.t +θ ) exp(− jω.t )dt
Sin[(ω − ωo ).T ] [(ω − ωo ).T ]
XT ( ω 2
Sin ( 2.t )
=
+ B.T exp ( -j θ )
X T (ω.). X T∗.(ω.)
=
Sin[(ωo + ω).T ] [(ωo + ω).T ] 2
E.[ X T (ω.) ] 2.T
=
T .Sin 2 [(ω − ωo ).T ] T .Sin 2 [(ωo + ω ).T ] B 2π . . + . = . 2 2 2 2 .[( ω − ω ). T ] 2 .[( ω + ω ). T ] o o
sedangkan :
T sin .( k .T )
lim . T →∞ 2π
k .T
maka PSD sinyal x(t) : SXX( ω) =
2
. = δ (.k .)
B 2π .{δ (ω − ωo ). + .δ (ω + ωo )}. 2 12
I.7 Noise Sumber noise dalam sistem komunikasi yang mengakibatkan menurunnya performansi output detektor ataupun demodulator berasal dari banyak sumber noise , diantaranya : a). Akibat dari pergerakan elektron dalam semi konduktor ( ' shot noise ' ) . b). Akibat pergerakan elektron dalam konduktor yang panas ( ' thermal noise ' ) . c). Berasal dari sinar kosmis ruang angkasa . Gaussian noise adalah noise dengan fungsi kerapatan peluang ( pdf ) mengikuti fungsi Gaussian seperti pada sub-bab 1.2 persamaan 1.1 . Dalam prakteknya noise-noise yang terjadi mungkin saja lebih mendekati fungsi kerapatan peluang Laplacian , Uniform atau lainnya . Sebagai contoh noise akibat kuantisasi lebih mendekati fungsi kerapatan Uniform . Tetapi kebanyakan noise lebih mendekati Gaussian . White gaussian noise adalah Gaussian noise yang memiliki power spektral density ( PSD ) konstan di semua daerah frekuensi ( -∞ ≤ ω ≤ ∞ ) ; SNN( ω) = atau : SNN( ω) =
η0 2
η0
; -∞ ≤ ω ≤ ∞
, PSD tersebut dinyatakan dalam 2 sisi
0≤ ω ≤ ∞
, PSD tersebut dinyatakan dalam 1 sisi
;
Korelasi silang noise tersebut : Total energi noise tersebut =
RNN(τ ) =
η 0 . δ( τ ) 2
∞
1 S NN ( ω) dω 2π -∫ ∞
= ∞ SNN( ω)
RNN(τ )
η0
η0
2
2 τ
Suatu Resistor dengan temperatur T
o
K akan membangkitkan noise dgn PSD satu-sisi :
13
SNN( ω) =
k.
α.ω α.ω
; α = 7,64 x 10-12 ; ω = 2 π f ; k = 1,38 x 10-23
exp . −1 T
αω << 1 maka SNN( ω) = k.T Watt / Hz ( rapat daya noise dalam satu-sisi ) T
untuk exp
Band limited White noise adalah noise dengan PSD konstan ( tak nol ) pada BW terbatas . Contoh 1: Suatu Low-pass noise yaitu : white noise yang dilewatkan pada suatu LPF dengan frekuensi cut off ωx SNN( ω) ( W/Hz ) RNN(τ ) =
0,5.η ωx
-ωx
0,5.η
=
ωτ
So(t) dengan PSD : SNN( ω) daya noise output = No = σ2 ( variance )
frekuensi cut off = ωx
No = σ2 ( variance )
2π
ωx = 2 .π .fx
LPF ideal
white noise
η Sin(ωτ )
= η fx
0,5.η x 2 . fx
Watt
Band Width ( BW ) satu-sisi So(t) = fx Hz Contoh 2: Band-pass noise yaitu : suatu white noise yang dilewatkan pada suatu BPF SNN( ω) ( W/Hz )
0,5.η -ωp- ωx
-ωp + ωx
RNN(τ ) =
ωp- ωx
ωp + ωx
η Sin(ωτ/2 ) Cos( ω τ ) o 2π ωτ/2
Daya noise output BPF = No = σ2 ( variance ) = 0,5.η x 2 . fx 14
= η fx
Watt
BW sinyal noise keluaran BPF = 2.fx Hz Dalam perangkat komunikasi elektronik kebanyakan noise dapat dimodelkan sebagai : White noise , Low-pass noise dan Band-pass noise seperti contoh 1 dan 2 di atas . Suatu band-pass noise ( noise band-pass ) n(t) dapat dimodelkan sebagai noise kuadratur sebagai berikut : Jika : nI(t) dan nq(t) adalah 2 buah low-pass noise yang stasioner dan independent maka n(t) adalah band-pass noise , yaitu : n(t) = nI(t) . Cos ( ω pt ) - nq(t) .Sin ( ω pt ) nI(t) = komponen inphase dari n(t) ; nI(t) = komponen kuadratur dari n(t) SNI( ω) ( W/Hz ) PSD nI(t) 0,5.η
harga rata-rata noise inphase
= 0
harga rata-rata noise kuadratur
= 0
harga rata-rata noise band-phase = 0 ωx
-ωx
daya noise inphase rata-rata
=
daya noise kuadratur rata-rata = SNQ( ω) ( W/Hz )
daya noise band-pass rata-rata =
PSD nq(t)
η fx
Watt = σ2
0,5.η
-ωx
ωx
SNN( ω) ( W/Hz )
PSD n(t)
η/2 -ωp- ωx
-ωp + ωx
ωp- ωx
ωp + ωx
Catatan : PSD nI(t) , nq(t) dan n(t) tersebut digambarkan dalam spektrum dua sisi .
I.8 Band Width Noise equivalent ( BN ) suatu perangkat 15
Misalkan suatu sistem liniar ( misal : amplifier ) diberi input white noise : n(t)
H( f )
; daya noise di output = No = σ2
no(t)
Daya noise di output No akan tergantung dari fungsi transfer amplifier H( f ) , atau dengan kata lain banyaknya komponen spektral noise yang dilewatkan oleh amplifier tersebut tergantung dari lebar daerah pass-band dari amplifier tersebut . H ( f ) LPF
2
H ( f ) Amp
2
Magnitude response Amplifier
LLPF
LAmp K
K fz Magnitude response LPF ideal dengan cut off = fz
No =
∞
∫ -∞
H( f )
2
S NN ( f ).df =.
η∞
2 -∫ ∞
H( f )
2
∞
df =.η. ∫ H( f )
∞
No = η∫ H( f ) 2 df =.η.K .B N
K = Gain Maksimum Amplifier ( biasa disebut Gain saja ) Dapat disimpulkan bahwa :
0
∞
.
df .
0
Didefinisikan BW noise ekuivalen BN satu-sisi yaitu :
Jadi BW noise ekuivalen BN =
2
∫
2
H( f ) Amp df
0
.
K
Luas LAmp = LLPF-ideal
I.9 Temperatur derau ekuivalen ( Te ) dan Noise figure
( F )
Misalkan suatu Amplifier dengan BW noise ekuivalen BN dan Gain G .
x(t)
Amplifier , G , BN
y(t) daya output = PO
Bila Amplifier tersebut tak diberi masukkan apapun ( input di short circuit ) maka mestinya di output tak ada sinyal sebesar apapun , Amplifier demikian artinya ideal dalam arti tak membangkitkan noise internal . Jadi jika x(t) = 0 ( atau input short circuit ) , maka : PO = η.G . BN Watt . = 0 .G . BN Watt . = 0 16
Pada Amplifier ideal , jika x(t) adalah white noise dengan PSD satu-sisi = η , maka : PO = η.G . BN Watt , dalam kuliah ini η digunakan sebagai lambang PSD satu-sisi Pada prakteknya ( realistis Amplifier ) , jika x(t) = 0 , maka : PO = η.G . BN . + Nint-Amp = 0.G . BN
. + Nint-Amp = Nint-Amp
= Nint Watt
Bila realistis Amplifier diberi input white noise dengan PSD satu-sisi = η , maka : PO = η.G . BN + Nint Watt . Noise Nint dalam prakteknya berasal dari noise internal perangkat ( komponen elektronik Amplifier ) tersebut yang besarnya dapat berubah tergantung level sinyal input , temperatur ruang ( temperatur sekeliling amplifier ) dll . Tetapi kenyataan praktek menunjukkan untuk range level input tertentu yang relatif cukup kecil dan range temperatur ruang yang juga cukup kecil ternyata harga Nint dapat dianggap konstan ( perubahannya kecil ) . Dari kenyataan tersebut kita dapat memodelkan realistis amplifier sbb : k = 1,38 x 10-23 ( konstanta Boltzman ) x(t)
Realistis Amplifier , G , BN
y(t) , daya output = PO
η e = k . Te ; Te = Temperatur derau ekuivalen Amplifier ( o K ) Dari model tersebut di atas kita mengasumsikan bahwa noise internal tersebut berasal dari thermal noise dengan PSD konstan = η e W / Hz , tapi sebenarnya belum tentu demikian . Jadi kini spesifikasi realistis Amplifier adalah : G , BN dan Te Temperatur derau Te hanyalah abstraksi untuk memodelkan terjadinya noise internal , jadi bukan temperatur fisik amplifier ataupun temperatur ruang ( lingkungan Amplifier ) . Dengan model tersebut maka : Nint = ηe .G . BN = k. Te η.G . BN
; Te ( o Kelvin )
Jika amplifier tersebut diberi input sinyal sebesar Si bercampur white noise η dengan asumsi : PSD sinyal terletak dalam daerah pass-band amplifier tersebut , maka : PO =
η.G . BN + ηe .G . BN
+ Si . G =
( η + k Te ) .G . BN
Komponen daya noise di output = No = ( η + k Te ) .G . BN
17
Watt
+ Si . G
Komponen daya sinyal di output = So = Si. G . Watt Didefinisikan kualitas sinyal terhadap noise S / N adalah perbandingan daya sinyal terhadap daya noise maka :
( S / N )output = So / No
So / No = Si / ( ( η + k .Te ) .BN ) ( tanpa satuan ) Di input amplifier kita tidak dapat mendefinisikan nilai S / N , sebab white noise memiliki BW yang sangat lebar sehingga total daya noise input = tak hingga . Di input amplifier kita dapat menyatakan besaran S / η Salah satu spesifikasi noise perangkat telah kita ketahui adalah T e , cara lain menyatakan spesifikasi tersebut adalah dengan noise figure . Didefinisikan Noise figure ( F ) suatu perangkat dengan temperatur derau Te adalah : F = 1+
Te 290
;
F ( dB ) = 10 x log { 1 +
Agar diperhatikan bahwa Noise figure
Beberapa literatur yang menuliskan
Te 290
(S N ) ≠ (S N ) (S N ) (S N )
} dB
INPUT
INGAT ! ! ! DEFINISI INI OUTPUT S A L A H
F
F =
INPUT
OUTPUT
I.10 Noise figure saluran meredam dan Noise figure sistem kaskade Suatu saluran koaxial akan membangkitan noise tergantung dari temperatur fisik koaxial dan besar redaman koaxial tersebut . Model saluaran mereadam dapat digambarkan sbb : ηA
ηB
Gain = G = 1/L A
BN = ∞ ; temperatur fisik = Tamb o K
18
B
Te-saluran = Te
; L = redaman ( loss ) saluran
Model di atas melukiskan suatu saluran kabel meredam yang kedua ujungnya dalam kondisi match dan kedua ujungnya tak diberi input sehingga tentu saja berlaku : η A = η B . Rapat daya derau η A = η B = k.Tamb
; Tamb = temperatur fisik saluran kabel .
η A = η B = k.Tamb = ( k.Tamb + k.Te ) x ( 1/L ) maka : Te-saluran = Te = Tamb ( L - 1 ) Fsaluran = 1 +
T .( L − 1) = 1 + amb 290
Te 290
Jika Tamb = 290 o K , maka : Fsaluran = Loss = L Misalkan 3 buah amplifier disusun kaskade dan input = 0 ( input short circuit ) , bagaimana noise figure gabungan sistem kaskade tersebut : x(t) = 0
Te ; F s
Te ; F s ηA
G1 ; BN1
η A = G1 . k.Te1
;
ηB
G2 ; BN2
η B = G1 . G2. k.Te1
η C = G1 . G2. .G 3 . k.Te1
Te ; F s
+
+ G3 . k.Te3 ; Gs = G1 . G2. G 3
η C = k x Gs . x. . Ts .
Untuk
ηC
G2 . k.Te2
+ G2 . G 3. k.Te2
T T = k G1 . G2. .G 3 . Te1 + e 2 . + e3 G1 G1G2
G3 ; BN3
Te 2 Te3 Ts . = . Te1 + .+ G1 akan G1diperoleh G 2 : N buah susunan kaskade
19
Ggabungan = Gs . Te-gabungan = Ts
ηC
Temperatur derau ekuivalen gabungan =
TeN Te 2 Te3 Ts . = . Te1 + .+ + ..... + . G1 G1G 2 G1G 2 ....G N −1 Dengan manipulasi matematik diperoleh juga : Noise figure sistem kaskade =
F2 − 1 F3 − 1 FN − 1 Fs . = . F1 + .+ ...... + G G G G1G 2 ....G N −1 1 2 1
Contoh-contoh soal : No.1
Dua buah penguat (C dan D) dengan karakteristik sebagai berikut : Tec = 1500 0 K ; GC = 10 dB ;
BW noise ekiv C = 10 MHz
FD = 17 dB
BW noise ekiv D = 5 MHz
; GD = 23 dB ;
input
C
Si η
D
M
out
Si = 60 pW
Rapat spektral daya noise di input C adalah η = 6 x 10-20 W / Hz Hitung :
S/N di titik M dan S/N di Output dan hitung daya sinyal SI agar S/N di output minimal 10 dB
Solusi : ( S/N )M = =
S I .GC SM SI . .=. .=. (η + k .TeC ).B NC .GC (η + k .TeC ).B NC NM
(
60.x.10 −12 600.x.10 −13 . = .74,3 . = . 6.x10 −20. +.1,38.x.10 −23.1500 .x.10 7 8,07.x.10 −13
)
( S/N )M = 10 x log ( 74,3 ) dB = 18,7 dB FD = 17 dB = 50 kali ;
Te = ( F - 1 ) . 290 ; TeD = ( 50 - 1 ) . 290 = 5510 o K
Temperatur derau ekuivalen gabungan =
TeD Ts . = . TeC + GC
2921,1 20
.
= 1500. + .
14210 = 10
Band Width noise equivalen : BND = 5 MHz < BNC = 10 MHz , maka :
S OUT S I .GTOT SI . .=. .=. . = (η + k .Ts ).BND .GTOT (η + k .Ts ).B ND N OUT
( S/N )out =
( S/N )out =
(
60.x.10 −12 . = .119,8 = 20,8 dB 6.x.10 −20. +1,38.x.10 −23.x.2910 .x.5.x10 6
)
S OUT SI . . = .. . = 10.dB = 10 kali , maka : (η + k .Ts ).B ND N OUT
( S/N )out =
SI = 10 x ( 6 x 10-20 + 1,38 x 10-23 x 2910 ) x 5 .106
= 5 x 10-12 = 5 pW
No.2 Suatu LPF memiliki karakteristik seperti gambar di bawah ini . H ( f ) LPF
2
3
1,5
0
4
6
10
MHZ
a). Hitung BW 3-dB dan BW noise ekuivalent satu sisi dari LPF tersebut . b). Jika masukkan filter tersebut dihubung-singkat ke ground dikeluran terukur daya derau sebesar
1,4 x 10-12 Watt . Hitung noise figure LPF .
c). Bila filter tersebut diberi masukkan sinyal dengan daya rata-rata sebesar 10-10 Watt bercamour derau dengan rapat daya derau satu sisi 4 x 10-20
W / Hz . Hitung S/N keluaran filter tersebut .
Solusi : a) . Dari kurva magnitude respon H ( f = .6..MHz ) LPF
Jadi BW 3-dB =
sebesar
2
H ( f ) LPF
= 1,5 = 0,5 x
2
tampak bahwa : H ( f ) LPF
6 MHz
21
2
Maksimum
= 0,5 x 3 = 1,5
∞
BW noise ekuivalen BN satu-sisi =
.
∫ H( f )
2 Amp
df
0
.
K
=
= Luas kurva / ( Gain maksimum ) Luas kurva = 3 x 4 + 0,5 x 2 + 0,5 x ( 1,5 x 2 ) + 0,5 x ( 1,5 x 4 ) = 17,5 BN satu-sisi = 17,5 / 3 = 5,83 MHz b). Total daya di output = Po = Si. G + k Te .G . BN input short-circuit artinya x(t) = 0 , maka : 1,4 x 10-12 Maka : Te .= ( 1,4 x 10-12 Te .= ( 1,4 x 10-12
Watt
= Po =
0 . G + k Te .G . BN
) / ( k .G . BN ) =
) / ( 1,38 x 10-23 x 3 x 3,83 x 10 6 ) = 8827,2 o K
Noise figure LPF = FLPF. = 1 + ( 8827,2/290 ) = 31,4 = 15 dB c). Si. = 10-10 Watt ( S/N )OUT = ( S/N )OUT =
; rapat daya noise input η = 4 x 10-20
W / Hz
SO S I .G LPF SI . . =. .=. (η + k .Te ).B N −LPF .G LPF (η + k .Te ).B N −LPF NO
(
.10 −10 . = .106 = 20,25 dB 4.x.10 −20. +1,38.x.10 −23.x.8827,2. .x.5,83.x10 6
)
No.3 Suatu sistem disusun kaskade seperti gambar berikut , BNB = 10 Mhz
BNC = 2,5 Mhz
A Si η
C
B Loss = 6 dB
Q
R
GB = 3 dB
GC = 20 dB
FB = 7 dB
TeC = 2000 0 K
a)
Hitung S/N di titik Q dan R bila diketahui : Si = 1,5 x 10-11 W dan η = 2 x 10-20 W / Hz
b)
Bila susunan diubah men jadi B - A - C hitung S/N di output C ( di R )
22
Solusi : a). Noise figure saluran = Loss = L = 6 dB = 4 ; TeA. = ( 4-1 ) x 290 = 870 o K FB = 7 dB = 5 ; TeB = ( 5-1 ) x 290 = 1160 o K
. L
T T Temperatur derau gabungan A - B = TAB = . T + eB . . = . T + eB eA G eA 1
1160 o TAB = .. 870. + .. = 5510 K 1 4
( S/N )Q = ( S/N )Q =
SQ NQ
(
. =.
A
;
S I .G A .G B SI . . =. (η + k .TAB ).B NB .G A .G B (η + k .T AB ).B NB
1,5.x.10 −11 . = .19,7 = 12,9 dB 2.x.10 −20. +1,38.x.10 −23.x.5510. .x.10.x10 6
)
T T T T TABC = . T + eB . + eC .. = . T + eB . + eC eA G 1 .G G A .G B eA 1 A L L B TABC = 870. + .
( S/N )R =
(
; GB = 3 dB = 2 kali
1160 2000 .+. = 9510 o K , selanjutnya dengan cara seperti di atas : 1 1 2.x 4 4
1,5.x.10 −11 . = .39,7 = 16 dB 2.x.10 −20. +1,38.x.10 −23.x.9510. .x.2,5.x10 6
)
b). Bila susunan diubah men jadi B - A - C , dengan cara seperti di atas maka : TBAC = 1160. + .
( S/N )R =
II.
(
870 2000 .+. = 5595 o K 1 2 2.x 4
1,5.x.10 −11 . = .61,7 = 17,9 dB 2.x.10 −20. +1,38.x.10 −23.x.5595. .x.2,5.x10 6
)
Kinerja Modulasi dan Demodulasi analog Pada sub bab ini akan diuraikan bagaimana kualitas ( S/N ) output demodulator AM dan
FM serta BW transmisi yang dibutuhkan . Pembahasan lebih diarahkan pada kualitas S/N output demodulator .
23
di
II.1 Kinerja Modulasi dan Demodulasi AM-SSB dan DSB-SC Misalkan sinyal AM-SSB-LSB dengan pemodulasi sinussoidal tunggal dengan frekuensi fx : S(t) = A Cos [( ω p - ω x ) t ]
; ω p = 2 x π x fp
; fp = frekuensi pembawa
Misalkan sinyal tersebut bercampur dengan white noise di input demodulator SSB ( titik A ) : A
BPF-IF
B
C
LPF
OUT
Frek cut off = fM > fx
ηA
SO
, NO
D Carrier Recovery Pass-band BPF-IF = ( fP - fM ------
Gambar 2.1 ( Demodulator SSB-LSB ) fP ) ; sinyal di D = Cos [( ω p ) t ]
Daya rata-rata sinyal SSB di input ( titik A ) = Si = 0,5 A2 Persamaan sinyal di titik C = A Cos [( ω p - ω x ) t ] x Cos [( ω p ) t ] =
0,5 . A Cos [( ω x ) t ]
+ 0,5 . A Cos [ ( 2.ω p - ω x ) t ]
LPF hanya melewatkan komponen frekuensi rendah sehingga persamaan sinyal di output : y(t) =
0,5 . A Cos [( ω x ) t ]
Daya sinyal informasi y(t) di output = SO = 0,5 x ( 0,5 A )2 = 0,125 A2 = 0,25 Si Besar rapat daya noise di B = di A tetapi terletak dalam spektrum yang terbatas PSD 2 sisi di B
SNB( f ) ( W/Hz )
0,5 ηA
-fp
-fp + fM
fp- fM
Jika rapat daya noise di B digambarkan dalam satu-sisi : SNB( f ) ( W/Hz ) ηA 24
PSD satu-sisi di B
fp
0
fp- fM
fp
Dengan translasi spektrum maka rapat daya noise di C : SNC( f ) ( W/Hz )
PSD satu-sisi di C Daerah spektrum noise yang dilewatkan LPF 0,25 ηA
0
fM
2fp- fM
2fp
Jadi daya noise di output = NO = 0,25 η A x fM = 0,25 η A fM Maka : ( S/N )O-SSB = ( 0,25 Si )/ ( 0,25 η A fM ) = ( Si )/ ( η A fM ) Untuk demodulasi AM-SSB - USB akan diperoleh hasil yang sama .
Pada analisis tersebut menggunakan pemodulasi sinussoidal tunggal , tetapi hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk pemodulasi sembarang . Kini kita analisis untuk kasus sinyal AM-DSB-SC dengan sinyal pemodulasi m(t) : S(t) = m(t) Cos ( ω p t )
;
Misalkan sinyal tersebut bercampur dengan white noise di input demodulator ( titik A ) : A
BPF-IF
B
C
LPF Frek cut off = fM > fx
ηA
OUT SO
, NO
D Carrier Recovery
Gambar 2.2 ( Demodulator AM-DSB-SC )
Diagram blok demodulator AM-DSB-SC adalah sama dengan demodulator AM-SSB . Pass-band BPF-IF = ( fP - fM ------
f P + fM )
Daya rata-rata sinyal AM-DSB-SC di input ( titik A ) = Si Si = S (t ) 2 . = 0,5 m(t ) 2 . = 0,5 x daya sinyal m(t) Persamaan sinyal di titik C =
m(t) Cos 2( ω p t ) = 0,5 m(t) + 0,5 m(t) Cos ( 2ω p t )
LPF hanya melewatkan komponen frekuensi rendah sehingga persamaan sinyal di output : 25
y(t) = 0,5 m(t) Daya sinyal informasi y(t) di output demodulator = SO = 0,25 m(t ) 2 . = 0,5 Si
PSD 2 sisi di B
SNB( f ) ( W/Hz )
0,5 ηA
-fp - fM
-fp + fM
fp- fM
SNB( f ) ( W/Hz )
fp + fM
PSD satu-sisi di B
ηA
0
fp- fM
fp + fM
Dengan translasi spektrum maka rapat daya noise di C : SNC( f ) ( W/Hz )
PSD satu-sisi di C Daerah spektrum noise yang dilewatkan LPF
0,5 ηA
0,25 ηA
0
fM
2fp- fM
2fp + fM
Jadi daya noise di output = NO = 0,5 η A x fM = 0,5 η A fM Maka : ( S/N )OUT-AM-DSB-SC =
( Si )/ ( η A fM )
II.2 Kinerja Modulasi dan Demodulasi AM- DSB-FC Misalkan sinyal AM-DSB-FC dengan pemodulasi m(t) , S(t) = A [ 1 + m(t) ] Cos ( ω p t ) dideteksi dengan detektor sinkron seperti gambar 2.2 . Pass-band BPF-IF = ( fP - fM ------
f P + fM )
Daya rata-rata sinyal AM-DSB-FC di input ( titik A ) = Si = 0,5 A2 + 0,5 A2 m(t ) 2 .
26
Persamaan sinyal di titik C = A [ 1 + m(t) ] Cos 2 ( ω p t ) = 0,5 A + 0,5 A m(t) + 0,5 A m(t) Cos [ ( 2.ω p t ) LPF hanya melewatkan komponen frekuensi rendah sehingga persamaan sinyal di output : y(t) = 0,5 A m(t) + 0,5 A Jadi
y(t) =
sinyal dc di redam oleh kopling kapasitor
0,5 A m(t)
Daya sinyal informasi y(t) di output demodulator = SO = atau SO =
m 2 (t )
(2. +.2m (t )) .S 2
y (t ) 2 . =
0,25 A2 m(t ) 2 .
; daya noise di output sama dengan kasus AM-DSB-SC
i
NO = 0,5 η A x fM = 0,5 η A fM Maka : ( S/N )OUT-AM-DSB-FC ( dengan detektor sinkron ) =
m 2 (t )
Si 1 + m 2 (t ). ηA f M
(
)
.
Jika pemodulasi sinussoidal tunggal m(t) = m Cos( ω x t ) maka m(t ) 2 . = 0,5 m2
Maka : ( S/N )OUT-AM-DSB-FC ( dengan detektor sinkron ) =
(
Si m2 . 2 η f 2 +m . A M
)
Sekarang kita analisis untuk kasus deteksi sinyal AM-DSB-FC dengan detektor selubung . Sinyal AM-DSB-FC + noise : S(t) = A [ 1 + m(t) ] Cos ( ω p t ) + n(t)
S(t)
A
S(t)
B
BPF-IF nA(t)
nB(t)
Sinyal m(t) memiliki BW = fM
C Detektor Selubung
nC(t)
sehingga sinyal AM tersebut memiliki BW = 2 fM
Pass-band BPF-IF = daerah spektrum sinyal S(t)
( BW BPF-IF = 2 fM
)
Jadi sinyal S(t) di A = di B nA(t) dapat dipandang sebagai white noise dengan PSD = ηA nB(t) band-pass noise ( band-limitted noise )
SNB( f ) ( W/Hz )
27
PSD satu-sisi di B
ηA
0
fp- fM
fp + fM
Noise di B dapat dinyatakan dalam bentuk kuadratur noise : nB(t) = nx(t) Cos ( ω p t ) - ny(t) Sin ( ω p t ) SNX( f ) = SNY( f )
, nx(t) dan ny(t) saling independent ηA
0
fM
Kita nyatakan sinyal + noise di B = X(t) , maka : X(t) = A [ 1 + m(t) ] Cos ( ω p t ) + nx(t) Cos ( ω p t ) - ny(t) Sin ( ω p t )
; atau :
X(t) = [ A ( 1 + m(t) ) + nx(t) ] Cos ( ω p t ) - ny(t) Sin ( ω p t ) = R(t) Cos [ ω p t + θ(t) ] R(t) =
( A [ 1 + m(t) ] + n x (t).) 2 . +.(n y (t ) ) 2
= selubung sinyal X(t)
Selanjutnya kita batasi permasalahan untuk kasus ( C/N ) di B >> 1 maka : A [ 1 + m(t) ]
>> ny(t) ,
sehingga maka : R(t) ≈
Atau R(t) = A [ 1 + m(t) ] + nx(t)
= A + A m(t)
( A [ 1 + m(t) ] +
n x (t).) . 2
+ nx(t)
A = komponen dc , A m(t) = komponen informasi , nx(t) = komponen noise komponen dc di output akan diredam oleh kopling kapasitif maka : y(t) = A m(t) SO =
y (t ) 2 . =
A2 m(t ) 2 .
Daya noise rata-rata di output NO = 2 fM η A ; dan telah kita ketahui : Daya rata-rata sinyal AM-DSB-FC di input ( titik A ) = Si = 0,5 A2 + 0,5 A2 m(t ) 2 . Maka : ( S/N )OUT-AM-DSB-FC ( dengan detektor selubung ) =
m 2 (t )
Si 1 + m (t ). ηA f M
(
2
)
.
Bila kita perhatikan hasil tersebut sama dengan kasus deteksi sinyal AM-DSB-FC dengan deteksi sinkron . Jadi untuk pemodulasi sinussoidal : m(t) = m Cos( ω x t ) Maka : ( S/N )OUT-AM-DSB-FC ( dengan detektor selubung ) =
28
(
Si m2 . 2 + m 2 . ηA f M
)
II.3 Kinerja Modulasi dan Demodulasi FM Misalkan suatu sinyal FM dengan pemodulasi sinussoidal frekuensi fm sebesar Am dan frekuensi pembawa fp . ω p = 2 π fp S(t) = Ap Cos [ ω p t + β Sin ( ω m t ) ] ; S(t)
A
Si ηA
B Pra-
, ω m = 2 π fm kw
deteksi
.
β = Am ωm
C Limitter
amplituda pemodulasi
D
E
d(..) ; G=1 dt
Diskriminator
detektor selubung
SO NO
Misalkan sinyal FM tersebut bercampur dengan white noise nA(t) dengan PSD = ηA Sinyal FM di A = di B = di C ( dengan asumsi Limitter beroperasi sempurna ) Noise di C merupakan
SNC( f ) ( W/Hz )
band-pass noise
ηA
PSD satu-sisi di C BW carson
0 xD(t) =
d[.S(t).] dt
fp
= -Ap [ ω p + β Cos( ω m t )] . Sin [ ω p t + β Sin ( ω m t ) ] ; β = Am
kw
ωm Detektor selubung akan melewatkan selubung sinyal xD(t) . Keluaran detektor sebung setelah dilewatkan kopling kapasitif yang meredam sinyal dc = xO(t) = - Ap β Cos( ω m t ) Jadi daya sinyal informasi di output demodulator = SO = 0,5 [ Ap β ]2 = 0,5 [ Ap Am Sekanrang kita analisis noise yang melewati Demodulator .
kw
ωm
Di titik C , sinyal FM
bercampur noise dapat dinyatakan sebagai berikut : S(t) + noise = Ap Cos [ ω p t + β Sin ( ω m t ) ] + nx(t) Cos ( ω p t ) - ny(t) Sin ( ω p t ) Jika ω p >> β
, maka :
xC(t) = S(t) + noise = Ap Cos ( ω p t ) + nx(t) Cos ( ω p t ) - ny(t) Sin ( ω p t )
29
]2 yang
xC(t) = { [ Ap + nx(t) ] 2 + [ny(t)] 2 } 0,5 .Cos [ ω p t + θ(t) ]
;
Jika di input Diskriminator C/N cukup kecil << 1 dan Limitter bekerka sempurna , maka titik C dapat dituliskan sbb : xC(t) = S(t) + noise = AL Cos [ ω p t + θ(t) ] n y (t) θ(t) = a tan AL
di
;
n y (t) n (t) , maka : x (t) = A Cos [ ω t + y ] C L p AL AL
≅
Hubungan input output diskriminator : xD(t) =
d[.x C (t).] dt
maka :
n (t) d n y (t) ] . Sin [ ω p t + y ] ; setelah melewati Detektor xD(t) = -AL [ ω p + d .t A L AL
n (t) d (n y (t)) selubung dan koling kapasitif : nD(t) = AL d y = d .t A L d .t
Maka hubungan input output fungsi transfer noise di output diskriminator : H( f )Disk = j.2πf . Maka PSD noise di D = η D ( f ) = 4.π 2 f 2 η A . Frekuensi cut off LPF = fM f
Daya noise yang dilewatkan oleh detektor selubung NO =
M
∫ −f
η A 4. π 2 f 2 d f
M
NO = 8 η A π 2 f M3 3
,
k sedangkan SI = 0,5 [ Ap Am w ]2 = 0,5 [ Ap ∆ f ]2 ωm
( S/N )O = 3 . ∆f 2 f M
2
AP2 . 2η A f M
2
∆f = 3 . . 2 fM
SI ηA . f M
Untuk mengatasi kualitas ( S/N )O maka ditambahkan Pre-emphasis dan De-emphasis x(t) Pre-Emphasis , HP( f )
Modulator FM Saluran
SO + NO
radio De-Emphasis , HD( f )
Demodulator FM
Karakteristik HP( f ) dan HD( f ) : 30
1). HP( f ) . HD( f ) = 1 f
2).
M
∫
−f
untuk
0 <
fm < fM f
η A 4. π 2 f 2
HD( f )
2
df <
M
f
Misalkan
( S/N )O
P
M
∫
−f
∫
−f
η A 4. π 2 f 2 d f
f2
HD( f )
df
=
2
SI .P .η . f A M
atau :
M
f 2
M
∆f = 3 . 2 fM
M
M
f2df
∫
−f
, maka :
M
; P = dinamakan faktor perbaikkan De-Emphasis
SI = daya sinyal FM yang ditangkap antena ;
∆f = deviasi frekuensi sinyal FM ;
fM = merupakan frekuensi cut-off LPF pada detektor selubung di Demodulator FM
III.1 Kinerja Deteksi sinyal base-band Dijital ( contoh kasus NRZ-bipolar ) x(t) A NRZ-Bipolar noise , ηA
fs =
B LPF
1 Tb = frekuensi sampling
Tb
∫0 (...).dt
C
D Sample and Hold fs
E Decision
( Diagram blok Detektor NRZ-Bipolar )
Frekuensi cut off LPF ≥ BW sinyal NRZ-bipolar Rapat daya noise di B = di A , jadi : η B = η A . Perbedaan noise di A dengan di B adalah : Noise di A masih memiliki spektrum yang sangat lebar sedangkan noise di B memiliki spektrum yang terbatas selebar pass-band LPF . Penting untuk diperhatikan bahwa rumus yang menghubungkan rapat daya noise di input integrator dengan daya rms noise di sampler output akan sering digunakan dalam menganalisis kenerja detektor sinyal dijital :
ηX
Tb
∫0 (...).dt
Sample and Hold fs
σ 2out = Nout = 0,5. η X Tb
Variance ( daya noise ) yang terdapat dititik D = σ 2D = ND = 0,5. η A Tb Bila sinyal NRZ-bipolar di A adalah : +V atau - V +V 31
dengan laju Rb = 1/Tb
Sinyal NRZ-bipolar : x(t) -V +VTb Sinyal di titik C
- VTb Maka tegangan sinyal di titik D ada 2 kemungkinan : VD = +VTb atau -VTb Blok Decision akan menghasilkan VE = +V jika : VD + nD(t) > 0 VE = -V jika : VD + nD(t) < 0
Renungkan ringkasan definisi penting di bawah ini :
Suatu sampler mendapat input sinyal noise dengan fungsi kerapatan peluang Gaussian dan memiliki mean = 0 , maka : Peluang Output sampler tersebut lebih besar dari V = peluang Output sampler lebih kecil dari -V = tegangan rms noise σ 2 = daya rata-rata noise di input sampler Nilai fungsi Q ( x ) diperoleh dengan Tabel atau dengan Grafik
Q.
V. σ
, σ=
V .T b + D
Maka Peluang error decision ( Bit Error Rate ) = ( Peluang dikirim +V ) x Q. σ V .T V .T b b Q . = 2 x ( 0,5 ) σ D D
( Peluang dikirim +V ) x Q. σ
V .T b Q . = σ D
Daya sinyal NRZ-bipolar di A : SI = 0,5 x [ V 2 + (-V)2 ] = V 2 Energi sinyal di A tiap perioda bit : Eb = V 2 . Tb
, maka :
Daya rata-rata noise di output sampel and hold ( titik D ) : σ 2 = η A Tb
32
Eb Maka BER di output Detektor NRZ-bipolar = Q. η
A
Perlu diperhatikan bahwa pada uraian tersebut tiap blok bagian detektor diasumsikan tidak membangkitkan noise internal ( Noise figure = 1 ( = 0 dB ) ) . Jika detektor membangkitkan noise dengan temperatur derau ekuivalen total = Ts , maka :
NRZ-bipolar , SI Noise , η A
Detektor NRZ-bipolar Temperatur derau TS
Eb BER = η
out
Q.
η = ( η A+ k TS ) ; Eb = SI .Tb Bila pulse shapping HT ( f ) menggunakan LPF raissed cosine maka BW yang dibutuhkan untuk mentransmisikan sinyal dijital = 0,5 x Rb ( 1 + α ) α : role off factor , yang merupakan parameter fiter raissed cosine untuk membatasi lebar pita sinyal NRZ bipolar sebelum ditransmisikan . Harga α :
0 ≤ α
≤ 1
P sinyal NRZ-bipolar ideal BW sangat lebar
pulse shapping ( LPF ) HT ( f )
Q saluran HS ( f )
filter penerima HR ( f )
di P dan di Q : sinyal NRZ bipolar BW terbatas = 0,5 x Rb ( 1 + α )
Output detetektor
Detektor NRZ-bip
Agar tak terjadi interferensi antar simbol ( Inter Symbol Interference ISI ) maka menurut Nyquist salah satu kriteria yang harus dipenuhi adalah : HT ( f ) x HS ( f ) x HR ( f ) = Respon filter Raissed Cosine = H( f ) Raissed Cosine . Misal dapat dipilih : HT ( f ) = H( f ) Raissed Cosine dan HS ( f ) x HR ( f ) = 1 dalam hal ini HR ( f ) merupakan filter ekualisasi di penerima .
III.1 Kinerja Deteksi sinyal BPSK dan QPSK Diagram blok demodulator BPSK
33
x(t) sinyal BPSK + noise , ηA .
A
B
C
I LPF dan Detektor NRZ-bipolar
BPF-IF D Carrier Recovery
Sinyal BPSK :
sinyal di D : Cos( ωp t )
di A = di B : x(t) = d(t) . Cos( ω p t ) xC(t) = d(t). Cos2( ωp t ) = 0,5 d(t) + 0,5 d(t). Cos( 2 ωp t ) Selanjutnya LPF dalam detektor NRZ-bipolar akan meredam komponen frekuensi tinggi sehingga yang dilewatkan hanya komponen 0,5 d(t) x(t) E NRZ-Bipolar noise , ηA
F LPF
Tb
∫0 (...).dt
G
H Sample and Hold fs
I Decision
sehingga xC(t) = 0,5 d(t) . Tegangan sinyal di H ada 2 kemungkinan : VH = + 0,5 V Tb atau VH = - 0,5 V Tb PSD noise di F :
ηF . = 0,25 ηA .
0 < f < frekuensi cut off LPF
Variance ( daya noise ) yang terdapat dititik H = σ 2H = NH = 0,5. η F Tb = 0,125. η A Tb Daya sinyal BPSK di A :
SI = 0,5 V 2
Energi sinyal BPSK di A tiap perioda bit : Eb = 0,5. V 2 . Tb
, maka :
0,5.V .T 0,5.V .T b b Q . = σ σH H
Maka Peluang error decision ( Bit Error Rate ) = Q.
2.E b η A
Maka BER di output ( Demodulator ) Detektor BPSK = Q.
BW transmisi yang dibutuhkan sinyal BPSK = Rb ( 1 + α ) ; Rb = laju bit sinyal informasi
Sekarang kita analisis untuk kasus Demodulator QPSK Sinyal QPSK : di A = di B : x(t) = dI(t). Cos( ω p t ) + dQ(t). Sin( ω p t ) dI(t) , dQ(t) sinyal data inphase dan kuadrature dalam format NRZ bipolar ± V
34
x(t) sinyal QPSK + noise , ηA .
A
B
C
BPF-IF
E Detektor NRZ-bipolar
Cos(ωp t
)
parallel to serial
daya sinyal QPSK di A : SI . D ES = TS . SI .= 2Tb . SI
G
F Detektor NRZ-bipolar
Sin(ωp t ) Carrier Recovery Dengan cara penurunan seperti pada kasus BPSK maka diperoleh : 2.E S η A
Maka Laju kesalahan simbol di titik E = di F = di G = SER = Q.
BW transmisi yang dibutuhkan sinyal QPSK= 0,5 Rb ( 1 + α ) ; Rb = laju bit sinyal informasi
Contoh-contoh soal : No.1
Suatu receiver FM dengan diagram blok seperti gambar di bawah ini , dimaksudkan untuk mendeteksi sinyal FM dengan frekuensi pemodulasi maksimum 15 kHz dan deviasi frekuensi maksimum 50 kHz .
Antena SA RF-Amp A
MIXER B
IF-Amp C
Detektor D
FM
LPF E
FRF = 9 dB
o T e-MIX = 2610 K
FIF = 10 dB
GRF = 20 dB
GMIX = 6 dB
GIF = 3 dB
dan Demphasis
F
Diketahui : Temperatur antena = 2000 o K. Sinyal pemodulasi sinusoidal 15 kHz , amplituda pemodulasi diatur hingga diperoleh indek modulasi = 2,5 . Faktor perbaikkan deemphasis = 6 dB . Threshold Diskriminator FM = 13 dB. Pertanyaan : a). Hitung (S/N) di D agar Diskriminator bekerja 6 dB di atas threshold . 35
b). Hitung daya sinyal FM di masukkan RF-Amp ( titik A ) agar kondisi sesuai point a) tercapai dan hitung S/N di output titik F . c). Bila frekuensi pemodulasi diturunkankan menjadi 5 kHz , amplituda pemodulasi di pemancar dinaikkan 2,5 kali semula
sedangkan daya sinyal FM yang
ditangkap di masukkan RF
Amplifier adalah tetap sama sesuai point b) , hitung S/N di output titik F . Solusi : a). (S/N) di D = 13 + 6 dB = 19 dB Catatan : Threshold Diskriminator = 13 dB artinya Detektor FM hanya dapat beroperasi bila S/N di input detektor > 13 dB . o maka Te-RF = 290 x ( 8-1 ) = 2030 K o o FIF = 10 dB = 10 maka Te-IF = 290 x ( 10-1 ) = 2610 K ; T e-MIX = 2610 K
b). FRF = 9 dB
GRF = 20 dB
= 8
= 100 X , GMIX = 6 dB = 4 X ,
GIF = 3 dB = 2 X
Temperature derau gabungan ( A ---D ) = Te-AD = Te−RF . + .
Te-AD = 2030. + .
Te −MIX Te−IF . +. G RF G RF .G MIX
2610 2610 o . +. = 2039,1 K 100 100.x.4
Daya noise di D = ND = ( k TAntena + k Te-AD ) x.BN-IF x GRF-Amp x GMIX x GIF Daya sinyal di D = SD = SA x GRF-Amp x GMIX x GIF ( S/N )D =
SA
= 19 dB = 80 X
( k TAntena + k Te- AD ) x.B N-IF
BN-IF = 2 x ( 15 + 50 ) kHz = 150 kHz = 150000 Hz Maka SA = k x ( TAntena + Te-AD ) x. BN-IF x 80 SA = 1,38 x 10-23 x ( 2000 + 2039,1 ) x 150000 x 80 = 0,67 x 10-12 W = 0,67 pWatt ( S/N )F =
3 ∆f . 2 fM
2
SD .η . f D M
x
P
;
SD
ηD SD
ηD Maka : ( S/N )F =
3 ∆f . 2 fM
. =.
. =.
2
S A .G RF .G MIX .G IF k .(T ANT . + .Te− AD .).G RF .G MIX .G IF .
S A .. . k .(T ANT . + .Te−AD .).
S A .. x . x P . k .(T ANT . + .Te −AD .). f M
36
; P = 6 dB = 4 X
2
50000 x ( S/N )F = 3 . . . 2 15000
0,67.x.10 −12.. x 4 = 53423 X 1,38.x.10 −23.x.(.2000 + 2039,1.).x.15000
= 47,3 dB 3 ∆f . 2 fM
Cara lain adalah dengan memanipulasi persamaan ( S/N )F = 2
2 fM
B N −IF SD . x fM ηD .B N −IF
3 ∆f . 2 fM
( S/N )D .
∆f menjadi ( S/N )F = 3 . .
jadi ( S/N )F =
2
B N −IF
x
( S/N )F = ( S/N )D
fM x 3 . ∆f 2 fM
x
x
2
SD .η . f D M
P
P
P
atau :
2
B N −IF . f M
2
x
P
50000 2.x.(.15000 + 50000.) x 4 = 53423 X ( S/N )F = 80 x 3 . . 2 15000
x
15000
= 47,3 dB
c). ∆f = kf x Am , jadi bila amplituda pemodulasi dinaikkan 2,5 kali semula maka : ∆f = 2,5 x ∆f semula = 2,5 x 50 kHz , sehingga : ( S/N )F =
2
3 ∆f .semula x ( S/N ) . D . 2 fM
x
B N −IF fM
x
P
2
∆f ∆f .semula
( S/N )F = 53423 x ( 2,5 )2 = 333893 X = 55,2 dB Catatan : Dalam hal ini perubahan frekuensi pemodulasi tak mempengaruhi ( S/N )F
.
No.2) Suatu sistem penerima dengan modulasi dijital dirancang untuk menangkap modulasi
dijital dengan laju bit 256 kBps .
a). Hitung BW IF ideal bila digunakan modulasi BPSK b). Hitung BW IF ideal bila digunakan modulasi QPSK o c). Sistem pradeteksi memiliki penguat RF dengan Gain 26 dB dan suhu derau 2000 K o Suhu derau antena = 3000 K Jika BER dikehendaki 0,001 hitung daya sinyal di input penguat RF jika modulasi BPSK . Solusi : a). Bila digunakan modulasi BPSK , BW-IF ideal = Rb ( 1 + α ) ; α = 0 , maka
37
BW-IF = 1 . 256 kHz = 256 kHz b). Bila digunakan modulasi QPSK , BW-IF ideal = 0,5 . Rb ( 1 + α ) ; α = 0 , maka BW-IF = 0,5 . 256 kHz = 128 kHz c). Antena
Gain penguat RF = 26 dB = 400 X
TAnt A
Penguat
SA
B
Detektor
RF
Daya sinyal d B = SB = 400 . SA
C
BPSK
; Eb = 400 . SA Tb
PSD noise di B = η B = k . ( TAnt + TRF ) . 400 = 1,38 x 10-23 ( 2000 + 3000 ) x 400
2 .E b = 0,001 ; dari tabel η B
Dikehendaki BER = Q.
SA = 0,5 x ( 3,09 )2 x k . ( TAnt + TRF ) x Rb
Q ( 3,09 ) = 0,001
maka :
= 0,0843 pWatt
No.3) Spesifikasi suatu perangkat receiver BPSK menyebutkan bahwa : Noise figure perangkat receiver = 9 dB dan untuk mendapatkan BER = 0,001 maka membutuhkan level sinyal BPSK di input Receiver sebesar -70 dBW . Selanjutnya Receiver tersebut dirangkai seperti gambar di bawah ini : EIRP
koaxial
Perangkat RECEIVER BPSK
o Temperatur Antena = 8000 K , Gain Antena = 23 dB , Loss koaxial = 2 dB Pertanyaan : 1).
Hitung EIRP bila dikehendaki BER = 0,001
2). Hitung EIRP bila dikehendaki BER = 0,0005
Catatan :
daya sinyal di input koax = EIRP x Gain Antena
38
Gunakan Tabel fungsi Q ( x )
Kualitas detektor ( Demodulator dijital ) secara umum DETEKTOR yang bagus memiliki 2 kriteria : 1. Noise internal yang sangat kecil ( idealnya tak membangkitkan noise ) Noise internal dipengaruhi kualitas hard ware komponen detektor . 2. Prinsip deteksinya menggunakan pendekatan 'match filter ' . Match filter dapat diartikan sebagai 'filter yang di pas kan ' sehingga filter tersebut akan melewatkan daya sinyal dengan maksimal tapi meredam noise secara maksimal yang masuk bersama sinyal informasi . Output detektor akan memiliki peluang salah ( error ) deteksi yang dikenal dengan nama Bit Error rate ( BER ) seperti kurva di bawah ini . Kurva tersebut hanya mempertimbangkan pengaruh noise dan power sinyal terima , artinya Timing Recovery sempurna
, tidak terjadi ISI dan tak ada gangguan-
gangguan lain selain noise . Keterangan gambar :
Eb = PR
x
Tb
;
No = η R + η Int - Detektor .
η Int - Detektor = rapat daya noise yang berasal dari internal perangkat detektor. Gambar .20
Semua noise yang timbul / terjadi diasumsikan memiliki karakteristik Gaussian . Parameter performansi ( kinerja ) sistem transmisi dijital secara garis besar terdiri dari beberapa point : 1). BER , SER , FER yang merupakan laju kesalahan bit , simbol ataupun frame , misal BER = 10 -6 . Laju kesalahan deteksi dapat diperkecil hingga nilai tertentu dengan metoda penambahan bit parity sehingga sejumlah bit error
dalam
Metoda
suatu
frame
error corecting ini
dapat
dikoreksi
kembali
(
FEC
)
.
banyak jenisnya dan terus berkembang
.
Penambahan blok FEC ini akan memperbaiki kinerja BER tapi akan memperbesar laju transmisi , BW dan delay transmisi yang dibutuhkan . 2). Laju transmisi dalam bit per detik ( bps) . Laju transmisi dapat diturunkan hingga nilai tertentu dengan metoda kompresi yang cocok , misal dengan teknik ADPCM
( Adaptif Delta PCM ) , DCME ( Digital Channel 39
Multiplication Equipment ) , Vocoder dll . Metoda kompresi sinyal ini terus berkembang . Penambahan blok kompresi ini akan mengakibatkan delay transmisi akibat adanya waktu proses kompresi dan dekompresi . 3). BW transmisi atau lebar spektrum frekuensi yang dibutuhkan tergantung dari laju bit per detik atau simbol per detik yang dibutuhkan . Sehingga menurunkan laju transmisi berarti pula menurunkan BW yang dibutuhkan . Masalah BW transmisi ini mulai dapat diatasi dengan berkembangnya teknologi saluran fiber optik . 4). Delay transmisi merupakan jumlah total dari waktu propagasi ( besarnya tergantung jarak transmisi ) , delay proses formatting dalam Enkoding , delay proses Dekoding , delay proses Enkoding-Dekoding untuk FEC , delay proses kompresi - dekompresi , delay proses Scrambler - Descrambler , delay proses Multiplexing - Demultiplexing dan delay proses repeater regeneratif . Umumnya delay propagasi serta proses kompresi - dekompresi relatif lebih menentukan dari delay - delay lainnya . Batasan besarnya BER dan delay transmisi yang diperbolehkan tergantung dari jenis sinyal yang ditransmisikan serta mode transmisi ( real time atau tidak real time ).
40