GROUPTHINK DALAM KOMUNIKASI KELOMPOK OUT-GROUP (Studi Kasus Fenomena Groupthink dalam Berkomunikasi dengan Kelompok Out-Group di Kalangan Komunitas Jali-Jali Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Disusun Oleh Widyanti Nur Shabrina Kusmaryo D1212076
JURNAL
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Ilmu Komunikasi
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015
Groupthink dan Komunikasi Kelompok Out-Group (Studi Kasus Fenomena Groupthink dalam Berkomunikasi dengan Kelompok Out-Group di Kalangan Komunitas Jali-Jali Universitas Sebelas Maret Surakarta) Widyanti Nur Shabrina Kusmaryo Prahastiwi Utari
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Joined and doing activity in a small group is a reality of life that are relatively difficult to avoided by every individual. A university or college is one of locations which is very possible for the establishment of a group of whether they are formal and informal. University is a melting pot many culture so that no wonder there are many regional community growing inside the university. One of the regional community constructed upon the locality in common is a Jali-Jali Community. JaliJali Community constitute a community student from jakarta and the surrounding areas ( bogor, bekasi tangerang, and bekasi ) in Solo. They built this community so that the students from Jakarta having a forum to gather and share their views together. According to Irving Janis (1972), high level cohesivity in a group will cause groupthink. In case of groupthink, a member of the group will avoid personal opinion outside the zone. The views of in-group in interactions are often used as reference for judging out-group. Then often happens on the out-group stereotype. Based on the opinion of this theory, then researcher made this qualitative descriptive research, with the purpose of finding out about the phenomenon of groupthink in Jali-Jali. To analyze the problem, a case study used as a method analyze it, because by doing an interview the primer data can be obtained. According to the result of this research, apparently cohesivity within Jali-Jali which causes groupthink. Then from that groupthink syndrome, it will causes stereotype to local students (out-group). Keywords: Groupthink, Stereotype
1
Pendahuluan Bergabung dan beraktifitas dalam suatu kelompok kecil merupakan suatu realita kehidupan yang relatif sulit dihindari oleh setiap individu. Universitas atau kampus merupakan salah satu lokasi yang sangat memungkinkan bagi terbentuknya suatu kelompok baik yang bersifat formal maupun informal. Terbentuknya kelompok-kelompok kecil di lingkungan suatu perguruan tinggi merupakan hal yang lumrah, tidak terkecuali di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Di dalam Universitas yang memiliki
sebanyak
35.562
mahasiswa
(http://uns.ac.id/id/tentang-
uns/selintas-uns/ diakses pada Kamis 27-02-2014 pukul 05:36) terbentuk banyak kelompok kecil yang ada di dalam kampus dan terdiri dari berbagai macam bentuk, ada yang formal seperti AISEC, BEM Fakultas, Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam dan ada yang informal misalnya komunitas kedaerahan, kelompok belajar, dll. Berdatangannya Mahasiswa yang berasal dari Jakarta ke Universitas Sebelas Maret (UNS) untuk kuliah membuat UNS semakin ramai dengan mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari luar Solo. Menurut data yang diperoleh dari Pendidikan Pusat UNS, mahasiswa UNS yang berasal dari Jakarta per-semester gasal 2013/2014 mencapai 3075 orang sehingga dapat dikatakan bahwa UNS secara tidak langsung menjadi tempat berbaurnya kebudayaan Jakarta dan Solo.
Tabel 1: Jumlah mahasiswa/i asal Jakarta Nama Fakultas
Jumlah Mahasiswa
Sastra
370
ISIP
335
Hukum
415
Ekonomi
375
Kedokteran
310
Pertanian
320
2
Teknik
470
KIP
210
MIPA
270
Jumlah
3075
Sumber: Pendidikan Pusat Universitas Sebelas Maret
Seiring dengan beragamnya mahasiswa daerah di UNS, lalu munculah berbagai komunitas-komunitas yang terbentuk berlatar belakang kedaerahan. Komunitas ini dibentuk sebagai tempat untuk berkumpul dan berinteraksinya masyarakat yang sama-sama dari daerah tertentu. Seperti Komunitas Mahasiswa Boyolali (KMB) UNS, Keluarga Mahasiswa Lampung (KEMALA), Komunitas Mahasiswa Purworejo (KomPor), Komunitas Mahasiswa
Jakarta
(Komunitas
Jali-Jali),
dan
sebagainya
(http://uns.ac.id/id/kehidupan-kampus/komunitas/, diakses pada Rabu 08-012014, pukul 18:18). Salah satu komunitas yang dibangun berdasarkan kesamaan lokalitas adalah Komunitas Jali-Jali. Komunitas Jali-Jali merupakan komunitas mahasiswa Jakarta dan sekitarnya (Bogor, Bekasi, Tanggerang, Bekasi) di Solo. Mereka mendirikan komunitas ini agar para mahasiswa Jabodetabek yang merantau ke Solo memiliki suatu wadah untuk berkumpul dan bertukar pikiran bersama. Kesamaan lokalitas ini yang membuat keakraban begitu mudah terjalin. Biasanya komunitas ini sering bertukar pikiran tentang bagaimana pengalaman kuliah di UNS, tempat-tempat makan, belanja, dan café enak di Solo, dll. Komunitas Jali-Jali juga memiliki acara tahunan yaitu Makrab (Malam Keakraban). Biasanya acara ini diselenggarakan setiap tahun untuk menyambut anggota baru komunitas ini. Hubungan para anggota komunitas Jali-jali satu sama lain terbilang akrab. Jika ada anggota baru, mereka akan menyelenggarakan acara untuk pengenalan dan penyambutan
anggota baru sehingga tercipta sense of
belonging di antara anggota. Komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil (small group communication), jadi bersifat tatap muka. Umpan balik dari seorang peserta dalam komunikasi
3
kelompok masih bisa diidentifikasi dan ditanggapi langsung oleh peserta lainnya. Menurut Lytha Haryani, Bendahara Komunitas Jali-Jali, keberadaan komunitas ini disambut cukup antusias oleh para mahasiswa Jabodetabek di UNS. Komunitas Jali-Jali terbentuk sejak 2009. Komunitas Jali-Jali UNS juga masuk dalam nominasi Sebelas Maret Award kategori “Komunitas Terbaik di UNS”
pada
Desember
(https://twitter.com/mahasiswaUNS/status/418053337301274624
2013 diakses
pada Kamis 27-02-2014 pukul 05:42). Di dalam suatu perguruan tinggi, komunitas daerah merupakan satu dari sekian fenomena yang nampak superior. Komunitas daerah tidak hanya menjadi tempat berkumpul mahasiswa daerah tetapi juga sebagai jembatan sosial untuk saling mengenal, menyapa, bertukar informasi, dll. Fenomena untuk mengunggul-unggulkan daerah asal di atas daerah lain pun semakin ramai
diperbincangkan
di
dalam
perguruan
tinggi
(http://www.suaramerdeka.com/v2/index.php/read/cetak/2011/04/16/143630 /Orda-dan-Primordialisme-Mahasiswa, diakses pada Kamis 10-04-2014 pukul 05:45). Kohesivitas dan solidaritas kelompok kecil yang ada di lingkungan kampus, tanpa disadari seringkali menimbulkan benturan, baik antar individu kelompok yang satu dengan individu kelompok yang lain maupun benturan antar kelompok. Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok (Collins dan Raven, 1964). Menurut Irving Janis (1972) dalam (Nilam Widyarini, 2009:9), tingkat kohesivitas yang tinggi di dalam suatu kelompok akan menimbulkan pemikiran kelompok (groupthink). Dalam kasus groupthink, anggota kelompok menghindari untuk megutarakan sudut pandang pribadi di luar zona konsensus berpikir kelompoknya. Pandangan-pandangan in-group dalam interaksi seringkali dijadikan acuan untuk menilai out-group. Sehingga seringkali terjadi stereotype terhadap out-group.
4
Menurut Jurnal Academic and Business Ethics: Guarding against groupthink in the professional work environment: a checklist, salah satu gejala groupthink adalah memandang stereotype kelompok lain. Anggotaanggota di dalam kelompok tersebut akan memandang rendah kelompok lain. Latar belakang budaya dan etnis yang berbeda dengan masyarakat setempat bisa jadi menjadi sebuah hambatan, karena perbedaan bahasa, sikap dan kebiasaan. Maka seringkali mahasiswa cenderung akan lebih nyaman bersama dengan komunitas etnisnya. Hal ini memang tidak bisa dihindari, karena mahasiswa tersebut mengalami culture shock di sebuah wilayah yang asing(http://www.academia.edu/5740191/Berasal_Lokal_Berfikir_Global diakses pada Kamis 27-02-2014 pukul 23:46). Di dalam suatu komunitas kedaerahan cepat atau lambat akan menimbulkan kohesivitas dan solidaritas kelompok yang sangat tinggi maka akan dengan mudah terbentuk groupthink. Ernest Bormann (1996) mengamati bahwa anggota kelompok dengan tingkat kohesivitas tinggi sering memiliki sentimen atau emosional, dan sebagai akibatnya mereka cenderung mempertahankan identitas kelompok. Groupthink ini biasanya akan menjadi sangat menentukan apakah suatu kelompok akan menjadi menyenangkan atau malahan tidak disukai oleh kelompok lainnya. Menurut Bagja Waluya dalam bukunya Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat (2009: 111), Latar belakang sosial, budaya, dan agama kelompok-kelompok tertentu yang berlainan bahkan bertentangan akan menimbulkan benturan-benturan antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Gejala etnosentrisme, stereotype, dan perilaku diskriminatif antar etnik yang menyangkut adat istiadat bisa menjadi penghambat dalam interaksi serta pergaulan antar etnis. Gejala ini terjadi tidak hanya dalam masyarakat tradisional tetapi juga dalam masyarakat modern. Stereotype akan menimbulkan jurang pemisah dengan kelompok lain sehingga akan terjalin komunikasi dan kontak sosial yang tidak harmonis. Menurut Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss (2008: 346) Kelompok yang memiliki tingkat kohesivitas yang tinggi akan membawa anggotanya semakin erat. Namun, kohesivitas yang tinggi juga akan
5
berbahaya karena akan menganggu pengambilan keputusan dalam kelompok karena energi intrinsik anggota berupa persahabatan, gengsi, dan pengakuan harga diri yang terlalu banyak. Komunitas mahasiswa kedaerahan diperlukan sebagai sarana sosialisasi untuk mencari ketentraman supaya anggota baru dapat berperilaku sesuai dengan perilaku mereka yang sudah tergabung dalam komunitas. Hadirnya komunitas kedaerahan dapat memberikan dampak positif. Namun, komunitas kedaerahan
ini
harus
menghindari
in-group
yang
berlebihan
(http://edisicetak.joglosemar.co/node/75793 diakses pada Rabu 08-01-2014 pukul 19:07). Peran komunitas daerah seringkali dijadikan sebagai benteng budaya mahasiswa di kota orang. Organisasi dan komunitas mahasiswa daerah hanya lebih sebagai bagian dari agen gap atau medium kesenjangan komunikasi, yang mengakibatkan penghindaran komunikasi dengan masyarakat lain (http://www.academia.edu/5740191/Berasal_Lokal_Berfikir_Global diakses pada Kamis 27-02-2014 pukul 09:29). Dalam berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya, seseorang kerap menemui masalah atau hambatan yang tidak diharapkan sebelumnya. Hambatan bisa berbentuk penggunaan bahasa yang berbeda, nilai-nilai, norma masyarakat, atau perilaku komunikasi yang berbeda di tiap budaya. Setiap daerah atau budaya memiliki keunikan tersendiri dan harus dipatuhi oleh pendatang ketika akan berhubungan dengan warga dari budaya baru tersebut agar komunikasi dapat berlangsung dengan lancar. Stereotype terhadap orang-orang Solo yang merupakan Suku Jawa memang cukup melekat di benak masyarakat. Pandangan masyarakat terhadap pihak yang dilabeli akan menjadi sangat negatif, tidak peduli apakah pemberian label tersebut memiliki landasan argumen yang kuat atau tidak. Para anggota komunitas Jali-Jali tanpa sadar menganggap diri mereka lebih eksklusif dan superior karena berasal dari Ibukota sehingga mereka sering merasa lebih baik dibandingkan orang daerah. Selain itu, kebanyakan dari mereka sudah merasa survive tanpa harus beradaptasi dengan mahasiswa
6
daerah lain karena mereka merasa sudah memiliki teman-teman di Komunitas Jali-Jali yang tentunya berasal dari Jakarta. Oleh karena itu, peneliti akan meneliti tentang Groupthink dalam Komunikasi Kelompok yang difokuskan pada Studi Kasus dalam Komunitas Jali-Jali UNS dengan aspek komunikasi berupa efek karena peneliti akan mencari tahu efek yang dirasakan oleh komunikan (mahasiswa UNS di luar kelompok) yang beinteraksi dengan anggota Jali-Jali dan efek yang ditimbulkan akibat adanya groupthink di dalam Komunitas Jali-Jali. Penelitian terhadap komunikan diperlukan untuk mengetahui persepsi komunikan terhadap Komunitas Jali-Jali dan efek yang ditimbulkan akibat interaksi komunikan dengan anggota Komunitas Jali-Jali. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini akan memberikan gambaran tentang fenomena groupthink di dalam Komunitas Jali-Jali
tanpa
mencari
hubungan
dan
menguji
hipotesa.
Untuk
mengumpulkan data, peneliti akan melakukan observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap anggota Komunitas Jali-Jali dan Mahasiswa UNS di luar kelompok.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas. Maka, rumusan masalah adalah : 1. Bagaimana awal mula sumber informasi mahasiswa asal Jakarta bergabung dengan Komunitas Jali-Jali di UNS? 2. Bagaimana kohesivitas kelompok dapat berdampak pada munculnya groupthink di dalam Komunitas Jali-Jali di UNS? 3. Bagaimana fenomena groupthink dapat mempengaruhi komunikasi antara Komunitas Jali-Jali dengan mahasiswa lain (out-group) di UNS?
7
Tujuan Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mendeskripsikan dan menganalisis awal mula sumber informasi mahasiswa asal Jakarta tentang komunitas Jali-Jali di UNS 2. Mendeskripsikan
dan
menganalisis
kohesivitas
kelompok
dapat
berdampak pada munculnya groupthink di dalam Komunitas Jali-Jali di UNS 3. Mendeskripsikan dan menganalisis secara umum fenomena groupthink dapat mempengaruhi komunikasi antara komunitas Jali-Jali di UNS dengan mahasiswa lainnya.
Tinjauan Pustaka a. Komunikasi Kelompok Menurut Anwar Arifin (1984) komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konferensi, dsb. Michael Burgoon (dalam Wiryanto 2005: 44) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggotaanggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Dari dua definisi di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok. Menurut Dedy Mulyana (2010) kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Pada komunikasi kelompok, 8
juga melibatkan komunikasi antarpribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. b. Komunitas Menurut Sumijatun (2006), Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus dengan batasbatas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga. Menurut Soenarno (2002), Komunitas adalah sebuah identifikasi dan interaksi sosial yang dibangun dengan berbagai dimensi kebutuhan fungsional
(http://www.trigonalworld.com/2013/11/pengertian-
komunitas-menurut-para-ahli.html diakses pada Sabtu 22-02-2014 pukul 14:12). R.M. Maclver dan Charles H. dalam Soekanto (2006: 133) secara singkat menjelaskan bahwa komunitas adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh derajat hubungan sosial tertentu. Dasar-dasar masyarakat setempat adalah lokalitas (tempat tinggal) dan perasaan masyarakat setempat.
c. Teori Pemikiran Kelompok (Groupthink) Kurt Lewin (1930) dalam Antoni (2004: 48) menyatakan bahwa konsep Groupthink merupakan hasil dari kohesivitas kelompok yang pertama kali dibahas. Sejak itu groupthink dilihat sebagai variabel penting untuk mencapai efektivitas kelompok. Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok (Collins dan Raven,1964). Pada kelompok yang memiliki tingkat kohesivitas yang tinggi membuat para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka menjadi mudah melakukan konformitas. Semakin kohesif sebuah kelompok, semakin mudah anggotanya tunduk pada norma kelompok.
9
Menurut Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss (2008 : 346) Kelompok yang memiliki tingkat kohesivitas yang tinggi akan membawa anggotanya semakin erat. Namun, kohesivitas yang tinggi juga akan berbahaya karena akan menganggu pengambilan keputusan dalam kelompok karena energi intrinsik anggota berupa persahabatan, gengsi, dan pengakuan harga diri yang terlalu banyak. Pernyataan ini serupa dengan penelitian di dalam komunitas Jali-Jali. Menurut hasil wawancara dengan para pengurus dan anggota komunitas Jali-Jali, mereka mengakui bahwa hubungan mereka satu sama lain akrab, keakraban itu dapat diartikan sebagai keeratan di dalam kelompok. Teori Pemikiran Kelompok (Groupthink) lahir dari penelitian panjang Irvin L Janis. Melalui karya ’Victims of Groupthink : A Psychological Study of Foreign Decisions and Fiascoes (1972)’, Janis menggunakan istilah groupthink untuk menunjukkan suatu mode berpikir sekelompok orang yang sifatnya kohesif (terpadu), ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggota-anggota kelompok untuk mencapai kata mufakat (kebulatan suara) telah mengesampingkan motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis (Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss 2008: 346).
d. Stereotype Menurut The First LSPR Communication Research, Beyond Borders: Communication Modernity and History (2010: 12) Stereotype adalah asumsi terhadap ciri anggota suatu kelompok. Seorang ilmuwan bernama Walter Lippman menggambarkan bahwa stereotype adalah satu jenis perilaku manusia yang secara kultural menentukan gambarangambaran yang menganggu antara bagian-bagian kognitif individu dan persepsinya tentang dunia. Stereotype sampai sekarang dipahami sebagai sebuah proses yang mendistorsi realita. Stereotype merupakan sebuah pengeneralisasian terhadap individu– individu yang berada dalam suatu kelompok tanpa informasi yang memadai dengan mengabaikan karakteristik individu–individu yang
10
berada dalam kelompok tersebut. Stereotype identik terhadap perbedaan suku, ras, etnis, kelompok agama atau kepercayaan. Sikap dalam komunikasi yang berdasarkan stereotype jelas akan menghambat terjadinya komunikasi yang efektif dan harmonis.. Stereotype jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan sepenuhnya dikarang-karang (http://shindohjourney.com/seputarkuliah/uts-komunikasi-lintas-budaya/ diakses pada Minggu 2302-2014 pukul 04:01).
Sajian dan Analisis Data A. Sumber Informasi tentang Komunitas Jali-Jali Eksistensi Jali-Jali sebagai Komunitas Mahasiswa Jakarta membuat banyak mahasiswa Jakarta yang ingin bergabung dengan Komunitas ini. Dari penelitian ini memperlihatkan sebagian besar sumber informasi tentang adanya Komunitas Jali-Jali adalah dari senior atau kakak tingkat dan dari teman. Namun, ada juga yang mencari sendiri informasi tentang keberadaan Jali-Jali. Para anggota Jali-Jali tentu memiliki alasan yang kuat mengapa mereka ingin bergabung dengan Komunitas Jali-Jali. Hampir semua alasan mereka bergabung adalah ingin menambah pengalaman berorganisasi dan mempunyai banyak teman. Seseorang yang bergabung di dalam sebuah komunitas pasti memiliki alasan tertentu dan mereka merasakan manfaat dengan bergabung di dalam komunitas tersebut. Semua anggota Jali-Jali merasakan hal yang sama ketika sudah bergabung dengan Komunitas Jali-Jali, seperti menambah teman, pengalaman, dan kreatifitas. Di dalam kepengurusannya, Jali-Jali memiliki pengurus inti yang terdiri dari Ketua, Wakil, Sekretaris, dan Bendahara. Terdapat juga penempatan panitia sebagai Divisi Humas, Acara, dan Dokumentasi. Kemudian Jali-Jali juga menempatkan koordinator di setiap Fakultas untuk menghubungi anggota-anggota dari setiap Fakultas masing-masing. Diakui oleh Irfan Faturachman, kepengurusan Jali-Jali terbilang rapih dan sesuai job desk masing-masing.
11
Kepengurusan inti berbeda dengan kepengurusan ketika event. Ketua Jali-Jali akan memilih ulang kepanitian khusus acara tersebut. Hal ini bertujuan agar seluruh anggota dapat merasakan pengalaman di dalam kepengurusan Jali-Jali walaupun sifatnya hanya sementara.
B. Komunikasi di dalam Komunitas Jali-Jali Dalam menjalankan kegiatan komunitas, Jali-Jali juga melakukan komunikasi
dengan
sesama
pengurus,
anggota,
dan
terkadang
berkomunikasi juga dengan mahasiswa lokal (out-group). Komunikasi yang berlangsung pun terjadi secara langsung dan tidak langsung. Komunikasi yang dilakukan oleh sesama pengurus dan anggota Jali-Jali antara lain adalah pengumuman tentang rapat dan kegiatan. Komunikasi yang dilakukan antara pengurus dan anggota Komunitas Jali-Jali dilakukan setiap hari, misalnya bertegur sapa, saling mengobrol, dan mengumunkan soal rapat kegiatan yang akan berlangsung. Pengumuman soal rapat dan kegiatan yang akan berlangsung biasanya dilakukan pengurus melalui media sosial dan smartphone. Soal keakraban antara pengurus dan anggota, Komunitas Jali-Jali termasuk komunitas yang akrab satu sama lain. Tujuan dari setiap kegiatan mereka adalah untuk mengakrabkan diri satu sama lain karena tanpa adanya keakraban diantara pengurus dan anggota maka Komunitas ini akan hancur. Komunikasi dalam membicarakan program yaitu berupa komunikasi yang dilakukan baik oleh pengurus dan pengurus maupun pengurus dan anggota Komunitas Jali-Jali. Acara yang dibicarakan yaitu acara yang akan berlangsung dikemudian hari. Selain
memanfaatkan
media
sosial,
pengurus
Jali-Jali
juga
memanfaatkan koordinator fakultas untuk menghubungi anggota terkait rapat kegiatan yang akan dilaksanakan. Isi rapat tersebut tentang kegiatan yang akan berlangsung berikutnya. Perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat para pengurus Jali-Jali lebih mudah dalam berkomunikasi dengan anggotanya. Tetapi para pengurus Jali-Jali juga memanfaatkan
12
koordinator fakultas sebagai non-media untuk menghubungi anggota JaliJali tentang rapat kegiatan yang akan berlangsung. Dalam menjalankan kegiatannya, Komunitas Jali-Jali juga melibatkan anggota dalam rapat kegiatan. Maka dari itu, pengurus akan mengajak anggota untuk mengikuti rapat. Selain itu, para pengurus Jali-Jali juga memerlukan anggota untuk membantu perlengkapan dan kesiapan acara. Komunitas Jali-Jali sangat memperhatikan para anggotanya. Selain melibatkan anggota dalam rapat, jika akan ada atau sedang diadakan kegiatan Komunitas Jali-Jali, pengurus Komunitas Jali-Jali juga akan langsung menghubungi anggota dengan broadcast message via BBM, Line atau share info via Twitter. Komunikasi Komunitas Jali-Jali dengan mahasiswa lokal (out-group) adalah komunikasi yang terjalin antara Komunitas Jali-Jali dengan mahasiswa-mahasiswa di luar kelompok dan bukan berasal dari Jakarta. Seluruh pengurus maupun anggota Komunitas Jali-Jali merupakan mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari Jakarta. Oleh karena itu, ketika mereka pindah ke Solo untuk melanjutkan kuliah, banyak dari mereka yang tidak bisa beradaptasi dengan mahasiswa-mahasiswa lokal (asli Solo dan sekitarnya). Perbedaan cara bicara, gaya Bahasa, dan pergaulan merupakan salah satu alasan utama, mereka tidak bisa berbaur dengan mahasiswamahasiswa lokal.
C. Kohesivitas dalam Komunitas Jali-Jali Menurut Collins dan Raven (1964) dalam Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss (2008: 346) Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok Pada kelompok yang memiliki tingkat kohesivitas yang tinggi membuat para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka menjadi mudah melakukan konformitas. Semakin kohesif sebuah kelompok, semakin mudah anggotanya tunduk pada norma kelompok.
13
Pada penelitian ini, peneliti akan melihat adanya kohesivitas di dalam Komunitas Jali-Jali dengan cara menilai dari sense of belonging (rasa memiliki), loyalitas, solidaritas, dan pengambilan keputusan dalam kelompok. Dalam Komunitas Jali-Jali, sense of belonging memang sangat kuat karena mereka merasa sama-sama sebagai perantau dan mahasiswa yang berasal dari Jakarta. Rasa persaudaraan karena sesama perantau juga telah terbangun karena sense of belonging yang kuat. Komunitas Jali-Jali dapat dikatakan sebagai salah satu komunitas kedaerahan di UNS yang memiliki sense of belonging yang kuat. Maka dari itu, tidak heran jika Komunitas Jali-Jali masih eksis hingga sekarang bahkan mendapatkan nominasi sebagai komunitas daerah terbaik di UNS. Peneliti juga melihat adanya loyalitas pengurus maupun anggota terhadap Jali-Jali karena mereka mengakui bahwa rasa loyal terhadap Jali-Jali sudah mereka rasakan sejak pertama kali bergabung dengan Komunitas Jali-Jali. Rasa loyal disini berarti bahwa mereka tidak berniat meninggalkan kelompok karena sudah merasa nyaman dan cocok. Selain itu, Komunitas Jali-Jali termasuk komunitas yang memiliki rasa solidaritas yang tinggi antara pengurus maupun anggotanya. Perasaan setia kawan, mendukung dan membantu menyelesaikan masalah anggota lain dan perhatian terhadap masalah anggota lain. Hal ini ditunjukkan dengan saling sharing jika ada masalah di dalam maupun luar kelompok kemudian rasa setia kawan ditunjukkan dengan perhatian jika ada anggota maupun pengurus yang sedang tertimpa musibah. Melihat adanya kohesivitas di dalam komunitas Jali-Jali juga melalui cara pengambilan keputusannya. Dalam setiap pengambilan keputusannya, suatu kelompok pasti melalui berbagai macam proses yang memakan waktu, tenaga, dan pikiran. Begitu juga dengan pengambilan keputusan di dalam Komunitas Jali-Jali. Pengambilan keputusan dalam Komunitas Jali-Jali memang sering memakan waktu lama karena biasanya banyak pilihan yang membuat bingung, contohnya seperti lokasi makrab, bakti sosial, dll. Namun, pada akhirnya jika keputusan belum juga didapat, maka seluruh peserta rapat
14
semua akan mengikuti pendapat ketua karena menurut seluruh peserta rapat, pendapat ketua merupakan yang terbaik.
D. Groupthink dalam Komunitas Jali-Jali Fenomena di dalam Komunitas Jali-Jali ini termasuk dalam fenomena groupthink. Selain karena Komunitas Jali-Jali merupakan komunitas yang terbentuk atas dasar kesamaan lokalitas (homogenitas). Terdapat alasan lain yaitu peneliti menemukan bahwa di dalam Komunitas Jali-Jali tumbuh kohesivitas yang tinggi. Peneliti menemukan beberapa pembuktian bahwa Komunitas Jali-Jali dikatakan sebagai komunitas yang memiliki kohesivitas yang tinggi yang dapat menimbulkan groupthink, yaitu a. Tingkat keakraban yang tinggi satu sama lain b. Sense of belonging (rasa kepemilikan) yang terjalin di dalam Komunitas Jali-Jali c. Loyalitas terhadap kelompok d. Solidaritas di dalam kelompok e. Cara mengambil keputusan yang pada akhirnya mengikuti ketua komunitas (komunikator). Kurt Lewin (1930) dalam Antoni (2004: 48) menyatakan bahwa konsep Groupthink merupakan hasil dari kohesivitas kelompok yang pertama kali dibahas. Sejak itu groupthink dilihat sebagai variabel penting untuk mencapai efektivitas kelompok. Dalam teori groupthink ini, terdapat asumsi penting yang menuntunnya, yakni: 1. Terdapat adanya kondisi-kondisi di dalam kelompok yang sangat menginginkansuatu kohesivitas yang tinggi. Kohesivitas sendiri merupakan batas anggota-anggota suatu kelompok yang bersedia untuk bekerja bersama. Ini merupakan rasa kebersamaan dari kelompok tersebut (West dan Turner, 276: 2009). Asumsi ini sama halnya dengan Komunitas Jali-Jali, di dalam Komunitas Jali-Jali terdapat kohesivitas yang tinggi terlihat dari sense of belonging, loyalitas, solidaritas, dan cara pengambilan keputusannya.
15
2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang menyatu. Dennis Gouran dalam (West dan Turner, 277-278: 2009) mengamati bahwa kelompok-kelompok lebih rentan terhadap batasan afiliatif (affiliative constraints). Batasan afiliatif merujuk pada saat para anggota memilih untuk menahan masukan mereka daripada menghadapi penolakan dari kelompok. Hal ini membuat anggota kelompok lebih tertarik untuk mengikuti pemimpin ketika pengambilan keputusan tiba. Pernyataan ini serupa dengan cara pengambilan keputusan di dalam Komunitas Jali-Jali, jika pada akhirnya keputusan belum juga diambil. Maka, seluruh peserta rapat akan mengikuti keputusan ketua komunitas karena mereka menganggap keputusan ketua adalah yang terbaik.
Dalam kasus groupthink, anggota kelompok menghindari untuk megutarakan sudut pandang pribadi di luar zona konsensus berpikir kelompoknya.
Pandangan-pandangan in-group dalam komunikasi
seringkali dijadikan acuan untuk menilai out-group. Sehingga seringkali terjadi stereotype terhadap out-group. Komunitas kedaerahan, seperti Komunitas Jali-Jali tak jarang mengunggulkan daerah asalnya dan memandang rendah orang-orang yang bukan berasal dari daerahnya. Mereka akan merasa bahwa komunitas daerahnya yang paling unggul sehingga akan terjadi stereotype dalam memandang kelompok luar (mahasiswa lokal). Stereotype orang Jawa adalah lamban dan masa bodoh. Orang Jawa memiliki stereotype sebagai suku bangsa yang sopan dan halus. Tetapi mereka juga terkenal sebagai suku bangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini konon berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga harmoni atau keserasian dan menghindari konflik, karena itulah mereka cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan pendapat. Stereotype terhadap orang Jawa itu lemot sangat melekat di dalam benak para pengurus maupun anggota Komunitas Jali-Jali. Biasanya penilaian seperti ini, mereka dapatkan dari opini-opini terdahulu yang
16
menganggap semua orang Jawa itu lamban karena dari tutur bicara dan gerakan, bahkan terkadang ada istilah ‘Putri Solo’ sebagai ungkapan bahwa orang yang dijuluki ‘Putri Solo’ tersebut lembut dalam bertutur kata dan lamban dalam bergerak. Hal ini juga yang melekat dalam benak para pengurus maupun anggota Komunitas Jali-Jali, mereka sudah menstereotype bahwa semua orang Jawa itu lemot sehingga mempengaruhi mereka dalam beraktivitas di dalam kampus.
Kesimpulan Penelitian ini seperti yang telah dikemukakan di awal hendak mengetahui Fenomena Groupthink dalam Berkomunikasi dengan Kelompok Out-Group di Kalangan Komunitas Jali-Jali Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Sumber informasi para mahasiswa asal Jakarta tentang komunitas Jali-Jali melalui senior sesama mahasiswa Jakarta juga 2. Kohesivitas yang tinggi di dalam komunitas Jali-Jali menimbulkan groupthink. Kohesivitas yang tinggi ini dapat dilihat dari keakraban, sense of belonging, loyalitas, solidaritas, dan cara pengambilan keputusan. 3. Groupthink dapat mempengaruhi interaksi antara komunitas Jali-Jali dan mahasiswa lokal (kelompok luar) karena terdapat banyak kendala seperti Bahasa, topic pembicaraan yang berbeda, dan stereotype. Selain itu groupthink juga dapat memicu ketertutupan mahasiswa asal Jakarta dari pergaulan di Solo, mereka cenderung hanya bergabung dengan sesama mahasiswa Jakarta. Hal ini tentu memunculkan anggapan bahwa mahasiswa asal Jakarta terkesan eksklusif. Padahal dalam kehidupan sehari-hari di Kampus, Komunitas Jali-Jali dapat memanfaatkan para kelompok luar sebagai pengalaman baru mereka dalam berkomunikasi dengan lawan bicara yang berbeda budaya dan Bahasa sehingga dapat tercipta keharmonisan diantara komunitas Jali-Jali maupun kelompok luar (mahasiswa lokal).
17
Saran 1. Suatu kelompok yang memiliki tingkat kohesivitas yang tinggi akan menimbulkan groupthink di dalam kelompoknya. Kohesivitas yang tinggi di khawatirkan akan membuat komunitas Jali-Jali justru rapuh. Sehingga peneliti menyarankan komunitas Jali-Jali harus berbaur dengan mahasiswa lokal (kelompok luar) sehingga dapat meminimalisir sindrom groupthink di dalam komunitas Jali-Jali 2. Groupthink merupakan hal yang negatif sehingga para pengurus dan anggota komunitas Jali-Jali diharapkan dapat menghilangkan sindrom groupthink tersebut di dalam kelompok. Menghilangkan sindrom groupthink ini dapat dimulai dengan menjauhkan perasaan stereotype terhadap mahasiswa lokal (kelompok luar) 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media internet memang berperan dalam menyampaikan pesan di dalam komunitas Jali-Jali. Namun, peran internet belum maksimal karena ada beberapa sosial media yang sudah dimiliki Jali-Jali seperti facebook yang sudah jarang di update. Peneliti menyarankan agar fungsi sosial media seperti facebook dapat digunakan kembali untuk memaksimalkan perkembangan komunitas Jali-Jali kedepannya.
18
Daftar Pustaka Antoni, (2004), Riuhnya Persimpangan Itu: Profil dan Pemikiran Para Pengagas Kajian Ilmu Komunikasi, Tiga Serangkai A. Samovar, Larry, E. Porter, Richard, R. McDaniel, Edwin, (2010), Komunikasi Lintas Budaya, Jakarta: Salemba Humanika Baird, Craig, Knower H, Franklin, dan Becker L, Samuel, (1973), Essentials of General Speech Communication, New York: McGraw Hill Littlejohn, Stephen W. dan Foss, Karen A, (2008), Teori Komunikasi, Jakarta: Salemba Humanika. Mulyana, Deddy, (2010), Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Riordan, Diane dan Riordan, Michael, (2012), Guarding against groupthink in the professional work environtment: A checklist, Journal of Academic and Business Ethics, James Madison University, United States of America. Waluya, Bagja, (2007), Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, Bandung: PT Setia Purna Inves Widyarini, Nilam, (2009), Seri Psikologi Populer: Membangun Hubungan Antar Manusia, Jakarta: PT Elex Media Komputindo Wiryanto, (2005), Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT. Grasindo West, Richard dan Turner, Lynn. H, (2008), Pengantar Ilmu Komunikasi edisi 3, Jakarta: PT. Salemba Humanika http://uns.ac.id/id/tentang-uns/selintas-uns/ diakses pada 27-02-2014 pukul 05:36 http://uns.ac.id/id/kehidupan-kampus/komunitas/ diakses pada 08-01-2014, pukul 18:18 https://twitter.com/search?q=%40jalijaliuns, diakses pada 27-02-2014 pukul 05:42 https://twitter.com/mahasiswaUNS/status/418053337301274624 diakses pada 1004-2014 pukul 05:45 http://www.suaramerdeka.com/v2/index.php/read/cetak/2011/04/16/143630/Ordadan-Primordialisme-Mahasiswa diakses pada 10-04-2014 pukul 05:45 http://www.academia.edu/5740191/Berasal_Lokal_Berfikir_Global diakses pada 27-02-2014 pukul 23:46 http://edisicetak.joglosemar.co/node/75793 diakses pada 08-01-2014 pukul 19:07 http://www.trigonalworld.com/2013/11/pengertian-komunitas-menurut para-ahli.html diakses pada 22-02-2014 pukul 14:12 http://shindohjourney.com/seputar-kuliah/uts-komunikasi-lintas-budaya/ diakses pada 23-02-2014 pukul 04:01
19