Gerakan Irigasi Bersih Merti Tirta Amartani: Bentuk Partisipasi Petani Dalam Pengelolaan Irigasi Di Bantul, DI Yogyakarta1 Disusun oleh: Sunardi Wiyono2 dan Dede Sulaeman3 I. Pengantar “Merti Tirta Amartani Angudi murih raharianing para tani Kali bersih menunjang irigasi lrigasi terbebas dari Polusi Dari Bantul untuk negeri” (Puncak Harapan Di Rabu Pagi, Mbah Nardi, 2013) Itulah bait terakhir puisi yang dibacakan oleh Mbah Nardi hampir setahun lalu, yang merupakan harapan dan semangat para petani di Bantul untuk mengupayakan irigasi yang bersih, sehingga dapat digunakan oleh para petani dalam usaha budidaya pertanian. Mengapa petani di Bantul menginginkan irigasi bersih? Jawabannya adalah karena irigasi yang semestinya berfungsi untuk mengalirkan air yang tepat waktu, ruang, jumlah dan mutu bagi keperluan budidaya pertanian, telah diubah fungsinya oleh masyarakat sebagai tempat membuang sampah. Bila kita perhatikan segala jenis sampah ada di saluran irigasi, mulai dari sampah plastik, bekas kemasan, sisa makanan, hewan mati, peralatan rumah tangga, daun dan batang tanaman, bahkan lampin (diapers) dan pembalut wanita ada di saluran irigasi. Ada kejadian menarik dalam sebuah rapat GP3A di Dinas SDA Bantul 6 November 2013 ketika dalam diskusi salah satu pengurus GP3A menyatakan bahwa sampah telah sangat menggangu saluran irigasi dan lahan pertanian. Hal ini karena sampah di saluran irigasi masuk ke lahan petani. Bila sampah plastik dan sisa tanaman bisa dipacul dan disingkirkan dari lahan, namun untuk sampah lampin ketika dipacul “muncrat”, dan inilah salah satu hal yang menyebabkan “kekesalan dan kemarahan” petani. Apa yang dialami oleh petani, sejalan dengan apa yang ditulis dalam beberapa literatur yang membahas mengenai pengelolaan lingkungan, sampah dan irigasi seperti Ramang dkk (2007), Purbawijaya (2012), Joseph (2005), dan Aryawan, dkk (2013), dapat diperoleh gambaran bahwa sampah telah menyebabkan masalah dalam pengelolaan irigasi terutama pada adanya penyumbatan saluran dan menurunnya kualitas air. Selain itu, karena sungai merupakan bagian tidak terpisahkan dari sistem irigasi, maka pencemaran sampah di sungai juga berdampak pada pencemaran di saluran irigasi. Siapa yang membuang sampah ke sungai atau irigasi, dan mengapa membuang ke lokasi tersebut? Ternyata yang membuang sampah ke sungai atau irigasi adalah kita atau saudara-saudara kita sendiri, dan dibuang ke sungai atau saluran irigasi karena alasan praktis, tidak tahu, tidak ada sarana penampungan sampah, atau tidak peduli dengan kondisi di sekitarnya.
1
Makalah disampaikan pada acara Sidang I Tim Koordinasi Pengelolaan SDA (TKPSDA) Wilayah Sungai Progo, Opak dan Serang TA 2014 tanggal 24 Februari 2014 di Hotel Eastparc Yogyakarta 2 Ketua Gerakan Irigasi Bersih Merti Tirta Amartani (GIB-MTA) Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta 3 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, email:
[email protected] 1
Secara nasional, sampah yang dikelola oleh pemerintah/pemerintah daerah berkisar antara 32,1% hingga 50% dari timbulan sampah pada kurun waktu tahun1998 hingga 2005 (BPS, 1998 dan Depkimpraswil, 2003 dalam Darwati S dan F Anggraini. 2012; Damanhuri dan Sembiring, 2005, dan KLH, 1997 dalam Ramang dkk, 2007). Sisanya sebesar 50-67,9% sampah di bakar, dibuang ke sungai atau lahan kosong. Kondisi di Kabupaten Bantul lebih ironis lagi, dalam Laporan Penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bantul 2010 ditulis bahwa dari volume sampah total sebesar 2.327,33 m3 perhari, hanya dapat diangkut sebanyak 113,33 m3 atau setara dengan 4,87% sampah yang dihasilkan warga. Berarti ada sekitar 2.214 m3 sampah yang tidak diangkut dan sangat mungkin dibuang ke sungai atau saluran irigasi. Lalu apakah wajar bila sungai dan saluran irigasi kita dicemari sampah? Apakah dengan kondisi ini kita akan pasrah, berdiam diri, hanya menyalahkan pihak lain, atau mencoba mencari solusi? Dan apakah kita setuju bahwa kondisi air (baik atau buruk) adalah cerminan budaya kita? II. Pembentukan Gerakan Irigasi Bersih-Merti Tirta Amartani Berdasarkan Profil Gerakan Irigasi Bersih Merti Tirta Amartani (2013) digambarkan bahwa gerakan ini bermula dari pengaduan pengurus GP3A Kab. Bantul, dalam rapat koordinasi kebijakan pemberdayaan petani oleh Kementerian Pertanian pada bulan Desember 2012 di Jogjakarta, tentang banyaknya sampah yang mengalir di saluran irigasi. Aduan yang merupakan keprihatinan para petani tersebut disikapi secara positif oleh pemerhati dari FTP UGM yang disponsori Prof. Dr. Sigit Supadmo Arif dan Ir. Bayudono, M.Sc, untuk segera ditindak lanjuti. Tindak lanjut tersebut berupa pertemuan 10 GP3A Kab. Bantul yang tergabung dalam “Puspita Hati” yang memutuskan untuk memprakarsai terwujudnya Gerakan Irigasi Bersih diseluruh Kab. Bantul yang terdiri dari 40 GP3A. Setelah mengadakan pertemuan sebanyak 3 kali selama bulan Januari dan Februari 2013, maka disepakati terbentuknya suatu forum yang bertujuan mewadahi seluruh organisasi GP3A se Kab. Bantul yang jumlahnya 40 GP3A. Forum tersebut merupakan bentuk gerakan yang diberi nama: Gerakan Irigasi Bersih Merti Tirta Amartani (GIB-MTA) lengkap dengan perangkat kepengurusan pada tanggal 5 Februari 2013. Selanjutnya, dengan dukungan berbagai pihak terutama dinas/instansi terkait dan Pemda Kab. Bantul, pada tanggal 26 Maret 2013 di lokasi Bendung Tegal, dusun Sriharjo Desa Kebonagung Kec. Imogiri Kab. Bantul dilakukan pencanangan Gerakan Irigasi Bersih yang dihadiri seluruh wakil 40 GP3A se Kab. Bantul juga perwakilan 5 Kab/Kodya se DIY, seluruh SKPD terkait di tingkat Kabupaten/DIY. Hadir pula pada pencanangan tersebut wakil dari tiga kementerian/lembaga pusat yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Bappenas. Waktu pencanangan GIB dilaksanakan bersamaan dengan peringatan Hari Air Dunis 2013 tingkat Provinsi DI Yogyakarta. Pada saat pencanangan disepakati slogan Gerakan Irigasi Bersih adalah: “Gerakan Irigasi Bersih dari Jogjakarta untuk Indonesia”. Secara umum GIB-MTA bertujuan melakukan edukasi dan pemberdayaan masyarakat untuk dapat menjaga lingkungan hidupnya dengan mengenalkan budaya hidup bersih. Secara khusus GIBMTA bertujuan mewujudkan konsep pemberdayaan masyarakat dalam partisipasinya mewujudkan irigasi bersih sebagai sarana peningkatan hasil pertanian, serta memanfaatkan limbah sampah sehingga dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Visi dari gerakan ini adalah: (1). Munculnya budaya hidup bersih masyarakat tani sehingga dapat hidup lebih berkualitas dengan lingkungan sehat; (2). Terdapatnya lingkungan system irigasi yang 2
bersih dan sehat sehingga dapat memberikan pasokan air irigasi secara tepat waktu, tepat ruang, jumlah dan mutu (WARUNG JAMU) guna meningkatkan produksi pertanian. Sedangkan misinya adalah: (1). Menciptakan kesadaran masyarakat sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Daerah Aliran Irigasi untuk berbudaya hidup bersih dan sehat; (2). Edukasi dan pemberdayaan masyarakat secara bersama antara petani, masyarakat dalam lingkungan pertanian, LSM dan pemerintah daerah; (3). Pengembangan manajemen sampah; (4). Pemeliharaan jaringan irigasi dan daerah aliran sungai; dan (7). Peningkatan motivasi masyarakat secara berkelanjutan. III. Setahun Kegiatan GIB-MTA Apa yang sudah dilakukan oleh GIB-MTA selama satu tahun? Apakah memberikan manfaat bagi petani? Pertanyaan ini sebenarnya ditujukan pada kami (GIB-MTA dan seluruh anggotanya) sebagai masyarakat tani yang berusaha mengambil peran lebih besar untuk membantu diri kami sendiri dan membantu pemerintah, secara bersama-sama menyelesaikan permasalahan irigasi yang tercemar sampah. Selama setahun, beberapa aktivitas yang telah dilakukan meliputi: (1). Penyusunan kepengurusan dan pembagian wilayah kerja; (2). Konsolidasi internal pada tingkat korwil dan GIBMTA; (3). Pembersihan saluran irigasi dalam rangka Mapak Toya; (4). Kerjasama dengan instansi pemerintah, institusi dan lembaga non pemerintah, Universitas dan LSM yang menaruh perhatian pada kondisi air/pertanian; dan (5). Pelaksanaan/penelusuran budaya cinta air. Hal pertama yang perlu disiapkan untuk menjalankan fungsi dan kegiatan GIB-MTA adalah menyusun kepengurusan dan pembagian wilayah kerja. Kepengurusan disusun secara simpel yaitu ketua, sekertaris, bendahara dan humas. Sedangkan wilayah kerja dibagi menjadi 4 (empat) koordinator wilayah (Korwil) berdasarkan posisi atau letak GP3A yang bersangkutan. Masing-masing korwil berperan sebagai penggerak kegiatan di wilayahnya. Konsolidasi internal dijadwalkan dilaksanakan secara berjenjang yaitu antar P3A di Tingkat GP3A, antar GP3A di tingkat korwil. Sedangkan antar GP3A di laksanakan di tingkat GIB-MTA yang pertemuannya difasilitasi oleh Dinas Sumber Daya Air Kabupaten Bantul. Materi yang dibahas dalam pertemuan berkaitan dengan rencana kegiatan, mencari solusi permasalahan yang ada dan konsolidasi organisasi. Pada kegiatan pembersihan saluran irigasi, pelaksanaannya dinamakan Mapak Toya (menjemput air) dan dilakukan terutama pada saat akan memulai musim tanam. Kegiatan ini telah dilaksanakan beberapa kali dan tersebar di seluruh korwil namun dalam cakupan panjang saluran yang dibersihkan berbeda-beda mulai dari 100 hingga 400 meter. Petani (yang tergabung dalam P3A/GP3A) melaksanakan Mapak Toya secara mandiri atau bersama-sama dengan institusi/lembaga lainnya. Saluran irigasi yang dibersihkan lebih banyak saluran sekunder, yang sebenarnya merupakan kewenangan pemerintah daerah dalam pelaksanaan perawatannya berupa gali waled atau pembersihan sampah. Kerjasama dengan instansi pemerintah, lembaga non pemerintah, Universitas dan LSM dimaksudkan untuk secara bersama menangani permasalahan yang ada dan memanfaatkan sarana, fasilitas dan keahlian yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Beberapa kerjasama atau kegiatan bersama yang telah dilakukan meliputi: (1). Bersama instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul seperti Dinas Sumber Daya Air, Dinas Pekerjaan Umum, pengelola pasar, unsur Kecamatan dan Desa, dan Balai SDA Provinsi melakukan pembersihan saluran irigasi. 3
(2).
(3). (4). (5).
Bersama Universitas Gadjah Mada dan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta membangun kerjasama dengan mencoba mengkaji dan menggali potensi partisipasi petani dan budaya yang dapat digunakan untuk penyadaran masyarakat. Bersama Komunitas Untuk Jogja (KUJ) merancang kegiatan pendampingan kelompok tani/wanita tani untuk mengolah sampah plastik. Bersama unsur tentara di Kodim 0729/Bantul melakukan pembersihan saluran irigasi di berbagai lokasi. Bersama dengan PG. Madukismo membersihkan saluran irigasi di sekitar lokasi PG.
Pelaksanaan/penelusuran budaya cinta air dilaksanakan melalui kegiatan Labuh Tandur di Kecamatan Imogiri, yang mencoba mencari bentuk-bentuk aktivitas budaya yang dapat menjadi panutan dalam proses membudayakan cinta air. Melalui diskusi dengan LPPM ISI Yogyakarta, akan dicoba dikembangkan tarian atau seni pertunjukan lainnya agar aktivitas budaya atau atraksi budaya dapat lebih lengkap dan menarik. Berbagai kegiatan yang telah dilakukan, secara nyata dirasakan oleh petani pada daerah-daerah yang saluran irigasinya dibersihkan. Aliran air menjadi lebih lancar dan saluran irigasi tampak bersih. Pemerintah Daerah juga memberi perhatian yang baik pada apa yang dilakukan dan akan memasukan kegiatan ini dalam rancangan kegiatan Dinas. Apakah kegiatan-kegiatan ini sudah cukup untuk menciptakan irigasi bersih di Kabupaten Bantul? Ternyata belum. Berdasarkan hasil pengamatan dan kajian terhadap Gerakan Irigasi Bersih Merti Tirta Amartani (GIB-MTA) di Bantul, Sulaeman, dkk (2013) menyebutkan bahwa dalam implementasinya, tujuan, visi, dan misi belum sepenuhnya dilaksanakan oleh seluruh petani dan P3A/GP3A yang tegabung dalam GIB-MTA secara baik dan terkoordinasi. Kegiatan GIB-MTA masih dilakukan secara insidental, belum terorganisasi dengan baik, lebih banyak bersifat fisik dan dalam cakupan wilayah yang kecil. Hal ini karena organisasi GIB-MTA masih memiliki keterbatasan berupa koordinasi masih lemah, pendanaan terbatas, dan masih dijumpai pemahaman anggota yang masih lemah terhadap pelaksanaan GIB. Untuk itulah, agar lebih berdaya dan memperluas dampak kegiatan yang telah dilakukan, Sulaeman, dkk (2013) mengusulkan GIB-MTA meningkatkan koordinasi dan konsolidasi internal, menindaklanjuti kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah di tingkat Kabupaten/Provinsi/Pusat dan pihak-pihak yang juga melakukan kegiatan untuk pengelolaan badan air (sungai), pengelolaan sampah dan sanitasi lingkungan seperti: Gerakan Kali Bersih, Bank Sampah, dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP). Dengan upaya yang telah dilakukan dan peningkatan serta perluasan aktivitas di masa depan, diharapkan irigasi bersih dapat menjadi kenyataan. Air yang bersih atau air yang kotor bisa menjadi cerminan budaya kita, budaya yang mencintai kebersihan atau budaya yang mencintai kekotoran. Kita ingin air kita, sungai kita, dan saluran irigasi kita bersih, untuk itu mari mulai dari diri kita kemudian kita sebarkan kepada masyarakat, lakukan sesuatu yang bermanfaat untuk menciptakan budaya cinta air. Kita ingin budaya kita adalah budaya bersih. IV. Penutup Petani di Kabupaten Bantul memilih untuk bersama-sama dengan masyarakat dan pihak-pihak terkait mengatasi permasalahan sampah di saluran irigasi. Namun demikian, gerakan ini memang perlu terus dibangun dan dikembangkan. Usia satu tahun adalah waktu yang masih terlalu singkat untuk melihat apa yang sudah dilakukan dan hasil yang dicapai. Tetapi paling tidak ada banyak hal yang 4
cukup menggembirakan karena saat ini mulai muncul pemahaman bersama mengenai pentingnya air, pentingnya irigasi dan pentingnya budaya bersih di masyarakat. Daftar Pustaka Anonim, 2014. Draft Rancangan Kegiatan Gerakan Irigasi Bersih Tahun 2014-2019. GIB. Yogyakarta. Tidak dipublikasi Arif, Sigit Supadmo. 2013. Pemberdayaan Pelaku Pengelolaan Irigasi: Masalah dan Konsep Pelaksanaan Masa Depan. Makalah Lokakarya Pemberdayaan Petani. Bappenas. 17 Oktober 2013 Aryawan, I Putu Sony., Wayan Windia, Putu Udayani Wijayanti. 2013. Peranan Subak dalam Aktivitas Pertanian Padi Sawah (Kasus di Subak Dalem, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan). EJurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2301-6523 Vol. 2, No. 1, Januari 2013 Bappeda Kabupaten Bantul. 2010. Penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bantul Tahun 2010. Pemerintah Kabupaten Bantul GIB-MTA, 2013. Profil Gerakan Irigasi Bersih Merti Tirta Amartani. Tidak dipublikasi Joseph, Benny. 2005. Environmental Studies. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi Purbawijaya, Ida Bagus Ngurah. 2012. Analisis Pemberdayaan Subak Terhadap Operasional Dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Subak Kepaon Kecamatan Denpasar Selatan. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 16, No. 1, Januari 2012 Ramang, Ruslan., Enri Damanhuri, Tri Padmi, Benno Rahardyan. 2007. Pola Penanganan Sampah di Daerah Perkotaan Berdasarkan Karakteristik Tipe Rumah (Studi Kasus Kota Cimahi). Jurnal Teknik Lingkungan, Volume 13, Nomor 1, April 2007 (hal. 8-16) Sulaeman, Dede., Arif, S.S., Bayudono, Sigit, E.T.N. 2013. Gerakan Irigasi Bersih Sebagai Gerakan Khas Partisipatif Pengelolaan Irigasi dalam Kumpulan Makalah Seminar Nasional Komite Nasional Indonesia-ICID: Securing Water For Food And Rural Community Under Climate Change, Semarang 30 November 2013
5