PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)
Diajukan Kepada Fakultas Teologi Sebagai Salah Satu Persyaratan Uji Kelayakan Memperoleh Gelar dalam Dunia Akademik
SKRIPSI Oleh : Ni Luh Nugraheni Suyepha NIM: 712007002
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA FAKULTAS TEOLOGI 2011
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing Skripsi
Pembimbing I Pdt. Dien Sumiyatiningsih, G. D. Th., M.A.
Pembimbing II Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th. M
ii
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpah kasih-Nya penulis dapat menulis skripsi ini sebagai syarat untuk mengakhiri perkuliahan di jenjang Strata 1. Selain itu, alasan yang mendasari penulisan skripsi yang berjudul PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) adalah oleh karena penulis melihat bahwa jemaat membutuhkan definisi yang jelas mengenai makna warna-warna liturgi, akan tetapi tidak ada keberanian dari jemaat untuk bertanya kepada pejabat gerejawi dan pejabat gerejawi juga masih menunggu adanya pertanyaan dari jemaat. Bagi seorang sarjana teologi memberikan informasi bukanlah sesuatu yang salah, karena jemaat juga pasti menyambut baik informasi yang mereka butuhkan. Warna-warna liturgi tidak hanya memiliki peranan dalam gereja. Di luar gereja, warna-warna liturgi merupakan simbol misteri iman dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagaimana diungkapkan oleh Dillinstone dalam buku Daya dan Kekuatan Simbol bahwa simbol memiliki maknanya sendiri atau nilainya sendiri dan bersama dengan ini daya kekuatannya sendiri menggerakkan kita. Dalam kehidupan gereja, warna merupakan bagian yang sentral dalam liturgi. Maksudnya, warna menjadi simbol yang menyatukan jemaat. Misalnya, sebagai bangsa Indonesia, kita mengenal warna merah dan putih. Merah berarti berani dan putih berarti suci. Warna-warna ini menghubungkan serta menyatukan masyarakat Indonesia menjadi sebuah bangsa dan merupakan identitas nasional masyarakat Indonesia. Kemudian, bagaimanakah peranan warna bagi Gereja Kristen Protestan di Bali dan sejauh manakah warna-warna liturgi dipahami oleh gereja? Pembahasan ini akan dibahas pada BAB III.
iii
GKPB tidak hanya kontekstual di luar GKPB, tetapi juga ke dalam GKPB. Apa yang dimaksud dengan kontekstual di luar adalah memakai warna-warna yang mirip dengan agama lain (Hindu) atau gereja mula-mula serta menjawab tri panggilan gereja, yakni bersekutu, bersaksi, dan melayani. Sedangkan, menjadi kontekstual ke dalam adalah menjadi kritis terhadap kebudayaan. Tulisan ini penulis persembahkan kepada gereja secara khusus yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi pekerja gereja. Tulisan ini merupakan sumbangan penulis demi terwujudnya pemahaman yang sama akan makna dari warnawarna liturgi. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan tulisan ini dan masih perlu terus diperlengkapi. Akhirnya penulis ingin mengucapkan terimakasih yang ditujukan kepada: 1. Orang tua yang selalu berusaha agar penulis dapat menyelesaikan perkuliahan hingga akhir 2. Gereja yang telah mendukung penulis selama proses perkuliahan, dan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana dan memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di GKPB 3. Fakultas yang telah memberi pendidikan selama penulis menempuh perkuliahan. Secara khusus penulis sampaikan pada dosen pembimbing, yang bersedia membimbing selama penulisan skripsi (Pdt. Dien Sumiyatiningsih, G. D. Th., M.A. dan Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th. M) 4. Keluarga yang telah membantu selama melakukan penelitian. Keluarga yang setia menemani, mengantar, memberikan tempat tinggal selama penelitian. (Om iv
Nyoman, Tante Martin, Tante Wiwik, Tante Luh Artini, Om Luki, Om Ketut, Gideon) 5. Teman-teman angkatan yang telah mendukung selama perkuliahan 6. Kepada teman-teman (keluarga besar Lantis: Delila, Kak Ine, Nansi, Eni, dan Hilda) yang memberikan semangat dan dukungan setiap hari. Penulis menyadari, tanpa adanya dukungan dan bantuan dari pihak-pihak di atas, penulis tentu bukanlah apa-apa. Secara akademik, inilah hasil yang bisa penulis sumbangkan. Tulisan ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih baik dalam bergereja umumnya dan khususnya dalam beribadah.
Salatiga, 11 Februari 2012
Penulis
v
Saripati Liturgi dapat dikatakan sebagai pelayanan yang dilakukan oleh jemaat yang diwujudkan dalam tata kebaktian secara khusus dan pelayanan dalam arti umum. Dalam tata kebaktian terdapat beberapa warna sebagai tanda siklus kalender gereja dan peristiwa gerejawi. Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) dalam tata kebaktian gerejawi juga menggunakan liturgi dengan warna-warna liturgi yang hampir sama dengan warna-warna kebudayaan Bali (hasil pemahaman bersama orang Bali), sehingga liturgi terkesan sebagai tradisi (simbol yang mati). Oleh karena itu, perlu diteliti secara mendalam pemahaman jemaat GKPB mengenai warna-warna liturgis. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan datanya adalah Focused Group Discussion (FGD), wawancara, studi pustaka, dan dokumentasi. Terhadap 24 orang nara sumber yang terdiri atas pendeta, penatua, jemaat dan seorang pelukis logo GKPB. Hasil penelitian menunjukan bahwa ayat-ayat minggu GKPB masih dipengaruhi oleh tradisi gerejawi jemaat di Hernhut, Jerman, sehingga jemaat menganggap bahwa warna-warna liturgi adalah tradisi. Tidak semua nara sumber mengetahui tentang jenis warna-warna liturgi. Ada yang tidak tahu sama sekali jenis warna liturgi dan ada juga yang mengatakan bahwa warna liturgi lebih dari 5 jenis dengan menambahkan warna cokelat dan biru. Walaupun ada nara sumber yang tidak mengetahui fungsi warna-warna liturgi, tetapi beberapa nara sumber memahami bahwa fungsi warna liturgi adalah untuk memperingati hari raya, untuk menuntun petugas ibadah supaya tidak bingung siapa yang bertugas berdoa atau membaca ayat-ayat dan untuk membedakan minggu yang satu dengan yang lain. Ada pemahaman yang berbeda di GKPB mengenai makna warna ungu dan hitam. Ada yang menganggap warna ungu digunakan pada saat kedukaan dan penguburan. Ada juga yang menganggap warna hitamlah yang digunakan pada saat kedukaan dan putih pada saat penguburan. Hasil penelitian juga menunjukan tidak dilakukan sosialisasi warna-warna liturgi kepada jemaat. Kesimpulannya, jemaat memahami warna-warna liturgi hanya sebatas tradisi. Kontekstualisasi warna-warna liturgi dilakukan untuk mengkritisi kebudayaan. Maksudnya, gereja memakai warna-warna liturgi yang merupakan simbol peristiwaperistiwa gerejawi, bukan lambang yang memiliki makna profan. Salah satunya logo GKPB yang bercorak khas Bali, akan tetapi tetap memiliki makna gerejawi. Kontekstualisasi diwujudkan dalam tindakan, yang tidak dapat diukur maupun dinilai secara kuantitas. Kesimpulannya, usaha-usaha yang dilakukan GKPB untuk menjadi kontekstual itu juga perlu dipahami dan dihargai oleh pihak mana pun, sebagai tujuan yang mulia dalam menjalin relasi antar denominasi, suku, maupun agama. Rekomendasi kepada sinode agar supaya sinode merumuskan bersama mengenai makna warna-warna liturgi. Rekomendasi kepada gereja (pendeta) adalah agar supaya memberikan sosialisasi kepada pendeta muda mengenai makna warna-warna liturgi. Kepada penatua, agar supaya memberikan sosialisasi kepada jemaat melalui berbagai upaya seperti seminar-seminar, diskusi-diskusi, dsb. Kepada fakultas agar supaya memberikan dukungan baik soal moril maupun materiil, dan secara teologis dalam menggumuli dan pemakaian warna-warna liturgi.
vi
Daftar Isi Halaman Halaman Judul……………………………………………………
i
Halaman Persetujuan Pembimbing……………………….….....
ii
Kata Pengantar…………………………………………………..
iv
Saripati……………………………………………………………
vii
Daftar Isi………………………………………………………….
ix
Daftar Table.....…............................................................................
xii
Daftar Gambar.……………………………………………...........
xiii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………...........
1
1.1
Latar Belakang……………………………………..
1
1.2
Rumusan Masalah………………………………….
4
1.3
Tujuan Penelitian…………………………………..
4
1.4
Manfaat Penelitian………………………………... .
5
1.5
Metodelogi Penelitian………………………….........
5
1. Metode Penelitian……………………….......
5
2. Teknik Pengumpulan Data………………….
6
3. Waktu Penelitian………………………….....
10
Sistematika Penulisan………………………………..
10
1.6
BAB II LANDASAN TEORI………………………………………… 2.1
12
Liturgi………………………………………………....
13
2.1.1 Sejarah Liturgi………………………….............
13 vii
2.1.2 Pengertian Liturgi……………………………....
15
2.1.2.1 Liturgi dalam Perjanjian Baru……….
16
2.1.2.2 Liturgi dalam Septuaginta.....................
16
2.1.2.3 Liturgi dalam Gereja Perdana…..
16
2.2
Arti Simbol dan Makna Warna Liturgi………....
18
2.3
Kajian Dasar-dasar Teologis Liturgi…………….
21
2.3.1 Aspek Penyembahan Kepada Allah…...........
21
2.3.2 Aspek Pengajaran…………………………....
21
2.3.3. Yesus Kristus………………………………...
22
2.3.4. Alkitab……………………………………......
22
2.3.5. Keikutsertaan Umat………………................
23
2.3.6. Perubahan……………………………............
23
Proses Sosialisasi/Pendidikan Warna-warna Liturgi
24
2.4
BAB III HASIL PENELITIAN………………………………............. 3.1
29
Sumber Data Penelitian………………………….........
29
3.1.1 Gambaran Umum Sejarah Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB)……………………………...................... 3.1.2
Gambaran
Umum
Warna-warna
dalam
32 agama
Hindu-
Bali….....................................................................
40
3.2
Dasar-dasar teologis warna-warna liturgi……….........
44
3.3
Ketidaksetaraan Pemahaman Warna-warna Liturgi dalam Jemaat
61
3.4
Kontekstualisasi Warna-Warna Liturgi dalam Kaitannya dengan Gereja yang Oikumenis…………………………............
76 viii
Kesimpulan………………………………………………
90
Rangkuman………………………………………………
92
BAB IV TANGGAPAN KRITIS DAN REFLEKSI TEOLOGIS.........
96
4.1
Tanggapan Kritis………………………………...............
96
4.2
Refleksi Teologis………………………………………….
97
BAB V PENUTUP………………………………………………..............
102
5.1
Kesimpulan……………………………………………….
102
5.2
Saran………………………………………………….......
105
5.2.1
Bagi GKPB (pendeta)…………………………….
105
5.2.2
Bagi penatua……………………………………....
107
5.2.3
Bagi fakultas…………………………………….....
107
Daftar Pustaka Lampiran-lampiran
ix
Daftar Tabel
Tabel 3.1.2.1 Nara sumber pendeta………………………………………………………...30 Tabel 3.1.2.2 Nara sumber penatua………………………………………………………...31 Tabel 3.1.2.3 Nara sumber jemaat.……………………………….......................................32
x
Daftar Gambar Gambar 3.2.1 Observasi partisipan mengenai Dasar-dasar Teologis Warna-warna Liturgi....................................................................................................................................47 Gambar 3.2.2 Majelis mempersembahkan pujian………………………………………….48 Gambar 3.2.3 Stola berwarna hitam bukan simbol kedukaan melainkan sukacita akan hidup yang kekal…………………………………………………………………………………………………50
Gambar 3.2.4 Warna ungu sebagai simbol kesungguhan menyambut Tuhan Yesus……...57 Gambar 3.2.5 Warna putih merupakan simbol Tuhan Yesus menjalin hubungan dengan manusia…………………………………………………………………………………….59 Gambar 3.3.1: Observasi Partisipan Mengenai makna Warna-warna Liturgi menurut Jemaat………………………………………………………………………………………66 Gambar 3.3.2 Warna merah sebagai simbol bahwa Roh Kudus menyertai gereja dalam menciptakan makna bersama………………………………………………………………69 Gambar 3.4.1 Observasi Partisipan Mengenai Kontekstualisasi Warna-Warna Liturgi dalam Kaitannya dengan Gereja yang Oikumenis………………………………………………...78 Gambar 3.4.2 Kontekstualisasi dalam arti membangun kebersamaan…………………......78 Gambar
3.4.3
Pendeta
Memakai
Stola
Berwarna
Hijau
Bersama
Seorang
Misionaris…………………………………………………………………………………..80 Gambar 3.4.4 Logo GKPB pada stola pendeta…………………………………………….83 Gambar 3.4.5 Pendeta Menggunakan Stola Berwarna Ungu………………………………85 Gambar 3.4.6 Pendeta menggunakan stola pada saat membaptis dan jemaat memakai pakaian adat daerah…...……………………………………………………........................86
xi
Gambar 3.4.7 Stola berwarna hitam………………………………………………………..88
xii