GEREJA SEBAGAI AGEN PENDIDIKAN KRISTEN ANAK USIA DINI Oleh: Obaja Dani Pranoto1 Abstraksi Pelayanan dalam pendidikan anak usia dini merupakan sebuah peluang multidimensional, di mana gereja menempati posisi yang sangat strategis untuk dapat memulai atau mengembangkan lebih luas di tengahtengah masyarakatnya. Sekarang ini adalah waktu yang sangat tepat untuk memulai Pendidikan Anak Usia Dini, dimana gereja sudah memiliki potensi besar melalui Sekolah Minggunya, warga gereja yang relatif menetap, jadwal yang sudah terlaksana secara rutin, pengelolaan kas yang profesional. Gereja semestinya melihat kesempatan ini sebagai pijakan bagi misi gereja, untuk memuridkan dan meletakkan dasar watak sikap perilaku dan cara berpikir kreatif yang tetap berada dalam koridor iman Kristen. Kiranya melalui tulisan ini pembaca dapat lebih memahami dan terbuka akan pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini yang dilaksanakan gereja dalam konteks dan lingkungannya.
Church as Agent of Early Childhood Christian Education Abstract A ministry of early childhood education is a multi-dimension opportunity, which church places a most strategic position to start or edify it wider in the midst of social communitiy. Today is an exact time to begin, which church had a big resource through Sunday School, settled church people, regular schedule, professionally managing money supply. Church should view this opportunity as a mission pedestal, for discipling and laying grounded disposition of behaviour, and thinking creatively in christian sense corridor. Hopefuly, through this paper, readers shall understand in better way and be realized how important Early Childhood Education which is undertaken by church in its social context.
Keyword: Pendidikan Kristen, PAUD,
1
Pengajar di STT “Intheos” Surakarta, serta sebagai Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini di wilayah Surakarta (dani.kawotjo@gmailcom).
1
dan pelayanan pendidikan anak usia dini
PENDAHULUAN
pada khususnya.
Jika diperhatikan sekarang maka Indonesia berpotensi mengalami masa
Dasar Hukum Kaidah Iman Pendidikan
kristis dan krisis pendidikan, adanya indikasi terjadinya masalah mentalitas, kekerasan
dan
perdagangan 1.
/komersialisasi pendidikan, dan mungkin
masyarakat
Padahal jika dicermati salah satu
Esa,
bangsa, untuk mencapai masyarakat
perilaku yang terpuji yang berwawasan
untuk dapat mempersembahkan yang
kebangsaan dan dalam koridor kaidah
Negara
iman Kristen.
Indonesia, dalam hal ini terkait dengan peran serta gereja dalam mempersiapkan
2.
melalui
Allah
pendidikan anak usia dini.
sikap
mewarisi
bahwa
tradisi
dalam
kaidah
iman
Kristen
sebab Firman Allah merupakan pedoman
generasi
dan tuntunan ( 2Tim.3:16-17)2 umat
mendatang harus diselamatkan, dan tidak
Alkitab yang adalah Firman
semestinya dilaksanakan tanpa ragu,
Perlu adanya tekad yang kuat dan kesatuan
demikian pula gereja sebagai
dan mentalitas, keimanan dan sikap
tentunya mengikat setiap warga bangsa
Indonesia
dengan
strategis dalam peletakan dasar moral
Pancasila dan UUD 1945. Tujuan ini
emas
sesuai
lembaga keagamaan menempati posisi
yang adil dan makmur berdasarkan
generasi
haruslah
maupun
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
1945 yakni, mencerdaskan kehidupan
dan
Negara
yang mengedepankan keimanan dan
yang terdapat dalam Pembukaan UUD
Bangsa
yang
semangat UUD 1945 dan Pancasila,
Tujuan Bangsa dan Negara Indonesia
bagi
Pendidikan
diselenggarakan
masih ada beberapa lagi keprihatinan itu.
terbaik
Pendidikan dan Kristen Dalam
sikap
manusia untuk mencapai kehidupan
yang
memprihatinkan seperti yang terjadi
2
2Tim.3:16, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (Ay.)17 Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.(TB)
pada masa sekarang ini. Bagaimanakah sikap gereja terhadap pendidikan di Indonesia pada umumnya 2
yang bahagia baik di dunia ini maupun
dalam semua aspek hidup manusia
dalam kekekalan. Kata “kebenaran”
(seperti yang dimaksudkan dalam Yoh.
yang dimaksudkan di atas memiliki
3:16)3. Akan tetapi gereja membatasi diri
makna implikatif atas segala sesuatu
hanya terkait pada pelayanan rohani
dalam
dalam
mendidik,
mengobservasi,
kaitan
perkembangan
dan
kemajuan yang bersifat gerejawi.
memodifikasi perilaku dan mendidik.
Peran serta gereja dalam kaitan
Firman Allah inilah yang akan menjadi
‘manusia dan dunianya’ masih sangat
pijakan dalam pendidikan Kristen.
perlu dikembangkan dan dimajukan, IDENTIFIKASI PEMAHAMAN AKAN PENDIDIKAN YANG AMBIGUITAS
mengapa
demikian?
Cobalah
direnungkan, jika Kristus datang ke dunia bukankah untuk menyelamatkan
Ada beberapa fenomena paradigm
bukan hanya manusianya saja tetapi
dan sikap gereja terhadap pendidikan
sampai
Kristen di Indonesia, yang teridentifikasi
kepada
tatanan
dan
lingkungannya; bukan seperti orang
mengalami ambiguitas, sehingga sangat
datang ke toko swalayan yang langsung
mempengaruhi keputusan dan perilaku
mengambil barang-barang yang cuman
gereja dalam pendidikan Kristen.
dia
butuhkan
membayarnya,
1. Gereja hanya terpanggil untuk karya keselamatan manusia dari dosa
milikNya
dan
Kristus
bukan
kemudian datang
sebagai
pada
pembeli
ataupun orang asing melainkan sebagai Gereja memang seharusnya menjadi
pemilik.
representasi Kristus dan karya-Nya, dosa merupakan masalah utama dan yang 3
pertama kali harus diselesaikan agar
Yoh.3:16. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (TB). Kata “dunia” menyangkut pada manusia dan dunianya, dalam hal ini Allah juga peduli terhadap dunia pendidikan, agar karya Kristus dalam dunia pendidikan jelas dan nyata bahwa dunia pendidikan juga sebagai sarana kasih karunia Allah dalam Yesus Kristus gerejaNya harus selaras dengan maksud ini.
manusia dapat diperdamaikan kembali dengan Allah dan hidup dalam kasih karuniaNya. Karya keselamatan manusia dari dosa
oleh
gerejaNya,
Kristus
dan
semestinya
diteruskan menyangkut 3
Gereja
dan
demikian
segala
pula
aspeknya
umat
dewasa memiliki kekuatan yang lebih
aspeknya
dalam
segala
lengkap sebagai umat Tuhan yang siap
ada
dalam
melaksanakan
semestinya
sinergitas yang siap untuk menyongsong
berani
kedatangan Kristus yang kedua, dengan
panggilan Tuhan padanya.
demikian
paradigma
ragu
secara
memenuhkan
dapat
Meskipun anak-akan tetapi manusia
melalui
nature –nya itu berpotensi berdosa
holistik
dengan hawa nafsu, kehendak dan
integratif dan dapat dimulai dari usia
pikirannya (Ef. 2:3 – “Sebenarnya
dini.
dahulu kami semua juga terhitung di
dikembangkan pendidikan
yang
tanpa
keimanannya
gereja
harus
bersifat
Pendidikan yang dilaksanakan gereja pada
usia
sudah
dalam hawa nafsu daging dan menuruti
dilaksanakan dalam tataran Sekolah
kehendak daging dan pikiran kami yang
Minggu (mungkin pemaknaannya adalah
jahat. Pada dasarnya kami adalah
Sekolah
hari
orang-orang yang harus dimurkai, sama
sekolah
seperti mereka yang lain (TB) - Among
minggu tidak hanya dapat dilakukan
whom also we all had our conversation
untuk anak-anak kecil saja tetapi juga
in times past in the lusts of our flesh,
untuk orang dewasa.
fulfilling the desires of the flesh and of
Minggu),
dini
yang yang
sebenarnya
antara mereka, ketika kami hidup di
diadakan
pada
sebenarnya
Sekolah Minggu untuk anak-anak
the mind; and were by nature the
dianggap hanya sebagai pelengkap untuk
children of wrath, even as others”.
pendidikan iman dan hanya dilakukan 1
(AV)). Inilah yang semestinya menjadi
hari (1 – 2 jam saja )per minggu, ini
kewaspadaan gereja dalam pendidikan
tidaklah cukup. Padahal secara teologis
Kristen sejak usia dini. Potensi berdosa
dan imani, bahwa iman harus menjadi
inilah yang perlu ditangani secara serius
dasar dari segala sesuatunya (tanpa iman
dan berkesinambungan sejak usia dini.
maka tidak berkenan kepada Allah –
Potensi keberdosaan seorang anak
Ibr.11:6), semestinya gereja mengawal
nampak dalam emosi yang diekspresikan
pertumbuhan iman secara intensif, agar
melalui kemarahan, tindakan anak yang
satu kali kelak anak-anak ini setelah
membela dirinya sendiri dan mulai 4
menyalahkan orang lain,juga nampak
gereja
dalam berkata-kata, seorang anak kecil
memberikan
manfaat
jika
gereja
sudah dapat mengarang cerita.
berpandangan
bahwa
semua
realita
dipengaruhi
oleh
Seorang anak kecil bisa cemburu,
seseorang
pada
realita,akan
itu
lebih
Michelle Kennedy menuliskan, “ketika
rohaninya, tidak ada yang tidak rohani
mencoba menghadapi perilaku buruk
bagi orang percaya tetapi semuanya
anak akibat rasa cemburu. Anda perlu
rohani.7
meletakkan diri di posisi mereka.”4 Rasa
Dikotomi ini hanya memberikan
cemburu dapat menghasilkan perilaku
celah dan dampak pada pelemahan peran
buruk, misal marah bahkan trantum.5
gereja dan umat, pemahaman yang dikotomi
Anak dapat tiba-tiba berperilaku
ini
buruk bahkan saat di depan tamu,
dikembangkan
mengapa
dengan
mereka
tiba-tiba
Nampak
hendaknya dalam
memperhatikan
tidak
pendidikan, sikap
dan
menjadi liar? “Padahal pada umumnya,
perasaan Allah bahwa Dia mengasihi
anak-anak memahami konsep perilaku
manusia bahkan ketika manusia itu
yang baik.”6 Beberapa contoh di atas
masih berdosa (Rm.5:8) – “Akan tetapi
merupakan
dengan
Allah menunjukkan kasih-Nya kepada
perangai yang berpotensi menimbulkan
kita, oleh karena Kristus telah mati
dosa, sikap-sikap potensi inilah yang
untuk kita, ketika kita masih berdosa.”
manusia
natur
Ini merupakan sikap inklusi Kristus,
perlu dimodifikasi dalam pendidikan
yang semestinya diwarisi gereja, bahwa
Kristen.
pendidikan mulai dari usia dini sampai 2. Gereja memilah perannya antara rohani dan non rohani
jenjang-jenjang berikut haruslah bersifat inklusi,
Anggapan ini sangatlah merugikan
siapapun
orangnya
mereka
memiliki hak dan kesempatan untuk
gereja karena akan menggerus peran
menerima dan merasakan kasih Allah
4
Michelle Kennedy. Bila Anak Cemburu. (Jakarta: Esensi, 2004), hlm. 6. 5 Trantum, kemarahan/ emosi yang diekspresikan dengan bergulung-gulung di lantai. 6 Michelle Kennedy. Bila Anak Berperilaku Buruk. (Jakarta: Esensi, 2004), hlm. 8.
7
Cara berpikir dan berperasaan orang yang rohani itu selalu berpijak dari kasih Allah, kehendak dan perintahNya, tanpa memandang rendah orang lain. 1Kor 2:15 - “Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain.”
5
dalam Kristus. Keterbukaan dengan
adalah
komunitas
gereja/umat
yang
landasan ketulusan layanan dan cinta
diberkati, tanpa dapat menampik bahwa
kasih, khususnya pada anak usia dini
kesetaraan sosial dan ekonomi seringkali
jika didapati berkebutuhan khusus akan
menjadi standar ukuran riil. Di lapangan terdapat 2 kutub, satu
memberikan dampak yang sangat baik
kutub adalah gereja dan kutub lainnya
jika gereja peduli. pendidikan
adalah masyarakat. Gereja yang telah
(khususnya Anak Usia Dini) yang
terkooptasi dengan konsep segmental
dilakukan gereja lebih kepada memberi
dan
kesempatan anak-anak untuk tumbuh
pertimbangan ekonomis dan ekspansive
kembang dengan baik sesuai dengan usia
absolute (tanpa pertimbangan gereja lain
dan pembiasaan perilaku; mengenalkan
sebagai mitra). Sedangkan masyarakat
budi pekerti, ketaatan, penerimaan dan
luas selalu menganggap bahwa sekolah
melakukan pembiasaan dalam perilaku
Kristen/
demikian juga mengenai iman dan sikap
pendidikan itu wajib bertanggungjawab
sebagai anak Tuhan. Dengan demikian
terhadap
anggapan tentang rohani dan tidak
kepedulian, kasih dan cuma-cuma.
Pada
dasarnya
parsial
memiliki
Gereja
nasib
Mungkin
rohani dapat dikikis. Termasuk juga
ciri-ciri
penyelenggara
mereka,
saja
tuntutan
pertimbangan
pandangan bahwa Sekolah Minggu itu
kemiskinan, yang secara teologis dan
rohani dan PAUD itu tidak rohani, tidak
imani itu menjadi tanggungjawab moral
akan ada lagi.
gereja/ umat ( ….orang miskin selalu ada
3. Gereja seringkali melakukan pendidikan yang segmental dan parsial
padamu…
merepotkan
Yoh.12:8)
dan
perlu
cukup dibatasi,
kekuatiran inilah yang dapat mendorong gereja melakukan tindakan pendidikan
Fenomena pendidikan segmental dan
segmental dan parsial.
parsial ini telah menggiring gereja yang kepada
Yang dimaksudkan segmental, dari
pertimbangan ekonomis dan “social
kata “segment” yang menurut Adi
community”, kata dan paradigm yang
Gunawan memberikan arti: “bagian,
melaksanakan
pendidikan
sangat menghipnotis gereja dan umat 6
pangsa”8, pertimbangan pangsa pasar
yang sulit untuk diputuskan terkait
peserta
dengan sikap hidup dan paradigmanya.
didik,
akhirnya
mendorong
gereja untuk memilih, guna operasional
Cerita
dan keberlansungan pendidikan yang
sindiran
akan dilaksanakannya.
gereja
Sedangkan dengan
kata
Gunawan
yang parsial,
memiliki
dimaksudkan menurut arti:
Robin
Hood
sekaligus agar
merupakan
memperingatkan
selalu
peduli
bertanggungjawab
dan
terhadap
Adi
masyarakatnya. Gereja yang melakukan
“sebagian,
pendidikan Kristen untuk usia dini perlu
memihak, suka kepada, pilih”9. Dengan
membuka diri bagi lingkungannya.
memperhatikan dua arti di atas, maka
Pengalaman-pengalaman
traumatic
pertimbangan manajemen sangat kental,
gereja,
pertimbangan untung rugi, pertimbangan
upaya dari pelayanan yang bertumbuh
status
bukan pelayanan yang ‘bantat’, laksana
social
telah
gereja/pendidikan
menyebabkan
Kristen
menjadi
busur
eksklusif.
hendaknya
haruslah
disikapi
ditarik
kuat
sebagai
dalam
regangan yang seusai untuk melontarkan
Gereja dan pendidikan usia dini
anak panah tepat pada sasaran bidik,
sangat kental kaitannya antara gereja dan
seperti yang ada tertulis dalam Maz.
masyarakatnya/lingkungannya
untuk
127:4 – “Seperti anak-anak panah di
konteks lingkungan di Indonesia, masih
tangan pahlawan, demikianlah anak-
sangat banyak gereja di lingkungan yang
anak pada masa muda.” (TB).
sederhana, bahkan gereja dikitari oleh
Para
kemiskinan.
busur
ini
disebut
pemanah, dan pemanah adalah seorang
Peran gereja untuk mencerdaskan masyarakat
penarik
dan
yang tahu persis sasaran tembaknya,
mengentaskan
seandainya dapat dikatakan pemanah
kemiskinan salah satunya adalah melalui
adalah pendidik Kristen yang diberi
pendidikan, mengapa demikian karena
kesempatan oleh Tuhan untuk tujuan /
kemiskinan itu seperti lingkaran/rantai
sasaran yang tepat dan ini dapat dimulai sejak usia dini. Penatalayanan atau pengelolaan para
8
Adi Gunawan. Kamus Lengkap (Surabaya: Kartika, (t.th)), hlm. 314 9 Ibid., hlm. 260.
pendidik 7
Kristen
ini
menjadi
tanggungjwab gereja, oleh sebab itu
lain: “….sudah ada sekolah minggu,
pendidikan agama Kristen harus selalu
yah…sulit kalau mau buka Taman
terkait dengan gereja, pendidikan agama
Kanak-kanak”.
Kristen anak usia dini tidak tepat jika
menunjukkan
berdiri sendiri tanpa adanya pengawalan
tentang pendidikan formal dan non
dari pihak gereja.
formal,
Dua
kurangnya
gereja
berada
tengahnya (sebelum
Pernahkah kita merenungan perasaan
jawaban
ini
informasi
di
tengah-
Taman
Kanak-
Tuhan ketika Ia berfirman mengenai
kanak disatukan dalam bidang non
anak yatim? Maz. 82:3 – “Berilah
formal).
keadilan kepada orang yang lemah dan
Masih dibingungkan lagi dengan
kepada anak yatim, belalah hak orang
adanya informasi tentang PAUD Formal
sengsara dan orang yang kekurangan!”
dan PAUD Non Formal, padahal sudah
Contoh pelayanan untuk anak yatim
dalam satu atap di Bidang Pendidikan
merupakan tanggungjawab kita, tetapi
Non Formal, sehingga gereja bersikukuh
ketika kita tidak peduli maka Tuhan lah
tetap pada format Sekolah Minggu dan
yang
tidak tertarik pada Pendidikan Anak
akan
ambil
alih
dalam
Usia
pemeliharaan mereka. (Maz.68:5).
Dini
yang
cenderung
terjadi
“conflict of interest” Jika
4. Gereja diantara pendidikan formal dan non formal
seandainya,
gereja
mau
meningkatkan sedikit layanan Sekolah
Fenomena ini pun kentara dalam
Minggunya menjadi Pendidikan Anak
pilihan gereja untuk melaksanakan atau
Usia Dini maka akan lebih efektif dalam
tidak pendidikan pada usia dini, ke-
mengawal tumbuh kembang anak baik
formal-an sebuah program pendidikan
fisik, mental dan spiritualnya. Apalagi
ataupun status lembaga menjadi pilihan
Indonesia
yang nampak berat sebelah. Hampir mengenai
dalam akan
prediksi
mengalami
bahwa ledakan
setiap
penulis
bertanya
jumlah
bayi (Baby Booming), sejalan
apakah
gereja
berminat
dengan meningkatnya kesejahteraan dan kesehatan
membuka layanan pendidikan anak usia dini (PAUD), maka jawabannya antara 8
masyarakat,maka
gereja
semestinya bersemangat untuk memulai
dengan biaya, semakin kualitas baik
layanan pendidikan anak usia dini.
maka biaya juga semakin lebih mahal.
Kemajuan teknologi informasi dan
Bagaimana jika itu memang sengaja
komunikasi dapat dimanfaatkan untuk
dikondisikan untuk membuat stigma
memperoleh informasi seluas-luasnya
pendidikan?
tentang program apa
yang hendak
Kebijakan
Pemerintah
untuk
dibuka, jenis layanan apa yang akan
memberikan
dilaksanakan oleh gereja. Sehingga tidak
pendidikan murah / gratis merupakan
dibingungkan lagi antara pentingnya
harapan masyarakat luas, gereja yang
pendidikan
melaksanakan
formal
dan
kurang
stimulus
ataupun
pendidikan
khususnya
untuk anak usia dini diharapkan pula
pentingnya pendidikan non formal.
dapat
selaras
dengan
kebijakan
Pemerintah.
ROH PENDIDIKAN (KRISTEN) MEMILIKI KEMIRIPAN DENGAN ROH INDUSTRI
Masalahnya
terletak
pada
biaya
operasional, dengan melibatkan warga yang
gereja ataupun masyarakat akan sangat
industri
membantu agar biaya opersional menjadi
sekarang ini nampaknya telah berimbas
tidak mahal. Memang akan menghadapi
pada dunia pendidikan. Pendidikan tidak
stigma yang terbentuk bahwa pendidikan
hanya
yang murah itu pasti kualitasnya jelek
Jika
memperhatikan
terdapat
dalam
masyarakat
dipandang
mencerdaskan
pola
tetapi
sebagai
upaya
industri,
dan sangat tidak memuaskan.
yaitu
Saatnya gereja membuktikan kepada
industri pendidikan. Seperti
peribahasa,
warga gereja ataupun masyarakat luas
“sambil
menyelam minum air”, mendidik dan
bahwa
gereja
bersungguh-sungguh
mendapat keuntungan, mungkinkah ini
hendak
memberikan
yang dimaksudkan secara naif dengan
PAUD yang murah dengan kualitas yang
“cerdik seperti ular dan tulus seperti
baik, dan gereja mampu melakukan
merpati”?
karena sudah terdapat layanan Sekolah Minggu di dalamnya.
Pada umumnya, terdapat pendapat bahwa kualitas itu berbanding lurus 9
akses
layanan
Pendidikan
kreatif
harus
segera
dengan
demikian
tidak
perlu
ada
dilaksanakan gereja tentunya bukan
dikotomi bahwa untuk urusan iman itu
dengan system yang kaku melainkan
gereja dan urusan pendidikan itu sekuler/
menejemen
sehingga
non gereja.
terdapat kerjasama dan kontrol dari
Tradisi
yang
terbuka,
komite sekolahnya. Anak-anak
pendidikan
Kristen/
pelayanan anak yang perlu direnungkan
usia
dini
bukan
kembali
serta
dibenahi
dalam
merupakan ‘bahan mentah’ yang masuk
paradigmanya, agar manfaat terbesar
ke
yang
dapat dirasakan oleh warga gereja dan
sama’.
masyarakat lingkungan, kehadiran gereja
‘pabrik
menghasilkan
pendidikan’ ‘output
yang
Hendaknya kita berpikir bahwa Tuhan
di
menciptakan masing-masing anak itu
memberi kontribusi terbaik, beberapa
unik, khas dengan potensi diri yang luar
tradisi itu antara lain :
tengah-tengah
masyarakat
harus
biasa. 1. Kecenderungan biaya yang mahal
Metode pembelajaran yang tepat dan
Harapan memberikan layanan yang
guru yang terampil menggali potensi diri
baik pada pendidikan / pelayanan anak
anak akan lebih memberikan jaminan bahwa
setiap
anak
siap
(usia dini) dengan daya dukung sarana
untuk
dan prasarana yang cenderung cukup
melanjutkan pendidikan pada jenjang
mewah, telah berhasil mendorong pada
selanjutnya.
biaya MENGGUGAT PENDIDIKAN ANAK
/
yang
Pertimbangan
TRADISI PELAYANAN
relative inilah
tidak yang
murah. membuat
bahwa pendidikan/ pelayanan anak (red: PAUD) itu adalah investasi yang harus
Belajar itu dimulai sedini mungkin dan
paradigm
pendidikan
menghasilkan
Kristen
keuntungan
yang
fantastic.
semestinya meletakkan dasar bahwa
Dalam kaitannya dengan pendidikan
semua aspek tumbuh kembang anak itu
anak usia dini, adanya stigma, bahwa
harus berdasar iman dan bernuansa
orangtua membayar biaya pendidikan
Kristen. Iman merupakan faktor internal
maka
dan nuansa merupakan faktor eksternal
sepenuh
tanggungjawab
pendidikan itu terletak pada sekolah. 10
Basis pendidikan terletak pada sekolah,
pelayanan
dan bukannya pada anak dan keluarga.
menggunakan
Sekolah
Minggu
masih
yang
kurang
format
Jika hanya sarana dan prasarana
fleksibel. Hal ini sangat dimungkinkan
yang dijadikan patokan keberhasilan
karena pendidiknya kurang memiliki
pendidikan/pelayanan anak usia dini,
kompetensi sebagai pendidik anak usia
akan membuat gereja yang tidak mampu
dini, mereka adalah volunter yang
menyediakannya akan merasa rendah
mengajarnya
diri.
pendahulunya, mereka mewarisi tradisi
Dalam pengamatan penulis, terjadi
dengan
biaya,
melihat
dari
mengajar dan melayani dengan cara
fenomena aneh yang memprihatinkan, berkenaan
karena
yang relatif konstan/ tidak inovatif.
terdapat
Oleh sebab itu gereja yang pendidik
kebanggaan ketika anak-anak mereka
Sekolah
dapat sekolah dengan biaya yang mahal,
guru/pendidik Kelompok Bermain atau
tetapi ketika pendidikan / pelayanan
Taman Kanak-kanak relative maju dan
anak
kreatif.
di
gerejanya
menawarkan
Minggunya
Seandainya
guru
adalah
Sekolah
pelayanan yang baik, tiba-tiba orang itu
Minggunya dapat mengikuti pelatihan
menjadi nampak miskin dan inginnya
atau pendidikan anak usia dini maka,
digratiskan saja, karena mungkin ia
Sekolah Minggu itu dapat ditingkatkan
berpikir bahwa pelayanan anak itu
menjadi Lembaga Pendidikan.
dibiayai gereja sehingga ia sendiri tidak
Kompetensi pendidik seorang guru
berkewajiban membiayai (meskipun itu
Sekolah Minggu / PAUD akan sangat
anaknya sendiri). Bukankah sebenarnya
mempengaruhi kualitas pendidikannya,
harus didukung dan dibanggakan jika ia
karena dia tahu ada beberapa aspek yang
dapat berkontribusi dalam pendidikan
harus
yang diselenggarakan gereja.
kecerdasan
distimulasi
berpendapat, 2. Format Sekolah kurang fleksibel
Minggu
yang
agar
jamaknya. bahwa
tumbuh Penulis pelayanan
pendidikan di usia dini jauh lebih penting dibandingkan dengan tingkat
Kebanyakan gereja yang penulis
pendidikan selanjutnya dalam masalah
kunjungi untuk memperhatikan
menanamkan konsep-konsep perilaku 11
yang baik, menstimulasi perkembangan
berhasil
otak secara maksimal (Golden Age),
meringankan kas gereja, karena pada
yang
umumnya jika menejemen PAUD nya
akan
sangat
berguna
bagi
malah
akan
membantu
benar, maka PAUD dapat hidup sendiri
perkembangan berikutnya.
meskipun dengan biaya yang terbatas. 3. Biaya membebani kas Gereja
Kreatifitas pendidik dan kemitraan
Biaya untuk pelayanan anak itu
dengan orang tua murid lah yang akan
cukup besar dan pada kebanyakan gereja
membuat selalu ada kegiatan dan proses
cukup membebani kas gereja. Beban biaya
inilah
yang
pembelajaran yang lebih inovatif serta
menyebabkan
akan terjadi ekonomi/keuangan PAUD
pelayanan anak itu menjadi setengah
yang kreatif pula.
hati.
Pemerintah Kegiatan kreatifitas yang harusnya
memang
akan
memberikan bantuan dana, akan tetapi
dilakukan (karena nuansa anak usia dini
hendaknya
itu bermain) karena memerlukan biaya
tidak
meletakkan
pengharapan hanya kepada bantuan dari
dan dirasa membebani kas gereja, maka
Negara. Pembelajaran keuangan mandiri
kegiatan itu diganti kebaktian anak
dengan sendirinya akan tercipta, karena
dengan cerita Sekolah Minggu sepanjang
terdorong rasa cinta kasih terhadap anak-
tahun.
anak yang sangat membutuhkan didikan
Untuk mengurai beban biaya ini
dan permainan.
sangat perlu dikomunikasikan dengan orang tua murid dan warga gereja dalam
4.
sistem
profitable’
gerejawi.
Memang
untuk
Pendidikan
PAUD
itu
‘non
mengkomunikasikan itu tidak mudah,
Terkooptasi pada berita dan opini
karena sudah ada stigma bahwa gereja
sebagian masyarakat mengenai PAUD
harus bertanggungjawab untuk layanan
itu bukanlah pendidikan karena hanya
pendidikan
entah
bermain-main saja, mampu menghalangi
bagaimanapun caranya. Ini sungguh
niat gereja untuk melaksanakan PAUD,
memprihatinkan.
belum lagi anggapan bahwa PAUD itu
iman
anak
–
tanggungjawab
Jika pewacanaan tentang pendidikan
PKK
dan
bukannya
gereja. Gereja cukup hanya dengan
/pelayanan anak ini melalui PAUD 12
pelayanan anak yang bentuknya Sekolah
sehingga akan terbentuk komunitas yang
Minggu.
akan mendukung PAUD gereja itu.
Bolehkah gereja mengambil untung 5. Frekuensi Layanan rendah
dalam pendidikan/ pelayanan anak ini?
Mendidik itu membiasakan yang
Adanya perasaan bertanggungjawab (
benar, baik dan mampu berkembang
seperti kisah Tuhan Yesus memberi
secara
makan 5000 orang lebih --- engkau yang
sehingga
guru-guru
Jika dibandingkan frekuensi layanan
Sekolah
pendidikan
Minggu/ PAUD mencari dana sendiri,
hanya
diadakan
2
jam
sekolah
dengan
Sekolah Minggu maka sepertinya gereja
saja
hanya melakukan 14 % tatap muka.
perminggu. Jika demikian keadaannya,
Di sekolah mereka hadir 6 hari
maka bagaimana pelayanan pendidikan
/minggu selama 3 jam/ hari, sedangkan
anak ini bisa maju dan berkembang,
di gereja hanya 2 jam/ minggu. Jika
dibutuhkan keberanian untuk mengubah
frekuensi
kebiasaan ataupun sistem pelayanan ini.
layanannya
rendah
maka
hasilnya pun tidak menggembirakan,
Jika melayani dengan hati dengan
sepertinya
tidak berhitung-hitung kepada Tuhan,
gereja
melepaskan
kesempatan emas ini untuk melayani
maka dalam proses berjalannya layanan
anak-anak.
PAUD gereja ini, pastilah aka nada
Ketika
pemeliharaan Tuhan. Warga gereja dan
Sekolah
Minggu
dilembagakan menjadi PAUD dengan
masyarakat yang menerima layanan
sendirinya akan meningkatkan frekuensi
yang baik inipun lambat laun akan
layanannya menjadi 3 sampai 6 hari per
memberikan balasan yang baik, tanpa
minggu, dan ini sangat menggembirakan
gereja sadari akan terjadi promosi dari
karena hasil yang lebih baik dapat
mulut ke mulut, promosi ini adalah
diharapkan.
promosi yang palinag efektif untuk mempengaruhi
di
pendidikan di gereja untuk anak-anak
oleh sebab itu logis jika pelayanan anak ini
menumbuhkan
tanggungjawab dan kedewasaan diri.
harus memberi mereka makan – Luk. 9: 13)
mandiri
Dengan
teman-temannya,
demikian
gereja
akan
menjadi pusat kegitan umat dan juga masyarakat 13
sekitar,
ini
merupakan
kegiatan misi yang baik dan mampu
(Permendiknas ) nomor 58 Tahun 2009
menciptakan iklim yang kondusif dalam
sebagai
mengenalkan
kembang anak, gereja hanya perlu
gereja
pada
lokal 6. Kurikulum itu tidak wajib
hasilnya
tidak
kurikulumnya
untuk
Pengamatan penulis, yang menjadi
bisa
penghambat paling utama pembuatan
distandarkan. Selain itu, kebanyakan
kurikulum
pelayanan/ pendidikan anak di gereja itu bersama-sama
pada
yang dihadapinya.
tidak dibutuhkan pula kurikulum, oleh
dilakukan
tumbuh
menyesuaikan dengan konteks lokal
Jika frekuensi layanan rendah maka
itu
indicator
memodifikasi dan memberikan muatan
lingkungannya.
sebab
pijakan
PAUD
keengganan
kurang
dari
gereja pengelola
adalah dan
pendidiknya, dengan cara sederhana dan
memperhatikan rentang usia, misal usia
seadanya saja sudah dapat beroperasi,
2 – 4 tahun itu pada kelas yang sama,
jadi
usia 4 – 6 dijadikan satu, bahkan ada
mengapa
harus
susah
susah
membuat kurikulum. Sikap sembarangan
juga dari usia 2 – 6 tahun dijadikan satu
dan seenaknya sendiri yang akhirnya
kelas, dengan cerita Sekolah Minggu
merugikan pelayanan anak itu sendiri.
yang sama. Oleh sebab itu jarang anak usia 2 – 4
GEREJA HARUS MENYIAPKAN GENERASI EMAS INDONESIA
tahun dapat tekun datang di Sekolah Minggu, karena pada usia ini mereka
Harapan generasi emas Indonesia
masih suka bermain, dan anggapan guru
pada saat HUT Republik Indonesia ke
Sekolah Minggunya bahwa jika bermain
100 tahun dapat menjadi kenyataan.
dalam ibadah itu tidak diperbolehkan –
Hadirnya generasi yang membanggakan
inipun memprihatinkan.
dan mampu membuat perubahan besar menjadi negara maju, perlu dipersiapkan
Kurikulum pendidikan anak usia
mulai sekarang.
dini di gereja sangat penting disesuaikan dengan tumbuh kembang anak didik,
Dengan mengacu pada UU no.20
pada layanan PAUD ini pemerintah telah
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
menetapkan
yaitu
Nasional (pasal 1 butir 14) adalah upaya
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
pembinaan yang ditujukan kepada anak
sebuah
peraturan
14
sejak lahir sampai dengan usia enam
ataupun Kelompok Bermain dan Taman
tahun yang dilakukan dengan pemberian
Kanak Kanak.
rangsangan pendidikan untuk membantu
Gereja semestinya menjadi fasilitator
pertumbuhan dan perkembangan jasmani
yang
dan rohani agar anak memiliki kesiapan
memiliki kelompok/ persekutuan dan
dalam
lebih
jadwal yang rutin, serta warga gereja
lanjut. Pengertian tersebut menyiratkan
yang sudah tekun dating pada kegiatan-
tentang sasaran, proses layanan,lingkup
kegiatan yang diadakan gereja. Dengan
aspek perkembangan, tujuan, serta peran
demikian gereja tidak terlalu susah untuk
PAUD sebagai dasar bagi pencapaian
membuat jadwal-jadwal ataupun wadah
keberhasilan pendidikan di tahap yang
kegiatan baru, hanya perlu modifikasi
lebih tinggi.10
saja.
memasuki
pendidikan
Undang undang no. 20 Tahun 2003
paling
efektif,
karena
sudah
Pertemuan ataupun kegiatan rutin itu
ini telah memberikan kepastian hukum,
sangat
agar baik Negara maupun masyrakat
menjadi lebih berdayaguna, bukan hanya
dapat melakukan tindakan pendidikan
dari sisi spiritual saja, tetapi juga social
anak usia dini sejak lahir sampai umur
dan pendidikan.
enam tahun.
efektif
untuk
dikembangkan
Apalagi basis kegiatan gereja itu
Menyikapi harapan pemerintah agar
adalah keluarga, pemberdayaan keluarga
anak anak usia dini dalam terlayani
untuk pendidikan anak usia dini yang
dengan
perlu
diadakan gereja semestinya didukung
untuk
seluruh umat.
baik,
bersegera merintisnya,
maka
secara
gereja
proaktif
paling
tidak
Sekolah
Menurut
Joan
Freeman
tentang
Minggu yang ada segera ditingkatkan
pendidikan berbasis keluarga, sebagai
frekuensi
berikut:
layanannya
untuk
dapat
Secara keseluruhan, saya mendapati bahwa anak yang mencapai kemajuan terpesat berasal dari keluarga dengan pendidikan paling positif, tempat mereka menerima kebebasan mental, dorongan dan
menjadi Satuan Paud Sejenis (SPS),
10
Disadur dari Sudjarwo, Pedoman Teknis Penyelenggaraan Kelompok Bermain, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional 2010), hlm. Ii.
15
peluang yang dibutuhkan, apapun kemampuan mereka. 11
DAFTAR PUSTAKA
Dengan demikian Gereja menempati
Gunawan, Adi. Kamus Lengkap. Surabaya: Kartika, (t.th)).
posisi sangat strategis untuk dapat mengaktuasi warga gerejanya untuk mulai
peduli
terhadap
Direktorat Pendidikan Anak Usia. Pedoman Teknis Penyelenggaraan Kelompok Bermain, Jakarta: Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional 2010.
anak-anak
mereka. Idealismenya demikian, akan tetapi di
lapangan
seringkali
ditemukan
persekutuan-persekutuan yang diadakan itu
kurang
melibatkan
anak-anak,
segmental dan parsial. Ketika
gereja
memperhatikan
secara
anak-anak
Freeman, Joan. Mengasuh Anak Cerdas. Jakarta: Gramedia, 2007
serius sekolah
Kennedy, Michelle. Bila Anak Cemburu, Jakarta: Esensi, 2004
minggunya, maka pelayanan pendidikan anak usia dini ini menjadi peluang yang besar untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia. Semakin
dini
pendidikan
ini
dilakukan maka hasil yang diharapkan akan jauh lebih baik
11
Joan Freeman. Mengasuh Anak Cerdas (Jakarta: Gramedia, 2007), hlm.ix-x.
16