BAB VIII PEMBAHASAN UMUM Hasil-hasil penelitian mengungkapkan bahwa faktor curah hujan, fenologi tanaman dan parasitoid berpengaruh banyak terhadap kelimpahan populasi hama
H. armigera. Berdasarkan pengaruh ketiga faktor lingkungan tersebut, pada pembahasan umum ini disusun analisis dan sintesis yang diarahkan pada pengembangan PHT untuk hama H. armigera pada pertanaman tomat. .
Konsepsi PHT.
Konsepsi PHT yang berlaku saat ini menganut dua pendekatan, yaitu preemptif dan responsif (Rauf 1995). Pendekatan preemptif didasarkan pada pengetahuan bahwa pada masa lampau hama merupakan masalah. Pendekatan ini dilakukan melalui upaya manipulasi lingkungan hama seperti musuh alami, tanarnan resisten, dan cara bercocok tanam agar populasi hama berada di bawah tingkat yang merugikan. Pendekatan responsif didasarkan atas hasil pemantauan populasi hama. Penggunaan insektisida merupakan salah satu tindakan responsif, d
yang dapat dilakukan jika pendekatan preemptif tidak berhasil menekan populasi di bawah arnbang pengendaliannya.
Status Hama dan Ambang Pengendalian H. armigera. Dalam konsepsi PHT, insektisida diaplikasikan jika tingkat populasi hama telah melebihi ambang pengendaliannya. Pada saat ini, ambang pengendalian H.
armigera yang dianut untuk pertanaman tomat adalah 1 ekor larva per 10 tanaman. Hasil pengamatan perkembangan populasi larva (Gambar 4.1A) menunjukkan bahwa pada musim kemarau, rataan kerapatan larva paling rendah
95
adalah 0,80 ekor larva per empat tanaman atau 2 ekor larva per 10 tanaman. Dengan kata lain, populasi H. armigera pada musim kemarau selalu melebihi ambang pengendaliannya (Gambar 8.1). Hal ini terlihat pula dari rataan populasi
H. armigera (7,20 larva per 10 tanaman) yang berada jauh di atas nilai ambang -
pengendaliannya. Dengan demikian, pada musim kemarau H. armigera pada pertanaman tomat tergolong hama utama. Keadaan sebaliknya terjadi pada musim hujan, yaitu kerapatan larva paling tinggi 0,13 ekor per empat tanaman atau 0,33 ekor per 10 tanaman. Pada musim hujan, populasi H. armigera tidak pernah I
melebihi arnbang pengendaliannya.
I=
a
g
c
1 2
rl! ?lo-
t a L
0
8 -
$
6-
2f -
Rataan Populasi Pada Musim Kemarau
J
I=
m m P !
C
S
4 -
2
-
-
Ambang Pengendalian O
- k. ,
1
Musim Kemarau
I
-
-
-
Musim Hujan
L
I
Gambar 8.1. Gambaran Umum Perkembangan Populasi Ulat H. amzigera pada Pertanaman Tomat Musim Kemarau dan Musim Hujan. Ambang pengendalian yang ada tampaknya perlu disempurnakan. Penentuan ambang pengendalian sebaiknya didasarkan atas tingkat populasi fase perkem-
96
bangan hama yang belum merusak buah. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa larva instar-1 dan -2 merupakan fase yang tidak merusak buah. Larva instar-2 tampaknya lebih praktis dijadikan kriteria ambang pengendalian karena lebih mudah diamati daripada instar-1. Selain itu, ambang pengendalian juga dapat didasarkan pada tingkat populasi telur. Penentuan ambang ekonomi perlu mempertimbangkan varietas, karena setiap varietas dapat memiliki ambang ekonomi yang berbeda. Ambang ekonomi 1 ekor larva per 10 tanaman tampaknya tidak realistik untuk varietas Taiwan. .Kultivar I
tersebut mempunyai pertumbuhan dan buah yang lebat. Tiap tanaman mampu menghasilkan rata-rata 25 buah, atau 250 buah per 10 tanaman. Diketahui bahwa larva yang merusak buah adalah larva instar-3, -4, dan -5. Seekor larva instar-3 menyebabkan rata-rata kerusakan sebesar 2,40 buah, sedangkan larva instar-4 atau -5 menyebabkan kerusakan sebesar 3,30 buah (hasil penelitian pada Bab IV). Dengan demikian, selama perkembangannya seekor larva mampu merusak sekitar 5,70 atau 6 buah tomat. Dengan kerapatan 1 ekor larva per 10 tanaman (ambang pengendalian yang dianut saat ini), berarti dari 250 buah yang ada, sekitar 2,30 % buah dapat dirusaknya. Tingkat kerusakan ini relatif rendah sehingga secara ekonomi belum tentu merugikan. Bahkan dengan kerapatan dua atau tiga ekor larva per 10 tanaman, yang masing-masing setara dengan kerusakan buah 4,60 % dan 6,90 % , juga masih belum tentu merugikan secara ekonomi. Kiranya penelitian tentang arnbang pengendalian H. armigera pada pertanaman tomat perlu diupayakan.
Pendekatan PHT H. armigera pada Pertanaman Tomat. Sasaran utama aplikasi insektisida oleh para petani adalah ulat buah tomat,
H. armigera, dengan selang waktu tiga hingga tujuh hari. Pengalaman di lapang menunjukkan bahwa para petani melakukan penyemprotan berjadwal karena mereka belum memahami perkembangan populasi H. armigera. Pengendalian H. armigera pada pertanaman tomat tidak perlu bergantung pada aplikasi insektisida secara rutin. Hasil penelitian yang telah dilakukan memberi isyarat bahwa konsepsi PHT 'H. armigera pada pertanaman tomat dapat diterapkan. Dengan menerapkan PHT, para petani dapat terhindar dari ketergantungan pada insektisida. Pengendalian Hayati Pemanfaatan parasitoid merupakan salah satu cara pendekatan preemptif dalam PHT. Di Australia parasitoid telur Trichogramma australicum Girault telah digunakan secara luas untuk pengendalian hayati Helicoverpa spp. (Nurindah et al. 1997). Hasil studi musuh alami (Bab VI) menunjukkan bahwa parasitoid telur T. chilonis dan T. armigera serta parasitoid larva E. argenteopilosus mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai pengendali hayati H. armigera. Walaupun tingkat parasitisasi telur dapat mencapai 68,8 %, tapi pada fase awal pertumbuhan tanaman, tingkat parasitisasi umumnya rendah (14 %). Hal ini diduga karena parasitoid yang tersedia pada fase awal pertumbuhan relatif sedikit dibanding dengan jumlah telur H. armigera. Untuk meningkatkan tingkat parasitisasi telur pada fase awal pertumbuhan tanaman, perlu upaya penambahan populasi parasitoid. Untuk mewujudkan ha1 itu, cara yang dapat dilakukan adalah konservasi dan pelepasan parasitoid. Cara konservasi lebih murah dibanding
98
dengan upaya pelepasan. Parasitoid telur T. chilonis dan T. armigera dapat bertahan hidup pada pertanaman tomat dan jagung (hasil penelitian pada Bab VI). Selain pada pertanaman tersebut, kedua parasitoid juga mungkin dapat bertahan hidup pada tanaman lain seperti kubis dan kacang buncis. Selain itu, parasitoid
H. armigera juga mungkin memarasit serangga-serangga lain, yang semuanya masih perlu difahami lebih lanjut. Pemahaman tersebut meliputi asosiasi parasitoid dengan tanaman inang dan serangga inang lainnya. Dengan pemahaman itu dapat dikembangkan metode konservasi yang tepat, misalnya dengan mengembangkan sistem pertanaman yang menjam'in ketersediaan parasitoid sepanjang musim. Pada penelitian ini telah diupayakan percobaan pelepasan parasitoid telur. Pelepasan parasitoid dimulai sejak ngengat H. armigera meletakkan telur pada pertanaman tomat, yaitu pada waktu tanaman menghasilkan bunga mekar. Namun untuk mendapatkan tingkat parasitisasi yang lebih tinggi lagi, metode pelepasan perlu disempurnakan (hasil penelitian pada Bab VII). Diyakini dengan metode pelepasan yang lebih baik, parasitoid telur yang dilepas mampu mengendalikan populasi H. armigera sampai di bawah ambang pengendalian. Pelepasan yang tepat memperhatikan antara lain banyaknya parasitoid yang dilepas di tiap titik pelepasan, jarak antara titik pelepasan, dan selang waktu pelepasan. Halha1 ini masih perlu diteliti lebih lanjut. Rataan tingkat parasitisasi E. argenteopilosus di alam cukup tinggi, yaitu 53 %. Hal itu menunjukkan bahwa keberadaan E. argenteopilosus dapat mengu-
rangi populasi H. armigera pada genera~i~berikutnya.Oleh karena itu, parasitoid E. argenteopilosus perlu dikonservasi untuk pengendalian populasi secara alami. Untuk mendapatkan teknik konservasi yang tepat diperlukan penelitian ekologi E. argenteopilosus.
99
Pelaksanaan PHT H. armigera pada pertanaman tomat dengan pemanfaatan parasitoid memerlukan keterlibatan petani sebagai pelaku PHT. Dalam upaya pelepasan parasitoid telur misalnya para petani hams dapat melakukan sendiri mulai dari pemeliharaan massal parasitoid hingga pelepasan di lapang. Parasitoid dapat dipelihara dengan menggunakan telur Corcyra sebagai inang pengganti. Untuk memproduksi telur Coryra dalarn jumlah banyak dapat dilakukan dengan mudah karena ngengat ini dapat dipelihara dengan menggunakan pakan campuran dedak dan menir. Pemantauan Pemantauan merupakan aspek penting dalam penerapan konsepsi PHT. Salah satu tujuannya adalah untuk menganalisis ekosistem dan mengetahui apakah tindakan preemptif yang dilakukan sudah mampu menekan populasi hama. Jika tindakan preemptif tidak berhasil menekan populasi H. armigera di bawah tingkat yang dapat ditoleransi, maka tindakan responsif perlu dilakukan. Pemantauan merupakan kegiatan untuk menentukan perlu tidaknya tindakan responsif. Dalarn kaitan itu, pemantauan bertujuan untuk mengetahui tingkat populasi hama apakah telah melebihi ambang pengendalian atau belum. Telah disebutkan bahwa ambang pengendalian H. armigera hendaknya didasarkan pada tingkat populasi larva instar-2 dan atau telur. Secara praktis pengarnatan larva instar-2 dan telur dapat dilakukan dengan mudah karena persebarannya pada tanaman tomat telah diketahui (hasil penelitian pada Bab 111). Diketahui bahwa peletakan telur H. armigera berkaitan dengan ketersediaan bunga mekar (hasil penelitian pada Bab 111). Secara umum dapat dikatakan bahwa keterkaitan antara peneluran dengan adanya bunga mekar berlaku pada
.
semua varietas. Oleh karena itu pemantauan hendaknya dimulai sejak tanaman menghasilkan bunga mekar. Pemantauan terutama dilakukan pada musim kemarau karena populasi harna dan kerusakan buah selama periode musim tersebut meningkat dengan cepat (hasil penelitian pada Bab IV). Pengamatan telur perlu dipusatkan pada setengah bagian atas tanaman karena telur tersebar pada bagian tersebut. Pengamatan larva instar-2 juga dapat dipusatkan pada setengah bagian atas karena larva sejak muncul dari telur belum jauh bergerak. Dalam pengamatan, satuan-satuan contoh perlu diupayakan tersebar secara sistematik I
mengingat populasi telur dan larva pada pertanaman tomat tersebar secara mengelompok (hasil penelitian pada Bab V). Dengan ambang ekonomi atas dasar tingkat populasi larva instar-2 atau populasi telur maka pemantauan populasi dapat dilakukan dengan penarikan contoh beruntun. Metode penarikan contoh tersebut jauh lebih efisien dibanding dengan metode penarikan contoh konvensional.