Gempabumi dan Tsunami Gorontalo, 17 Nopember 2008 (Athanasius Cipta)
GEMPABUMI DAN TSUNAMI GORONTALO, 17 NOPEMBER 2008 Athanasius CIPTA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Jl. Diponegoro No. 57 Bandung
Sari Sulawesi bagian utara, sebagaimana sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah yang secara seismik sangat aktif, sehingga gempabumi bukanlah kejadian yang luar biasa. Cepat atau lambat gempabumi dan tsunami pasti akan terjadi. Gempabumi tanggal 17 Nopember 2008 menyebabkan kerusakan bangunan di Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Tengah. Selain kerusakan bangunan, peristiwa gempabumi ini juga telah menimbulkan kepanikan sebagian penduduk Gorontalo dan Sulawesi Tengah terutama yang tinggal di kawasan pantai. Kepanikan akan ancaman gempabumi dan tsunami dipicu oleh kejadian Tsunami Aceh 2004 dan Gempabumi Yogyakarta 2006. Setelah merasakan goncangan gempabumi, penduduk kawasan pantai segera mengungsi dan ’menunggu’ kedatangan sang monster tsunami. Gempabumi 17 Nopember 2008 dengan magnituda 7,5 Mw (USGS) atau 7,7 SR menurut BMKG terjadi di overriding plate dengan mekanisme fokal sesar naik, sehingga berpotensi menimbulkan tsunami.
Pendahuluan Latar Belakang Gempabumi mengguncang Sulawesi Tengah dan Gorontalo pada tanggal 17 Nopember 2008. Goncangan gempabumi tersebut mengakibatkan rusaknya bangunan terutama di perbatasan Gorontalo dan Sulawesi Tengah. Selain kerusakan bangunan, goncangan gempabumi tersebut juga menimbulkan kepanikan akan kemungkinan tsunami dahsyat dan gempabumi susulan dengan magnitude yang lebih besar. Tulisan ini mencoba menjelaskan dampak yang ditimbulkan oleh gempabumi tanggal 17 Nopember 2008 dan merekonstruksi kejadian tsunami yang dilaporkan terlihat di Molangato. Geologi Berdasarkan urut-urutan satuan batuan yang menyusun daerah Gorontalo dan sekitarnya, mulai dari yang tertua sampai termuda (Apandi. dan Bachtiar, 1997) adalah sebagai berikut: 1. Batuan Tersier (sedimen dan vulkanik). Batuan berumur Tersier ini menempati bagian utara dan membentuk morfologi perbukitan. Batuan ini terkompaksi baik, keras, padu dan stabil. Sebagian telah mengalami pelapukan sehingga berpotensi
terjadi gerakan tanah jika mengalami goncangan kuat. 2. Batuan Terobosan Granit Tersier. Batuan ini membentuk morfologi perbukitan sangat terjal G. Ailumolinggu dan G. Pombulu di bagian baratlaut. Batuan ini bersifat sangat keras dan sangat stabil namun sebagian telah mengalami pelapukan sehingga berpotensi terjadi gerakan tanah jika mengalami goncangan kuat. 3. Batuan Kuarter (vulkanik dan sedimen). Batuan Kuarter menyusun morfologi perbukitan, terutama di sebelah selatan. Batuan ini bersifat kurang padu dan mudah longsor. 4. Aluvium dan endapan danau. Aluvium terutama menempati daerah pantai selatan dan sedikit di pantai utara, serta di sepanjang aliran sungai besar. Endapan danau diendapkan di bagian tengah, menempati daerah yang sangat luas memanjang dari sebelah barat mulai dari Sungai Bulta sampai Dutohu di sebelah timur. Kota Gorontalo, ibukota Provinsi Gorontalo merupakan daerah yang dilalui oleh S. Bone dan S. Bolango, disusun oleh aluvium. Satuan aluvium dan endapan
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 1, Januari 2009 : 1-12
Hal :1
Gempabumi dan Tsunami Gorontalo, 17 Nopember 2008 (Athanasius Cipta)
danau menempati daerah dataran. Aluvium dan endapan danau tersusun atas material klastika halus hingga kasar yang bersifat lunak dan urai. Struktur geologi yang berkembang di daerah ini terutama sesar mendatar yang berarah utara-selatan, baratdaya-timurlaut dan baratlaut-tenggara. Arah sesar-sesar mendatar
tersebut mencerminkan arah gaya utama pembentuk sesar yaitu relatif utara-selatan. Gaya berarah utara-selatan ini searah dengan arah penunjaman Sulawesi Utara yang berlokasi di sebelah utara Pulau Sulawesi, memanjang dari barat (sebelah utara Sulawesi Tengah) sampai ke timur (sebelah utara Sulawesi Utara).
Gorontalo Gambar 1. Peta Geologi daerah pemeriksaan (Apandi dan Bachri, 1997)
Tektonik dan Kegempaan Daerah Gorontalo terletak di lengan sebelah utara Pulau Sulawesi yang merupakan busur gunungapi. Busur tersebut terbentuk karena tunjaman ganda, yaitu tunjaman Sulawesi Utara di sebelah utara dari lengan utara Sulawesi dan Lajur Tunjaman Sangihe Timur di sebelah timur dan selatan lengan utara tersebut. Penunjaman ini mengakibatkan terbentuknya kegiatan magmatisma dan kegunungapian yang menghasilkan batuan plutonik dan gunungapi yang tersebar luas. Tunjaman Sulawesi diduga aktif sejak Awal Tersier dan menghasilkan busur gunungapi Tersier yang terbentang dari Tolitoli sampai dekat Manado. Tunjaman
Hal :2
Sangihe Timur diduga aktif sejak awal Kuater dan menghasilkan busur gunungapi Kuarter di bagian timur dan menerus ke baratdaya hingga daerah G. Una-una. Lajur Tunjaman Sulawesi Utara dan Lajur Tunjaman Sangihe merupakan sumber gempabumi utama yang melanda Gorontalo. Gempabumi yang berasosiasi dengan kedua lajur tunjaman tersebut pada umumnya berpusat di bawah dasar laut. Gempabumi yang terjadi di darat berasosiasi dengan sesar-sesar mendatar aktif. Gempabumi darat yang berasosiasi dengan Lajur Tunjaman Sulawesi Utara memiliki kedalaman pusat gempabumi di atas 100km.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 1, Januari 2009 : 2-12
Gempabumi dan Tsunami Gorontalo, 17 Nopember 2008 (Athanasius Cipta)
Gambar 2. Pusat gempabumi di daerah Gorontalo dan sekitarnya periode 1975-2008 dengan magnitude ≥ 4 Ms (Surface Magnitude) (sumber WinITDB)
Gempabumi yang berasosiasi dengan Lajur Tunjaman Sangihe Timur pada umumnya memiliki kedalaman sumber gempabumi di atas 100km.
Wilayah Gorontalo sejak tahun 1941 telah dilanda 4 kali gempabumi merusak (tabel 1) dengan intensitas masksimum XI MMI yang menyebabkan banyak kerugian jiwa dan harta benda.
Tabel 1. Gempabumi merusak di wilayah Gorontalo Supartoyo, dkk., 2006)
No.
Nama Gempa
Tanggal
Pusat Gempa
KDLM (KM)
MAG
Skala MMI
1.
Gorontalo
9/11/1941
1,4°LU – 121,1°BT
-
-
VIII
2.
Gorontalo
17/08/1988
1,555 °LU – 124,785° BT
33
5,3
VI
3.
4.
Gorontalo
Gorontalo
18/04/1990
20/11/1991
1,12°LU122,48°BT
1,196°LU122,787°BT
26
31
7
6,2 mb 7,2 ms
Kerusakan Bangunan roboh di Gorontalo, Paleleh dan Tibawa. Longsoran tanah dan batuan terjadi di Tibung. Beberapa bangunan rusak di Gorontalo.
VIIIIX
3 org meninggal, 25 org luka-luka, 1.140 buah rumah mengalami kerusakan di Gorontalo, Atingola dan Inobonto. Terjadi likuifaksi.
VII
15.000 buah rumah rusak di daerah Gorontalo. Intensitas skala IV MMI (Manado) , III MMI (Poso).
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 1, Januari 2009 : 3-12
Hal :3
Gempabumi dan Tsunami Gorontalo, 17 Nopember 2008 (Athanasius Cipta)
Sejarah Tsunami Keberadaan Lajur Tunjaman Sulawesi Utara dan Lajur Tunjaman Sangihe Timur mengontrol kejadian gempabumi dan aktivitas vulkanik di
Sulawesi bagian utara dan Maluku Utara. Beberapa kejadian gempabumi dan letusan gunungapi memicu terjadinya tsunami yang melanda wilayah Sulawesi bagian utara.
Frekuensi Kejadian Tsunam i di Indonesia (sum ber: CITDB) 100
92
90 80 70 58
jumlah
60 50 40 30 20 9
15
13
10 0 1600
1700
1800
1900
2000
dasawarsa
Gambar 3. Peta episenter gempabumi yang memicu tsunami (kiri), grafik frekuensi kejadian tsunami di Sulawesi bagian utara (kanan)
Pengamatan Gempabumi Utama Gempabumi utama terjadi pada Hari Senin 17 Nopember 2008 pada pukul 00:02:32 WIB. Beerikut ini parameter gempabumi utama menurut BMG, USGS dan Pos PGA Lokon. Tabel 2. Parameter Gempabumi Gorontalo 17 Nopember 2008
Koordinat Magnitudo Kedalaman (km) Lama gempa (dt) Amplitudo (mm)
Hal :4
BMG
USGS
Pos PGA Lokon
1.41oBT 122.18oLU 7.7 SR
1.275oBT 122.103oLU 7.3 Mw
-
10.0
30.0
-
-
-
1500
-
-
52
Gempabumi Gorontalo ini merupakan gempabumi yang berpotensi memicu tsunami karena semua persyaratan seperti: gempa di laut (20km dari garis pantai), magnitudo besar (7.5 Mw), sesar naik dengan jurus 92o dan kemiringan 27o (USGS), dan hiposentrum dangkal (26.1km), terpenuhi oleh gempabumi tersebut. Berdasarkan kedalaman dan posisinya yang terletak di sebelah dalam Tunjaman Lempeng Laut Sulawesi (Gambar 4), maka gempabumi ini terjadi pada overriding plate yang diduduki busur vulkanik Sulawesi Utara, bukan terjadi pada interplate dan tidak terjadi di daerah prisma akresi. Secara empiris ke empat syarat dapat menyebabkan tsunami besar, namun tsunami yang terjadi sangat kecil, hal ini kemungkinan karena beberapa alasan, yaitu : 1. Gempabumi terjadi bukan di daerah prisma akresi yang tersusun dari endapan sedimen tebal (Gambar 5, kiri). 2. Morfologi dasar laut di utara Sulawesi tidak menunjang dapat terjadi tsunami besar karena dasar laut di perairan utara Sulawesi
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 1, Januari 2009 : 4-12
Gempabumi dan Tsunami Gorontalo, 17 Nopember 2008 (Athanasius Cipta)
merupakan laut dalam dengan morfologi terjal (Gambar 5, kanan) sehingga tidak memungkinkan amplifikasi amplitudo gelombang tsunami.
3. Sesar penyebab gempabumi memiliki dip rendah, 22o (Gambar 7). Sehingga hanya mengakibatkan deformasi vertikal yang kecil.
Gambar 4. Pusat gempabumi utama (bintang besar) dan gempabumi susulan (bintang kecil) menurut BMG dan USGS
Gambar 5. Kiri, grafis prisma akresi di sekitar palung. Kanan, Peta batimetri perairan Sulawesi bagian utara
Gempabumi Susulan Gempabumi utama terjadi pada tanggal 17 Nopember 2008 pada pukul 00:02:32 WIB, disusul oleh gempabumi-gempabumi susulan. Menurut hasil rekaman Pos PGA Lokon,
gempabumi susulan masih tercatat sampai tanggal 24 Nopember 2008, namun jumlah gempabumi harian terus menurun. Gempabumi susulan merupakan akibat dari usaha lempenglempeng tektonik mencapai kesetimbangan.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 1, Januari 2009 : 5-12
Hal :5
Gempabumi dan Tsunami Gorontalo, 17 Nopember 2008 (Athanasius Cipta)
Menurunnya jumlah gempabumi harian dan magnitudo gempabumi menunjukkan bahwa energi yang dilepaskan semakin menurun dan akhirnya tidak ada lagi energi yang dilepaskan setelah tanggal 24 Nopember 2008 (Gambar 6). Jumlah Gempa Harian 18 16
Jumlah
14 12 10 8 6 4 2 0 17/11/2008 18/11/2008 19/11/2008 20/11/2008 21/11/2008 22/11/2008 23/11/2008 24/11/2008
Tanggal
Pemeriksaan Lapangan Hasil penyelidikan lapangan, menunjukkan bahwa goncangan gempabumi tanggal 17 Nopember 2008 dapat dirasakan di Buol (VII MMI), Tolinggula, Sumalata dan Tolitoli (VI MMI), Gorontalo (V MMI). Pada saat pemeriksaan ini dilakukan pada tanggal 18-22 Nopember, di Kabupaten Gorontalo Utara (Gorontalo) telah ditemukan beberapa rumah rusak berat dan ringan, 1 jembatan rusak sedang, 1 jembatan rusak ringan, 1 orang meninggal dunia tertimpa runtuhan rumah dan beberapa orang luka-luka. Di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah, beberapa rumah rusak berat dan ringan (Tabel 3).
Gambar 6. Jumlah gempa harian (BMKG) Tabel 3. Dampak Gempabumi di beberapa tempat di Gorontalo dan Sulawesi Tengah
No 1
Lokasi
MMI
Kota Gorontalo
V
3
Kwandang, Gorontalo Utara Kikia, Sumalata
VI
4
Biau, Tolinggula
VII
5
Boloila, Tolingula
VII
6
Tolinggula Tolinggula
VII
7
Limbato
VII
8
Molangato, Buol
VII
9
Kota Buol
VII
2
Hal :6
Ulu,
VI
Keterangan Goncangan kuat terasa di Kota Gorontalo tapi tidak mengakibatkan kerusakan, air dalam gelas bergoncang. 1 rumah mengalami kerusakan sedang (sebagian tembok runtuh) dan 1 bangunan kantor mengalami retak dinding Jembatan Desa Kikia retak dan terjadi longsor kecil di dekat jembatan Jembatan Biau tergeser 1 meter (horizontal) dan amblas (35cm) Satu rumah rusak total, beberapa rumah retak dinding, 3 rumah panggung ambles. Beberapa rumah mengalami kerusakan sedang, beberapa rumah mengalami retak dinding, satu rumah rusak total, beberapa orang terluka tertimpa runtuhan bangunan. 3 rumah rusak berat, 1 orang luka parah tertimpa runtuhan bangunan Beberapa rumah ambles, amblesan (5-7cm, panjang ± 100m) di Pantai Molangato. Penduduk melaporkan adanya tsunami, dengan tinggi sekitar 50cm Terdengar suara gemuruh panjang setelah gempabumi. Ratusan rumah panggung rusak berat (laporan Bapak Yusnan Zaman, Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tengah)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 1, Januari 2009 : 6-12
Gempabumi dan Tsunami Gorontalo, 17 Nopember 2008 (Athanasius Cipta)
Pembahasan Analisis Hasil pengukuran amblasan tanah di Pantai Molangato dan Jembatan Biau menunjukkan bahwa amblasan yang terjadi berarah barattimur dan bagian yang mengalami penurunan adalah bagian utara. Amblasan dan retakan yang berarah barat-timur disebabkan oleh gaya kompresi berarah utara-selatan. Hasil pengukuran ini sesuai dengan mekanisme fokal yang dikeluarkan oleh USGS dengan arah jurus 93o atau berarah barat-timur dan sesuai pula dengan arah penunjaman Lempeng Laut Sulawesi Utara yang berarah barat-timur dengan bagian selatan mengalami pengangkatan. Berdasarkan data tersebut, bisa diduga bahwa gempabumi ini disebabkan oleh aktivitas tunjaman Lempeng Laut Sulawesi. Hasil pengukuran kekar di Kecamatan Kwandang (koordinat 122,79oBT, 0.86oLU) menunjukkan arah utama 160o dengan dip 80o. Hasil pengukuran kekar ini menunjukkan arah yang sesuai dengan pola kelurusan di sekitar Gorontalo dan sesuai dengan pola Sesar Gorontalo yang berarah relatif baratlauttenggara. Sesar mendatar Gorontalo ini mempunyai arah baratlaut-tenggara, diperkirakan terbentuk sebagai akibat gaya kompresi dari Tunjaman Lempeng Laut Sulawesi. Beberapa lokasi di Gorontalo berpotensi untuk terjadinya gerakan tanah, antara lain: • Kecamatan Kwandang (koordinat 122,79oBT, 0.86oLU), bermorfologi perbukitan terjal, tersusun oleh material letusan gunungapi yang telah lapuk dengan banyak rekahanrekahan (kekar). • Kantor Gubernur dan DPRD Gorontalo di Kota Gorontalo, (koordinat 122,87oBT,
0.79oLU), berada di puncak bukit dengan litologi material vulkanik dan di beberapa titik menunjukkan bekas longsoran kecil. • Keberadaan Sesar Gorontalo perlu mendapatkan perhatian serius karena sesar merupakan zona lemah yang dapat menjadi sumber gempabumi jika sesar tersebut adalah sesar aktif atau dapat merupakan wilayah yang mempunyai tingkat kerusakan tinggi karena kondisi litologi yang telah terdeformasi akibat sesar. Hal ini terlihat pada beberapa lokasi dengan ditemukannya jejak longsoran kecil. Pemodelan Tsunami Menurut informasi dari penduduk Desa Molangato, Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah, segera setelah gempabumi, air laut surut dan naik kembali secara cepat melebihi pasang tertinggi kemudian ditemukan banyak ikan yang mati dengan insang yang penuh lumpur. Ciri-ciri tersebut mengindikasikan bahwa tsunami telah terjadi. Pemodelan tsunami akibat gempabumi tanggal 17 Nopember 2008 di wilayah pantai Gorontalo dan Sulawesi Tengah dapat dibuat dengan menggunakan parameter yang didapatkan dari USGS (Gambar 7). Vertical slip dihitung berdasarkan formula scaling law dari Papazachos (2004): log10 0. 86Mo -2.82
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 1, Januari 2009 : 7-12
Hal :7
Gempabumi dan Tsunami Gorontalo, 17 Nopember 2008 (Athanasius Cipta)
Parameter sesar penyebab gempabumi 17 Nopember 2008 Panjang sesar : 70,0km Lebar sesar : 52,0km Slip : 61,5cm Strike/dip : U93oT/22o Rake : 88o Panjang dan lebar sesar dibuat berdasarkan sebaran gempabumi susulan. Gambar 7. Mekanisme fokal sesar penyebab gempabumi 17 November 2008
Beberapa titik pasang surut buatan ditetapkan di dekat pantai yang tegaklurus dengan sumbu panjang sesar, dengan asumsi gelombang
tsunami akan melanda daerah pantai yang berada tegaklurus dengan sumbu panjang sesar pada tingkat yang lebih tinggi.
Gambar 8. Penjalaran gelombang tsunami menit ke 0,25, 5, 10, 15, 20 dan 22,5
Berdasarkan hasil pemodelan numerik tsunami, TUNAMI-N2 code (Imamura, 2006 dan Koshimura, 2008) gelombang tsunami mencapai ketinggian maksimum 60,4cm di titik I pada menit ke 22,5. Gelombang tsunami inilah
yang mungkin teramati oleh penduduk Molangato, datang sekitar 15-30 menit setelah gempabumi.
tinggi gelombang tsunami
tinggi m aksim um gelom bang tsunam i hasil pem odelan
A 0.8
B
0.6
C
70
D
60
0.2
E
0
F
-0.2
G
-0.4
H
-0.6
I
-0.8 0
20
40
60
80
100
waktu (menit)
120
140
160
180
J K
60.4
tinggi gelombang (cm)
amplitudo
0.4
50 39
40 30
25.9
25
25.9
27.3 20.8
20
14.5
15.9
15.9
C
A
17.5 14.6
10
L 0 A
B
B
C
A
B
C
A
B
C
titik pem odelan
Gambar 9. Bentuk gelombang tsunami yang dimodelkan di beberapa titik (kiri), ketinggian maksimum gelombang tsunami di beberapa titik (kanan)
Hal :8
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 1, Januari 2009 : 8-12
Gempabumi dan Tsunami Gorontalo, 17 Nopember 2008 (Athanasius Cipta)
Gempabumi dengan magnitudo dan mekanisme fokal yang hampir sama dapat menyebabkan tsunami pada skala yang berbeda bahkan tidak memicu tsunami. Perbedaan skala tsunami yang dipicu oleh gempabumi dapat disebabkan oleh perbedaan luas daerah rupture, vertical slip dan morfologi dasarlaut. Menurut perhitungan, Gempabumi Gorontalo ini hanya menghasilkan vertical slip sebesar 61.5cm sehingga bisa dipahami bahwa gempabumi ini hanya memicu tsunami kecil.
Kesimpulan Gempabumi Gorontalo mengakibatkan kerusakan bangunan. Bangunan yang mengalami kerusakan berat pada umumnya terbuat dari kayu yang berdiri di atas rawa dan bangunan bata yang tidak mempunyai kolom (Gambar 10 tengah dan kanan). Sedangkan bangunan yang terbuat dari beton hanya mengalami retakan dinding.
Gambar 10. Tiga jenis bangunan yang ditemui di Gorontalo, bangunan moderen, bangunan kayu dan bangunan umum terbuat dari bata.
Gambar 11. Subsidence di Molangato
Gambar 12. Rumah amblas di Tolinggula
Setelah gempabumi terjadi, air laut sempat surut dan naik lagi secara tiba-tiba melebihi kondisi normal, hal ini mengindikasikan terjadinya tsunami meskipun kecil dan tidak dapat dikonfirmasikan karena tidak ditemukan jejak tsunami maupun rekaman pasang surut air laut.
Gambar 13. Longsoran kecil dekat jembatan Kikia
Amblesan dan rumah amblas yang terjadi di Molangato, menunjukan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang rentan terhadap goncangan gempabumi (Gambar 11 dan 12). Longsoran kecil terjadi di dekat Jembatan Kikia (Gambar 13), mengindikasikan daerah tersebut merupakan daerah yang rentan terjadinya gerakan tanah jika terkena
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 1, Januari 2009 : 9-12
Hal :9
Gempabumi dan Tsunami Gorontalo, 17 Nopember 2008 (Athanasius Cipta)
goncangan. Daerah ini disusun oleh batuan berumur Tersier yang telah mengalami pelapukan. Rekomendasi Berdasarkan peta jalur patahan dan katalog gempabumi merusak, Provinsi Gorontalo, termasuk dalam zona rawan bencana gempabumi. Hal ini berarti bahwa kejadian gempabumi akan berulang dalam suatu kurun waktu tertentu. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mengantisipasi kejadian gempabumi yang mungkin akan terjadi kembali di masa yang akan datang sehingga jumlah korban dan kerugian dapat ditekan. Bencana akibat kejadian gempabumi umumnya disebabkan oleh goncangan gempabumi yang melanda daerah tertentu dan direspon oleh wilayah tersebut. Bencana akibat gempabumi tergantung dari besarnya magnitude gempabumi, jarak daerah ke pusat gempabumi, rekayasa bangunan sarana dan prasarana yang didirikan di daerah tersebut serta keadaan geologi setempat. Semakin besar magnitude suatu gempabumi, maka efek gempabumi akan semakin besar. Untuk memperkecil bencana akibat gempabumi maka bangunan harus dibuat berdasarkan kaidah bangunan tahan gempabumi dan diletakkan pada lahan dengan batuan yang
stabil terhadap goncangan gempabumi. Direkomendasikan untuk tidak mendirikan bangunan di atas atau di bawah daerah berlereng curam yang rawan longsor apabila terjadi gempabumi. Disamping upaya untuk membangun daerah berwawasan bencana gempabumi, hal lain yang juga penting adalah menyadari bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah rawan bencana gempabumi, sehingga masyarakat selalu siap siaga untuk meghadapi bencana, apabila suatu saat bencana tersebut benar-benar terjadi. Pengetahuan tentang kebencanaan gempabumi harus selalu disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat, baik secara langsung maupun melalui media yang dapat menjangkau masyarakat seperti leaflet, selebaran, poster, radio, televisi dan media lain yang tersedia dan dapat menjangkau masyarakat. Teknik penyelamatan diri apabila terjadi goncangan gempabumi juga harus diajarkan kepada masyarakat, sehingga dapat memperkecil korban akibat gempabumi. Selain itu, di wilayah pesisir pantai yang merupakan daerah rawan terjadinya tsunami, diperlukan penanaman tumbuhan guna mengurangi besar gelombang tsunami yang masuk ke darat sehingga korban dan kerugian material pun dapat diminimalisasi.
Gambar 14. Tembok penahan ombak (kiri) dan sand bar, penahan ombak alami di Tolinggula Pantai (kanan)
Hal :10
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 1, Januari 2009 : 10-12
Gempabumi dan Tsunami Gorontalo, 17 Nopember 2008 (Athanasius Cipta)
Daftar Pustaka Apandi, T. dan S. Bachri, 1997, Peta Geologi Lembar Kotamobagu, Sulawesi, skala 1:250000, P3G, Bandung. Imamura, Fumihiko, Ahmet Cevdet Yalciner and Gulizar Ozyurt, 2006, Tsunami Modeling Manual (TUNAMI model). Koshimura, Sunichi., 2008, Lecture Note on Theory of Tsunami Propagation and Inundation Simulation, IISEE/BRI.
Papazachos, B.C., dkk., 2004, Global Relation between Seismic Fault Parameters and Moment Magnitude of Earthquakes, Bulletin of the Geological Society of Greece, vol. XXXVI, Proceedings of the 10th International Congress, Thessaloniki. Supartoyo, Surono dan E.K, Putranto, 2006, Katalog Gempabumi Merusak Indonesia Tahun 1756 - 2006, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Bandung.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 1, Januari 2009 : 11-12
Hal :11
Gempabumi dan Tsunami Gorontalo, 17 Nopember 2008 (Athanasius Cipta)
Hal :12
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 4 Nomor 1, Januari 2009 : 12-12