Hakim Komisaris: Solusi ke arah Prinsip Keadilan
251
HAKIM KOMISARIS : SOLUSI KEARAH PRINSIP KEADILAN ' Indriyanto Seno Adji
Pre-proceeding institution is considered to have failed Ifl petjorming the function of a representative institution to protect human rights comprehensively. Furthermore. it is often denounced for being discriminative towards the accused in investigation process. T71erefore. the idea to re-establish the commissioner-judge institution in pre-proceeding process in the new Draft of Law on Criminal Procedures is well understood. This "rricle seeks to browse into authority the possiiJiliries of re-establishing a pre-proceeding institution in a model once known as the Rechter COlllmissaris model.
Sebenarnya. say a menyambul rasa terima kasih yang menualalll atas perkenan Panitia yang meminta say a sebagai salah satu pembicara dalam rangka sosialisasi Rancangan (Kitab) Undang-undang Hukum Acara Pidana (Rancangan KUHAP) sebagai bagian pembaharuan lerhadap UU. NO.8 Tahun 1981 mengenai Hukum Acara Pidana. Ini berarti KUHAP lelah berumur 22 tahun. sehingga suatu pell1baharuan terhadap UU. No . X Tahun 1981 adalah sebagai bentuk responsilas yang wajar saja mengingat pengalaman empiris terhadap implemenlasi KUHAP ini ditell1ukan segala kekurangan dan kelell1ahan selain memang harus diakui adanya suatu terobosan yang diintrodusir KUHAP. seperti misalnya prinsip/asas Non Self-Incrimination, presulllption of innocense. verschoningsrecht dan lainlainnya. Salah salU kekurangan dan kelell1ahan yang subslansiel aualah keberadaan lembaga "Pra-Peradilan" yang ternyata dianggap tidak sesuai
Dis
Namar 3 Tahun XXXII
252
Hukul1l dan Pelll/}ulIgufwll
atau menyimpang dengan konsep awalnya. yaitu sebagai lembaga yang representasi terhadap pe rlindungan Hak Asasi Manusia, khususnya terhadap kedudukan tersangka (dalam proses penyidikan) dan terdakwa (dalam proses penuntutan). Dan inilah yang menjadi bagian dari pembahasan makalah ini , yaitu perspektif diantara lembaga Pra-Peradilan dengan model Hakim Komisaris yang dikenal sebagai Rahrer Commissaris. Harus diakui pula. bahwa eksistensi lembaga Pra-Peradilan maupun Hakim Komisaris ini sekarang masih menjadi po lemik dan bersifat ileiJara/JIe.
karena masing-masing pihak memiliki argumentasi hukum yang memang
'....
patut menjadi perhatian lersendiri. Dari pengamatan penulis, ada 3 (tiga) pendapat mengenai perlu alau tidaknya model Hakim Komisaris ini . yairu (I) Pihak yang menolak lembaga Hakim Komisaris, (2) Pihak yang menenma lembaga Hakim Komisaris. (3) Pihak yang menen ma percampuran (dalam arti melakukan perluasan) lembaga Pra-Peradilan . Dari berbagai pendapal mengenai eksistensi lembaga Hakim Komi saris maupun lembaga Pra-Peradilan yang kedua-duanya bersifat pelemistis dan debatable ini. ada baiknya menilik sekilas di-introdusirnya lembaga PraPeradilan dalam sistem Hukum (Acara) Pidana Indonesia ini . Mengingat masih lerdapamya pemikiran-pemikiran ya ng belum "senada " dengan konsep Hakim Komisaris ini . penulis berinisiatif untuk memberi judul makalah 1111 menjadi "Hakim Komisaris: Solusi Kellrah Prill sip KeadiLall", karena memang eksistensi Hakim Komisaris ini masih sangat baru (apabila diterapkan) dalam tataran praktis peradilan, dan sebagai model lama yang dikenal dalam Sistem Hukum (Acara) Pidana Indonesia yang konkordansi dengan Belanda sebaga i sa lah satu sumber hukum Eropa Kontinental dan Perancis dengan sebutan main source of law atau cikal bikal di-introdusirnya Sistem Hukum Eropa Kontinental. Permasa lahan eksistensi antara lembaga Pra-Peradilan disatu sisi dengan Hakim Komisaris disisi lainnya sudah seringkali dibahas oleh para pakar Hukum. amara lain Prof. Dr. Loebby Loqman, S.H., Prof. Dr. Andi Han1Zah, S.H .. bahkan Dr. A. Buyung Nasution. S.H. telah cukup me mba has seeara mendalam ten tang kedua lembaga ini dalam kesempatan aeara yang sama. yairu Sosialisasi RUU lentang Hukum Acara Pidana pada tang gal 27 November 200 I yang lalu. karenanya beralasan pula apabila pemballasan penulis ini ada relevansinya dengan konsep yang pernah penulis ajukan dalam pembahasan R U U H ukum Aeara Pidana be be rap a wakiu yang lalu.
JlIli - Septelllber 2()02
Hakim Komisaris: Solusi ke arah Prinsip Keadilan
253
Lembaga "Pra-Peradilan": Suatu Pergeseran Ide Awal Sebenarnya, kehendak untuk memecahkan persoalan eksistensi model Hakim Komisaris maupun permasalahan implemematif dari lembaga "Pra-Peradilan" bukan menjadi permasalahan primaritas lagi sifatnya. Betapa tidak , eksistensi lembaga Pra-Peradilan temu sap akan menimbulkan tarik menarik diantara dua kepemingan dari pihak-pihak yang berada dalam sistem peradilan, yaitu tentunya represemasi kekuasaan (eksekutit), baik penyidik Polisi maupun Penumut Umum, yang tetap menghendaki adanya lembaga Pra-Peradilan ini disatu sisi, dan pada sisi lainnya adalah pihak yang menjadi korban dari dwang-lI1iddelen (upaya paksa), baik itu tersangka/terdakwa maupun keluarga dan ahli warisnya. Tarik menarik alaS eksistensi lembaga Hakim Komisaris ataukah lembaga Pra-Peradilan ini bukan lagi monopoh pihak-pihak tersebut di atas. Apabila kita memperhatikan sejarah, keberadaan lembaga Hakim Komisaris inipun telah terjadi tarik menarik diamara pembentuk ketentuan tersebut. Menurut Prof. Dr. Loebby Logman, S.H., Hakim Komisaris (Rechter Commissaris) yang terdapat di Indonesia diberlakukan melalui Reglement op de Slrafvordering, ialah yang diatur dalam titel kedua temang "Vall dell regler cOll1missaris ell van de voorloopige ill(orll1{/fim" Kewenangan Hakim Komisaris ini sang at pro-aktif, baik ualam rangka hubungan dengan tersangka maupun saksi, yaitu antara lain dengan memanggil, menahan bahkan mendatangi para tersangka dan saksi yang tidak dapat hadir dengan alasan sakit. Keberadaan lembaga Hakim Komisaris inipun hilang sejalan dengan berlakunya H.I.R. (Herzielle Indische Reglement) dengan Staatsblad No. 44 Tahun 1941. Jaui sebenarnya suatu lembaga Hakim Komisaris yang telah berperan aktif ui dalam fase pemeriksaan pendahuluan (catatan penuhs: saat ini fase tersebut tidak dikenal dalam KUHAP) bukanlah merupakan suatu hal yang baru , bahkan di Indonesia sendiri, hanya saja sudah lama kita memberlakukan Herziene Indische Reglement (H.I.R.), maka seolah-olah adanya suatu Hakim yang aktif dalam fase pemeriksaan pendahuluan adalah merupakan suatu hal yang baru. ia ) Gagasan atau iuea awal Hakim Komisaris ini datangnya dari (almarhum) Prof. Oemar SenD Adji, S.H. yang saat menjabat Menteri 1,1) Lochhy Lottman. Pra~ Pl'f(/(lilllll Di Int/one.\';a. J;'lk;Hta : Pc.:ncrhit Ghalia. 191<4. hai;ulI<.Ul
47.48.
Nomor 3 Tuhun XXX/l
254
Hukllm dall PelllbullgulUlIl
Kehakiman, yang tentunya juga gagasan itu berkehendak mewakili atau sebagai presentasi dari pcrlindungan Hak Asasi Manusia , khususnya peran dan kedudukan korban dalam pra proses di pengadilan, yaitu tersangka. Dalam konsep ini , kewenangan Hakim Komisaris ini meliputi kewe nangan eksekutif. antara lain melakukan tindakan penangkapan , penahanan, penggeledahan bahkan mendatangi saksi maupun tersangka ya ng tidak dapat hadir dengan alasan sakit. Disini, Hakim Komisaris be rtindak proaktif untuk meneliti kebenaran materiel atas kondis i saksi maupun tersangka yang tidak hadir dengan alasan sakit tersebul , tanpa membentuk suatu Dokter independen sebagaimana menjadi proses model sekarang ini. Tanggapan berdatangan saat itu, khususnya Kepolisian dan Kejaksaan yang beranggapan bahwa kewenangan luas lembaga Hak im Komisaris ini akan menimbulkan bellluran institusional, khususnya dengan lembaga (eksekutit) pelaksana dlvClng-middelell (upaya paksa) dalam pruses peradilan itu sendiri, yailU Penyidik dan Penumut Umum. Dengan beralihnya Prof. Oemar Seno Adji, S. H. dari jabaran Menteri Kehakiman menjadi Ketua Mahkamah Agung R.1. (akhir tahun 1974) surut pula Konsep Oemar Seno Adji temang Hakim Komisaris dalam Rancangan K U H AP tersebut. Barulah pada waktu Pemeri mah melalui Menteri Kehakiman (almarhum) Moedjono, S.H. mengaju kan kembali Rancangan KUHAP ke Dewan Perwakilan Rakyat (D PR), tim bul reaksi dari LBHIYLI3HI, Peradin (Persatuan Advokat Indonesia), Akademisi maupun kalangan pers (muncul "Komite Aksi Pemhela Pancasila dalam KUHAP "), yang menganggap Rancangan ini beroriemasi kepada kekuasaan dan tidak cukup melindungi hak-hak asasi lersangka ataupun terdakwa yang selama berpuluh-puluh tahun di bawah HIR tidak dilindungi, karenanya Kumite menolak dan menuntut agar Rancanga n KUHAP dicabut. Pemerintah menolak l11encabut Rancangan KUHAP namun l11enyetujui ulltuk membuat draft yang baru bersama DPR dengan l11asukan dari KOl11ite . Karenanya draft baru ini berlainan dengan Konsep Oemar Seno Adji, khususnya temang lembaga Hakim Komisaris. Pada draft baru, terdapat salah satu hal baru pula yang merupakan tero bosan dalam pembuatan undang-undang baru adalah gagasan lembaga PraPeradilan dimana Dr. A Buyung Nasution, S.H. sebagai (salah satu) penggagas awalnya Ihl.
Ih)
Adnan
Buyung
N'ISUlioli.
"Pra-PeralliLal1
I'emikiran MenKeI/O; KeiJertuluatl Keduallj''' " . Kt:hakiman & HAM. tanggal 27 Nuvember 200 I.
Ver.ru.'" Hakim KOll1i.wris RUU KUI-IAI'.
S(,siali~si
lle/wrapo LJcP;II'lClllt:11
Juli - September 2002
Hakim Komisaris: Solusi ke arah Prinsip Keadilan
255
Pengalaman empiris Dr. A Buyung Nasution, S.H. inilah yang melahirkan inspirasi untuk mengambil prinsip-prinsip dalam Habeas Corpus dari Sistelll Anglo Saxon yang memberikan hak sekaligus jaminan fundamental kepada seorang tersangka atau terdakwa untuk lllelakukan tuntutan ataupun gugatan terhadap pejabat (po lisi atau jaksa) yang menahannya agar membuktikan bahwa penahanan itu benar-benar sah Jan tidak melanggar hak asasi manusia , serta pengujian sah tidaknya d,vlllIg lIIiddelen ini merupakan sllatu forum terbuka. Dalam forum Pra-Peradilan itu, penyidik ataupun penuntut umum harus membuktikan bahwa ia tdah menjalankan proses ini Jengan memenuhi syarat formil (pemheri tahuan kepada yang bersangkutan atau keluarga atau adanya pennulaan bukli yang kuat) maupun syarat materiel (adanya alasan nyata bahwa si pelaku akan melarikan diri, lI1enghilangkan barang bukti atau ll1englilangi kejahatannya).Ic J Dari pendekatan empiris dan pengalaman kehidupan praktis proses persidangan , kedua syarat itulah (syarat formil Jan maleriel) yang menjadi faktor kelemahan lembaga Pra-Peradilan dalam lllenguji sahtidaknya dwallg middelell. Lembaga Pra-Peradilan hanya melakukan pellgujiall secura adlllillistratif terhadap surat-surat yang lI1elengkapi keberadaan proses dwulIg-lIIiddelell tersebut, sehingga pengujian substansie/ tidak memiliki makna lagi. Kelemahan-kelemahan lembaga Pra-PeraJilan yang terbatas ini hennunculan seiring dengan perubahan klJl\sepsi haru bagi per lindungan hak asasi tersangka dan terdakwa Jalam proses peradilan tersebul. Kelemahan ini timbul dari pendekatan empiris. Beberapa waktu yang lalu , dunia IlUkum pemah dibuat terperangah dengan munculnya rUlUSan Peninjauan Kelllbali (PK) Mahkalllah Agung yang Illelllbatalkan putusan Kasasi Mahkalllah Agung atas terpidana DR. Muchtar Pakpahan, SH. Betapa tidak, Muchtar Pakpahan yang telah diputus bebas Illurni (:lIil'ere vrijpraak) oleh Mahkalllah Agung lemyala dibatalkan kelllbali Illelalui putusan PK Mahkalllah Agung. Saat itu yang Jllenjadi polelllik dari pakar hukulll adalah tentung pelllakaian hak Jaksa untuk Illengajukan PK, Illeskipun eksplisitas ketentuan nonnatif P(tsa l 263 KUHAP hanya Illemberikan hak lilllilalit tersebut kepada Terpidana atau Ahli Warisnya, dan bukannya Jaksa. Kenyataannya. putusan PK Mahkamah Agung Illelakukan konstruksi[ir IlUkulll terhadap persoalan yang sebenarnya tidak mengalami kekosollgan hukul11. Juga terdengar kelllbali, beberapa waktu lalu. rersoalall hukum yang kallli anggap sehagai hal yang terasa "aneh". Pennohonall Pra h:J
ihid.
l':Iomor J Tall/III XXXII
256
HukulJl
dWl
Pemhol1glllu./II
Peradilan atas nama Ratna Sarumpael dkk itu ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara.'] Ada 2 hal yang patut menjadi perhatian berkenaan penolakan permohonan Pra Peradilan tersebul. Perta11la, bahwa keterlambatan pemberian surat perintah penahanan selama 9 jam dinilai sebagai masalah administrasi, dan kedua bahwa penangkapan Jan penahanan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Resort Jakarta Utara dan Kepolisian Daerah Metro adalah sah menurut hukum karena mereka tertangkap tangan. Dalam KUHAP ditentukan bahwa "tertallgkap IGllgall " adalah tertangkapnya seorang pad a waktu sedang melakukan tindak pidana atau segera setelah beberapa saat tindak pidana dilakukan atau sesaat kem uuian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya. atau apabila sesaat kemudian ditemukan padanya benda ya ng d iduga keras dipergunakan ul1luk melakukan tindak pidana itu yang menunjukan bahwa ia adalah pelakunya (Pasal I ayat 19). Menurut Pasal 18 ayat 2 KU HAP secara tegas menyebutkan bahwa dalam hal seseorang tertangkap tangan. maka penangkapan c1ilakukan tanpa surat perintah , dengan ketel1luan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau peny idik pembantu yang te rdekal. Atas dasar ketentuan itu, terdapat pengertian yang komradiktif c1engan kenyalaannya. Apabila memang benar perbuatan tersang ka d ikatego risir sebagai "tertangkap tangan" , maka saat itu penangkapan terhadap Rallla Sarumpaet tidaklah memerlukan surat perintah penangkapan. Nyatanya Kepolisian menerbitkan juga sural perinlah penangkapan clan penaJlanan terhadap Ratna Sarul11paet c1kk meskipun terjadi keterlambatan selal11a l) jam. Artinya , secara lIrgU11lentU11l a cOlltrario, dengan di te rbitkannya sural perintah penangkapan clan penahanan yang lerlal11bat 9 jam itu , l11aka para tersangka tidak c1apat dikategorisir sebagai "tertangkap ta ngan". Para tersangka pad a saat kejaclian ticlak dapat dikatakan sedang mela kukan tindak pidana, atas dasar inilah nampaknya Kepolisian menerbirkall surat perintah penangkapan dan penahanan yang terlambat 9 jam itu . Hal ini berarli ada dugaan keras para tersangka melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dan bukannya terbukti melakukan tinJak pidana dengan "tertangkap tangan".
I ) Pra Peradilan Sarumpaet dkk Ditolak. "Kelerlamhatan Sural Pellahanall J-Iallya Mas'll'LII
Auminislrasi" (Kompas: I April 1998) : halaman 13.
luli - September 2002
Hakim Komisaris: Solusi ke arah Prinsip Keadilan
257
Kepolisian wajib menerbitkan dan memberikan surat perintah penangkapan dan penahanan pada saat penangkapan (Pasal I g ayat I) maupun penahanan (Pasal 21 ayat 2) kepada tersangka sebagai bag ian dari pelaksanaan hak asasi tersangka. Keterlambatan selama Y jam atas penerbitan surat perintah penangkapan dan penahanan itu tidaklah dapat disimpulkan sebagai masalah administrasi saja, mengingat pemberian surat perimah kepada tersangka itu merupakan perlindungan hak tersangka yang dijamin penuh undang undang . Keterlambatan penerbiran sural perintah tersebut harusnya dianggap sebagai pelanggaran hak asasi tersangka dan dapat mengakibatkan ketidakabsahan penangkapan maupun penahanan tersangka. Bayangkan saja, apabila kelalaian Polisi menerbitkan surat perintah penangkapan dan penahanan selama 9 jam hanya d ianggap masalab administratif, hal ini tentunya akan menjadi preseden bumk dalam kasus serupa dikemudian hari. Sekarang yang Illenjadi pertanyaan adalah struktur dan !elllbaga apakah yang tepat ulltuk melakukan pencegahan, tindakan, akibat hukumnya terhadap tindakan atau dlVang-middeien tersebut? Sebagainlana dimaklumi bahwa lemhaga Pra-Peradilan menu rut KUHAP merupakan lembaga pengawas terhadap adanya upaya paksa yang dilaksanakan o!eh pejabat penyidik dalam hatasan tertentu saja, yaitu terhadap pennasalahan pengujian administratif yang tidak substansiel. Dalam Pasal 77 KUHAP disebutkan bailwa Pengadilan Negeri berwenang untuk ll1emeriksa uan ll1ell1utus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalall1 undang-unuang ini tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghemian penyidikan atau penghenrian penumutan. Penulis sendiri-pun kurang memahami bagaill1ana teljadi pergeseran Illakna dari Hakim Kumisaris menjadi lembaga Pra-Peradilan. Dalam komeks Habeas Corpus yang signitikan lembaga ini memiliki fungsi kontrol yang baik terhadap aparatur penegak hukum di Amerika Serikat yang melakukan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai abuse pOIVer da lam proses pelaksanaan upaya paksa tersebut, karenanya proses dalam mengajukan perll1ohonan melalui Habeas Corpus ini harus ll1elalui tahapan-tailapan yang limitatif sekali. Ide awal lembaga Pra-Peradilan, sebagaimana kehendak Dr. A. Buyung Nasution, S.H., apabila benar dimotivasi dari lembaga Habeas Corpus adalah sesuatu yang patut dihargai. Pola pemikiran penulis-pun menghendaki kewenangan luas dari model Hakim Komisaris ini layaknya lembaga Habeas Corpus di Amerika Serikat. Seperti Ilalnya dengan lembaga Pra-Peradilan (proses pellleriksaan teriladap upaya paksa schclum aanya peradilan materi), di Alllerika Serikat
or
Nomor 3 Tahun XXXII
HukuJ/I
258
dUll PI/IJ/!JaJlglllullI
tlikenal Iembaga Pre-Trial pula. Gregory Churchill. dalam ~ ualU seminar Pra-Peradilan yang diatlakan Peradin di Jakarta lahun 1982 mengajukan makalah dengan judul "Habeas Corpus, Peraflan Upaya Habeas CO/pus Dalam Pengawasa/l I'elaksaflaan Hukum Acara Pidw/{l Di All/erika Serikat" memberikan perbedaan fungsi antara Pra Peradilan dengan Pre-
Trial. Penuli~ belum memperoleh kepastian apakah Iembaga Pra-Peratliian yang diartikan seeara gramalikal limitatif ini mengambil alih makna tlari "Pre-Trial". Pro~e~ Pre-Trial dalam rangka permohonan Habeas Curpus ini dilakukan melalui 3 (liga) aeara proses yang l11elipUli sehagai beriku l. yai lu: 1<1 ) Kes{/{u, Arraignment, l11erupakan sidang di depan Hakim alau wakilnya yang lerjadi heberapa hari setelah seseorang dilahan d imana luduhan lerhadap len;angka dibaeakan dan tersangka ditanyakan sikapnya. bersalah atau lidak (guilry or /lot guilty) , barulah apabila ler~angka Illenyatakan tidak bersalah (/lot guilty) /Plea of IIOt guilty ), maka yang bersangkutan akan diajukan ke depan sidang dengan (siSlel11) j ull'. Mulai saat' Arraignment ini langgung jawab pengawasan pelaksanaan pro~es pidana terhadap tersangka berada di tangan pengadilan, sedangkan apab ila terdakwa tetah l11engaku i kesalahan atas perbuatannya (guilt,l'lPlea ol GuillY) , l11aka cukup dilakukan proses Coure Trial Ie). Kedua, Preliminary Hearing, proses ini akan menghadapkan penyid ik pad a hakim uilluk dapat menentukan apakah telah lerdapal alasan yang kUa[ (probable muse) bahwa tersangka telah melakukan lindak pidana. Proses terakhir alau Keliga, yang dinamakan Pre Trial Conference yang ditujukan terhadap perencanaan sidang pengadilan , terulama mengenai pembuktian dan hak-hak yang berperkara untuk memperoleh pembuktian dari pihak lain (discover."). Oleh karena itu, meskipun terdapal persamaan antara kedua lembaga ini (Pre Trial Amerika Serikat da n Pra Peradilan Indonesia) tentunya akan dijumpai perbedaan pokok dalam pelaksanaannya. Perlindungan hak asasi manusia yang tercermin dalam KUHAP merupakan pengaruh translormasi dari sistem Anglo Saxon. Inggeris memiliki ''judges's rules" dan Amerika berpegang teguh pada "exclusiollUlY Rules", yang keduanya merupakan atoran yang berlaku umulll dan berisikan kewajiban aparal penegak hukum dalam melaksanakan lugasnya.
'"' Lochhy Loqlllan. Luc Ci\. lialaman 51, 52.
,,' A.C.
Genn'lI1 cl.al. IlIl rotiuU;oll To Law EnfiJT(:emt'nt and Criminal Jusrice. Springfidt..l.
lIIinnis. 1970 .
Juli - September 2002
Hakim Komisaris: Solusi ke urah Prinsip Keadilan
25Y
antara lain larangan me lakukan pelanggaran lerhadap lersangka. lennasuk masalah hak lersangka berkenaan dengan penangkapan dan penalianan. Kasus klasik (tahun I \166) "Miranda Case" di negara bagian Arizona merupakan catalan peringalan bagi penegak hukum. " Miranda yang diduga melakukan lindak pidana lelah dikenakan penangkapan. namun nyalanya lerbukli Polisi lidak memberikan sural perintah penangkapan dan lidak membacakan hak tersangka berupa "Have the Right to Remain Silent" (hak untuk diam) dan "Right to Have a Counsel" (hak unruk didampingi pengacara). Meskipun lembaga Pre Trial pad a [ingkat dislriC{ eour! menganggap kelalaian alas pembacaan hak lersangka dan pemberian surat perintah penangkapan sebagai masalah administrasi, namun Vlliled Slates Supreme Coun lelah membatalkan putusan district COLIn Llan menyatakan bahwa penangkapan terhadap Miranda tidak sail. Lembaga alternatif bagi penyelesaian keabsahan penangkapan Llan penahanan tersangka Llijamin pula melalui sislem hukull1nya . Habeas Corpus dengan melalui 3 proses lersebut merupakan lembaga kharismatis untu k menelili keabsahan lersebul. Oi Inggeris, fungsi lembaga habeas Corpus ini menyerupai di Amerika Serikat, yaitu untuk melindungi kebebasan perkara perdata maupun perkara pidana. Oisebutkan bahwa Habeas Corpus "is designed 10 proieci lhe personal jTeedolll of Ihose Ivl/U have been illegally dewined in prison. hospiwl or privmed cuslOdy. The IVril is addressed 10 Ihe tielainer alld commands hilll to have Ihe bodr or Ihe delainee before Ihe murl on Ihe specified day and lill/e. The pOlI'er /IJ issue il is IIOIV exercised by Ihe courrs. II call ber used 10 secure" releose /i'01ll ulllawful "ele//lioll ill bOlh criminal all" civil cases" J ). Ballkan untu k II'l"Ollgjiil delemiol! dalam ci vil cases. salah salU contohnya adalail penahanan anak-anak secara tidak sah yang dirempatkan oi rUlllah sakit umum sebagai mental paliems . Lembaga ini sangat ketat dalam pengawasall leriladap pelallggaran ilak tersangka, artinya setiap penallgkapan yang tidak disenai dengan persyaratall dalam exclusiollarr rules dapat berakibat dilepaskannya tersangka dari penangkapan dan penailalllumya, tanpa dikenal adanya alasan administratif sebagai pembenaran teriladap kelalaian penegak hukum .
Potu l U Weston & KCIII1Clli M Wdls. ]l,e Adlllilli.Wflllioll Id" JIIJli!'t'. New Jersey Pn:lllicl;: Hall. 1973. p~!'!:!l: 50 . ,l) Tcrcm;c Iligman . 'lite EfI),:/ixli Lt'J,:lI/ Pm('('.\',\'. Foul'lh Edilioll . LOlllloll : UI;u.:k slOm; Press Limilcli. 191.)2. page;: Ill) . .! )
NOlllor 3 Talliln XXXII
260
HukuJIl dall
Pl!JJlbllll~UlIlIll
Sebagaimana penulis kemukakan di atas bahwa amara kedua lembaga inipun selain ada persamaan juga akan ada perbedaan fungsi dan kewenangan (Pre-Trial Alllerika Serikat dan Pra Peradilan Indonesia). Amara kedua lelllbaga ini. peranan hakim telah aktif pad a proses sebeJulll persidangan (materi) perkaranya, sedangkan perbedawlIlya adalah terlerak pada we we nang yang meJekat pada Hakim dari lelllbaga rersebut. Pad a lelllbaga Pre-Trial, ilaik tahapan Arraignment. Preliminary Hearing Illaupun Pre-trial Conference. Hakim mempunyai kewenangan lidak saja sebagai examillatillg judge. terapi Illencakup kewenangan illvesrigalillg judge. Sedangkan hakim pad a lelllbaga Pra Peradilan hanya Illclllpunyai wewenang lerbatas pada fungsi examinating judge dan itu pun Icrbaras terhadap pengujian dari segi administratif saja. juga pengujian ini [idak dilakukan rerhadap seluruh upaya paksa (dwang-m iddelen) yang dilakukan oleh penyidik. Menurur Gregory Churchill. perkembangan lelllbaga Habeas Corpus ini adalah sebagai salah sam alar pengawasan serra perbaikan rerhadap proses pidana baik di ringkar federal maupun di negara bagian Alllerika Serikar. selain iru Jelllbaga ini tidak saja dirujukan rerhadap adanya suaru penahanan dalalll rangka suaru rindak pidana, terapi dapar juga rerhadap penahanan yang bersifar sipi l, seperti penahan di rumah pelllbinaan korban narkorika. Illinulllan keras. sakit jiwa dan penahan sipil sej enisnya. Bagi penulis. klllbaga Pre-Trial ini menyerupai dengan lembaga Recluer Commissaris di negeri Belanda yang berfungsi sebagai pengawas (exumillutillg judge) dan melakukan tindakan eksekutif (illvesligatillg judge). karenanya ilakim ini berhak untuk memanggil orang. memeriksa dan memerintailkan penahanan, selain itu memberikan naseilar kepada polisi sebelum melakukan upaya paksa. dengan akibar ilukum dilepaskan tersangka dari penailanan apabila pelaksanaan upaya paksa menyimpang dari kerentuan undang-undang. Dengan meliilar luasnya kewenangan ilakim pad a lembaga Habeas Corpus pada tahapan Pre-Trial di Amerika Serikat , seilarusnya lembaga Hakim Komisaris ini Illemiliki paralelisasi dengan Pra-Peradilan Jengan memperluas fungsi dan wewenangnya sebaga i examinaming judge dan investigating judge, sehingga hakim dapat melakukan rindakan akrif sebelum adanya pelaksanaan upaya paksa oleh penyidik. Misalnya, ilakim akan memberikan nasehar-nasehat terhadap reneana pelaksanaan penahanan dengan mengingatkan akan akibat hukumnya apabila terjadinya (indakan
Juli - Seprember 2(}{)2
Hakim Komisaris: Solusi ke urah Prinsip Keadilan
261
kekerasan dan penyiksaan terhadap tersangka dalam proses penyidikan.~ ) Hakim Komisaris diharapkan dapat memberikan nasehat atas rencana penahanan oleh penyidik/penuntut umum berdasarkan alasan subyektif pad a Pasal 23 KUHAP yang klasik, bahkan menjadi sa rana penyimpangan aparatur penegak hukum dalam proses pidana. Pejabat yang berkaitan t.1engan penyidikan, yang berupaya memperoleh info rmasi, t.1ata maupun keterangan dengan cara penyiksaan (selama proses penahanan) lit.1aklah cukup sekedar dikenakan sanksi administratif, karena hukum pidana memberikan sa rana penal melalui Pasal 422 KUHP dengall ancaman hukuman penjara maks imum 4 tahun penjara , apalagi hila upaya penyiksaan ilu mengakibatkan luka berat ataupun kemaLian, lersedialah bagi pelaku sarana Pasal 35 1 KUHP dan pasal 359 KUHP. Bahkan luasnya upaya hukum untuk mencegah alau menentang adanya penahanan melalui lembaga Habeas Corpus itu dapat dijadikan solusi bagi pencegahan terjadinya tindakan kekerasan dan penyiksaan terhadap tersangka. M isalnya saja, ada keluhan yang diterima oleh tersangka (atau keluarga) terhadap prosedur pemeriksaan yang dilakukan seeara kekerasan atau t.1engan penyiksaan, maka melalui keluarga alau penasehat hukum dapat langsung mengajukan upaya menentang penahanan tersebuL Hakim dapat memerintahkan kepada penyidik ulUuk menghadapkan tersangka kehadapan pengadailan dalam jangka waktu. misalnya I kali 24 jam. dengan akibat hukum dilepaskannya lersangka, apabila perintah Hakim tidak dilaksanakan oleh penyidik. Lembaga Pre Trial dari model Habeas Corpus (sebagaimana ide awal Dr. A Buyung Nasution, S.H.) Amerika Serikat maupun lelllbaga Reclner Commissaris di negeri Belanda yang kesemuanya mempunyai wewenang selaku examinating judge maupun investigating judge Illungkin t.1apat dijadikan bahall komparatif bagi keberadaan struktur dan lelllbaga pelleegah, tindakan t.1an akibat hukum terhadap pemeriksaan secara kekerasan dan penyiksaan di Indonesia. Konsep Hakim Komisaris yang pernah penulis ajukan kepada Depanemen Kehakiman & HAM ini memiliki persamaan t.1engan konscp ide Iembaga Pre-Tria l dari model Habeas Corpus, aninya Ielllbaga ini memiliki wewenang sehagai examinating judge maupun investigating judge, adanya suatu akumabilitas publik (Public ACCOl1lllilbiliry) dan karenanya bersifat terhuka. Dari sisi sejarah, Konsep Oemar Seno Adji InLlriy.uno Scno Allji. Peflyik.wUlI1 dem Ham Do/ani PenpekfiI KUIIAP. Cclabn Jakarta: Puslilka Simlr 1--i;.lr<tpi.lII. 1998. halaman 60. 4)
NOlllor 3 Talzun XXXII
Pen:tllll1.
262
HukulH dUll PelllbullglllulII
memiliki persamaan pLl la dengan Konsep Moedjono (pills lIlaSUkall Komite). yaitu untuk lIlemberi jaminan sec ukupnya bagi perlindungan hak hak asasi manusia dalam suatu proses pidana , khususnya lIlengenai bantuan hukum di dalalll penyidikan/pemeriksaan yang tidak d iatur dal:lIll H.l.R .. Konsep penulis yang apabila hanya menjalankan wewenallg exal1lillafillg judge tersehut. maka lembaga ini akan sama haln ya dengan lemabaga Pra-Peradi lan. Tidak akan memberikan arah rep rese ntaSi pe rlindungan hak asasi manusia. Hakim hanya akan kembali mc lakukall pengujian seeara adminsitratif terhadap syarat formil dan mate rile dari proses penahanan, sehingga seca ra subsransiei tidak akan mengilasi lkan
suatu harapan perlindungan hak-hak tersangka, misalnya penyiksaan dan po la kekerasan dalam proses penahanan. Konsep penulis tentang Hakim Komisaris sebagaimana lerkutip di bawah ini : Us ulan I
mengenai HAKIM KOMISARIS Pasal I bUlir 9 : Hakim Komisaris adalah Hakim Khusus. yang seeara jabatan (ex officio) ata upun tidak, memiliki tugas dan kewenangan unt uk mengawasl penyelidik, penyidik dan penuntut dalam proses represi yustisiel di bidallg penyelidikan. penyidikan dan penuntutan.
Bagian Kedua Penahanan Pasal 20 ( I)
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang melakukan penahanan;
(2)
Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan;
(3)
Untuk kepentingan pemeriksaan, hakim dalam s idang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan;
(4)
Perintah penahanan terhadap tersangka/terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti ya ng cukup. wajib
Juli - Seplember 2002
Hakim Komisaris: Solusi ke arah Prinsip Keadilan
203
diberitahukan kepada Hakim KOl11isaris pada saat yang bersamaan dengan perilllah renahanan tersebut; (5)
Apabila perimah penahanan itu tidak dilaporkan kepada Hakim KOl11isaris. maka berlaku ketemuan Pasal 79 ayat (e);
BAB X WEWENANG PENGADILAN UNTUK MENGADILI
Bagian Kesatu Hakim Komisaris
'J
Pasal75 Hakim KOl11isaris memiliki tugas dan kewenangan umuk a, menelllukan perlu lidaknya perpanjangan penahanan dan penahanan yang dilakukan oleh Penyidik/Penuntut dapat diteruskan atau lidak; b, menemukan perlu tidaknya penghentian penyidikan/penumutan yang dilakukan oleh penyidik/penuntut dapat diteruskan atau !idak; c.
menemukan perlu !idaknya pencabUlan alas penghemian penyidikanl penumutan yang dilakukan oleh Penyidik/Penumu! dapa! di!eruskan atau tidak;
d. menemukan sah atau tidaknya suatu penyitaan. pel1leriksaan atau pel1lasukan tempa! tinggal atau tempat lainnya yang bukan menjadi milik penyidik/penulllut atau penegak hukum lainnya, penggeledahan bad an; e . l1lel1lberikan nasehat terhadap penyidik dan penulllut arabila lerdapat suatu pemahaman hukul11 yang berkaitan dengan persoalan represi yustisiel, seperri penyidikan, penuntutan; 1'. memberikan nasehat lerhadap penyidik dan penumut mengenai aiasanal"san hukum cukuJl atau tidaknya suatu bukli atau bukti-bukti ullluk diajukan dalam sualu proses peradilan pidana; g.
l1lenyampaikan tegoran lisan maupun terrulis kepada renyelidik. penyidik dan penuntut ataupun atasannya terhadap bemuk dan cara pemeriksaan yang lidak sah dalam soal-soal penye lidikan , penyidikan dan penumutan;
Nomor 3 Tahun XXXII
264
h.
Hukum dall PemJJclIIgullulI
memerimahkan pCllyidik/ penumut mengeluarkan tersangka/terdakwa dari tahanan sebeJulll berakhir waktu penahanan terseoul. jib lerdapal dugaan kuat adall)'a penyiksaan atau kekerasan pada 1ingk:il pcmeriksaan penyid ikan/ penumutan;
Pasal 76 (I) Yang melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam POlSod 7:adalah Hakim Kumisaris; (2) Hakim Klllnisaris dipimpin oleh hakim tunggal yallg dilunluk "leI! Ke~ua
Pengadilan Negeri:
(3) Hakim Komisaris hukanlah Hakim yang memeriksa dan memUlUS suatu perkara pidana ya ng berada dibawa pengawasannya;
Pasa) 77 Permimaan yang dimaksud dalam Pasal 75 (a). (b). (e) dan (d) Jiajukall oleh Penyidik/Penumul. Tersangka/Te rdakwa , Keluarga, Kuasanya dan atau Pihak Ketiga yang berkepentingan kepada Hakim Komisaris dalall1 bemuk permohonan. bukan gugatan;
Pasa) 78 Pemeriksaan oleh Hakim Komisaris umuk hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ditentukan sebagai berikut (a). dalam waklU 3 l liga) hari setelah dilerimanya permimaan. Hakim Komisaris menemukan hal-hal sebagaimana dimaksud daJam Pasal 75 ayat (a). (b). (e) dan (d). kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayal (h); (b). dalam menemukan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (a), (b). (e). (d) dan (h), Hakim Komisaris wajib mendengar kelerangan keterangan dari pihak dimaksud dalam Pasal 77 maupun Pejabat lembaga Pemasyarakatan; (e). dalam hal suatu perkara pidana sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri. sedangkan pemeriksaan mengenai permimaan kepada Hakim Komisaris belum selesai, maka Hakim Komisaris wajib memberikan pendapat atas permintaan tersebut kepada Hakim yang memeriksa dan memutus perkara tersebut;
Juli - SepleIllber 2002
Hakim Komisaris: Solusi ke arah Prinsip Keadilan
265
(d). penetapan hakim Komisaris atas permintaan terse but harus memuat uengan jelas dasar uan alasannya;
Pasal 79 Atas pennintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 llIaupun ,ecara jabatan (ex ofticio), Hakim Komisaris menentukan hal-hal sebagai berikul (a). tidak per lunya sesuatu perpanjangan penahanan dan penallanan yang uilakukan oleh penyidik/penuntut, maka penyidik/penulHul pad a tingkal pemeriksaan masing-masing harus segera Illeillbebaskan le rsangkaile rdakwa dalam jangka waktu paling lambal 1 (satu) hari; (b). perlunya penghentian penyidikan/penuntutan, maka penyidik/penuntur harus segera melllbebaskan tersangka/terdakwa dalam jangka waktu paling lambat I (satu) hari; (e). tidak perlunya pencabutan atas penghentian penyidikan/ penulllutal) , maka apabila tersangka/terdakwa berada dalam status penahanan, penyidik/penulllut harus segera membebaskan rersangka/terdak wa dalalll jangka waktu paling lambat I (satu) hari; (d). perlunya Illeillerintahkan penyidik/penuntut untuk lllell1bebaskan tersangka /terdakwa dalall1 jangka waktu paling lalllbat I (salu) hari dari rahanan sebelull1 berakhir waktu penahanan tersebut. jib ada dugaan kuar adanya penyiksaan arau kekerasan pada tingkat pell1eriksaan penyidikan maupun penuntutan ; (e). perlunya memerintallkan penyidik/ penuntut untuk Illelllbebaskan tersangka/ rerdakwa ualam jangka waktu paling lambat I (satu) hari dari tahanan apabila penyidik/penuntut tidak Illelakukan kewajibannya sebagailllana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5); (t).
penentuan ullluk Illembebaskan tersangka/ terdakwa rersebut pada ayat (a), (b), (e) dan (d) di atas juga Illenentukan bahwa terhadap benda yang uisita yang lidak termasuk alar pembuktian dieantulllkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka/terdakwa atau dari siapa benda itu disita;
Pasal 80 Penellluan berupa Penetapan Hakim Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 tidak dapat dimintakan upaya hukum banding. kasasi. peninjauan kembali, keheratan maupun bentuk lainnya ;
Nomor 3 Tahun XXXJl
266
Hukulll dall Pe/Jlbu/l,!!,UJtaJi
Pasal 120 Dalam hal suatu pcnahanan sah atau tidak sah menurut hukum, penyiuik. penuntut. tersangka / teruakwa, keluarga atau kuasanya uan pihak ketiga berkepentingan uapat mengajukan hal itu kepada Hakim Komisaris ~una memperoleh penemuan apakah penahanan atas diri tersan~ ka / teruakwa sah atau tiuak sah Illenurut Unuang-undang ini maupun Unuang-llllliang yang herkaitan dengan ini:
Ketel'angall
~)
:
Adanya !elllbaga Pra Peradilan Illemerlukan suatu peninjauan secara signifikan , hahkan evaluat if yang seharusnya eksessif. Selama ini. per~U1an !embaga Pra Peradilan ini sangatlah pasil dalam proses peraui lan pidana. Fungsi examinatillg judge lembaga ini sangat limitatif terhadap penelitian secara administratif dari adanya tinuakan upaya paksa. Illeskipun tindakan terse but banyak menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia, khususnya merugikan tersangka/terdakwa. Penyiksaan atau kekerasan yang uiderita oleh tersangka/ terdakwa yang dikarenakan penahanan dalalll proses pellleriksaan penyidikan/penuntutan adalah melanggar Pasal I d~[ri COllvemion AguillSI Torture and Other Cruel, II/hullum, Degradillg, Treallllelll {{lid I>/./Ilishment yang telah uiratifisir oleh Inuonesia (Indonesia sebagai negara penandatangan pad a tanggal 23 Oktol1cr 1985). Sejak berlakunya KUHAP, Lembaga ini Iebih terkesan sebagai sub-ordinatif dari institusi penegakan hukum lainnya dibandingkan kesannya untuk menegakkan keadilan . Unt uk lebih Illeningkatkan effektifitasnya , maka perlu UlUuk mengembalikan fungsi ide semula dari lembaga Pra Perauilan kepaua lembaga Hakim Komisaris. Fungsi lembaga ini (Hakim Komisaris) patut diperluas Illenjadi tidak saja sebagai lembaga ya ng Illellliliki fungsi ex{{millalillg judge, tetapi pula meliputi fungsi il/veslig{/{illg judge . Ide Hakim Komisaris (di Belanda sebagai Rechter CUlIllllisl1ris uan Perancis luge "'instruction) berperan proaktif sebelum auanya pelaksanaan upaya paksa dari pellyelidik/penyidik/ penuntut berupa penangkapan, penahanan, pensitaan alat bukti, bahkan penemuan cukup atau tidaknya suatu bukti untuk diajukan dalam suatu proses peradilan pidana. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu cara untuk melakukan minimalisasi arus perkara (pidana) dalam proses perauilan pidana.
Ju/i - Seplelllber 20()2
Hakim Komisaris: Solusi ke arah Prinsip Keadilan
267
Selain itu, Hakim Komisaris dapat bertindak seca ra proaktif terhadap persoalan penyiksaan atau kekerasan terhauap tersangkal terdakwa yang beraua dalam status penahanan yang mengalami penyiksaan/ kekerasa n. Fungsi pasif dari lembaga Pra Peradilan tiuak Japat menyellluh persoalan ini. Sikap proaktif Hakim KOJ1lisaris adalah ullluk mcncl1lukan ada atau tidaknya dugaan kuat auanya penyiksaan atau kekerasan terhadap tersangka/terdakwa. kehauiran ualam jangka waktu I (satu) hari dari tersangka/terdakwa yang beraua ualam status penahanan adalah wajib . Dalam praktek. alat bukti berdasarkan fabricated wlIlessioll dari Tersangka/saksi seringkali terjadi, dan umumnya diperoleh
Nomor 3 Ta11l'" XXXII
268
Hllkll.JJl dUll Pem/Jallgwlllll
Harapan kita semua bahwa lembaga Hakim Komisaris sebagai lembaga inlra judicial" dalam sistem hukum ini dapat mempertunjukan eksklusivitas fungsi perlindungan hak asasi tersangka layaknya lembaga Pre Trial maupun H£I/}(!({s Corpus yang tidak pernah memberikan alasan administralif ullluk mencari pembenaran lerhadap kelalaian kcwajiban penegak hukum !
Kesimpulan yang dapat penulis berikan secara limilalif ini merupakan eksplanasi lerhadap kehendak adanya sualU kmbaga Hakim Kumisaris yang memiliki eksistensi sebagai represelllasi perlindungan dan penghargaan hak asasi lllanusia, khususnya tersangka/terdakwa. yaitu I.
Bahwa berdasarkan Pasal 77 KUHAP, dalam kaitannya dengan "dw£ll1g middeletl" (upaya paksa) , kewenangan lembaga Pra-Peradilan bersifat limitatif (sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan. penghelllian penyidikan dan penuntutan), karenanya tidak termasuk upaya paksa berupa penggeledahan, penyitaan . penangkapan dan penahanan yang berkaitan dengan penyiksaan dan kekerasan sebagai bellluk respunsilas terhadap Convention Againsl Turture tersebul. Sifat limitatif ini lllcnunjukan bahwa lembaga Pra-Peradilan hanya memiliki wewenang sebagai examitlalitlg judge, karenanya tidak menjadi wewenang dalam lingkup sebagai illvesliX(lrillg judge. Wewenang terbatas sehagai examinating judge mengakibalkan adanya keterbatasan lembaga Pra-Peradilan dalam menguji Pasal 77 KUHAr. yaitu pengujian yang bersifat administratif; sehingga persyaratan furmal sajalah yang dinilai , misalnya jangka waktu pemberian perilllah penahanan. Sedangkan untuk menilai persyaralan subyektif penahanan (Pasal 21 KUHAP) yang berkaitan dengan syaral meleriel hanya dapal dilakukan apabila wewenang tersebut mencakup pasisinya sebagai invelTigalitlg judge.
2 . Bahwa lel11baga Pra-Peradilan dianggap tidak berhasil melelakkan pasisinya sebagai lembaga preselllasi yang l11elindung Ilak asasi l11anusia secara kumprehensif, bahkan seringkali dikatakan bersikap diskrill1inalif' terhadap masyarakat yang tidak eksistensi atas perl11asalahan materiel, artinya lel11baga Pra-Peradilan masih berpihak pada status sasial yang memiliki pranata atas. 3.
Bahwa lembaga Hakim Komisaris buka hal baru lagi, karena lembaga ini telah dikenal dalam Sistem Hukum pidana (Fannil) Indonesia melalui Regiemelll Op de Strajvordering , meskipun pada era berlakunya
Juli - Seprember 2()()2
Hakim Komisaris: Solusi ke urah Prinsip Keadilan
Herziene Indisehe Ueglement, lembaga ini tidak ada pengarurannya. Muncul kembali kehendak adanya lembaga Hakim Komisaris melalui Konsep Oemar Seno Adji (tahun 1974). 4.
Bahwa dari pengamatan historis tersebut, Konsep Oemar Seno Adji ll1engena i Hakim KUll1isaris mengalami pergeseran (bahkan perubahan total) makna yang cliferensiel, karena lembaga yang kemudian diiI1lrodusikan uleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pell1eril1lah adaiaii "Pra-Peradilan" yang menyerupai lembaga "Pre-Tria!" dalam formal Habeas Corpus.
5.
Bahwa ekstensif kewenangan lembaga Habeas Curpus ll1eliputi tidak saJa wewenang Ewminating Judge (pengujian cia lam rangka pengawasan), juga wewenang Investigating Judge (melakukan tindakan eksekutif, seperti penagkapan, penahanan, pemanggilan saksi/tersangka clan lain-lain). Kcdua wewenang mi (examinating judge dan investigating judge) Illenyerupai kewenangan Hakim KUlllisaris eli negeri Belanda Illaupun konsep Hakim Komisaris dalam Rancangan KUHAP. sehingga clapat memberikan kepastian adanya sualU represemasi atas perlindungan hak asasi manus la , khususnya lersangka/ terdakwa (bahkan saksi) yang sering mengalallli proses penyimpangan (pcnyiksaaan dan kekerasan) pada iI/iii,,! p/Illses ill vesligation.
6.
Bahwa kunsep lell1baga Hakim Kumisaris harus bersit'lt lerbuka dan (harus) memiliki pl/Mie accountability (pertanggun&jawaban publik). lel1lUnya hal ini dilllaksudkan sebagai bemuk penanggun&jawaban lembaga yang lllell1iliki wewenang yang luas kepada publik.
Nomor 3 Talult! XXXII
Hukum
270
dUll PelllbulIgllllwl
Daftar Pustaka Buyullg Nasutioll. AUllall. "Pm Peradiloll Versus Hakim Komisari.>: 8eberapa Pelllikimll Mengenai Keberadaan Keduollya ". Sosialisasi RUU KUHAP. Deparremen Kehakiman & HAM, ianggal 27 November 200 I . German, A.C. et al. IlIfroducrion To Law Eir!torcelllellf and Crimillal Juslice, Springfielu. IIlionis. 1970. Ingman, Terence. The English Legal Process. Fourth Edition. Lonuon : Blackstone Press Limited. 1972 . Loqman. Loebby. Pm Pemdilan Di Indonesia. Jakarta: Penerbit Ghalia. 1984 Pra Peradilan Sarumpact dkk Ditolak. "Kererlambacan Surw PellalulIlIll1 Hallya Masalail IIdministratif. (Kompas : I April 1991i). Seno Auji, Indriyanto. Penyiksaan Dan HAM Dalam Penpektif KUHAP. Cetakan Pertama. pkarta : Pustaka Sinar Harapan. 1991i. Weston, Paul B & Kenneth M Wells. The Adminislrarioll or Jusrice. New Jersey: Prentice Hall. 1973.
Juli - SePlember 2()()2