165 H. Aras Solong “ Analisis Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Melalui Komitmen dan Budaya Organisasi Di Kabupaten Maros”
ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN KINERJA MELALUI KOMITMEN DAN BUDAYA ORGANISASI DI KABUPATEN MAROS H. Aras Solong Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Islam Makassar Abstrak Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang melibatkan semua pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Maros sekaligus sebagai sampel penelitian (Proportionate Stratified Random Sampling). Data penelitian diperoleh melalui kuesioner yang dibawa langsung kepada pejabat struktural maupun pejabat fungsional yang telah direspon oleh 104 responden yang merupakan bagian dari 141 pegawai. Untuk mengetahui perbedaan motivasi kerja pegawai digunakan analisis komparasi, sedangkan untuk mengetahui hubungan motivasi kerja pegawai melalui komitmen dan budaya organisasi digunakan uji hipotesis dengan analisis korelasi Kendall,s Tau dengan bantuan Softwere SPSS for Windows Versi 21.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan motivasi kerja pegawai melalui komitmen dan budaya organisasi menunjukkan hubungan yang cukup signifikan, sedangkan perbedaan motivasi kerja pegawai terhadap pejabat struktural dan fungsional pada Sekretariat Daerah Kabupaten Maros, menunjukkan perbedaan yang signifikan. Pada penelitian ini ditemukan juga perbedaan yang signifikan motivasi kerja yaitu lebih mengutamakan motivasi dari faktor intrinsik (motivation factor) dibandingkan dengan faktor ekstrinsik (hygiene factor) bagi pejabat struktural dan fungsional pada Sekretariat Daerah Kabupaten Maros. Kata kunci: Motivasi, Kinerja, Komitmen, Budaya Organisasi. Latar Belakang Kedudukan dan peranan Pegawai Negeri sipil yang sangat strategis ditengah-tengah masyarakat sebagai aparatur negara dan abdi masyarakat mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mewujudkan penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan pembangunan dengan mengetengahkan pelayanan secara adil dan bertanggung jawab memenuhi unsur kesejahteraan kepada masyarakat yang berlandaskan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tugas besar yang harus diembang oleh seorang pegawai untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, maka pembinaan pegawai diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya pegawai agar dapat memiliki sikap dan perilaku yang menyenangkan yangmemuat unsur pengabdian, kejujuran,
tanggung jawab, kedisiplinan dan kinerja yang baik untuk menegakkan wibawa pegawai sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal berdasarkan perkembangan tuntutan masyarakat. Peningkatan kinerja pegawai secara perorangan akan mendorong kinerja sumbar daya manusia secara keseluruhan, yang direkflesikan dalam peningkatan kinerja.Kondisi kinerja khusunya Pegawai Negeri Sipil sebagai sumber daya aparatur telah lama menjadi sorotan publik. Kinerja Pegawai Negeri Sipil secara umum dinilai masih rendah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. sikap mental sebagian pegawai pada suatu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tertentu nampak cenderung lebih ingin dilayani daripada melayani, kurangnya disiplin kerja, rendahnya pemahaman terhadap tanggung jawab pelaksanaan dan
166 Jurnal Baca Edisi Vol. VIII No. III Juli - September 2015
penyelesaian tugas-tugasnya, dan lain-lain sebagainya. Pegawai Negeri Sipil dalam tubuh organisasi tersebut harus bersamasama melakukan upaya pemecahan berbagai masalah dalam rangka peningkatan pelayanan sesuai dengan tugas masing-masing dalam lingkungan kerja.Menurut Gibson (2009:315) bahwa komitmen dalam organisasi melibatkan tiga sikap: (1) identifikasi dengan tujuan organisasi,(2) perasaan dalam keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi, (3) perasaan loyalitas dalam organisasi. Hal ini dimaknai bahwa komitmen merupakan suatu bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan/pegawai terhadap peningkatan kinerja dalam melaksanakan tugas organisasi. Berdasarkan data seperti diuraikan di atas, dapat menimbulkan permasalahan bagi pimpinan untuk memberikan motivasi agar pegawai tersebut dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tanggung jawabnya dengan baik dan maksimal. Selain daripada hal tersebut perlu juga diciptakan kondisi untuk memenuhi kepuasan kebutuhan pegawai, dimana bahwa motivasi pegawai untuk meningkatkan kinerja belum optimal sebagaimana yang diharapkan. Rumusan masalah: 1) Bagaiman hubungan motivasi dengan kinerja pegawai melalui komitmen Organisasi; 2). Bagaiman hubungan motivasi dengan kinerja pegawai melalui budaya Organisasi Tinjauan Pustaka Paradigma Klasik Administrasi Publik Pemikiran Max Weber tentang birokrasi, oleh Jay M Shafritz (1978) diklasifikan sebagai pemikiran Old Administration Paradigm (Paradigma Administrasi Klasik). Hal ini disandarkan pada ciri khas paradigma Administrasi Klasik, yang menekankan pada aspek birokrasi di dalam analisis-analisis administrasi negara hingga tahun 1970-an. Selain itu, analisis birokrasi yang dikemukakannya sangat mempengaruhi pemikiran-pemikiran birokrasi selanjutnya. Di dalam analisis
birokrasinya, Weber mempergunakan pendekatan “ideal type”. Tipe ideal merupakan konstruksi abstrak yang membantu kita memahami kehidupan sosial. Weber berpendapat adalah tidak memungkinkan bagi kita memahami setiap gejala kehidupan yang ada secara keseluruhan. Menurut Weber, negara tidak dapat didefinisikan dalam pengertian atau dari sisi “tujuan”-nya, tetapi harus lebih dilihat dari sisi sarana yang dimilikinya. Sarana utama dari negara adalah dibenarkannya dan dimonopolinya penggunaan kekuatan memaksa secara fisik. Konsekwensinya, negara akan mencerminkan dibenarkannya dominasi manusia terhadap manusia. Negara dapat saja mendelegasikan penggunaan kekuatannya untuk memaksa. karena itu, negara akan tetap menjadi sumber utama bagidibenarkannyapenggunaan kekerasan. Karyanya yang cukup menghebohkan (impact full) dunia tersebut adalah kitabnya yang berjudul The Theory Of Social And Economic Organization. Karya tersebut dipandang cukup menghebohkan karena dari kitab ini muncul beragam reaksi dan gagasan yang berkaitan dengan birokrasi, baik yang pro maupun yang kontra. Usaha Weber untuk mempopulerkan birokrasi dilatarbelakangi oleh merajalelanya era patrimoni, dimana tidak ada hubungan impersonal dalam organisasi. Terdapat struktur pengembangan karier yang jelas dengan promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan yang objektif. Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya dan resources instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin. (Weber, 1978 dan Albrow, 1970). Butirbutir tipe ideal tersebut tidak semuanya bisa diterapkan dalam kondisi tertentu oleh suatu jenis pemerintahan tertentu. Seperti persyaratan tentang pengangkatan pejabat dalam jabatan tertentu berdasarkan
167 H. Aras Solong “ Analisis Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Melalui Komitmen dan Budaya Organisasi Di Kabupaten Maros”
kualifikasi profesionalitas cocok untuk kondisi birokrasi tertentu tetapi banyak sekarang tidak bisa diterapkan, oleh karema banyak pula negara yang mengangkat pejabat berdasarkan kriteria subjektivitas, apalagi ada yang didasarkan atas intervensi politik dari kekuatan partai politik tertentu. Paradigma Menurut Frederickson Paradigma pertama: Birokrasi Klasik. Fokus dari paradigma ini adalah struktur (desain) organisasi dan prinsip-prinsip manajemen, sedangkan lokusnya adalah berbagai jenis organisasi baik pemerintah maupun bisnis. Nilai pokok yang ingin diwujudkan adalah efisiensi, efektivitas, ekonomi, dan rasionalitas. Tokoh utama paradigma 1) adalah Weber, Wilson, Taylor, serta Gullick dan Urwick. Paradigma kedua: Birokrasi Neo-Klasik. Nilai yang ingin dicapai dalam paradigma ini sama seperti apa yang ingin dicapai pada Paradigma 1. Hanya saja fokus dan lokus keduanya berbeda. Pada paradigma 2), lokusnya adalah ”keputusan” yang dihasilkan oleh birokrasi pemerintahan, sedangkan fokusnya adalah proses pengambilan keputusan dengan perhatian khususnya pada penerapan ilmu perilaku, ilmu manajemen, analisa sistem, dan penelitianoperasi. Tokoh utama paradigma 2 adalah Simon dan Cyert dan March. Paradigma ketiga: Kelembagaan. Fokus perhatian paradigma ini adalah pemahaman perilaku birokrasi yang dipandang juga sebagai organisasi yang kompleks. Nilai-nilai seperti efiensi, efektivitas, dan produktivitas organisasi kurang mendapatkan perhatian. Salah satu aspek perilaku yang dikaji dalam paradigmaini adalah perilaku pengambilan keputusan yang bersifat gradual dan inkremental, yang oleh Lindblom dipandang sebagai satu-satunya cara untuk memadukan kemampuan dan keahlian birokrasi dengan preferensi kebijakan dan pejabat politik. Tokoh-tokoh dari paradigma ini adalah Thomson dan Etzioni. Paradigma keempat: hubungan
kemanusiaan. Nilai yang mendasari paradigma ini adalah keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, minimalisasi perbedaan status dan hubungan antar pribadi, keterbukaan, aktualisasi diri, dan optimasi tingkat kepuasan. Fokus dari paradigma ini adalah dimensi-dimensi kemanusiaan dan aspek sosial-psikologis dalam tiap jenis organisasi ataupun birokrasi. Diantara para teoritisi yang cukup berpengaruh dalam paradigma ini adalah Likert, Vaniel Kazt dan Robert Kahn. Paradigma kelima: Pilihan Publik. Fokus dalam paradigma ini tidak lepas dari politik, sedangkan fokusnya adalah pilihan untuk melayani kepentingan publik akan barang dan jasa yang harus diberikan oleh sejumlah organisasi. Tokoh dari paradigma ini adalah Ostrom, Buchanan, dan Tullock. Paradigma keenam: Administrasi Negara Baru. Fokus dari paradigma ini adalah usaha untuk mengorganisasikan, menggambarkan, mendisain, atau membuat organisasi dapat berjalan ke arah sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Organisasi bersifat desentralistis, demokratis yang responsif dan ada partisipasi, serta memberikan jasa kepada masyarakat secara merata. Karakter dari paradigma ini adalah administrasi yang bebas nilai.Perubahan penting yang diharapkan masyarakat dalam paradigma baru pelaksanaan otonomi daerah melalui UU No. 22/1999 Tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No.32/ 2004 dan UU No. 25/1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah adalah tumbuhnya sebuah birokrasi daerah yang mampu menjadi salah satu pilar penunjang demokratisasi pada tingkat lokal. Momentum otonomi daerah saat ini hendaknya dapat dimanfaatkan sebaikbaiknya oleh pemerintah daerah untuk mengoptimalkanpembangunan daerahnya. Untuk itu pemerintah daerah harus melakukan perbaikan lembaga (institutional reform), perbaikan sistem manajemen keuangan publik dan
168 Jurnal Baca Edisi Vol. VIII No. III Juli - September 2015
reformasi manajemen publik. Oleh karena itu, untuk dapat membangun landasan perubahan yang kuat, pemerintah perlu melakukan perenungan kembali (rethinking government) yang kemudian di ikuti reinventing government untuk menciptakan pemerintahan baru yang lebih baik. Sehingga diharapkan dengan adanya otonomi daerah ini, pemerintah akan bisa melaksanakan jalan pemerintahan dengan baik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah masingmasing. Masa transisi pemerintah dengan adanya peralihan dari orde baru ke orde reformasi, tentu saja ada perubahan terhadap sistem pemerintahan daerah karena ada kewengan-kewenangan baru yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah otonom, pemerintah propinsi dan kabupaten mencari format baru pelaksanaan pemerintahan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah masingmasing. Indonesia pasca orde baru adalah produk pergumulan komponen-komponen masyarakat untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. Pada hakekatnya apa yang terjadi tidaklah peritiwa yang berdiri sendiri, tapi bagian dari satu perubahan besar pada skala global yang diistilahkan sebagai globalisasi yang mengusung nilai-nilai universal (atau dipaksakan menjadi universal) seperti demokrasi, hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup dan kepastian hukum, termasuk dalam hal ini hak cipta (Intelectual Property Rights). Keluar dari pemerintahan yang otoritarianistik dan memasuki era demokrasi menimbulkan tuntutan yang amat kuat pada perubahan struktur dan kultur. Di antara tuntutan perubahan itu adalah desentralisasi pemerintahan yang lebih luas dan depolitisasi jaringan birokrasi atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), dimana kaitan antara dua tuntutan itu dengan perjuangan demokratisasi sangat kuat. Pertama, desentralisasi pemerintahan yang membentuk daerahdaerah otonom tidak bisa lepas dari esensi demokrasi. Sebab hanya dengan
membentuk daerah otonom, dapat diakomodasikan dalam agenda publik yang bersifat local spesific. Kedua, depolitisasi birokrasi atau lebih kongkritegawai Negeri Sipil (PNS) adalah syarat mutlak untuk terselenggaranya agenda-agenda politik, misalnya Pemilu yang jujur dan adil. Untuk mempertegas, dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan di masa orde baru sangat sentralistik dan didukung oleh birokrasi yangdipolitisasi (politicized bureaucracy). Untuk menjawab tantangan baru dalam atmosfir demokrasi, birokrasi perlu menata dirinya kembali dalam paradigma baru, yakni dari paradigma lama, Birokrasi sebagai alat dominasi, menjadi paradigma baru Birokrasi sebagai alat demokratisasi. Dalam paradigma baru harus mempunyai ciri sebagai sebuah lembaga yang non-partisan, imparsial, dan profesional. Dengan ciri-ciri demikian dia dapat memainkan peranan penting di sebuah negara demokrasi yang antara lain. Birokrasi yang pejabat-pejabatnya dipilih melalui seleksi yang mengacu pada kualitas, menjadi pengimbang pengisian jabatan politik yang dilakukan dengan seleksi yang berdasarkan pada popularitas. Secara esensial, birokrasi menjaga kesinambungan (Continuity) dan pejabat politik mendorong perubahan (Change) yang secara bersama-sama memberi keseimbangan terbaik bagi bangsa dan negara. Pamong Praja, sebuah istilah yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahanumum di Republik Indonesia yang berorientasi pada pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat, harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang melingkupinya, baik internal/dalam negeri maupun eksternal/internasional. Adapun beberapa hal yang perlu dikemukakan disini adalah bahwa Pamong Praja harus memiliki ciriciri non-partisan, imparsial, dan profesional. Hal ini penting untuk membangun tingkat kepercayaan (level of convidence) lembaga dan kelompok penyelenggarakepentingan publik. Sistem,
169 H. Aras Solong “ Analisis Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Melalui Komitmen dan Budaya Organisasi Di Kabupaten Maros”
standar dan etika Pamong Praja harus dibangun dengan landasan yang kuat, jelas, dan konstruktif karena rekrutmen Pamong Praja tidak dapat sepenuhnya dari sumber yang sama seperti tempo dahulu (APDN,IIP). Meskipun sumber rekrutmen tidak lagi satu dan dengan sistem dan muatan pendidikannya berbeda, ada satu hal yang tetap yakni tujuan dari keberadaan Korps Pamong Praja tersebut. Tujuan itu adalah pelayanan dan perlindungan pada kepentingan publik yang disepakati ada dalam ruang publik (public sphere). Metode Penelitian: Penelitian merupakan suatu proses yang panjang, yang berasal dari minat untuk mengetahui penomena tertentu dan selanjutnya berkembang menjadi gagasan, teori, konseptualisasi, pemilihan metode penelitian yang sesuai, dan seterusnya. Hasil akhirnya pada gilirannya melahirkan gagasan dan teori baru pula sehingga merupakan proses yang tidak ada hentinya (Singarimbun dan effendi, 1989). Penelitian yang akan dilakukan agar memperoleh hasil seperti yang diharapkan, harus memenuhi kaidahkaidah tertentu berupa metodologi penelitian. Metode penelitian merupakan proses, prinsip dan prosedur yang peneliti gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban atau pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Sedangkan yang lain metodologi penelitian diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran. Kualitas kebenaran yang diperoleh dalam berilmu pengetahuan terkait langsung dengan kualitas prosedur kerja.Upaya untuk meningkatkan keberhasilan pembangunan maka peran pelayanan publik menempati posisi kunci yang mengisyaratkan bahwa mutu kerja pegawai yang disebut dengan kinerja menjadi sangat penting. Hal yang dipandang terpenting untuk meningkatkan kinerja para pegawai adalah dengan memberikan kekuatan pendorong yang
dibangun bersama dengan bentuk komitmen dan budaya organisasi yang harus dijaga bersama untuk memajukan suatu organisasi. Komitmen dan budaya organisasi yang dimaksud adalah kebijakan yang berbentuk peraturan, norma, sikap, perilaku dan harapan yang dapat mendorong pegawai berinovasi, loyalitas, dan profesionalisme dalam pekerjaan sebagai bagian dari aspek kehidupan pribadinya yang dijalankan dalam organisasi dimana ia terlibat melakukan pekerjaan sebagai profesinya. Semakin tinggi kinerja pegawai maka akan semakin baik pula pelayanan yang diberikan. Kinerja adalah hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Jadi ukuran keberhasilan kinerja dapat merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan dan persepsi tugas-tugas. Usaha merupakan hasil motivasi yang menunjukkan jumlah energi (fisik dan mental) yang digunakan oleh individu dalam menjalankan suatu tugas, sedangkan kemampuan merupakan karateristik individu yang digunakan dalam menjalankan suatu pekerjaan. Kemampuan biasanya tidak dapat dipengaruhi secara langsung dalam jangka pendek, karena kemampuan pegawai merupakan persepsi tugas dan petunjuk dimana individu percaya bahwa dapat mewujudkan usaha-usaha mereka dalam melakukan pekerjaan. Hasil penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor - faktor yang dapat berhubungan dengan kinerja adalah dengan adanya faktor Individuyang meliputi kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi pegawai, faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, peran, sikap, kepribadian, komitmen, motivasi, budaya dan kepuasan kerja, dan faktor organisasi yaitu struktur organisasi, dan desain pekerjaan yang telah direncanakan. Hal ini juga dapat dijelaskan bahwa organisasi
170 Jurnal Baca Edisi Vol. VIII No. III Juli - September 2015
yang memiliki budaya yang kuat memberikan dampak yang luar biasa bagi pegawai dalam mempertahankan organisasinya, dan dapat mempunyai hubungan yang bermakna bagi perilaku dan sikap anggotanya dalam memaknai tujuan organisasi dan sekaligus menjadi tujuan pribadi. Nilai inti organisasi itu akan dipegang secara kuat dan dapat dijadikan pedoman secara meluas dalam mempertahankan suatu budaya yang kuat dalam organisasi. Suatu budaya kuat memperlihatkan kesepakatan yang tinggi dikalangan anggota tentang apa yang harus dipertahankan oleh organisasi tersebut. Kebulatan tekad semacam ini akan membina kontinuitas, dan kesetiaan yang dapat menunjukkan komitmen organisasi dan budaya organisasi yang mantap. Berdasarkan hasil penelitian, kinerja organisasi yang diperankan para karyawan/pegawai individual adalah faktor yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan suatu organisasi. Selain karyawan/pegawai dapat menjadi keunggulan bersaing, mereka juga dapat menjadi stabilisator atau penyeimbang. Ketika pegawai/karyawan terus menerus pasif dalam bekerja dan tidak memahami tujuan organisasi/perusahaan dan ketika karyawan/pegawai bekerja namun tidak efektif, maka sumber daya menempatkan pegawai tidak menguntungkan Organisasi. Kinerja individu, motivasi, dan retensi karyawan/pegawai merupakan faktor utama bagi organisasi untuk memaksimalkan efektivitas sumber daya pegawai. Sejalan pendapat Brahmasari (2004) mengemukakan bahwa budaya organisasi sebagai suatu konsep dapat menjadi suatu sarana untuk mengukur kesesuaian dari tujuan organisasi, strategi dan tugas organisasi, serta dampak yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian, oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah produk yang dihasilkan oleh seorang pegawai dalam satuan waktu yang telah ditentukan dengan kriteria tertentu pula. Produknya dapat berupa layanan jasa dan barang yang dihasilkan
dari motivasi yang melekat pada diri pegawai. Satuan waktu yang ditentukan bisa satu tahun, dua tahun, bahkan lima tahun atau lebih. Kriteria ditentukan oleh persyaratan yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang yang mengadakan penilaian kinerja.Berdasarkan apa yang telah diuraikan maka permasalahan Job performance berkaitan dengan efektivitas kerja, untuk itulah penting kiranya membuatsuatu model yang membicarakan job performance(kinerja) dengan variabelvariabel yang mempunyai hubungan yang sangat kuat seperti komitmen dan budaya organisasi. Hubungan dengan kinerja organisasi, ditemukan bahwa komitmen organisasi dan budaya organisasi sangat banyak berkontribusi dalam menentukan kekuatan dan keeratan hubungan motivasi dengan kinerja organisasi.Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa kinerja merupakan prestasi kerja yang dicapai unit kerja dalam merealisasikan target yang telah ditetapkan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja organisasi sektor publik, yaitu terdiri dari beberapa indikator yang berkaitan dengan, pencapaian target kinerja kegiatan dari suatu program, akurasi (ketepatan dan kesesuaian) hasil, tingkat pencapaian program, dampak hasil kegiatan terhadap kehidupanmasyarakat, kesesuaian realisasi anggaran dengan anggaran, pencapaian efisiensioperasional, dan perilaku pegawai dalam melaksanakan kegiatan yang bersumber dari komitmen organisasi dan budaya organisasi yang dapat dipedomani dalam bekerja dan berperilaku dalam suatu organisasi pemerintah daerah yang diharapkan. penelitian ini, baik dilihat dari komitmen organisasi juga dapat diukur dari tingkat hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja melalui komitmen dan budaya organisasi, ditemukan bahwa mewujudkan pelayanan yang baik ditempatkan pada rengking (pertama), sedangkan pada budaya organisasi menempatkan faktor membangun komunikasi yang baik pada teman kerja, baik bagi pejabat struktural maupun
171 H. Aras Solong “ Analisis Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Melalui Komitmen dan Budaya Organisasi Di Kabupaten Maros”
fungsional, kemudian pada variabel kinerja organisasi ternyata faktor kemandirian melaksanakan pekerjaan ditempatkan pada rengking 1 (pertama), maka menurut peneliti temuan ini dapat dijadikan model motivasi dalam meningkatkan kinerja pegawai melalui pelayanan yang baik dan membangun komunikasi dengan teman kerja untuk mewujudkan kemandirian bekerja bagi pejabat struktural dan fungsional. Namun demikian untuk lebih memantapkan motivasi (kepuasan kerja) terhadap kinerja organisasi, maka menurut peneliti harus dilakukan kegiatan yang strategis yang dapat membantu pemerintah daerah Kabupaten Maros dalam meningkatkan kepuasan kerja pegawai dalam mewujudkan kinerja yang baik dan bertanggung jawab. Adapun kegiatan strategis yang dimaksudkan untuk mendukung motivasi pegawai Kabupaten Maros adalah: 1) mewujudkan sumber daya aparatur yang profesional berbasis kompetensi; 2) meningkatkan kualitas pengembangan karir dan prestasi pegawai; 3) melakukan pembinaan dan mendorong peningkatan disiplin, kinerja yang baik; 4) meningkatan kompetensi sumber daya aparatur melalui pendidikan dan pelatihan; 5) peningkatan kinerja sumber daya aparatur melalui penataan, penempatan secara proporsional. Hal ini sejalan dengan teori dua faktor Harzberg mengatakan bahwa pegawai cenderung bekerja dengan baik apabila pegawai diperhatikan hak-haknya, dan pegawai merasa kepuasan kerja terpenuhi akhirnya merasa memiliki organisasi, dan ingin bersama-sama mengembangkan kearah organisasi mencapai tujuan bersama. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa pegawai dalam melaksanakan pekerjaan berpegang teguh terhadap komitmen dan budaya organisasi, seperti pegawai ingin mewujudkan pelayanan yang baik punya inovatif, loyalitas, harapan, cita-cita, tujuan, perilaku dan sikap yang baik, dan membangun komunikasi dengan teman
kerja sudah memperlihatkan hubungan yang baik terhadap faktor kemandirian dalam bekerja yang diperankan oleh pegawai struktural dan fungsional pemerintah daerah Kabupaten Maros. Menurut peneliti kebijakan strtegis yang dimaksud adalah menumbuhkan inovatif dan kreatif dan loyalitas yang tinggi dengan memberikan kesempatan meningkatkan kompetensi dengan mengikutkan pegawai dalam pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Robbins (2008) bahwa komitmen organisasi sebagai suatu keadaan dimana seseorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Pada komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan yang bersumber dari budaya organisasi. Dimana loyalitas, keterlibatan dan penerimaan terkait dengan kinerja organisasi. Kesimpulan : 1) Bahwa motivasi yang tinggi berdasarkan pengalaman kerja dapat mewujudkan kinerjaorganisasi yang berkelanjutan terhadap pelaksanaan administrasi pemerintahan dan pembangunan yang diperankan oleh pejabat struktural dan fungsional pemerintah daerah Kabupaten Maros dalam melakukan terhadap pelayanan kepemerintahan yang menjunjung tinggi aspek kemandirian dalam memberikan pelayanan yang baik dan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat; 2) Motivasi yang tinggi dapat mewujudkan kinerja organisasi melalui budaya organisasi yaitu, dengan membangun komunikasi yang baik kepada teman kerja dan menjunjung tinggi nilainilai moral, saling menghargai, suka bekerjasama untuk membina dan memelihara hasil-hasil pembangunan yang telah dihasilkan oleh pejabat struktural dan fungsional pemerintah
172 Jurnal Baca Edisi Vol. VIII No. III Juli - September 2015
daerah Kabupaten Maros. Saran : 1) motivasi dengan kinerja tinggi bagi pegawai melalui pelayanan yang baik yang bersumber dari komitmen organisasi dan gemar membangun komunikasi yang baik pula yang bersumber dari budaya organisasi yang mantap berlandaskan kemandirian yang diperankan oleh pejabat struktural dan fungsional pegawai pemerintah daerah Kabupaten Maros. Daftar Pustaka Augusty Ferdinand. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang Amstrong, Mischael, 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Sofyan dan Haryanto. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. As’ad, Moh, 2003. Psikologi Industri. Penerbit: Liberty, Yogyakarta: Brahmasari Ida Ayu, 2004. Pengaruh Variabel Budaya Perusahaan Terhadap Komitmen Karyawan dan Kinerja Perusahaan. Kelompok Penerbitan Pers Jawa Pos. Disertasi Universitas Airlangga, Surabaya. Denhardt, V. Janet and Denhardt, B. Robert. 2003.The New Public Service, by M. E. Sharpe, Inc. Printed In The United States of America. Edhi Prasetyo dan Wahyuddin. 2003. Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Riyadi Palace Hotel di Surakarta. Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Solo. Frederickson, H. George. 1990. The Spirit of Public Administration. First Edition. Jessey-Bass Publisher. San Franscisco. George, J. M. & Jones, G. R., 2005, Essentials of Managing Organizational Behavior, 4th ed., New Jersey: Upper Saddle River. Gomes, Faustino C., 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia. Gibson, Ivanccevich & Donnelly. 1976. Organizations Behavior, Structure,
Processes. Revised Edition. Business Publications, Inc, Dallas, Texas. Richard D. Irwin, Inc, London.,1997. Organization: Behaviour, Structure, Process. Nine Edition. USA: Richard D. Irwin Inc. Osborne, David and Tred Gaebler, 1992. Reiventing Government: How The Enterpreneurial Spiritis Transforming the Public Sector, A Plume Book, New York, Abdul Rosyid dan Ramelan (penterjemah). 1993. Mewirausahakan Birokrasi. Edisi Pertama.PPM. Jakarta. .Prasetyo Utomo, 2006. Analisis Pengaruh Pemberdayaan Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Patra Semarang Convention Hotel. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Purwanto dan Wahyuddin. 2007. Pengaruh Faktor-faktor Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pusat Pendidikan Komputer Akuntansi IMKA di Surakarta. Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Solo. Robbins, Stephen P., Coulter, Mary, 2009. Management. 11th Edition. Pearson Education. ---------------, Mary, 2007. Management (8th). Jakarta: Indeks. -------------,2008. Perilaku Organisasi. Edisi Keduabelas. Penerbit: Salemba Empat. Jakarta. -----------, 2006. Perilaku Organisasi. Penerbit: PT Indeks, Kelompok Gramedia, Jakarta. ------------,1996. Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi-Aplikasi. Jilid 2. Edisi Bahasa Indonesia. Penerbit: Prenhallindo. Jakarta . -------------,2001. Perilaku Organisasi. Penerbit. Salemba Empat. Jakarta ------------,2000. Perilaku Organisasi; Konsep, Kontroversi dan Aplikasi. Penerbit. PT. Prenhallindo, Jakarta. -------------, 2002. Perinsip-Perinsip Perilaku Organisasi. Terjemahan
173 H. Aras Solong “ Analisis Hubungan Motivasi Dengan Kinerja Melalui Komitmen dan Budaya Organisasi Di Kabupaten Maros”
Halida, Dewi Sartika. Erlangga, Jakarta. Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Administrasi. Penerbit: Alfabeta. Bandung. Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian, 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Susanto, A, 1997. Budaya Organisasi. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Sondang P Siagian, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi ke 1 Cetakan Ketiga, PT Bima Aksara, Jakarta. ------------,1996. Analisis serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi .Penerbit. Gunung Agung.Jakarta. -----------,1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta. ------------,1992. Kerangka Dasar Ilmu Administrasi. PT.Rineka Cipta. Jakarta. Tony Listianto dan Bambang Setiaji, 2007. Pengaruh Motivasi, Kepuasan, Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus di Lingkungan Pegawai Kantor PDAM Kota Surakarta). http://www. damandiri.or.id. Diakses Tanggal 19 April 2010 Thoha, 2004, Beberapa Aspek Kebijakan Birokrasi, MW. Mandala, Yogyakartra.