HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
JUDUL SKRIPSI
: PENGARUH JOB INSECURITY TERHADAP TURNOVER INTENTIONS PADA KARYAWAN PT.X MEDAN
NAMA
: ENIKE SARTIKA S LUMBANTOBING
NPM
: 11900012
JURUSAN
: PSIKOLOGI
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Menyetujui Dosen Pembimbing Pembimbing I
Pembimbing II
Hotpascaman Simbolon, M.Psi
Nenny Ika Putri Simarmata, M.Psi
Mengetahui Dekan
Asina C. Rosito, S.Psi, MSc
PENGARUH JOB INSECURITY TERHADAP TURNOVER INTENTIONS PADA KARYAWAN PT.X MEDAN SKRIPSI Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Psikologi Di Universitas HKBP Nommensen Diterima Untuk Memenuhi Dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi Pada Tanggal 21September 2015 Mengesahkan Fakultas Psikologi Universitas HKBP Nommensen Dekan
Asina C. Rosito, S.Psi, MSc
Komisi Penguji
1. Asina C. Rosito, S.Psi, MSc
2.
Freddy Butarbutar , M. Psi
Tanda Tangan
__________________
__________________
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
“Seluruh tulisan dalam skripsi adalah asli Dan bukan plagiat dari hasil karya milik orang lain
Seluruh isi skripsi ini sepenuhnya menjadi Tanggung jawab penulis”
Penulis
Enike Sartika S Lumban tobing
BAB I PENDAHULUAN A. LATARBELAKANG Perusahaan adalah bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja, serta berkedudukkan dalam wilayah negara untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba (Kansil, 2001). Meningkatnya perkembangan dunia usaha yang selaras dengan peningkatan kondisi perekonomian di Indonesia menuntut adanya persaingan ketat didalamnnya. Iklim persaingan usaha yang semakin ketat ini, menuntut perusahaan untuk meningkatkan mutu, spesifikasi dan standar, serta perlu usaha yang kuat untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di pasar nasional dan internasional. Menurut Smither, Houston, & McIntire (dalam Himam, 2005), tinggi dan ketatnya persaingan akhirnya menuntut manajemen perusahaan melakukan perubahan dalam berbagai bidang. Hal ini dikarenakan organisasi dituntut untuk menyesuaikan strategi bisnisnya dengan berbagai bentuk perubahan lingkungan, baik lingkungan eksternal maupun internal. Dalam suatu perusahaan, diperlukan sumber daya manusia yang handal untuk memajukan perusahaan itu sendiri dan dapat bersaing di era persaingan usaha yang semakin tinggi. Manajemen sumber daya manusia lebih memfokuskan mengenai penganutan peranan sumber daya manusia dalam hal ini, yang di
maksud adalah para pekerja dengan tujuan mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia. Komponen dalam manajemen sumber daya manusia, yaitu pemilik perusahaan, pemimpin atau manajer dan karyawan tujuan manajemen sumber daya manusia itu sendiri yaitu untuk meningkatkan dukungan sumber daya manusia terhadap peusahaan dengan cara yang beretika serta bertanggung jawab sosial dalam mencapai tujuan perusahaan. Salah satu upaya untuk mencapai target yang diinginkan perusahaan yaitu dengan meminimalisasi tingkat perputaran karyawan (employee's turnover) dengan memperhatikan segala faktor yang menyebabkan keinginan karyawan untuk berpindah. Menurut Lee dan Mowday (1987) turnover dapat terjadi karena keinginan karyawan itu sendiri atau akibat lain seperti pemutusan hubungan kerja. Keinginan berpindah (turnover intention) adalah salah satu bentuk penyebab timbulnya turnover dan dapat mengarah langsung dan turnover nyata, orang keluar dari pekerjaannya, meskipun belum mempunyai alternatif pekerjan lain, dengan alasan reward, keadilan (equity) dan rasa aman dari konflik-konflik yang terjadi didalam perusahaan. PT. X adalah salah satu perusahaan yang sering mengalami turnover intentions. PT. X ini bergerak dibidang perbaikan listrik dan internet, yang bekerja sama dengan PLN. Perusahaan memiliki banyak cabang di beberapa kota di Indonesia. Salah satunya di kota Medan yang terletak dijalan Pringgan dan jalan Gatot Subroto. Didalam perusahaan ini, sistem kerjanya berada diluar lapangan dan didalam ruangan. Hasil kerja karyawan lebih diutamakan, jika karyawan bekerja dengan baik maka akan mendapatkan jenjang karir dan bonus sesuai
pekerjaan
mereka.
Perusahaan
ini
sampai
sekarang
belum
dapat
menanggungasuransi dari karyawannya, karena yang diutamakan adalah hasil dari pekerjannya.Jika tidak sesuai dengan peraturan perusahaan, perusahaan akan langsung memberi sanksi atau pemecatan. PT. X ini memiliki 80 karyawan yang bekerja dilapangan dan di dalam kantor sekitar 20 orang tetapi berada di cabang dua yang terletak dijalan Pringgan, setiap karyawan memiliki jenjang karir masing- masing. PT. X ini karyawannya rata- rata sudah menikah dan mempunyai anak, namun sebagian masih melajang. Perusahaan ini tidak menentukan umur atau jenis kelamin, yang diutamakan dapat bekerja dilapangan maupun dapat ditugaskan ke luar kota. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh salah satu karyawan, berikut ini: “ Banyak sekali karyawan yang bertugas di lapangan menganggap bahwa pekerjaan diluar atau dilapangan itu sangat susah dan mempunyai resiko tinggi. Dan, banyak dari karyawan yang bekerja dilapangan lebih memilih untuk keluar atau ingin pindah disebabkan waktu istirahat yang banyak di ambil saat berada dilapangan, tidak adanya keamanan dalam bekerja atau tidak ada perlindungan perusahaan terhadap keadaan lingkungan atau keamanan karyawan dan banyak alasan yang tidak masuk akal yang diberikan karyawan agar dapat keluar (turnover intentions) atau pindah dari perusahaan, dan kadang peusahaan melakukan pemutusan pekerjaan karena hasil atau pekerjaan yang dilakukan karyawan tidak sesuai karena sangat merugikan kinerja perusahaan. (komunikasi personal). Dari fenomena sebelumnya dapat dilihat indikasi- indikasi bahwa terdapat ketidak nyamanan karyawan soal pekerjaan baik karena lingkungan atau kondisi dari perjaan itu sendiri berisiko dan meyakinkan adanya keinginan para karyawan untuk keluar dari perusahaan. Dengan tingginya tingkat turnover pada perusahaan, akan semakin banyak menimbulkan berbagai potensi biaya, baik itu
biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti dikorbankan, maupun biaya rekrutmen dan pelatihan kembali (Suwandi dan Indriantoro 1999). Dalam beberapa kasus tertentu, turnover memang diperlukan oleh perusahaan terutama terhadap karyawan dengan kinerja rendah (Hollenbeck dan Williams 1986), namun tingkat turnover tersebut harus diupayakan agar tidak terlalu tinggi sehingga perusahaan masih memiliki kesempatan untuk memperoleh manfaat atau keuntunganatas peningkatan kinerja dari karyawan baru yang lebih besar dibanding biayarekrutmen yang ditanggung organisasi. Turnover intentions harus disikapi sebagai suatu fenomena dan perilaku manusia yang penting dalam kehidupan organisasi dari sudut pandang individu maupun sosial, mengingat bahwa tingkat keinginan berpindah karyawan tersebut akan mempunyai dampak yang cukup signifikan bagi perusahaan dan individu yang bersangkutan (Suartana 2000). Pemberhentian atas keinginan karyawan sendiri dengan mengajukan permohonan untuk berhenti dari perusahaan tersebut, hendaknya disertai oleh alasan - alasan yang jelas pada waktu yang tepat, agar perusahaan siap dan dapat mencari penggantinya. Beberapa alasan bagi karyawan yang memiliki keinginan yang berujung pada keputusan untuk meninggalkan tempat kerjanya, umumnya disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor manajemen yang kurang baik, lingkungan perusahaan yang tidak mendukung, atau hasil yang diperoleh oleh karyawan itu sendiri. Saat ini tingginya tingkat turnover intentions telah menjadi masalah serius bagi banyak perusahaan. Bahkan beberapa manajer personalia mengalami frustrasi
ketika mengetahui bahwa proses rekrutmen yang telah berhasil menjaring staf yang dapat dipercaya dan berkualitas pada akhirnya ternyata menjadi sia-sia karena staf yang baru direkrut tersebut telah memilih pekerjaan di perusahaan lain (Dennis 1998). Beberapa alasan bagi karyawan yang memiliki keinginan yang berujung pada keputusan untuk meninggalkan tempat kerjanya, umumnya disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor manajemen yang kurang baik, lingkungan perusahaan yang tidak mendukung, atau hasil yang diperoleh oleh karyawan itu sendiri. Faktor internal yang mempengaruhi turnover intentions adalah tingkat kepuasan kerja, komitmen organisasi serta kepercayaan organisasi adalah beberapa faktor yang sangatlah mempengaruhi tingkat turnover intentions pada suatu perusahaan. Adapaun juga faktor external seperti tawaran yang lebih memuaskan dari pihak luar yang memicu karyawan untuk berpindah. Salah satu pengaruh dari turn over ini adalah job insecurity. Judge (1993) menyatakan bahwa salah satu penyebab timbulnya keinginan berpindah (turnover intention) pada karyawan adalah pengaruh buruk dari pemikiran disfunctional. Pengaruh tersebut timbul karena terjadi konflik, perasan tidak senang dan tidak puas terhadap lingkungan kerja yang dapat memicu rasa tidak aman pada pekerjaan (job insecurity). Jika masalah rasa tidak aman dalam bekerja ini terus menerus dihadapi karyawan, maka akan menstimulasi munculnya keinginan untuk berpindah kerja atau intensi untuk turnover. Dalam studi yang dilakukan oleh Pasewark dan Strawser (1996), salah satu faktor yang menyebabkan ketidakbetahan dalam bekerja adalah job insecurity. Menurutnya,
job insecurity adalah variabel penting yang menimbulkan keinginan berpindah (turnover intentions) (dalam Suwandi & Indriartoro, 1999). Greenhalgh dan Rosenblatt tercantum (dalam Suwandi dan Indriartoro, 2003)
mendefinisikan
Job
insecurity
sebagai
ketidakberdayaan
untuk
mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang. Konstruk ini dalam modelnya bersifat multidimensional yang terdiri dari lima komponen, yaitu 1) pentingnya faktor-faktor kerja bagi karyawan, 2) kemungkinan perubahan negative pada faktor-faktor pekerjaan,3) pentingnya kejadian negative dalam kepastian, 4) kemungkinan terjadinya kejadian negative,5) kemampuan individu untuk mengendalikan perubahan pada aspekaspek ini. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan salah satu karyawan tersebut, sebagai berikut: “Pekerjaan seorang pegawai akan baik, jika peruasahaan dapat memilih karyawan yang memiliki motivasi yang tinggi akan pekerjaannya dan kecakapan yang sesuai dengan pekerjaannya serta memiliki kondisi yang memungkinkan mereka agar dapat bekerja secara maksimal. Dan karyawan mendapatkan keamanan disetiap pekerjaannya dan karyawan mendapatkan fasilitas yang pas sesuai dengan pekerjaannya.( komunikasi personalia). Dari fenomena diatas dapat diambil indikasi indikasi wawancara bahwa job insicurityadalah persepsi karyawan akan ancaman kehilangan atau keberlangsungan pekerjaan dan kekhawatiran terkait ancaman tersebut. Sementara Smithson dan Lewis (dalam Wijaya, 2010) mengartikan job insecurity sebagai kondisi psikologis karyawan yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman
dikarenakan
kondisi
lingkungan
yang
berubah-ubah
(perceived
impermanance). Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Semakin banyak jenis pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen, menyebabkan semakin besarnya peluang karyawan mengalami job insecurity. Job insecurity adalah suatu kondisi ketika karyawan merasakan ketidakpastian terhadap pekerjaan dan kompensasi yang diperoleh dimasa yang akan datang. Ketidakpastian pekerjaan tidak hanya berarti “khawatir akan kehilangan pekerjaan saja, tetapi juga meliput ketakutan kehilangan fasilitas yang bernilai dari suatu pekerjaan seperti jabatan maupun kesempatan dipromosikan”. Menurut Greenberg and Baron (1993) menyatakan bahwa “Karyawan yang memiliki keinginan untuk bekerja di perusahaan akan cenderung meninggalkan perusahaan tersebut bila mendapatkan peluang yang lebih baik diperusahaan lain”. Ketidakamanan dalam bekerja akan membuat karyawan merasa tidak nyaman dalam bekerja dan berakibat pada menurunnya keinginan karyawan untuk bekerja terhadap organisasi di tempat bekerja dan pada akhirnya akan membuat karyawan berkeinginan untuk keluar atau pindah kerja ke tempat lain yang lebih baik agar mendapatkan suasana tempat kerja yang nyaman dan aman. Dari hasil penelitian diatas peneliti ingin mencari kembali kebenaran dari pengaruh job insecurity terhadap turnover intentions karyawan, dan meneliti kembali “apakah ada pengaruh job insecurity terhadap turnover intentions pada karyawan di kota Medan pada perusahaan PT. X?”
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merumuskan pertanyaan yang akan di jawab dalam penelitian ini, yaitu: “Bagaimana pengaruh
Job insecurity terhadap Turnover Intentions pada
karyawan di PT. X?“
C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui “ Seberapa besar pengaruh Job insecurity terhadap Turnover Intentions pada karyawan di PT. X ?”
D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian yang dilakukan ini bermanfaat secara teoritis dan juga secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan teoritik bagi pengembangan ilmu psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu proses pembelajaran serta pengaplikasian ilmu pengetahuan, terutama yang berhubungan dengan Psikologi Industri dan Organisasi yang berkaitan dengan pengaruh Job insecurity terhadap Turnover Intentions pada karyawan. b. Bagi Karyawan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada karyawan mengenai pengaruh Job insecurity terhadap Turnover Intentions. c. Bagi perusahaan 1). Memberi masukan kepada perusahaan bahwa Job insecuritymerupakan variabel yang penting untuk diketahui implikasinya terhadap pekerjaan. 2).Perusahaan juga dapat mengetahui apakah karyawan ingin turnover intentions terhadap pekerjaannya akibat dari pengaruh job insecurity. d. Bagi penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan kajian pemikiran tentang pengaruh antara job insecurity terhadap Turnover
intentions pada karyawan sebagai bahan acuan bagi mahasiswa dalam mengembangkan penelitian yang terkait selanjutnya.
BAB II LANDASAN TEORI
II.A. TURNOVER INTENTIONS A.1. Pengertian Turnover Intentions Menurut Lee dan Mowday (1987) turnover dapat terjadi karena keinginan karyawan itu sendiri atau akibat lain seperti pemutusan hubungan kerja. Menurut Harninda (1999): “Turnover intentions pada dasarnya adalah sama dengan keinginan berpindah karyawan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya.” Pendapat tersebut menunjukkan bahwa turnover intentions adalah keinginan untuk berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Harnoto (2002) menyatakan: “turnover intentions adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.” Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa turnover intentions pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan. Pendapat ini menunjukkan bahwa turnover intensions merupakan bentuk keinginan karyawan untuk berpindah ke perusahaan lain. Menurut Mobley (1979) dalam Muchinsky (1993) tentang employee turnover, terdapat hubungan antara kepuasan dan berhenti bekerja. Hubungan itu dimulai dari adanya pikiran untuk berhenti bekerja (thinking ofquitting), usaha-usaha
untuk mencari pekerjaan baru, berintensi untuk berhenti bekerja atau tetap bertahan dan yang terakhir adalah memutuskan untuk berhenti bekerja. Menurut Mobley, perasaan tidak puas akan memicu rencana untuk berhenti bekerja, yang kemudian akan mengarahkan pada usaha mencari pekerjaan baru.
Sementara itu menurut Steel dalam Mueller (2003), penelitian mengenai proses turnover sebaiknya dimulai ketika karyawan baru mulai bekerja atau menjadi anggota organisasi, bahwa intensi turnover adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri (Zeffane,1994). Pergantian karyawan atau keluar masuknya karyawan dari organisasi dalah suatu fenomena penting dalam suatu organisasi. Ada kalanya p, ergantian karyawan memiliki dampak positif. Mobley (1999), mengemukakan bahwa batasan umum tentang pergantian karyawan adalah: “berhentinya individu sebagai anggota suatu organisasi dengan disertai pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan.”Namun sebagian besar pergantian karyawan membawa
pengaruh kurang baik terhadap organisasi, baik dari segi biaya maupun dari segi hilangnya waktu dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang dalam arti luas, “turnover diartikan sebagai aliran para karyawan yang masuk dan keluar dari perusahaan”(Ronodipuro,1995).
A.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Turnover Intentions Ada banyak faktor yang membuat individu memiliki keinginan untukberpindah. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah ( Mobley, 1979): a. Kepuasan kerja Pada tingkat individual, kepuasan merupakan variabel psikologis yangpaling sering diteliti dalam suatu model turnover ( Mobley et. al., 1979). Aspek kepuasan yang ditemukan berhubungan dengan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi meliputi kepuasan akan upah dan promosi (Hellriegel & White, 1973; Koch & Steers, 1978; Kraut, 1975; Mobley et. al., 1978), kepuasaan atas supervisiyang diterima (Hellriegel & White, 1973), kepuasan dengan rekan kerja (Koch & Steers, 1978), dan kepuasan akan pekerjaan dan isi kerja (Koch & Steers, 1978; Mobley et.al., 1978). Studi yang menggunakan keseluruhan aspek kepuasan kerja juga menemukan hubungan negatif yang konsisten (Ilgen & Dugoni, 1977; Mangione, 1973; Marsh & Mannari, 1977, dalam Suwandi dan Indriartoro,1999). Karyawan dengan kepuasan kerja akan merasa senang dan bahagia dalam melakukan pekerjaannya dan tidak berusaha mengevaluasi alternatif pekerjaan lain. Sebaliknya karyawan yang merasa tidak puas dalam pekerjaannya cenderung mempunyai pikiran untuk keluar, mengevaluasi alternatif pekerjaan lain, dan berkeinginan untuk keluar karena berharap menemukan pekerjaan yang lebih memuaskan (Mobley, 1977). Untuk menguji kembali hubungan kepuasan total terhadap keinginan berpindah individu dalam suatu organisasi (dalam Suwandi dan Indriartoro,1999).
b. Komitmen organisasi dari karyawan Karena hubungan kepuasan kerja dan keinginan berpindah hanya menerangkan sebagian kecil varian, maka jelas model proses turnover karyawan harus menggunakan variabel lain di luar kepuasan kerja sebagai satu-satunya variabel penjelas (Mobley et. al., 1979). Perkembangan selanjutnya dalam studi turnover memasukkan konstruk komitmen organisasional sebagai konsep yang turut menjelaskan proses tersebut (Farkas & Tetrick, 1989). Sebagai bentuk perilaku, komitmen organisasional dapat dibedakan dari kepuasan kerja. Komitmen mengacu pada respon emosional (affective) individu kepada keseluruhan organisasi, sedangkan kepuasan mengarah pada respon emosional atas aspek khusus dari pekerjaan (Williams & Hazer, 1986). c.Kepercayaan terhadap organisasi Pasewark dan Strawser (1996) menguji model turnover dengan menggunakan konstruk kepercayaan organisasional. Variabel ini ditemukan hanya mempengaruhi keinginan berpindah secara tidak langsung melalui komitmen (dalam Suwandi dan Indriartoro,1999). d. Job insecurity Studi yang dilakukan oleh Barling dan Kelloway (1996) menunjukkan adanya kaitan antara job insecurity dan turnover intention ( dalam Probst 2001). Keinginan berpindah mencerminkan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain. Dalam berbagai studi yang dilakukan, variabel ini digunakan dalam cakupan luas meliputi keseluruhan tindakan penarikan diri (withdrawal cognitions) yang dilakukan karyawan. Dari
berbagai penelitian sebagaimana yang dibahas di atas, individu akan melakukan perhitungan untung rugi terlebih dahulu sebelum sampai pada keputusan berpindah. Nilai untung rugi tidak hanya didasarkan pada nilai individual namun juga melihat nilai-nilai yang ada di luar individu seperti alternatif kesempatan yang ada yang memungkinkan individu tersebut mendapatkan hasil yang lebih baik dari yang sebelumnya.
A.3. Indikasi-Indikasi Terjadinya TurnoverIntentions Menurut Harnoto (2002): “ Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas bekerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang berbeda dari biasanya. Indikasi- indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intentions karywan dalam suatu perusahaan. a. Absensi yang meningkat Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dala fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
b. Mulai malas bekerja Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan. c. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. d. Peningkatan protes terhadap atasan Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan. e. Perilaku positif yang berbeda dari biasanya Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.
A.4. Aspek-Aspek Turnover Intentions Ada beberapa aspek yang bisa dipakai sebagai prediktor dari turnover. Dalam Mueller (2003): a. Variabel Kontekstual. Permasalahan mengenai konteks adalah komponen yang penting dalam mempelajari perilaku. Faktor yang penting dalam permasalahan mengenai turnover adalah adanya alternatif pekerjaan lain yang tersedia di luar organisasi, alternatif-alternatif organisasi dan bagaimana individu tersebut menerima nilai atau menghargai perubahan pekerjaan (perceived costs of job change). Variabel kontekstual ini terdiri dari : 1). Alternatif –alternatif yang ada di luar organisasi (External alternatives) Dikarenakan adanya kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi di saat mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan, maka literatur lebih menekankan pada persepsi mengenai alternatif eksternal sebagai prediktor dari turnover organisasional. . Sementara itu dari sisi individu, umumnya membentuk intensi untuk turnover berdasarkan impresi subyektif dari pasar tenaga kerja, dan umumnya individu -individu ini akan benar-benar melakukan perpindahan kerja , jika persepsi yang ia bentuk sesuai dengan kenyataan dan mereka merasa aman dengan pekerjaan yang baru .Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka pengangguran yang rendah berkaitan dengan peningkatan angka turnover.
2). Alternatif-alternatif yang ada di dalam organisasi (Internal alternatives) Bagi banyak karyawan, minat dan ketertarikan pada pekerjaan tidak hanya semata didasarkan pada posisi yang tersedia namun juga konteks organisasi secara keseluruhan. Salah satu konteks organisasional yang penting tersedianya adalah alternatif di dalam organisasi tersebut. Ketersediaan dan kualitas pekerjaan yang bisa diacapai dalam organisasi bisa digunakan sebagai indeks utilitas dari turnover disamping persepsi terhadap alternatif eksternal. Karyawan tidak akan melakukanturnover dari organisasi jika ia merasa bahwa ia bisa atau mempunyai kesempatan untuk pindah (internal transfer) ke pekerjaan lain, di organisasi yang sama yang dianggapnya lebih baik. 3). Harga /nilai dari perubahan kerja (Cost of job change) Individu meninggalkan organisasi seringkali dikarenakan tersedianya alternatif-alternatif yang mendorong mereka untuk keluar dari organisasi. Namun ada faktor lain yang membuat individu memilih untuk tetap bertahan, yakni faktor keterikatan (Embeddedness) Individu yang merasa terikat dengan organisasi cenderung untuk tetap bertahan di organisasi. Keterikatan menunjukkan pada kesulitan yang dihadap oleh individu untuk berpindah / mengubah pekerjaan, meski ia mengetahui adanya alternatif yang lebih baik di luar. Salah satu faktor yang meningkatkan harga dari turnover adalah asuransi kesehatan dan benefitbenefit yang didapat dari organisasi (misal pensiun dan bonus-bonus). Hubungan finansial ini juga berkaitan erat dengan komitmen kontinuans (continuance commitment), yaitu kesadaran karyawan bahwa turnover membutuhkan biaya .
b.Sikap Kerja (Work Attitudes) Model turnover umumnya menitikberatkan sikap karyawan terhadap pekerjaan dan organisasinya sebagai pemicu dari proses turnover. Hampir semua model proses turnover dimulai dengan premise yang menyatakan bahwa keputusan untuk turnover dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja yang rendah dan komitmen organisasi yang rendah pula. Tercakup sikap kerja diantaranya adalah : 1) Kepuasan kerja Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap turnover. Hasil studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan proses kognisi menarik diri (pre-withdrawl cognition), intensi untuk pergi dan tindakan nyata berupa turnover 2) Komitmen Organisasi. Selain kepuasan dengan pekerjaan, komitmen seseorang terhadap organisasi dan tujuannya merupakan salah satu alasan seseorang untuk tetap bertahan. Beberapa teori menempatkan turnoversebagai faktor kuat yang menghambat terjadinya turnover dibanding factor kepuasan.
c. Kejadian-kejadian kritis (Critical Events). Menurut Beachs
dalam Mueler (2003), kebanyakan orang
jarang
memutuskan apakah mereka tetap bertahan di pekerjaan yang ada ataupun tidak, dan tetap mempertahankan pekerjaan yang sama sebagai fungsi dari suatu pilihan dibanding suatu kebiasaan. Kejadian-kejadian kritis, memberikan kejutan
yang cukup kuat bagi sistem kognitif individu untuk menilai ulang kembali situasi yang dihadapi dan melakukan tindakan nyata. Contoh dari kejadiankejadian kritis diantaranya adalah perkawinan, perceraian, sakit atau kematian dari pasangan, kelahiran anak, kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan seperti diabaikan dalam hal promosi, menerima tawaran yang lebih menjanjikan atau mendengar tentang kesempatan kerja yang lain. Semua kejadan-kejadian tersebut bisa meningkatkan atau menurunkan kecenderungan seseorang untuk turnover, karena setiap kejadian bisa disikapi secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Kejadian-kejadian ini merupakan anteseden dari proses penarikan diri dari organisasi (organizational withdrawal), yang diikuti oleh penarikan diri dari pekerjaan (work withdrawl) serta usaha mencari pekerjaan lain (search for alternatives) dan pada akhirnya diakhiri dengan keputusan keluar dari pekerjaan .
II.B.JOB INSECURITY B.1 Pengertian Job Insecurity Pengertian job insecurity menurut Greenhalgh dan Rosenblatt dinyatakan sebagai rasa tidak berdaya untuk mempertahankan kinerja yang dikehendaki pada kondisi kerja yang mengancam.Job insecurity merupakan perasaan tegang, gelisah, kawatir, stres dan tidak pasti dalam kaitannya dengan sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya yang dirasakan oleh karyawan (dalam ashford,1889).
Smithson dan Lewis (dalam Wijaya, 2010) mengartikan job insecurity sebagai kondisi psikologis karyawan yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak
aman
dikarenakan
kondisi
lingkungan
yang
berubah-ubah
(perceivedimpermanance). Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau yang bersifat sementara.Semakin banyak jenis pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen tersebut menyebabkan semakin tingginya peluang karyawan mengalami jobinsecurity. Jolsen dan Wahlquist (dalam Novliadi, 2009) menyatakan bahwa job insecurity merupakan pemahaman individual terhadap pekerjaannya dan merupakan tahap awal dalam proses kehilangan pekerjaannya. Kenyataanya, populasi yang mengalami job insecurity adalah selalu dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang benar-benar kehilangan pekerjaannya. Dengan demikian peneliti mengambil kesimpulan bahwa job insecurity adalah persepsi karyawan akan adanya ancaman kehilangan atau keberlangsungan pekerjaan dan kekhawatiran terkait ancaman tersebut
B.2. Aspek-Aspek Job Insecurity Model Job Insecurity yang dikemukakan oleh Greenhalgh dan Rosenblatt (1984) terdiri dari lima komponen, empat komponen utama berfungsi mengukur derajat ancaman yang dapat diterima untuk melanjutkan situasi kerja (severity of threat) dan komponen kelima menekankan pada kemampuan individu untuk mengatasi ancaman yang ada pada keempat komponen tadi. Secara terperinci, kelima komponen job insecurity tersebut adalah sebagai berikut:
a. Job feature Arti penting aspek kerja, yaitu berupa ancaman yang diterima pada berbagai aspek kerja seperti promosi, kenaikan upah atau mempertahankan upah yang diterima saat ini, mengatur jadwal kerja. b. The importance of job event. Arti penting keseluruhan kerja,
seperti kejadian promosi, kejadian untuk
diberhentikan sementara waktu, kejadian tersebut, ancaman ini meningkatkan Job Insecurity. c. Likelihood of negative change in job event. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada kejadian kerja. Semakin besar
timbulnya
ancaman
negatif
padaaspek
kerja
akan
memperbesar
kemungkinan timbulnya job insecurity pada karyawan. d. Powerlesness. Ketidakberdayaan yang dirasakan individu, membawa uotcomes pada cara individu menghadapi keempat komponen diatas. Artinya, jika terjadi ancaman pada aspek kerja atau kejadian kerja, maka mereka akan menghadapinya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Semakin tinggi atau rendah powerlesness akan berakibat semakin tinggi atau rendah Job Insecurity yang dirasakan individu (Ashford, et al., 1989).
B.3. Dampak Job Insecurity Greenhalgh
dan
Rosenblatt
(dalam
Ashford
dkk.,
1989)
mengkonseptualisasikan jobinsecurity sebagai suatu sumber stres yang melibatkan
ketakutan, kehilangan potensi, dan kecemasan. Salah satu akibat dari stres tersebut adalah dalam permasalahan somatis, seperti tidak bisa tidur dan kehilangan selera makan.Selain itu, job insecurity juga dapat meningkatkan permasalahan somatis dan hipertensi. Berdasarkan kesimpulan dari Ashford dkk. (1989), diketahui bahwa job insecurity yang dirasakan karyawan akan berhubungan dengan : a. Keinginan untuk mencari pekerjaan baru Ketegangan yang dipengaruhi oleh job insecurity dianggap penting disebabkan karena efeknya terhadap turnover.Seperti stressor yang lainnya job insecurity mungkin berhubungan dengan respon penarikan diri – sebuah usaha untuk menghindari stres.Oleh karena itu, job insecurity memiliki hubungan dengan keinginan untuk bekerja atau sebaliknya meninggalkan pekerjaannya. Karyawan yang insecure dengan pekerjaannya memiliki kemungkinan yang besar untuk meninggalkan pekerjaannya demi alasan yang masuk akal. Karyawan yang khawatir terhadap kesinambungan pekerjaannya akan besar kemungkinannya untuk mencari mencari kesempatan karir yang lebih aman
b. Komitmen organisasi yang rendah
Sikap karyawan yang positif terhadap perusahaan dapat ditunjukkan melalui level komitmen, kepuasan, dan kepercayaan yang tinggi terhadap perusahaan tempatnya bekerja. Perasaan job insecurity karyawan dapat mengancam sikap yang positif tersebut.Secara umum, karyawan mengharapkan perusahaan dapat diandalkan untuk menegakkan kontrak psikologis yang ada di antara mereka.Adanya job insecurity merefleksikan persepsi karyawan bahwa perusahaan telah membatalkan kontrak psikologis.Dalam hal ini, hal tersebut mempengaruhi komitmen atau kesetiaan karyawan terhadap perusahaan. c. Trust organisasi yang rendah Individu yang merasa bahwa perusahaan tidak dapat diandalkan dapat mengurangi tingkat komitmennya karyawan terhadap organisasi.Job insecurity akan berhubungan secara negatif dengan komitmen karyawan dan kepercayaan mereka terhadap perusahaan. Hubungan ini terjadi karena karyawan yang insecure akan kehilangan kepercayaan dan keyakinan bahwa perusahaan dapat diandalkan. d. Kepuasan kerja yang rendah Persepsi terhadap job insecurity akan berhubungan secara negatif dengan pengukuran kepuasan kerja. Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa karyawan dengan tingkat persepsi terhadap job insecurity yang rendah akan kurang puas dengan pekerjaan mereka. Para peneliti telah mendefinisikan kepuasan kerja sebagi suatu respon afektif terhadap pekerjaan dan tugastugasnya.Individu berespon secara afektif terhadap pekerjaan dalam kondisi
dimana mereka secara kognitif mempresentasikan atau menerima pekerjaan tersebut.
B.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Job Insecurity Greenhalgh
dan
Rosenblatt
(dalam
Ashford
dkk,
1989)
telah
mengkategorikan penyebab job insecurity ke dalam tiga kelompok sebagai berikut: a. Kondisi lingkungan organisasi Kondisi lingkungan organisasi dapat dijelaskan oleh beberapa faktor, misalnya: komunikasi dan perubahan organisasional. Perubahan organisasional yang terjadi antara lain: downsizing, restrukriasi, dan merger oleh perusahaan. b. Karakteristik individual dan jabatan pekerja Karakteristik individual dan jabatan pekerja terdiri dari: usia, gender, senioritas, pendidikan, posisi pada perusahaan, latar belakang budaya, status sosial ekonomi, dan pengalaman kerja. c. Karakteristik personal pekerja Karakteristik personal pekerja yang dapat mempengaruhi job insecurity, misalnya: locus of control, self esteem, dan perasaan optimis atau pesimis pada karyawan.
Jumlah variansi dalam penerimaan job insecurity yang dijelaskan oleh predictor ini adalah sebesar 20%. Predictor terbaik biasanya adalah faktor-faktor posisional, seperti pengalaman pengangguran sebelumnya, atau kontrak kerja sementara(kinnunen dan Naetti dalam Ashford dkk, 1989).
III.C. PENGARUH JOB INSECURITY TERHADAP TURNOVER INTENTIONS Menurut Wynne et al., (2002): “Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya”. Menurut Lee dan Mowday (1987) turnover dapat terjadi karena keinginan karyawan itu sendiri atau akibat lain seperti pemutusan kerja. Harnoto (2002) menyatakan: turnover intentions adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Keinginan berpindah (turnover intentions) adalah salah satu bentuk penyebab timbulnya turnover dan dapat mengarah langsung ke turnover nyata, orang keluar dari pekerjaannya meskipun mereka belum memilki alternatif pekerjaan lain, dengan alsan reward, keadilan, dan rasa aman dari konflik- konflik yang terjadi didalam perusahaan. Faktor yang
mempengaruhi turnover intentions ini adalah adanya kepuasan kerja, komitmen organisasi, kejelasan peran dan job insecurity. Ketidakamanan (job insecurity) menurut Greenhalgh dan Rosenblatt didefinisikan sebagai kegelisahan atau ketidak kokohan pekerjaan yang digambarkan
dalam
perasaan
ketidakberdayaan
dalam
memelihara
kesinambungan bekerja dalam situasi kerja yang tergancam, (Pasewark dan Strawser 1996:96) job insecurity membawa dampak pada sikap karyawan, penurunan komitmen bahkan keinginan untuk turnover. Individu yang mengalami tekanan job insecurity memiliki alasan rasional untuk mencari alternatif pekerjaan lain yang dapat mendukung kelanjutan dan memberikan rasa aman bagi karirnya (Greenhalgh dan Rosenblatt, 1984 dalam Ashford, 1989). Karyawan yang mengalami tekanan ataupun tidak mendapat tekanan, diduga bereaksi terhadap pengaruh insecurity dengan mencari alternatif pekerjaan di tempat lain. Masalah serius yang dihadapi organisasi jika jumlah individu yang meninggalkan organisasi tersebut tinggi disebabkan oleh variabel kepribadian. Karakteristik individual yang munkin relevan berpengaruh adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, lamanya kerja, profesionalisme, jarak geografis dari tempat kerja dan keinginan untuk tetap tinggal dalam organisasi itu (Jewell dan Siegall, 1990). Dalam wacana diatas, dapat dikatakan bahwa perilaku karyawan yang menyimpang adalah suatu indikasi yang akan mengakibatkan job insecurity terhadap karyawan itu sendiri sehingga kemungkinan karyawan untuk mempunyai keinginan atau angan-angan meninggalkan perusahaan semakin kuat dikarenakan
ancaman yang diakibatkan oleh perilaku yang menyimpang tersebut ataupun hal lainnya seperti kehilangan dimensi dari pekerjaan yang karyawan miliki. Job insecurity sebagai suatu atmosfer ketenagakerjaan membawa dampak yang sangat luas, mulai dari secara langsung terhadap karyawan baik dari sisi psikologis, di mana karyawan merasa tidak nyaman dan terancam akan masa depannya, maupun dari sisi fisiologis, yang bersumber dari efek psikologis itu sendiri; kemudian apabila orang tersebut merupakan employability, yaitu karyawan yang memiliki nilai tambah yang tinggi bagi perusahaan dan memiliki multiskill yang jarang ditemukan pada organisasi lain, maka job insecurity akan membawa dampak negatif terhadap pekerjaan orang tersebut menjadi kurang produktif dan efektif, dan pada akhirnya, pada jangka panjang akan membawa kehancuran pada kinerja organisasi secara keseluruhan.
IV.C. KERANGKA KONSEPTUAL Kondisi pekerjaan
Kenyaman kerja
Job insecurity
Turnover intentions
V.C. HIPOTESIS
Berdasarkan uraian di atas maka diajukan hipotesis penelitian yang akan diuji kebenarannya yaitu adanya Pengaruh job insecurity terhadap Turn Over Karyawan, hal ini berindikasi pada semakin rendah maka semakin rendahjob insecurity pulaturn over karyawan. Dan juga sebaliknya semakin tinggi job insecurity maka berindikasi pada semakin tinggiturnover karyawan.
BAB III METODE PENELITIAN A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN Pembahasan pada bagian metode penelitian ini akan diuraikan mengenai identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional variabel penelitian, populasi, dan tehnik pengambilan sampel. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y = Variabel tergantung ( job insecurity) X = Variabel bebas ( turnover intentions)
B. DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional penelitian merupakan batasan dari variabel-variabel yang secara kongkrit berhubungan dengan realitas dan merupakan manifestasi dari hal-hal yang akan diamati dalam penelitian a.
Job Insecurity Job insecurity adalah persepsi karyawan akan adanya ancaman
kehilangan atau keberlangsungan pekerjaan dan kekhawatiran terkait ancaman tersebut. b.
Turnover Intentions TurnoverIntentionsadalah keinginan karyawan untuk berpindah dari
perusahaan satu ke perusahaan lainnya, namun masih dalam tahap keinginan (belum terealisasi). Meskipun belum mempunyai alternatif pekerjan lain, dengan
alasan reward, keadilan (equity) dan rasa aman dari konflik-konflik yang terjadi didalam perusahaan.
C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi Populasi adalah sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian atau keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002). Dari populasi ini kemudian diambil contoh atau sampel yang diharapkan dapat mewakili populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang ada di perusahaan PT. X Medanyang berjumlah 80 orang. 2. Sampel Dalam
penelitian
ini
dilakukan
pengambilan
sampel
dengan
mempertimbangkanketerbatasan-keterbatasan yang dimilki peneliti seperti biaya, waktu, maupun tenaga. Menurut Arikunto (2002) sampel adalah sebagian atau populasi yang diteliti. Cara pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan menggunakan keseluruhan populasi hal ini dikarenakan jumlah populasi kurang dari 100, sehingga jumlah sampel pada penelitian ini adalah 80 orang.
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Menurut Arikunto (2002), metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data penelitiannya. Teknik pengumpulan data utama yang digunakan dengan metode survey dengan menggunakan skala psikologi sebagai alat ukur untuk mengungkapkan aspek-aspek psikologis. Skala
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah skala Likert, yaitu skala yang berisi pernyataan-pernyataan sikap (attitude statement). a. Teknik Analisis Data Azwar ( 2005) menyatakan bahwa pengolahan data penelitian yang sudah diperoleh dimaksudkan sebagai cara mengorganisasikan datasedemikian rupa sehingga dapat dibaca dan dapat diinterprestasikan. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik statistik yang disebut dengan regresi linier sederhana. Seluruh analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows versi 17.0. b. Prosedur Penelitian 1.Penyusunan Skala a. Skala Turnover Intentions Skala ini mengungkap tentangturnover, yang disusun dengan dimensi yang diungkapkan oleh Mueller, 2003(dalam: Aswad Choiril, 2011): 1). Variabel Kontekstual a. Alternatif –alternatif yang ada di luar organisasi (External alternatives) b. Alternatif-alternatif yang ada di dalam organisasi (Internal alternatives) c. Harga /nilai dari perubahan kerja (Cost of job change) 2). Sikap Kerja (Work Attitudes) a.Kepuasan kerja b.Komitmen Organisasi
3). Kejadian-kejadian kritis (Critical Events) Tabel 3 Blue-PrintTurn Over Intentions Aspek
indikator
Favourablel
Variabel kontekstual
Alternatif External Organisasi Alternatif Internal Organisasi Kepuasan karyawan dalam bekerja Komitmen perusahaan yang rendah terhadap karyawan Kecendrungan karyawan menarik diri dari perusahaan disebabkan dari perusahaan itu sendiri Kecendrungan karyawan mencari pekerjaan lain
Sikap Kerja
Kejadiankejadian kritis
Jumlah
Jumlah
1, 13,25
Unfavoura be 2, 14,26
3, 15,27
4, 16,28
6
5,17,29
6, 18,30
6
7,19,31
8, 20,32.
6
9, 21,33.
10, 22,34
6
11, 23,35
12.24,36
6
18
18
36
6
b. Skala Job Insecurity Skala ini mengungkap tentang job insecurity yang disusun sesuai dengan dimensi yang diajukan oleh Greenhalg dan Rosenblatt(dalam Ashford dkk., 1989), yaitu : 1. Arti penting aspek kerja (the importance of work factor) 2. Arti penting keseluruhan kerja (the importance of job event)
3. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada kejadian kerja (Likelihood of negative change in job event 4. Ketidakberdayaan (Powerlesness Berdasarkan penjelasan di atas maka penyusunan blue print job insecurityadalah sebagai berikut: Tabel 2Blue-Printjob insecurity Aspek
Indikator
Favorable
Job Feature
Mengatur jadwal kerja
1,11, 21,31
Mempertahankan gaji The importance job of event Likelihood of negative change in job event Powerlesnes s
Unfavora ble 2, 12,22,32
Jumlah
3,13, 23,33
4,14,24,3 4
8
Arti penting karyawan dalam bekerja Perubahan negative dalam bekerja
5,15,25,35
6,16,26,3 6
8
7,17,27,37
8,18,28,3 8
8
Ketidakberdayaa n karyawan dalam pekerjaan
9,19,29,39
10, 20,30, 40
8
20
20
40
Jumlah
8
2.Pengujian Skala a.
Validitas alat ukur Azwar (2003) mengatakan bahwa validitas adalah sejauh mana ketepatan
dan kecermatan suatu alat ukur melakukan fungsi ukurnya.Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk mendapatkan hasil yang lebih konsisten, digunakan teknik komputasi korelasi antara setiap aitem dengan suatu kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan adalah skor internal yaitu skor total alat ukur yang
bersangkutan.Dengan menggunakan contet validity berdasarkan isi dari aitem yang akan dilakukan untu mengetahui aitem-aitem yang sudah dikerjakan. Konsitensi internal didapat dengan mengkorelasikan antara skor pada masing masing item dengan skor total dengan menggunakan bantuan dari dosen pembimbing (profesional judgment). Perhitungan validitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows release 17.00 b.
Reliabilitas alat ukur Reliabilitas
sering
diartikan
sebagai
keterpercayaan,
keterampilan,
keterandalan, keajegan, kestabilan, dan konsistensi.Meskipun reliabilitas sering diartikan dalam bermacam-macam konsep, tetapi ide dasar yang terdapat pada konsep reliabilitas adalah tingkat keterpercayaan dari hasil pengukuran (Azwar, 2003). Reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini ditentukan oleh koefisien Alpha Cronbach (Azwar, 2003). Seluruh analisis reliabilitas pada penilitian ini dikerjakan menggunakan alat bantu komputer program SPSS for windows release 17.00. c. Diskriminasi Item Dalam pengukurannya, item yang dianggap baik dan memenuhi syarat adalah item yang memiliki daya diskriminasi >0, 30 dan sebaliknya <0, 30 diinterpretasikan sebagai item yang memiliki diskriminasi rendah, yang artinya item tersebut tidak sesuai digunakan untuk mencapai tujuan penelitian.
E. TEKNIK ANALISIS DATA
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bteknik analisis statistik inferensial yang dimaksud untuk menguji hipotesis yang telah ada. a. Uji Asumsi Sebelum data- data terkumpul dianalisa terlebih dahulu dengan menggunakan uji asumsi, meliputi ( Azwar, 2011): 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran skor variabel job insecurity dan turnover intentions pada karyawan. Uji normalitas sebaran data penelitian menggunakan teknik Kolmogorov Smirnov. Data dikatakan terdistribusi normal jika harga p>0, 05 2. Uji Lineritas Uji lineritas digukan untuk mengetahui apakah data distribusi data penelitian, yaitu variabel job insecurity dengan turnover intentions pada karyawan memiliki hubungan linier. Uji linier digunakan Uji F ( anova). Data dapat dikatakan linier apabila p < 0.05
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Hasil Penelitian Analisis hasil penelitian bertujuan untuk mengetahui beberapa pokok mengenai data yang berhubungan dengan data penelitian. Deskripsi data penelitian mencakup data mean empiris dan data mean hipotesis diperoleh melalui perhitungan atas teoritas dan skala empiris dari skala variabel Job insecurity dengan turnover intentions pada karyawan di PT.X, Medan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1 Perbandingan Data Empiris dan Data Hipotesis
Hipotetik
Empirik
Nilai
Mean SD Nilai
VARIABEL
VARIABEL
JOB INSECURITY
TURNOVER INTENTIONS
Minimum
30
33
Maksimum
120
132
Minimum
75 15 76
82,5 16,5 46
Maksimum
120
111
97,61 12,342
86,39 17,357
Mean SD Keterangan : Xmin
: Nilai Terendah
Mean
: Angka Rata-rata
Xmaks
: Nilai Tertinggi
SD
: Standar Deviasi
Berdasarkan data penelitian dapat kita lihat bahwa mean empirik untuk variabel job insecurity menunjukkan nilai sebesar 97,6 sementara mean hipotetik variable job insecurity sebesar 75. Skala job insecurity terdiri dari 30 aitem dengan skor aitemnya yang bergerak dari satu sampai empat. Sedangkan, pada variabel turnover intentions mean empiriknya menunjukkan nilai 86,39 dan mean hipotetiknya menunjukkan nilai 82,5. Skala turnover intentions terdiri dari 33 aitem yang bergerak dari satu sampai empat. Berdasarkan data tersebut juga kita lakukan pengelompokkan yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Kategorisasi ini berdasarkan asumsi bahwa skor subjek dikelompokkan kedalam beberapa kategori. Untuk skor total job insecurity
dan
turnover
intentions,
skor
yang
diperoleh
oleh
subjek
dikelompokkan kedalam 3 kategori yang tinggi, sedang, dan rendah. Pengkategorian subjek berdasarkan pada tabel berikut: Tabel 4.2 Pengkategori Subjek Penelitian Kriteria Jenjang Mean + 1(SD) ≤ X Mean -1(SD) ≤X<Mean+(SD) X< Mean-1(SD)
a. Kategorisasi variabel Job Insecurity pada subjek Tinggi = Mean + 1(SD) ≤ X = 75 + 1(15) ≤ X = 90≤ X Sedang
= Mean -1(SD) ≤X<Mean+(SD) = 75 – 1(15) ≤X< 75+ 15 = 60 ≤ X < 90
Rendah
= X< Mean -1(SD)
Kategori Tinggi Sedang Rendah
= X < 75 – 1(15) = X< 60
Gambaran kategorisasi skor Job insecurity pada karyawan PT.X, Medan pada tabel berikut: Tabel 4.4 Kategorisasi Job Insecurity pada Subjek Variabel Job Insecurity
Rentang Nilai 90≤X 60≤X<90 X<60
Kategorisasi Tinggi Sedang Rendah TOTAL
Jumlah Subjek(N) 15 64 1
Persentase(%)
80
100%
18,8% 80,0% 1,3%
Berdasarkan kriteria kategorisasi job insecurity pada karyawan PT>X Medan yang ada pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa subjek penelitian yang memiliki karateristik pekerjaan yang tinggi 15 orang (18,8%), diikuti oleh subjek penelitian yang memiliki job insecurity sedang sebanyak 64 orang (80,0%) dan rendah sebanyak 1 orang (1,3%). b. Kategorisasi variabel Turnover Intentions pada Subjek = Mean + 1(SD) ≤ X = 82,5 + 1(16,5) ≤ X = 99 ≤ X Sedang = Mean -1(SD) ≤X<Mean+(SD) = 82,5 – 1(16,5) ≤X< 82,5+ 16,5 = 36 ≤ X < 99 Rendah = X< Mean -1(SD) = X < 82,5 – 1(16,5) = X< 36 Gambaran kategorisasi skor turnover intentions pada karyawan di PT.X, Tinggi
Medan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Kategorisasi turnover intentions pada karyawan Variabel Turnover Intentions
Rentang Nilai 99≤X
Kategorisasi
Persentase(%)
Tinggi
Jumlah Subjek(N) 19
36≤X<99
Sedang
61
76,3%
X<36
Rendah
-
-
80
100%
TOTAL
23,8%
Berdasarkan kriteria kategorisasi turnover intentions pada PT.X , Medan yang ada pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa subjek penelitian yang memiliki turnover intentions yang tinggi sebanyak 19 orang (23,8%), diikuti oleh subjek penelitian yang memiliki turnover intentions yang sedang sebanyak 61 orang(76,3%) dan subjek penelitian yang memiliki turnover intentions yang rendah tidak ada. 2. Uji Normalitas Uji normalitas untuk mengetahui apakah data penelitian kedua variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan one-sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS for Windows 17. Kategori yang digunakan dalam uji normalitas ini adalah jika p>0,05 maka sebarannya dikatakan normal dan sebaliknya jika p<0,05 maka sebaran dikatakan tidak normal. Hasil uji normalitas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.5 one-sample Kolmogorov-Smirnov Test Job Insecurity N Normal Parametersa,,b
Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal b. Calculated from data
80 81,72 13,335 ,093 ,093 -,058 ,853 ,488
Turnover Intentions 80 90,14 14,039 ,112 ,064 -,112 ,998 ,272
Berdasarkan pada tabel 4.5 dapat dilihat hasil perhitungan data penelitian menunjukan nilai K-S-Z pada job insecurity adalah 0,853 dengan nilai signifikan 0,488(<0,05) dan koefisien K-S-Z pada variabel turnover intentions sebesar 0,998 dengan signifikan 0,272 > 0,05 maka diketahui bahwa data penelitian adalah normal atau memenuhi persyaratan uji normalitas. 3. Uji Lineritas Uji lineritas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung memiliki hubungan yang linear atau tidak, dengan menggunakan program komputer SPSS for Windows 17. Hasil uji lineritas Pengaruh Variabel Job insecurity terhadap turnover intentions pada karyawan PT.X Medan diperoleh nilai signifikannya 0,000 <0,05 maka variabel job insecurity dengan variabel turnover intentions pada karyawan bersifat linear.
4. Uji Hipotesis Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh Job insecurity terhadap turnover intentions pada karyawan. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik regresi linear sederhana dengan menggunakan program komputer SPSS for Windows 17. Hasil analisis data menunjukkan bahwa variabel job insecurity dan turnover intentions pada karyawan memiliki R= 0,367 dan R square= 0,135. Dari hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa job insecurity memiliki pengaruh yang positif sebesar 13,5% terhadap turnover intentions pada karyawan di PT.X Medan. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti melalui program SPSS for windows 17, maka model persamaan rgrsi yang didapat adalah:
Y = a + bx Keterangan: Y = Variabel tergantung ( job insecurity) X = Variabel bebas ( turnover intentions) a = konstanta
Y= 58,560+0,386x
Nilai persamaan pada variabel independen (job insecurity) adalah 0,386 dan nilai dependent (turnover intentions) adalah sebanyak Y =58,560 + 0,386 = 58,946.
a) Uji Regressi (
)
Koefisien regressi (
pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel tidak bebas yang diukur dalam persentase. Nilai koefisien regressi yang kecil, berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel tidak bebas terbatas. Nilai koefisien regressi yang mendekati 1, berarti variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memperkirakan variasi pada variabel tidak bebas. Adapun hasil dari koefisien regressi dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.6 Model Summary
Model
R
1
,367
a
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
,135
,124
12,484
a Predictors: (Constant), job insecurity
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.9 dapat diketahui bahwa nilai R (koefisien korelasi) = 0.367 dan R Square atau koefisien determinasi (
= 0,135
yang menunjukkan seberapa bagus model regresi yang dibentuk oleh interaksi variabel bebas dan variabel terikat. Nilai
yang diperoleh adalah 0.135 yang
dapat ditafsirkan bahwa variabel bebas X memiliki pengaruh kontribusi sebesar 0,135 atau 13,5% terhadap variabel Y dan 86,5% lainnya dipengaruhi oleh faktorfaktor lain diluar variabel X.
b.Uji t ( Persial) Uji t menguji signifikansi koefisien regresi yaitu apakah variabel bebas (X) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat (Y). Bahwa dengan syarat Thitung > Ttabel dimana nilai dari Thitung sebesar 6,379 dan Ttabel sebesar: Df = jumlah sampel-1 Df= 80-1= 79 yaitu 1,664< 6,379. Jadi, Thitung > Ttabel dengan nilai 6,379 > 1,664 dan dinyatakan signifikan. B. PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh job insecurity terhadap turnover intentions pada karyawan di PT.X Medan. Hasil penelitian ini menunjukkan R(koefisien korelasi) job inbsecurity dengan turnover intentions sebesar 0,347 dan R square atau koefisien determinasi (R2) =0,121 yang berati hipotesa diterima. Hal ini berarti ada pengaruh positif job insecurty terhadap turnover intentions pada karyawan di PT.X Medan. Artinya semakin besar job insecuritymaka semakin tinggi turnover intentions pada karyawan terhadap perusahaan dimana ia bekerja. Hasil sebelumnya menunjukkan bahwa job insecurity mempunyai pengaruh positif terhadap turnover intentions pada karyawan pada perusahaan, dimana jika job insecurity semakin tinggi maka turnover intentions diperusahaan itu akan tinggi juga. Sedangkan jika job insecurity dirasakan karyawan diperusahaan itu semakin rendah maka turnover intentions pada karyawan di perusahaan untuk tetap bekerja akan semakin rendah juga. Jika karyawan mendapatkan kepercayaan dari atasannya dan mendapatkan dukungan dari rekan-
rekan kerjanya juga mendapatkan keamanan dalam bekerja maka semakin kuat keinginannya untuk tetap bekerja diperusahaan itu. Begitu juga sebaliknya jika karyawan tidak merasa aman untuk bekerja dan tidak didukung oleh rekanrekannya maupun atasannya maka semakin kuat keinginannya keluar dari perusahaan dan mencari pekerjaan lain. Jika karyawan mendapatkan keamanan dari perusahaan dan rekan-rekannya maka ia akan ikut berkontribusi untuk memajukan perusahaan tersebut dibandingkan dengan karyawan yang tidak mendapatkan keamanan dari perusahaan maka keinginan untuk keluar dari perusahaan itu sangat besar. Penelitian yang dilakukan peneliti pada perusahaan PT.X Medan menunjukkan bahwa job insecurity mempengaruhi turnover intentions ini dilihat dari hasil angket- angket yang telah disebarkan oleh peneliti pada kayawan yang bekerja di PT.X tersebut. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jika job insecurity pada perusahaan tinggi maka turnover intentions pada karyawan juga akan tinggi begitu juga sebaliknya jika job insecurity rendah maka turnover intentions pada karyawan juga rendah. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
pengaruh job insecurity terhadap turnover intentions
adalah 13,5%. Turnover Intentions pada karyawan sangat merugikan perusahaan, bukan hanya merugikan saja tetapi perusahaan harus kembali mengrekrut karyawan dan itu memerlukan biaya besar. Namun, turnover intentions juga harus dilakukan kepada karyawan yang memiliki semangat rendah maupun kinerja yang rendah. Hal ini seperti yang telah di ungkapkan oleh Suwandi dan Indriantoro 1999),
dengan tingginya tingkat turnover pada perusahaan, akan semakin banyak menimbulkan berbagai potensi biaya, baik itu biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti dikorbankan, maupun biaya rekrutmen dan pelatihan kembali. Dalam beberapa kasus tertentu, turnover memang diperlukan oleh perusahaan terutama terhadap karyawan dengan kinerja rendah (Hollenbeck dan Williams 1986), namun tingkat turnover tersebut harus diupayakan agar tidak terlalu tinggi sehingga perusahaan masih memiliki kesempatan untuk memperoleh manfaat atau keuntungan atas peningkatan kinerja dari karyawan baru yang lebih besar dibanding biaya rekrutmen yang ditanggung organisasi. Akan tetapi turnover intentions pada karyawan tidak akan terjadi atau akan berkurang jika para karyawan mendapatkan hak mereka yaitu memiliki keamanan bekerja saat berada di lingkungan kerja. Penyebab timbulnya keinginan berpindah (turnover intention) pada karyawan adalah pengaruh buruk dari pemikiran disfunctional. Pengaruh tersebut timbul karena terjadi konflik, perasan tidak senang dan tidak puas terhadap lingkungan kerja yang dapat memicu rasa tidak aman pada pekerjaan (job insecurity). Jika masalah rasa tidak aman dalam bekerja ini terus menerus dihadapi karyawan, maka akan menstimulasi munculnya keinginan untuk berpindah kerja atau intensi untuk turnover. Dari cara pandang tersebut dapat disimpulkan bahwa karyawan akan bekerja dengan baik jika perusahaan mengutamakan keamanan bekerja pada setiap karyawannya dan itu juga yang akan mengurangi turnover yang terjadi pada perusahaan.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, didapat sumbangan efektif job insecurity terhadap turnover intentions pada karyawan sebesar 13,5 % dan sebesar 86,5% dipengaruhin oleh faktor- faktor lain. Dari data deskripsi penelitian dapat dilihat bahwa untuk skala turnover intentions, mean empirisnya 86,39 lebih tinggi dari hipotetiknya sebesar 82,5. Hal ini berarti para karyawan PT. X Medan tinggi sedangkan untuk skala job insecurity, mean empirisnya sebesar 97,61 lebih tinggi dibandingkan dengan mean hipotetiknya sebesar 75, hal ini berarti karyawan pada PT.X Medan ini memiliki job insecurity yang tinggi. Berdasarkan data kategorisasi, dapat diketahui bahwa rata-rata karyawan PT.X Medan yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki job insecurity dengan kategori sedang yaitu sebanyak 80,0%(64 orang) dari jumlah total sampel. Hal itu juga searah dengan turnover intentions pada karyawan PT.X Medan yang berda pada kategorisasi sedang sebanyak 76,3%(61 orang). Kemudian dari analisis data pada penelitian ini bahwasahnya karyawan yang memiliki job insecurity dalam kategori tinggi sebesar 18,8%(15 orang) diikuti dengan analisis data dari turnover intentions sebanyak 23,8%(19 orang) dari total jumlah sampel penelitian. Sedangkan dalam kategori rendah untuk job insecurity sebanyak 1,3%(1orang dan dikuti oleh hasil analisis dari turnover intentions tidak ada.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari uraian pada bab sebelumnya , maka pada penelitian ini dapat diambil kesimpulan: 1. Terdapat pengaruh job insecurity dengan turnover intentions dengan koefisien korelasi sebesar = 0,367 dan r squarenya sebesar 0,135 atau 13,5%. Hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh job insecurity terhadap turnover intentions pada karyawan di PT.X dapat diterima. 2. Mean empirik job insecurity 97,61 dan mean hipotetik sebesar 75 menunjukkan bahwa job insecurity di PT.X Medan tinggi dan nilai empirik turnover intentions 86,39 lebih kecil dari mean hipotetik turnover intentions 82,5 yang sekaligus menunjukkan bahwa turnover intentions di PT.X rendah. 3. Hasil r2 menunjukkan hasil sebesar 0,121, sehingga job insecurity memiliki pengaruh sebesar 12,1%% terhadap turnover intentions, hal ini
menunjukkan
pengaruh
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kecemasan selain job insecurity adalah sebesar 87,9%% yaitu faktor lain yang tidak di ungkapkan oleh peneliti. Turnover intentions yang terjadi pada PT.X Medan berada pada tingkat kecemasan dalam batasan normal.
B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperlukan beberapa saran untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan penelitian, yaitu: 1. Bagi Karyawan -
Melalui penelitian ini diharapkan kepada setiap karyawan di PT.X agar lebih memperhatikan lingkungan mereka bekerja. Job insecurity di perusahaan terjadi karena lingkungan kerja yang tidak mendukung jadi diharapkan kepada para karyawan agar saling mengingatkan satu sama lain untuk lebih memerhatikan lingkungan mereka.
-
Agar karyawan memberikan kepercayaan kepada perusahaan bahwa kenyaman bekerja diperusahaan tersebut terjamin dan mendapatkan asuransi jiwa dari perusahaan.
-
Karyawan harus mampu mengungkapkan ketidakamanan mereka bekerja dilapangan agar perusahaan memperbaikinya.
2.
Bagi perusahaan -
Diharapkan kepada perusahaan agar lebih memperhatikan lingkungan bekerja para karyawan demi kenyaman bekerja karyawan.
-
Perusahaan
harus
ketidaknyamanan perusahaan.
mampu bekerja
bertanggung karyawan
jawab
untuk
atas
kemajuan
-
Jika job insecurity terjadi diperusahaan itu maka pihak perusahaan harus melakukan tinjau lokasi tempat karyawan yang bekerja dan melakukan sosialisasi peraturan keamanan ke daerah-daerah tempat karyawan yang bekerja pada daerah yang beresiko.
3. Bagi peneliti selanjutnya -
Peneliti menyarankan terhadap peneliti selanjutnya untuk memperluas kajian tentang job insecurity untuk memperkaya ilmu kajian penelitian terhadap psikologi industri dan organisasi dengan menghubungkannya faktor–faktor yang mempengaruhi job ibsecurity selain turnover intentions.
PENGARUH JOB INSECURITY TERHADAP TURNOVER INTENTIONS PADA KARYAWAN PT.X MEDAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas HKBP Nommensen Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi OLEH: ENIKE SARTIKA S LBN TOBING 11900012
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2015