HAK BINATANG DALAM ISLAM Terjemahan bebas Dr. Meuthia Ganie-Rochman (dosen Universitas Indonesia) atas artikel asli dari: © 2008, Japanese Society for Alternatives to Animal Experiments
Animal rights in Islam Reza Gharebaghi, Middle East Breast Cancer Institute Mohammad Reza Vaez Mahdavi, Shahed University, Medical School Hasan Ghasemi, Shahed University, Medical School Amir Dibaei, Shahed University, Medical School Fatemeh Heidary, Ahvaz University of Medical Sciences Untuk komunikasi: Dr. Reza Gharebaghi Middle East Breast Cancer Institute P.O. Box:14155-1856, Tehran, Iran Phone, Fax: +(98)-21-88965921,
[email protected] Ringkasan Beberapa tahun telah lewat sejak adanya pengakuan bahwa tidak hanya manusia yang memiliki hak dasar tetapi makhluk lain dari alam ini juga memilii hak dasar. Undang-undang baru dikeluarkan di banyak negara semenjak tahun 80an yang mengharuskan penggunaan binatang dalam kerja laboratorium dikurangi, dilakukan dengan hati-hati, atau diganti jika sejauh memungkinkan demi alas an etik dan ilmiah (MGR:artinya ilmu pengetahuan bisa mencari alternative lain untuk mencapai tujuan yang sama), sejalan dengan konsep 3R yang diajukan oleh W.M.S. Russell dan R.L. Bnurch. Para ilmuwan diseluruh dunia mulai mengakui pentingnya konsep 3Rs dalam pendidikan biomedika sejalan dengan meningkatnya keprihatinan terhadap kesejahteraan binatang. Dalam Alquran, buku suci pegangan umat Islam, juga Hadits mengandung ajaran kewajiban tentang bagaimana memperlakukan binatang sejak lebih dari 1400 tahun yang lalu. Menurut ajaran Islam, umat manusia tidak diizinkan mengganggu makhluk hidup lain dan hanya membunuh mereka jika diperlukan (MGR: hanya dengan alasan yang dibenarkan). Lebih jauh lagi, terdapat pembatasan pemanfaatan binatan, seperti binatang yang disuruh bekerja. Membunuh burung untuk kesenangan adalah dilarang dalam Islam. Dalam pandangan Islam, hewan merupakan representasi dari kekuasaan dan kebijaksanaan ALLAH, dan manusia harus memperhatikan kesehatan atas kesehatan dan kondisi hidupnya. Beberapa ajaran dalam Islam mengatakan bahwa hewan memiliki , posisinya sendiri dalam hierarki penciptaan, dan manusa bertanggung jawab atas hewan yang ditanganinya. Termasuk kesehatan dan makanannya. Islam menentukan biaya yang harus disediakan untuk penanganan yang baik dan memerintahkan manusia untuk menghormati dan tidak menganiaya mereka. Tulisan ini meninjau hak binatang menurut Islam secara historis. 1
Pengantar Prosedur pemanfaat hewan di laboratorium telah memberikan sumbangan yang berarti terhadap riset biomedis di masa lalu, juga dalam hal keamanan dan ketepatan evaluasi akademis untuk penggunaan bahan kimia dan produk lainnya. Beberapa jenis, misalnya jenis vertebrata, masih akan dimanfaatkan sampai beberapa waktu ke depan, untuk kepentingan manusia. Di masa kini, penggunaan hewan masih banyak dilakukan. Alasannya adalah tidak ada metode lain yang dapat digunakan. Dari sudut pandang sejarah, penemuan-penemuan yang sangat berharga oleh para ilmuwan seperti Pasteur memperlihatkan pentingnya hewan dalam riset medis. Prasyarat pokok dalam memanfaatkan hewan dalam laboratorium adalah aturan perlakuan yang tepat, dan hal ini adalah untuk kepentingan etis sekaligus tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Para peneliti terikat secara etik maupun hukum dalam hal hak-hak hewan yang dipergunakan dalam lab, meliputi makanannnya, lingkungannya, dan kebersihannya agar mereka tidak merasa tertekan. Peraturan yang dikeluarkan di banyak negara selama tahun 80an meminta pemanfaatan hewan dalam kerja laboratorium dikurangi, dilakukan dengan hati-hati, atau diganti jika sejauh memungkinkan demi alasan etik dan ilmiah. Hal ini sejalan dengan tiga konesp R yang diajukan W.M.S. Russell dan R.L. Burch. (Russell and Burch, 1959).
Mereka mendefinisikan:
“Pengurangan penggunaan hewan (Reduction) sebagai metode untuk mendapatkan informasi guna mencapai level perbandingan yang sama dengan menggunakan hewan lebih sedikit dalam proses ilmiah, atau (mengupayakan) mendapatkan informasi yang lebih banyak dari hewan yang jumlahnya sama.”
Kehati-hatian (Refinement) adalah metode untuk mengurangi rasa sakit, penderotaan dan perasaan tertekan.
Penggantian (Replacement) adalah metode mendapatkan informasi/pengetahuan dalam laboratorium tanpa menggunakan hewan (Smyth, 1978).
Para peneliti dilarang menggunakan metode yang menyakitkan hewan dalam kegiatan test di laboratorium. Berbagai komite sepertis UAWC ( U n i v e r s i t y A n i m a l We l f a r e Committees), LEACC (Life and Environmental Animal Care Committee) mengawasi riset menggunakan hewan di pelbagai universitas di dunia.
2
Ajaran Islam memiliki instruksi dan aturan menyangkut hak binatang yang hadir sejak lebih dari 1400 tahun yang lalu dengan rumusan yang jelas.
Metode Tulisan ini melakukan review atas tulisan di artikel jurnal maupun website (misalnya tulisan Naeinei, 2000 tentang batasan penggunaan hewan oleh manusia). Penulis juga menijaun Quran dan Hadits yang relevan.
Hasil Tinjauan A. Evolusi dan kebangkitan hewan Banyak ayat Al Quran menekankan kebangkitan hewan (misalnya “Saat hewan bangkit” di 81:5). Lebih jauh, ALLAH berfirman, “Tidak ada makhluk hidup di muka bumi, air dan udara kecuali masuk dalam kelompoknya, seperti juga golongan manusia; Kami tidak mengabaikan apapun dalam hal dan pada akhirnya semua makhluk hidup akan dibangkitkan dan kembali pada Tuhannya (6:38)”. Ayat ini mengartikan bahwa hewan adalah tanda-tanda kekuasaan ALLAH dan mereka hidup pada aturan suciNYA. Seperti juga umat manusia, hewan juga memiliki kepercayaan individual dan kelompok sesuai yang menjadi dasar untuk bertahan hidup (Pourmohammadi, 2002). Keberadaan masyarakat hewan bukan hanya karena kebutuhan untuk bertahan hidup, melainkan dalam rangka menyiapkan tujuan “kehidupan setelah ini”. ALLAH mengatakan “ Kami tidak menciptakan bumi dan langit serta apapun di dalamnya semata untuk kesenangan, melainkan untuk keadilan, kebijaksanaan dan kebutuhan; namun banyak yang tidak menyadari hal ini (44:38-39)”. Alam semesta memiliki posisi mereka yang unik dan tidak ada satupun yang tanpa tujuan.
B. Hewan sebagai tanda kesucian dan pembelajaran bagi kemanusiaan
Allah mengatakan, "Banyak tanda-tanda kebenaran dalam penciptaan (manusia dan makhluk lainnya) yang tersebar (di muka bumi) bagi yang beriman (pada ALLAH) (45:4). Dari sudut pandang Islam, tidak hanya hewan, melainkan seluruh makhluk hidup, merupakan tanda-tanda kebesaran ALLAH. ALLAH mengatakan, “ Apakah mereka melihat bagaimana onta diciptakan?” (88:17). Beberapa ayat-ayat Quran mengajak manusia mengambil pelajaran dari binatang: burung, semut, dan tawon. Seorang yang beriman mempelajari hewan sebagai tanda kesucian serta membuka cakrawala pengetahuan untuk memperdalam keimanannya. (Pourmohammadi, 2002).
3
C. Batasan manipulasi terhadap hewan Sebuah pertanyaan yang penting secara etika adalah seberapa besar manusia dibolehkan memanfaatkan hewan. Menurut Islam, manipulasi hewan bukan tanpa batasan dan manusia tidak boleh membunuh hewan tanpa alasan yang dibenarkan. Karena itu eksperimen medis yang menggunakan hewan harus diupayakan agar hewan yang dibunuh diminimalisir. Aturan Islam mempunyai batasan sebagai berikut (Feridooni, 2000): 1. Batasan dalam mengumpulkan madu. Menurut Islam. Jumlah madu yang disisakan harus cukup untuk persediaan makan tawon itu sendiri terutama musim dingin. 2. Batasan dalam membawa beban. Dikutip dari Nabi Muhammad P.B.U.H. (peace be upon him), bahwa tidak ada hewan yang bisa digunakan sebagai penarik yang tidak berdoa pada Tuhan setiap pagi agar pemiliknya tidak memberi beban yang berat serta makan minum yang cukup. Juga, Abu Harirah dikutip mengatakan bahwa “Jangan tunggangi hewan diluar batas”. Ali Ibn Abu Talib P.B.U.H. memerintahkan anak buahnya agar “tidak membebani hewan secara berlebihan .... Jika hewan tersebut kelelahan, maka harus diberi waktu istirahat” "(Shahidi 1996). 3. Larangan menghina dengan kata-kata dan memukul hewan. Berbagai Hadits melarang menghina dan memukul hewan, apalagi di bagian muka. Lebih jauh, Islam melarang membunuh hewan di depan hewan lainnya. 4. Tentang perburuan Islam secara rinci memberikan perintah dalam hal kegiatan berburu. Sebagai contoh, berburu pada malam harus dihindari sebisa mungkin (mungkin karena ALLAH menciptakan malam sebagai waktu istirahat dan dalam kedamaian bagi kebanyakan makhluk hidup). Alat berburu harus sangat tajam hingga mengurangi rasa sakit. Dari sudut pandang Islam, berburu sebagai hobi adalah terlarang dan dosa besar. 5. Larangan memisahkan anak hewan dari induknya. 6. Larangan sport yang melanggar hak binatang. Pertandingan (dan adu hewan) dilarang oleh Islam.
Kesimpulan Manusia bertanggung jawab atas apapun yang mereka lakukan, termasuk menjaga hak hewan. 'Ali Ibn Abu T• alib P.B.U.H. mengatakan, "Tunduklah pada ALLAH dalam berhubungan dengan makhlukNYA, dan kamu bertanggung jawab atas keselamatan hewan”. Menurut Islam, ketika seseorang memelihara hewan, dia harus bertanggung jawab atas kondisi hidupnya. Jika dia tidak menerima tanggung jawabnya, maka adalah kewajiban pemegang peraturan (pemerintah) yang harus memaksanya memenuhi kewajiban. 4
Secara ringkas, hak hewan dalam Islam meliputi penyediaan kebutuhan makanan dan air yang cukup, menjaga kebersihan hewan, merawat hewan yang sakit, memanfaatkan secara baik, dan tidak boleh menyakiti (Naeinei, 2000).
Ucapan terima kasih Para penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ali Reza Naeini dan Dr. Mohammad Rabani atas riset mereka yang berharga tentang Hak Hewan dalam Islam dalam Quran and Hadits. Studi ini ditopang oleh Atyeh Sazan Hafez dan Middle East Breast Cancer Institute. Kami menghargai dukungan Mr. Sohail Sadegh, Dr. Seyed Hasan Razavi and Razavieh. Referensi 1. Feridooni, H. (2000) Evaluation of animal rights in Islam and updated laws. Thesis of Tehran University, Iran. 2. Naeinei, A. and Rabbani, M. (2000) Animal rights in the Quran and Hadiths' points of view, Daneshvar, 26, 43-50. 3. Pourmohamadi, SH. (2002) Vast of animal rights in Islam and west, Islamic law and Feghh Journal, 40, 30-34. 4. Russell, W.M.S. and Burch, R.L. (1959) The principles of humane experimental technique, pp 239, Methuen, London, UK. 5. Shahidi, S.J.(1996) Translation of Nahj-albalagheh by Imam Ali enbe Abu Talib,pp.286,Cultural and Scientific Publishing Co., Iran. 6. Smyth, D. (1978) Alternatives to animal experiments. pp. 218, London, Scolar Press, UK.
5