GERAKAN SERIKAT BURUH DI MEDAN 1971-1990
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN
O L E H
TONGAM PANGGABEAN 040706016
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
GERAKAN SERIKAT BURUH DI MEDAN 1971-1990 Yang diajukan oleh : Nama : Tongam Panggabean Nim : 040706016
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh: Pembimbing,
Dra. Nurhabsyah, M.Si
Tanggal,………….
NIP. 13146052
Ketua Departemen Sejarah,
Dra. Fitriaty Harahap, S.U
Tanggal,…………
NIP. 131284309
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia Ujian
PENGESAHAN Panitia ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Untuk melengkapi salah satu Syarat ujian sarjana sastra Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra Medan
Pada
:
Tanggal
:
Hari
:
Fakultas Sastra USU Dekan,
Drs. Syaifuddin, M.A. Phd Nip: 132098531
Panitia Ujian 1………………………..
(………………………………….)
2………………………..
(………………………………….)
3………………………..
(………………………………….)
4………………………..
(………………………………….)
5………………………..
(………………………………….)
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
ABSTRAK Ungkapan Bung Karno untuk tidak melupakan sejarah bukanlah kiasan belaka. Bagi saya ini berarti bahwa setiap peristiwa apabila diresponi dengan berhikmat, pasti mempunyai nilai tersendiri yang patut untuk diingat dan dihargai. Terlepas dari besar atau kecilnya pelaku sejarah, lama atau singkatnya suatu peristiwa dan luas atau sempitnya daerah peristiwa itu. Atas dasar tersebut, skripsi ini mencoba menjelaskan suatu babakan perburuhan yang suram dan luput dari perhatian yakni Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990. Periode ini merupakan masa dimana gerakan serikat buruh melemah bahkan bisa dikatakan vakum dari kekuatan politik, kekuatan ideologi yang berdampak kepada tidak berfungsinya serikat. Padahal idealnya, serikat buruh yang adalah wadah perjuangan buruh untuk mendapatkan hak-hak normatif (upah, libur, jaminan kerja dan hari tua dll) dan hak politiknya. Dengan berkaca keberhasilan gerakan serikat buruh yang tumbuh subur dan berkekuatan di masa orde lama terutama SOBSI bahkan eksistensi dan pengaruhnya sampai ke Medan dan Sumatera Utara, maka gerakan serikat buruh Medan yang diperankan oleh SPSI Medan telah gagal memenuhi fungsinya malah terjebak dalam politik orde baru. Berkaitan dengan itu, akan dijelaskan beberapa kebijakan pemerintah yang mendorong vakumnya gerakan serikat buruh di Medan. Dalam skripsi ini juga akan dijelaskan munculnya gerakan alternatif yang diperankan oleh beberapa LSM. Peranan LSM adalah melakukan apa yang tidak dilakukan oleh SPSI Medan dan pemerintah. Memang harus diakui, gerakan yang dibangun oleh beberapa LSM di Medan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas. Gerakan yang pernah dilakukan tidak sebanding dengan gerakan seriat buruh masa orde lama di Medan terutama yang diperankan oleh SOBSI dan SARBUPRI. Namun, terlepas dari pencapaian yang tidak sebanding itu, ada satu fakta yang tidak dapat disangkal dan dapat dijadikan pelajaran adalah bahwa gerakan kritis membela hak-hak ekonomi-politik akan tetap ada serepresif apapun tindakan yang dilakukan untuk menghalanginya. Gerakan itu pada akhirnya akan mencari dan menemukan bentuk-bentuk sebagai alternatifnya.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
i
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada suatu dasar dan puncaknya, hidup merupakan rangkaian pelayanan demi pelayanan. Kehidupan antara manusia dalam sebuah lingkungan atau bahkan dunia ibarat sebuah mata rantai yang seharusnya tidak terutuskan. Masing-masing bagian dari rantai itu sudah seharusnya saling mengait, saling menguatkan dan saling menghidupkan. Kita masing-masing adalah bagian dari rantai itu. Karenanya pada saat-saat tertentu yan diperlukan, di antara sesama bagian rantai itu layak saling melayani. Ketika semua rantai itu hanya ingin dilayani maka putuslah mata rantai. Secara keseluruhan, ketika semua mata rantai itu bersedia saling melayani pada saat yang diperlukan maka mata rantai kehidupan akan kuat. Kesatuan pelayanan itu secara baersamaan merupakan pelayanan umat manusia kepada Sang Pencipta. Skripsi ini merupakan suaatu pelayanan dan tanggung jawab saya sebagai bagian dari mata rantai civitas akademika Universitas Sumatera Utara. Saya menyadari pengerjaan skripsi ini tidak semata-mata atas kerja keras pribadi tetapi juga atas pelayanan dari berbagai pihak. Banyak pihak yang dengan setia membantu penulis dalam mengerrjakan skripsi ini, baik dengan memberikan bantuan dalam bentuk materi maupun moral. Oleh karenanya, dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Kepada Ayahanda Paris K. Panggabean yang selalu memberi semangat kepada saya sebagai anaknya unruk terus belajar dan menggapai pendidikan setinggi-tingginya. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
ii
2. Kepada ibunda Paulina Simatupang tersayang, atas ketulusan dan kekuatan hatinya dalam mendidik dan membimbing saya. Sungguh suatu nilai yan tiada terukur bedarnya. 3. Kepada abang dan kakak-kakak saya sekeluarga: Bang Sabar, K’ Ratna, K’ Roganda, K’ Taruli, K’Risma, K’Marta, K’Sarmini dan adik saya Josep atas segala dukungannya. 4. Drs. Syaifuddin, M.A. Phd selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. 5. Dra. Nurhabsyah, Msi selaku dosen pembimbing saya 6. Drs J Fachruddin Daulay selaku dosen wali saya 7. Kepada Kelompok Diskusi dan aksi Sosial (KDAS). Tempat saya menemukan kesadaran kritis dan visi hidup. Bung-bung dan srikandi-srikandi pembakar semangat muda, simbol pemuda-pemuda yang saya kenal dekat gelisah dan progressif
bagi negara ini. Tetaplah kibarkan panji-panji keadilan dan
demokrasi kerakyatamu menuju Indonesia baru yang tanpa penindasan. 8. Kepada kawan-kawan seperjuangan pro demokrasi yang pernah tergabung dalam perjuangan taktis dan strategis se kota Medan yang memjadikan saya yakin bahwa idealisme dan progredifitas pemuda-mahasiswa masih kuat. 9. Kepada kelompok Rajawali (Era, Jhon, Randy dan Ganda) sahabat saya. 10. Kepada Sri Mawar Rejeki yang menempati ruang istimewa dalam hati saya. Semangat dan pengertianmu menjadi sumber inspirasi, motivasi dan keberanianku menatap masa depan. Tetaplah semangat, raihlah cita-cita mu.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
iii
11. Kepada rekan-rekan sejawat dan sepermainan yang tidak dapat diseburkan satu per satu, namun tanpa mengurangi rasa hormat saya. Terimakasih atas peran dan sumbangsih yang pernah diberikan.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
iv
DAFTAR ISI Abstrak……………………………………………………………………………. i Ucapan Terimakasih………………………………………………………………. ii Daftar Isi…………………………………………………………………………… v
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah…………………………………………...1 1.2. Rumusan masalah…………………………………………………8 1.3. Tujuan dan manfaat penelitian…………………………………… 9 1.4. Tinjauan pustaka…………………………………………………. 10 1.5. Metode penelitian…………………………………………………11
BAB II GERAKAN SERIKAT BURUH SEBELUM TAHUN 1970 2.1. Gambaran Singkat Kondisi umum Perburuhan…………………...14 2.2. Kondisi Gerakan Serikat Buruh Medan………………………….. 22
BAB III MATINYA GERAKAN SERIKAT BURUH TAHUN 1970-AN……. 3.1. Latar Belakang Kebijakan Politik Nasional…………………….. 31 3.1.1. Kebijakan Politik Perburuhan tahun 1970-1990….............. 33 3.1.2. Vakumnya Gerakan Serikat Buruh Medan ………………. 39 3.1.3. Kebijakan Upah Minimum………………………………... 45
BAB IV DARI GERAKAN SERIKAT BURUH KE GERAKAN ALTERNATIF 4.1. latar Belakang Munculnya Gerakan Alternatif……………………. 50 4.1.1. Lembaga Bantuan Hukum Medan (LBH Medan)…………. 53 4.1.2. Kelompok Studi Analisa Perkotaan (KSAP)………………. 54 4.1.3. HAPSARI………………………………………………….. 55 4.1.4. PONDOKAN……………………………………………….56
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
v
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………………………………………………………. 56 5.2. Saran………………………………………………………………60
Daftar Pustaka Daftar Informan Daftar Pertanyaan Lampiran
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Perlakuan yang kasar serta perampasan hak-hak manusiawi (sosial, ekonomi dan politik) seorang buruh 1 secara umum selalu terjadi sepanjang sejarah perburuhan. Bersamaan dengan itu, respon buruh terhadap ketidakadilan itu juga selalu muncul. Kaum buruh pada dasarnya selalu menuntut hak-hak normatifnya, yaitu upah yang layak. Selain itu untuk buruh perempuan hak untuk cuti haid dan hamil serta menolak penggunaan pekerja anak-anak. Namun semua tuntutan ini tidak dapat terwujud apabila hanya diperjuangkan sendiri saja. Dalam kondisi seperti inilah diperlukan peran vital serikat buruh 2 dalam menyejahterakan kaum buruh. Dalam setiap kurun waktu, gerakan buruh selalu mempunyai persamaan umum di setiap wilayah Indonesia yakni menuntut hak-hak normatif tersebut. Gerakan buruh juga tidak terlepas dari pengaruh iklim perpolitikan nasional. Hal inilah yang menyebabkan munculnya perbedaan metode serikat buruh (kooperatif
1
Istilah buruh sendiri masih merupakan bahan perdebatan dari zaman ke zaman. Perdebatan tersebut terkait pada persoalan bahasa. Apakah akan mempergunakan istilah buruh atau istilah karyawan yang secara umum sama-sama berarti pekerja. Sistem-sistem seperti bahasa memang digunakan oleh kelompok-kelompok sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Namun dalam hal ini yang saya maksud dengan buruh adalah seseorang yang bekerja pada orang lain (lazimnya disebut majikan) dengan menerima upah dan sekaligus mengesampingkan persoalan antara pekerjaan bebas dan pekerjaan yang dilakukan, di bawah pimpinan oran lain dan menesampingkan pula persoalan antara pekerjaan dengan pekerja. Lihat Haliti Toha dan Hari Pramono (ed.), hubungan kerja antara majikan dan buruh, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hal., 3. 2 Yang dimaksud serikat buruh adalah organisasi buruh di luar perusahaan yang didirikan oleh para pekerja untuk melindungi atau memperbaiki status ekonomi dan sosialnya melalui perjuangan atau usaha kolektif. Lihat KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hal., 826. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
atau nonkooperatif), besar atau kecil dan berhasil atau gagalnya perjuangan serikat buruh.
3
Masa orde lama gerakan serikat buruh diwarnai dengan perjuangan politik praktis, yakni tergabung atau menjadi underbow dari partai politik. Konsentrasi Buruh Kerakyatan Indonesia (KBKI) dengan Partai Nasional Indonesia (PNI), Sarekat Buruh Islam Indonesia (SBII) dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Sarekat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) dengan Partai Nahdatul Ulama (NU), Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), Kongres Buruh Seluruh Indonesia (KBSI) dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI), Gabungan Organisasi Buruh Sarekat Islam Indonesia (GOBSII) dengan
Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Serikat Buruh Kristen
Indonesia (SBKI) dengan Partai Kristen Indonesia (PARKINDO), Organisasi Buruh Pancasila (OB. Pancasila) dengan Partai Katolik Indonesia dan
Partai Rakyat
Nasional (PRN) Angkatan Darat juga mensponsori pembentukan SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia) di tahun 1961. Kuatnya pengaruh politik untuk mempengaruhi metode dan orientasi gerakan serikat buruh sudah terbukti secara historis. Ini terlihat dalam kebijakan pemerintah orde lama yang banyak membubarkan partai politik. 4 SBII terkena dampak dari pembubaran Masyumi atas perintah Soekarno dengan alasan keterlibatan Masyumi
3
Soegiro DS dan Edy Cahyono, Gerakan Serikat Buruh: Zaman Kolonial, Hindia Belanda hingga Orde Baru, makalah, tanpa tahun dan penerbit, Jakarta, hal 20. 4 Beberapa partai politik yang dilarang adalah Masyumi dan PSI, ini terjadi pada bulan Agustus 1960. selain partai politik, beberapa tokoh yang dianggap berseberangan dengan Soekarno dijebloskan ke penjara. Di antaranya yaitu, Syarifuddin, Natsir, Simbolon, Burhanuddin, Syahrir dll. Lihat M.C Ricklefts, Darmono Hardjowidjono (pnj.), Sejarah Indonesia Modern, Yokyakarta: Gajah Mada University Press, 2005, hal.,406 dan 408. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
dalam pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia- Piagam Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI-Permesta). Demikian juga halnya pada masa-masa awal orde baru hingga akhir pemerintahannya. Peristiwa kelam yang terjadi di tahun 1965 yakni gerakan 30 September (G 30 S), 5 menjadi tonggak sejarah perubahan tatanan politik dan kebijakan nasional secara drastis. Tuduhan yang dilontarkan angkatan darat bahwa PKI mendalangi peristiwa penculikan jenderal-jenderal, dan pembantaian aktivis gerakan rakyat yang terjadi sesudahnya, praktis menghancurkan struktur dan sendisendi kekuatan gerakan serikat buruh progresif. Orde Baru bergerak cepat merekonstruksi perekonomian Indonesia sementara para aktivis buruh progresif tengah meregang nyawa di tangan para pembunuh. 6 Orde Baru membuka pintu lebar-lebar kepada perusahaan-perusahaan asing. Soeharto juga membuka pintu bagi mengalirnya pinjaman luar negeri untuk berbagai proyek yang kemudian dikelola oleh mitra-mitra dan kerabat dekatnya. Memasuki periode 1970-an, gerakan serikat buruh benar-benar melemah dan hanya beorientasi ekonomi. Dengan bantuan Frederich Ebert Stiftung (FES), disusunlah konsep baru serikat buruh Indonesia yang akan didukung oleh Orde Baru yaitu; gerakan serikat buruh harus sama sekali lepas dari kekuatan politik manapun, keuangan organisasi tidak boleh tergantung dari pihak luar, kegiatan serikat buruh 5
Sampai saat ini belum diketahui motif sesungguhnya pada peristiwa yang terjadi 1 Oktober 1965 itu. Ada beberapa pendapat yang muncul berkaitan dengan peristiwa tersebut. Di antaranya yaitu, pemberontakan PKI, “kudeta merangkak” Soeharto, Angkatan Darat (AD), konsfirasi kekuatan internasional (AS-CIA), bahkan ada yang menyebut Soekarno sendirilah pelakunya. Lihat Ita F Nadia dalam Suara perempuan korban tragedy 1965, Yokyakarta, Galang Press,2007,hal., 13. 6 Sebagian besar di antara mereka adalah yang tergabung dalam Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), Barisan Tani Indonesia (BTI) dan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Lihat Ibid, hal. 9. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
dititikberatkan pada soal-soal sosial ekonomis yakni hubungan industrial, penataan ulang serikat-serikat buruh yang mengarah pada penyatuan, perombakan pada struktur keserikatburuhan, mengarah pada serikat sekerja untuk masing-masing lapangan pekerjaan. 7 Setidaknya, itulah prinsip yang dicanangkan secara teoritik. Kenyataannya pemerintah orde baru ingin rekonstruksi serikat buruh menjadi sebuah serikat yang kooperatif dengan pemerintah. Hal ini diwujudnyatakan
dalam bentuk FBSI
(Federasi Buruh Seluruh Indonesia) yang diketuai Agus Sudono, mantan ketua Gasbindo, dan sekjennya adalah Suwarto, seorang mantan perwira Opsus (Operasi Khusus, pendahulu Kopkamtib). Di bawah komando dua orang petinggi Golkar ini, serikat buruh memang dilepaskan dari kekuatan politik manapun dan jatuh ke dalam cengkeraman Golkar. Jajaran pengurus FBSI selalu diambil dari kader-kader Golkar. Sejak awal, jelas bahwa serikat buruh ini ditujukan untuk membangun buruh yang mendukung segala kebijakan pemerintah dan menutup diri dari dunia politik bagi buruh. Ideologi yang dikenakan oleh FBSI adalah ideologi harmoni (pancasila), 8 yakni antara buruh dan pengusaha harus ada ketenangan, tidak boleh ada konflik. Para pengurus teras FBSI juga selalu merupakan tokoh-tokoh yang dekat atau tergabung dalam Golkar. Dengan komposisi kepengurusan semacam ini, FBSI juga berfungsi sebagai pendulang suara bagi Golkar dalam tiap pemilu, mirip dengan
7
Frederich Ebert Stiftung (FES) adalah sebuah yayasan milik Partai Sosial Demokrat Jerman yang pro pasar bebas,bekerja sama dengan Yayasan Tenaga kerja Indonesia (YTKTI) merekonstruksi gerakan buruh melalui sebuah seminar yang disponsori FES di tahun 1971. 8 Syaiful Jalil hasibuan, Sejarah Konstitusi ILO dan FBSI, Medan, Fakultas Hukum USU, 1985, hal.,59. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
“organisasi-organisasi profesi” lainnya seperti HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) maupun HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia). FBSI yang kemudian berganti nama menjadi SPSI. Keadaan justru menjadi bertambah parah karena SPSI dijadikan sebuah wadah tunggal, sebuah penghalusan istilah bagi dijalankannya sistem korporatisme negara oleh Orde Baru. Untuk memperhalus kenyataan bahwa pemberangusan gerakan serikat buruh dilakukan secara lebih sistematis, Soeharto menunjuk Cosmas Batubara menjadi menteri tenaga kerja. 9 Apabila dilakukan perbandingan menyangkut nasib serikat buruh antara pada masa orde lama dan orde baru, maka ditemukan beberapa persamaan. Kondisi buruh secara umum sama-sama dalam ketertindasan yakni ditandai dengan belum terpenuhinya hak-hak normatif buruh. Namun yang membedakan adalah tingkat represifitas terhadap gerakan serikat buruh. Sehingga Jika masa orde lama meskipun di bawah tekanan pemerintah namun gerakan seikat buruhnya tetap besar dan banyak organisasi namun tidak ampai mematikan fluralitas ideologi setiap gerakan sedangkan pada masa orde baru, represifitas pemerintah justru memvakumkan ideologi dan orientasi gerakan serikat buruh. Memasuki periode ini, dinamika pergerakan serikat buruh Medan juga benarbenar ikut melemah. Jika tidak mau dikatakan mati total. Dalam rentang waktu 20
9
Cosmas Batubara adalah seorang mantan aktivis “angkatan 66”. Pada masa inilah diperkenalkan konsep Upah Minimum dan Jamsostek sebagai sogokan bagi buruh yang tidak lagi memiliki kebebasan untuk berorganisasi.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
tahun kita tidak melihat adanya sebuah peristiwa atau momentum sebagai hasil dari gerakan buruh. Vakumnya gerakan serikat buruh ini setidaknya disebabkan oleh; Pertama, sebagai subordinasi dari buruh tunggal SPSI di pusat, pergerakan SPSI Medan
yang
berkantor
di
jalan
Gatot
Subroto
Nomor
181
Medan.
tidak mempunyai kemandirian dan inisiatif dalam menentukan orientasi kebijakann karena segala sesuatunya ditentukan oleh pusat sehingga kehilangan akal (daya kreatifitas) untuk menciptakan sebuah momentum. Kedua, memang jiwa zaman pada periode ini berbeda dengan periode sebelumnya. Ciri khas zaman pada periode ini adalah masa pembungkaman secara sistematis baik melalui perundang-undangan melalui berbagai kebijakan pemerintah sangat mempengaruhi keadaan ini. Terbitnya peraturan seperti Permen (Peraturan Menteri) No. 342/1986 tentang intervensi militer sebagai perantara dalam perselisihan perburuhan, Permen No. 1108/1986 tentang keharusan kalau terjadi perselisihan perburuhan supaya diselesaikan terlebih dulu dengan atasan langsung, sebelum lewat perantara atau penyelesaian Permasalahan Perburuhan Pusat (P4), Permen No. 1109/1986 tentang pembentukan UK (Unit Kerja) di perusahaan harus melibatkan pengusaha, Permen No. 04/1986 tentang pemberian ijin kepada majikan untuk merumahkan buruh sewaktu-waktu tanpa menunggu P4 sangat melemahkan orientasi gerakan serikat buruh. Masuknya militer dalam struktural serikat buruh juga sangat melemahkan orientasi gerakan serikat buruh ini. Pembungkaman juga dilakukan melalui pelegalan kekerasan (terutama militer) atas tuduhan suversif dan terkait dengan PKI.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Ketiga, selain adanya campur tangan pemerintah yang sangat jauh, melemahnya gerakan serikat buruh disebabkan belum terkonsolidasinya potensi yang ada. Apalagi buruh tidak lagi mempunyai kesempatan berpolitik yang artinya tidak memiliki kekuatan politik dalam perjuangannya. Sesuatu yang berbeda dengan gerakan serikat buruh masa orde lama yang merupakan bagian dari setiap partai politik yang ada. Kondisi ini berlaku secara nasional dan demikian pula halnya di Medan. Jika pada masa demokrasi liberal gerakan serikat buruh terkonsentrasi pada kehidupan partai politik, pada periode ini gerakan serikat buruh lebih bersentuhan dengan perusahaan. Maka fenomena yang muncul adalah semakin tidak adanya kualitas dan kuantitas gerakan. Berdirinya kelompok-kelompok di luar buruh namun berorientasi dalam memperjuangkan nasib buruh dalam bentuk organisasi non-pemerintah (Ornop) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Medan menjadi angin segar terhadap buruh. 10 Meskipun kenyataanya harus diakui bahwa gerakan yang dibangun tidak bisa menyamai besarnya gerakan buruh pada tahun 1960-an. Adapun LSM yang
10
Munculnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau biasa disebut juga Organisasi Non Pemerintah (Ornop) memiliki arti penting sebagai sarana penghubung, penyadar, sekaligus sebagai `alat kontrol' dalam proses pembangunan Ornop sendiri muncul karena kesadaran akan arti penting nilai-nilai kemanusiaan dan tanggung jawab pembangunan. Bila demikian halnya, keberadaan Ornop memungkinkan tumbuhnya kesadaran akan nilai asasi manusia yang didudukan sejajar dengan proses pembangunan. NGO di negara maju sendiri lahir akibat keprihatinan terhadap pembangunan kembali eropa pasca perang dunia II, serta bantuan internasional untuk dunia ketiga yang baru merdeka. Bantuan pembangunan kepada NGO pada tahun 1970-an ke atas lahir bersamaan dengan mengalirnya bantuan asing dan utang seiring dengan dekade modernisasi dan pertumbuhan ekonomi negara dunia ketiga. Lihat Setiawan Bonnie, Organisasi Non Pemerintah dan masyarakat sipil. Dalam Prisma 7 Juli 1996 hal. 35. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
muncul di Medan antara lain Lembaga Bantuan Hukum Medan, Kelompok Studi Analisa Perkotaan (KSAP), Hapsari dan Pondokan. Benar setiap kali gerakan serikat buruh mengalami pasang, itu pasti karena pengorganisiran yang militan di basis-basis, dan disertai dengan semangat berpolitik. Dan setiap kali gerakan serikat buruh mengalami pukulan balik, hal ini disebabkan oleh ketergesa-gesaan, oleh mengendurnya militansi di basis-basis atau oleh keterlenaan akibat politik parlementarisme. Gejala ini tentunya sangat menarik untuk dibahas.
I. 2. Rumusan Masalah Dinamika yang terjadi di dalam sebuah masyarakat selalu jauh lebih kompleks dan rumit daripada yang dapat diuraikan oleh satu atau beberapa orang penulis. Dalam tulisan ini saya berkeinginan untuk memaparkan pembabakan yang telah ditempuh oleh gerakan serikat buruh di Medan, situasi ekonomi-politik yang sedang berkembang yang berpengaruh kepada serikat buruh
dan metode-metode yang
dipakai serikat buruh dalam setiap babak. Tentu saja, tidak semua orang akan sepakat dengan pembabakan yang dibuat di sini. Pembabakan ini semata ditujukan untuk membedakan keterorganisiran, unsurunsur yang berfungsi sebagai tulang punggung gerakan dan manfaat yang dirasakan kaum buruh ketika babak tertentu berlangsung. Skripsi yang berkudul “Gerakan Serikat Buruh Di Medan (1970-1990)” ini diharapkan melahirkan pemahaman kritis kondisi ketertindasan dan kevakuman gerakan serikat buruh.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Oleh karena itu, permasalahan inti yang ingin penulis kaji adalah berkaitan dengan : 1. Apa latar belakang kebangkitan gerakan serikat buruh di Medan sebelum 1970-an. 2. Mengapa tahun 1970-1990 gerakan
serikat buruh di Medan mengalami
kevakuman. 3. Bagaimana bentuk alternatif gerakan yang muncul dengan vakumnya gerakan serikat buruh di Medan. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, pembatasan periode 1971-1990 karena pada periode inilah gerakan serikat buruh di Medan benar-benar jauh dari kekuatan politiknya. Oleh karena itu, kajian untuk melihat dinamika gerakan serikat buruh pada masa ini sangat minim. Tetapi bukan berarti gerakan serikat buruh Medan periode 1971-1990 tidak menarik sama sekali untuk dikaji.
I. 3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. 3.1 Tujuan 1. Menjelaskan latar belakang kebangkitan gerakan serikat buruh di Medan sebelum tahun 1970-an. 2. Menjelaskan sebab-sebab vakumnya gerakan serikat buruh di Medan tahun 1971-1990. 3. Menjelaskan bentuk alternatif gerakan yang muncul dengan matinya gerakan serikat buruh di Medan.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
1. 3.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini setidaknya dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk mengetahui beberapa hal antara lain:.
1. Diharapkan tulisan ini dapat membantu untuk membangkitkan ilham tentang bagaimana gerakan serikat buruh harus dibangun untuk menghadapi tantangan dalam sebuah situasi tertentu yang berada di depan.. 2. Untuk menambah literatur atau bahan bacaan yang berkaitan langsung dengan gerakan serikat buruh di Medan.
I. 4. Tinjauan Pustaka
Dalam pemilihan topik, penulis menggunakan kedekatan emosional seperti yang dikatakan Kuntowijoyo. Namun bukan berarti saya melepaskan begitu saja faktor referensi untuk melakukan penelitian. Secara umum, buku-buku tentang gerakan serikat buruh pada periode 1971-1990 ditulis secara nasional. Oleh karenanya, saya tidak mendapatkan buku-buku yang penulisannya fokus untuk gerakan serikat buruh di Medan. Untuk menutupi kekurangan itu, penulis menggunakan referensi yang secara tidak langsung menceritakan gerakan serikat buruh Medan. Buku pertama yang saya gunakan yaitu “ Konflik Sosial: Kajian Sosiologis Hubungan Buruh,Perusahaan dan Negara di Indonesia” karya Susetiawan. Hubungan dengan judul penelitian saya adalah banyak hal mengenai gerakan buruh diterangkan di sini. Baik dalam hal tujuan atau orientasi gerakan, pola dan metode gerakan . Atas dasar bahwa peristiwa Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
nasional mempunyai dampak langsung kepada daerah, maka saya menjadikan ini sebagai bahan pemikiran sebagai gambaran singkat gerakan serikat buruh di Medan periode 1971-1990. Buku kedua yaitu “Sekilas Gerakan Buruh di Indonesia” yang ditulis oleh Moestafa. Buku ini menceritakan tentang perjalanan kronologis gerakan buruh Indonesia sejak prakemerdekaan sampai tahun 1960-an. Memang tidak dijelaskan secara detail. Tetapi yang dapat saya simpulkan ada semacam fragmartisme dalam buku tersebut di mana penulis buku tersebut lebih condong melihat dari perspektif pemerintah terutama Orde Baru. Kaitannya dengan judul penelitian saya adalah sebagai bahan perbandingan dan antitesis terutama apabila lebih dilihat dari sudut pandang organisasi buruh itu sendiri atau buruh secara personal dan dalam ruang lingkup yang lebih khusus yaitu daerah Medan. Buku ketiga yaitu “Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatera (1870-1979)” karangan Ann Laura Stoler. Hubungannya dengan penelitian ini adalah muatan beberapa paparan bagaimana kondisi perburuhan di perkebunan. Dalam buku ini dijelaskn bagaimana bentuk penindasan yang dilakukan terhadap buruh kontrak sehingga muncul kesadaran buruh untuk bergerak melawan penindasan tersebut dengan cara berorganisasi. Dijelaskan juga tentang progresifitas serikat buruh Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dan SARBUPRI (Sarekat Buruh perkebunan Republik Indonesia) yang sangat kuat di perkebunan. Juga afiliasinya dengan salah satu kekuatan politik yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
I. 5. Metode Penelitian
Untuk pemilihan topik, penulis mengikuti apa yang dikatakan Kuntowijoyo mengenai pemilihan topik yaitu berdasarkan kedekatan emosional. Di mana adanya kedekatan lokasi penelitian dengan tempat tinggal penulis. 11 Tentunya saya tetap bersikap kritis dalam melakukan penelitian agar hasilnya tidak subyektif
Dalam Penelitian sejarah mempunyai lima tahapan yang seyogianya dilakukan oleh para sejarawan, yaitu pemilihan topik, pengumpulan data, verifikasi, interpretasi dan historiografi. 12 Saya cenderung untuk mengikuti kelima tahapan tersebut. Dalam pemilihan topik, seperti yang telah diiuraikan di bagian latar belakang, penulis menggunakan kedekatan emosional. Pada tahapan pengumpulan sumber (heuristik) yang tediri dari pengumpulan sumber berdasarkan urutan penyampaian (sumber primer dan sekunder) dan pengumpulan sumber berdasarkan bahanya (dokumen dan artefak), saya dalam posisi kedua. Maksudnya yaitu, sumber yang saya
berada
dapatkan masih
kebanyakan berasal dari sumber sekunder, yaitu buku-buku yang menceritakan sejarah gerakan buruh. Pengumpulan buku-buku ini sebagai dasar dari penelitian kepustakaan. Selain buku-buku, saya juga akan berusaha melengkapinya dengan dokumen baik berupa arsip maupun klipping koran. Untuk kekurangan, saya lengkapi pada saat penelitian di lapangan. Dimana telah dilakukan metode wawancara untuk melengkapi data yang telah diteliti. 11
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yokyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2005, hal., 91-93 Louis Gottschalk, Understanding History : A Primer of Historical Method, Nugroho Notosusanto ( terj. Mengerti Sejarah), Jakarta : UI Press, 1985, Hal., 18-19 12
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Wawancara juga sangat memungkinkan mengingat periodesasi penelitian belum terlalu jauh ditambah lagi sumber tulisan tentang gerakan serikat buruh di Medan periode tersebut di atas masih sangat minim. Selanjutnya tahap verifikasi atau kritik sumber yaitu yang terdiri dari kritik internal (kredibilitas) dan kritik eksternal (autensitas dan original) dan interpretasi akan saya lakukan setelah data yang diinginkan telah memadai. Setelah dilakukan kritik maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menginterpretasi berdasarkan data-data yang telah diperoleh kemudian menghasilkan suatu kesimpulan dari objek yang diteliti baik secara analisis maupun sintesis. Hal ini dilakukan untuk menghindari subjektifitas. Langkah terakhir yang dilakukan saya adalah historiografi dimana penulis akan menjabarkan hasil penelitian sekaligus rangkaiannya dengan kronologis dan sistematis dalam bahasa tulisan.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
BAB II GERAKAN SERIKAT BURUH SEBELUM TAHUN 1970
2.1. Gambaran Singkat Kondisi Umum Perburuhan Kolonialisme Hindia Belanda dimulai sejak abad ke-19. pengusaha-pengusaha Eropa tampil sebagai penguasa yang pengelola industri perkebunan dan pabrikpabrik, sementara kaum bumi putra disiapkan menjadi buruh. Struktur masyarakat kapitalistik juga secara tidak langsung terbentuk dengan lahirnya lembaga keuangan NHM (Nederlanche Handels Maatschapij) serta JB (Javasche Bank). Buruh lahir karena hubungan industrial kapitalistik (hubungan buruh dengan modal) untuk memproduksi barang-barang dagangan secara massal. 13 Di pihak buruh, muncul kesadaran untuk mempertahankan kemerdekaan dan menegakkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini disebabkan terpinggirkannya nasib buruh. Para pengusaha selalu saja mengeksploitasi kaum buruh dengan sewenang-wenang. Sementara pemerintah Hindia Belanda menggunakan kekuasaan politiknya untuk menekan gerakan buruh. Maka muncullah konflik perburuhan. Misalnya pada keresidenan Pekalongan di desa kaliepucan Kulon, Karang Anjur dan Wates Ageng. Buruh Planter (penanam tebu) melakukan tuntutan terhadap kebijakan yang membebani mereka untuk membayar pajak natura terbu. Bahkan mereka melakukan tuntutan balik untuk kenaikan upah dari 14,22 gulden manjadi 25 gulden. Protes ini terjadi pada tanggal
13
Edi Cahyono, Zaman Bergerak di Hindia Belanda: Mozaik Bacaan Kaoem Buruh Tempo Doeloe, Jakarta: Yayasan Pancur Siwah, 2003, Hal. 10 Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
24 Oktober 1842 dan diikuti oleh 600 pekerja dari 51 desa. Begitu juga pada tahun 1882 di Yokyakarta terjadi pemogokan besar-besaran. Isu yang diangkat adalah kenaikan upah serta sistem kerja yang menindas kaum buruh. Namun seringkali aktivitas buruh ini tidak menjadi perhatian yang serius akibat belum adanya organisasi modern (serikat buruh, partai politik dan sebagainya) yang mampu memayungi dan menyuarakan tuntutan mereka. Dinamika gerakan buruh tampaknya semakin maju. Pertumbuhan gerakan buruh yang besar di Belanda berbanding lurus dengan pertumbuhan gerakan buruh di Hindia Belanda pada akhir abad ke-19. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya serikatserikat buruh yang awalnya dibangun orang-orang Eropa di Indonesia. Tahun 1897 muncul Nederlanche Indisch Onderwijzers Genootdcap (NIOG), pada tahun 1905 berdiri Staatspoor Bond (SS Bond) dan pada tahun 1908 berdiri lagi Vereeniging voor Spoor-en Tramweg Personeel in Ned-Indie. Kaum buruh bumiputra tidak mau ketinggalan. Mereka turut berperan aktif dalam mendirikan serikat buruh. Pada tanggal 14 November 1908 di Semarang berdiri Vereeniging Spoor-Traam Personen (VSTP). Dalam rapat umum VSTP pada bulan Februari 1914 memutuskan dari 7 posisi anggota eksekutif, tiga diambil dari kaum bumiputra 14. VSTP menjadi organisasi buruh yang begitu gigih melawan penindasan kolonial Belanda. Mereka mampu membangun hinga 93 cabang organisasi di Cirebon, Semarang, Yokyakarta, Surabaya, Madiun bahkan sampai ke pantai barat Sumatera dan perkebunan Deli. Semaun menjadi tokoh yang berperan
14
Ibid., hal. 19.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
penting dalam membangun VSTP dan merebut kepemimpinan Serikat Islam (SI) Semarang yang notabene memang sangat moderat dan tidak berpihak pada buruh dan rakyat jelata. Sementara itu, terjadi perubahan sistem kerja terutama di perkebunan. Perkebunan yang pada awalnya dimonopoli oleh pemerintah kini boleh diusahakan oleh modal-modal swasta. Sistem kerja paksa yang semula diterapkan juga ikut berubah menjadi sistem upah kerja bebas 15. Sejak saat itu modal-modal asing mulai mengalir ke Hindia Belanda dengan menggarap perkebunan dan pabrik-pabrik. Pertumbuhan ini malah menjadi malapetaka bagi masyarakat pribumi karena eksploitasi yang terjadi sangat besar sementara struktur masyarakat masih sangat lemah sehingga dapat dipakai oleh kaum kapitalis untuk mencapai tujuan mereka. Kondisi ini tentu saja direspon oleh aksi-aksi buruh yang massif dengan tujuan menggulingkan kekuasaan mereka. Tokoh-tokoh buruh yang tergabung dalam Partai Komunis Indonesia (PKI) seperti Semaun, Alimin, Darsono dan lain-lain terlibat dalam pemberontakan tahun 1926. PKI yang dipimpin oleh Muso melakukan pemberontakan bahkan hingga pengrusakan di berbagai daerah dan kota. Keadaan ini dimaksudkan untuk menciptakan kondisi revolusioner yang mereka inginkan untuk mengusir Belanda dari Indonesia. Namun rencana ini gagal, pemerintah Hindia Belanda langsun mengambil tindakan tegas dengan menangkap gembong-gembong PKI termasuk Darsono. Pada bulan November 1925, PKI mengorganisir pemogokan buruh pelabuhan Belawan yang bertepatan dengan kedatangan gubernur jenderal
15
Soe Hok Gie, Di bawah Lentera Merah, Riwayat Sarekat Islam Semarang 1917-1920, Jakarta: Frantz Fanon Foundation, 1990, hal.6. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Hindia Belanda di daerah itu. Basis utama PKI adalah Proletariat kota yang terorganisasi
dan
pengaruhnya
dapat
menyusup
dikalangan
buruh-buruh
perkebunan 16 Pasca tragedi 1926 ada upaya untuk membangun kembali gerakan buruh. Syahrir
mencoba
membangkitkan kembali
semangat
kaum buruh dengan
menerbitksan pamphlet-pamflet perlawanan dan menegaskan bahwa menurutnya di dalam masa kemerdekaan belum tentu kaum buruh juga ikut merdeka. Selain itu Dr Sutomo juga membangun Serikat Kaoem Boeroh Indonesia (SKBI) pada tahun 1928, namun hanya bertahan selama satu tahun. Semangat anti kolonial jelas mengaktifkan kembali gerakan serikat buruh pribumi. Kondisi politik dan semangat nasionalisme menjadi faktor pemicu terbentuknya perlawanan ini. Secara historis tampak bahwa gerakan buruh tidak hanya sebuah semangat melawan ketidakadilan dalam hubungan industrial semata, namun sosok gerakan serikat buruh yang bersifat ideologis dan anti kolonial terlihat jelas lewat corak gerakan yang dilahirkan oleh kekuatan buruh sektor perkebunan dan transportasi. Tetapi sekitar tahun 1930-an hingga datangnya Jepang gerakan serikat buruh dapat dikendalikan oleh pemerintah kolonial Hindia Benlanda maupun pemerintahan Jepang. Tidak terkecuali, pada zaman pendudukan Jepang semua kegiatan organisasi politik, sosial dan ekonomi dilarang. Sehingga otomastis menghambat kinerja gerakan serikat buruh membangun perlawanan.
16
Imam Sujono, Yang Berlawan: Membongkar Tabir Pemalsuan Sejarah PKI, Yokyakarta: Resist Book, 2006, hal.154. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Pasca kemerdekaan pola dan orientasi gerakan serikat buruh mulai bervariasi. Barisan Buruh Indonesia (BBI) berdiri pada tanggal 15 September 1945. Serikat ini menampung buruh secara keseluruhan sebagai bagian penting dari semangat revolusi kemerdekaan. Perbedaan mendasar dalam melihat gerakan buruh tampaklah jelas. Pada satu sisi lahir sebuah keinginan bahwa serikat buruh harus beorientasi ke dalam gerakan peningkatan kesejahteraan ekonomi saja. Namun pada sisi lain ada cita-cita agar serikat buruh memiliki orientasi yang jelas dalam perjuangan politik. Sebagai sebuah manifestasi pemikiran akan keinginan tersebut, maka pada November 1945 dari hasil sebuah kongres didirikan Partai Buruh Indonesia (PBI) sebagai alat politik kaum buruh. Dalam konsepsi itu juga disepakati untuk menuntaskan revolusinasional. Pada tahun 1946, BBI dilebur menjadi Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GASBI). Sementara serikat buruh yang tidak sepakat dengan struktur yang ada memilih keluar dari GASBI. Serikat buruh yang keluar ini membantu organisasi Gabungan Serikat Buruh Vertikal (GASBV). Di tahun yang sama, Alimin dan Harjono berinisiatif untuk menggabungkan kedua organisasi buruh yang berselisih ini menjadi satu dalam wadah Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) pada tanggal 29 November 1946. dalam perjalanannya, SOBSI mampu mengkonsolidasikan 34 Serikat Buruh (SB). Dengan kata lain, SOBSI sudah beranggotakan sekitar 85% dari 3 Juta lebih buruh yang terorganisasi di Indonesia sekitar tahun 1952. 17 SOBSI lahir dan menyatakan diri bukan sebagai partai politik, tetapi dalam menjalankan aksinya organisasi buruh
17
Peter Edman, Komunisme Ala Aidit: Kisah PKI di Bawah Kepemimpinan D.N. Aidit 19501965, Jakarta: Center For Information Analysis, 2005,hal.83. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
ini tidak pernah lepas dari gelombang politik. SOBSI juga memilih partai politik yang sehaluan dalam memperjuangkan aspirasi politik buruhnya. Bentuk organisasi SOBSI ini sendiri adalah demokrasi sentralisme dan setiap pengurus melakukan kewajibannya serta bertanggungjawab kepada kongres. Harjono ditunjuk sebagai ketua SOBSI yang pertama, organisasi ini memonopoli kekuatan buruh yang terorganisir di Indonesia. Paham ideologi yang ada di Indonesia bercampur baur ke dalam organisasi ini dan disatukan oleh perasaan solidaritas yang tinggi terutama dalam mempertahankan kemerdekaan dari Belanda. Dinamisnya pemikiran dalam organisasi ini tentu saja menunjukkan bahwa kesamaan prinsip yang ada adalah bagaimana bersama-sama mengusir Belanda dan menaikkan harkat dan martabat buruh sebagai kaum tertindas. Meskipun pemberontakan PKI pada tahun 1948 di Madiun menghancurkan kekuatan revolusioner yang dibangun. PKI semakin mendapat tindakan refresif bahkan dianggap ilegal karena melakukan pemberontakan pada masa perjuangan kemerdekaan. SOBSI tetap eksis karena belum diklaim sebagai underbow PKI. Pasca peristiwa Madiun, beberapa anggota PKI menyusup dan membangun SOBSI sekaligus mengembangkan paham komunisme yang mereka anut. Asraruddin sebagai ketua SOBSI saat itu tidak sepakat dengan ajaran komunisme sehingga dia mengundurkan diri dari keanggotaan. Dia beranggapan bahwa gerakan yang dibangun dengan asas komunisme hanya akan menghancurkan organisasi tersebut karena telah bersebrangan dengan semangat perjuangan bangsa Indonesia. Sejak tahun 1946, organisasi buruh ini telah dikuasai komunis. Secara konstitusional beberapa kebijakan organisasi telah dipengaruhi oleh paham ini. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Beberapa anggota partai yang ditugaskan untuk menyatukan PKI dengan SOBSI secara fragmatis berhasil dan mendapat tempat di beberapa kader SOBSI yang ada. 18 Satu masa
yang penting bagi gerakan serikat buruh adalah pada masa
berlakunya sistem pemerintahan liberal di Indonesia. Pada masa ini terlihat jelas bagaimana orientasi gerakan buruh. Mereka tidak hanya bergerak dalam hal hubungan industrial saja, namun sudah merambah ke ranah politik yakni untuk mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan. Pola yang terjadi adalah semakin dekatnya serikat buruh dan organisasi tani kepada partai politik tertentu. Mereka menjadi underbow dan mesin penghasil suara pada pemilihan umum 1955. Dari organisai yang ada, SOBSI adalah organisasi terbesar yang pernah ada di Indonesia. Organisasi ini memayungi kurang lebih 62 serikat buruh yang tersebar di seluruh nusantara. Kekuatan mereka pun diperhitungkan dalam setiap melakukan aksi massa. Kepekaan kepada sosial–ekonomi buruh dan keberpihakannya kepada kaum tertindas justru membuat keanggotaan SOBSI semakin lama semakin bertambah. Selain itu sistem komando yang dijalankan tentunya membuat kesatuan gerak seluruh anggota sangat solid.
18
Markas Besar ABRI, Bahaya Laten Komunis di Indonesia: Perkembangan Gerakan dan Penghianatan Komunisme di Indonesia (1913-19480, Jakarta: Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, 1991, hal 72. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Tabel 1 Partai politik utama dan organisasi-organisasasi petani dan buruh yang bernaung di bawahnya No
Partai Politik
1
Partai
Organisasi Buruh Nasional Konsentrasi
Indonesia (PNI)
Organisasi Petani Buruh Persatuan Petani Nasional
Kerakyatan
Indonesia Indonesia (Petani)
(KBKI) 2
Majelis Muslimin
Syuro Sarekat
buruh
Islam Sarekat
Indonesia Indonesia (SBII)
Tani
Islam
Indonesia (STII)
(Masyumi) 3
Nahdatul Ulama (NU)
Sarekat
Buruh
Muslimin Persatuan Tani Nahdatul
Indonesia (Sarbumusi) 4
Partai
Komunis
Indonesia (PKI)
Sentral Organisasi Buruh
Ulama (Petanu) -
Seluruh Indonesia (SOBSI)
Barisan
tani
Indonesia (BTI) -
Rukun
Tani
Indonesia (RTI) -
Serikat tani
Kaum
Indonesia
(Sakti) 5
Partai
Sosialis
Indonesia (PSI) 6
Kongres
Buruh
Seluruh Gerakan Tani Indonesia
Indonesia (KBSI)
(GTI)
Partai Sarekat Islam Gabungan Organisasi Buruh Indonesia (PSII)
Sarekat
Islam
Indonesia
(GOBSII)
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
-
7
Partai
Kristen Serikat
Kristen
-
Katolik Organisasi Buruh Pancasila
-
Indonesia
Buruh
Indonesia (SBKI)
(PARKINDO) 8
Partai Indonesia
9
(OB. Pancasila)
Partai Rakyat Nasional Organisasi Buruh Pancasila Badan Perjuangan Rakyat (PRN)
(OB. Pancasila)
Penunggu (BPRP)
Sumber: Peter Edman dalam Komunisme Ala Aidit: Kisah Partai Komunis Indonesia di bawah Kepemimpinan D.N. Aidit 1950-1965, 2005
2.2. Gerakan Serikat Buruh di Medan Munculnya keresahan di kalangan buruh tidak dapat dipisahkan dari kenyataan bahwa buruh hanya dianggap sebagai pelengkap dan bukan bagian terpentinng dalam proses produksi. Anggapan bahwa buruh tidak ada harganya dan dapat diperlakukan semena-mena justru melahirkan serikat buruh yang radikal. Berbagai
aksi
menolak
kebijakan
perusahaan
terutama
perkebunan
bermunculan. Bentuk aksi yang paling sering dilakukan untuk menekan perusahaan lebih banyak dalam bentuk pemogokan kerja. Hal ini karena buruh menganggap bahwa perundingan justru akan mengaburkan keadaran buruh kerena perjuangan diplomasi tidak pernah menguntungkan massa buruh. Penguasaan atas perkebunan yang sangat luas dan menyimpan persediaan kekayaan materi serta tenaga kerja yang cukup banyak merupakan akibat yang paling nyata persekongkolan antara kaum elit tradisional dengan pengusaha asing. Maka Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
dalam proses perebutannya akan terjadi sebuah gebrakan politik terhadap bentuk konsesi-konsesi politik yang ada sebelumnya. Di antara sekian banyak kekutan yang melakukan perlawanan radikal, salah satunya adalah PKI. Dengan pimpinan Xarim MS di Sumaeta Utara mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk menyarakan revolusi nasional dan sosialis. Walaupun kebanyakan anggota-anggotanya berdomisii di pusat-pusat perkotaan, namun landasan mereka adalah mendesak untuk melaksanakan dengan segera nasionalisasi serta pembagian kembali tanah perkebunan. Hal ini tentu saja untuk meraih dukungan dari kalangan buruh perkebunan. Dalam Front Perburuhan berbagaai upaya juga dilakukan dalam rangka menyusun strategi untuk menyerang kaum elit asing dan lokal yang berkuasa. Faktanya, sosio-kultural perburuhan di Medan dengan daerah lainnya jelas berbeda. Di Medan, masalah penguasaan buruh terhadap perkebunan belum pernah dipersoalkan. Karena kekuatan sayap kiri telah mengambil alih jalannya revolusi di Sumatera Timur, maka dalam proses pengorganisasian kepentingan ekonomi perkebunan di jalankan sesuai dengan sistem yang diyakini. Perlindungan dan penjualan hasil perkebunan merupakan bagian penting yang harus diselenggarakan dalam proses produksi. Didirikannya ERRI (Ekonomi Republik Rakyat Indonesia) merupakan salah satu cara memegang komando tunggal keseluruhan perekonoian republik. Di bawah komando yang sangat radikal dan agresif serta panji kerakyatan “sama rata sama rasa lantas sikuasai” hasil-hasil perkebunan dan komoditi pokok dijadikan sebagai logistik untuk tujuan menuju masyarakat sosialis.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Mereka meminta kepada Gubernur Hasan agar ERRI diberi kuasa sebagai badan pemerintah yang bertindak di bidang ekonomi, bertanggungjawab atas semua perkebuanan dan perusahaan di Sumatera. Permintaan ini ditolak gubernur tetapi mendapat dukungan dari kekuatan kiri. 19 Dalam perjalanannya, ERRI membentuk koperasi bagi pedagang-pedagang kecil. Semua hasi-hasil perkebunan harus diserahkan kepada ERRI dan semua perdagangan luar negeri ditangani oleh organisasi ini. Di samping itu juga ada jaminan kesehatan bagi seluruh buruh di Sumatera Utara dengan cara mengerahkan para dokter dan memenuhi persediaan obat-obatan. Revolusi sosial di Sumatera Timur, Aceh dan Jawa ternyata mendapat reaksi dari pengusaha republik sebagai bentuk radikalisme rakyat. Ini juga dipandang sebagai ancaman dalam usaha mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh dunia internasional. Namun dalam suasana yang demikian, kabinet Syahrir malah menandatangani perjanjian Linggarjati sebgai salah satu upaya membangun kesepakatan politik yang baru yakni pengakuan terhadap Negara Republik Indonesisa yang meliputi Jawa dan Madura dan negara federal. Kesepakatan untuk membentuk negara federal melahirkan negara Sumatera Timur (NST) pada tahun 1947 memperlihatkan sosok sebagai hamba setia pemerintah kolonial Belanda. Masyarakat Melayu menjadi elit di belakang layar dan pengusaha Belanda dan Eropa sebagai penguasa perkebunan. Sedangkan buruh perkebunan tetap menjadi buruh lepas yang dibayar dengan upah yang tidak memadai. Sistem
19
Imam Sudjono, Yang Berlawan: Membongkar tabir pemalsuan sejarah PKI, Yokyakarta: Resist Book, 2006, hal. 169-170. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
yang terjadi ini memaksa buruh dan petani miskin untuk membangun kesadaran politiknya sendiri. Mereka kehilangan rumah karena tempat tersebut dijadikan sebagai lahan perkebunan tembakau serta penanaman karet. Belanda merupakan wujud nyata musuh mereka dan pertempuran sejatinya adalah merebut kembali tanah dan rumah mereka. Munculnya gerakan serikat buruh perkebunan yang terorganisir dari Medan menjadi konsekuensi dari parahnya kondisi ini. Salah satu serikat buruh
yaitu
SARBUPRI (Serikat Buruh Perkebunan Republik Indonesia) yang berhaluan kiri telah mengklaim bahwa sebagian besar buruh di Perkebunan adalah anggota mereka, namun kekuatan tersebut belum sepenuhnya diperhitungkan secara politik. Sehingga seluruh aksi dan insiden yang terjadi jarang dikaitkan dengan motivasi politik, tetapi hanya dianggap sebagai sebagai sebuah motif balas dendam pribadi aatau tindakan pencurian semata. Hal ini mungkin saja terjadi karena banyaknya satuan tentara yang diuntungkan dari hasil penjualan hasil perkebunan. Baru pada tahun 1950-an bisa digolongkan sebagai kemenangan nyata kaum buruh. Serangkaian aksi massa terhadap perusahaan kapitalis yang dilancarkan SOBSI sekitar bulan agustus-september 1950 menghasilkan kenaikan upah buruh sebesar 30%. Di sekitar pantai timur Sumatera SARBUPRI menuntut agar pekerja diberikan tempat tinggal yang layak serta bekerja sesusi dengan waktu yang ditentukan. Dalam internal menajemen perusahan, SARBUPRI juga mendesak agar mengganti mandor-mandor yang kejam dan tidak disukai. Keberhasilan SARBUPRI menghimpun anggota hingga 100.000 buruh perkebunan merupakan hasil perhatian mereka terhadap penindasan dan eksploitasi Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
buruh yang sudah sangat keterlaluan. SOBSI sebagai organisasi induknya telah berhasil menghimpun orang Indonesia dan mau menampung segala keluhan yang dihadapi setiap anggotanya. Dari segi tuntutan yan dilancarkan oleh serikat buruh, isunya beraneka ragam. Mulai dari kasus pemecatan, pemindahan hingga pengangkatan kembali pekerja. Banyak juga pemogokan yang bersifat lokal dan berlangsung singkat beberapa jam atau hanya terjadi sehari saja. Sementara aksi-aksi yang dipersiapkan secara matang dan rapi berlangsung hingga berminggu-minggu. Dalam aksinya, SOBSI juga tidak henti-hentinya menuntut pembayaran upah secara penuh atau setidaknya subsidi pangan tidak dihentikan ketika aksi mogok berlangsung. Aksi yang dilakukan terkadang hanya dalam bentuk diam tanpa aktivitas saja dengan mudah memaksa perusahaan memotong setiap uapah yang diberikan. Namun taktik ini jarang dilakukan karena tidak efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selain aksi massa, buruh juga melakuan metode aksi lain berupa aksi bekerja lambat. 20 Dalam pola ini buruh tetap bekerja sesuai waktu yang telah ditentukan, namun memperlambat pekerjaan mereka sehingga hanya menghasilkan sepertiga atau setengah hasil kerja normal mereka. Tetapi dengan kondisi ini buruh tetap menuntut upah penuh. Dalam metode bekerja lambat, para buruh yang di posisi srategis ikut terlibat. Misalnya, seorang operator mesin akan menolak menjalankan mesinnya sehingga otomatis seluruh produksi perkebunan terpaksa berhenti. Dalam hal ini perusahaan tidak memiliki alasan untuk memotong upah buruh yang bekerja pasif. 20
Aan Laura Stoler, op cit,. Hal. 225.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Dari segi keterorganisasian dan militansi buruhnya, buruh perkebunan di Deli dianggap lebih baik. Peranan pemimpin-pemimpin buruh dalam berbagai pemogokan menciptakan watak dan karakternya sendiri dalam setiap aksi protes yang dilancarkan. SOBSI dan SARBUPRI benar-benar meunjukkan eksistensinya dalam setiap aksi buruh. Efektifitas kerja mereka dalam setiap pemogokan kerja untuk mendukung kepentingan kaum buruh membuktikan bahwa organisasi ini sangat solid. Walau bagaaimanapun taktik serikat buruh ini juga terbatas dalam menyesuaikan diri dengan karakter masing-masing perkebunan. Kerugian yang muncul memang tidak sedikit. Misalnya di perkebunan tembakau, apabila buruh melaksanakan mogok hingga berminggu-minggu maka hama yang menyerang daun tidak dapat dihindarkan. Kelapa sawit yang harus dipanen tepat waktu sesuai kematangannya apabila tidak dilakukan akan terjadi kemerosotan kualitas bahkan akan jatuh harga di bawah standar ekspor. Begitu juga pada pohon karet yang sering disadap secara ilegal oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Bila aksi pemogokan sering terjadi tentunya hasil perkebunan tidak terjaga sehingga lambat laun baik tembakau, kelapa sawit dan karet akan mengalami kerusakan jangka panjang. Jutaan dolar tentunya hilang begitu saja, belum lagi kerusakan dan kerugian finansial yang seluruhnya harus ditanggung sendiri oleh perusahaan perkebunan perkebunan. Pada dasarnya prinsip gerakan serikat buruh yang diperankan oleh SOBSI ialah memobilisasi seluruh masyarakat pekerja guna mengapai tujuan ideologi sosialis. Namun karena kondisi masyarakat yang masih belum memungkinkan dan Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
revolusi telah diangap gagal, maka membangun masyarakat demokratis adalah dipandang sebagai awal menuju masyarakat sosialis. Pada tahapan ini, tugas buruh bukanlah menetang imperialisme dan kapitalisme tetapi tergabung dalam kaum tani dan borjuasi untuk membangun demokarasi nasional. Pada tahun 1957, kebijakan pengambilalihan serta nasionalisasi semua perusahaan Belanda berlangsun di perkebunan Sumatera Utara. Lebih dari 2300 orang kebangsaan Belanda meninggalkan pantai Timur Sumatera dan sekitar 101 dari 217 perkebunan di Sumatera Utara dimasukkan ke dalam kepemilikan pemerintah. Pada peristiwa ini serikat buruh SOBSI sangat berperan penting dngan mengambil sikap tegas atas hasil persetujuan Konfrensi Meja Bundar (KMB) tahun 1956. Dalam hal ini mereka menekankan harus adanya hak istimewa Indonesia untuk memperoleh dan kelindungi hak milik Belanda secara penuh. Dalam peran politik, serikat buruh ini juga mengambil peran yang kuat dan strategis. Setidaknya ini dapat terihat dari peran SARBUPRI yang merupakan sayap SOBSI. Di Medan SARBUPRI secara aktif melakukan penggalangan kekuatan buruh perkebunan untuk mendukung memenangkan posisi PKI. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa PKI layak didukung karena sesuai dengan garis perjuangan buruh. Sebagai organisasi cabang daerah yang berkantor di Medan, organisasi ini mempunyai anggota buruh yang terbesar dan tersebar di perkebunan Sumatera Utara, posisi tawar SARBUPRI kepada pengusaha perkebunan begitu tinggi sehingga organisasi buruh perkebunan ini sangat solid. Pemilu 1955 dianggap sebagai
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
momentum untuk menguji sejauh mana kesiapan rakyat Indonesia dalam mengusung cita-cita revolusi. Serikat buruh SOBSI juga memainkan peran yang sangat penting dalam memobilisasi suara untuk PKI. Upaya yang dilakukan adalah mengorganisir untuk menggalang massa hingga ke tingkatan organisasi dasar. Komite aksi pemilu serta kader khusus bertugas untuk membantu dalam kampanye pemilu. Bahkan pada tanggal 15 Juli 1955 sekretariat SOBSI telah mengeluarkan kebijakan kepada seluruh anggota, semua komite wilayah dan cabang untuk mempersiapkan para buruh mempersiapkan para buruh melakukan voting dengan menunjukkan kepada mereka bagaimana melubangi kertas suara dengan simbol yang tepat dan pilihan diarahkan kepada symbol PKI sebagai partai pemilu pilihan mereka. Hal inilah yang menghantarkan PKI sebagai 5 besar partai pemenang pemilu 1955. Protes buruh yang diorganisir oleh SARBUPRI Medan tidak hanya sebatas lingkungan
tempat kerjanya. Pada tahun 1956 dengan keluarnya
keputusan
pemerintah tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4) yang dianggap merugikan buruh, maka melalui sidang pleno III yang dilaksanakan di Medan pada tanggal 1 sampai 2 Juli 1956 menolak keputusan tersebut. Adapun alasan penolakan tersebut adalah karena ketentuan tersebut menurunkan besar tunjangan hari raya sebesar Rp.16,50 dari tahun sebelumnya 1955. keputusan itu juga dinilai lebih membela pengusaha kerena mendukung pencabutan beras, teh dan ikan bagi
buruh. Semua protes tersebut disampaikan
kepada menteri perburuhan, menteri perekonomian, menteri perhubungan, menteri
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
kehakiman, menteri keuangan, panitia penyelesaian P4, presiden RI, Perdana Menteri dan ketua parlemen yang semuanya ada di Jakarta. Sidang ini juga menghasilkan resolusi kepada pusat untuk segera menganti Undang-undang darurat nomor 14 tahun 1951 yang merugikan buruh dengan memberikan keleluasaan kepada pengusaha diganti dengan undang-undang yang sesuai dengan keinginan buruh. Resokusi lainnya yaitu pemerintah supaya mencabut dan membaalkan undang-undang onslagrecht nomor 396 tahun 1941 yang mengatur penutupan 8 perkebunan tembakau wilayah cabang Medan-Belawan yang berakibat banyak buruh menganggur.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
BAB III VAKUMNYA GERAKAN SERIKAT BURUH TAHUN 1970-AN
3.1. Latar Belakang Kebijakan Politik Perburuhan Nasional Sebelum tragedi 30 September 1965 terjadi, kondisi politik Indonesia memang sedang mengalami krisis. Makin meruncingnya konflik PKI yang didukung oleh Soekarno dan Angkatan darat yang didukung oleh CIA sekaligus memecah kondisi masyarakat Indonesia. Desas-desus adanya Dewan Jenderal yang memiliki rencana menggulingkan pemerintahan pun santer beredar. Kritik PKI terhadap Angkatan Darat semakin menajam dengan memberikan cap kepada mereka sebagai Kapitalis Birokrat. Sementara kepemimpinan bangsa Indonesia semakin rapuh akibat presiden Soekarno tiba-tiba jatuh sakit pada tanggal 4 Agustus 1965, diprediksi akan terjadi kelumpuhan permanen bahkan kematian mengancam apabila penyakit ginjal yang dideritanya meneyerang tiba-tiba. 21 Di tengah krisis itu, tragedi 30 September terjadi. Kondisi politik menyudutkan PKI dan dianggap sebagai dalang dalam peistiwa tersebut. Hanya dalam waktu singkat pada waktu dini hari tanggal 1 Oktober 1965 sebuah kelompok perwira mnengah dari divisi Diponegoro yang berbasis di Jawa Tengah mulai menjalankan opersi mereka dengan melakukan penangkapan terhadap enam orang jenderal. 22
21
Victor M.fic, Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang konspirasi, Jakarta: yayasan Obor Indonesia, 2005, Hl. 74-75. 22 Sementara seorang perwira tinggi lainnya tidak masuk dalam orang yang harus dihabisi yakni Soeharto. Hal ini menjadi pertanyaan hinga sekarang apakah dia dianggap tidak berpengaruh Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Polemik ini juga menyeret organisasi yang berafiliasi dengan PKI ke dalam jurang kehancuran. Penangkapan, pembunuhan dan pengasingan diberikan kepada seluruh anggota PKI dan organisasi massa yang seideologi (SOBSI, BTI, Gerwani, Pemuda Rakyat dan lain-lain). Bahkan orang-orang yang dianggap berbahaya karena memiliki pemahaman Marxisme sebagai sebuah ganjaran yang setimpal akibat sistem politik yang pernah mereka terapkan. Korban jiwa terjadi di pelosok Indonesia akibat pembunuhan massal yang dilakukan oleh lawan-lawan politik PKI. Mereka yang matipun hingga kini belum jelas berapa jumlahnya. Angka resmi yang pertama diumumkan pada akhir 1965 pasca pembantaian adalah 78.832. Perinciannya korban PKI di Bali sebesar 12.500 jiwa, Jawa Timur 54.000 jiwa, Jawa Tengah 10.000 jiwa, Sumatera Utara 2.000 jiwa. Sementara oran yan dituduh sebagai PKI kemusian dibunuh berjumlah 328 jiwa. Ini adalah hasi penelitian dari komisi pencarai fakata yang tersiri dari 9 orang bentukan Soekarno. Dari wawancara dengan John Hughes tahun 1968 seorang anggota komisi mengaku angka yang benar adalah 780.000 jiwa. Sementara menurut Oei Tjoe Tat seorang menteri negara presidium yang juga anggota komisi itu adalah sejumlah 500.000 atau 600.000 korban jiwa. Di Medan, SOBSI yang dipandang sebagai antek-anteknya PKI juga tidak luput dari upaya pemusnahan. Pada saat anggota SOBSI melakukan rapat di dikalangan angkatan darat atau dialah dalang dari peristiwa tersebut. Sejumlah asumsi pun terontar menganai siapa yang harus bertanggungjawab atas peristiwa ini. Lalu apa peran Syam Kamaruzaman dalam peristiwa tersebut. Namun satu hal yang pasti tragedy ini terjadi akibat tindakan refresif yang dilakukan oleh kekuatan militer yang dirancang sedemikian rapi sehingga dalam waktu sekejap terjadi perubahan arus politik yang sanat dasyat. Lihat Perter Edman, Op. Cit. hal. 200-201
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
kantornya di Medan, tiba-tiba disiram bensin dan kemudian dibakar. Aktivis serikat buruh tersebut lari berhamburan untuk menyelamatkan diri. Tetapi setelah sampai di sepan pintu mereka segera disambut oleh peluru dan keroyokan massa yang banyak diantaranya adalah aktivis PP (Pemuda Pancasila). Ada juga korban yang diseret dari api, kemudian kepalanya dipenggal dan ditendang-tendang bagai bola mainan. 23 Pesisir Timur Sumatera juga tidak luput dari pembunuhan massal. Di daerah ini jumlahnya adalah yang terbanyak. Mereka adalah anggota SARBUPRI terdiri dari buruh perkebunan berjumlah 56.000 jiwa sampai akhir tahun 1965. Dalam peristiwa ini, ketua SARBUPRI Sumatera Utara yaitu Mustafa Margolang lolos dari dari pembunuhan. Namun nasib naas justru dialami oleh Saibun Sinaga, ketua SOBSI Sumatera Utara. Beliau ditangkap untuk diasingkan namun sebelum dibawa ke tempat pengasingan deieksekusi mati karena dianggap berbahaya oleh pihak militer. 24 Mulai masa inilah seikat burh profressif yang diwakilkan SOBSI di Sumatera Utara diberangus. Sementara korban yang selamat menjadi korban stigma buruk masyarakat dan mengalami ketakutan untuk bangkit lagi.
3.1.1. Kebijakan Politik Perburuhan Tahun 1970-1990 Pertimbangan sosial politik dan sosial ekonomi tidak dapat dilepaskan jika berbicara tentang gerakan serikat buruh. Banyak penulis atau pengamat gerakan buruh dalam politik Indonesia selalu mengaitkan gerakan serikat buruh dengan kondisi sosial politik dan sosial ekonomi yang sedang berkembang. Kondisi sosial
23 24
Suara independent, Edisi September 1997. Hasil wawancara dengan Jiman Karo-Karo, 11 Mei 2009.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
politik dan sosial ekonomi yang dimaksud adalah pertimbangan lingkungan buruh dalam berbangsa dan bernegara. Pada umumnya, munculnya kegiatan-kegiatan protes buruh merupakan cerminan bahkan reaksi atas kepincangan/ketidakadilan yang mereka alami. Rezim orde baru yang dijalankan dengan mengutamakan terciptanya stabilitas nasional yang kondusif untuk melaksanakan pembangunan mendorong munculnya tindakan-tinakan represif dari negara. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada orde baru untuk melakukan penjarahan politik besar-besaran terhadap hak-hak politik rakyat Indonesia Pemerintah orde baru yang menjadikan pembangunan sebagai panglima menjadi alat yang digunakan untuk melegitimasi segala tindakan-tindakannya. Untuk keberhasilan pembangunan dan kelancaran proses pembangunan, stabilitas politik dipulihkan dan birokrasi diperketat. Meskipun itu harus mengabaikan hak-hak politikndan ekonomi rakyat serta hak-asasi manusia. Kebijakan pembangunan ekonomi ini yang diterapkan orde baru mengacu pada pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak disertai dengan pemerataan ekonomi. Kebijakan ini banyak melahirkan ketidakpuasan bagi masyarakat khususnya kelas buruh. Masyarakat kelas bawah sering menjadi korban dari kebijakan pembangunan rezim orde baru, seperti penggusuran-penggusuran, sistem kerja yang mengikat dan memaksa dengan upah rendah sering dialami mereka. Tidak adanya pemerataan pembangunan yang dilakukan pemerintah orde baru menyebabkan keberhasilan pembangunan hanya dinikmati oleh segelintir orang terlebih yang dekat dengan sumber kekuasaan. Kondisi seperti ini mempertajam Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
tingkat kesenjangan sosial dalam masyarakat. Pembangunan telah menjadi instrumen strategis
negara
untuk
menguasai
masyarakat
yang
secara
terus-menerus
dipropagandakan di sepanjang fase kekuasaannya. Pembangunan yang dicitrakan sebagai sukses kuantifikasi ekonomi, simbol-simbol fisik yang didasari paradigma pertumbuhan dengan trickle down effect-nya telah gagal menciptakan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya justru melahirkan pemusatan modal pada sekelompok elit. Sistem ini berkembang secara terus-menberus karena didukung oleh bekerjanya mekanisme Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) dengan semangat anti demokrasi. Tidak mengherankan jikalau pembangunan juga berhasil menghadirkan ketidakadilan sistem ekonomi dan politik. Isyarat ini tampak dengan munculnya ketimpangan sosial dan politik. Angka kemiskinan yang terus meningkat secara tajam dari tahun ke tahun. Orde baru di masa Soeharto mengkombinasikan dua strategi yaitu menciptakan stabilitas keamanan dan memacu pertumbuhan ekonomi. Upaya yang dilakukan untuk mencapai ini dengan menempatkan militer sebagai aktor utama. Atas nama pembangunan orde baru aktif mengkampanyekan stabilitas nasional sebagai upaya pencegahan (prefentif) untuk mengamankan hasil-hasil pembangunan dan kekuasaaan politiknya. Konsentrasi kekuasaaan semua lembaga penyelenggara pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto. Sistem seperti ini mengakibatkan terpusatnya keuasaan pada presiden Soeharto dengan sistem pemerintahan yang menoreh kepada otoritarisme.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Kekuasaaan yang sentralistik dan terlalu besar di tangan eksekutif telah mendorong terjadinya pengerasan (ossification) kekuasaaan dan penyumbatan bagi penyaluran aspirasi yang wajar. Osifikasi kekuasaan pada ujungnya membuat elit politik sama sekali tidak sensitif terhadap perubahan dan dinamika politik dalam masyarakat,
tetapi
sebaliknya
memunculkan
tendensi
dan
pempribadian
(personalization) kekuasaan. Karena itu elit menjadi tidak refleksif terhadap kondisi yang ada. Sehingga daya imajinasi dan kreatifitas dalam pengelolaan politik termasuk menejemen konflik, intimidasi, serta ekslusif dalam menyelesaikan konflik lebih disukai ketimbang dialog, persuasi ataupun tindakan-tindakan antisipatif dan preventif. Upaya-upaya sistematis dan konstitusional yang dipergunakan untuk merampas peran serta rakyat dalam mengelola pemerintahan dengan sengaja diciptakan.
Pemasungan
hak-hak
berpolitik
rakyat
dapat
dilihat
dengan
diberlakukuannya paket 5 undang-undang politik pada tahun 1985 yang merampas kedaulatan rakyat. Lembaga-lembaga penyelenggara pemerintahan semakin tidak berfungsi dengan diterapkannya paket 5 undang-undang politik tersebut. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang semestinya berfungsi sebagai lembaga kontrol terhadap pemerintah (eksekutif) tidak dapat menjalankan fungsinya dan hanya menjadi alat yang digunakan pemerintah Soeharto untuk melegitimasi seluruh keinginannya. Otoritarianisme negara, ketiadaan iklim demokrasi serta meningkatnya kesenjangan sosial menjadi karakteristik politik Indonesia pada pemerintahan orde baru.
Setiap
suara-suara
yang
dianggap
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
berseberangan
den
gan kebijakan pemerintah berusaha untuk diredam, bahkan kalau tidak dihilangkan sama sekali tidak ada tempat untuk oposisi. Kebebasan pers juga tidak akan dijumpai pada masa rezim ini. Pers yang mencoba melakukan kritikan atau pemberitaan yang dianggap menyudutkan pemerintah harus berhadapan dengan sikap represif pemerintah dan tidak jarang terjadi pembredelan terhadap media massa. Dalam pemerintahan orde baru, negara mengambil kebijakan pengkamplingan politik (political segregation) terhadap kelompok-kelompok masyarakat baik pada tataran simbolik maupun sebagai alat kontrol korporatisasi dan kooptasi pada tataran kelembagaan. Pengkaplingan inilah yang kemudian menghasilkan wacana-wacana, kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek politik diskriminatif terhadap warga negara sehingga hak-hak asasi politik mereka terabaikan. Contoh-contoh pengkaplingan yang paling kasat mata adalah pelarangan, pembatasan-pembatasan dan eksekusi terhadap mereka yang telah dicap radikal atau membahayakan kepentingan nasional. Hal ini dilakukan terhadap individu maupun kelompok seperti bekas tokoh partai terlarang (PKI, Masyumi, PSI dan lain-lain). 25 Ketidakberdayaan rakyat sebagai akibat operasi politik, hukum dan sistem ekonomi telah mendorong semakin akutnya persoalan sosial. Kombinasi dari pemusatan kekuasaan yang berlebihan dan kegagalan lembaga-lembaga politik untuk menunaikan fungsinya sebagai pelindung dan pemenuhan kepentingan masyarakat luas mendorong buruh untuk bangkit melakukan perlawanan.
25
Kegagalan
Dewan
Perwakilan
Rakyat
untuk
mengartikulasi
Muhammdd A.S Hikam, demokrasi dan Civil Society, Jakarta: LP3ES, hal., 6
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
ketidakpuasan sosial masyarakat merupakan penyebab munculnya gerakan buruh pada era 1990an. Dalam dunia buruh, sistem politik yang cenderung represif menyebabkan buruh mencari format baru untuk mewadahi kegiatan mereka. Era ini mencatat pembentukan kelompok buruh alternatif, lembaga swadaya masyarakat dan komitekomite aksi. Berbeda dengan kemunculan organisasi buruh tunggal SPSI, kelompokkelompok ini muncul karena organisasi formal tidak dapat menarik minat buruh untuk terlibat secara aktif, sedangkan wadah-wadah alternatif tersebut memberikan kesempatan kepada buruh yang sadar politik untuk berpartisipasi. Sementara itu penghancuran gerakan komunis oleh militer pada tahun 19651966 mendapatkan respon yang sangat positif dari negara-negara Barat. Tahun 1967 dalam pertemuan Paris Meeting beranggotakan yang beranggotan Jepang, Jerman Barat, Australia, Amerika Serikat, Perancis, Italia, Belanda, Inggris, Swiss dan Selandia Baru melakukan penjadwalan ulang hutang Indonesia sebesar US$ 2,4 Milyar dimana separuhnya adalah hutang ke negara-negara Barat sementara separuh adalah hutang ke negara Eropa Timur dan Uni Soviet. Hutang tersebut sedianya harus dibayarkan pada tahun 1968, namun keputusan pertemuan tersebut menunda pembayaran hingga tahun 1979. Pada 10 Januari 1967 pemerintah menetapkan berlakunya undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing. Hal ini dilanjutkan dengan pembentukan badan pertimbangan penanaman modal asing pada 19 Januari 1967. sedangkan sebagai kelanjutan pertemuan Tokyo pada bulan September 1966 maka dilakukan lagi pertemuan di Amsterdam pada tanggal 23-24 Februari 1967 untuk Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
membentuk sebuah badan pemberian pinjaman yang dikenal dengan sebutan Inter governmental Group for Indonesia (IGGI). Dalam pertemuan ini juga disepakati pemberian bantuan sebesar US$ 325 juta kepada Indnesia. 26 Sejak masuknya pinjaman dan investasi swasta asing ke Indonesia, maka dibukalah kawasan-kawasan industri di darah-daerah. Tentu saja berbagai penghargaan positif kepentingan kapitalis ini menuntut realisasi stabilitas kehidupan politik sehingga pemerintah melakukan hal-hal sebagai berikut:
3.1.2. Pembungkaman Politik Serikat Buruh Medan Pada tanggal 21-28 Oktober 1971 melalui seminar yang dilaksanakan atas kerjasama antara Yayasan Tenaga Kerja Indonesia (YTKI) berhasil mendorong pembentukan organisasi buruh tingkat nasional yang tunggal. Seminar tersebut memberikan masukan yang cukup mendasar bagi terjadinya perrubahan arah dan orientasi perjuangan gerakan buruh yaitu: 1. Gerakan buruh harus sama sekali lepas dari kekuatan politik apapun 2. Di bidang keuangan tidak boleh bergantung kepada sumber dana dari luar organisasi. Masih berkaitan dengan soal keuangan, intensifikasi pemungutan iuran harus delakukan bedasarkan sistem pemeriksaan keuangan. 3. Kegiatan serikat buruh dititik beratkan pada bidang sosial dan ekonomi. 4. Serikat-serikat buruh yang ada harus ditata ulang kembali dan dipersatukan melalui pendekatan satu sama lain.
26
Berita Yudha, AmstKalimantanerdam meeting sepakat beri bantuan 325 juta dolar AS kepada Indonesia, 24 november 1967. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
5. Struktur gerakan buruh harus dirombak. Setiap lapangan pekerjaan hanya ada satu organisasi buruh yaitu Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP). 27 Agus Sudono, mantan presiden Gasbiindo merupakan ujung tombak perubahan ini karena berperan sebagai penggiat pembangunan serikat buruh tunggal. Pada 20 Februari 1973 berdirilah Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) dimana Agus Sudono menjadi ketua sementara sekretaris umum ditetapkan Soewarto seorang mantas Opsus. Selanjutnya pada 11 maret FBSI dikukuhkan sebagai serikat buruh tunggal oleh Direktur Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja. Dalam tahap ini, penunggalan serikat buruh memang masih dalam proses. Hal ini disebabkan karena di sisi lain masih ada peraturan menteri perburuhan nomor 90 tahun 1955 tentang pendaftaran serikat-serikat buruh. Pemerintah pada akhirnya mencabut peraturan tersebut dengan menerbitkan peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi dan koperasi nomor 1 tahun 1975 tentang pendaftaran serikat buruh. Peraturan baru ini menegaskan bahwa organisasi buruh yang dapat mendaftar di departemen tenaga kerja transmigrasi dan koperasi ialah organisasi buruh yang berbentuk gabungan serikat buruh yang mempunyai pengurus sekurang-kurangnya 15 serikat buruh. Peraturan baru ini membut buruh tidak dapat lagi
secara mudah
mendaftarkan organisasi buruhnya seperti yang terjadi pada masa sebelumya. Pada masa rezim ini hanya mengijinkan satu wadah serikat buruh. Serikatserikat buruh independen yang sebelumnya lahir pada masa Orde Lama di bawah pimpinan presiden Sukarno, dipaksa unifikasi ke SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) oleh Menteri Tenaga Kerja eks-militer Sudomo. Unifikasi ini dilakukan 27
Agus Sudono, FBSI Dahulu, Sekarang dan yang akan Datang, Jakarta, 1981, hal. 15.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
pada tahun 1985. Sebelumnya dimulai dengan unifikasi dalam wadah berbentuk federasi tahun 1972 dalam SPSI, namun dirubah lagi menjadi unitaris tahun 1985 dalam wadah SPSI.Sejak fusi yang dipaksakan itu, SPSI berubah total menjadi mesin politik Orde Baru, banyak pensiunan tentara menjadi pengurus SPSI di daerah. Serikat pekerja dijadikan organ pemerintah dalam bentuk “state corportism” yang harus tunduk dan bekerja sama dengan pemerintah dari mulai SPSI tingkat pusat sampai ke SPSI daerah. Pembungkaman gerakan buruh juga dilakukan melalui diperkenalkanya ideologi Hubungan Perburuhan Pancasila (HPP). Istilah ini pertama sekali muncul pada tahun 1966 oleh menteri perburuhan. HPP merupakan reaksi terhadap hubungan perburuhan sebelum tahun1966 yang dianggap terlalu radikal.
Langkah pengendalian gerakan buruh selanjutnya adalah membentuk Majelis Perburuhan Pancasia (MPP) yang diarahkan untuk membicarakan berbagai hal untuk mengkonsolidasi kehidupan serikat buruh. Pemanfaatan anggota ABRI yang memasuki MPP terus ditingkatkan. Bagi mereka yang memerlukan latihan diberikan kesempatan untuk mengikuti pelajaran di pusat-pusat latihan kerja industri dan pertanian yang ada. Tahun 1974, pemerintah bersama komponen masyarakat lainnya merumuskan apa yang disebut dengan HIP (Hubungan Industrial Pancasila). Melalui konsep ini, diharapkan agar sistem hubungan industrial di Indonesia berjalan sesuai
budaya bangsa yang tercermin dalam UUD 45 dan
Pancasila.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Dalam perkembangannya, konsep ini memang telah melahirkan praktekpraktek hubungan industrial yang mantap dan serasi. Akan tetapi, dari sisi pekerja, hubungan ini belum menghasilkan manfaat optimal yang bisa dirasakan oleh mereka. Partnership sebagaimana yang diharapkan antara pengusaha dengan pekerja ternyata belum berjalan dengan baik. Belum pernah ada UU yang mengatur tentang hubungan industrial secara khusus di Indonesia, tidak seperti Inggris dan bekas jajahannya yang relatif memiliki UU seperti itu.
Dalam tahun di Medan misalnya 1975-1976 telah dilatih sebanyak 241 orang anggota ABRI/POLRI yang akan memasuki MPP. Selain dari itu pengikutsertaan anggota-anggota ABRI yang menjalani MPP dalam bidang transmigrasi juga terus ditingkatkan. Dalam tahun 1974-1975 telah ditransmigrasikan sebanyak 1.131 KK dan dalam tahun 1975-1976 sebanyak 350 KK anggota ABRI. Jumlah-jumlah yang diikut sertakan dalam bidang transmigrasi itu disesuaikan dengan kebutuhan ABRI. Di masa ini militer secara legal melakukan intervensi dan terlibat dalam kasus perselisihan perburuhan serta penempatan militer pensiun maupun aktif dalam jajaran manajemen maupun pengurus serikat merupakan hal yang jamak. Semua ini menandai rezim perburuhan yang sangat represif. Keluarnya peraturan pemerintah pada tahun 1982 yang mengharuskan semua organisasi menerima pancasila sebagai asas tunggal semakin mempersempit ruang gerak organisasi buruh yang tergabung dalam SPSI. Setelah berlakunya asas tunggal tersebut, organisasi ini tidak lagi berdaya (powerless), karena peluang untuk
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
melakukan kegiatan politik sudah tertutup. Kondisi ini sangat berbeda mengingat perjalanan politik organisasi buruh sebelum orde baru sangatlah berperan penting. Kontrol yang sangat ketat yang dilakukan pemerintah terhadap organisasi buruh tunggal tersebut menyebabkan semakin sulitnya ruang geraknya untuk melakukan fungsinya. Pergantian struktur dalam SPSI pun tidak lepas dari campur tangan pemerintah. Pada tahun 1985 Soeharto merasakan bahwa bahwa Agus Sudono sudah mulai membahayakan dan segera disingkirkan. Selanjutnya dipilihlah Imam Sudarwo sebagai ketua. Pada masa ini juga kata buruh diperhalus menjadi pekerja atau karyawan sementara kementrian perburuhann diubah menjadi menteri tenaga kerja (Menaker) 28
Peraturan yang ada juga lebih mengacu pada stabilitas, sehingga nasib buruh tetap berada pada posisi inverior. Peraturan-peraturan Menteri Tenaga Kerja yang dirasa tidak sesuai dengan Perundang-undangan Perburuhan adalah:
a. Permen (Peraturan Menteri) No. 342/1986 tentang intervensi militer sebagai perantara dalam perselisihan perburuhan. b. Permen No. 1108/1986 tentang keharusan kalau terjadi perselisihan perburuhan supaya diselesaikan terlebih dulu dengan atasan langsung, sebelum lewat perantara atau P4. c. Permen No. 1109/1986 tentang pembentukan UK (Unit Kerja) di perusahaan harus melibatkan pengusaha.
28
Hasil wawancara dengan Muchtar Pakpahan pada tanggal 27 Juli 2009.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
d. Permen No. 04/1986 tentang pemberian ijin kepada majikan untuk merumahkan buruh sewaktu-waktu tanpa menunggu P4. 29 Permen-permen itulah yang memicu gejolak masyarakat yang peduli terhadap masalah-masalah perburuhan, karena dirasakan sangat merugikan dan membatasi gerak buruh. Walaupun beberapa permen tersebut dicabut tahun 1993, tetapi dampaknya masih nampak dari tindakan-tindakan pengusaha, sehingga posisi, nasib dan kesejahteraan pekerja masih sangat memperihatinkan. 30 Pada dasarnya lembaga hasil bentukan orde baru tidak pernah berfungsi dengan baik sesuai dengan keinginan masyarakat. Dalam organisasi perburuhan terlihat jelas upaya untuk memperkuat kedudukan dan kekuasaan dimana militer dengan tangan besinya diberikan kekuasaan luas untuk mengkonsolidasikan stabilitas politik. Menteri tenaga kerja pun berasal dari militer, misalnya Laksamana Sudomo. Berbagai gejala aksi buruh yang sebetulnya non kekerasan justru dihadapi dengan kerasnya laeas senjata bukan pendekatan kekeluargaan atau melalui serikat buruh.
Dalam perjalanannya, federasi ini dinilai tidak demokratis. Tuduhan tidak demokratis pertama-tama dilontarkan oleh gerakan serikat buruh Internasioanal, diantaranya WCL (World Convenderation of Labour) dan ICFTU (International Convenderation of Free Trade Unites ). Tuntutan mereka adalah agar pemerintah Indonesia membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi kaum buruh untuk
29
Agnes Widanti, "Buruh di Sektor Industri Dalam Perdagangan Global", Makalah Sarasehan nasional dan Kongres Forum Mahasiswa Syari'ah seluruh Indonesia (FORMASI), Semarang, 27 Maret 1997. 30 Eggi Sudjana, Bayarlah Upah Buruh Sebelum Keringatnya Kering, Jakarta: PPMI, 2000), 23-25 Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
berorganisasi dan menentukan tempat kerja yang nyaman, terhindar dari unsur eksploitasi, tersusunnya syarat-syarat kerja yang sesuai dengan keinginan buruh dan manajemen serta lingkungan kerja yang bebas dari polusi industri.
3.1.3. Kebijakan Upah Minimum Dari sudut kebutuhan pekerja, terdapat dua komponen yang menentukan tingkat upah minimum, yaitu kebutuhan fisik minimum (KFM) dan kebutuhan hidup minimum (KHM). Berbagai bahan yang ada dalam komponen KFM dan KHM kemudian dinilai dengan harga yang berlaku sehingga menghasilkan tingkat upah. Karena harga sangat bervariasi antardaerah, serta adanya situasi-situasi lokal yang tidak mungkin berlaku secara nasional, maka tingkat upah minimum tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah atau lebih sering dikenal dengan upah minimum regional (UMR). Dalam menentukan tingkat upah minimum terdapat empat pihak yang saling terkait, yaitu Departemen Tenaga Kerja, Dewan Pengupahan Nasional yang merupakan independen terdiri dari pakar, praktisi dan lain sebagainya yang bertugas untuk memberikan masukan kepada pemerintah, dan Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Medan sebagai penyalur aspirasi pekerja dan wakil pengusaha melalui APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) daerah Sumatera Utara. Mereka bertugas mengevaluasi tingkat upah minimum yang berlaku pada saat tertentu dan memutuskan apakah tingkat upah sudah saatnya untuk dinaikkan atau belum.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Dari laporan Warner International management Consultants menyebutkan bahwa dalam tahun 1988 upah tenaga kerja Indonesia per jam adalah sebesar 0,22 dolar Amerika Serikat sementara tahun sebelumnya, 1987 sebesar 0,20 per jam. Itu artinya bahwa upah di Indonesia terendah dari antara 50 negara yang dievaluasi. Urutan tertinggi adalah Swiss sebesar 17,15 dolar AS per jam kemudian Belanda sebesar 15,62 dolar AS per jam, jepang sebesar 14,93 dolar AS per jam, Jerman Barat sebesar 14,71 dolar AS per jam dan Amerika Serikat sebesar 9,42 dolar AS per jam. Memang, upah minimum regional (UMR), yang kemudian berubah menjadi UMP (Upah Minimum Propinsi) dan UMK (Upah Minimum Kabupaten), terus mengalami kenaikan sesuai dengan perkembangan daya beli masyarakat. Namun, persentase kenaikan UMR tersebut tidak memiliki korelasi kuat dengan peningkatan kebutuhan buruh dan masyarakat. Itu berarti tingkat kesejahteraan buruh masih dibawah standar. Hal ini yang membuat eskalasi tuntutan dan demontrasi semakin meningkat khususnya yang dilancarkan oleh pekerja. 31 Pemerintah melalui menteri tenaga kerja melakukan pendefenisian tingkat upah yang disebut Upah Minimum Regional (UMR). Tingkat upah yang rendah memang menjadi kebijakan pemerintah nasional. Bila buruh menginginkan upah lebih besar mereka harus bersiap-siap untuk kerja lembur. Namun banyak perusahan tidak menyiapkan kerja lembur terutama perusahaaan yang telah menjalankan pabrik dalam 3 shift (termin kerja). Upah yang rendah sebenarnya tidak akan menjadi masalah bila harga kebutuhan hidup juga sesuai dengan uang yang diterima. Kenyataan tidaklah 31
Muhaimin Iskandar, Membajak di Ladang Mesin, Semarang: Yawas, 2004, hal 84
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
demikian. Harga-harga kebutuhan hidup terus merayap naik bahkan dalam kondisi perekonomian tidak menentu yang disebabkan fluktuasi rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat maupun Yen Jepang kenaikan harga cenderung cukup tajam. Untuk mengatasi kondisi ini, maka pemerintah membuat beberapa ketentuan. Maka sesuai dengan istilahnya, penentuan upah minimum didasarkan pada kebutuhan fisik minimum (KFM) kurang memperhatikan kebutuhan non fisik. Sedangkan penentuan tingkat upah dengan berpedoman kepada kebutuhan hidup minimum (KHM) memberikan perhatian yang besar kepada pemenuhan kebutuhan non fisik di samping kebutuhan fisik. Karena itu, sangat wajar apabila penentuan upah didasarkan pada kebutuhan hidup minimum (KHM). Dengan kata lain, kebijakan ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Masih diabaikannya pemenuhan kebutuhan non fisik yang justru sangat berkaitan erat dengan kebutuhan fisik. Apabila berdasarkan KFM, maka komponen transportasi, rekreasi, obat-batan, pendidikan/bacaan dan lainnya hanya mendapatkan porsi 15% dari seluruh kebutuhan tersebut;
2.
Jika urusan rekreasi diabaikan, akan berdampak pada peningkatan produktivitas pekerja. Secara teoritis seorang pekerja akan membutuhkan waktu istirahat guna penyegaran kembali. Demikian pula proporsi upah yang dialokasikan untuk pendidikan dipandang terlalu kecil dan tidak sesuai dengan kebijakan pengembangan sumber daya manusia.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Tabel 3 Upah minimum regional buruh Medan di berbagai sektor, 1987-1990 (dalam rupiah) Sektor
1987
1988
1989
1990
46.362
50.266
67.538
100.500
Pertambangan 145.973 146.081 185.187
218.241
Industri
98.627 115.701 130.263
171.957
Listrik
80.608
80.608
94.998
105.751
Bangunan
96.356
96.236 119.892
221.240
159.142 209.313 212.896
227.611
Perhubungan 115.509 115.509 117.678
133.671
Jasa
157.585
Pertanian
Perdagangan
71.597 102.146 112.000
Sumber: RAPBD Medan 1996/97 Harga buruh murah menjadi satu-satunya jaminan utuk menarik investasi asing. Buruh dijadikan logika keunggulan komparatif oleh pemerintah. Sementara tidak ada upaya menyiapkan keunggulan komparatif lainnya. Sepanjang berkuasanya orde baru apa yang disebut sbagai pungutan liar sangat luas menggejala dan membebani industri. Diperkirakan pungutan liar ini membebani industri sebesar 25 persen dari biaya produksi. Hal ini sudah pasti berdampak langsung kepada pengurangan upah buruh.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
BAB IV DARI GERAKAN SERKAT BURUH KE GERAKAN ALTERNATIF
4.1. Latar Belakang Munculnya Gerakan Alternatif Sepanjang tahun 1971-an sangat jarang muncul protes-protes dari serikat buruh yang mencoba mengkritik kebijakan ekonomi dan perburuhan pemerintah di Medan. Vakumnya aksi-aksi buruh ini menunjukkan keberhasilan pemerintahan orde baru dalam meredam segala gejala protes yang ada. Keluarnya peraturan pemerintah pada tahun 1982 yang mengharuskan semua organisasi menerima pancasila sebagai azas tunggal semakin mempersempit ruang gerak buruh yang tergabung dalam waah tunggal Federasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SPSI). Setelah berlakunya azas tunggal tersebut, buruh yang kritis tidak lagi berdaya karena peluang untuk melakukan kegiatan politik di tingkatan lapangan kerja sudah tertutup. Masalah internal SPSI yang sering terjadi dan sangat melemahkan gerakannya adalah kedekatan dengan partai politik tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar), partai pemerintah orde baru. Para pimpinan serikat buruh ini lebih condong berfungsi sebagai mesin politik penyokong legitimasi dan keberlangsungan status quo. Selain itu, lemahnya serikat buruh ini juga karena ketidakmandirian dalam hal pendanaan. Di mana dana yag hanya diizinkan mengalir ke kas serikat adalah harus dari pemerintah. Sentralisassi kebijakan SPSI dari pusat ke daerah juga menjadi dilema bagi perkembangan dan pergerakan buruh di Medan. Dalam menanggapi kebijakan Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
perburuhan pemerintah, SPSI tingkat daerah tidak mempunyai kemandirian. Hal ini karena di tingkatan pusat sudah terjadi kompromi dengan pemerintah dan itu harus juga dijalankan oleh daerah. Sementara proses penyadaran politik yang seharusnya dilakukan oleh FBSI terhadap anggotanya tidak dapat berjalan dengan maksimal. Minimnya penyadaran politik ini menjadi kendala bagi prkembangan gerakan serikat buruh pada masa itu. Sebagai serkat buruh tunggal yang mempunyai banyak massa sudah sewajarnya jika FBSI menjadi kekuatan yang mampu menekan pemerintahan namun hal ini tidak terlaksana. Banyaknya kader-kader FBSI tidak dilengkapi dengan proses penyadaran politik yang sistmatis dan berkelanjutan menyeret mereka ke dalam jebakan politik orde baru. Sikap kompromi yang tetap dipertahankan oleh serikat buruh tunggal ini dalam melihat berbagai permasalahn yang sedang terjadi serta ketakutan terhadap sikap refresif pemerintah. Kondisi dan faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan munculnya gerakan-gerakan alternatif di Sumatera Utara
baik dalam bentuk
kelompok buruh alternatif, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi mahasiswa (Ormawa). Ini menjadi harapan satu-satunya bagi buruh untuk melanjutkan aksi ketidakpuasannya.
LSM hadir dalam setiap bidang kehidupan dan dalam beberapa kasus menjadi penggerak utama perubahan di dalamnya. Peranan LSM tersebut adalah melakukan apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah yang selama ini menjadi
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
pengendali perubahan dalam skala besar atau melakukan hal yang sama dengan pemerintah tetapi dengan cara yang berbeda.
Dengan
mempertimbangkan
semangatnya
yang
hendak
menciptakan
perbedaan ini, serta keberhasilan relatif di tengah ketiadaan kekuatan lain yang berani berhadapan dengan pemerintah, wajar saja kiranya untuk menyebut LSM sebagai salah satu pendorong dinamika sosial dan politik masyarakat. Dalam hubungan dan situasi seperti inilah maka sebagian orang lebih suka menyebut lembaga-lembaga ini sebagai Organisasi Non-Pemerintah, atau Ornop, yang merupakan terjemahan lurus dari istilah Inggris Non-Governmental Organization (NGO). Dalam situasi politik Indonesia di akhir abad ke-20, LSM sangat berperan penting sebagai kekuatan elternatif penentang kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada buruh. sesuai dengan namanya sebagai penganjur keswadayaan, berperan sebagai pelopor masyarakat sipil yang masih jauh dari kuat.
Pengertian LSM yang profilnya dimuat dalam hal ini adalah lembaga-lembaga di luar sektor pemerintah maupun bisnis swasta, yang bergerak dalam aktivitas pembangunan atau pembelaan kepentingan umum, dan menekankan pencarian polapola alternatif serta pemberdayaan masyarakat khusunya buruh. Pada umumya lembaga-lembaga itu berbentuk yayasan, dan ada pula yang berbentuk perkumpulan. LSM tersebut antara lain:
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
4.1.1. Lembaga Bantuan Hukum Medan Adanya kesan selama ini bahwa penegakan hukum hanya dikenakan pada rakyat kecil yang disebabkan oleh tidak berjalannya demokrasi, telah mendorong sejumlah aktivis sosial pada 28 Januari 1978 mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan. Sedangkan tujuan lembaga ini adalah untuk memberikan bantuan hukum (khususnya pada rakyat tak mampu), memberikan penyadaran hukum, dan aktif
dalam
membina
dan
memperbarui
hukum,
serta
turut
mengawasi
pelaksanaannya.
Sesuai latar belakang dan tujuannya, bidang kegiatan utama lembaga ini meliputi hukum, Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi, yang ditunjang kegiatan di bidang buruh/tenaga kerja, masalah perkotaan dan gender, sebagai bidang penunjang. Bidang-bidang kegiatan tersebut dilaksanakan melalui berbagai bentuk kegiatan: pendidikan dan pelatihan, pendampingan masyarakat dan advokasi, selain itu juga seminar dan lokakarya. Lembaga ini pernah melakukan berbagai macam bantuan hukum dan beberapa kegiatan pendidikan dan pelatihan. Sedangkan wilayah kerjanya meliputi Medan.
Fokus yang dikerjakan adalah pengorganisasian masyarakat korban ketidak adilan seperti sengketa pertanahan/lingkungan dan masyarakat adat, pengorganisasian buruh
Belawan.
Kampanye
dan
publikasi
terhadap
isu
sengketa
pertanahan/lingkungan akibat pembangunan Medan, pendampingan terhadap korban pelanggaran HAM 65 Medan dan Sumatera Utara, Kampanye dan publikasi terhadap korban pelanggaran HAM serta kebijakan pemerintah yang tidak peduli akan HAM, Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
pendampingan terhadap korban kesewenangan pengusaha terhadap buruh di Kawasan industri
Medan,
Kampanye
dan
publikasi
terhadap
isu
dan
kebijakan
pengusaha/penguasa terhadap perburuhan dan pendidikan dan pelatihan bagi Organisasi Rakyat (OR) dampingan seperti, petani, nelayan, dan buruh.
4.1.2. Kelompok Studi Analisa Perkotaan (KSAP) Dibangun oleh para aktivis pergerakan mahasiswa/i yang berpusat di kampus Universitas HKBP Nommensen, Medan. Pada tahun 1986, menamakan dirinya sebagai Kelompok Studi Analisa Perkotaan (KSAP). Kepedulian awal berdirinya adalah bahwa konsep pembangunan dan industrialisasi yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi justru menjadikan rakyat sebagai korban. KSAP mengangkat 3 issue keprihatinan utama bagaimana berjuang bersama buruh yang tereksploitasi dan tertindas, rakyat korban penggusuran tanah untuk kentingan industri, dan pencemaran lingkungan hidup. 32 Pada tahun 1990-an terjadi perluasan kawasan industrialisasi khususnya manufaktur dari Jakarta ke Medan, maka permasalahan pelanggaran hakhak normatif dan hidup buruh semakin mendesak. Dalam menjalankan misinya, melakukan pengorganisasian, pendidikan dan advokasi dalam rangka menyadarkan buruh melalui pendampingan dan pendidikan kritis agar buruh berani bicara dan memperjuangkan hak-haknya. Buruh mulai sadar akan pentingnya organisasi sebagai alat perjuangan dengan membentuk kelompok belajar dan forum buruh yaitu Forum Aspirasi Kaum Buruh (FAKB). Hasilnya,dibawah rezim diktator orde baru, kaum buruh dengan
32
Hasil Wawancara dengan Benget Silitonga pada 16 Juni 2009.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
berani memperjuangkan hak-haknya lewat demonstrasi baik ditingkat pabrik maupun secara bersama-sama. Sepanjang tahun 1990, perjuangan buruh meningkat baik lewat mogok ditingkat pabrik maupun secara bersama-sama. 33 Visi lembaga ini memperkuat serikat buruh dan organisasi rakyat sehingga mampu menperjuangkan hak-hak ekonomi, sosial, dan politik yang berkeadilan gender melalui proses pengorganisasian dengan pendekatan pendidikan, pembelaan dan kampanye, riset dan kajian gerakan, serta pengembangan ekonomi maupun pengembangan jaringan nasional dan internasional.
4.1.6.HAPSARI Pembentukan lembaga ini diinisiasi oleh kondisi hak-hak sipil dan politik rakyat, terutama kalangan perempuan dan anak-anak, belum dihormati dan cenderung dilanggar. Karena itu para pendirinya menetapkan tujuan lembaga yakni untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat desa dan menumbuhkan kesadaran mereka terhadap hak asasi manusia, yang diselenggarakan melalui pendidikan alternatif berupa sanggar belajar pedesaan. Lembaga ini berdiri pada 14 Maret 1990.
Bidang kegiatan utama lembaga ini adalah gender, wanita dalam pembangunan, buruh, anak, demokrasi dan hak asasi manusia. Selain itu juga usaha kecil dan perkoperasian, serta hukum sebagai penunjangnya. Sedangkan bentuk
33
Memuncak pada demonstrasi buruh besar-besaran (50.000 buruh) pada ”Gerakan Buruh 14 April 1994” yang merupakan gerakan buruh terbesar di zaman diktator orde baru. Buruh menuntut kenaikan upah, kebebasan berserikat dan tunjangan hari raya. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
kegiatannya adalah pendidikan dan pelatihan, pengembangan dan pendampingan masyarakat dan advokasi, serta penerbitan.
Program-program yang pernah dilakukan di antaranya program pelatihan gender, training untuk kader LSM, training dan advokasi feminisme. Dalam perjuangnnyan lembaga ini menerbitkan Buletin SUARA HAPSARI sebagai media sosialisasi perjuangan dan pendidikan politik.
4.1.7. PONDOKAN ( Pondok Rakyat Kreatif) Kondisi buruh yang sangat menderita karena cenderung dieksploitasi, memotivasi beberapa aktivis pada 23 November 1990 mendirikan yayasan. Tujuan utama yayasan ini adalah untuk memperjuangkan hak-hak buruh, khususnya buruh perempuan dan buruh anak.
Bidang kegiatan utama lembaga ini adalah pembelaan terhadap hak buruh perempuan dan anak, pengembangan demokrasi, hak asasi manusia, serta penyadaran tentang gender. Sementara itu bentuk-bentuk kegiatannya adalah pendidikan dan pelatihan, penelitian, survai, serta advokasi. Program yang pernah dilakukan di antaranya
perlindungan
(pendampingann) terhadap
dan
pemberdayaan
buruh
anak
dan
advokasi
buruh perempuan. Dalam sosialisasi dan gerakan
penyadaran politiknya, lembaga ini menerbitkan buletin HAK. Wilayah kerja Kawasan Industri disekitar kota Medan
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Secara umum gerakan serikat buruh di Medan antara tahun 1970-1990 telah mengalami kevakuman sepanjang 2 dekade. Hal ini diakui oleh
elemen dan
pendukung gerakan maupun oleh kalangan yang berada di luar gerakan. Bahkan gerakan serikat buruh dianggap tidak mampu memfungsikan dirinya sebagai wadah perjuangan kaum buruh untuk memperoleh hak-hak ekonomi dan politiknya.
Pandangan ini bisa dibuktikan secara sistematis dan obyektif. Banyak muncul fakta-fakta yang melahirkan dan menguatkan pandangan tersebut. Sejak Orde Baru berkuasa, politik perburuhan didominasi oleh warna korporatis dengan kebijakankebijakan perburuhan yang represif untuk mengendalikan serikat buruh yang membuahkan serikat buruh yang kompromis. Meskipun ada dinamika yang memunculkan riak-riak yang berbeda, dan memandang dari permukaan, secara umum hampir sepanjang Orde Baru praktis tak ada yang dapat disebut sebagai kritis dan progresif yang dilakukan oleh serikat buruh. Namun pengamatan yang sedikit lebih mendalam memperlihatkan justru dalam tekanan, bibit-bibit gerakan terus disemai dan tumbuh dan merupakan penyumbang bagi bergeliatnya gerakan serikat buruh di masa-masa setelahnya hingga kini.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Kebijakan pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi yang bertumpu pada investasi asing dan didukung oleh pengendalian serikat buruh adalah kerangka dominan yang membingkai ruang gerak gerakan serikat buruh selama Orde Baru berkuasa hingga senjakalanya. Ketika rezim Orde Baru berganti, tumpuan pada investasi asing semakin besar meskipun pengendalian terhadap serikat buruh sangat dikendurkan oleh negara akan tetapi secara sistematis dilemahkan oleh modal dengan difasilitasi oleh pemerintah. Dengan kata lain modal adalah penentu utama, bila tidak satu-satunya, pengkondisian arena gerakan serikat buruh di Medan sejak awalnya. Mencermati perkembangan situasi perburuhan selama periode, berikut ini adalah ciriciri yang muncul:
Pertama, terjadi penurunan gerakan serikat buruh yang sangat drastis baik secara kualitas dan kuantitas. Secara kuantitas hampir tidak ada gerakan progresif berupa aksi protes buruh yang secara frontal dan tegas menyatakan ketidakpuasan terhadap setiap pengekangan pemerintah terhadap pelanggaran secara sistematis atas hak ekonomi, sosial dan politik mereka. SPSI Medan sebagai bentukan dan setiran pemerintah orde baru justru lebih bersifat kompromis terhadap pemerintah bahkan hanya berfungsi sebagai mesin pendulang suara bagi Golkar (sehingga sering disebut serikat buruh kuning). Hal ini sangat jauh berbeda dengan gerakan buruh periode sebelum tahun 1970 yang ktitis dan responsif terhadap kebijakan pemerintah dan mempunyai kekuatan politik untuk menentukan kebijakan nasional terutama yang berkaitan dengan perburuhan. Dimana selalu direspon dengan gerakan aksi mogok besar-besaran. Sementara secara kuantitas, tidak ada tuntutan serikat buruh yang Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
terpenuhi karena kuatnya pressure (tekanan) terhadap serikat buruh melalui aksi dan tekanan politik. Kenyataan yang terjadi, serikat buruh justru hanya sebagai organisasi yang patut “dikasihani” dan selalu bersifat menunggu keputusan pemerintah terhadap nasib mereka. Apalagi adanya kondisi yang tidak seimbang antara tripatrit (pemerintah, pengusaha dan buruh, dimana pemerintah selalu berpihak kepada pengusaha daripada kepada buruh. Sikap ini diambil tentunya guna memperlancar investasi dan penanaman modal asing. Pengusaha membutuhkan tenaga buruh yang terampil dan murah.
Kedua, terjadi perubahan orientasi perjuangan serikat buruh. Gerakan serikat buruh yang dulunya tidak hanya bersifat ekonomi tetapi juga bersifat politik dan mempunyai posisi tawar (bargaining), pada periode 1970-1990 malah berubah ke orientasi ekonomi saja. Berbagai kebijakan pemerintah sangat mempengaruhi keadaan ini. Terbitnya
peraturan seperti Permen (Peraturan Menteri) No. 342/1986 tentang
intervensi militer sebagai perantara dalam perselisihan perburuhan, Permen No. 1108/1986 tentang keharusan kalau terjadi perselisihan perburuhan supaya diselesaikan terlebih dulu dengan atasan langsung, sebelum lewat perantara atau P4, Permen No. 1109/1986 tentang pembentukan UK (Unit Kerja) di perusahaan harus melibatkan pengusaha, Permen No. 04/1986 tentang pemberian ijin kepada majikan untuk merumahkan buruh sewaktu-waktu tanpa menunggu P4 sangat melemahkan orientasi gerakan serikat buruh. Masuknya militer dalam struktural serikat buruh juga sangat melemahkan orientasi gerakan serikat buruh ini. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Kebijakan SPSI sebagai serikat buruh tunggal yang diakui dan didukung oleh pemerintah adalah kebijakan yang sentralistik. Meskipun mempunyai sturuktur hingga ke daerah namun tidak bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar buruh. SPSI Medan tidak berdaya dengan mekanisme ini. Segala ketidakpuasan buruh terhadap pemerintah dan gejala-gejala aksi sudah terlebih dahulu diatur oleh pusat. Dalam keadaan seperti inilah beberapa elemen masyarakat yang kritis mencoba mencari wadah lain (wasah alternatif) dalam memperjuangkan buruh dan kelas masyrakat yang termarjinalkan di Sumatera Utara. Mereka hadir sebagai solusi lain sekaligus sebagai bentuk protes dan reaksi terhadap SPSI Medan yang dianggap telah gagal menjalankan fungsinya sebagai wadah perjuangan kaum buruh. Munculnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau biasa disebut juga Organisasi Non Pemerintah (Ornop) memiliki arti penting sebagai sarana penghubung, penyadar, sekaligus sebagai `alat kontrol' dalam proses pembangunan Ornop sendiri muncul karena kesadaran akan arti penting nilai-nilai kemanusiaan dan tanggung
jawab
pembangunan.
Bila
demikian
halnya,
keberadaan
Ornop
memungkinkan tumbuhnya kesadaran akan nilai asasi manusia yang didudukan sejajar dengan proses pembangunan. Bantuan pembangunan kepada NGO pada tahun 1970-an ke atas lahir bersamaan dengan mengalirnya bantuan asing dan utang seiring dengan dekade modernisasi dan pertumbuhan ekonomi negara dunia ketiga. Sebagai
Organisasi
non
pemerintah,
lembaga-lembaga
ini
tentunya
mempunyai beberapa keleluasaan bertindak. Hal ini tidak terlepas dari kompossis dan kapasitas orang yang ada di dalamnya, kemandirian dalam hal pendanaan dan kekuatan jaringan secara lokal, nasional bahkan internasional. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Memang harus diakui, gerakan yang dibangun oleh beberapa LSM di Medan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas. Gerakan yang pernah dilakukan tidak sebanding dengan gerakan serikat buruh masa orde lama di Medan terutama yang diperankan oleh SOBSI dan SARBUPRI. Namun, terlepas dari pencapaian yang tidak sebanding itu, ada satu fakta yang tidak dapat disangkal dan dapat dijadika pelajaran adalah bahwa gerakan kritis membela hak-hak ekonomi-politik akan tetap ada serepresif apapun tindakan yan dilakukan untuk menghalanginya. Gerakan itu pada akhirnya akan mencari dan menemukan bentuk-bentuk sebagai alternatifnya.
5.2. Saran Buruh adalah salah satu elemen masyarakat yang sangat potensial dan sangat menentukan nasib negara ini ke depan. Setiap zaman membuktikan bahwa potensi buruh yang sangat besar ini berpeluang untuk mengubah ataupun mempertahankan status quo. Pemerintah sebagai perwujudan dari negara benar-benar menyadari ini. Hal inilah yang mendorong penentuan nasib serikat buruh yang sangat tergantung kepada pemerintah. Iklim politik dan peraturan perundang-undangan tentang hubungan industrial (upah, kebebasan berpendapat dan berserikat dll) yang pernah dibuat sangat menentukan nasib buruh dan serikat buruhnya. Oleh karena itu saya menyarankan: 1. Memulai untuk menulis sejarah-sejarah dengan persfektif yang ilmiah dengan berangkat dari teori-teori dan fakta yang kredibel. Buku-buku sejarah yang diterbitkn harus objektif sehingga proses pelurusan sejarah dapat berjalan dan menghasikan insan-insan yang sadar sejarah serta menghargai sejarahnya. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Untuk itu perlu sikap jujur dalam mengungkapkan data dan fakta yuan ada pada setiap peristiwa yang diteliti. 2. Memulai penulisan sejarah yan aplikatif dan berdayaguna langsung kepada masyarakat. Dengan kajian perburuhan yang objektif, nasib buruh
yang
hampir selama 20 tahun yang lalu dan sampai sekarang masih tertindas hakhak dasar dan normatifnya maka perlu adanya peran negara. Negara harus bertanggung jawab atas matinya dan terabaikannya hak-hak ekonomi dan sosial politik buruh. Perlu adanya pelurusan sejarah sebagai salah satu dasar untuk dapat meninjau ulang peraturan-peraturan perburuhan yang merugikan buruh sampai saat ini.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Daftar Pustaka Buku ________2002. Jalan Panjang Menuju Demokrasi; Buku Foto Gerakan Masyarakat Sipil di Indonesia (1965-2001, Jakarta: Yappika. Cahyono, Edi, 2003. Zaman Bergerak di Hindia Belanda: Mozaik Bacaan Kaoem Buruh Tempo Doeloe, Jakarta: Yayasan Pancur Siwah. Sepdikbud, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta: Balai Pustaka. Edman, Peter, 2005. Komunisme Ala Aidit: Kisah PKI di Bawah Kepemimpinan D.N. Aidit 1950-1965, Jakarta: Center For Information Analysis. Gie, Soe Hok, 1990. Di bawah Lentera Merah, Riwayat Sarekat Islam Semarang 1917-1920, Jakarta: Frantz Fanon Foundation. Gottschalk, Louis, 1985. Understanding History : A Primer of Historical Method, Nugroho Notosusanto ( terj. Mengerti Sejarah), Jakarta : UI Press. Hasibuan, Syaiful Jalil, 1985. Sejarah Konstitusi ILO dan FBSI, Medan, Fakultas Hukum USU. Iskandar, Muhaimin, 2004. Membajak di Ladang Mesin, Semarang: Yawas. Kuntowijoyo, 2005. Pengantar Ilmu Sejarah, Yokyakarta: PT. Bentang Pustaka. Luxemburg, Rosa, Pemogokan Massa, Yokyakarta: Gelombang Pasang, 2000. Markas Besar ABRI, 1991. Bahaya Laten Komunis di Indonesia: Perkembangan Gerakan dan Penghianatan Komunisme di Indonesia (1913-19480, Jakarta: Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI. M.fic, Victor, 2005. Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang Konspirasi, Jakarta: yayasan Obor Indonesia. Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Moestafa, 1981. Sekilas Gerakan Buruh di Indonesia, Medan: Fakultas Hukum USU. Nadia, Ita F, tanpa tahun. Suara Perempuan Korban Tragedi 1965, Yokyakarta, Galang Press. Reid, Antoniy, Perjuangan rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera, Jakarta: CV. Muliasari, 1987. Ricklefts, M.C, Darmono Hardjowidjono (pnj.), 2005. Sejarah Indonesia Modern, Yokyakarta: Gajah Mada University Press. Sanit, Arbi, 2008. Sistem Politik Indonesia: Kestabilan Peta Kekuatan Politik dan pembangunan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soekarno,1979. Pembaharuan Gerakan Buruh Indonesia dan Hubungan Perburuhan Pancasila, Bandung: Alumni. Sudjana, Eggi, 2000. Bayarlah Upah Buruh Sebelum Keringatnya Kering, Jakarta: PPMI. Sujono, Imam, 2006. Yang Berlawan: Membongkar Tabir Pemalsuan Sejarah PKI, Yokyakarta: Resist Book. Sudono, Agus, 1981. FBSI Dahulu, Sekarang dan yang akan Datang, Jakarta. Susetiawan, 2000. Konflik Sosial: Kajian Sosiologis Hubungan Buruh, Perusahaan dan Negara di Indonesia, Yokyakarta: Pustaka Pelajar. Tohah, Haliti dan Hari Pramono (ed.), 1987. Hubungan Kerja Antara Majikan dan Buruh, Jakarta: Bina Aksara.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Majalah dan Makalah 1. Berita Yudha, 24 november 1967 2. Prisma 7 Juli 1996 hal. 35. 3. Suara independent, Edisi September 1997. 4. DS, Soegiro dan Edy Cahyono, Gerakan Serikat Buruh: Zaman Kolonial, Hindia Belanda hingga Orde Baru, tanpa tahun terbit 5. Agnes Widanti, "Buruh di Sektor Industri Dalam Perdagangan Global", Semarang, 27 Maret 1997.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Daftar Pertanyaan Wawancara 1. Apa sebenarnya yang terjadi pada tahun 1965? 2. Bagaimana situasi politik sekitar tahun 1965? 3. Bagaimana dampak peristiwa ini terhadap anggota-anggota PKI Medan serta organisasi kiri lainnya (SOBSI, BTI, Gerwani dan lain-lain)? 4. Bagaimana sebenarnya kebijakan perburuhan nasional sehingga menyebabkan vakumnya gerakan serikat buruh (SPSI) di Medan? 5. Bagaimana latar belakang munculnya LSM yang membela hak-hak normatif buruh di Medan?
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Daftar Informan
1. Nama
: Jiman Karo-Karo
Usia
: 76 tahun
Alamat
: Jl. Bunga Ncole, Pancurbatu, Medan
Jabatan
: Ketua Partindo (Partai Indonesia), Dairi Anggota DPRD Dairi (Ketua komisi C)
2. Nama
: Muchtar Pakpahan
Usia
: 56 tahun
Alamat
: Pulo Mas Jakarta Timur
Jabatan : Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Partai Buruh Sosial Demokrat Partai Buruh
3. Nama
: Benget Silitonga
Usia
: 38 tahun
Alamat
: Jl. Air Bersih nomor 42 Medan
Jabatan
: Aktivis KSAP : Aktivis Bakumsu
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.
Tongam Panggabean : Gerakan Serikat Buruh Di Medan 1971-1990, 2009.