ATMOSFERA
1
HALAMAN DEPAN
2
ATMOSFERA
Pada bulan Januari 2017, semua wilayah di Jawa Timur memasuki puncak musim penghujan. Pada puncak musim hujan, hujan dengan intensitas ringan hingga sangat lebat terjadi hampir tiap hari dengan durasi yang lama. Pada bulan Januari 2017, dilaporkan banyak kejadian banjir, hujan ekstrim (jumlah curah hujan >100mm) dan angin kencang sesaat yang sangat merusak. Beberapa daerah melaporkan telah terjadi angin puting beliung yang merusak beberapa rumah warga. Bahkan kejadian angin kencang di Candi, Sidoarjo menimbulkan satu orang korban jiwa dikarenakan terkena runtuhan tembok. Angin kencang yang bersifat merusak tersebut berasal dari awan Cumulonimbus (Cb). Awan Cumulonimbus adalah awan konvektif yang berwarna abu-abu gelap atau hitam dan dapat menjulang tinggi dengan puncak awan mencapai 15 km. Awan Cb dapat menghasilkan berbagai
macam cuaca buruk seperti hujan lebat, hujan es, puting beliung, downburst, hujan es, dan petir. Pada tanggal 26 Januari 2017, dilaporkan terjadi hujan dengan intensitas sangat lebat yang disertai angin kencang yang bersifat merusak dengan kecepatan mencapai 50 knots atau 90 km/jam di beberapa wilayah di Jawa Timur, seperti di Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Jombang, Pasuruan. Berdasarkan dari pantauan radar cuaca, sekumpulan awan Cumulonimbus bergerak dari arah Barat pada pukul 14.10 WIB dan mulai memasuki Surabaya Barat. Pada radar cuaca terlihat kecepatan pergerakan awan Cumulonimbus tersebut mencapai 60 knots atau 108 km/jam. Awan Cumulonimbus tersebut mengakibatkan beberapa wilayah yang dilaluinya terkena hujan lebat disertai angin kencang mencapai 60 knots.
ATMOSFERA
3
Gambar 1. Pohon tumbang di Surabaya dan Pasuruan (Sumber : E100 Surabaya)
4
ATMOSFERA
Gambar 2. Produk MAX pukul 14.00 WIB (07.00 UTC) tanggal 26 Januari 2017 (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya)
Produk MAX ini berguna untuk menganalisa data reflektivitas. Reflektivitas adalah kemampuan suatu bahan dalam memantulkan gelombang elektromagnetik yang terpapar ke permukaannya, satuan dari Reflektivitas adalah decibel (dBZ). Reflektivitas
yang tinggi menunjukkan potensi adanya cuaca buruk. Berikut ini adalah irisan secara vertical awan Cumulonimbus yang mengakibatkan hujan lebat dan angin kencang di Kota Surabaya.
ATMOSFERA
5
Gambar 3. Produk VCUT pukul 14.00 WIB (07.00 UTC) tanggal 26 Januari 2017 (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya)
Untuk mengetahui profil vertikal dari suatu echo pada radar cuaca dilakukan cross section dengan menggunakan produk VCUT. Dari gambar di atas, puncak awan Cumulonimbus berada pada ketinggian sekitar 6 km. Puncak awan Cumulonimbus yang tidak terlalu tinggi menunjukkan adanya aliran udara ke atas (updraft) yang lemah, sedangkan aliran udara ke bawah (downdraft) sangat kuat sehingga sangat berpotensi mengakibatkan adanya downburst atau micro-
6
ATMOSFERA
burst. Tetapi jika updraft kuat dan downdraft lemah, maka puncak awan dapat mencapai ketinggian lebih dari 10 km dan dapat berpotensi mengakibatkan puting beliung, hujan es, hujan lebat dengan durasi lama yang berakibat banjir. Untuk mengetahui perkiraan kecepatan angin, dapat digunakan produk radar HWIND. Berikut ini adalah citra radar HWIND pada tanggal 26 Januari 2017.
Gambar 4. Produk HWIND pukul 14.10 WIB (07.10 UTC) tanggal 26 Januari 2017 (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya)
Dari produk HWIND pada scanning ketinggian 0,5 km, terlihat adanya angin kencang dengan kecepatan 45 – 60 knots di Kota Surabaya dan sekitarnya. Bendera berbentuk segitiga mewakili kecepatan angin sebesar 50 knots. Angin dengan kecepatan lebih
dari 40 knots tentu saja bersifat sangat merusak. Pada saat itu, beberapa pohon dilaporkan tumbang, bangunan rumah rusak serta papan-papan baliho banyak yang mengalami kerusakan.
ATMOSFERA
7
Kondisi atmosfer yang lembab dari lapisan bawah hingga lapisan atas juga sangat menentukan terjadinya pembentukan awan-awan konvektif. Massa udara yang lembab merupakan bahan utama dalam pemben-
tukan awan hujan. Berikut ini adalah data udara atas yang sudah dipetakan dalam Aerogram, yang mewakili kondisi atmosfer di Jawa Timur pada tanggal 26 Januari 2017.
Gambar 5. Peta Aerogram tanggal 26 Januari 2017 jam 00.00 UTC. (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya)
8
ATMOSFERA
Dari analisa udara atas dengan menggunakan program RAOB (Radiosonde Observation) dapat diketahui bahwa pada pengamatan yang dilakukan jam 00.00 UTC di Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya, kelembaban udara (RH) pada lapisan bawah hingga atas adalah tinggi. Makin kecil selisih antara grafik suhu udara lingkungan dan grafik suhu titik embun, maka makin besar kelembapan udaranya. Pada pengamatan Radiosonde tanggal 26 Januari 2017 jam 00 UTC didapatkan sebagai berikut : Indeks LI SI K Index SWEAT CAPE PW
Keterangan - 2.1 - 0.2 35.9 228.8 502 J/Kg 6.15 cm / 2.4 inch
Dari stability index, diketahui bahwa LI (Lifted Index) sebesar -2.1. Hal ini menyatakan bahwa kondisi atmosfer paras bawah tidak stabil. Kondisi atmosfer tidak dapat dinyatakan dengan menggunakan hanya satu indeks saja. Penaksiran biasanya dengan menggabungkan dua atau lebih nilai indeks, yaitu gabungan antara Indeks Pengangkatan (LI) dan Sholwater Index (SI). Index LI digunakan untuk menandai ketidakstabilan pada
lapisan bawah dan SI digunakan untuk menandai ketidakstabilan pada lapisan atas. Indek SI pada jam 00 UTC sebesar – 0.2. Bila LI negatif dan SI negatif menunjukkan bahwa di lapisan troposfer atas dan bawah dalam keadaan tidak stabil. K indeks jam 00 UTC, sebesar 35.9 menunjukkan bahwa potensi timbulnya badaiguntur sebesar 80% – 90%. Indeks SWEAT (Severe Weather Treath) baik digunakan untuk menandai potensi terjadinya cuaca buruk. Indeks SWEAT pada jam 00 UTC tercatat sebesar 217.2. Nilai Indeks SWEAT antara 250-300 menunjukkan potensi besar untuk timbulnya cuaca buruk. Untuk mengetahui besarnya energi yang terkandung dalam suatu massa udara, digunakan indeks CAPE (Convective Available Potential Energy). Nilai CAPE pada jam 00 UTC sebesar 502 J/Kg. Nilai ini termasuk dalam kategori nilai CAPE yang rendah sehingga pertumbuhan awan Cb secara vertikal diprakirakan tidak terlalu tinggi. Precipitable Water (PW) menunjukkan kadar air yang ada di lapisan Troposfer. PW pada pada jam 00 UTC menunjukkan 6.15 cm atau 2.4 inch. ATMOSFERA
9
Nilai PW diatas 2 inch menunjukkan kandungan kadar air yang sangat tinggi di lapisan Troposfer. Dari indeks-indeks di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi atmosfer berdasarkan data RAOB jam 00 UTC tanggal 26 Januari 2017 dalam kedaan tidak stabil, yang berpotensi mengakibatkan pertumbuhan awanawan konvektif (Cb) penyebab hujan lebat. Selain kondisi udara dari lapisan bawah hingga atas yang tidak stabil pada bulan Januari 2017, adanya konvergensi yang terbentuk di wilayah Jawa pada bulan Januari mengakibatkan awan-awan konvektif tumbuh dengan subur.
Pada bulan Januari, daerah ITCZ (Intertropical Convergence Zone) berada di Pulau Jawa, sedangkan pada bulan Februari di Selatan kepulauan Indonesia. ITCZ atau yang dikenal dengan Daerah Konvergensi Antar Tropik (DKAT) merupakan daerah pertemuan massa udara antar benua dengan cakupan yang luas, yang berada antara 10° LU – 10° LS dekat Ekuator. Di daerah tropis bertiup angin pasat Timur Laut dan pasat Tenggara yang berhembus dari daerah maksimum subtropik menuju ke minimum Ekuator dan kemudian bertumbukan. Daerah tumbukan kedua angin tersebut merupakan daerah pemanasan,
Gambar 6. Normal streamline bulan Januari wilayah Indonesia (Sumber : http://bmkg.go.id) 10 ATMOSFERA
kemudian memuai dan bergerak ke atas. Peristiwa angin bergerak menuju ke satu titik lalu bergerak ke atas tersebut disebut Konvergensi. Tempat terjadinya konvergensi disebut Daerah konvergensi antar tropik Pada daerahdaerah yang dilintasi DKAT pada umumnya berpotensi terjadinya pertumbuhan awan-awan yang berpotensi terjadi hujan lebat dan angin kencang. Berikut ini adalah peta normal streamline bulan Januari yang menunjukkan bahwa Pulau Jawa dilalui DKAT pada bulan Januari.
Pada bulan Januari 2017, kondisi angin di Surabaya masih didominasi dari arah Barat. Untuk lebih jelasnya akan dituangkan dalam diagram Windrose (gambar 7). Dari Windrose terlihat bahwa arah angin masih didominasi dari arah Barat, yaitu sebesar 80% dengan kecepatan rata-rata 4-21 knots. Dari arah Barat Laut sebanyak 6 % dengan kecepatan angin rata-rata 7-21 knots. Dari arah Timur 10 % dengan kecepatan angin rata-rata 4 – 11 knots. Dari arah Tenggara 3 % dengan kecepatan angin rata-rata 7 – 11 knots.
Gambar 7. Windrose bulan Januari 2016 (Sumber : Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya) ATMOSFERA
11
Cuaca bulan Februari 2017 berkaitan dengan 5 pengatur (regime) yang mempengaruhi iklim yaitu kriosfer, litosfer/pedosfer, hidrosfer, biosfer, dan atmosfer, prakiraan cuaca dengan mempertimbangkan pengatur (regime) atmosfer adalah sebagai berikut : Untuk menganalisa pengaruh atmosfer terhadap cuaca/iklim Jawa Timur, maka perlu dianalisa skala global, regional dan lokal. Skala global meliputi gerak semu dan siklus Matahari, SOI (The Southern Oscillation Index), ENSO (El Niño/Southern Oscillation), MJO (Maden-Julian Oscillation). Skala regional meliputi analisa anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation), Siklon Tropis, DMI (Dipole Mode Index), Sirkulasi Monsun Asia-Australia, angin pasat, suhu muka laut dan angin gradien. Skala lokal meliputi pengaruh
angin darat dan angin laut, analisa RAOB (Rawinsonde Observation), dan jenis udara yang mempengaruhi atmosfer Jawa Timur di bulan Februari 2017. Gerak semu dan siklus Matahari/ Bulan Posisi semu Matahari mempengaruhi pemanasan sisi permukaan Bumi, pada periode 1 Februari 2017 (4 Jumadil Awal 1438 H) - 28 Februari 2017 (1 Jumadil Akhir 1438 H) posisi semu Matahari masih di belahan Bumi Selatan, hal ini mengakibatkan daratan Indonesia yang terletak di Lintang Selatan menerima panas relatif lebih banyak dari pada daratan di Lintang Utara sehingga berpeluang tumbuhnya daerah-daerah bertekanan rendah di belahan Bumi Selatan.
Tabel 1. Koordinat posisi semu Matahari/Bulan di bulan Februari 2017 (Sumber: http://www.timeanddate.com/worldclock/sunearth.html) HARI
TANGGAL
JAM
POSISI SEMU MATAHARI
Rabu
1 Februari 2017
00.00 WIB
17o 11’ LS ; 71 o 37’ BB
Selasa
28 Februari 2017
24.00 WIB
07o 42’ LS ; 71o 53’ BB
HARI
TANGGAL
POSISI BULAN
Minggu
12 Februari 2017/ 15 Jumadil Awal 1438 H
Bulan Purnama
Selasa
28 Februari 2017/1 Jumadil Akhir 1438 H
Bulan Baru
12 ATMOSFERA
Siklus Matahari Siklus Matahari 11 tahunan diketemukan oleh Heinrich Schwabe pada tahun 1843, sekarang sudah memasuki siklus ke -24, tahun teraktif pada siklus ke-24 sudah terjadi di bulan Februari tahun 2014, yaitu terdapat 146,1 Bintik Matahari (tabel 2). Data banyaknya bintik Matahari tahun 2016 dari IPS-Australia (tabel 2) untuk bulan Oktober 2016 (33,6), untuk November 2016 (21,4), bulan Desember 2016 (19,5), untuk bulan Januari dan Februari 2017 diprakirakan berfluktuasi di sekitar 40 Bintik Matahari.
Diprakirakan banyaknya Bintik Matahari berfluktuasi dan terus menurun sampai tahun 2020, pada saat kejadian El-Nino tahun 2015 (tabel 2) banyaknya Bintik Matahari relatif lebih banyak bila dibandingkan El-Nino tahun 1997/1998. Jumlah Bintik Matahari di bulan Februari 2017 diprakirakan berfluktuasi di sekitar 40, menyebabkan berkurangnya kedalaman dan luasan air laut yang mengalami peningkatan temperatur, sehingga peluang tumbuhnya awan -awan penghujan di bulan Februari 2017 di Jawa Timur diprakirakan di bawah normal klimatologinya.
Tabel 2. Data Bintik Matahari bulanan dari Ionospheric Prediction Service - IPS - Radio and Space Weather Services of Australia (Sumber: http://www.ips.gov.au/Solar/1/6)
ATMOSFERA
13
Southern Oscillation Index (SOI) Indeks SOI memberikan informasi tentang perkembangan dan intensitas El Niño atau La Nina di Samudera Pasifik, Indeks SOI dihitung berdasarkan perbedaan tekanan udara antara Tahiti dan Darwin. Harga Indeks SOI yang terus menerus di ba-
wah - 7 (tekanan udara di Tahiti relatif lebih rendah) mengindikasikan adanya El Nino. Harga Indeks SOI yang terus menerus di atas +7 (tekanan udara di Darwin relatif lebih rendah) mengindikasikan adanya La Nina, harga Indeks SOI antara -7 dan +7 umumnya meng -indikasikan kondisi netral.
Gambar 1. Indeks SOI - 30 harian sampai dengan tanggal 15 Januari 2017 (Sumber: http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=SOI)
14 ATMOSFERA
Indeks SOI selama 30 hari terakhir sampai dengan tanggal 15 Januari 2017 harganya yaitu + 7,6 (pada gambar 1). Indeks SOI selama 90 hari terakhir sampai dengan tanggal 15 Januari 2017 harganya yaitu + 1,9 mengindikasikan netral, harga indeks SOI pada bulan Februari 2017 diprakirakan berfluktuasi dalam kisaran netral (gambar 1). Diprakirakan tekanan udara di Samudera Pasifik Barat (Darwin) masih relatif sama atau lebih rendah dari pada tekanan udara di Samudera Pasifik Tengah (Tahiti). Menurut BOM Australia (http:// www. bom.gov.au/clim ate/ cur rent/ soihtm1.shtml), harga Index SOI bulanan tahun 1997, rata-rata = -10,3, mirip dengan harga Index SOI bulanan tahun 2015 (rata-ratanya sampai dengan bulan Desember 2015 = -11,23), bahkan tahun 2015 lebih negatif, hal ini mengindikasikan ada pengaruh El Nino. Bulan Januari 2016 harga Indeks SOI masih negatif yaitu -19,7, bulan Februari 2016 (-19,7), bulan Maret 2016 ( -4,7), bulan April 2016 (-22,0),
bulan Mei 2016 (+2,8), bulan Juni 2016 (+5,8), bulan Juli (+4,2), bulan Agustus (+5,3), bulan September (+13,5), bulan Oktober (-4,3), bulan November (-0,7), bulan Desember 2016 (2,6). Untuk bulan Januari dan Februari 2017 diprakirakan Indeks SOI nya masih netral, sehingga peluang pertumbuhan awan pada bulan Februari 2017 di Jawa Timur diprakirakan sama dengan normal klimatologinya. El Niño/Southern Oscillation (ENSO) Indeks ENSO (El Niño/Southern Oscillation) berdasarkan kepada suhu muka laut. El Nino merupakan fenomena global dari sistem interaksi lautatmosfer yang ditandai dengan memanasnya suhu muka laut di Ekuator Pasifik Tengah (Niño3.4) yaitu daerah antara 5oLU - 5oLS dan 170ºBB – 120ºBB atau anomali suhu muka laut di daerah tersebut positif (lebih panas dari rata-ratanya). Wilayah Indonesia yang terpengaruh El Nino akan berkurang curah hujannya secara drastis.
Gambar 2. Anomali suhu mingguan (Sumber:http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Sea-surface) ATMOSFERA
15
Gambar 3. Grafik Indeks ENSO dan prakiraannya (Sumber:http://iri.columbia.edu/ourexpertise/climate/forecasts/enso/current/)
Harga Indeks ENSO yang terus menerus di bawah -0,5 mengindikasikan adanya La Nina, harga Indeks ENSO yang terus menerus diatas +0,5 mengindikasikan adanya El Nino, sedangkan harga Indeks ENSO antara 0,5 dan +0,5 umumnya mengindikasikan kondisi netral. Anomali suhu mingguan (Niño3.4) BOM (gambar 2) mulai 25 Desember 2016 sampai dengan 15 Januari 2017 bertahan di harga negatif yaitu antara -0,4 oC sampai dengan 0,3 oC. Menurut Climate Prediction Centre IRI (gambar 3) periode JanuariFebruari-Maret (JFM) pengaruh La Niña netral peluangnya sekitar 85% kemudian pada bulan-bulan berikutnya masih diprakirakan netral sampai de16 ATMOSFERA
ngan bulan Mei tahun 2017, sehingga bulan Februari 2017 di Jawa Timur pertumbuhan awannya diprakirakan sama dengan normal klimatologinya. ANALISA MADEN-JULIAN OSCILATION The Madden-Julian Oscillation (MJO) adalah fluktuasi cuaca mingguan atau bulanan di daerah tropis. Fluktuasi berupa periode basah yaitu periode banyak awan penghujan kemudian disusul periode kering yaitu periode awan konvektif sukar terbentuk (convectively suppressed), fluktuasi tersebut terjadi berganti-ganti (basah dan kering) dengan total periodenya antara 40 hari sampai 50 hari, bila periodenya lebih pendek dari pada
periode musim maka dikatakan sebagai variasi di dalam musim (intraseasonal variation). MJO pada awalnya diketemukan oleh Roland A. Maden dan Paul R. Julian pada tahun 1971 dalam bukunya yang berjudul “Detection of a 40-50 Day Oscillation in the Zonal Wind in the Tropical Pacific”. Intensitas dan keberadaan MJO dinyatakan dengan indeks RMM (Real-time Multivariat MJO Index), MJO dipengaruhi oleh gerak semu Matahari, bergerak ke arah Timur dalam 8 fase sesuai dengan lokasi geografi fase MJO. Fase 1 di atas Benua Afrika (40o BT – 60o BT), Fase 2 di Samudera Hindia Barat (60o BT – 80o BT), Fase 3 di atas Samudera Hindia Timur (80o BT –
100o BT), Fase 4 di atas Indonesia Barat (100o BT – 120o BT), Fase 5 di atas Indonesia Timur (120o BT – 140o BT), Fase 6 di Pasifik Barat (140o BT – 160o BT), Fase 7 di Pasifik Tengah (160o BT – 180o BT), Fase 8 di Pasifik Timur (180o BB – 160o BB). Gambar 4 memperlihatkan perjalanan Fase MJO selama 40 hari terakhir (mulai tanggal 18 Desember 2016 – 26 Januari 2017), Fase MJO dengan indeks yang relatif kecil bergerak mulai dari Fase 6 ke Fase 7, Fase 3, Fase 4, Fase 5, kembali ke Fase 6, kemudian dengan indeks yang relatif mulai naik bergerak ke Fase 7, Fase 8, Fase 1, berakhir di Fase 2 pada tanggal 26 Januari 2017.
Gambar 4. Fase MJO 40 hari periode 18 Desember 2016 – 26 Januari 2017 (Sumber:http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/whindex.shtml) ATMOSFERA
17
Gambar 5. Indeks RMM (Real-time Multivariat MJO Index) dan prediksi MJO menurut EMON (Sumber:http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/CLIVAR/clivar_wh.shtml)
Prakiraan EMON: European Centre for Medium Range Weather Forecasts - Seasonal Prediction Ensemble Forecast System, 32 hari ke depan (27 Januari 2017 – 27 Februari 2017), diagram Fase pada gambar 5 di atas menunjukkan evolusi dari observasi 40 hari terakhir sampai dengan tanggal 26 Januari 2017 serta prakiraan 32 hari ke depan (27 Januari 2017 – 27 Februari 2017), Fase MJO terlihat pada minggu pertama melintas mulai dari Fase 2 , menuju ke Fase 3, ke Fase 4, kemudian pada minggu kedua sampai minggu keempat bergerak ke Fase 5, ke Fase 6, ke Fase 7,ke Fase 8 kemudian dengan harga semakin kecil bergerak tidak beraturan berakhir di Fase 7. 18 ATMOSFERA
Garis kuning adalah pergerakan Fase dari 51 data, garis hijau adalah rata-rata pergerakan Fase dari 51 data, garis hijau tebal merupakan rata-rata pergerakan Fase di minggu pertama dan garis hijau tipis adalah rata-rata pergerakan Fase di minggu kedua sampai dengan minggu keempat. Daerah yang diarsir abu-abu mewakili 50% dari pergerakan Fase seluruh data dan daerah yang diarsir abu-abu muda mewakili 90% dari pergerakan Fase seluruh data, sehingga daerah yang dilintasi Fase MJO berpeluang mengalami periode basah, dengan demikian karena Jawa Timur merupakan daerah Fase 4 maka Jawa Timur pada bulan Februari 2017 berpeluang mengalami periode basah pada awal bulan Februari 2017.
Analisa anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) Analisa Outgoing Longwave Radiation (OLR) sering digunakan sebagai cara untuk mengindentifikasi ketinggian dan ketebalan awan hujan konvektif. Peta prediksi MJO (gambar 6) yang diikuti oleh anomali OLR selama 15 hari ke depan yaitu mulai dari tanggal 27 Januari 2017 sampai dengan tanggal 12 Februari 2017, menggambarkan posisi awan berdasarkan MJO-OLR. Warna ungu dan biru (anomali OLR negatif) menunjukkan daerah tersebut mengalami peningkatan pertumbuhan
awan (enhanced convection) atau peluang hujan meningkat, menunjukkan daerah tersebut aktif, lebih tinggi dari keadaan normalnya, sedangkan untuk daerah dengan warna oranye menunjukkan keadaan di bawah normalnya tidak banyak pertumbuhan awan (suppressed conditions). Berdasarkan analisa anomali OLR maka Jawa Timur pada bulan Februari mengalami peningkatan pertumbuhan awan (enhanced convection) terutama pada awal bulan Februari 2017.
Gambar 6. Prakiraan MJO yang diikuti dengan anomali OLR untuk 15 hari ke depan (Sumber:http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/forca.shtml) ATMOSFERA
19
Siklon Tropis Dengan bergesernya posisi semu Matahari di belahan Bumi Selatan maka peluang timbulnya daerahdaerah bertekanan rendah di belahan Bumi Selatan meningkat dan bila energi pemanasannya cukup maka daerah bertekanan rendah akan berkembang menjadi Silkon Tropis. Pada bulan Januari 2017 di Utara Ekuator belum terjadi Siklon Tropis, yang terjadi hanya tekanan rendah di sekitar Laut China Selatan dan di sekitar Philipina. Di Selatan Ekuator terjadi 2 bibit Sikon Tropis yaitu di Sa-
mudera Pasifik Barat terjadi 1 Tropical Depression (One), di Samudera Hindia Selatan terjadi 1 Tropical Storm (Three). Dari 2 bibit siklon tropis tersebut, keduanya relatif berpengaruh terhadap pola angin gradien pada wilayah Indonesia. Untuk bulan Februari 2017 peluang terjadinya siklon di Selatan Ekuator terutama di Samudera Hindia meningkat, maka diprakirakan di Jawa Timur pada bulan Februari 2017 peluang tumbuhnya awan penghujan sesuai normal klimatologinya.
Tabel 3. Distribusi frekuensi Siklon Tropis periode tahun 2000 - Januari 2017 (Sumber: http://weather.unisys.com/hurricane/index.php) 20 ATMOSFERA
Dipole Mode Index (DMI) Indeks Dipole Mode dihitung berdasarkan perbedaan anomali suhu muka laut antara Samudera Hindia Bagian Barat (10°LS - 10°LU , 50°BT 70°BT) dan Samudera Hindia Bagian Timur (10°LS - 0°LS, 90°BT - 110° BT ). Indeks Dipole Mode bernilai positif menunjukkan anomali suhu muka laut di Samudera Hindia Bagian Barat relatif lebih tinggi sehingga meningkatkan peluang pertumbuhan awan di
Samudera Hindia Bagian Barat. Update Indeks DMI minggu yang lalu tanggal 22 Januari 2017 adalah - 0,20 (gambar 7), diprakirakan nilai indeks pada bulan Februari 2017 di sekitar nilai threshold (+ 0,4) dalam kisaran netral sehingga peluang pertumbuhan awan di Samudera Hindia Timur yaitu Indonesia Bagian Barat relatif sama dengan normal klimatologinya.
Gambar 7. Harga DMI mingguan tanggal 27 Januari 2017 (Sumber:http://www.bom.gov.au/climate/enso/indices.shtml?bookmark=iod) Tabel 4. Peluang nilai DM menurut Predictive Ocean Atmosphere Model for Australia (POAMA) (Sumber:http://www.bom.gov.au/climate/poama2.4/poama.shtml#IOD)
ATMOSFERA
21
Prakiraan POAMA (tabel 4), Indeks Dipole Mode pada bulan Februari 2017 diprakirakan netral dengan peluang 93,9 %, sehingga peluang tumbuhnya awan-awan di sekitar Samudera Hindia Bagian Timur (sebelah Barat Sumatera) dan di Samudera Hindia Bagian Barat mempunyai peluang yang sama. Pada kenyataannya pada bulan Januari 2017 pertumbuhan awan di Samudera Hindia Bagian Timur yaitu di sebelah Barat Sumatera relatif tinggi sehingga berdasarkan Indeks Dipole Mode maka pada bulan Februari 2017 di Jawa Timur berpeluang mengalami peningkatan pertumbuhan awannya sesuai normal klimatologinya.
Sirkulasi Monsun Asia-Australia Indonesia bukan daerah sumber monsun, tetapi ada daerah yang dilalui aliran udara monsun sehingga cuaca dan iklimnya terpengaruh oleh monsun. I ndek s Mon sun A ust r a l ia (gambar 8) pada akhir bulan Januari 2017 berfluktuasi di atas harga ratarata klimatologinya, maka untuk bulan Januari 2017 diprakirakan berfluktuasi di atas harga rata-rata klimatologinya, sehingga peluang pembentukan awan di sekitar Jawa, Bali, dan Nusa Te n g g a r a d i a t a s n o r m a l klimatologinya (besarnya harga indeks berkorelasi positif terhadap peluangnya hujan).
Gambar 8. Rata-rata lima hari terakhir Indeks Monsun Australia pada 22 Januari 2017 (Sumber: http://apdrc.soest.hawaii.edu/projects/monsoon/realtime-monidx.html) 22 ATMOSFERA
Angin Pasat (Trade winds) Angin pasat di Samudera Pasifik di sekitar Ekuator sampai di sekitar sebelah Barat garis penanggalan Internasional selama 5 hari terakhir menguat dan untuk di Samudera Pasifik di bagian Timur umumnya mendekati rata-ratanya. Dengan menguatnya Trade Winds maka peluang kejadian La Niña meningkat, arah angin pasat yang cenderung ke arah Barat dari pada ke arah Timur tersebut mengurangi peningkatan suhu muka laut di Samudera Pasifik Te-
ngah dan Timur, sehingga bisa menyebabkan peluang pertumbuhan awan di Jawa Timur pada bulan Februari 2017 sama dengan normal klimatologinya. Selama kejadian La Niña harga anomali angin pasat di Samudera Pasifik di sekitas Ekuator akan terusmenerus menguat, sebaliknya selama El Niño maka harga anomali angin pasatnya akan terus-menerus melemah di bawah harga rata-rata klimatologinya bahkan arah anginnya berubah arah.
Gambar 9. Rata-rata Angin Pasat dan anomalinya di bulan Januari 2017 (Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Trade-winds)
ATMOSFERA
23
Suhu Muka Laut Anomali suhu muka laut di sekitar Ekuator pada periode 9 hingga 15 Januari 2017 yang relatif tinggi yaitu sama atau di atas 28 oC (gambar 11) terutama di Selat Karimata bagian
Utara, Laut Jawa bagian Barat, Laut Sulawesi, Samudera Hindia di sebelah Utara Australia, di Samudera Pasifik bagian Barat (di sekitar Papua), dan NINO4 (5o LU-5o LS, 160o BT150o BB) .
Gambar 10. Kawasan NINO1, NINO2, NINO3, NINO3,4, NINO4 di Samudera Pasifik menurut IRI (Sumber : http://iri.columbia.edu/our-expertise/climate/forecasts/sst-forecasts/)
Gambar 11. Anomali Suhu Muka Laut periode 9 – 15 Januari 2017 (Sumber: http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Sea-surface) 24 ATMOSFERA
Gambar 12. Prakiraan Anomali Suhu Permukaan Laut MAM (Maret-April-Mei) (Sumber:http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/sintex_f1_forecast.html.en)
Gambar 13. Prediksi anomali suhu muka laut bulan Februari 2017 Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/model-summary/#tabs=Pacific-Ocean
Menurut prakiraan Japan Agency for Marine – Earth Science and Technology (JAMSTEC) (gambar 12), suhu muka laut periode Maret-AprilMei 2017 umumnya lebih hangat 1 oC atau lebih dari pada rata-rata klimatologinya, terutama di sebagian Samudera Hindia sebelah Barat Daya
Sumatera, Samudera Hindia di sebelah Barat Laut Australia, dan NINO4 bagian Barat, sehingga peluang tumbuhnya awan-awan penghujan di daerah-daerah tersebut lebih besar dari pada di daerah lainnya, untuk NINO3,4 diprakirakan anomali suhunya sekitar – 0,2 o C (gambar 14 ). ATMOSFERA
25
Gambar 14. Anomali suhu pada kedalaman laut (Sumber http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Sea-sub%E2%80%93surface)
Temperatur Bawah Laut Dari pengamatan anomali suhu air laut di kedalaman bawah laut pada 5 hari terakhir sampai dengan tanggal 15 Januari 2017 (gambar 14) terlihat bahwa suhu air laut di bawah di sebagian besar Samudera Pasifik di Ekuator sama dengan rataratanya, kecuali di Samudera Pasifik bagian Barat dan pada kedalaman sekitar 100-150 meter di bawah Samudera Pasifik Tengah suhunya lebih hangat dari rata-ratanya. 26 ATMOSFERA
Bila dibandingkan dengan anomali dingin 2 minggu yang lalu maka anomali hangat sedikit menguat dan lebih luas daerahnya, terdapat area kecil yang suhunya lebih dingin 1 °C pada kedalaman 100 m pada daerah antara 140 °BT dan 160 °BT, sehingga ENSO diprakirakan netral, yang pengaruhnya bisa menyebabkan peluang meningkatnya pertumbuhan awan di Jawa Timur pada bulan Februari 2017.
ANGIN GRADIEN Angin gradien (gambar 15) tanggal 29 Januari 2017 jam 00.00 UTC untuk wilayah Pulau Jawa bertiup angin monsun Barat Laut, awan-awan banyak terbentuk di sekitar daerah bertekanan rendah dan di daerah belokan garis arus angin, garis putus-putus adalah Trough yaitu garis yang menghubungkan dua tekanan rendah. Di sekitar Australia ada empat daerah bertekanan rendah dan dua daerah bertekanan tinggi yang mempengaruhi pola angin gradien. Angin gradien Barat Laut berbelok ke arah Selatan karena pengaruh teka-
nan rendah di Australia, maka jenis udara yang mempengaruhi adalah jenis udara Laut China Selatan yang bersifat hangat dan lembab. Bila angin gradien bertiup dari arah Barat Laut kemudian garis-garis yang menghubungkan arah yang sama (stream line) mengarah ke Laut Jawa, maka perlu diperhatikan adanya Cold Surge (seruakan dingin). Pengaruh Cold Surge bisa sampai ke Pulau Jawa bila selisih tekanan udara antara Gushi dan Hongkong lebih dari 10 milibar (gambar 17), dan bila angin Gradien dari arah BaratBarat Laut.
Gambar 15. Pola angin gradien ketinggian 1.000 meter tanggal 29 Januari 2016 jam 00 UTC (Sumber:http://www.bom.gov.au/australia/charts/glw_00z.shtml) ATMOSFERA
27
Gambar 16. Citra Satelit Cuaca tanggal 29 Januari 2017 jam 00.00 UTC (Sumber:http://www.jma.go.jp/en/gms/largec.html?area=6&element=0&mode=UTC)
Gambar 17. Indeks Surge Gushi-58208 (32,10 LU 115,4 BT – Hongkong-45007(22 LU 114 BT) periode tanggal 10 Januari 2017 sampai dengan 25 Januari 2017 (Sumber data : http://www.ogimet.com/synops.phtml.en)
28 ATMOSFERA
Angin gradien tanggal 29 Januari 2017 dari arah Barat Laut untuk Jawa Timur, maka jenis udara yang mempengaruhi adalah jenis udara Laut China Selatan yang bersifat hangat dan lembab. Ada peluang pengaruh cold surge pada saat perbedaan tekanan udara permukaan relatif besar antara Gushi dan Hongkong terjadi pada tanggal 14 Januari 2017 dan tanggal 20 Januari 2017 yaitu lebih dari 10 milibar (positif) karena tekanan udara permukaan Hongkong lebih rendah. Perbedaan tekanan tersebut relatif besar dan cukup kuat untuk mempengaruhi angin gradien.
Jenis udara yang mempengaruhi cuaca di Jawa Timur pada bulan Februari 2017 dan analisa RAOB (Rawinsonde Observation) Jenis udara yang mempengaruhi cuaca di Jawa Timur pada bulan Januari 2017 bila angin gradien dari arah Barat Laut adalah jenis udara Laut China Selatan yang bersifat hangat dan lembab, bila angin gradien dari arah Barat-Barat Daya maka jenis udara yang mempengaruhi adalah jenis udara Tropis Lautan Pasifik Barat Daya (sebelah Utara/Barat Australia), sifatnya hangat dan mantap. Jenis udara yang mempengaruhi cuaca Jawa Timur pada bulan Januari 2017 adalah
Gambar 18. Data RAOB tanggal 29 Januari 2017 jam 00.00 UTC di Juanda (Sumber : BMKG Juanda dan http://weather.uwyo.edu/upperair/sounding.html) ATMOSFERA
29
perpaduan keduanya sehingga ada peluang pertumbuhan awan penghujan di atas rata-rata klimatologinya. Pada tanggal 29 Januari 2017 jam 07.00 WIB (00.00 UTC), data METAR WIEE (Padang) METAR WIEE 290000Z 10004KT 2800 -RA BKN018 24/23 Q1012= Tekanan udara permukaan (QNH) di Padang (Minangkabau International Airport- 96163- WIEE) 1.012 mb dan tekanan udara permukaan (QNH) di Kupang (El Tari-97372- WATT) 1.011 mb, beda sebesar 1 mb, perbedaan yang relatif kecil karena di Padang cuacanya hujan, harga positif karena tekanan udara di Kupang lebih rendah (bulan Oktober 2015 beda sebesar 6 mb, lebih rendah Kupang), perbedaan tersebut menaikkan peluang pertumbuhan awan konvektif di sekitar Kupang dan menaikkan peluang pertumbuhan awan-awan konvektif di Laut Jawa, daerah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Dari data udara atas RAOB (Rawinsonde Observation) tanggal 29 Januari 2017 jam 00.00 UTC (gambar 18), di lapisan bawah arah angin dominan bertiup dari arah Barat – Barat Daya, LI (Lifted Index) = -2,3 menunjukkan jenis udara labil, KI (K Index) = 35,6 ada peluang terbentuk awan konvektif, SWEAT (severe 30 ATMOSFERA
weather threat index)= 226,0 menunjukkan jenis udara berpeluang terjadinya konveksi, CAPE (Convective Available Potential Energy) = 827 J/Kg menunjukkan cukup energi yang dipunyai oleh uap air untuk membentuk awan konvektif . Tc = 33,8 o C menunjukkan bahwa suhu konveksi yaitu suhu minimal agar terjadi konveksi, yang relatif tinggi untuk dicapai. LCL (Lifting Condensation Level) = 219 m yang digunakan sebagai tinggi dasar awan yang relatif rendah, jenis udara di atas Juanda saat itu relatif basah, nilai Bulk Richardson Number (BRCH) = 69 relatif tinggi menandakan bahwa perubahan arah dan kecepatan angin vertikal/ horisontal kecil sehingga besar peluang pertumbuhan awan konvektif, pada musim kemarau nilai BRCH umumnya rendah yang menandakan vertical wind shear yang tinggi, sehingga kondisi atmosfer tidak mendukung proses konveksi. Dari pengaruh jenis udara yang mempengaruhi cuaca Jawa Timur dan perbedaan tekanan udara antara Padang yang lebih tinggi dari pada Kupang serta angin yang dominan dari arah Barat Laut, maka pada bulan Februari 2017 di Jawa Timur pertumbuhan awan penghujannya sama dengan normal klimatologinya.
KESIMPULAN Dengan mempertimbangkan : 1. Tekanan udara Kupang lebih rendah dari pada Padang, angin dominan dari arah Barat Laut maka potensi pertumbuhan awan penghujan normal, 2. Pola angin gradien konsisten dari Barat - Barat Laut maka potensi pertumbuhan awan penghujan normal, 3. Anomali dingin sedikit menguat dan lebih luas daerahnya, ENSO diprakirakan netral pada bulan Februari 2017, peluang pertumbuhan awan normal, 4. Prediksi rata-rata anomali suhu muka laut di wilayah NINO3,4 pada bulan Februari 2017 sekitar –0,2oC, penurunan suhu muka laut di NINO3,4 tersebut netral sehingga peluang pertumbuhan awan di Jawa Timur normal, 5. Trade Winds menguat dan diprakirakan cenderung normal, arah angin pasat cenderung ke Barat dari pada ke Timur, peluang pertumbuhan awan sesuai normal klimatologinya, 6. Indeks Monsun Australia untuk bulan Februari 2017 berfluktuasi di atas harga rata-rata klimatologinya, sehingga peluang pertumbuhan awan di atas normalnya,
7. Indeks Dipole Mode pada bulan Februari 2017 diprakirakan netral dengan peluang 93,9 %, maka diprakirakan pertumbuhan awan sama dengan normal klimatologinya, 8. Peluang terjadinya siklon di Selatan Ekuator terutama di Samudera Hindia akan meningkat, maka diprakirakan pertumbuhan awan penghujan sama dengan normal klimatologinya, 9. Berdasarkan analisa anomali OLR maka Jawa Timur pada akhir bulan Januari 2017 mengalami peningkatan pertumbuhan awan (enhanced convection) dan semakin meningkat pada awal Februari 2017, 10. Fase MJO pada bulan Februari 2017 diprakirakan melintas di Fase 4 (Jawa Timur) dengan indeks yang relatif kecil sehingga mengalami periode basah sesuai normal klimatologinya, 11.Anomali suhu mingguan (Niño3.4) negatif di sekitar – 0,3 oC, menurut Climate Prediction Centre IRI periode Januari-Februari-Maret (JFM) pengaruh La Niña netral dengan peluang sekitar 85%, sehingga bulan Februari 2017 di Jawa Timur pertumbuhan awannya diprakirakan sama dengan normal klimatologinya,
ATMOSFERA
31
12. Harga Indeks SOI bulan Februari 2017 diprakirakan netral (positif), sehingga peluang pertumbuhan awan pada bulan Februari 2017 diprakirakan normal, 13. Jumlah Bintik Matahari di bulan Februari 2017 diprakirakan berfluktuasi di sekitar 40, menyebabkan berkurangnya kedalaman dan luasan air laut yang mengalami peningkatan temperatur, sehingga peluang tumbuhnya awan-awan penghujan diprakirakan di bawah normal klimatologinya.
Dengan mempertimbangkan 13 faktor tersebut, maka Jawa Timur pada bulan Februari 2017 diprakirakan mengalami puncak musim hujan dengan peluang pertumbuhan awan sama dengan normal klimatologinya.
''Maka terangkanlah kepada-Ku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, nisaya Kami jadikan dia asin, maka mengapa kamu tidak bersyukur.'' (QS. Al-Waqi’ah [56]: 68-70). (Tonny S )
32 ATMOSFERA
Daftar Pustaka : Al-Quran Surah Al-Waqi’áh [56] : 68-70 Maslakah, Firda A. 2015. Variabilitas Parameter Ketidakstabilan Atmosfer di Juanda Surabaya Tahun 2012-2013. Wirjohamidjojo, Soerjadi. 2008. Pemanfaatan Data Radar dan Satelit untuk Prakiraan Jangka Pendek. http://apdrc.soest.hawaii.edu/projects/monsoon/realtime-monidx.html) http://aviation.bmkg.go.id/web/station.php http://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3317207/wagub-jatim-blusukan-ke-lokasi -banjir-di-sidoarjo http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/CLIVAR/clivar_wh.shtml http://weather.unisys.com/hurricane/index.php http://weather.uwyo.edu/upperair/sounding.html http://www.aviationweather.gov/adds/metars/ http://www.bom.gov.au/australia/charts/glw_00z.shtml http://www.bom.gov.au/climate/enso http://www.bom.gov.au/climate/model-summary/#tabs=Pacific-Ocean http://iri.columbia.edu/our-expertise/climate/forecasts/sst-forecasts/ http://www.bom.gov.au/climate/poama2.4/poama.shtml http://www.bom.gov.au/climate/poama2.4/poama.shtml#IOD) http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/people/wwang/cfsv2fcst/images1/ nino34Monadj.gif http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/mjo.shtml#forecast http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/whindex.shtml http://www.jamstec.go.jp/frsgc/research/d1/iod/sintex_f1_forecast.html.en http://www.jma.go.jp/en/gms/largec.html?area=6&element=0&mode=UTC) http://www.ogimet.com/synops.phtml.en http://www.ospo.noaa.gov/Products/ocean/sst/50km_night/index.html http://www.sws.bom.gov.au/Solar/1/6 http://www.timeanddate.com/worldclock/sunearth.html
ATMOSFERA
33
1. Prakiraan Curah Hujan Bulan Februari 2017 Prakiraan hujan untuk bulan Februari 2017 wilayah Jawa Timur dan sekitarnya, secara umum diprakirakan masuk pada kategori menengah – sangat tinggi, ini terlihat dari curah hujan yang berkisar antara 151 hingga di atas 500 mm. Wilayah Jawa Timur yang berpotensi memiliki curah hujan dengan kategori menengah (151 – 200 mm), diprakirakan terjadi di sebagian kecil kabupaten/kota meliputi: Situbondo, Banyuwangi, Bangkalan, Sampang, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Untuk kategori hujan 201 – 300 mm, diprakirakan terjadi di sebagian kecil kabupaten/kota meliputi : Madiun, Kediri Sidoarjo, Malang, Probolinggo, dan Bondowoso. Sebagian besar kabupaten/kota meliputi: Pacitan, Ponorogo, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Gresik, Mojokerto, Jom-
34 ATMOSFERA
bang, Pasuruan, Blitar, Tulungagung, Pasuruan, Lumajang, Jember, Situbondo, Banyuwangi, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Serta di seluruh Kabupaten Tuban dan Lamongan, serta P. Bawean dan P. Kangean. Untuk kategori hujan 301 – 400 mm, diprakirakan terjadi di sebagian kecil kabupaten/kota meliputi : Bojonegoro, Gresik, Mojokerto, Jombang, Ngajuk, Tulungagung, Blitar, dan Lumajang. Untuk kategori hujan 401 – 500 mm, diprakirakan terjadi di sebagian kecil kabupaten/kota meliputi : Madiun, Ngajuk, Kediri, Blitar, Malang, Mojokerto, Pasuruan, Malang, Probolinggo, Jember, dan Bondowoso. Untuk kategori hujan di atas 500 mm, diprakirakan terjadi di sebagian kecil kabupaten/kota meliputi : Blitar, Batu, Mojokerto, dan Pasuruan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Peta prakiraan curah hujan Januari 2017 (Sumber : Stasiun Klimatologi Karangploso Malang)
2. Prakiraan Sifat Hujan Bulan Februari 2017 Sifat hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan atau periode dengan nilai rata-rata atau normalnya dari bulan atau periode tersebut. Berdasarkan gambar di bawah, prakiraan
sifat hujan bulan Februari 2017 adalah sebagai berikut : Secara umum diketahui bahwa wilayah Jawa Timur untuk bulan Februari 2017 berada pada sifat hujan normal. Untuk sifat hujan di atas normal (116-200%), diprakirakan terjadi di sebagian kecil kabupaten/kota meliputi :
ATMOSFERA
35
Gambar 2. Peta prakiraan sifat hujan Januari 2017 (Sumber : Stasiun Klimatologi Karangploso Malang)
Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Gresik, Surabaya, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Kediri, Batu, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, Jember, Bondowoso, Banyuwangi, Sampang, dan Pamekasan. Untuk sifat hujan normal (85 – 115 %), diprakirakan terjadi di sebagian hingga sebagian besar Kabupaten Lamongan serta terjadi di seluruh P. Kangean, juga diprakirakan terjadi di sebagian hingga sebagian besar kabupaten/kota meliputi : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, Madiun, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Surabaya, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, 36 ATMOSFERA
Tulungagung, Kediri, Blitar, Batu, Malang, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Sifat hujan normal juga diprakirakan terjadi di seluruh Kabupaten Bangkalan dan P. Bawean. Untuk sifat hujan bawah normal (51 - 84 %), diprakirakan terjadi di sebagian kecil kabupaten/kota meliputi : Madiun, Nganjuk, Mojokerto, Sidoarjo, Pasuruan, Lumajang, Probolinggo, Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2 di atas.
3. Arah dan Kecepatan Angin Lapisan Atas
Gambar 3. Arah dan kecepatan angin lapisan atas bulan Februari 2017 (Sumber: ITACS dan ESRL)
Berdasarkan klimatologi angin untuk bulan Februari 2017 di lapisan 250 mb diprakirakan angin di wilayah Jawa Timur pada lapisan 250 mb atau pada ketinggian 34.000 feet akan berhembus secara umum dari arah Timur Laut dengan kecepatan berkisar antara 4 – 8 m/detik. Sedangkan untuk lapisan 500 mb atau pada ketinggian 18.000 feet, cenderung dari arah Timur laut dengan kecepatan berkisar antara 2 - 4 m/detik.
4. Potensi Kebakaran Hutan/Lahan Kejadian kebakaran hutan didukung oleh curah hujan yang rendah, suhu tinggi, kelembaban udara rendah dan kecepatan angin yang memicu peningkatan kekeringan tanah. Sehingga pada musim hujan, peluang terjadinya kebakaran hutan cenderung rendah.
ATMOSFERA
37
Gambar 4. Jumlah Curah Hujan dan suhu maksimum per dasarian Desember 2016-Januari 2017 di Juanda Surabaya
Jumlah curah hujan yang tercatat di Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya hingga tanggal 30 Januari 2017 sebesar 378.6 mm. Temperatur maksimum harian berkisar antara 23.9 o C hingga 34.7 oC.
Hasil pantauan satelit NOAA 18 (ASMC), TERRA, NPP (LAPAN) hingga tanggal 30 Januari 2017 tidak ada terpantau adanya titik api di wilayah Jawa Timur.
Gambar 5. Peta Sebaran Titik Api bulan Januari 2017 di Jawa Timur (Sumber : Data Satelit NPP Lapan, Terra/Aqua Lapan dan NOAA 18) 38 ATMOSFERA
Pada bulan Februari 2017, diprakirakan wilayah Jawa Timur masih berada pada puncak musim penghujan, sehingga peluang terjadinya kebakaran hutan relatif kecil dibandingkan pada musim kemarau. Prakiraan kemudahan terjadinya kebakaran hutan di Jawa Timur pada awal Februari 2017 ditampilkan pada gambar di bawah ini.
1 Februari 2017
03 Februari 2017
5. Potensi penyakit demam berdarah Penyakit demam berdarah memiliki peluang besar terjadi pada musim penghujan dengan kondisi suhu udara yang hangat dan kelembaban udara yang tinggi. Selain itu, curah hujan yang tinggi meningkatkan jumlah genangan air yang mendukung perkembangbiakan nyamuk demam berdarah.
2 Februari 2017
04 Februari 2017
Gambar 6 . Prakiraan kemudahan terjadinya kebakaran hutan di Jawa Timur pada awal Februari 2017 ATMOSFERA
39
Gambar 7. Jumlah curah hujan per dasarian (10 harian) Desember 2016 - Januari 2017 Stamet Juanda Surabaya
Pada bulan Februari 2017, wilayah Jawa Timur diprakirakan masih berada pada puncak musim penghujan, Peta prakiraan curah hujan bulan Februari 2017 di Jawa Timur menunjukkan sebagian besar pada kisaran 200 - 400 mm dan sebagian lagi berada pada kisaran curah hujan tinggi hingga sangat tinggi, diatas 300 hingga diatas 500 mm, untuk itu masih perlu diwaspadai adanya genangan akibat akumulasi hujan yang tercurah, karena hal ini berpotensi memicu munculnya penyakit demam berdarah.
40 ATMOSFERA
6. Tingkat kenyamanan terkait dengan kondisi cuaca Kesehatan dan aktivitas manusia terkait erat dengan parameter cuaca seperti temperatur udara, kelembaban relatif, radiasi matahari dan kecepatan angin. Aktivitas manusia terkadang terganggu oleh kondisi cuaca yang menyebabkan ketidaknyamanan badan dan pikiran, bahkan pada kondisi yang ekstrim dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Hubungan antara parameter cuaca seperti temperatur udara dan kelembaban relatif dengan kesehatan dan aktivitas manusia dapat dinyatakan dengan suatu indeks yang disebut dengan Discomfort Index (DI).
Pada gambar 8 berikut ditampilkan grafik Discomfort Index berdasarkan data Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya bulan Desember 2016 hingga Januari 2017 ditentukan dengan persamaan : DI = T – 0,55 x(1-0,01 x RH)*(T-14,5) Keterangan: DI = Discomfort Index T = Temperatur bola kering (oC) R = Kelembaban relatif (%) Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai Discomfort Index menurun seiring dengan menurunnya temperatur ambient dan begitu pula sebaliknya. Kelembaban relatif yang rendah dapat
meningkatkan ket idaknyam anan karena mengurangi pelepasan panas dari dalam tubuh. Pada bulan Desember 2016 nilai temperatur udara dan kelembaban nisbi tinggi, dan nilai Discomfort Index pada bulan Desember 2016 berkisar antara 25.1 hingga 27.3 dengan rata-rata 26.3 Nilai rata-rata indeks ketidaknyamanan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Interpretasi nilai Discomfort Index disajikan pada tabel 1 berikut ini. Ditinjau dari prakiraan cuaca untuk bulan Februari 2017, kisaran Discomfort Index harian untuk bulan Februari 2017 berpotensi mengalami penurunan dibandingkan bulan Januari 2017.
Gambar 8. Grafik Discomfort Index Stasiun Meteorologi Juanda Desember 2016—Januari 2017 ATMOSFERA
41
Tabel 1. Interpretasi Nilai Discomfort Index DI (oC)
Interpretasi
<21
Tidak dirasakan adanya ketidaknyamanan
21-24
<50% populasi merasakan ketidaknyamanan
24-27
>50% populasi merasakan ketidaknyamanan
27-29
Mayoritas populasi merasakan ketidaknyamanan
29-32
Setiap orang merasakan stress
>32
Kondisi darurat dan memerlukan bantuan medis
42 ATMOSFERA
ATMOSFERA
43