ARTIKEL UTAMA
Glimepiride: Generasi Baru Sulfonilurea Paulus Wiyono, Ignatia Sinta Murti Subbag Endokrinologi dan Metabolik Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK-UGM/RS Dr Sardjito Yogyakarta Abstrak. Pada Diabetes Melitus tipe 2 (DM tipe 2) terjadi defek sekresi insulin dari pankreas, resistensi insulin di perifer dan gangguan regulasi produksi glukosa hati. Terapi DM tipe 2 meliputi modifikasi gaya hidup termasuk di dalamnya diet dan latihan jasmani serta terapi farmakologik berupa obat hipoglikemik oral (OHO) dan insulin. Sulfonilurea merupakan OHO yang telah digunakan lebih dari 30 tahun. Sulfonilurea bekerja pada pankreas yang masih berfungsi. Generasi pertama dan kedua golongan ini terbukti efektif dalam mengendalikan kadar glukosa darah sehingga masih relevan untuk digunakan. Meskipun demikian terdapat beberapa efek samping seperti hipoglikemia berat, hiperinsulinemia, penambah berat badan dan hambatan terhadap efek kardioprotektif endogen miokardium. Glimepiride, obat pertama generasi ketiga sulfonilurea memiliki beberapa perbedaan dengan obat-obat sulfonilurea sebelumnya. Glimepiride memberi risiko iskemia miokardium yang lebih rendah, kondisi hiperinsulinemia yang lebih ringan dan risiko hipoglikemia yang lebih rendah. Efikasi obat ini tidak berbeda dengan glibenclamide, glipizide maupun gliclazide. Kata kunci: DM tipe 2, sulfonilurea, glimepiride
Patofisiologi DM tipe 2 Diabetes Melitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakter utama hiperglikemia kronis. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peran yang kuat dalam munculnya DM tipe 2 ini. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktivitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam lemak bebas.1,2,3 Pada DM tipe 2 terjadi defek sekresi insulin, resistensi insulin di perifer dan gangguan regulasi produksi glukosa oleh hepar. Defek sekresi insulin Defek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya DM tipe 2. Pada hewan coba, jika sel-sel Beta pankreas normal, resistensi insulin tidak akan menimbulkan hiperglikemia karena sel ini memiliki kemampuan meningkatkan sekresi insulin sampai 10 kali lipat. Hiperglikemia akan terjadi sesuai dengan derajat kerusakan sel Beta yang menyebabkan turunnya sekresi insulin. 4 Pelepasan insulin dari sel Beta DEXA MEDIA, No. 2, Vol. 17, April - Juni 2004
pankreas sangat tergantung pada transpor glukosa melewati membran sel dan interaksinya dengan sensor glukosa yang akan menginduksi peningkatan glukokinase. Induksi glukokinase akan menjadi langkah pertama serangkaian proses metabolik untuk melepaskan granul-granul berisi insulin. Kemampuan transpor glukosa pada DM tipe 2 sangat menurun sehingga kontrol sekresi insulin bergeser dari glukokinase ke sistem transpor glukosa. Defek ini dapat diperbaiki oleh sulfonilurea.5,6 Kelainan yang khas terjadi pada DM tipe 2 adalah ketidakmampuan sel Beta meningkatkan sekresi insulin dalam waktu 10 menit setelah pemberian glukosa oral atau tumpul dan lambatnya pelepasan insulin fase akut. Hal ini akan dikompensasi pada fase lambat dimana sekresi insulin pada DM tipe 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal. Meskipun terjadi kompensasi, tetapi kadar insulin tetap tidak mampu mengatasi hiperglikemia yang ada atau terjadi defisiensi relatif yang menyebabkan keadaan hiperglikemia sepanjang hari.7 Hilangnya fase akut juga berimplikasi pada terganggunya supresi produksi glukosa endogen setelah makan dan meningkatnya glukoneogenesis melalui stimulasi 65
Paulus W, Ignatia SM: Glimepiride
glukagon.8 Selain itu, defek yang juga terjadi pada DM tipe 2 dan kerabatnya adalah gangguan sekresi insulin basal.9,10 Normalnya sejumlah insulin basal disekresikan secara kontinyu pada kecepatan 0,5 U/ jam dengan pola berdenyut dengan periodisitas 1215 menit (pulsasi) dan 120 menit (osilasi). Insulin basal ini dibutuhkan untuk meregulasi kadar glukosa puasa dan menekan produksi glukosa hati. Puncak-puncak sekresi yang berpola ini tidak ditemukan pada penderita DM tipe 2 yang menunjukkan hilangnya sifat sekresi yang berdenyut.11 Glukosa Produk Hati Hati merupakan jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada keadaan normal, insulin dan glukosa akan menghambat pemecahan glikogen dan menurunkan glukosa produk hati. Pada DM tipe 2 terjadi peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya kadar glukosa puasa. Mekanisme gangguan produksi glukosa hati belum sepenuhnya jelas. Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, peningkatan kadar insulin portal sebesar 5 µU/ ml di atas nilai dasar akan menyebabkan lebih dari 50% penekanan produksi glukosa hati. Untuk mencapai hasil demikian, penderita DM tipe 2 membutuhkan kenaikan kadar insulin portal yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya resistensi insulin pada hati. Peningkatan produksi glukosa hati juga berkaitan dengan meningkatnya glukoneogenesis akibat peningkatan asam lemak bebas dan hormon anti insulin seperti glukagon.8,12 Resistensi Insulin Organ target utama insulin adalah otot, hati dan jaringan lemak. Resistensi insulin disinonimkan dengan terganggunya pembuangan glukosa yang distimulasi insulin. Untuk mencapai normoglikemia dibutuhkan kadar plasma insulin yang lebih tinggi sehingga terjadi hiperinsulinemia yang menjadi penanda resistensi insulin. Pada otot dan jaringan lemak ditemukan kelainan kaskade sinyaling insulin yang berakibat gangguan aktivitas transporter glukosa yang diregulasi insulin (GLUT-4). Selain itu pada beberapa kasus didapatkan penurunan aktivitas tirosin kinase dan IRS-1 (Insulin Receptor Substrat-1). Hiperglikemia kronik dan asam lemak bebas yang 66
tinggi turut berperan dalam munculnya resistensi insulin melalui glukotoksisitas dan lipotoksisitas.11,13
Terapi Diabetes Melitus Pengendalian kadar glukosa darah merupakan bagian terpenting dalam penatalaksanaan DM tipe 2. Berbagai penelitian klinis prospektif acak seperti Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dan U.K. Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan bahwa pengendalian kadar glukosa normal atau mendekati normal akan menurunkan kejadian komplikasi kronis diabetes.14,25,16 Modifikasi gaya hidup, termasuk di dalamnya pengaturan diet dan latihan jasmani merupakan pilar utama terapi DM tipe 2. Pengaturan diet bersifat individual. Tujuannya adalah mencapai atau mempertahankan kadar glukosa darah normal atau mendekati normal, tercapainya berat badan yang rasional dan kadar lipid serta tekanan darah yang optimal.17 Latihan jasmani dapat mencegah awitan DM tipe 2 dan juga membantu pengendalian kadar glukosa dengan meningkatkan sensitivitas insulin. Peningkatan ini disebabkan pengurangan lemak intraabdominal, peningkatan GLUT-4 pada otot, peningkatan aliran darah ke organ-organ yang sensitif insulin dan penurunan kadar asam lemak bebas. Selain itu latihan jasmani memiliki efek tambahan menurunkan tekanan darah, meningkatkan kemampuan jantung, menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL.4,18 Terapi farmakologik yang tersedia saat ini meliputi obat-obat yang menghambat absorpsi glukosa di pencernaan (inhibitor α glukosidase), meningkatkan sekresi insulin oleh sel Beta pankreas (sulfonilurea, meglitinid), menurunkan glukosa produk hepar (thiazolidinedion, biguanid), meningkatkan ambilan glukosa oleh jaringan perifer melalui peningkatan aksi insulin (thiazolidinedion, sulfonilurea dan biguanid) serta insulin.19
Sulfonilurea Sulfonilurea adalah obat hipoglikemik oral (OHO) derivat sulfonamide. Obat ini telah digunakan sejak tahun 1940-an. Generasi pertama sulfonilurea antara lain klorpropamid, tolazamide dan tolbutamide sedangkan generasi kedua adalah glibenclamide, DEXA MEDIA, No. 2, Vol. 17, April - Juni 2004
Paulus W, Ignatia SM: Glimepiride
glipizide, gliquidon dan gliclazide. Sulfonilurea akan terikat pada reseptor spesifik di membran sel Beta. Reseptor ini diduga memiliki kaitan dengan KATP channel sehingga bila sulfonilurea berikatan dengan reseptornya, saluran ini akan ikut tertutup dan efluk K+ dihambat. Hal ini menimbulkan depolarisasi membran sel dan pembukaan voltage-dependent plasma membrane calcium channels sehingga terjadi influk Ca++. Peningkatan Ca++ sitosolik akan mengaktivasi sistem sitoskeletal yang bertanggung jawab terhadap translokasi granul-granul ke permukaan sel dan pelepasan insulin.20 Sulfonilurea mengendalikan kadar glukosa darah melalui efek pankreatik, baik akut maupun jangka panjang dan ekstrapankreatik. Efek akut sulfonilurea berupa peningkatan pelepasan insulin dari sel Beta tanpa mempengaruhi biosintesis proinsulin karenanya sulfonilurea hanya menstimulasi sekresi insulin fase akut dimana pada fase ini insulin yang dilepaskan telah tersedia sedangkan pada fase lambat sebagian besar insulin yang dilepaskan baru disintesis. Efek pemakaian sulfonilurea jangka panjang sampai saat ini belum dapat dijelaskan sepenuhnya. Sekresi insulin pada penggunaan kronik tergantung pada kemampuan intriksik sulfonilurea pada sel Beta, beratnya hiperglikemia dan kadar glukosa puasa. Pada dosis dan pemakaian kronik melewati level tertentu respon insulin dan glukosa tetap sama dengan sebelum terapi atau bahkan turun. Sulfonilurea tidak mempengaruhi sekresi glukagon. 21 Beberapa penelitian menyatakan bahwa sulfonilurea dapat meningkatkan penggunaan glukosa perifer 10-52% (rata-rata 29%) tetapi hal ini disertai dengan kenaikan kadar insulin sebesar 33% sehingga sulit ditentukan apakah sulfonilurea memang memiliki efek intrinsik terhadap resistensi insulin di perifer. 20 Peran sulfonilurea pada penurunan produksi glukosa endogen juga masih dipertanyakan apakah bersifat primer atau akibat regulasi glukosa yang lebih baik serta peningkatan sekresi insulin. Yang jelas, sulfonilurea menekan insulinase hati dan menurunkan klirens insulin di hati.21,23 Banyak pertanyaan muncul seputar rasional tidaknya penggunaan sulfonilurea terkait dengan patofisiologi DM tipe 2. Beberapa hal yang dapat menjadi alasan tetap relevannya pemakaian sulfonilurea adalah: 1. Sulfonilurea bekerja terutama memperbaiki sekresi insulin. Defek sekresi insulin berperan penting dalam patofisiologi DM tipe 2.2 DEXA MEDIA, No. 2, Vol. 17, April - Juni 2004
2. Sulfonilurea bekerja terutama pada sel Beta. Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, umumnya pasien masih memiliki sekitar 20-50% sel Beta yang berfungsi. Memang sekitar 10-15% penderita DM tipe 2 mengalami kegagalan primer atau tidak berespon terhadap pemberian sulfonilurea. Hal ini terjadi karena kapasitas sekresi insulin yang sudah sangat rendah, biasanya ditandai dengan kadar glukosa puasa lebih dari 270 mg/dl.21 3. Stimulasi sekresi insulin terus-menerus tidak mempengaruhi perjalanan alamiah kerusakan sel β. Penelitian yang membandingkan fungsi sel β antara DM tipe 2 yang memperoleh sulfonilurea dengan yang memperoleh diet saja menemukan bahwa penurunan fungsi sel β merupakan perjalanan alamiah diabetes dan mereka yang memperoleh diet saja mengalami penurunan fungsi yang lebih besar.24 4. Sulfonilurea memperbaiki kadar glukosa postprandial. Pentingnya pengendalian glukosa postprandial telah banyak diteliti. Hiperglikemia postprandial berhubungan dengan meningkatnya risiko komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular diabetes. Pengendalian glukosa postprandial memperbaiki kadar glukosa darah secara keseluruhan yang digambarkan dengan HbA1c.25 5. Sulfonilurea memiliki efek ekstrapankreatik. Efek merugikan sulfonilurea adalah munculnya hipoglikemia yang berkepanjangan karena masa kerjanya yang panjang, terjadinya hiperinsulinemia dan penambahan berat badan. Keadaan hiperinsulinemia merupakan faktor risiko terjadinya komplikasi makrovaskular. Mekanisme kerja sulfonilurea berupa penutupan K ATP channel pada sel Beta dapat memperburuk iskemia miokardium. Hal ini disebabkan miokardium juga memiliki KATP channel yang meskipun komposisinya berbeda, ikut terblok oleh sulfonilurea sehingga mekanisme kardioprotektif endogen atau prekondisi iskemia terhambat.26,27
Glimepiride, Generasi Baru Sulfonilurea Glimepiride merupakan sulfonilurea generasi ketiga yang pertama. Mengingat relevansi penggunaan golongan sulfonilurea, diharapkan generasi baru ini memiliki keefektifan yang lebih baik dan efek samping yang lebih rendah dibanding obat-obat generasi sebelumnya. 67
Paulus W, Ignatia SM: Glimepiride
Dalam hal mekanisme pengendalian glukosa darah, glimepiride memiliki efek pankreatik dan ekstrapankreatik. Efek pankreatik berupa sekresi insulin terjadi setelah obat ini berikatan dengan reseptornya di sel Beta dan menyebabkan penutupan KATP channel yang menimbulkan depolarisasi membran sel dan pelepasan insulin. Meskipun bekerja melalui mekanisme yang sama, glimepiride terikat pada reseptor yang berbeda dengan obat golongan sulfonilurea lainnya. Glimepiride terikat pada protein dengan berat molekul 65 kD sedangkan sulfonilurea berikatan dengan protein berberat molekul 140 kD.28 Perbedaan ini menyebabkan glimepiride lebih spesifik terhadap sulfonilurea receptor ( SUR1 ) pada sel Beta dibandingkan glibenclamide. Implikasinya adalah turunnya risiko iskemia miokardium. Glimepiride membutuhkan konsentrasi 3 kali lebih besar dibandingkan glibenclamide untuk dapat menghambat KATP channel miokardium. 26 Berbeda dari golongan sulfonilurea lainnya yang meningkatkan sekresi insulin pada fase akut, glimepiride dikatakan dapat memperbaiki baik fase akut maupun fase lambat sekresi insulin. Meskipun demikian, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memperjelas mekanisme aksi ini.21,29,30 Resistensi insulin dipengaruhi oleh berbagai sitokin seperti adiponectin dan TNF-α. TNF-α menghambat aktivitas tirosin kinase dan translokasi GLUT4 sehingga menimbulkan resistensi insulin. Adiponectin merupakan glikoprotein dalam jaringan adiposit yang dapat menghambat TNF-α. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa glimepiride dapat meningkatkan sensitivitas insulin pada jaringan perifer - yang tampak melalui penurunan HOMA IR(Homeostasis Model Assessment of Insulin Resistance) melalui beberapa mekanisme, antara lain : peningkatan kadar adiponectin dan penurunan TNF-α,31 stimulasi sintesis glikogen yang dimediasi P13 kinase22 dan lipogenesis.28 Peningkatan ambilan glukosa di perifer disebabkan oleh stimulasi transport glukosa akibat translokasi transporter glukosa GLUT1 dan GLUT4. 28,32 Dua puluh satu penelitian di Amerika, Eropa dan Jepang yang menguji efikasi glimepirid dalam mengendalikan glukosa darah puasa dan postprandial dalam masa pemberian yang bervariasi 2 minggu sampai 2,8 tahun menunjukkan perbaikan kadar glukosa darah puasa, kadar glukosa postprandial dan HbA1c serta peningkatan kadar insulin puasa.28,33 Tidak 68
ditemukan perbedaan efikasi yang bermakna dalam penelitian yang membandingkan glimepiride dengan glibenclamide, gliclazide maupun glipizide.34,35,36 Glimepiride memiliki tetapan asosiasi 2,5 – 3 kali lebih tinggi dengan tetapan disosiasi 8 – 9 kali lebih tinggi dan afinitas terhadap sel Beta 2,5 – 3 kali lebih rendah dibandingkan obat sulfonilurea lain. Hal ini berimplikasi pada mula kerja yang lebih cepat dengan masa kerja yang lebih singkat sehingga risiko hipoglikemia diperkecil. Pada latihan jasmani dikatakan dengan potensi penurunan kadar glukosa darah yang sama, efek hiperinsulinemia yang ditimbulkan glimepirid lebih rendah dibandingkan glibenclamide.34
Daftar Pustaka 1. Klein BE, Klein R, Moss SE, et al. Parenteral history of diabetes in a population-based study. Diabetes Care 1996; 19:827-30 2. Zimmet PZ. The pathogenesis and prevention of diabetes in adults: Genes, autoimmunity and demography. Diabetes Care 1995; 18:1050-71 3. Mahler RJ and Adler ML. Type 2 diabetes mellitus: Update on diagnosis, pathophysiology and treatment. J Clin Endocrinol Metab 1999; 84 (4):1165-71 4. McCulloh DK, Kahn SE, Swartz MW, et al. Effect of nicotinic acid-induced insulin resistance on pancreatic β− β−cell function in normal and streptozocin-treated baboons. J Clin Invest 1991; 87:1395-401 5. Lehy IL. Natural history of β -cell dysfunction in NIDDM. Diabetes Care 1991; 13:992-1010 6. Weyer C, Bogardus C, Mott DM, et al. The natural of insulin secretory dysfunction and insulin resistance in the pathogenesis of type 2 diabetes mellitus. J Clin Invest 1999; 104:787-94 7. Garber AJ. The importance of early insulin secretion and its impact on glycaemic regulation. International Journal of Obesity 2000; 24 (suppl 3):S32-7 8. Del Prato S, Marchetti P, Bonadonna RC. Phasic insulin release and metabolic regulation in type 2 diabetes. Diabetes 2002; 51(suppl 1):109-16 9. O,Rahilly S, Turner RC, Matthews DR. Impaired pulsatile secretion of insulin in relatives of patients with non-insulin-dependent diabetes. N Engl J Med 1988; 318:1225-30 10. Polonsky KS, Given BD, Hirsch LJ, et al. Abnormal patterns of insulin secretion in non insulin dependent diabetes. N Engl J Med. 1988;318:123139 11. Ostenson CG. The pathophysiology of type 2 diabetes mellitus: an overview. Acta Physiol Scand 2001; 171:241-7 12. Groop LC, Bonadonna RC, Del Prato S, et al. Glucose and free-fatty acid metabolism in non-insulin-
DEXA MEDIA, No. 2, Vol. 17, April - Juni 2004
Paulus W, Ignatia SM: Glimepiride
dependent diabetes: evidence for multiple insulin resistance. J Clin Invest 1989; 84:205-13 13. Shulman GI. Cellular mechanisms of insulin resistance in human. Am J Cardiol 1999; 84:3J-10J 14. The Diabetes Control and Complications Trial Research Group. The effect of intensive treatment of diabetes on the development and progression of long-term complications in insulin dependent diabetes mellitus. N Engl J Med 1993; 329:977-86 15. The DCCT/EDIC Research Group. Retinopathy and nephropathy in patients with type 1 diabetes four years after a trial of intensive therapy. N Engl J Med 2000; 342:381-9 16. Stratton IM, Adler AI, Neil HA, et al. Association of glycaemia with macrovascular and microvascular complications of type 2 diabetes (UKPDS 35): prospective observational study. BMJ 2000;321:40512 17. American Diabetes Association Professional Practice Committee and Executive Committee. Evidence based nutrition principles and recommendation for treatment and prevention of diabetes and related complications. Clinical Diabetes 2002; 20(2):53-64 18. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes. Diabetes Care 2004; 27:S15-S35 19. Chehade JM and Mooradian AD. A rational approach to drug theraphy of type 2 diabetes mellitus. Drugs 2000; 60(1):95-113 20. Malaisse WJ, Lebrun P. Mechanisms of sulfonilureainduced insulin release. Diabetes Care 1990; 13(suppl 3):9-17 21. Lebovitz HE and Melander A. Sulfonilurea: basic aspects and clinical uses. In International Textbook of Diabetes Mellitus. In: Alberti KGMM, Zimmet P, DeFronzo RA, et al (ed). 2nd ed. John Willey and Sons Ltd.1997.p.817-36 22. Haupt A, Kausch C, Dahl D, et al. Effect of glimepiride on insulin stimulated glycogen synthesis in cultured human skeletal muscle cells. Diabetes Care 2002; 25:2129-32 23. Luna B and Feinglos MN. Oral agent in management of type 2 diabetes mellitus. American Family Physician 2001; 63(9):1747-51 24. UKPDS 16. Overview of 6 years therapy of type II diabetes: a progressive disease. U.K. prospective diabetes study group. Diabetes 1995 ; 44:1249-58.
DEXA MEDIA, No. 2, Vol. 17, April - Juni 2004
25. Bastyr EJ, Stuart CA, Brodows RG, et al. Therapy focused on lowering postprandial glucose, not fasting glucose, may be superior for lowering HbA1c. Diabetes Care 2000; 23:1236-41 26. Lee TM and Chou TF. Impairment of myocardial protection in type 2 diabetic patients. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 2002; 88(2):531-7 27. Harimoto H, Nakai Y, Mieno S, et al. Oral hypoglycaemic sulfonylurea glimepiride preserves the myoprotective effects of ischaemic preconditioning. J Surg Res 2002; 105 (2):181-8 28. See TT, Lee SP, Chen HF, et al. The effect of glimepiride on glycemic control and fasting insulin levels. Journal on Food and Drug Analysis 2003; 11(1):1-3 29. Korytkowski M, Thomas A, Reid L, et al. Glimepiride improves both first and second phases of insulin secretion in type 2 diabetes. Diabetes Care 2002; 25:1607-11 30. Groop L, Melander A, Groop PH. Different effects of glyburide and glipizide on insulin secretion and hepatic glucose production in normal and NIDDM subjects. Diabetes 1987; 36:1320-8 31. Tsuneka T, Hayashi T, Suzuki Y, et al. Plasma adiponectin plays an important role in improving insulin resistance with glimepiride in elderly type 2 diabetic subjects. Diabetes Care 2003; 26(2):285-9 32. Muller G and Wied S. The sulfonilurea drug, glimepiride, stimulates glucose transport, glucose transporter translocation, and dephosphorylation in insulin rat adipocytes in vitro. Diabetes 1993; 42(12):1852-67 33. Schneider J. An overview of the safety and tolerance of glimepiride. Horm Metab Res 1996; 28(9):426-9 34. Langtry HD, Balfour JA. Glimepiride. A review of its use in the management of type 2 diabetes mellitus. Drugs 1998; 55(4):563-84 35. Draeger KE, Wernicke-Paten K, Lomp HJ. Long-term treatment of type 2 diabetic patients with the new oral antidiabetic agent glimepiride (Amaryl): a double blind comparison with glibenclamide. Horm Metab Res 1996; 28(9):419-25 36. Scholz GH, Schneider K, Knirsch W, et al. Efficacy and tolerability of glimepiride in daily practice: A non interventional observational cohort study. Clin Drug Invest 2001; 21(9):597-604
69