HALAMAN JUDUL
LAPORAN KERJA PRAKTEK STUDI PEMBUATAN FASILITAS TOWER KALIBRATOR UNTUK REKALIBRASI PERALATAN AUTOMATIC TANK GAUGES (ATG) SERVO DI PT. PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP (Periode 01 Maret – 30 April 2016)
Thundra Akbar Sudarsono 13/347530/PA/15288
PROGRAM STUDI ELEKTRONIKA DAN INSTRUMENTASI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER DAN ELEKTRONIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2016
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP (Periode 1 Maret – 30April 2016)
STUDI PEMBUATAN FASILITAS TOWER KALIBRATOR UNTUK REKALIBRASI PERALATAN AUTOMATIC TANK GAUGES (ATG) SERVO
Disusun oleh: Thundra Akbar Sudarsono NIM. 13/347530/PA/15288
Laporan ini diperiksa dan disetujui oleh:
Cilacap, 21 April 2016
Lead of Electrical & Instrument Insp.
Pembimbing Kerja Praktek
Engineer
Ir. Rachseno
Oni Bagus T.M.
Nopek. 10014996
Nopek. 752129
i
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP (Periode 1 Maret – 30April 2016)
STUDI PEMBUATAN FASILITAS TOWER KALIBRATOR UNTUK REKALIBRASI PERALATAN AUTOMATIC TANK GAUGES (ATG) SERVO
Disusun oleh: Thundra Akbar Sudarsono NIM. 13/347530/PA/15288
Laporan ini diperiksa dan disetujui oleh:
Yogyakarta, 19 Mei 2016 Dosen Pembimbing
Andi Dharmawan S.Si, M.Cs NIP. 198409142012121001
ii
KATA PENGANTAR “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.” Dengan mengucapkan syukur kehadiran Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada kami, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW Rasul junjungan kita. Sehingga penyusunan laporan praktek kerja lapangan dengan judul “Studi Pembuatan Fasilitas Tower Kalibrator untuk Rekalibrasi Peralatan Automatic Tank Gauges (ATG) Servo” ini dapat diselesaikan dengan baik. Kegiatan Praktek Kerja Lapang merupakan kegiatan yang positif untuk mengenalkan mahasiswa pada dunia industri. Penyusunan laporan ini diajukan untuk melengkapi salah satu persyaratan akademis pada program S1 Elektronika dan Instrumentasi jurusan Ilmu Komputer dan Elektronika Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan semua pihak kegiatan praktek kerja lapang tidak akan berjalan dengan baik, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan berkat, rahmat dan hidayahnya sehingga dapat melakukan kerja praktek dengan lancar dari awal hingga selesai. 2. Kedua orang tua, Bapak Indarto Sudarsono dan Ibu Sumartini yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik secara moral maupun materi. 3. Bapak Drs. Pekik Nurwantoro. M.S., Ph.D. selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada. 4. Bapak Drs. Agus Harjoko, M.Sc, Ph.D. selaku Ketua Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika Universitas Gadjah Mada. 5. Bapak Drs. Ahmad Azhari, M.Kom, Dr. tech selaku Ketua Program studi Elektronika dan Instrumentasi Universitas Gadjah Mada. 6. Bapak Rachseno selaku Lead of Electrical & Instrument Insp. Engineerdi PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap. 7. Mas Andhika selaku Group Leader Instrument Inspection di PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap.
iii
8. Mas Oni Bagus Tondojoyo Marantyant selaku pembimbing lapangan di PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap yang telah menemanidan membagikan ilmunya selama kerja praktek berlangsung. 9. Bapak Lono, Bapak Sugiarto, Mas Roni, Mas Furchan, Mas Amri, dan Mbak Tiara selaku pembimbing bagian EIIE khususnya bagain Instrumentation Insp. yang juga telah mau membagikan ilmu dan pengalamannya selama kegaitan kerja praktek di PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap. 10. Bapak Sakiyun Widodo dan Ibu Ismaryani yang telah memberikan perhatian dan tumpangan tempat tinggal selama kerja praktek. 11. Angela Gusti Aprilia selaku satu-satunya rekan kerja praktek dibagian EIIC yang telah bersama-sama dari awal hingga akhir kerja praktek di PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap. 12. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan selama kerja praktek yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Kami menyadari dalam pembuatan laporan Kerja Praktek ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini sangat kami harapkan. Semoga laporan Kerja Praktek ini dapat memenuhi syarat dalam menyelesaikan mata kuliah Kerja Praktek Industri (ELINS-MIE 3009) dan dapat bermanfaat bagi yang menbacanya. Sekian dan Terimakasih. Cilacap, 21 April 2016
Penyusun,
iv
Studi Pembuatan Fasilitas Tower Kalibrator Untuk Rekalibrasi Peralatan Automatic Tank Gauges (ATG) Servo di PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap
Nama Mahasiswa NIM Program Studi Dosen Pembimbing
: Thundra Akbar S. : 13/347530/PA/15288 : Elektronika dan Instrumentasi : Andi Dharmawan S.Si, M.Cs ABSTRAK
Tower Kalibrator merupakan suatu fasilitas pendukung yang digunakan untuk melakukan rekalibrasi peralatan Automatic Tank Gauges (ATG) Servo. Tower Kalibrator dibutuhkan karena tindakan kalibrasi tidak bisa terus berlangsung pada tanki pemasangan ATG tersebut. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti terus bergeraknya fluida dalam tanki, ketinggian fluida yang tidak menentu, hingga korosi yang terjadi pada dinding tanki sehingga menyebabkan kalibrasi tidak menghasilkan nilai yang akurat dan presisi. Dalam laporan kerja praktek ini akan dibahas mengenai pembuatan tower kalibrator yang meliputi pemilihan kabel daya untuk ATG dan motor pompa air, penentuan spesifikasi motor pompa air, pemilihan pipa kalibrator dan fasilitas pendukung tower lainnya. Setelah melakukan perhitungan, kabel yang digunakan untuk daya ATG Servo adalah kabel AWG 16 dan kabel untuk daya motor pompa air adalah AWG 12. Spesifikasi pompa air yang digunakan adalah pompa dengan tegangan 380 V (3 fasa) dengan discharge pada ketinggian 20 meter. Sedangkan pemilihan pipa yang digunakan adalah pipa carbon steel A53 S40 dengan diameter 6 inchi.Pada pipa kalibrator ini akan diberikan reducer 6 inchi menjadi 3 inchi untuk pemasangan flange ATG. Pembangunan Tower Kalibrator ini juga harus memperhatikan tempat yang sesuai berdasarkan kondisi tanah, keberadaan sumber listrik, existing junction box ATG dan keberadaan sumber air dari pipa hidran.
Kata Kunci : Automatic Tank Gauges (ATG) Servo, Tower, Kalibrasi.
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii ABSTRAK .......................................................................................................... v DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1
Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2
Alasan Pemilihan Kerja Praktek......................................................... 3
1.3
Tujuan ............................................................................................... 3
1.4
Batasan Masalah ................................................................................ 3
1.5
Waktu dan Tempat Pelaksanaan ......................................................... 3
1.6
Metode Pengumpulan Data ................................................................ 4
1.7
Sistematika Penulisan Laporan .......................................................... 4
BAB II. PROFIL PERUSAHAAN .................................................................... 6 2.1
Profil Singkat PT Pertamina (Persero)................................................ 6
2.2
Sejarah Singkat PT Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap ............... 7
2.3
Pembangunan Kilang ......................................................................... 8
2.4
Kilang Minyak I .............................................................................. 10
2.5
Kilang Minyak II ............................................................................. 12
2.6
Kilang Paraxylene............................................................................ 14
2.7
Proyek Debottlenecking Cilacap (DPC) ........................................... 15
2.8
Modernisasi Instrumen Kilang dengan DCS..................................... 18
2.9
Kilang Sulfur Recovery Unit (SRU) dan LPG Recovery .................. 18
2.10 Proyek Residue Fuel Catalytic Cracking (RFCC) ............................. 20 2.11 Produksi Kilang PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap ................. 20 vi
2.12 Lokasi dan Tata Letak...................................................................... 22 2.13 Sistem Organisasi dan Kepegawaian ................................................ 25 BAB III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN .............................................. 26 3.1
Dasar Sistem Instrumentasi .............................................................. 26
3.2
Peralatan Instrumentasi .................................................................... 29
3.3
3.2.1
Sistem ................................................................................ 29
3.2.2
Field Instrument ................................................................. 30
Automatic Tank Gauges (ATG) ....................................................... 31 3.3.1
ATG Servo......................................................................... 32
3.3.2
ATG Radar ........................................................................ 32
3.3.3
ATG Mechanical/ Spring ................................................... 33
3.4
Tank Side Monitor ........................................................................... 33
3.5
Tank Vision ..................................................................................... 34
3.6
Water Pump ..................................................................................... 34
BAB IV. PEMBAHASAN ................................................................................ 36 4.1
Tower Kalibrator ATG .................................................................... 36
4.2
Automatic Tank Gauges (ATG) di Pertamina RU IV Cilacap........... 37
4.3
4.2.1
Automatic Tank Gauges (ATG) Tokyo Keiso .................... 37
4.2.2
Automatic Tank Gauges (ATG) Endress+Hauser ............... 40
Perhitungan dan Pemilihan Jenis Pompa Air .................................... 45 4.3.1
Diameter Pipa dan Kecepatan Aliran .................................. 45
4.3.2
Alternatif Pemilihan Pompa ............................................... 46
4.4
Pemilihan Kabel .............................................................................. 49
4.5
Pemilihan Pipa Kalibrator ................................................................ 51
4.6
Sistem Pembuangan Air ................................................................... 54
4.7
Pemilihan Lokasi Tower Kalibrator ................................................. 55
4.8
Perencanaan Pemilihan Sumber Listrik ............................................ 56
4.9
Teknik Kalibrasi Automatic Tank Gauges (ATG) ............................ 57
4.10 Penggunaan Tower Kalibrator.......................................................... 60 V. PENUTUP ................................................................................................... 62 vii
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 62 5.2 Saran................................................................................................... 62 Daftar Pustaka ................................................................................................. 64 LAMPIRAN ..................................................................................................... 65
viii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Daftar Kilang di PT. PERTAMINA RU IV Cilacap .............................. 8 Tabel 2.2 Kapasitas Terpasang Kilang I ............................................................ 11 Tabel 2.3 Kapasitas Terpasang Kilang II ........................................................... 13 Tabel 2.4 Kapasitas Terpasang Kilang Paraxylene ............................................ 14 Tabel 2.5 Jenis Pekerjaan dalam Proyek Debottlenecking Cilacap ..................... 16 Tabel 2.6 Kapasitas di FOC I (dalam TPA) ....................................................... 21 Tabel 2.7 Kapasitas di FOC II (dalam TPA) ...................................................... 22 Tabel 2.8 Kapasitas di LOC I/II/III (dalam TPA) .............................................. 22 Tabel 2.9 Area RU-IV ....................................................................................... 24 Tabel 4.1 Perhitungan Level Fluida ................................................................... 44 Tabel 4.2 Tabel List Kabel AWG ....................................................................... 49
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Konfigurasi Kilang FOC 1 dan LOC 1, 2, 3 (Pertamina, 2016)........ 12 Gambar 2.2 Konfigurasi Kilang FOC 2 dan Paraxylene (Pertamina, 2016) ......... 15 Gambar 2.3 Konfigurasi Kilang LPG dan Sulfur Recovery (Pertamina, 2016).... 20 Gambar 2.4 Diagram Alir Produksi PT Pertamina RU IV Cilacap ..................... 21 Gambar 2.5 Lokasi Pabrik PT. Pertamina RU IV Cilacap (Pertamina, 2016) ...... 23 Gambar 2.6 Strurktur Organisasi PT. Pertamina RU IV Cilacap ........................ 25 Gambar 3.1 ATG Radar (Pertamina, 2016) ........................................................ 33 Gambar 3.2 Tank Side (E+H, 2007) ................................................................... 34 Gambar 3.3 Tank Vision (E+H, 2007 ................................................................. 34 Gambar 4.1 ATG Tokyo Keiso (Keiso, 2009) .................................................... 37 Gambar 4.2 Diagram ATG Tokyo Keiso (Keiso, 2009) ...................................... 38 Gambar 4.3 Diagram Blok Kelistrikan ATG (Keiso, 2009) ................................ 39 Gambar 4.4 Gambar Bagian-bagian ATG (Keiso, 2009) .................................... 40 Gambar 4.5 Gambar ATG EH (E+H, 2007) ....................................................... 41 Gambar 4.6 Aplikasi Pemasangan ATG (E+H, 2009) ......................................... 42 Gambar 4.7 Pemasangan ATG dengan 2 Jenis Pipa (E+H, 2009) ....................... 42 Gambar 4.8 Perhitungan Fluida (E+H, 2007) ..................................................... 44 Gambar 4.9 Ilustrasi Sistem Distribusi Air ......................................................... 55 Gambar 4.10 Lokasi Pemilihan Tempat (Pertamina, 2016) ................................. 56 Gambar 4.11 Menu Upper Stop.......................................................................... 57 Gambar 4.12 Penentuan Tinggi Air .................................................................... 58 Gambar 4.13 Bandul Berhenti saat Menyentuh Air ............................................ 58 Gambar 4.14 Status saat Belum Menyentuh Air ................................................. 59 Gambar 4.15 Status saat Bandul Menyentuh Air ................................................ 59 Gambar 4.16 Ketinggian air 5,5 cm .................................................................... 60 Gambar 4.17 Hasil Tertampil di ATG ................................................................ 60
x
BAB I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Perguruan Tinggi merupakan tempat bagi seorang mahasiswa dalam
mendapatkan ilmu pengetahuan yang berfungsi untuk membekali diri ketika memasuki dunia praktis atau dunia kerja nantinya. Namun, kegiatan perkuliahan saja tidak cukup untuk mempersiapkan seorang mahasiswa untuk memasuki dunia kerja, perlu pengenalan dan pengalaman akan lingkungan kerja yang sesungguhnya, dengan terjun langsung ke lapangan sesuai dengan bidang yang ia minati. Keluaran yang diharapkan setelah mengikuti kerja praktek ini adalah mengetahui secara lebih mendalam gambaran tentang kondisi nyata dunia kerja, mengetahui pengaplikasian ilmu Elektronika dan Instrumentasi di PT. Pertamina (PERSERO) RU IV Cilacap, mampu menerapkan ilmu yang didapat dari kerja praktek dan sebagai masukan untuk pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri. PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap merupakan salah satu dari tujuh Refinery Unit yang dimiliki oleh PT. Pertamina (Persero). PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap adalah Refinery Unit terbesar yang mengolah minyak mentah (crude oil) dalam negeri dan luar negeri dengan total kapasitas pengolahan sebesar 348.000 BSD. Hingga saat ini, refinery unit IV Cilacap memiliki kilang BBM (Fuel Oil Complex), kilang Pelumas (Lube Oil Complex), kilang Aromatik, dan kilang Pengolah Limbah Sulfur (Sulfur Recovery Complex) dengan produk pengolahan berupa produk BBM, LSWR, Minyak Bakar, LPG, Pelumas Dasar dan turunannya serta Liquid Sulfur. Pengolahan minyak mentah yang dilakukan untuk mendapatkan suatu produk, melewati proses yang panjang dan rumit dengan ketelitian, kecepatan dan keakuratan yang tinggi. Oleh sebab itu, diperlukan sistem Instrumentasi (Pengukuran, Pembandingan, Perhitungan, dan Pengoreksian) yang baik. Dengan sistem yang akurat dan dapat berjalan dengan baik, jumlah produksi/pengolahan yang besar dapat memberikan keuntungan yang bagus pula untuk perusahaan.
1
Refinery Unit IV Cilacap memegang peranan yang stategis untuk memenuhi 44% kebutuhan bahan bakar minyak Nasional dan 75% kebutuhan bahan bakar minyak di pulau Jawa dan sekitarnya. PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap merupakan perusahaan pengolahan minyak dengan input bahan yang diolah adalah minyak mentah (Crude oil) dan hasil produksi berupa bahan bakar minyak dan masih banyak lagi. Pada bagian input, minyak mentah diambil dan disalurkan melalui kapal kedalam kilang milik RU IV. Kemudian pada bagian output, bahan bakar minyak di pindahkan kepada tanki pemasaran. Pemindahan minyak mentah dan produk hasil ini merupakan sistem Custody Transfer. Pada sistem Custody Transfer, ada tiga tingkatan alat instrument yang digunakan yakni Metering System, Automatic Tank Gauges (ATG), dan Manual Dipping. ATG merupakan salah satu alat ukur yang digunakan pada tingkatan kedua setelah Metering System untuk mengetahui kondisi stok BBM yang berada di dalam tanki dengan menentukan ketinggian fluida pada tanki bahan bakar minyak yang siap menerima minyak mentah maupun siap mengeluarkan produk bahan bakar minyak untuk dipasarkan.Setiap kilang yang merupakan bagian dari Custody Transfer, pada umumnya memiliki ATG untuk melakukan pengukuran stok BBM maupun non BBM. ATG ini wajib dikalibrasi oleh Direktorat Metrologi (Dimet) setiap tahun untuk mendapatkan sertifikasi keakurasian dan kepresisian alat. Namun pada perjalanannya, terdapat banyak faktor yang menyebabkan ATG perlu untuk direkalibrasi kembali, salah satunya adalah deformasi dari permukaan tanki yang menyebabkan perubahan level tanki dari set point yang telah ditentukan saat awal pemasangan ATG. Kalibrasi ATG dapat dilakukan pada tanki tempat pemasangannya, tetapi kalibrasi pada tanki ini tidak dapat dilakukan secara menyeluruh apabila masih terdapat fluida yang bergerak pada tanki. Pergerakan fluida ini disebabkan oleh pengisian dan pengosongan tanki untuk kegiatan pemasaran. Oleh sebab itu, dibutuhkan tower yang sejenis dengan tanki untuk melakukan kalibrasi ATG. Sehingga pada laporan kerja praktek ini akan dibahas mengenai studi pembuatan tower kalibrator untuk melakukan kalibrasi pada ATG tersebut.
2
1.2
Alasan Pemilihan Kerja Praktek Adapun pemilihan kerja praktek di PT. PERTAMINA (PERSERO) RU IV
Cilacap adalah karena beberapa faktor pendukung yakniPT. PERTAMINA (Persero) RU IV Cilacap merupakan Refinery Unit terbesar baik di Indonesia maupun di Asia Tenggara. Dan PT. PERTAMINA (Persero) RU IV Cilacap merupakan Refinery Unit yang memiliki banyak instrument yang dikontrol. Oleh sebab itu dipilihlah lokasi PT. PERTAMINA (PERSERO) RU IV Cilacap sebagai tempat melaksanakan kerja praktek.
1.3
Tujuan Tujuan dari diadakannya kerja praktek ini adalah: 1. Mempelajari proses-proses yang ada di PT. Pertamina (PERSERO) RU IV Cilacap terutama yang berhubungan dengan bidang Elektronika dan Instrumentasi. 2. Mengetahui impelmentasi penggunaan Automatic Tank Gauge, teknik kalibrasi ATG dan pembuatan desain tower kalibrator ATG di PT Pertamina RU IV Cilacap.
1.4
Batasan Masalah Dalam laporan kerja praktek ini, pembahasan masalah akan dibatasi pada: 1. ATG jenis servo. 2. Teknik kalibrasi ATG jenis servo. 3. Peralatan yang dibutuhkan pada tower kalibrator. 4. Pembuatandesain tower kalibrator.
1.5
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu dan tempat pelaksanaan kerja praktek adalah: Tempat : PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap Jl. MT Haryono No77, Desa Lomanis, Kecamatan Cilacap Tengah, Kabupaten Cilacap. 3
Waktu :1 Maret – 30 April 2016
1.6
Metode Pengumpulan Data Dalam menyusun laporan Kerja Praktek ini digunakan metode-metode sebagai berikut: Metode wawancara, yaitu melakukan diskusi, wawancara dan tanya jawab dengan pembimbing KP dan teknisi yang bekerja pada bagiannya masing-masing. Metode observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan hal-hal yang terkait dengan peralatan atau instrumen yang digunakan pada perusahaan. Metode studi pustaka, melengkapi data-data yang didapat melalui wawancara dan pengamatan dengan cara membaca dari sumber-sumber literatur yang sesuai dengan bahasan.
1.7
Sistematika Penulisan Laporan Untuk memberi gambaran secara garis besar, dalam hal ini dijelaskan isi
dari tiap-tiap bab dari laporan ini. Sistematika penulisan dalam pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang kerja praktek, tujuan, batasan masalah, waktu dan tempat pelaksanaan, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN Berisi tentang gambaran umum PT Pertamina dan PT Pertamina RU IV Cilacap mengenai sejarah, visi dan misi, tata nilai, fasilitas, dan struktur organisasinya.
BAB III IDENTIFIKASI PERMASALAHAN Berisi tentang objek yang akan dibahas dan studi literatur yang didapat
4
BAB IV PEMBAHASAN Berisi tentang pembahasan teknik kalibrasi ATG, pembuatan desain tanki kalibrator untuk ATG jenis servo. BAB V
PENUTUP Berisi tentang kesimpulan dan saran bagi PT Pertamina RU IV Cilacap, khususnya pada bagian Instrument Section.
5
BAB II. PROFIL PERUSAHAAN 2.1
Profil Singkat PT Pertamina (Persero) Pertamina merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di bidang
energi meliputi minyak, gas serta energi baru dan terbarukan. Terjadi beberapa perubahan pengelolaan perusahaan minyak di Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 10 Desember 1957, atas perintah Mayjen Dr. Ibnu Soetowo, PT EMTSU diubah menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional (PT PERMINA). Kemudian dengan PP No. 198/1961 PT PERMINA dilebur menjadi PN PERMINA. Pada tanggal 20 Agustus 1968 berdasarkan PP No. 27/1968, PN PERMINA dan PN PERTAMINA dijadikan satu perusahaan yang bernama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PN PERTAMINA). Sebagai landasan kerja baru, lahirlah UU No. 8/1971 pada tanggal 15 September 1971. Sejak itu, nama PN PERTAMINA diubah menjadi PT. PERTAMINA, dan dengan PP No. 31/2003 PT. PERTAMINA menjadi (Persero), yang merupakan satu-satunya perusahaan minyak nasional yang berwenang mengelola semua bentuk kegiatan di bidang industri perminyakan di Indonesia. Sejak didirikan pada 10 Desember 1957, Pertamina menyelenggarakan usaha minyak dan gas bumi di sektor hulu hingga hilir. Bisnis sektor hulu Pertamina yang dilaksanakan di beberapa wilayah di Indonesia dan luar negeri meliputi kegiatan di bidang-bidang eksplorasi, produksi, serta transmisi minyak dan gas. Untuk mendukung kegiatan eksplorasi dan produksi tersebut, Pertamina juga menekuni bisnis jasa teknologi dan pengeboran, serta aktivitas lainnya yang terdiri atas pengembangan energi panas bumi dan Coal Bed Methane (CBM). Dalam pengusahaan migas baik di dalam dan luar negeri, Pertamina beroperasi baik secara independen maupun melalui beberapa pola kerja sama dengan mitra kerja yaitu Kerja Sama Operasi (KSO), Joint Operation Body (JOB), Technical Assistance Contract (TAC), Indonesia Participating/ Pertamina Participating Interest (IP/PPI), dan Badan Operasi Bersama (BOB).
6
Sektor hilir Pertamina meliputi kegiatan pengolahan minyak mentah, pemasaran dan niaga produk hasil minyak, gas dan petrokimia, dan bisnis perkapalan terkait untuk pendistribusian produk Perusahaan. Kegiatan pengolahan terdiri dari: RU II (Dumai), RU III (Plaju), RU IV (Cilacap), RU V (Balikpapan), RU VI (Balongan) dan RU VII (Sorong). 2.2
Sejarah Singkat PT Pertamina (Persero) Unit Pengolahan IV Cilacap PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap (RU IV) merupakan
kilang minyak Pertamina yang berlokasi di Jl. MT Haryono 77 Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Secara geografis area operasional kulang RU IV terdiri dari 2 lokasi utama yaitu kilang utama yang disebut refinery area serta lokasi pertankian bahan baku yang disebut area 70. RU IV pada tahun 2013 telah mensinergikan visi Pertamina ”Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia pada tahun 2025” dengan melakukan perubahan visi RU IV yaitu ”Menjadi kilang minyak dan petrokimia yang unggul di Asia pada tahun 2020”. Hal tersebut mencerminkan RU IV senantiasa berupaya untuk memberkan yang terbaik bagi perusahaan serta kontribusi nyata bagi kesejahteraan bangsa dan negara. RU IV menggunakan landasan yang kokoh dalam melaksanakan kiprahnya untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan dengan menerapkan Tata Kelola Perusahaan yang sesuai dengan standar global best pracice serta dengan mengusung tata nilai korporat yang telah dimiliki dan dipahami oleh seluruh unsur perusahaan, yaitu Clean, Competitive, Confident, Customer Focused, Commercial, dan Capable. Manajemen RU IV berkomitmen dan konsisten untuk terus meningkatkan penerapan GCG. RU IV Cilacap mengolah minyak bumi (crude oil) yang berasal dari crude domestik dan crude import dengan total kapasitas pengolahan sebesar 348.000 BSD merupakan kilang dengan kapasitas terbesar di Indoensia. Kilang minyak Cilacap saat ini terdiri dari beberapa unit pemroses utama diataranya adalah Kilang BBM, Kilang Pelumas, Kilang Aromatik, dan Kilang Pengolah Limbah Sulfur. 7
Produk utama yang dihasilkan kilang Cilacap berupa produk BBM (Gasoline, Naphtha, Kerosine, Avtur, Solar (ADO/IDO), LSWR, Minyak Bakar (IFO)). Produk Pelumas Dasar dan turunannya (Base Oil, Parafinic Oil, Solvent Minarex, Asphalt, Slack Wax). Produk Aromatik (Paraxilene, Benzene, Toluene, Heavy Aromate) serta Liquid Sulfur.
2.3
Pembangunan Kilang Pembangunan Kilang minyak di Cilacap dilaksanakan dalam 4 tahap yaitu
Kilang Minyak I, Kilang Minyak II, dan Kilang Paraxylene serta proyek debottlenecking. TABEL 2.1 D AFTAR K ILANG DI PT. PERTAMINA RU IV CILACAP (K USUMAPRAJA, 2015)
Minyak II
Minyak I
Kilang
Tahun
Dibangun 1974, diresmikan 24 Agustus 1976
Dibangun 1981, diresmikan 4 Agustus 1983
Area
Bahan Baku
Produk
Fuel Oil Complex I (FOC I)
Arabian Light Crude, Basrah Light Crude, Iranian Light Crude.
Refinery Fuel Gas, Gasoline/Premium, Kerosene/Avtur, Solar/Automatic Diesel Oil, Industrial Diesel Oil, Industrial Fuel Oil
Lube Oil Complex I (LOC I)
Residu FOC I
HVI 60, HVI 95, Minarex A, Minarex B, Propane, Asphalt, Slack Wax
Utilities Complex I (UTL I)
Memenuhi kebutuhan penunjang unit proses seperti steam, listrik, udara instrument, air pendingin, serta fuel system (fuel gas dan fuel oil)
Fuel Oil Complex II (FOC II)
Minyak bumi dari Qua Iboe (Nigeria), Jati Barang, Madura, Espo (Perancis)
LPG, Gasoline/Premium, Naphtha, Kerosene, Refinery Fuel Gas, HDO/LDO, HDO/LDO, Propane, IFO
Lube Oil Complex II (LOC II)
Long Residu FOC I
HVI 95 Minarex H HVI 160S Propane Asphalt HVI 650 Slack Wax
8
Lube Oil Complex III (LOC III) Utilities Complex II (UTL II)
Distilate LOC I&II
Sama dengan UTL I
Debottlenecking
Dibangun 27 Februari 2001 Diresmikan 2005 Dibangun 2011 Diresmikan 2014
RFCC
SRU
Dibangun 1988, diresmikan 20 Desember 1990
IPAL
Paraxylene
Naphtha
Dibangun 1996, diresmikan Oktober 1998
HVI 650 Slack Wax Propane Asphalt
Produk utama: paraxylene, benzene produk sampingan: raffinate, heavy aromate, toluene, dan LPG
Kilang minyak I
Produksi meningkat 118.000 barrel/hari
Kilang minyak II
Produksi meningkat 230.000 barrel/hari
Hidrogen sulfida gas buang kilang
sulfur cair, LPG, dan condensate
Meningkatkan bau mutu limbah cair
Peningkatan yield valuable product dan complexity index On Going
9
2.4
Kilang Minyak I Pembangunan Kilang Minyak I dimulai tahun 1974 dan mulai beroperasi
pada 24 Agustus 1976 setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto. Kilang ini dirancang oleh Cell International Petroleum Maatschappij (SIPM), sedangkan kontraktornya adalah Fluor Eastern Inc. yang dibantu oleh beberapa sub kontraktor dari perusahaan Indonesia dan Asing. Selaku pengawas dalam pelaksanaan proyek ini adalah Pertamina. Kilang minyak I ini dirancang dengan kapasitas pengolahan 100.000 barel/hari, karena meningkatnya kebutuhan konsumen, pada tahun 1996 dilaksanakan peningkatan kapasitas produksi melalui proyek debottlenecking, sehingga saat ini Kilang minyak I memiliki kapasitas menjadi 118.000 barel/hari. Kilang minyak I dibangun untuk mengolah Crude yang berasal dari Timur Tengah yaitu Arabian LightCrude (ALC). Selain menghasilkan BBM, Kilang ini juga merupakan satu-satunya Kilang di Indonesia yang menghasilkan produk tambahan berupa bahan baku minyak pelumas (lube base oil) dan aspal. Sampai saat ini Kilang Minyak I ini tetap mengolah minyak mentah dari Timur Tengah. Kilang Minyak I Pertamina RU IV meliputi: a.
Fuel Oil Complex (FOC I), untuk memproduksi BBM.
b.
Lube Oil Complex (LOC I), untuk memproduksi lube base oil dan aspal.
c.
Utilities Complex I (UTL I), menyediakan semua kebutuhan utilities dari unit-unit proses seperti steam, listrik, angin instrumen, air pendingin serta fuel system.
10
TABEL 1.2 K APASITAS TERPASANG K ILANG I (K USUMAPRAJA, 2015)
Fuel Oil Complex I
Lube Oil Complex I
Kapasitas Unit proses Crude Destilation Unit (CDU 1) Naphta Hydro Treating (NHT 1)
Kapasitas Unit proses
(ton/hari) 16,126
High Vaccum Unit (HVU 1)
(ton/hari) 2,574
Propane 2,805
Deasphalting
538
Unit 1 Furfural
Hydrodesulfurizer
2.300
Extraction Unit
478 – 573
1 Platformer 1 Propane Manufacturing Kerosine Merox Treater
1.650
MEK Dewaxing Unit 1
226 - 337
43,5
2,116
Sour Water Stripper
753
Hg Remover
469
11
G AMBAR 2.1 K ONFIGURASI K ILANG FOC 1 DAN LOC 1, 2, 3 (P ERTAMINA, 2016)
2.5
Kilang Minyak II Pembangunan Kilang minyak kedua dimulai tahun 1981 dan mulai
beroperasi setelah diresmikan pada 4 Agustus 1983 dan merupakan perluasan dari Kilang minyak pertama. Perluasan ini dilakukan mengingat peningkatan konsumsi BBM yang menjadi tidak seimbang lagi dengan produksi yang ada. Sementara untuk memenuhi kebutuhan tersebut terpaksa minyak mentah dalam negeri diolah di Kilang luar negeri dan masuk ke Indonesia dalam jenis BBM tertentu. Pola pengadaan demikian merupakan suatu pemborosan yang dapat mengganggu kestabilan ekonomi nasional. Dengan alasan tersebut maka pemerintah memandang perlu mengadakan perluasan Kilang. Perluasan Kilang dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) untuk Kompleks BBM, Cell International Petroleum Maatschappij (SIPM) untuk Lube Oil Complex dan Fluor Eastern Inc. dengan sub kontraktor diutamakan dari perusahaan - perusahaan nasional. Perluasan yang dilaksanakan tersebut menjadikan kapasitas Kilang minyak Cilacap menjadi 348.000 barel/hari. Proyek peningkatan kapasitas Kilang minyak secara keseluruhan termasuk Kilang Paraxylene dan pembuatan sarana pengolahan pelumas baru (LOC III) dimulai tahun 1996 dan selesai Mei 1999. 12
Kilang Minyak II Pertamina RU IV meliputi: 1. Fuel Oil Complex II (FOC II), untuk memproduksi BBM dan LPG 2. Lube Oil Complex II (LOC II), untuk memproduksi Lube Base dan aspal 3. Utilities Complex II (UTL II), untuk meyediakan semua kebutuhan utilities kebutuhan proses 4. Offsite Fasilities
TABEL 2.2 K APASITAS TERPASANG K ILANG II (K USUMAPRAJA, 2015)
Fuel Oil Complex II
Lube Oil Complex II
Kapasitas Unit proses
Crude TDHT
(ton/hari) 1,802
Crude Destilation Unit II (CDU
30,680
3,883
Deasphalting
784
Furfural 2,441
(NHT II)
Extraction Unit
1,786 – 2,270
II
AH Unibon
2,680
Platformer II
244
LPG Recovery
636
Treater
Unit (HVU II)
Unit (PDU II)
Naphta Hydro
Naphta Merox
High Vaccum
(ton/hari)
Propane
II)
Treating
Kapasitas Unit proses
1,311
Visbreaker
8,390
SWS
2,410
13
2.6
Kilang Paraxylene Mengingat tersedianya bahan baku Naphta produksi Kilang minyak II dan
tersedianya sarana pendukung seperti dermaga, Tanki-Tanki, dan utilities, maka pada tahun 1988 dibangun lagi Kilang Petrokimia Paraxylene
dan sebagai
kontraktor pelaksananya adalah Japan Gasoline Coorporation (JGC). Kilang ini mulai beroperasi pada 20 Desember 1990 dengan mengolah naptha 590.000 ton/tahun menjadi produk utama Paraxylene, benzene, dan produk lainnya. Dengan telah beroperasinya Kilang Paraxylene tersebut, maka keberadaan PT. Pertamina (Persero) RU IV semakin penting, karena disamping produk yang dihasilkan oleh Kilang Minyak I dan II, juga merupakan penghasil produk petrokimia. Produk Paraxylene sebagian untuk memenuhi kebutuhan ke pusat aromat di Plaju sebagai bahan baku Purified Terepthalic Acid (PTA) dan sebagian lagi diekspor. Sedangkan produk benzene keseluruhannya diekspor dan produkproduk lainnya untuk keperluan dalam negeri sendiri. Pembangunan Kilang ini didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan, antara lain: 1. Tersedia bahan baku Naphta yang cukup dari Kilang Minyak II 2. Adanya sarana pendukung berupa dermaga, Tanki dan utilitas 3. Terbukanya peluang pasar baik di dalam maupun di luar negeri 4. TABEL 2.4 K APASITAS TERPASANG K ILANG P ARAXYLENE (K USUMAPRAJA, 2015)
Unit Proses
Kapasitas (ton/hari)
Naphta Hydrotreater
1,791
CCR Platformer
1,791
Sulfolane
1,100
Tatoray
1,730
Xylene Fractionator
4,985
Parex
4,440
Isomar
3,590
14
G AMBAR 2.2 K ONFIGURASI K ILANG FOC 2 DAN P ARAXYLENE (P ERTAMINA, 2016)
2.7
Proyek Debottlenecking Cilacap (DPC) Sebagaimana diketahui bahwa kebutuhan BBM, minyak pelumas, dan aspal
di dalam negeri terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan lajunya pembangunan nasional, maka upaya untuk mengembangkan kapasitas Kilang salah satunya adalah dengan direalisasikannya Proyek Debottlenecking Kilang Minyak Cilacap yang dibangun pada awal tahun 1996 dan mulai beroperasi pada tahun 1998. Tujuan dari proyek ini adalah: 1. Meningkatkan kapasitas produksi Kilang I dan II dalam rangka memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri. 2. Meningkatkan kapasitas produksi Lube Oil Plant dalam rangka memenuhi kebutuhan Lube Base Oil dan aspal. 3. Menghemat/menambah devisa negara. Lingkup dalam proyek ini adalah meliputi: 1. Modifikasi FOC I dan FOC II, LOC I dan II, dan Utilities/Offsite 2. Pembangunan LOC III 3. Pembangunan Utilities III dan LOC III tankage 4. Modernisasi instrumen Kilang dengan DCS
15
TABEL 2.3 JENIS PEKERJAAN DALAM P ROYEK DEBOTTLENECKING CILACAP (K USUMAPRAJA, 2015)
Lokasi FOC I
Jenis Pekerjaan a. CDU : Penambahan Crude
Desalter dan modifikasi
/penambahan tray pada Crude Splitter, Product Side Stripper, Naphta Stabilizer, dan Gasoline Splitter. b. Modifikasi/penambahan
peralatan
pada
Naphta
Hydrotreater Unit c. Modifikasi peralatan pada Kerosine Merox Treating d. Modifikasi/penambahan peralatan pada SWS Unit e. Modernisasi instrumen Kilang f. Fasilitas lain: modifikasi/penambahan pumping dan piping system, modifikasi/penambahan heat exchange system. FOC II
a. CDU : Penambahan Crude
Desalter dan modifikasi
/penambahan tray pada Crude Splitter, Product Side Stripper, Naphta Stabilizer, dan Gasoline Splitter. b. Modifikasi/penambahan peralatan pada unit AH Unibon c. Modifikasi/penambahan
peralatan
pada
unit
LPG
Recovery d. Modifikasi/penambahan peralatan pada unit SWS e. Modernisasi instrumen Kilang f. Fasilitas lain: modifikasi/penambahan pumping dan piping system, modifikasi/penambahan heat exchange system. LOC I
a. Modifikasi/penambahan peralatan pada HVU-1 b. Modernisasi intrumentasi Kilang c. Fasilitas lain: rekonfigurasi/penambahan heat exchange, pumping tankfarm, dan piping system.
LOC II
a. Modifikasi/penambahan peralatan pada HVU-II
16
b. Modifikasi/penambahan peralatan pada PDU-II c. Modifikasi/penambahan peralatan pada FEU-II d. Modifikasi/penambahan peralatan pada HOS-II e. Modernisasi intrumentasi Kilang f. Fasilitas lain: rekonfigurasi/penambahan heat exchange, pumping, dan piping system. LOC III
a. Pembangunan PDU-III b. Pembangunan MDU-III c. Pembangunan HTU/RDU d. Fasilitas lain: pembangunan new tankage, pumping, dan piping system.
Utilities/Offsite
a. Pembangunan Power Generator 8 MW dan Distribution System b. Pembangunan Boiler 60 T/hr beserta BWF dan Distribution system c. Modifikasi/penambahan peralatan pada Flare System d. Pembangunan Intrument Air e. Modifikasi/penambahan Cooling Water System f. Modernisasi intrumentasi Kilang g. Modifikasi/penambahan kolam pengoalahan limbah h. Pembuangan Tanki penimbun aspal dan Lube Oil
17
2.8
Modernisasi Instrumen Kilang dengan DCS Kegiatan proyek ini dimulai tanggal 16 Desember 1995 dan ditargetkan
selesai pada bulan Maret 1999. Proyek ini dilaksanakan oleh Fluor Daniel sebagai pelaksana EPC Contract, SIOP sebagai perancang dan pemilik lisensi untuk Lube Oil Complex, SIETCO sebagai pembeli produk, dan Pertamina sebagai pemilik. Sedangkan pendanaan diterapkan pola “Trustee Borrowing Scheme” dengan jumlah peminjaman US$ 633 juta dan sebagai penjamin adalah Bank Exim. Sistem penyediaan dana adalah “Non Resource Financing” yang artinya pengembalian pinjaman berasal dari hasil penjualan produk Pertamina yang dihasilkan oleh proyek sehingga tidak membebani anggaran pemerintah maupun cash flow Pertamina dan tidak memperbesar DSR (Debt Service Ratio). Dana proyek disediakan melalui sindikasi 29 Bank yang dikoordinir oleh CITICORP. 2.9
Kilang Sulfur Recovery Unit (SRU) dan LPG Recovery Kilang ini berfungsi untuk mengelola gas buang (waste gas) dari proses
kilang yang ada untuk diambil kandungan sulfur sehingga kilang-kilang ini mengolah off gas dari berbagai unti di RU IV menjadi produk berupa sulfur cair, LP, dan condensate. Kilang SRU dengan luas area 24,200 m2, terdiri dari: unit proses dan fasilitas penunjang. Kilang ini dapat mengurangi emisi gas dari kilang RU IV, khususnya SO2, maupun sulfur dari sisa proses pengolahan, sehingga emisi yang dibuang ke udara akan lebih ramah lingkungan. Pembangunan SRU dapat meningkatkan off gas sebagai refinery fuel gas maupun flare gas sehingga dapat dijadikan bahan baku LPG & Naphta (condensate), selain menghasilkan sulfur cair. Sedangkan, kilang LPG Recovery berfungsi untuk memisahkan LPG propane dan LPG butane yang berasal dari stabilizer column (CDU II) dan debutanizer dari unit platforming. Kapasitas pengolahan sebesar 5.500 barrel/hari. Unit-unit di kilang SRU adalah sebagai berikut: 1) Gas Treating Gas Treating unit dirancang untuk mengirangu kadar hydrogen sulfide (H2S) di dalam gas buang (sebagai umpan) agar tidak lebih dari 10 ppmv sebelum dikirim ke LPG Recovery unit dan PSA unit yang
18
telah ada. Dalam metode operasi normal larutan amine disirkulasikan untuk menyerap H2S pada suhu mendekati suhu kamar. 2) LPG Recovery Memiliki Cryogenic Refluxted Absorber design sebagai utilitas di LPG Recovery Unit untuk menambah produk LPG Recovery secara umum. Proses ini mempunyai LPG Recovery optimum pada excess 99,9% (pada Deethanizer Bottom Stream). Proses refrigerasi digunakan sebagai pelengkap umum Chilling (pendinginan). 3) Sulfur Recovery Unit Sulphur Recovery Unit (SRU) didirikan untuk memisahkan acid gas dari amine regeneration di Gas Treating Unit (GTU), dirubah menjadi H2S dalam bentuk gas menjadi sulfur cair dan dalam bentuk gas sulfur untuk bias dikirim melalui eksport. 4) Tail Gas Unit TGU (Tail Gas Unit) dirancang untuk mengolah acid gas dari Sulphur Recovery Unit (SRU). Semua komponen sulfur diubah menjadi H2S untuk dihilangkan di unit TGU absorber, arus recycle kembali ke unit SRU dan sebagian dibakar menjadi jenis sulfur yang terdiri dari SOx kemudian dibuang ke atmosfer. 5) Unit 95 : Refrigeration Unit Refrigeration dilengkapi dengan pendinginan yang diperlukan untuk LPG Recovery Unit dan juga dilengkapi dengan Trim Amine Chilling
di bagian Tail Gas Unit untuk memaksimalkan
pengambilan sulphur secara umum. System Refrigeration terdiri dari dua tahap Loop Propane Refrigeration.
19
G AMBAR 2.3 K ONFIGURASI K ILANG LPG DAN SULFUR RECOVERY (P ERTAMINA, 2016)
2.10 Proyek Residue Fuel Catalytic Cracking (RFCC) Untuk menanggapi peningkatan konsumsi BBM yang semakin tinggi, pada awal tahun 2012 diadakan proyek RFCC yang diharapkan nantinya akan dapat meningkatkan output produksi bahan bakar dari Refinery Unit IV Cilacap dengan konsumsi crude oil yang tetap. Proyek yang direncanakan selesai pada tahun 2015 ini akan menghasilkan sebuah fasilitas RFCC dan sebuah fasilitas utilities baru. Fasilitas RFCC ini akan membutuhkan sebuah fasilitas Utilites yang terpisah dengan fasilitas lainnya, karena fasilitas tersebut direncakan tidak akan berinterkoneksi secara kelistrikan dengan fasilitas lainnya. Kebutuhan tenaga listrik dari fasilitas RFCC ini direncanakan akan diampu oleh 3 buah generator baru yang masing-masing memiliki kapasitas 15 MW. Pada fasilitas RFCC ini, residue pengolahan dari FOC 2 akan diolah kembali sehingga dapat diperoleh lagi produk berupa propylene, LPG, premium, dan solar. 2.11 Produksi Kilang PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap Perluasan Kilang BBM dan Pelumas melalui Proyek Debottlenecking dilakukan mulai tahun 1995. Start up pengoperasiannya diresmikan pada bulan Maret 1999. Perluasan Kilang BBM dan Pelumas melalui Proyek Debottlenecking ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Pengolahan FOC I dari 100.000 barel/hari menjadi 118.000 barel/hari. FOC II dari 20.000 barel/hari menjadi 20
230.000 barel/hari. Kapasitas LOC I dan LOC II dari 225.000 ton/tahun menjadi 286.800 ton/tahun. Unit baru LOC III dapat memproduksi 141.200 ton/tahun lube base untuk semua grade. Total kapasitas Kilang BBM naik dari 300.000 barel/hari menjadi 348.000 barel/hari, produksi bahan baku minyak pelumas (lube base oil) naik dari 255.000 ton/tahun menjadi 428.000 ton/tahun atau sebesar 69%, sedangkan produksi aspal naik dari 512.000 ton/tahun menjadi 720.000 ton/tahun atau sebesar 40,63%.
G AMBAR 2.4 DIAGRAM A LIR P RODUKSI PT P ERTAMINA RU IV CILACAP (K USUMAPRAJA, 2015)
TABEL 2.4 K APASITAS DI FOC I ( DALAM TPA) (K USUMAPRAJA, 2015)
Unit
Hasil Produksi Sebelum
Sesudah
Kenaikan
CDU
Fraksi Minyak
118.000
18.000
100.000
(18,00%) Naptha
Naptha
dan 20.000
25.600
Hidrotretater Gasolene Kerosene Merox
Avtur/Kerosene
5,600 (28,00%)
15.708
17.300
1,592 (10,13%)
21
TABEL 2.5 K APASITAS DI FOC II (DALAM TPA) (K USUMAPRAJA, 2015)
Unit
Hasil Produksi
Sebelum
Sesudah
Kenaikan
CDU
Fraksi Minyak
200.000
230.000
30.000 (15,00%)
AH Unibon
Kerosene
20.000
23.000
3.000 (15,00%)
LPG
Gas Prophane/
Recovery
Butane
7.321
7.740
419 (5,72%)
TABEL 2.6 K APASITAS DI LOC I/II/III (DALAM TPA) (K USUMAPRAJA, 2015)
Unit
Hasil Produksi
Sebelum
Sesudah
Kenaikan
Lube Base Oil
HVI
255.000
428.000
173.000
60/100/160S/650 Aspal
Aspal
(69,00%) 512.000
720.000
208.000 (40,63%)
Bitumen Feed BFS
-
80.000
80.000
Stock 2.12 Lokasi dan Tata Letak Pertamina RU IV Cilacap terletak di Desa Lomanis, Kecamatan Cilacap Tengah, kabupaten Cilacap. Dipilihnya Cilacap sebagai lokasi Kilang minyak didasarkan atas pertimbangan: a. Studi kebutuhan BBM menunjukkan bahwa konsumsi terbesar adalah penduduk pulau Jawa. b. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal karena lautnya cukup dalam dan tenang karena terlindung pulau Nusakambangan. c. Terdapatnya jaringan pipa Maos - Yogyakarta dan Cilacap - Padalarang sehingga penyaluran produksi bahan bakar minyak menjadi lebih mudah.
22
d. Daerah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh pemerintah sebagai pusat pengembangan produksi untuk wilayah Jawa bagian selatan. Dari hasil pertimbangan tersebut, maka dengan adanya areal tanah yang tersedia dan memenuhi persyaratan untuk pembangunan Kilang minyak, maka Refinery Unit IV dibangun di Cilacap. PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap memmiliki fasilitas pendukung utama yakni, Power plant dengan steam turbine generator dengan total kapasitas 112 MW, Sea Water Desalination Plant (540 T/jam), Tanki-tanki penimbunan dengan total kapasitas timbun 2.660.814 KL, Dermaga dan Single Point Mooring, Laboratorium, Bengkel, Instalasi & peralatan pemadam kebakaran, Gedung Perkantoran dan Rumah Sakit. Perumahan pekerja, lengkap dengan sarana rekreasi, olah raga, dan ibadah, tanah dengan luas seluruhnya adalah 448 Ha.
G AMBAR 2.5 LOKASI P ABRIK PT. PERTAMINA RU IV C ILACAP (PERTAMINA, 2016)
Luas Area Kilang minyak Cilacap beserta sarana pendukung yang ada adalah sebagai berikut:
23
TABEL 2.7 AREA RU-IV (K USUMAPRAJA, 2015)
No Area 1 Kilang & Kantor
Luas Area 226.39 Ha
2
Jalur Pipa
12.77 Ha
3
Terminal Minyak/ Pelsus
50.97 Ha
4
Perumahan/ Mess
5
Rumah Sakit
10.27 Ha
6
Sarana Olahraga/ Rekreasi
69.71 Ha
100.80 Ha
24
2.13 Sistem Organisasi dan Kepegawaian
G AMBAR 2.6 S TRURKTUR O RGANISASI PT. PERTAMINA RU IV CILACAP (K USUMAPRAJA, 2015)
25
BAB III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN 3.1 Dasar Sistem Instrumentasi Sistemberasal daribahasa Latin (systēma) danbahasa Yunani (sustēma) yang merupakan suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, dimana suatu model matematika seringkali bisa dibuat. Sedangkan Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks. Dalam dunia industri, Sistem Instrumentasi dapat diartikan sebagai suatu kesatuan alat-alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran, perbandingan, perhitungan, dan pengoreksi pada suatu objek dengan tujuan mengetahui nilai variabel proses juga mengendalikan variabel proses agar tetap berada pada batas nilai tertentu (set point) sesuai dengan ketentuan yang diharapkan. Pengendalian yang dilakukan oleh alat-alat instrument harus sudah terkalibrasi sebelumnya secara periodikagar mendapatkan hasil akurasi dan presisi yang tinggi. Sistem Instrumentasi sendiri dapat yang membentuk sistem pengendalian, yakni sebagai berikut: a. Pengukuran Pengukuran merupakan suatu tindakan untuk mengamati suatu nilai atau mendapatkan suatu informasi dari besaran fisis. Peralatan Instrumen akan mendeteksi dan memberikan informasi mengenai besaran nilai variabel yang diukur dari proses industri sehingga dapat diketahui oleh pengamat. b. Perbandingan Perbandingan dilakukan dengan membandingkan dua atau lebih suatu nilai variabel dari besaran yang sejenis dan dinyatakan dengan cara yang sederhana. Pembandingan nilai variabel pada hasil
26
pengukuran suatu alat dalam industri dilakukan untuk mendapatkan hasil yang akurat dan untuk mengurangi kemungkinan kesalahan pengukuran yang mungkin terjadi. c. Perhitungan Perhitungan merupakan proses yang disengaja untuk mengubah satu
masukan
atau
lebih
ke
dalam
hasil
tertentu,
dengan
sejumlahpeubah. Masukan yang didapat merupakan hasil pengukuran maupun hasil perbandingan suatu alat ukur yang kemudian dapat digunakan sebagai variabel untuk melakukan perhitungan suatu formula. d. Pengoreksi Pengoreksi atau bisa disebut juga umpan balik (feedback) merupakan proses yang dilakukan untuk memberikan data atau informasi pada masukan (input) suatu nilai perhitungan agar dapat dilakukan koreksi atau perubahan variabel yang digunakan dalam perhitungan, sehingga nilai keluaran selanjutnya menjadi lebih baik atau mendekati suatu nilai (set point) yang telah ditentukan.
Sedangkan fungsi-fungsi dari Instrumentasi dalam dunia industri dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan: a. Alat ukur (Measurement) Sebagai alat ukur, yaitu berfungsi untuk mengetahui/ memonitor jalannya suatu kondisi operasi melalui pengukuran besaran dari variable proses yang sedang diukur. Pengukuran yang banyak dilakukan adalah berupa pengukuran: tekanan, temperatur, aliran (flow), dan tinggi permukaan cairan (level). b. Alat Pengendali (Control) Sebagai alat control yaitu befungsi untuk mengendalikan jalannya operasi agar variable proses yang diukur dapat diatur atau dikendalikan sesuai harga yang diinginkan. c. Alat Analisa (Analyzer)
27
Sebagai alat analisa peralatan instrumen berfungsi untuk menganalisis kualitas kandungan dari suatu produk yang dikelola. Kemudian dapat juga dipergunakan sebagai alat analisa untuk pencegahan polusi dari hasil buangan industri agar tidak membahayakan dan merusak lingkungan. d. Alat Pengaman (Safety) Sebagai alat pengaman yaitu berfungsi untuk mencegah kerusakan pada peralatan, mencegah terjadinya bahaya kecelakaan pada pekerja, dan mencegah kerusakan lingkungan. Sistem pengaman ini mempunyai tahap-tahap, yaitu memberi peringatan berupa alarm dan melakukan shutdown terhadap proses yang ada. Dalam Instrumentasi juga memiliki istilah-istilah penting yang harus diketahui yakni: a. Proses adalah gabungan dari peristiwa yang terjadi pada suatu sistem dan dikendalikan oleh suatu alat dimana suatu besaran dikontrol. b. Process Variable (PV), adalah besaran keluaran proses yang harus dikontrol. c. Set Point (SP), adalah referensi atau input yang diberikan dimana input ini merupakan harga yang diinginkan dari Process Variable. d. Measured Variable/Control Point (CP), adalah harga yang terukur dari Process Variable. e. Error (e), adalahn selisih atau perbedaan antara set point (SP) dengan control point (CP), Persamaanya “e = SP – CP”. f. Controller Output, adalah keluaran dari kontroler yang berfungsi untuk mengatur process variable (CP) mendekati set point (SP). g. Manipulated Variable, adalah besaran yang diatur oleh lemen pengatur akhir final control elemen (FCE). h. Final Control Elemen, adalah instrumen yang menggunakan sinyal keluaran kontroller untuk mengatur manipulated variable.
28
3.2 Peralatan Instrumentasi Peralatan Instrumentasi merupakan seperangkat peralatan yang digunakan pada industri. Peralatan-peralatan ini berperan penting untuk keberlangsungan proses yang terjadi pada setiap sistem yang ada. Setiap industri diharapkan memiliki peralatan isntrumen yang bermutu, baik dan canggih sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas dari proses yang dilakukan.
3.2.1
Sistem a. DCS (Distributed Control System) Distributed Control System merupakan suatu sistem yang mendistribusikan berbagai fungsi yang digunakan untuk mengendalikan berbagai variabel proses dan unit operasi proses menjadi suatu pengendalian yang terpusat pada suatu control room dengan berbagai fungsi pengendalian, monitoring dan optimasi. Distributed control system (DCS) adalah sebuah sistem kontrol yang biasanya digunakan pada sistem manufaktur atau proses, dimana elemen pengontrol tidak berada pada pusat sistem tetapi tersebar disistem dengan komponen subsistem di bawah kendali satu atau lebih kontroller. Keseluruhan sistem dapat menjadi sebuah jaringan untuk komunikasi dan monitoring. Distributed control system (DCS) digunakan dalam industri untuk memonitor dan mengontrol peralatan yang tersebar dengan atau tanpa campur tangan manusia. Sebuah DCS biasanya menggunakan komputer sebagai kontroller dan menggunakan propietary interconections dan protokol untuk komunikasi. Modul input dan output membentuk part komponen untuk DCS. Prosesor menerima informasi dari modul input dan mengirim informasi ke modul output. Modul input menerima informasi dari instrumentasi input dalam sistem dan modul output mengirim ke instrumen output pada sistem. Bus komputer atau bus elektrikal menghubungkan prosessor dengan modul melalui multiplexer atau demultiplexer. b. PLC (Programmable Logic Controller) 29
PLC adalah suatu peralatan kontrol yang dapat diprogram untuk mengontrol proses atau operasi mesin. Kontrol program dari PLC adalah menganalisa sinyal input kemudian mengatur keadaan output sesuai dengan keinginan pemakai. Keadaan input PLC digunakan dan disimpan didalam memory dimana PLC melakukan instruksi logika yang di program pada keadaan inputnya. Peralatan input dapat berupa sensor photo elektrik, push button pada panel kontrol, limit switch atau peralatan lainnya dimana dapat menghasilkan suatu sinyal yang dapat masuk ke dalam PLC. Peralatan output dapat berupa switch yang menyalakan lampu indikator, relay yang menggerakkan motor atau peralatan lain yang dapat digerakkan oleh sinyal output dari PLC. c. SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition) SCADA adalah sistem yang mengacu pada kombinasi telemetri dan akuisisi data. Ini terdiri dari pengumpulan informasi, mentransfer kembali ke pusat kendali, melakukan analisis yang diperlukan dan kontrol, dan kemudian menampilkan data ini pada sejumlah operator display. SCADA digunakan untuk memantau dan mengendalikan pabrik atau peralatan. Kontrol mungkin dapat otomatis atau dapat dimulai dengan perintah Operator.
3.3.1
Field Instrument Field Instrumentadalah alat-alat instrument yang terpasang pada sistem
dalam industri yang memiliki hubungan dengan sinyal-sinyal analog atau sinyalsinyal digital maupun analisa proses. Field Instrument berpengaruh besar pada setiap proses yang terjadi karena peralatan ini merupakan peralatan layer pertama yang langsung berhubungan dengan pengukuran maupun pengambilan data dan informasi fisis mengenai besaran-besaran yang dibutuhkan. Peralatan Field Instrument dapat saling terintegrasi satu sama lain utnuk membentuk suatu sistem otomasi pada industri. Alat-alat yang sudah terintegrasi dapat memudahkan pengontrolan dari objek yang diamati atau diukur besaran fisisnya. Field Instrument dapat dibedakan menjadi 3 bagian yakni: 30
a. Primary Element Primary Element terdiri dari sensor-sensor yang langsung berinteraksi dengan objek yang diukur besaran fisisnya. b. Secondary Element Secondary Element terdiri dari berbagai macam transmitter yang berfungsi utnuk mengukur nilai flow, level, pressure atau temperature untuk selanjutnya diubah menjadi sinyal pengukuran. Sinyal pengukuran standar yang sebanding dengan arus listrik searah 4-20 mA, tegangan 1 5 VDC atau sinyal pneumatik3-15 psi atau 0,2-1 kg/cm², sinyal Hidrolik maupun sinyal resistansi. Besaran proses biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase yaitu 0% - 100% dari besaran range pengukuran. c. Final Element Final Element dengan salah satucontohnya adalah control valve, merupakan suatu bagian yang mengatur aliran fluida pada pipa-pipa industri. Control valve biasanya mendapatkan masukan sinyal-sinyal yang dihasilkan oleh transmitter untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan sesuai dengan kondisi sinyal yang diterima. Sebuah control valve bekerja dengan menghalangi aliran dari fluida yang melalui pipa dengan perintah dari sinyal standar, seperti sinyal dari loop controller ataupun logic device. Beberapa control valve didesain untuk kontrol diskrit (on/off) dari aliran fluida, sementara beberapa didesain dapat dibuka di antara bukaan penuh maupun menutup sempurna.
3.3 Automatic Tank Gauges (ATG) Merupakan suatu alat instrument yang digunakan untuk melakukan pengukuran level fluida BBM maupun non BBM pada tanki penampungan. ATG termasuk alat instrument rujukan kedua setelah metering system atau dengan kata lain, digunakan untuk verifikasi pengukuran dari metering system. Pengukuran fluida dengan peralatan ini biasanya dilakukan pada tanki penampungan yang berhubungan dengan custody transfer. Custody transfer dipakai pada saat transaksi dimana ada pihak ketiga yang harus menyaksikan seperti pajak atau bea 31
cukai. Sehingga sisem ini harus di approve oleh pihak yang berwenang yaitu Direktorat Metrologi atau Derektorat Migas. Pada Awal perkembangannya, peralatan ini lebih dikenal dengan nama Tank Gauges. Dengan adanya perkembangan teknologi yang pesat, kemudian ada beberapa developer yang membuat inovasi sehingga peralatan ini dapat dibuat menjadi otomatis. Hal ini membuat alat ini terkenal dengan nama Automatic Tank Gauges (ATG). ATG ini memiliki tiga jenis yang berbeda berdasarkan cara pengukuran level fluida. Ketiga jenis itu adalah ATG servo, ATG Radar dan ATG Mekanik atau spring.
3.3.1
ATG Servo ATG jenis ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1950. ATG ini
menggunakan motor stepper sebagai motor penggerak. Sebagai pengganti pelampung, digunakan displacer yang masif dan menggantung pada measuring wire yang kuat. Sensor digunakan untuk mendeteksi torsi dengan ketinggian level fluida dihitung dari putaran motor stepper. Prinsip kerja dari ATG jenis ini adalah keseimbangan gaya dan hukum Archimedes (Bouyancy Liquid). ATG ini dapat digunakan untuk mengukur densitas, interface level cairan dan temperature.
3.4.1
ATG Radar Dikembangkan pada tahun 1970 dengan sinyal gelombang mikro
(microwave) sebagai media untuk melakukan pengukuran level fluida. Metode pengukuran yang digunakan adalah Frequency Modulation Continuous Wave (FCMW) dan Pulse Time Of Flight (PTOF). Dengan prinsip kerja, Transponder di atas tanki mengirimkan sinyal pada permukaan cairan. Kemudian sinyal direfleksikan kembali oleh permukaan cairan lalu ditangkap dengan antena. Perbedaan antara frekuensi transmisi dan penerima mengindikasikan jarak dari transponder ke penerima (permukaan fluida).
32
G AMBAR 3.1 ATG R ADAR (P ERTAMINA, 2016)
3.5.1
ATG Mechanical/ Spring Pertamakali digunakan pada tahun 1930. ATG jenis ini masih banyak
digunakan hingga sekarang. Menggunakan pelampung yang masih cukup berat, tersambung dengan tape yang berlubang. Tape ini berhubungan langsung dengan torque spring motor, dimana lubang pada tape ini juga merupakan penggerak dari counter. ATG ini dapat dipasang diatas tanki (tank top) maupun dipasang pada samping tanki (tank side). Dengan fungsi hanya untuk melakukan pengukuran level menggunakan prinsip keseimbangan gaya dan hukum Archimedes.
3.4 Tank Side Monitor Tank side monitor merupakan alat tambahan yang berfungsi untuk menampilkan hasil pengukuran level tanki, temperatur dan densitas dari ATG agar lebih mudah dipantau oleh operator. Pemantauan oleh operator dapat dilakukan disamping tanki, sehingga tidak perlu naik keatap tanki. Selain memantau, operator juga dapat memberikan status operasi dan mengirim perintah pada ATG yang berada di atap tanki. Tank side monitor juga berfungsi untuk menyambungkan data pengukuran yang didapat dari ATG ke control host.
33
G AMBAR 3.2 T ANK SIDE (E+H, 2007)
3.5 Tank Vision Merupakan Human Machine Interface (HMI) yang digunakan untuk memonitor pergerakan level tanki secara realtime. Tank vision memiliki beberapa tingkatan yang sesuai dengan fungsinya seperti mengumpulkan data dari beberapa ATG, mengumpulkan data dari beberapa tank vision, dan menjadi server sebagai penyedia data yang digunakan untuk menampilkan data secara realtime di komputer pada control room.
G AMBAR 3.3 T ANK VISION (E+H, 2007
3.6 Water Pump Pompa adalah suatu perangkat keras yang berfungsi mengalirkan, memindahkan, bahkan dapat pula mensirkulasikan fluida cair dengan cara menaikan tekanan dan kecepatan melalui gerak piston (torak) atau impeller. Pompa dapat memindahkan cairan dari tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi atau ketempat yang mempunyai tekanan yang sama. Pompa menambah tekanan pada cairan sehingga dapat mengatasi gaya potensial, 34
sehingga cairan dapat mengalir. Pompa juga disamping berfungsi sebagai tersebut diatas juga dapat menempatkan kecepatan aliran dari cairan dan juga digunakan untuk memindahkan lebih banyak dalam batas waktu tertentu.Tenaga penggerak pompa biasanya adalah steam engine, gas engine, steam turie, motor listrik dan motor bakar. Pompa memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat lain dengan memberikan gaya tekan terhadap zat yang akan dipindahkan, seperti misalnya pemindahan crude oil dari tanki penambungan bahan baku yang akan dialirkan ke kolom Destilasi. Pada dasarnya gaya tekan yang diberikan untuk mengatasi friksi yang timbul karena mengalirnya cairan di dalam pipa saluran karena beda evevasi (ketinggian) dan adanya tekanan yang harus dilawan. Perpindahan zat cair dapat terjadi menurut arah horizontal maupun vertikal, seperti zat cair yang berpindah secara mendatar akan mendapatkan hambatan berupa gesekan dan turbulensi, sedangkan zat. Pada zat cair dengan perpindahan ke arah vertikal, hambatan yang timbul terdiri dari hambatan-hambatan yang diakibatkan dengan adanya perbedaan tinggi antara permukaan hisap (suction) dan permukaan tekan (discharge).
35
BAB IV. PEMBAHASAN 4.1
Tower Kalibrator ATG Tower Kalibrator ATG merupakan suatu fasilitas yang khusus digunakan
untuk melakukan kalibrasi pada Automatic Tank Gauges (ATG). Tower kalibrator pada dasarnya sebagai representasi tanki penyimpanan minyak yang dimiliki PT. Pertamina RU IV Cilacap untuk melakukan kalibrasi pada ATG. Proses kalibrasi Automatic Tank Gauges (ATG) pada prinsipnya dapat dilakukan dimana saja, dengan ketinggian yang bevariasi. Proses kalibrasi pada umumnya dilakukan pada ketinggian minimum 1m. Pada perjalanannya sekarang, proses kalibrasi masih dilakukan di atas tanki penyimpanan dimana Automatic Tank Gauges (ATG) tersebut digunakan. Proses kalibrasi yang dilakukan pada masing-masing tanki ini masih mengalami banyak kendala dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keakuratan dan kepresisian dalam melakukan kalibrasi pada ATG. Kendala tersebut antara lain adalah tanki penyimpanan yang terus menerus digunakan untuk menyimpan dan mengeluarkan stok minyak menyebabkan pergerakan fluida dalam tanki yang tidak terkendali atau tidak pasti. Pergerakan fluida ini menyebabkan sulitnya melakukan kalibrasi pada Automatic Tank Gauges. Selain pergerakan fluida, volume fluida juga merupakan kendala yang dihadapi. Volume fluida dalam tanki yang tidak dapat berkurang hingga habis menyebabkan sulinya melakukan kalibrasi untuk level terendah dari ketinggian tanki. Dengan berbagai macam kendala yang dihadapi, maka dibutuhkan fasilitas tersendiri untuk melakukan kalibrasi. Fasilitas tersebut adalah tower kalibrator ATG. Tower kalibrator ATG ini termasuk fasilitas yang berdiri sendiri (stand alone) di tempat yang berbeda dari tanki penyimpanan. Dengan adanya tower kalibrator ini, dapat meminimalkan bahkan menghilangkan kendala-kendala yang dihadapi pada saat melakukan kalibrasi pada tanki penyimpanan. Selain itu, diharapkan juga dapat meningkatkan keakuraan dan kepresisian pengukuran dari ATG, meningkatkan efisiensi dan efektifitas waktu yang digunakan untuk melakukan kalibrasi pada ATG. 36
4.2
Automatic Tank Gauges (ATG) di Pertamina RU IV Cilacap Automatic Tank Gauges (ATG) yang digunakan di Pertamina RU IV
Cilacap terdiri dari dua merk atau developer pembuatnya yakni Tokyo Keiso dan Endress+Hauser. Kedua ATG ini dipilih berdasarkan kebutuhan masing-masing tanki penyimpanan. ATG Tokyo Keiso dipilih karena kemudahan pengguanan dan maintenance yang dilakukan apabila terjadi krusakan. Sedangkan ATG Endress+Hauser dipilih karena kemudahannya dalam memonitor masing-masing ATG yang terpasang pada tanki penyimpanan. Berikut ini penejelasan tentang masing-masing ATG yang digunakan:
4.2.1
Automatic Tank Gauges (ATG) Tokyo Keiso Automatic Tank Gauges (ATG) Tokyo Keiso merupakan salah satu ATG
yang digunakan untuk melakukan pengukuran pada tanki penyimpanan. Seri ATG yang digunakan adalah seri FW-9000 series Super Intelligent Servo Gauge. Seri ini dibuat berdasarkan teknik dan aplikasi di lapangan yang telah di riset selama perjalanan Tokyo Keiso dalam dunia pengukuran. FW-9000 series merupakan ATG dengan versi drum yang kecil dan ringan dibandingkan dengan jenis ATG yang lain.
GAMBAR 4.1 ATG TOKYO KEISO (K EISO, 2009)
37
G AMBAR 4.2 DIAGRAM ATG T OKYO K EISO (K EISO , 2009)
Beberapa fitur yang dimiliki ATG ini antara lain yaitu: -
Kendali penuh pada operasi pengaturan parameter dan fungsi komunikasi data.
-
Menggunakan elemen Hall Effect sebagai pengatur parameter.
-
Memiliki resolusi motor stepper yang tinggi sehingga menghasilkan akurasi pengukuran yang baik.
-
Memiliki sinyal instrument
berkisar 4
–
20 mA sehingga
memungkinkan untuk pengontrollan dengan kecepatan data yang tinggi. -
Memiliki led display indicator untuk menampilkan hasil pengukuran.
Spesifikasi Mekanik: -
Level detector cairan menggunakan tipe Electric Servo Balancing yang dikontrol secara digital.
-
Displacer dengan diameter yang bervariasi (140, 110, 90, 70, 50, dan 30 mm)
-
Ukuran Wire Drum 400 mm dan 800 mm.
-
Detektor tegangan menggunakan Hall effect sensor dengan medan magnet non kontak.
-
Motor stepper dengan resolusi tinggi.
-
Ukuran flange sebesar 3 inchi. 38
Spesifikasi Elektronik: -
Sinyal analog dengan range 4 – 20 mA (Ri 250 ohm).
-
Level analog output (option) DC 4 – 20 mA for 0 – 100%.
-
Power supply AC 100, 110, 115, 120, 200, 220, 230, 240V 50/60 Hz
-
Konsumsi daya maksimum 50VA.
-
Penggunaan kabel: standar (G(=PF) atau NPT female) (pressure tight cable galnds). Ukuran 3x3/4 B + 1 x 1B.
-
Teminasi kabel M4 screw terminal.
G AMBAR 4.3 DIAGRAM B LOK K ELISTRIKAN ATG (K EISO , 2009)
Prinsip operasi: Kabel pengukuran B terpasang pada drum pengukuran C sesuai dengan alur spiral yang ada. Drum pengukuran C terpasang pada batang penghubung F melalui magnet coupling D. Perputaran maju dan mundur disesuaikan dengan perputaran roda gigi J dan motor stepper N. Dengan format pengaturan sedemikian rupa, tegangan pada kabel pengukuran C dapat dideteksi dengan tepat dari distorsi yang didapatkan oleh pegas I dan balancer G. Displacer A yang berinteraksi dengan permukaan fluida akan mendapatkan perbedaan tekanan fluida sehingga tegangan dari kabel pengukuran akan berubah dan memberikan efek pada batang penghubung F. Saat pengukuran pada kondisi normal, motor stepper N yang dikontrol oleh sinyal dari balancer G memberikan 39
tegangan yang lebih kecil dan konstan pada kabel pengukuran B dibandingkan dengan berat dari displacer A. Dengan kondisi yang demikian, displacer A akan selalu mengikuti atau berada pada posisi permukaan fluida. Perputaran pada drum pengukuran yang berhubungan dengan kabel pengkuran, merepresentasikan tinggi dari tanki penyimpanan. Perputaran drum pengukuran yang diakibatkan oleh kabel pengukuran kemudian menyebabkan berubahnya posisi magnet. Perubahan posisi magnet menghasilkan flux magnet yang kemudian ditransfer ke Hall Elemen. Karena adanya flux magnet, terjadi torque detection, besar perubahan torsi ini kemudian dibandingkan dengan harga satndar balancer pada CPU. Keluaran dari motor control kemudian menggerakkan displacer agar tetap berada dipermukaan air. Sinyal yang didapatkan dari jumlah step perputaran motor stepper inilah kemudian dikonversi menjadi nilai digital, hasil pengukuran kemudian ditampilkan pada layar LCD.
G AMBAR 4.4 G AMBAR B AGIAN-BAGIAN ATG (K EISO , 2009)
4.2.2
Automatic Tank Gauges (ATG) Endress+Hauser Automatic Tank Gauges (ATG) Endress+Hauser yang bisa digunakan pada
Pertamina RU IV Cilacap adalah seri Proservo NMS5/7 series Intelegent Tank Gauge. ATG ini di desain untuk akurasi yang tinggi untuk pengukuran level fluida 40
pada tanki penyimpanan dan tanki proses. ATG ini ideal untuk pemakaian instalasi single atau multitasking.
G AMBAR 4.5 G AMBAR ATG EH (E+H, 2007)
Spesifikasi Mekanik: -
Jarak pengukuran range: 0 – 10, 16, 28, 36m, menggunakan material AISI316 wire
-
Proses koneksi dengan pipa menggunakan Flange ANSI 3” 150, 300 lbs RF
-
Ukuran displacer silindris 30, 40, 50mm; 70, 110mm W&M.
Spesifikasi Elektronik: -
Sinyal input menggunakan HART protocol.
-
Output analog sinyal range 4 – 20 mA, dengan 2 chanel pilihan.
-
Penggunaan kabel E (G(PF)1/2”); F (G(PF)3/4”); G (NPT1/2”); H (NPT3/4”).
-
Penggunaan daya 85 – 264 VAC, 50/60 Hz.
Pemasangan pada tanki dapat dilakukan diatas beberapa jenis tanki, yakni tanki dengan atap yang mengapung, tanki dengan atap mengapung yang tercover, dan tanki dengan gelombang aliran yang kuat. Salah satu cara pemasangan ATG pada atap tanki yakni sebagai berikut: 41
G AMBAR 4.6 A PLIKASI P EMASANGAN ATG (E+H, 2009)
G AMBAR 4.7 P EMASANGAN ATG DENGAN 2 JENIS PIPA (E+H, 2009)
ATG yang dipasang di atas tanki memerlukan tempat yang sesuai agar displacer yang mengapung diatas permukaan air tidak mengalami
42
perubahan posisi yang signifikan. Tempat yang umum digunakan adalah pipa pengaman. Terdapat beberapa jenis pipa yang digunakan dengan berbagaimacam diameter yang berbeda. Perhitungan kebutuhan diameter pipa dapat dilakukan dengan formulasi berikut: D1 = Diameter dalam pipa bagian atas D2 = Diameter dalam pipa bagian bawah L = Panjang pipa V = Deviasi pipa dari keadaan vertical d = diameter displacer e = jarak dengan dinding pipa
Diameter atas: D1 > d + 10 mm Diameter bawah: -
Pipa asimetris D2 > d + eL + 2vL + 10mm
-
Pipa konsentis D2 > d + 2eL + 2vL + 10mm
Perhitungan Level dan Densitas dari fluida: Ketika melakukan perhitungan level fluida dengan permukaan yang konstan, displacer akan berhenti pada posisi yang seimbang. Tegangan pada kabel pengukuran akan proporsional dengan berat dari displacer sesuai dengan gaya Bouyancy dikedua layernya. Formula yang diberikan adalah:
43
TABEL 4.1 P ERHITUNGAN LE VEL FLUIDA (E+H, 2007)
Level
Formula
Surface
T = W – VbPu
Upper Interface
T = W – VbPm – (V-Vb)Pu
Middle Interface
T = W – VbPb – (V-Vb)Pm
G AMBAR 4.8 P ERHITUNGAN FLUIDA (E+H, 2007)
Naik dan turunnya level akan meningkatkan atau menurunkan volume yang terhitung. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya satu set toleransi perhitungan yang disebut Volume Toleransi. Hal ini berhubungan dengan perubahan aktual pada motor stepper hingga kondisi seimbang terpenuhi.
44
4.3
Perhitungan dan Pemilihan Jenis Pompa Air
4.3.1
Diameter Pipa dan Kecepatan Aliran Diameter pipa dan kecepatan aliran merupakan dua parameter yang selalu
ada dalam sistem pemompaan. Untuk menghitung dua parameter tersebut digunakanpersamaan berikut: Di = 3,9.QF.0,45.ρ 0,13 Dimana: Di = diameter dalam pipa mm atau inch, Q = kapasitas /debit aliran m3/jam atau Liter/menit, (ρ) = berat jenis fluida dalam kg/m3.
Dimana: V = Kecepatan aliran fluida m/dt Q = Debit aliran /kapasitas m3/jam atau Liter/menit A = Luas permukaan m2.
Luas Permukaan Pipa: A = (π/4) x d2 A = (3,14/4) x 0,15242 A = 0,785 x 0,02322 A = 0,0182 m2
Kecepatan aliran fluida: Asumsikan debit aliran air adalah 30 m3/jam. V = Q/A V = 30 m3/jam / 0,0182 m2 V = 1648,3 m/jam 45
V = 27,47 m/menit V = 0,457 m/detik
Perhitungan Volume Pipa: Perhitungan volume pipa dapat dilakukan dengan cara berikut: Vp = π x r x r x t Dimana: Vp = Volume Pipa π = 3.14 r = Jari-jari pipa t = Panjang pipa
Panjang Pipa = 20 m Diameter Pipa = 6 inchi = 15,24 cm = 0,1524 m Vp = π x r x r x t Vp = 3.14 x 0,0762 m x 0,0762 m x 20 m Vp = 0,3646 m3 Vp = 364,6 dm3 = 364,6 Liter
4.3.2
Alternatif Pemilihan Pompa Dalam suatu pemilihan pompa terdapat beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi sehingga instalasi pompa dapat beroperasi secara ekonomis, aman, dan berkesinambungan. Ditinjau dari cairan yang dialirkan, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya: a) Bagaimana sifat fluida atau cairan yang akan dipindahkan, yang didalamnya mencakup antara lain: -
Berat cairan per unit volume (specific weight)
-
Kekentalan (viscocity)
-
Gravitasi spesifik (specific gravity) 46
b) Tekanan udara dan temperatur disekitar sumber cairan c) Karater sumbernya yang meliputi antara lain: -
Letak sumber
-
Ketinggian sumber
-
Letak penempatan pompa
d) Jumlah volume cairan yang harus dipompakan dan kecepatan aliran cairan atau fluida (kapasias). e) Faktor pembebanan selama pompa bekerja, yaitu variasi rata-rata tekanan yang dibutuhkan pada berbagai fungsi, waktu, atau pada saatsaat tertentu. f) Tujuan tempat cairan dipompakan antara lain: -
Jarak vertikal
-
Jarak horizontal sumber ke penimbunan/reservoir
g) Jarak
pompa
ke
sumber
dan
ketempat
yang
dituju
(penimbunannya/reservoir) h) Tinggi isap, tinggi tekan, head dan termasuk tekanan hidroliknya i) Bentuk dan harga energi yang dipergunakan didalam mengoperasikan pompa.
Jika ditinjau dari pompanya, maka hal-hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan antara lain: -
Jenis pompa yang mungkin dipergunakan
-
Kesederhanaan desainnya
-
Dasar kebutuhannya, dan sampai dimana kemudahannya untuk suatu instalasi
-
Prinsip pengoperasiannya dalam kondisi-kondisi khusus yang akan mungkin timbul
-
Kesiapannya untuk dipergunakan akan memakan waktu berapa lama
-
Apa dasar kebutuhannya, dan sampai dimana kemudahannya untuk suatu instalasi penggunaannya sejak distart
-
Efesiensinya dan efesien komersialnya 47
-
Harga awalnya dan berapa harga relatif didalam penggunaannya
Pemilihan pompa air yang akan digunakan pada dunia industri mengacu pada beberapa faktor. Salah satu faktor yang memepengaruhi pemilihan tersebut adalah Net Positive Suction Head (NPSH). NPSH adalah kebutuhan minimum pompa untuk bekerja secara normal, terutama menyangkut bagian suction pompa. NPSH dipengaruhi oleh pipa penghisap, konektor, ketinggian dan tekanan fluida, serta kecepatan dan temperatur. Ada 2 macam NPSH yaitu NPSHa (Net Positive Suction Head Available) dan NPSHr (Net Positive Suction Head Required). NPSHa adalah nilai NPSH yang ada pada sistem dimana pompa akan bekerja. NPAHr adalah nilai NPSH spesifik pompa agar bekerja dengan normal, yang diberikan oleh pabrik pembuat berdasarkan hasil pengujian. NPSHa haruslah lebih besar daripada NPSHr. Hal ini diperlukan agar pompa yang digunakan pada sistem dapat bekerja dengan baik. Selisih yang biasanya digunakan adalah 0.5m – 1m tergantung dengan jenis pompa yang digunakan.
Perhitungan NPSHa yang dibutuhkan pompa: Tekanan suction vessel
= +2 Kg/cm2
Tekanan Elevasi 20m
= +2 Kg/cm2
Press drop pipa + loss valve = -0.5 Kg/cm2 Vapor pressure
= -0.125 Kg/cm2
Total tekanan
= 3.375 Kg/m2
NPSHa = 3.375 Kg/m2 x 10/1 = 33.75 m
Kecepatan pengisian pipa: t=V/Q Dimana: t = waktu pengisian 48
V = Volume pipa Q = Debit air
t=V/Q t = 0,3646 m3 / 30 m3/jam t = 0,01215 jam t = 38,89 det
4.4
Pemilihan Kabel Pemilihan kabel pada pembuatan tower kalibrasi ini terdiri dari dua
bagian, yang pertama adalah kabel untuk power atau daya bagi Automatic Tank Gauges (ATG) dan kabel untuk daya bagi motor pompa air. Pemilihan kabel juga didasarkan bahwa semakin panjang kabel semakin besar tahanan listriknya, dan semakin kecil kabel tahanan semakin besar. Guna memudahkan pemakaian maka SAE (Society of Automotive Engineer) mengeluarkan pedoman AWG (American Wire Gauge) seperti tabel berikut ini:
TABEL 82 T ABEL LIST K ABEL AWG ( ANONIM , 2013)
Metric (mm2) 0,5 0,8 1,0 2,0 3,0 5,0 8,0 13,0 19,0 32,0 40,0 50,0 62,0
SAE AWG (gage) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 1 0 00
Ohm per 1000 feet 10,0 6,9 4,7 2,8 1,8 1,1 0,7 0,4 0,3 0,2 0,14 0,11 0,09
Pemilihan kabel yang digunakan pada sistem kelistrikan tergantung dari besar arus yang akan mengalir atau beban. Semakin besar arus yang mengalir atau 49
semakin besar beban semakin besar ukuran kabel yang digunakan. Selain besar arus dan beban juga dipengaruhi jarak antara sumber dengan beban. Formulasi/ perhitungan penentuan arus untuk selanjutnya digunakan untuk menentukan pengguanaan kabel yang sesuai dengan kebutuhan. Perhitungan tersebut yakni: P = 1.73 . V . I . Cos Ɵ Dimana: P = Daya yang digunakan 1.73 = hasil dari akar 3 untuk 3 fase V = Tegangan yang mengalir, karena 3 fase sehingga tegangan yang mengalir adalah 380 Volt. I = Arus yang akan dihitung untuk menentukan ukuran kabel. Cos Ɵ = 0.85
Dalam kasus pemilihan kabel untuk sumber daya bagi motor pompa air, terdapat beberapa hal yang harus terpenuhi yaitu: -
Panjang kabel akan mempengaruhi drop voltage yang menjadi standar baku pada Pertamina RU IV Cilacap. -
Drop Voltage saat motor start tidak boleh melebihi 10% dari
tegangan awal. -
Drop Voltage saat motor running tidak boleh melebihi 5% dari
tegangan awal. -
Tegangan awal yang terjadi pada Pertamina RU IV Cilacap adalah
400V. -
Rumus menghitung drop voltage yakni:
∆V =
√3 . 𝐼 . 𝐿 . 𝐶𝑜𝑠𝜃 𝛼 .𝐴
Dimana: ∆V = Drop voltage I = Arus yang mengalir 50
L = Panjang kabel yang digunakan 𝛼 = Koefisien kabel 𝐴 = Luas penampang kabel yang digunakan Cos Ɵ = 0.85
Setelah melakukan pemilihan kabel yang sesuai, selanjutnya kabel dapat ditreatment menjadi dua bagian yakni kabel listrik dapat dipendam atau dapat diletakkan diatas permukaan tanah. Kedua jenis peletakan kabel ini harus diikuti dengan penggunan armor pada kabel. Penggunaan armor pada kabel menyesuaikan dengan spesifikasi kabel yang dipilih. Semakin besar arus yang melewati kabel, semakin besar pula armor yang dibutuhkan. Dua jenis armor berdasarkan standar yang dibuat yakni: -
Armor standar Amerika: Alumunium C
-
Armor standar Eropa: NWF GTY
Pemilihan kabel untuk power atau daya bagi Automatic Tank Gauge (ATG) dilakukan dengan menyesuaikan spesifikasi yang dibutuhkan dari masingmasing ATG. Pada umumnya, kabel yang digunakan pada tanki penyimpanan untuk memberikan daya bagi ATG adalah menggunakan kabel AWG 16, dengan diameter penampang 1.29 mm, Luasan area 1.31 mm2, dan resistansi 27.48 X 10-3 ohm/m. Pemilihan kabel untuk power motor pada pompa air juga dilakukan dengan spesifikasi arus yang mengalir pada kabel yang dilalui. Kabel yang digunakan untuk daya pompa air adalah kabel AWG 12, dengan diameter penampang 2.05 mm, Luasan area 3.31 mm2, resistansi 5.2086 ohm/Km.
4.5
Pemilihan Pipa Kalibrator Pipa kalibrator merupakan pipa yang digunakan untuk meletakkan air atau
menyimpan air yang digunakan untuk melakukan kalibrasi pada Automatic Tank Gauges (ATG). Pipa ini memiliki ukuran 6 inchi dengan panjang maksimum 20
51
meter. Pipa akan diletakkan pada bagian tengah tower dengan penyangga pada setiap bagian tengah dan bagian bawah tower. Pipa yang digunakan dibagi menjadi 3 bagian sebagai set poin pengukuran kalibrasi. 3 set poin tersebut adalah Lower poin, Middle poin, dan Upper poin. Pada setiap titik atau setiap poin bagian akan dipisah dengan menggunakan level glass atau bejana ukur. Level glass akan menjadi batasan bagi air yang diisikan agar tidak melebihi ukuran yang telah ditentukan. Apabila saat melakukan pengisian, air pada pipa kalibrasi telah melebihi batas dari ambang yang ditentukan, maka valve bagian bawah pipa akan membuang kelebihan air tersebut sehingga pengukuran akan stabil pada set poin yang telah ditentukan. Agar pengisian air lebih akurat dan lebih mudah dilihat, pada bagian tertentu pada pipa juga akan dipasang level glass. Level glass akan sangat membantu penentuan ketinggian level air pada setiap bagian set poin. Pada bagian bawah pipa, diberikan kran air untuk menahan agar air tidak terbuang atau kembali. Pemberian kran air juga berpengaruh untuk menjaga ketinggian air saat melakukan kalibrasi. Pada bagian atas pipa, akan ditambahkan reducer pipa dengan ukuran 6 inchi dari pipa utama menjadi 3 inchi untuk pemasangan flange. Pemasangan flange dilakukan sebagai dudukan atau tempat pemasangan Automatic Tank Gauges (ATG). Pemilihan pipa kalibrasi didasarkan pada fungsi utama penggunaan, pipe schedule (ketebalan), Corrotion allowance, corrotion rate dan bahan pembuatan pipa secara umum. Fungsi utama penggunaan pipa adala untuk menyimpan atau menempatkan fluida dengan jenis air. Sehingga pipa yang digunakan tidak perlu pipa yang memiliki tahanan pressure tinggi. Pipa yang akan digunakan adalah jenis pipa sambungan dengan penyambungan yang digunakan menggunakan teknik pengelasan. Struktur bahan baku pipa yang disarankan untuk digunakan pada pipa kalibrator ini adalah carbon steel. Pipa berbahan carbon steel memiliki ketahanan yang cukup baik dalam menghadapi kerusakan. Pipa berbahan Carbon steel memiliki spesifikasi sebagai berikut, pipa yang akan digunakan memiliki diameter dalam 6 inchi, diameter luar 6.625 inchi
52
dengan Schedule number 40 ST, ketebalan dinding 0.280 inchi, proses manufaktur ERW (Electric resistance weld). Corrotion allowance digunakan dalam pemilihan pipa dimaksudkan untuk mengantisipasi tingkat kemanan suatu elemen atau dalam hal ini pipa agar tetap dalam kondisi baik saat beroperasi. Pada kenyataannya, tanpa diberikan corrotion allowance pun pipa akan tetap aman digunakan karena gaya atau beban yang digunakan masih berada sibawah nilai yields stress material yang digunakan namun dengan kondisi tidak terjadi aliran yang erosive. Corrotion allowance pada pipa berbahan carbon steel yang digunakan untuk mengalirkan fluida berupa air adalah 0.8 mm. Corrotion rate merupakan tingkat pengikisan lapisan atau tingkat korosi pada pipa per tahun sesuai dengan pemakaian. Pemakaian ini didasarkan pada tingkat keasaman, tekanan dan suhu fluida yang mengalir pada pipa. Pada pipa dengan bahan carbon steel, tingkat corrotion rate adalah 0.0064 mm pertahun. Perhitungan umur pipa: Perkiraan umur pipa = Corrotion allowance / Corrotion rate Perkiraan umur pipa = 0.8 / 0.0064 Perkiraan umur pipa = 125 tahun. Setelah dilakukan perhitungan sederhana, dapat diketahui bahwa dengan menggunakan pipa berbahan carbon steel, umur pipa dapat bertahan hingga 125 tahun dengan aliran fluida berupa air.
Kelebihan dan kekurangan pipa berbahan carbon steel: Pipa berbahan carbon steel memiliki kelebihan pada bagian kekuatan bahan. Pipa jauh lebih kuat dibandingkan dengan pipa besi biasa. Selain itu carbon steel juga memiliki tingkat kekakuan yang tinggi sehingga pipa lebih rigit dan lebih tahan pada tekanan. Pipa berbahan ini juga lebih awet atau tahan lama. Keunggulan lain dari pipa jenis ini juga harga yang relatif murah dan barang yang mudah didapatkan dipasaran.
53
Kelemahan pipa carbon steel terletak pada massanya. Massa yang dimiliki pipa berbahan ini tergolong besar sehingga cukup berat untuk diangkat atau dipindahkan.
Dari pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat diambil kesimpulan penggunaan pipa untuk tower kalibrator ini adalah pipa dengan jenis carbon steel pipe A53 S40.
4.6
Sistem Pembuangan Air Pembuangan air pada tower kalibrator difokuskan pada bagian bawah pipa
kalibrator. Pembuangan air akan diarahkan ke bagian bawah tower dengan menggunakan bantuan pipa atau selang. Pembuangan air pada bagian bawah pipa, akan melewati three way valve dan akan langsung masuk pada kolam penampungan. Kolam penampungan merupakan wadah berukuran 2m x 1m x 0.5m yang dibagun tepat pada bagian bawah pipa kalbrator. Fungsi utama kolam penampungan ini adalah untuk menampung air sisa yang digunakan untuk melakukan kalibrasi pada ATG. Dengan ukuran tersebut, volume total penampungan dimungkinkan cukup untuk menampung 1000 liter air. Air pada bak penampungan ini kemudian dapat digunakan kembali untuk melakukan kalibrasi atau dibuang disaluran pembuangan air. Sistem pengambilan dan pembuangan air dapat dilihat dari ilustrasi berikut:
54
G AMBAR 4.9 I LUSTRASI SISTEM DISTRIBUSI A IR
4.7
Pemilihan Lokasi Tower Kalibrator Pemilihan lokasi peletakan atau pembangunan tower kalibrator harus
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan agar tower kalibrator dapat berfungsi dengan baik. Beberapa rekomendasi tempat pembangunan tower kalibrator tersebut adalah sebagai berikut: -
Tower dibangun di tempat terbuka dengan permukaan tanah yang datar dan stabil.
-
Dekat dengan sumber tegangan listrik 3 fasa atau minimal tegangan 380 Volt untuk memberikan daya kepada motor pompa air.
-
Dekat dengan sumber tegangan listrik atau existing dari Automatic Tank Gauges (ATG) lainnya agar memiliki tegangan yang sesuai dengan ATG yang akan dikalibrasi.
-
Dekat dengan sumber tegangan 220 Volt untuk memeberikan daya pada lampu penerangan.
-
Dekat dengan sumber air atau hydran, sebagai sumber bahan pengsian pada pipa kalibrator.
-
Dekat dengan penangkal petir untuk menjaga agar tidak terjadi konsleting pada peralatan yang terpasang pada tower.
55
4.8
Perencanaan Pemilihan Sumber Listrik Tower Kalibrator yang akan dibangun harus memenuhi kriteria pemilihan
seperti yang sudah dijabarkan diatas. Salah satu kriteria yang harus dipenuhi adalah adanya sumber listrik untuk memberikan daya pada pompa air yang akan digunakan. Perencanaan tempat yang memungkinkan untuk dibangunnya Tower Kalibrator ini adalah di daerah sekitar tanki penyimpanan unit 38 disebelah tanki 38T103.
G AMBAR 4.10 LOKASI PEMILIHAN T EMPAT (P ERTAMINA, 2016)
Sementara itu, pengambilan sumber listrik akan dilakukan dari Sub Station 30SS12. Sub Station ini bertempat disebelah unit pengolahan kilang Paraxilene. Sumber listrik ini merupakan sumber listrik 3 fasa 380 Volt yang digunakan untuk memberikan daya bagi pompa-pompa lain juga di dalam area kilang Pertamina RU IV Cilacap. Jarak kebutuhan kabel untuk mengambil daya yang dilakukan di Sub Station 30SS12 hingga tempat perencanaan pembangunan Tower Kalibrator adalah sekitar 2 Km untuk kabel tanam. Kabel ini kemudian akan dihubungkan dengan junction box pertama dibawah tower, kemudian tambahan kabel untuk mematikan dan menghidupkan pompa air yang akan dipasang di junction box pada bagian atas tower adalah sekitar 25 meter. Semua jenis kabel yang akan digunakan sudah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Dengan perbedaan pemasangan untuk kabel tanam adalah diberkan armor kabel khusus sesuai dengan jenis kabel yang dipilih. Sedangkan untuk
56
kabel yang akan dipasang diatas tower tidak memerlukan armor khusus seperti kabel tanam, karena hanya digunakan sebagai kabel saklar untuk mematikan dan menghidupkan pompa air.
4.9
Teknik Kalibrasi Automatic Tank Gauges (ATG) Kalibrasi sangat diperlukan untuk menjaga agar tingkat keakurasian dan
kepresisian dari Automatic Tank Gauges (ATG) tetap baik dan dapat menjadi dasar kuat untuk melakukan pengukuran. Berikut ini merupakan cara yang digunakan untuk melakukan kalibrasi ATG Endress+Hauser. Untuk melakukan kalibrasi pada Automatic Tank Gauges (ATG) diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: a) Masuk ke fungsi MORE FUNCTION dengan menekan tombol E lalu tekan + 4 kali. Tekan lagi tombol E untuk masuk ke sub-function lalu pilih Cal.Matrix of. Tekan tombol + atau – hingga muncul tulisan Callibration. Tulisan Callibration akan berkedip lalu tekan tombol E untuk menyetujui. Jika diminta memasukkan access code, masukkan angka 51 b) Masuk ke fungsi nomor 7 yaitu ADJUSMENT lalu tekan E. Pada subfunction Upper Stop, set ke level yang sangat tinggi, misal 99999. Setelah itu tekan E.
G AMBAR 4.11 M ENU U PPER S TOP
c) Masuk ke sub-function Lower Stop, set ke 0
57
d) Masuk ke fungsi Operation lalu pilih sub-function Level e) Biarkan saja maka bandul akan turun hingga menyentuh air. (air harus diukur dahulu berapa ketinggiannya).
G AMBAR 12 PENENTUAN T INGGI A IR
G AMBAR 23 B ANDUL B ERHENTI SAAT M ENYENTUH A IR
f) Saat bandul menyentuh air, balancing status pada ATG akan menunjukkan BALANCED, sedangkan jika belum menyentuh air, balancing status akan menunjukkan UNBALANCED
58
G AMBAR 4.14 S TATUS SAAT B ELUM M ENYENTUH AIR
G AMBAR 4.15 S TATUS SAAT B ANDUL M ENYENTUH A IR
g) Jika bandul telah berhenti saat menyentuh air, masuk ke fungsi Callibration lalu masuk ke sub-function Set Level. Masukkan nilai sesuai dengan ketinggian air tadi. h) Kalibrasi selesai. Jika ingin menambahi adjustment di ketinggian berapa bandul harus berhenti bisa kembali ke menu ADJUSTMENT dan tentukan berapa nilai Upper Stop dan Lower Stop-nya. i) Hasil dari kalibrasi dapat dilihat dari gambar berikut:
59
G AMBAR 4.16 K ETINGGIAN AIR 5,5 CM
G AMBAR 4.17 H ASIL TERTAMPIL DI ATG
4.10
Penggunaan Tower Kalibrator Tower Kalibrator yang akan dibangun memiliki fungsi utama adalah untuk
melakukan kalibrasi pada Automatic Tank Gauges (ATG) Servo. Tower ini memiliki beberapa ketentuan atau cara pemakaian yang harus dilakukan sebelum dan sesudah melakukan kalibrasi pada ATG. Beberapa detail penggunaan tersebut adalah: Sebelum kelakukan kalibrasi: -
Pastikan selang air dari hydrant ke pompa air telah dipasang dengan baik dan benar, kemudian pipa hidran sudah dalam kondisi terbuka.
-
Buka valve bagian bawah pipa agar air dari pompa dapat memasuki pipa kalibrasi. Bukaan valve dapat disesuaikan dengan tekanan pompa air yang diberikan.
-
Hidupkan pompa air hingga air akan mengisi pipa kalibrasi sesuai dengan ketinggian yang diinginkan. 60
-
Setelah mencapai ketinggian yang diinginkan (dapat terlihat dari level glass yang terpasang pada pipa), matikan pompa dan tutup valve air bagian bawah agar air tidak kembali ke dalam pompa dan ketinggian air stabil.
-
Lakukan pengukuran dengan menual dipping pada ketinggian air dalam pipa jika diperlukan.
-
Apabila ketinggian air tidak sesuai dengan yang diinginkan, air dapat dibuang secukupnya menggunakan valve pada bagian bawah pipa.
-
Pembuangan air pada setiap set poin dapat delakukan dengan membuka valve pada bagian bawah pipa kalibrator.
-
Untuk pemasangan ATG, diletakkan pada flange yang telah terdapat dibagian atas pipa kalibrasi
-
Kabel untuk daya ATG dapat diambil dari junction box yang terdapat dibagian atas tower. Junction box ini terletak disebelah pipa kalibrasi.
-
Pengukuran dapat dilakukan sesuai dengan set poin yang dibutuhkan.
Sesudah melakukan kalibrasi: -
Apabila kalibrasi telah selesai dilakukan, pastikan kabel daya ATG tercabut dan diletakkan kembali di sebelah junction box.
-
Matikan kabel daya untuk pompa air.
-
Buang seluruh isi dari pipa kalibrasi dengan membuka kembali valve pada bagian bawah pipa kalibrasi.
-
Gulung kembali selang yang digunakan untuk menyalurkan air dari pipa hydran ke pompa air.
-
Pastikan seluruh kabel dan saklar berada pada posisi semula dan dalam kondisi mati.
-
Tutup kembali valve pembuangan air apabila air pada pipa kalibrasi telah habis terbuang.
61
V. PENUTUP Berdasarkan pengamatan, pembelajaran dan pencarian data yang telah penulis lakukan selama melaksanakan Kerja Praktek (KP) dibagian Electrical and Instrument Inspection Engineering Pertamina Refinery Unit IV Cilacap, maka penulis dapat mengambil kesimpulan dan memberikan saran sebagai berikut: 5.1 Kesimpulan 1. Pembuatan Tower kalibrator ATG Servo sangat dibutuhkan mengingat peralatan ini termasuk peralatan vital dalam Custody Transfer yang harus dijaga keakurasian dan kepresisiannya. 2. Tower kalibrator digunakan untuk melakukan kalibrasi dua jenis ATG Servo yang digunakan di Pertamina RU IV Cilacap, yakni ATG Tokyo Keiso dan ATG Endress+Hauser. 3. Tower kalibrator dilengkapi dengan kabel instrument untuk memberikan daya pada ATG dan motor pompa air, masing-masing kabel dengan jenis AWG 16 untuk daya pada ATG dan AWG 12 untuk daya pada motor pompa air. 4. Tower kalibrator dilengkapi dengan motor pompa air yang harus memenuhi standar yang telah ditentukan. 5. Pembangunan Tower kalibrator harus memperhatikan tempat atau lokasi agar proses rekalibrasi dapat berlangsung dengan baik. Kriteria tempat tersebut antara lain memperhatikan sumber listrik, kondisi tanah, dan sumber air. 5.2 Saran 1. Perlunya studi lebih lanjut mengenai pembuatan Tower Rekalibrasi dengan memperhatikan variable-variabel yang lebih rinci. 2. Perhitungan penggunaan motor pompa air harus dilakukan lebih mendetail dengan memperhatikan NPSHa dan NPSHr agar pemilihan motor pompa air lebih akurat.
62
3. Perlunya realisasi segera pembangunan Tower kalibrator. 4. Pembuatan Tower Rekalibrasi memerlukan kolaborasi beberapa bidang keilmuan atau perlu dibentuk tim khusus yang terdiri dari anggota yang ahli dibidangnya. Hal ini diperlukan agar Tower Rekalibrasi dapat dibangun sesuai dengan standar.
63
Daftar Pustaka Kusumapraja, Alief. 2016. “Laporan Kerja Praktek: Judul”. Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika – FMIPA, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Anonim. Sejarah PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. Diakses di http://www.pertamina-up4.co.id/profil.aspx pada tanggal 23 Maret 2016. Anonim. Struktur organisasi PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. Diakses
di
http://10.54.2.50:84/Files/ORG-DASAR-RU-IV-REF-SK-
022THN2015.pdf pada tanggal 23 Maret 2016. Anonim. Pemilihan jenis-jenis kabel instrument yang digunakan dalam industry. Diakses di http://rifqitf09.blogspot.co.id/2016/03/kabel-instrument.html pada tanggal 12 April 2016. Anonim.
Teori
dasar
pemilihan
pompa
standar
industri.
Diakses
di
http://capitalintelektual.blogspot.co.id/2012/04/teori-dasar-pompa-3.html pada tanggal 10 April 2016. Anonim. Teknik kalibrasi Automatic Tank Gauges Endress+Hauser. Diakses di http://stay-learning.blogspot.co.id/2014/03/kalibrasi-automatic-tankgauge.html pada tanggal 28 Maret 2016.
64
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 D RAWING TOWER K ALIBRATOR
65
LAMPIRAN 2 D RAWING TOWER K ALIBRATOR
66
LAMPIRAN 3 D RAWING TOWER K ALIBRATOR P ERTAMINA B ALONGAN
67
LAMPIRAN 4 R ENCANA LOKASI T OWER K ALIBRATOR
68
LAMPIRAN 5 SPESIFIKASI P RODUK ATG TOKYO KEISO
69
LAMPIRAN 6 ATG E+H
70
LAMPIRAN 7 ATG TOKYO K EISO
71