Jurnal AgroBiogen 9(2):85-96
Gen dan QTL Pengendali Umur pada Kedelai I Made Tasma Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111 Telp. (0251) 8337975; Faks. (0251) 8338820; *E-mail:
[email protected] Diajukan: 14 Januari 2013; Diterima:24 Mei 2013
ABSTRACT
ABSTRAK
Genes and QTL Controlling Time of Maturity in Soybean. I Made Tasma. Traits that control time of flowering and maturity in soybean determine harvesting time of a soybean cultivar. In Indonesia, early maturing soybean cultivars are important at short period growing seasons due to the water shortage in dry planting season. Shorter period of growing season would increase the crop harvest index. Genetic diversity of the present soybean germplasm collection is low. Diversity improvement through introduction from countries with four seasons faced difficulty due to differences in growth adaptability. Technology for developing germplasm with a broader adaptation will facilitate germplasm movement from a more diverse environmental growth. The objective of this review was to describe how the time of flowering and maturity are controlled in soybean. The review is supported by flowering time mechanism of the model plant Arabidopsis thaliana as the genetics of flowering time has been intensively studied in this model plant. Transition from vegetative to reproductive development is the outcome of the activation of genes responsible for floral organ formation. Initial activation is generally the result of environmental cues indicating the appropriate time to flower. Studies from Arabidopsis showed that transition from vegetative to reproductive stage is complex involving many genes and several genetic pathways. In soybean, time of flowering and maturity are controlled by at least nine genes, E1 to E8 and Dt1. The genes interact with daylength and temperature. Major and minor QTLs controlling the traits were identified using various mapping populations. The major QTLs were detected at various populations with diverse genetic backgrounds tested at diverse environmenttal conditions. Some of the QTLs were associated with the E genes and some others were not. Several Arabidopsis flowering gene homologous sequences were also mapped on the soybean genome. The E gene markers and the QTLs with large effect for reproductive traits are breeder targets for breeding and development of soybean photoperiod insensitive germplasm. Genes for flowering time isolated from Arabidopsis can be used to develop transgenic soybean with broader adaptation. Technology for development of soybean germplasm with broader adaptation will facilitate the soybean germplasm movement from diverse environmental growth conditions to support systematic and sustainable national soybean breeding programs.
Gen dan QTL Pengendali Umur pada Kedelai. I Made Tasma. Karakter waktu berbunga dan kematangan polong pada kedelai menentukan umur panen. Di Indonesia kultivar berumur genjah diperlukan pada musim dengan masa pertumbuhan pendek karena terbatasnya ketersediaan air. Periode tumbuh pendek meningkatkan indeks panen. Keragaman genetik plasma nutfah kedelai nasional saat ini masih sangat rendah. Peningkatan keragaman melalui introduksi dari negara dengan empat musim menghadapi kendala lingkungan tumbuh. Teknologi pembentukan tanaman beradaptasi luas memudahkan pemindahan plasma nutfah dari beragam lingkungan. Tujuan dari ulasan ini untuk memaparkan gen dan quantitative trait loci (QTL) pengendali waktu berbunga dan umur panen pada kedelai. Ulasan didukung dengan mekanisme waktu berbunga pada tanaman model Arabidopsis thaliana karena studi genetik waktu berbunga dilakukan sangat intensif pada tanaman ini. Transisi dari fase vegetatif ke fase generatif hasil aktivasi gen bertanggung jawab pada pembentukan organ bunga. Inisiasi aktivasi merupakan hasil stimuli lingkungan yang memberikan sinyal waktu yang tepat untuk berbunga. Studi pada Arabidopsis menunjukkan bahwa transisi dari fase vegetatif ke fase generatif sangat kompleks melibatkan banyak gen dan lintasan genetik. Pada kedelai karakter waktu berbunga dan kematangan polong dikendalikan sedikitnya oleh sembilan gen, yaitu E1 sampai E8 dan Dt. Gen ini berinteraksi dengan panjang hari dan temperatur. QTL terkait karakter umur diidentifikasi menggunakan berbagai populasi pemetaan. QTL mayor dideteksi pada berbagai populasi dengan latar belakang genetik berbeda dan hasil uji pada lingkungan berbeda. Beberapa QTL berasosiasi dengan gen seri E dan beberapa lainnya tidak berasosiasi. Gen pengendali waktu berbunga pada Arabidopsis juga dipetakan pada kedelai. Marka gen E dan QTL efek besar menjadi target pemulia kedelai untuk pemuliaan dan pembentukan teknologi tanaman kedelai insensitif fotoperiodisitas. Gen pembungaan yang diisolasi dari Arabidopsis dapat digunakan untuk membentuk kedelai transgenik dengan daya adaptasi luas. Teknologi pembentukan kedelai beradaptasi luas memudahkan pemindahan materi genetik dari berbagai belahan dunia, untuk meningkatkan keragaman genetik materi pemuliaan dalam rangka mendukung program pemuliaan kedelai nasional yang sistematis dan berkelanjutan.
Keywords: Soybean, time photoperiod, QTL.
Hak Cipta © 2013, BB Biogen
of
flowering,
maturity,
Kata kunci: Kedelai, waktu berbunga, kematangan polong, fotoperiodisitas, QTL.
86
JURNAL AGROBIOGEN
VOL. 9 NO. 2
PENDAHULUAN
FAKTOR-FAKTOR PENENTU WAKTU BERBUNGA
Karakter terkait umur seperti waktu berbunga dan waktu polong masak pada kedelai merupakan karakter penting karena menentukan daya adaptasi suatu kultivar di mana kultivar tersebut dibudidayakan. Karena daya adaptasi setiap kultivar kedelai relatif terbatas, kultivar kedelai di dunia diklasifikasikan ke dalam 13 kelompok kematangan (maturity groups, MG) (Fehr, 1987). Setiap MG beradaptasi pada rentang lintang (latitude) yang sempit, terbatas pada sekitar 4° lintang atau hanya beradaptasi pada sekitar areal sepanjang 480 km. Di luar rentang ini polong matang terlalu cepat di belahan bumi selatan dan konsekuensinya daya hasilnya rendah, atau gagal matang sebelum musim dingin tiba di belahan bumi utara. Namun spesies kedelai secara keseluruhan dibudidayakan secara luas dari lintang 0 sampai dengan 50°.
Untuk tanaman semusim seperti kedelai, padi, jagung, dan tanaman model Arabidopsis, waktu berbunga menentukan umur panen. Waktu berbunga suatu spesies tanaman sering sangat bervariasi antara satu kultivar dengan yang lainnya tergantung pada kondisi geografi di mana setiap kultivar dibudidayakan, contohnya kedelai. Kultivar kedelai diklasifikasikan menjadi 13 kelompok kematangan, yaitu MG1 sampai MG13, berdasarkan waktu kematangan polong pada derajat lintang yang berbeda (Fehr, 1987).
Transisi dari fase vegetatif ke fase reproduktif ditentukan oleh aktivasi gen-gen yang bertanggung jawab pada pembentukan bunga dan faktor lingkungan yang mendukung waktu yang tepat untuk berbunga (Levy dan Dean, 1998; He et al., 2010). Hasil studi pada tanaman model Arabidopsis thaliana mengindikasikan bahwa mekanisme bagaimana faktor lingkungan mengaktivasi gen-gen waktu berbunga sangat kompleks dan melibatkan banyak gen dalam proses ini (Koorneef et al. 1998; Levy dan Dean 1998; Boss et al., 2009). Di antara faktor lingkungan penentu yang mempengaruhi waktu berbunga adalah panjang hari (day length) dan temperatur. Pada Arabidopsis setidaknya 80 gen telah diidentifikasi yang memengaruhi waktu pembungaan (Coupland, 1997; Boss et al., 2009). Paling sedikit 25 gen di antaranya sudah diisolasi. Pada tanaman kedelai, delapan gen yang dikenal dengan gen seri E (E1 sampai E8) dan gen Dt1 yang menentukan tipe pertumbuhan kedelai dilaporkan mengendalikan waktu berbunga, waktu masak polong, dan sensitivitas terhadap panjang hari. Banyak quantitative trait loci (QTL) juga telah diidentifikasi pada kedelai terkait karakter umur berbunga, umur polong masak, dan sensitivitasnya terhadap panjang hari. Tujuan dari tulisan ini untuk memaparkan bagaimana waktu berbunga dan umur panen dikendalikan pada kedelai. Ulasan pada tulisan ini didukung oleh data dari Arabidopsis di mana gen-gen pengendali umur berbunga dan umur generatif tanaman telah dipelajari dengan sangat intensif baik secara fenotipik maupun secara molekuler.
Waktu berbunga pada kebanyakan spesies tanaman dilaporkan sebagai hasil interaksi dari faktor lingkungan (environmental cues) dan faktor dari dalam tanaman (internal cues) (Levy dan Dean, 1998; Koornneef et al., 1998; Boss et al., 2009). Faktor lingkungan adalah panjang hari dan temperatur, sedangkan faktor internal tanaman adalah komposisi genetik tanaman, yaitu gen yang mengatur waktu pembungaan. Sinyal lingkungan paling penting yang mengatur waktu pembungaan adalah panjang hari, termasuk intensitas dan kualitas cahaya, dan temperatur. Tanaman yang sensitif terhadap panjang hari dikelompokkan menjadi tanaman hari pendek (short day plant) dan tanaman hari panjang (long day plant) (Vince-Prue, 1975). Tanaman hari pendek adalah tanaman yang berbunga atau berbunga lebih awal ketika panjang hari kurang dari periode kritis (membutuhkan periode gelap yang lebih panjang). Tanaman hari panjang adalah tanaman yang berbunga atau berbunga lebih awal ketika panjang hari lebih panjang dari periode kritis (membutuhkan periode gelap yang lebih pendek). Tanaman yang pembungannya tidak dipengaruhi panjang hari dikenal dengan day neutral plants (photoperiod insensitive). Persepsi panjang hari oleh tanaman melibatkan dua jenis protein penerima sinar (photoreceptor), yaitu phytochrome dan cryptochrome (Kendrick dan Kronenberg, 1994; Quail et al., 1995; Lin, 2010). Phytochrome adalah penerima cahaya merah dan merah bergelombang panjang (red/far-red light receptors), sedangkan cryptochrome adalah penerima sinar biru dan ultraviolet-A (blue/UV-A light receptor) (Cashmore et al., 1999). Cahaya biru (panjang gelombang sekitar 400-500 nm) dan cahaya merah (600-700 nm) adalah dua spektrum sinar matahari yang paling efektif diserap dan digunakan oleh perangkat sistem fotosintesis tanaman. Tanaman mempunyai beberapa tipe phytochrome dengan karakteristik molekuler berbeda yang dikendalikan oleh beberapa famili gen yang berbeda
2013
IM. TASMA: Gen dan QTL Pengendali Umur pada Kedelai
dan proteinnya digolongkan sebagai apoprotein (Furuya, 1993; Lin, 2010). Pada Arabidopsis misalnya, ada lima gen yang mengkode apoprotein phytochrome, yaitu PHYA, PHYB, PHYC, PHYD, dan PHYE (Quail et al., 1995; Lin, 2010). Arabidopsis juga memiliki setidaknya dua gen cryptochrome, yaitu CRY1 dan CRY2 (Levy dan Dean, 1998).
Pada Arabidopsis, mutan berbunga lambat adalah mutan yang pertama kali diidentifikasi dan dianalisis (Redei, 1962; Koornneef et al., 1991). Beberapa gen dari mutan ini mempercepat pembungaan dan yang lainnya menghambat pembungaan. Beberapa gen berinteraksi dengan faktor lingkungan seperti panjang hari dan temperatur dan yang lainnya beraksi secara autonomous tanpa dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Berdasarkan studi mutan ini dan diperkaya dengan studi double mutant dan studi tanaman transgenik untuk mengekspresikan lebih dari satu gen pada individu tanaman, diusulkan setidaknya ada empat lintasan genetik (genetic pathway) yang mengendalikan waktu berbunga pada Arabidopsis (Levy dan Dean, 1998; Koornneef et al., 1998; Boss et al., 2009). Contoh dari model genetic pathway pengendali waktu berbunga pada Arabidopsis seperti disajikan pada Gambar 2.
GEN-GEN PENGENDALI WAKTU BERBUNGA PADA TANAMAN MODEL ARABIDOPSIS THALIANA Arabidopsis termasuk tanaman hari panjang fakultatif yang memerlukan sekitar 16 jam penyinaran agar terstimuli pembungaannya. Pembungaan juga dapat dipercepat dengan memaparkannya pada suhu rendah selama 3-6 minggu setelah perkecambahan benih (Koornneef et al., 1991). Pendekatan analisis mutagenesis sistematis telah lama dilakukan untuk mengidentifikasi gen-gen yang terlibat pada transisi pembungaan pada Arabidopsis (Koornneef et al., 1998; Melzer et al., 2008). Gen yang mempercepat pembungaan diidentifikasi sebagai mutan yang memperlambat pembungaan. Dua jenis mutan diidentifikasi, yaitu mutan yang berbunga cepat (umur genjah) dan mutan yang berbunga lambat (umur dalam) (Coupland, 1997; Koornneef et al., 1998, Melzer et al., 2008). Klasifikasi ini didasarkan pada fenotipe mutan dalam responnya terhadap lingkungan, panjang hari, dan vernalisasi (Gambar 1). Studi mutan ini menyimpulkan bahwa terdapat beberapa derajat redandensi (redundancy) di antara gen-gen yang mempercepat pembungaan sehingga inaktivasi sebuah gen dapat dikompensasi secara parsial oleh ekspresi gen lainnya (Levy dan Dean, 1998; Pineiro dan Coupland, 1998; He et al., 2010).
Kelompok pertama dari mutan berbunga lambat termasuk di antaranya co, fha, dan gi, yang menunjukkan sedikit atau tanpa respon terhadap vernalisasi dan pembungaan tertunda pada penyinaran hari panjang (LD) tetapi tidak tertunda pada hari pendek (SD) (Gambar 1). Ini menunjukkan bahwa tanaman bukan mutan (wild type, WT) mempercepat pembungaan pada hari pendek dan kelompok gen ini diusulkan beraksi pada lintasan genetik yang mempercepat pembungaan pada kondisi hari pendek (Levy dan Dean, 1998; Koornneef et al., 1998). Kelompok mutan yang kedua berbunga lambat termasuk di antaranya fca, fe, fpa, fve, fy, ld, dan fri, yang berbunga lebih lambat dari tanaman WT pada kondisi penyinaran LD dan SD dan mempercepat waktu pembungaan pada kondisi vernalisasi (Gambar
Waktu berbunga (jumlah daun rosette)
Hari pendek (SD) Vernalisasi Hari panjang (LD) SDs
20
5
Wild type
co, gi, fha (cry2)
87
fy, fpa, fve, fca, id, fe, teri
fwa, fd, ft
ga1, gai
emf1, emf2
elf1, esd, cop1, phyB
Tipe mutan
Gambar 1. Tipe mutan yang diisolasi dari tanaman model Arabidopsis thaliana yang berbunga genjah dan berbunga dalam (Coupland, 1997). Tidak semua mutan dari setiap kelompok terlihat dalam gambar.
88
JURNAL AGROBIOGEN
VOL. 9 NO. 2
LDs CRY1
PHYA
Autonomous promotion
SDs
CRY2
GA promotion ELF3
PHY
CCA1, LHY Photoperiodic promotion
LD PGM1 SEX1 FY FCA PVE FPA FLD
CRY GA1 GAI SPY
CAM1, GI, CO
Promotion Repression
FWA, FT, FE LFY
TFL1 VRN1 VRN2
AP1
Vernalization promotion
EMF
v
F CLF ELF1 ELF2
WLC ESD4
Repression
FRI
FLC
Gambar 2. Model lintasan genetik yang diusulkan mengendalikan waktu berbunga (peralihan dari fase vegetatif ke fase pembungaan) pada tanaman model Arabidopsis thaliana hasil studi berdasarkan studi tanaman mutan ganda dan transgenik gen-gen pengendali waktu berbunga (double mutants and transgenic studies) (Levy dan Dean, 1998). V = vegetatif, F = transisi pembungaan, GA = asam giberelat (gibberellic acid), SD = hari pendek, LD = hari panjang, vernalization = vernalisasi (perlakuan temperatur dingin), dan repression = penghambatan waktu berbunga.
1). Gen-gen ini diusulkan untuk beraksi dengan cara autonomous, yang mempercepat pembungaan tanpa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Coupland, 1997; Koornneef et al., 1998; Levy dan Dean, 1998) (Gambar 2). Kelompok ketiga termasuk di antaranya ga1 dan gi, yang telah diidentifikasi dipengaruhi oleh hormon tanaman asam giberelin (GA). Mutan-mutan ini menunjukkan sedikit pengaruh waktu berbunga pada kondisi LD dan menunjukkan pengaruh signifikan pada kondisi SD (mutan berbunga pada waktu yang mirip dengan WT pada kondisi LD tetapi berbunga jauh lebih lambat pada kondisi SD) (Gambar 1). Ini menunjukkan bahwa hormon GA lebih penting untuk pembungaan pada kondisi SD (Wilson et al., 1992; Levy dan Dean, 1998). Mutan-mutan ini diusulkan beraksi pada lintasan genetik GA (Levy dan Dean, 1998) (Gambar 2). Kelompok keempat adalah mutan yang dikategorikan sebagai mutan berbunga cepat (genjah) (Coupland, 1997; Levy dan Dean, 1998; Boss et al., 2009). Mutan genjah diidentifikasi belakangan setelah identifikasi dan isolasi mutan berbunga lambat. Kebanyakan mutan berbunga genjah dikategorikan berdasarkan responnya terhadap panjang hari. Karena mutan dapat berbunga cepat tanpa memperhatikan panjang hari, produk dari gen-gen WT diperkirakan menghambat pembungaan dan oleh karenanya dimasukkan ke dalam lintasan penghambat pembungaan (repression genetic pathway) (Levy dan Dean, 1998) (Gambar 2). Mutan-mutan pada kategori ini termasuk
di antaranya clf, elf1, elf2, emf1, emf2, esd4, flc, pef1, pef2, pef3, phyB, speedy, tfl1, tfl2, dan wlc (Gambar 1 dan 2). Gen-gen EMF dianggap mempunyai peran utama dalam penghambatan pembungaan. Tanaman ekstrim dengan alel-alel mutan emf1 dan emf2 berbunga langsung tanpa diawali oleh fase pertumbuhan vegetatif (tanaman mutan langsung berbunga setelah emergensi benih tanpa diawali pembentukan daun rosette (Sung et al., 1992). Berdasarkan karakteristik mutan yang diuraikan di atas sangat jelas bahwa terdapat beberapa jalan (lintas genetik) agar tanaman menjadi tanaman fotoperiodisitas insensitif tergantung jenis rute genetik yang dipunyai suatu mutan. Sebagai contoh, respon mutan tertentu terhadap hormon GA (misalnya ga1 dan gai) pada lintasan genetik GA menunda pembungaan pada kondisi non induksi SD. Dengan demikian tanaman WT berbunga cepat tanpa memandang kondisi panjang hari dan oleh karenanya mutan-mutan ini adalah fotoperiodisitas insensitif. Kebanyakan mutan tersebut diidentifikasi dari hasil mutasi buatan (induced mutations) secara kimia (ethyl methane sulfonate, EMS) dan radiasi. Mutan-mutan ini umumnya resesif dan diperoleh dari tiga ekotipe (Landsberg erecta, Columbia, dan Wassilewskija). Saat ini setidaknya 80 gen telah diidentifikasi terkait waktu berbunga pada Arabidopsis. Sebagian dari gen tersebut sudah diisolasi. Sebagian kecil mutan juga telah diidentifikasi melalui analisis variasi yang terjadi secara alami dari
2013
IM. TASMA: Gen dan QTL Pengendali Umur pada Kedelai
ekotipe yang berbeda. Analisis ini menghasilkan mutan yang biasanya dominan. FRI, FLC, FKR, dan JUV adalah contoh mutan yang dihasilkan dengan cara ini. Semua QTL yang mengendalikan waktu berbunga juga diidentifikasi dengan metode ini (Koornneef et al., 1998; Melzer et al., 2008; Brachi et al., 2010). Dari banyak gen pengendali waktu berbunga yang telah diidentifikasi pada Arabidopsis, setidaknya 25 gen telah diisolasi. Karakteristik dari gen yang telah diisolasi disajikan pada Tabel 1. GEN-GEN TERKAIT UMUR PADA KEDELAI Kedelai [Glycine max [L.] Merr.] termasuk tanaman hari pendek di mana pembungaannya diinduksi pada kondisi hari pendek (Allard dan Garner, 1941; Kenworthy et al., 1989). Pengaruh panjang hari
89
sebagai faktor utama penentu waktu berbunga dan kematangan polong telah lama diketahui pada kedelai sehingga menjadi penentu daya adaptasi suatu kultivar pada area geografis tertentu. Sebagaimana dipaparkan sebelumnya kultivar kedelai di dunia dikelompokkan menjadi 13 kelompok kematangan berdasarkan waktu matang relatif dan setiap kultivar dapat beradaptasi pada rentang derajat lintang yang terbatas. Variasi adaptasi setiap kultivar ekuivalen dengan variasi dari masa reproduksi. Hal ini disebabkan oleh interaksi antara genotipe dengan perubahan faktor lingkungan fotoperiodisitas dan temperatur yang beraksi sebagai pemicu. Criswell dan Hume (1972) mempelajari 111 aksesi kedelai yang tergolong kelompok kematangan 00 (MG 00) dan melaporkan bahwa pembungaan 70%
Tabel 1. Gen-gen pengendali waktu berbunga pada tanaman model Arabidopsis thaliana dan responnya terhadap faktor lingkungan. Respon gen terhadap lingkungan Gen
Deskripsi
ADG-1 ART CAM1 CCA1 CO COP1 DET1 DET2 ELF1, 2 ELF3 EMF1, 2 FCA CRY2 FLC FLD FPF-1 FRI (=FLA) GAI GI (=FB) HST HY1,2 HY4 (=CRY1) JUV LD LHY PGM PHYA PHYB PIF SEX1 SIN1 KRY TFL1 VRN1 VRN2 WLC PEF1
ADP Glucose pyrophosphorylase 1 Aerial rosette Carbohydrate acummulation mutant 1 Circadian clock associated 1 Constans Constitutive photomorphogenic 1 Deetiolated 1 Deetiolated 2 Early flowering 1, 2 Early flowering 3 Embryonic flower 1 and 2 Cryptochrome 2 Flowering locus C Flowering locus D Flowering promoting factor 1 Frigida Gibberellin insensitive Gigantea Hasty Long hypocotyl 1 and 2 Long hypocotyl 4 (Cryptochrome 1) Juvenalis LUMINIDEPENDENS Late elongated hypocotyl Phosphoglucomutase PHYTOCHROME A PHYTOCHROME B Photoperiod insensitive Starch excess 1 Short integument 1 Karyophila Terminal flower 1 Vernalization 1 Vernalization 2 Wavy leaves and cotyledons Phytochrome-signaling-early flowering 1
Fotoperiodisitasa
Vernalisasib
+ + ND + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + ± +
ND + ND ND ND ND ND ND ND + ± + + ND + ND ND ND + + + ND ND + + ND ND ND
+ = sensitive, - = insensitive, ± = sensitivitas sedang, ND = belum ditentukan (not determined) (Levy dan Dean,1998; Weigel, 1995; Koornneef et al., 1998). Fotoperiodisitas = respon gen terhadap panjang hari (fotoperiod), vernalisasi = respon gen terhadap suhu rendah (over winter).
90
JURNAL AGROBIOGEN
aksesi tidak dipengaruhi oleh perlakuan panjang hari (12 sampai 24 jam). Sebanyak 1978 aksesi kedelai dari MG 00 sampai dengan MG VIII ditumbuhkan pada panjang hari 16 jam dan juga pada penyinaran matahari alami di AVRDC Taiwan (Nissly et al., 1981). Sebelas persen aksesi (212) tertunda pembungaannya kurang dari 5 hari pada penyinaran yang diperpanjang, seluruh aksesi ini berasal dari MG IV dan MG dengan nomor yang lebih rendah. Nissly et al. (1981) menguji 515 aksesi kedelai dari MG III di Urbana, Illinois (AS) dan Issabela (Puerto Rico) pada penyinaran alami dan penambahan panjang hari dengan lampu buatan. Aksesi yang diuji menunjukkan respon yang bervariasi terhadap fotoperiodisitas sensitivitas. Tiga puluh dua aksesi diidentifikasi sebagai fotoperiodisitas insensitif (day neutral) dan satu di antaranya, PI 317.334B (‘Kitami-shiro’), kemudian diklasifikasikan sebagai tanaman hari netral. Pada penelitian lain PI 317.336 (‘Shinsei’) juga dilaporkan sebagai tanaman hari netral (Guthrie, 1972). Kedua genotipe kedelai ini akhirnya digunakan sebagai tetua persilangan dalam pembentukan populasi pemetaan gen fotoperiodisitas insensitif (Tasma et al., 2000; 2001; Tasma dan Shoemaker, 2003). Johnson et al. (1960) dan Byth (1968) melaporkan bahwa kultivar kedelai yang lebih genjah umumnya kurang dipengaruhi oleh panjang hari. Dengan demikian kultivar dengan hari netral telah berhasil ditemukan pada kelompok plasma nutfah kedelai berumur yang lebih genjah. Identifikasi genotipe kedelai dengan hari netral akan menyediakan materi genetik untuk pengembangan kedelai dengan daya adaptasi yang lebih luas. Jumlah minimum induksi gelap (periode gelap yang panjang) diperlukan untuk induksi pembungaan pada kedelai. Sedikitnya 5 sampai 6 gelap yang panjang (8 jam terang/16 jam gelap) diperlukan untuk menginduksi pembungaan (Wilkerson et al., 1989). Shanmugasundaram dan Tsou (1978) menguji kedelai yang sensitif dan insensitif terhadap panjang hari dengan penyinaran selama 10 jam dan 16 jam per hari. Hasilnya adalah untuk kedelai fotoperiodisitas sensitif periode induksinya adalah 27 hari perlakuan hari pendek (10 jam) dan anthesis terjadi 10 hari setelah induksi. Waktu kritis untuk mulai induksi adalah 9 hari setelah kemunculan tunas di permukaan tanah. Studi dengan hasil mirip dilaporkan oleh Saindon et al. (1989). Gen seri E dan Dt1 Delapan gen yang dikenal dengan gen seri E dengan dua alel pada setiap lokus telah dilaporkan mengendalikan waktu pembungaan dan kematangan polong pada kedelai, E1 dan E2 (Bernard, 1971), E3
VOL. 9 NO. 2
(Buzzell, 1971), E4 (Buzzell dan Voldeng, 1980), and E5 (McBlain dan Bernard, 1987), E6 (Bonato dan Vello, 1999), E7 (Cober dan Voldeng, 2001), dan E8 (Cober et al., 2010). Near-isogenic lines (NIL) yang dihasilkan dari program silang balik (backcross) menggunakan tetua berulang kultivar Harosoy (genotipe e1e1 e2e2 E3E3 E4E4 e5e5) dan kultivar Clark (genotipe e1e1 E2E2 E3E3 E4E4 e5e5) telah tersedia untuk identifikasi dan studi gen-gen ini pada berbagai latar belakang plasma nutfah dengan alel yang berbeda. Tiga dari gen (E1, E3, dan E4) juga mengendalikan sensitivitas tanaman kedelai terhadap panjang hari (fotoperiodisitas) (Cober et al., 1996). Gen pengendali sifat tumbuh (growth habit) indeterminate (Dt1) dan determinate (dt1) juga dilaporkan mempengaruhi waktu berbunga dan waktu matang. Foley et al. (1986) melaporkan bahwa galurgalur dengan tipe pertumbuhan determinate berbunga 1 hari lebih cepat dan matang 3,5 hari lebih cepat dibandingkan dengan galur-galur yang indeterminate. Hasil serupa sebelumnya ditunjukkan oleh Bernard (1972) di mana galur determinate berbunga 2 hari dan matang 3 hari lebih awal dibandingkan dengan galur indeterminate. Gen-gen pengendali umur berbunga dan kematangan polong telah dipetakan pada kromosom kedelai (Cregan et al., 1999). Marka SSR terdekat dari gen ini juga telah dilaporkan (Tabel 2). Beberapa dari marka ini mungkin bisa digunakan untuk program pemuliaan melalui marker-assisted selection (MAS), namun sebelumnya perlu diverifikasi terlebih dahulu pada populasi persilangan yang dilakukan di daerah tropis mengingat marka ini diidentifikasi pada genotipe kedelai yang beradaptasi pada daerah subtropis di mana faktor fotoperiodisitas merupakan faktor lingkungan yang dominan dalam penentuan fenotipe waktu berbunga dan kematangan polong di lapang. Karakteristik fenotipik dari gen pengendali waktu berbunga dan waktu polong masak pada kedelai seperti terlihat pada Tabel 2. QTL Terkait Umur dan Sensitivitas Fotoperiodisitas pada Kedelai Quantitative trait loci (QTL) adalah sepenggal area pada kromosom yang mengendalikan karakter kuantitatif tertentu. QTL pengendali waktu berbunga, waktu kematangan polong, dan sensitivitas terhadap panjang hari telah diidentifikasi pada kedelai. Identifikasi QTL dilakukan dengan menggunakan populasi F2 atau recombinant inbred lines (RILs) menggunakan tetua persilangan dengan latar belakang genetik yang berbeda. QTL mayor diidentifikasi pada kromosom C2 (Tasma et al., 2001; Yamanaka et al., 2000). QTL ini
2013
IM. TASMA: Gen dan QTL Pengendali Umur pada Kedelai
terpaut dengan lokus pubescent color T, yang merupakan marka terbaik untuk gen kematangan (maturity gene) E1. Gen E1 dan T dilaporkan terpaut erat dengan gen E7 (Cober et al., 2010). Dengan menggunakan dua populasi independen, Tasma et al. (2001) memetakan QTL pengendali umur dan sensitivitas terhadap fotoperiodisitas pada kromosom C2, G, A2, dan L (Gambar 3A dan 3B). QTL mayor pengendali umur dan sensitivitas terhadap panjang hari dideteksi pada lokasi yang sama di dua populasi (IX132 dan IX136) pada kromosom C2 (Gambar 3A dan 3B). Hal ini mengindikasikan bahwa QTL yang dideteksi adalah benar adanya atau QTL sejati (true QTL) dan marka SSR yang terkait dengan QTL mayor tersebut potensial untuk digunakan pada program pemuliaan karakter-karakter ini menggunakan teknologi MAS. QTL pengendali umur yang telah diidentifikasi pada genom kedelai disajikan pada Tabel 3.
91
Pemetaan Gen Homolog Pengendali Waktu Berbunga pada Arabidopsis pada Genom Kedelai Tasma et al. (2003) memetakan gen pengendali waktu berbunga dari Arabidopsis pada genom kedelai (Gambar 4). Gen homolog yang berhasil dipetakan pada genom kedelai adalah PHYA (dipetakan pada kromosom A1 dan B2), PHYB (di kromosom E dan K), CRY2 (A2), COL1 (B1 dan H), COL2 (F), FCA (L), dan LD (C1) (Gambar 4). Hasil ini menunjukkan bahwa sekuen DNA gen pengendali waktu berbunga terkonservasi pada berbagai spesies tanaman baik pada tanaman monokotil maupun dikotil. Implikasinya adalah gen terkait umur berbunga tidak unik pada tanaman tertentu sehingga untuk mengisolasinya dapat bersumber dari tanaman berkerabat jauh maupun berkerabat dekat. Hal ini tentu memudahkan pemulia molekuler untuk mendapatkan sumber gen pengen-
Tabel 2. Karakteristik gen-gen pengendali waktu berbunga dan waktu polong masak pada kedelai. Lokus
Kromosom
Marka SSR terdekat
E1
C2
Satt205 Satt289
E2
O
Sat_290
E3
L
-
E4
I
Satt496
E5
Belum diketahui
-
E6 E7
Belum diketahui C2
Satt205 Satt289
E8
C1
Dt1
L
Sat_404 Satt136 Sat_286
Pengaruh alel dominan pada panjang hari alami (natural day length)
Pustaka
Memperlambat waktu berbunga 16-23 hari dan waktu masak polong 15-18 hari dibandingkan dengan alel resesif e1. Memperlambat waktu berbunga 7-14 hari dan waktu masak polong 14-17 hari dibandingkan dengan alel resesif e2. Memperlambat waktu masak polong 6-8 hari dibandingkan dengan alel resesif e3. Memperlambat waktu berbunga 1-6 hari dan waktu masak polong 8-20 hari dibandingkan dengan alel resesif e4. Memperlambat waktu berbunga dan waktu masak polong mirip dengan alel E1. Memperlambat waktu berbunga 6-7 hari dibandingkan dengan alel resesif e7. Menunda waktu masak polong 6-9 hari dibandingkan dengan alel resesif e8. Memperlambat waktu berbunga 2 hari dan waktu masak polong dibandingkan dengan alel dt1 (determinate)
Bernard (1971); Cregan et al. (1999); Tasma et al. (2001) Bernard (1971); Cregan et al. (1999)
Buzzel (1971); Buzzel dan Bernard (1975); Cregan et al. (1999) Buzzel dan Voldeng (1980); Saindon et al. (1989); Matsumura et al. (2008) McBlain dan Bernard (1987) Bonato dan Vello (1999) Cober dan Voldeng (2001); Tasma et al. (2001) Cober et al. (2010) Bernard (1972); Foley et al. (1986) Cregan et al. (1999)
Tabel 3. QTL pengendali waktu berbunga, waktu polong masak, dan sensitivitasnya terhadap fotoperiodisitas pada kedelai. Jenis QTL
Lokasinya pada Kromosom
WB, WPM WB, WPM WPM WB
C1, C2, D1 C2, L, M K C2, linkage groups 16 dan 25
WB, WPM, STF
A2, C2, G, J, dan L
Populasi pemetaan yang digunakan untuk deteksi QTL Populasi F2; Glycine max x G. soja Populasi F2; ‘Minsoy’ x ‘Noir’ Populasi F2; PI97100 x ‘Coker 237’ Populasi F2; ‘Mizuzudaizu’ x ‘Moshidou Gong 503’ Recombinant Inbred Lines (RILs); ‘Shinsei’ x ‘Corsoy’ dan ‘Kitami-shiro’ x ‘Corsoy’
Persentase ragam fenotipik (phenotypic variance) yang Pustaka dapat dijelaskan oleh QTL 17-23 ? 26,2-31,2 12-70
Keim et al. (1990) Mansur et al. (1996) Lee et al. (1996) Yamanaka et al. (2000)
6,89-44,42
Tasma et al. (2001)
WB = waktu berbunga, WPM = waktu polong masak, STF = sensitivitas terhadap fotoperiodisitas, ? = nilai persentase varian fenotipik tidak dilaporkan pada makalah ini.
92
JURNAL AGROBIOGEN
dali umur dari tanaman yang telah terkarakterisasi baik dan genomnya telah disekuen. Sekuen gen dapat
VOL. 9 NO. 2
diekspresikan pada tanaman target untuk mempercepat atau memperlambat masa reproduktif tanaman. C2
B C2
A
G L148H Satt286
1 2
5 6
4 3
89
Satt288 A885D A890V
A060T_1
1 2 3 4
A638I A073I
P029D_2
A378H 7
9 8 A235T L002H A885V Satt288
Satt316 Satt202
K443H
Satt316 Satt202
5 6
T Satt205 P029D_2
Satt287
7
T Satt205
G Satt363 Satt286
J
2 3 5
L
A112T 3 1
Satt380
RGA7E Satt278
Satt409 Satt228
K443H
P029D_1 RGA7E Satt318 B46V
A112T
RGA2V
7 9 Satt378
A378H
A073H
7 9 1 4 8
RGA1T 5
A2
Satt472
Satt182
8
Satt394
6
K005V_1
Satt156
Gambar 3. QTL pengendali umur dan sensitivitas fotoperiodisitas pada kedelai (Tasma et al., 2001). Hasil studi pada populasi IX132 (A) dan hasil studi pada populasi IX136 (B). QTL mayor pada kromosom C2 bergerombol pada lokasi yang sama di dua populasi IX132 dan IX136 hasil uji pada berbagai lingkungan tumbuh berdasar percobaan lapang dan kamar tumbuh (growth chamber). QTL minor terlihat pada bagian-bagian kromosom lainnya. A1 9,4
A2 B172_H Satt385
Satt511 A975_D A256_V2
10,3
11,2
COL1_D1
CRY2_Pst Satt377
7,5
Satt525
Sat_124 T153_H2 PHYB_H A086_H
7,3 2,1 5,7 3,6 5,1
A458_V
9,8
11,6 5,7
A656_H
8,1
Sat_128 H3_28E
11,9
22,1
A089_D2 A11_T Satt519
11,5 1,0
K390_T
5,0 9,3
COL1_I
10,9
Sct_064 Satt534
A132_H mR051_H H328_I2 M0091_V Satt568 Sat_127
A436_D K300_I LD_Sty K472_V
Bng019_D K472_V Satt578
L Satt242
Satt006 8,1
Sat_119 7,0 PHYB_Hha A315_I
A315_I
A489_D Satt229
9,7 FCA_HhaE3
MS_B13
4,0 2,3 2,4 4,9 4,6
Satt194
A946_I1
9,8
9,9 4,6
Satt396
13,1 Mng474_D1
Sat_127
22,9
A401_T
21,8
K
COL2_V 11,9
6,6 4,1 4,7
Satt066
BLT057_T
4,8 4,3
19,8
Satt197
A381_D
Satt206
9,8 Satt573 Satt598
Satt556 Satt020
6,5
12,6
H Satt149 BLT010_D Satt160 A806_D
Sct_094 Mng003_V
PHYA_I
F pcr2_188
3,6
Bng121_H VSP27_V
Satt211 Satt511
8,4
Satt318
10,1
12,5
2,1 6,1
1,9 7,4
5,6 4,4
3,0
A638_T 8,2
E
2,8 5,1 4,1 5,5
16,8
C1 Satt318
Satt251
7,5
Satt377
6,0 Satt599
9,8 4,3
Sat_129 Sat_115
PHYA_H2
5,8
6,6
B2 A129_V
7,6
28,0
29,3
B1 Satt341
19,6
8,2
4,6
8,2
10,7
Satt373 Satt513 Bng088_T
Gambar 4. Sekuen gen pengendali waktu berbunga pada tanaman model Arabidopsis thaliana telah dipetakan pada genom kedelai (Tasma dan Shoemaker, 2003). Gen homolog yang berhasil dipetakan, yaitu PHYA (di kromosom A1 dan B2), PHYB (kromosom E dan K), CRY2 (A2), COL1 (B1 dan H), COL2 (F), FCA (L), dan LD (C1).
2013
IM. TASMA: Gen dan QTL Pengendali Umur pada Kedelai
IMPLIKASINYA UNTUK PROGRAM PEMULIAAN KEDELAI NASIONAL Pemuliaan Berbantuan Marka Marka gen E dan QTL dengan efek besar (ragam fenotipik yang dapat dijelaskan oleh QTL dengan nilai di atas 30%) menjadi target pemulia kedelai untuk pemuliaan kedelai berumur genjah dan insensitif terhadap fotoperiodisitas melalui program pemuliaan menggunakan metode seleksi berbantuan marka (marker-assisted breeding, MAS). Marka-marka di atas perlu dikaji pemanfaatannya untuk pemuliaan kedelai dengan umur yang diinginkan dan beradaptasi luas pada berbagai lokasi. Kalau gen fotoperiodistas insensitif dapat diaplikasikan pada kedelai maka akan memudahkan pemindahan materi genetik dari belahan bumi lainnya khususnya dari belahan utara untuk memindahkan galur-galur elit yang beradaptasi di belahan bumi utara yang umumnya sensitif terhadap panjang hari dan belum tentu dapat beradaptasi pada belahan bumi selatan seperti Indonesia. Ini disebabkan karena pada belahan bumi utara panjang hari pada saat musim panas jauh lebih panjang dibandingkan dengan panjang hari di Indonesia. Pemindahan materi genetik demikian akan sulit karena di Indonesia materi genetik tersebut akan berbunga lebih cepat dan keragaan fenotipenya kemungkinan akan jauh dari potensi genetiknya karena perbedaan lingkungan tersebut. Kalau teknologi pembentukan tanaman kedelai dengan daya adaptasi luas dikuasai akan memudahkan pemindahan dan pemanfaatan materi genetik hasil introduksi dari berbagai negara untuk pemuliaan kedelai nasional. Hal ini akan memperluas gene pool plasma nutfah kedelai Indonesia yang saat ini sangat sempit dengan keragaman genetik juga sangat sempit khususnya untuk karakter-karakter terkait produktivitas. Penggunaan gene pool lainnya yang berupa kerabat liar seperti G. soja dan banyak jenis kerabat liar lainnya mungkin akan lebih mudah dengan diketahuinya mekanisme adaptasi tanaman kedelai terhadap panjang hari maupun temperatur. Peningkatan keragaman genetik dan gene pool ini, serta meningkatnya daya adaptasi plasma nutfah kedelai akan meningkatkan prospek pemuliaan kedelai di Indonesia dan identifikasi serta kloning gen untuk mendukung pemuliaan baik secara konvensional maupun secara molekuler. Pembentukan Tanaman Transgenik dengan Gen Waktu Berbunga yang Telah Diisolasi Pada Arabidopsis, gen pengendali umur berbunga sudah diisolasi dan telah terkarakterisasi baik secara molekuler. Demikian juga beberapa gen terkait
93
waktu pembungaan sudah diklon pada kedelai. Gen tersebut dapat digunakan untuk pembentukan tanaman transgenik melalui teknologi rekayasa genetika untuk mendukung program pemuliaan kedelai nasional. Teknologi rekayasa genetika telah lama diaplikasikan di Indonesia, khususnya di Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian. Gen terkait umur berbunga yang sudah diisolasi pada Arabidopsis seperti terlihat pada Tabel 1. Gen E1 telah diisolasi dari kedelai dan mengkode protein yang mengandung sinyal lokalisasi ke inti sel (Xia et al., 2012). Tanaman kedelai transgenik mengandung gen E1 menunda pembungaan. Alel resesif e1, dipihak lain, mempercepat pembungaan pada kedelai pada kondisi hari pendek (Xia et al., 2012). Tanaman transgenik kedelai mengekspresikan gen Flowering Locus T (FT) mempercepat pembungaan pada lintas genetik fotoperiod dan juga mempercepat pembungaan pada lintas genetik vernalisasi (Xu et al., 2012). Produk dari gen FT dikenal sebagai hormon penting yang menginduksi pembungaan dari jarak jauh. Diuji pada Arabidopsis, gen GmGBP1 yang diisolasi dari genom kedelai meregulasi secara positif ekspresi gen-gen pengendali waktu berbunga tanaman Arabidopsis (Zhang et al., 2013). Gen-gen pembungaan pada Arabidopsis yang diinduksi oleh gen GmGBP1 adalah CONSTANS (CO), FLOWERING LOCUS T, LEAFY, dan GAMYB. Namun demikian gen GmGBP1 menghambat ekpresi gen-gen FLOWERING LOCUS C dan SHORT VEGETATIVE PHASE, sehingga pembungaan tanaman yang mengekspresikan gen ini terhambat (Zhang et al., 2013). Di Indonesia, tanaman transgenik kedelai mengekspresikan gen waktu berbunga yang diisolasi dari Arabidopsis telah dilakukan di BB Biogen. Mariska et al. (2012) melaporkan tanaman kedelai varietas Anjasmoro yang ditransformasi dengan gen CO, yaitu sebuah gen waktu berbunga yang mempengaruhi fotoperiodisitas pada Arabidopsis menghasilkan tanaman transgenik generasi T2 dengan umur berbunga dan umur panen lebih cepat daripada tanaman non transgenik Anjasmoro. Selain berumur lebih genjah, tanaman transgenik yang mengandung gen CO juga menunjukkan hasil dan komponen hasil yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman non trangenik (Mariska et al., 2012). Penelitian konfirmasi pembentukkan tanaman transgenik umur genjah ini sedang berlangsung. Ke depan, pembentukan tanaman transgenik untuk mendapatkan tanaman yang tidak dipengaruhi oleh fotoperiodisitas (day neutral) akan memungkinkan mengingat begitu banyak gen terkait fotoperiodisitas dan pengaruh faktor lingkungan lainnya yang
94
JURNAL AGROBIOGEN
sudah diidentifikasi dan diisolasi. Penelitian genomik modern menggunakan next generation sequencing (NGS) dan high throughput genotyping akan mendukung ke arah penemuan dan isolasi lebih banyak gen yang mempengaruhi umur berbunga maupun umur panen tanaman. Dengan demikian, penguasaan teknologi pembentukan tanaman hari netral (neutral day length) akan memungkinkan introduksi materi genetik kedelai dari berbagai belahan dunia yang akan memecahkan masalah keragaman genetik yang sempit pada plasma nutfah kedelai di Indonesia. KESIMPULAN Karakter umur pada kedelai dikendalikan oleh mekanisme yang lebih sederhana dibandingkan pada tanaman Arabidopsis. Karakter umur pada kedelai dikendalikan oleh sembilan gen dan beberapa QTL. Genom kedelai mengandung sekuen gen pengendali umur pada Arabidopsis; mengindikasikan bahwa gen pengendali umur terkonservasi pada genom lintas genera tanaman. Marka gen E dan QTL mayor terkait umur dan fotoperiodisitas menjadi target pemulia untuk pemuliaan kedelai genjah dan insensitif fotoperiodisitas. Gen pembungaan dan fotoperiodisitas yang diisolasi dari Arabidopsis potensial digunakan untuk membentuk tanaman transgenik kedelai beradaptasi lebih luas untuk memudahkan pemindahan plasma nutfah kedelai dari berbagai belahan dunia. Introduksi plasma nutfah dari berbagai belahan bumi memperkaya keragaman genetik kedelai untuk pemuliaan kedelai nasional secara berkesinambungan. DAFTAR PUSTAKA Allard, H.A. and W.W. Gardner. 1941. Responses of some plants to equal and unequal ratios of light and darkness in cycles ranging from one hour to 72 hours. J. Agric. Res. 63:305-317. Bernard, R.L. 1971. Two genes for time of flowering and maturity in soybean. Crop Sci. 11:242-244.
VOL. 9 NO. 2
Buzell, R.I. 1971. Inheritance of soybean flowering response to fluorescent-daylength conditions. Can. J. Genet. Cytol. 13:703-707. Buzell, R.I. and R.L. Bernard. 1975. E2 and E3 maturity gene tests. Soybean Genet. Newsl. 2:47-49. Buzell, R.I. and H.D. Voldeng. 1980. Inheritance of insensitivity to long daylength. Soybean Genet. Newsl. 7:26-29. Byth, D.E. 1968. Comparative photoperiodic response for several soybean varieties of tropical and temperate origin. Aus. J. Agric. Res. 19:879-890. Cashmore, A.R., J.A. Jarillo, Y.J. Wu, and D. Liu. 1999. Cryptochrome: Blue light receptor for plants and animals. Science 284:760-765. Cobber, E.R. and H.D. Voldeng. 2001. A new soybean maturity and photoperiod-sensitivity locus linked to E1 and T. Crop Sci. 41:698-701. Cober, E.R., J.W. Tanner, and H.D. Voldeng.1996. Genetic control of photoperiod response in early-maturing near isogenic soybean lines. Crop Sci. 36:601-605. Cober, E.R., S.J. Molnar, M. Charette, and H.D. Voldeng. 2010. A new locus for early maturity in soybean. Crop Sci. 50:524-527. Coupland, G. 1997. Regulation of flowering by photoperiod in Arabidopsis. Plant Cell Environ. 20:785-789. Cregan, P.B., T. Jarvik, A.L. Bush, R.C. Shoemaker, K.G. Lark, A.L. Kahler, T.T. van Toai, D.G. Lohnes, J. Chung, and J.E. Specht. 1999. An integrated genetic linkage map of the soybean genome. Crop Sci. 39:1464-1490. Criswell, J.G. and D.G. Hume. 1972. Variation in sensitivity to photoperiod among among early maturing soybean strains. Crop Sci. 12:657-660. Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development. Volume 1: Theory and Techniques. MacMillan Publishing Co., New York. 550 p. Foley, T.C., J.H. Orf, and J.W. Lambert. 1986. Performance of related determinate and indeterminate soybean lines. Crop Sci. 26:5-8.
Bernard, 1972. Two genes affecting stem termination in soybeans. Crop Sci. 12:235-239.
Furuya, M. 1993. Phytochrome: Their molecular species, gene families, and functions. Annu. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 44:617-645.
Bonato, E.R. and N.A. Vello. 1999. E6, a dominant gene conditioning early flowering and maturity in soybeans. Genet. Mol. Biol. 22:229-232.
Guthrie, M.L. 1972. Soybean response to photoperiodic extension under field conditions. M.S. Thesis. Iowa State University. Ames, Iowa, USA.
Boss, P.K., R.M. Bastow, J.S. Mylne, and C. Dean. 2009. Multiple pathways in the decision to flower: Enabling, promoting, and resetting. Plant Cell 16:518-531.
He, F., Y. Zhou, and Z. Zhang. 2010. Deciphering the Arabidopsis floral transition process by integrating a protein-protein interaction network and gene expression data. Plant Physiol. 153:1493-1505.
Brachi, B., N. Faure, M. Horton, E. Flahauw, A. Vazquez, M. Nordborg, J. Bergelson, J. Cuguen, and F. Roux. 2010. Linkage and association mapping of Arabidopsis thaliana flowering time in nature. PLoS Genet. 6:1-17.
Johnson, H.W., H.A. Borthwick, and R.C. Leffel. 1960. Effect of photoperiod and time of planting and rate of development of soybean in various stages of the life cycle. Bot. Gaz. 122:77-95.
2013
IM. TASMA: Gen dan QTL Pengendali Umur pada Kedelai
Keim, B., B.W. Diers, T.C. Olson, and R.C. Shoemaker. 1990. RFLP mapping in soybean: Association between loci and variation in quantitative traits. Genetics 126:735-742. Kendrick, R.E. and G.H.M. Kronenberg. nd Edn. Photomorphogenesis in Plants, 2 Academic Publishers, Dordrecht. 462 p.
1994. Kluwer
Kenworthy, W.J., H.A.D. Brown, and G.A. Thibou. 1989. Variation in flowering response to photoperiod in perennial Glycine species. Crop Sci. 29:678-682. Koornneef, M., C.J. Hanhart, and J.H. van der Veen 1991. A genetic and physiological analysis of late flowering mutants in Arabidopsis thaliana. Mol. Gen. Genet. 229:57-66. Koornneef, M., C. Alonso-Blanco, A.J.M. Peeters, and W. Snoope. 1998. Genetic control of flowering time in Arabidopsis. Annu. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 49:345-373. Lee, S.H., M.A. Bailey, M.A.R. Mian, E.R. Shipe, D.A. Ashley, W.A. Parrot, R.S. Hussey, and H.R. Boerma. 1996. Identification of quantitative trait loci for plant height, lodging, and maturity in soybean population segregating for growth habit. Theor. Appl. Genet. 92:516-523. Levy, Y.Y. and C Dean. 1998. The transition to flowering. Plant Cell 10:1973-1989. Lin, C. 2010. Photoreceptors and regulation of flowering time. Plant Physiol. 123:39-50. Mansur, L.M., J.H. Orf, K. Chase, T. Jarvic, P.B. Cregan, and K.G. Lark. 1996. Genetic mapping of agronomic traits using recombinant inbred lines of soybean. Crop Sci. 36:1327-1336. Mariska, I., E.G. Lestari, R. Purnamaningsih, S. Hutami, R. Yunita, S. Rahayu, Y. Supriyati, Asadi, T.J. Santoso, A. Apriana, A. Sisharmini, M. Herman, dan Bahagiawati. 2012. Pembentukan 220 galur M5, 50 galur M6, 40 galur M7, kedelai serta 5 galur generasi T1, produktivitas tinggi dan 5 galur generasi T2 untuk karakter umur genjah. Laporan Penelitian Tahun 2012. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. 36 hlm. Matsumura, H., B. Liu, J. Abe, and R. Takahashi. 2008. AFLP mapping of maturity gene E4. J. Hered. 99:193197. McBlain, B.A. and R.L. Bernard. 1987. A new gene affecting the time of flowering and maturity in soybeans. J. Hered. 78:160-162. Melzer, S., F. Lens, J. Gennen, S. Vanneste, A. Rohde, and T. Beeckman. 2008. Flowering-time genes modulate meristem determinacy and growth form in Arabidopsis thaliana. Nat. Genet. 40:1489-1492. Nissly, C.R., R.L. Bernard, and C.N. Hittle. 1981. Variation in photoperiod sensitivity for time of flowering and maturity among soybean strains of maturity group III. Crop Sci. 21:833-836.
95
Pineiro, M. and G. Coupland. 1998. The control of flowering time and floral identity in Arabidopsis. Plant Physiol. 117:1-8. Quail, P.H., M.T. Boylan, B.M. Parks, T.W. Short, Y. Wu, and D. Wagner. 1995. Phytochromes: Photosensory perception and signal transduction. Science 268:675680. Redei, G.P. 1962. Supervital mutants of Arabidopsis. Genetics 47:443-460. Saindon, G., H.D. Voldeng, W.D. Beverdorf, and R.I. Buzzel. 1989. Genetic control of long day length response in soybean. Crop Sci. 29:1436-1439. Shanmugasundaram, S. and C.S. Tsou. 1978. Photoperiod and critical duration for flower induction in soybean. Crop Sci. 18:598-601. Sung, Z.R., A. Blachew, B. Shunong, and R. Betrand-Gracia. 1992. EMF, an Arabidopsis gene required for vegetative shoot development. Science 258:1645-1647. Tasma, I.M. and R.C. Shoemaker. 2003. Mapping flowering time gene homologs in soybean and their association with maturity (E) loci. Crop Sci. 43:319-328. Tasma, I.M., L.L. Lorenzen, D.E. Green, and R.C. Shoemaker. 2000. Inheritance of genes controlling photoperiod insensitivity and flowering time in soybean. Soybean Genet. Newsl. 27:1-3. Tasma, I.M., L.L. Lorenzen, D.E. Green, and R.C. Shoemaker. 2001. Mapping genetic loci for flowering time, maturity, and photoperiod insensitivity in soybean. Mol. Breed. 8:25-35. Vince-Prue, D. 1975. Photoperiodism in Plants. McGraw-Hilll Book Co. London. 444 p. Weigel, W. 1995. The genetics of flower development: From floral induction to ovule morphogenesis. Annu. Rev. Genet. 29:19-39. Wilkerson, G.G., J.W. Jones, K.J. Boote, and G.S. Buol. 1989. Photoperiod sensitive interval in time to flower of soybean. Crop Sci. 29:721-726. Wilson, R.N., J.W. Heckman, and C.R. Somerville. 1992. Gibberelin is required for flowering but not for senescence in Arabidopsis thaliana under short days. Plant Physiol. 100:403-408. Xia, Z., S. Watanabe, T. Yamada, Y. Tsubokura, H. Nakashima, H. Zhai, T. Anai, S. Sato, T. Yamazaki, S. Lü, H. Wu, S. Tabata, and K. Harada. 2012. Positional cloning and characterization reveal the molecular basis for soybean maturity locus E1 that regulates photoperiodic flowering. PNAS early online edition. www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas. 1117982109. Xu, F., X. Rong, X. Huang, and S. Cheng. 2012. Recent advances of flowering locus T gene in higher plants. Int. J. Mol. Sci. 13:3773-3781.
96
JURNAL AGROBIOGEN
Yamanaka, N., Y. Nagamura, Y. Tsubokura, K. Yamamoto, R. Takahashi, H. Kouci, M. Yano, T. Sasaki, and K. Harada. 2000. Quantitative trait locus analysis of flowering time in soybean using a RFLP linkage map. Breed. Sci. 50:109-115.
VOL. 9 NO. 2
Zhang, Y., L. Zhao, H. Li, Y. Gao, Y. Li, X. Wu, W. Teng, Y. Han, X. Zhao, and W. Li. 2013. GmGBP1, a homolog of human ski interacting protein in soybean, regulates flowering and stress tolerance in Arabidopsis. BMC Plant Biol. 3:21-34.