GANGGUAN FONOLOGI BAHASA ANAK STUDI KASUS PADA ALVIN
Maria Susanti
Abstrak Objek penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan berbahasa anak yang mengalami gangguan dalam pemerolehan bahasa. Tujuan dari penelitian ini terdapat dalam dua bentuk yakni, khusus dan umum. Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis serta memperluas pengetahuan pembaca pada bidang psikolinguistik, terutama terhadap gangguan berbahasa pada anak, sedangkan untuk tujuan khusus dalam penelitian ini akan berkaitan dengan rumusan masalah, yakni: (1)Mendeskripsikan dan menjelaskan kemampuan berbahasa yang diperoleh Alvin terhadap pemerolehan fonologi, (2) Menjelaskan kesalahan yang sering muncul terhadap pengucapan bahasa yang dituturkan oleh Alvin. Teori yang digunakan dalam analisis data adalah teori pemerolehan bahasa oleh Dardjowidjojo (2008), dan gangguan fonologis atau kesalahan bunyi yang dikemukakan oleh Blumstein dan Kohn (dalam Sastra, 2011). Metode dan teknik dalam penelitian ini terdiri atas tiga tahap yaitu, tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analsis data. Pada tahap penyediaan data digunakan metode simak dengan teknik sadap sebagai teknik dasarnya, kemudian teknik lanjutannya terdiri dari teknik simak libat cakap (SLC), simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat. Pada tahap analisis data digunakan metode padan artikulatoris dengan teknik dasar pilah unsur penentu (PUP), dan teknik hubung banding membedakan (HBB) sebagai teknik lanjutannya. Pada tahap penyajian hasil analisis data, digunakan metode formal dan informal. Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa, (1) kemampuan dalam pengucapan bunyi dan pemerolehan kosakata oleh anak sangat lemah. (2) dalam mengucapkan bahasa, ditemukan beberapa kesalahan fonologi, yaitu penghilangan fonem, pengubahan fonem, dan penambahan fonem pada suatu kata yang diujarkan. (3) Kegagapan mengakibatkan adanya kesulitan pada saat mengujarkan sebuah kata yang disebabkan oleh kekurangmampuan artikulator untuk berfungsi secara normal, dan juga adanya masalah terhadap pengaturan pernafasan. Kata kunci: gangguan, fonologi, bahasa anak Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa termasuk alat yang sangat penting digunakan manusia untuk berkomunikasi. Bahasa itu dapat diperoleh manusia 1
melalui proses pemerolehan bahasa. Dalam proses pemerolehan bahasa harus ada suatu usaha yang dilakukan hingga seseorang mampu berbahasa dengan baik. Dardjowidjojo (2008: 225) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa anak (language acquistion) adalah proses penguasaan bahasa yang dialami oleh anak secara natural pada waktu ia belajar bahasa ibunya (native language). Dalam proses pemerolehan bahasa juga dikenal dengan suatu masa yang dinamakan dengan critical period (periode kritis). Critical period adalah periode dimana penguasaan bahasa terjadi secara alami dan dilakukan tanpa sengaja. Pada proses ini anak akan menemukan suatu bunyi atau kalimat yang didengarnya tanpa ada rasa takut salah (Purwosunarto, 2013). Perkembangan bahasa dapat dikatakan sebagai salah satu mata rantai pertumbuhan anak. Dalam proses pemerolehannya, masing-masing anak akan mempunyai kemampuan yang berbeda-berbeda, yaitu ada yang mampu berbahasa secara sempurna dan ada yang tidak. Dardjowidjojo (2008: 197-198) mengungkapkan bahwa proses pemerolehan bahasa berlangsung dalam beberapa tahap, yakni: a. Umur 6-8 minggu, anak mulai mendekut (cooing), yaitu mengeluarkan bunyibunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau vokal, akan tetapi bentuknya belum dapat dipastikan karena belum terdengar dengan jelas. b. Umur 6 bulan, anak sudah mulai mencampur konsonan dengan vokal, yang dinamakan dengan babbling (celotehan). c. Umur 1 tahun, munculnya ujaran satu kata. d. Menjelang umur 2 tahun, mulai dengan ujaran dua kata. e. Menjelang umur 4-5 tahun, anak telah dapat berkomunikasi dengan lancar. Ada perbedaan antara satu anak dengan anak yang lain, bagi anak yang normal perkembangan bahasanya begitu cepat sehingga dalam waktu singkat anak dapat menguasai banyak kosa kata, ucapan, dan cara mengucapkannya.Barrett (dalam Dardjowidjojo, 2008: 258) menyatakan bahwa pada umur 1;7 anak telah memperoleh ±50 kata dan sekitar umur 1;8 anak makin cepat pemerolehan katanya. Pada umur 2;0 anak diperkirakan telah menguasai 200-300 kata.
2
Kemampuan berbahasa anak yang mengalami gangguan dalam pemerolehan bahasanya tentu akan berbeda dengan kemampuan yang diperoleh oleh anak-anak yang normal. Bagi anak yang mengalami gangguan perkembangan bahasa, Iatidak akan mampu memperoleh bahasa tersebut dengan sempurna seperti layaknya anak yang normal. Menurut Chaer (2003: 148) penyebab gangguan berbahasa dibagi dalam dua garis besar. Pertama, gangguan yang disebabkan oleh faktor medis, yaitu gangguan karena kelainan fungsi otak maupun kelainan alat bicara. Kedua, disebabkan oleh faktor lingkungan sosial, seperti tersisih atau terisolasi dari lingkungan kehidupan masyarakat. Anak-anak yang berbicaranya tidak jelas dan bahasanya sulit ditangkap oleh orang lain, dalam istilah psikologi dinyatakan bahwa anak tersebut mengalami gangguan terhadap artikulasi atau fonologisnya (Sastra, 2011: 162). Blumstein dan Kohn (dalam Sastra, 2011: 85-88) mengemukakan bahwa kesalahan bunyi atau gangguan fonologis pada penderita afasia motorik dibedakan atas bentuk penggantian fonem (substitusi), penghilangan fonem (ommisi), penambahan fonem, dan ketidakberaturan fonem. Salah seorang anak yang mengalami gangguan dalam pemerolehan bahasa dalam penelitian ini adalah Alvin Firmansyah, yang kesehariannya dipanggil “Alvin/ Apin”. Dia dilahirkan pada tanggal 17 Februari 2006 di Puskesmas Sungai Janiah dalam keadaan normal. Berat badan waktu lahir adalah 3,5 kg dengan panjangnya 49 cm. Mengenai kedua orang tua Alvin, Ibunya Rita Siswarti merupakan seorang ibu rumah tangga kelahiran tahun 1987, dan Ayahnya Suparman sebagai seorang petani yang lahir pada tahun 1980. Kedua orang tua Alvin merupakan penutur asli bahasa Minang. Maka bahasa pertama yang dikenal oleh Alvin adalah bahasa Minang yang digunakan untuk berkomunikasi seharihari, dan pemerolehan bahasa pertama tersebut dikenal dengan pemerolehan bahasa ibu (native language) seperti yang telah dinyatakan oleh Dardjowidjojo. Pada umur ±7;5 Alvin masuk ke Sekolah Dasar (SD) Negeri 24 Sungai Janiah di Kecamatan Gunung Talang. Bagi anak-anak yang perkembangannya termasuk normal, di usia Sekolah Dasar (SD) mereka sudah mampu berbicara dengan baik dan jelas. Akan tetapi hal ini tidak terlihat pada Alvin. Saat ini Alvin
3
yang duduk dibangku kelas satu SD (yang seharusnya telah duduk dibangku kelas dua SD) masih belum bisa berbicara dengan baik seperti anak-anak yang seumuran dengannya. Contoh beberapa kosakata yang dituturkan oleh Alvin, yaitu: /olong/ ‘tolong ‘ ‘tolong’
/num/ ‘minum’ ‘minum’
/tutuah/ ‘tujuah’ ‘tujuh’
Dari contoh data yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa Alvin mengalami gangguan dalam mengucapkan kosakata yang dituturkannya. Pada kata ‘tolong’ yang dituturkannya menjadi /olong/ ‘tolong’ merupakan suatu penghilangan fonem,dan pada ujaran /num/ ‘minum’ ‘minum’ merupakan penghilangan pada suku kata pertama. Pada ujaran /tutuah/ ‘tujuah’ ‘tujuh’ termasuk pada penggantian fonem. Dari uraian tersebut diketahui bahwa Alvin masih belum mampu menuturkan bahasa yang telah diperolehnya dengan benar. Oleh karena itu, pada tahap pemerolehan bahasa Alvin dapat dikatakan mengalami gangguan berbahasa karena masih belum bisa berbicara layaknya anak yang seusia dengannya. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, terjadinya kesalahan atau gangguan dalam berbahasa yang dituturkan oleh Alvin karena adanya gangguan artikulasi yang dialaminya. Sehingga gangguan tersebut menyebabkan Alvin bertutur dengan tidak benar dan tidak jelas. Oleh sebab itu juga Alvin jadi kesulitan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang-orang yang berada disekitarnya.Berikut adalah contoh tuturan Alvin dengan Neneknya. 1. Percakapan 2 Amak : kelas bara Pin kini? ‘kelas berapa Alvin sekarang? Alvin : tatu ‘satu’ ‘kelas satu’
4
2. Percakapan 3 Amak Alvin
: dima Pin sakola? ‘dimana Alvin sekolah?’ : anan ‘Pandan’ ‘Pandan’
Berdasarkan data diatas, dapat dikatakan bahwa Alvin masih belum mampu berbahasa sesuai dengan kaidah-kaidah kebahasaan yang telah ditentukan. Seperti yang terdapat dalam percakapan 2 pada ujarantatu ‘satu’ ‘kelas satu’, hal tersebut berarti Alvin tidak mampu mengucapkan fonem /s/ di awal kata pada ujaran ‘satu’ sehingga fonem tersebut diganti menjadi fonem /t/ yang terlihat pada kata tatu. Kemudian pada percakapan 3, Alvin juga tidak mampu mengucapkan kata secara keseluruhan, karena pada kata anan ‘Pandan’ ‘Pandan’ terjadinya penghilangan fonem /p/ di awal kata dan fonem /d/ di tengah kata pada ujaran ‘Pandan’. Dari contoh-contoh kosakata yang dituturkan oleh Alvin di atas, maka bentuk gangguan bahasa yang dialami oleh Alvin termasuk pada gangguan bahasa yang disebabkan oleh gangguan artikulasi atau fonologis. Hal ini terlihat pada pengucapan bahasa Alvin yang terdapat kesalahan-kesalahan berupa penggantian fonem, penghilangan fonem, dan penambahan fonem seperti yang telah dinyatakan oleh Blumstein dan Kohn. Hal itu terjadi karena adanya penurunan gerak dari otot-otot organ bicara pada Alvin. Sehingga dengan penyebab tersebut, Alvin tidak mampu untuk memproduksi bunyi-bunyi tertentu. Dari hasil keterangan Dokter, dinyatakan bahwa Alvin mengalami kelumpuhan pada saraf otak yang dikenal dengan istilah cerebral palsy. Kelumpuhan ini turut melibatkan secara langsung ketidaklancaran proses penghasilan ujaran. Ketidaklancaran ini berkaitan dengan keadaan pernafasan yang tidak normal yang berdampak pada aliran udara yang diperlukan ketika menghasilkan bunyi bahasa, kenyaringan dan kejelasan suara, dan kemampuan gerakan artikulator-artikulator pertuturan (Muslich, 2008: 13). Kemudian Pawestri (2011) juga menyatakan bahwa bentuk gangguan berbicara yang meliputi gangguan artikulasi karena penurunan gerak dari otot-otot organ bicara termasuk ke dalam bentuk disartria.
5
Dari data-data di atas, memperlihatkan bahwa kesalahan terhadap bahasa Alvin menarik untuk diteliti, hal ini disebabkan oleh karena Alvin juga merupakan seorang penutur bahasa seperti anak-anak normal lainnya. Hanya saja perbedaannya terletak pada alat bicara mereka masing-masing. Pada anak yang normal, alat bicara yang dimilikinya tidak ada yang terganggu sehingga mampu mengucapkan bahasa lisan dengan benar dan jelas. Sedangkan pada Alvin, adanya gangguan terhadap alat artikulasinya, sehingga cara pengucapan bahasanya jadi terganggu. Hal tersebut merupakan masalah terbesar terhadap Alvin, terutama dalam situasi komunikasi. Oleh karena itu, menurut penulis penelitian terhadap gangguan fonologi bahasa anak studi kasus pada Alvin ini layak untuk diteliti. Kemudian pengetahuan mengenai gangguan berbahasa yang khususnya pada anak lebih diketahui dan jelas. Masalah dalam penelitian ini ada dua, yaitu:(1) Bagaimana kemampuan berbahasa yang diperoleh Alvin terhadap pemerolehan fonologi?, (2) Kesalahan apa yang sering muncul terhadap pengucapan bahasa yang dituturkan oleh Alvin?. Oleh karena itu, maka tujuan dari penelitian ini terdapat dalam dua bentuk yakni, khusus dan umum. Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis serta memperluas pengetahuan pembaca pada bidang psikolinguistik, terutama terhadap gangguan berbahasa pada anak, sedangkan untuk tujuan khusus dalam penelitian ini akan berkaitan dengan rumusan masalah, yakni: (1)Mendeskripsikan dan menjelaskan kemampuan berbahasa yang diperoleh Alvin terhadap pemerolehan fonologi, (2) Menjelaskan kesalahan yang sering muncul terhadap pengucapan bahasa yang dituturkan oleh Alvin. Teori yang digunakan dalam analisis data adalah teori pemerolehan bahasa oleh Dardjowidjojo (2008), dan gangguan fonologis atau kesalahan bunyi yang dikemukakan oleh Blumstein dan Kohn (dalam Sastra, 2011). Dardjowidjojo (2008: 225) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa anak (language acquistion) adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu ia belajar bahasa ibunya (native language). Keajaiban akan muncul ketika anak mulai mengucapkan kata pertamanya. Setelah kata pertama, kemudian akan
6
muncul kata-kata yang lain, dan seterusnya. Jadi, bahasa sebagai alat komunikasi akan diperoleh manusia sejak lahir sampai usia lima tahun, yang dikenal dengan istilah pemerolehan bahasa. Dalam proses pemerolehan bahasa dikenal dengan suatu masa yang dinamakan critical period (periode kritis). Critical period adalah periode dimana penguasaan bahasa terjadi secara alami dan dilakukan tanpa sengaja. Pada proses ini anak menemukan bunyi atau kalimat yang di dengarnya tanpa ada rasa takut salah (Purwosunarto, 2013).Pada masa kanak-kanak, bagi anak yang normal perkembangan bahasanya begitu cepat sehingga dalam waktu singkat anak dapat menguasai banyak kosakata, ucapan, dan cara mengucapkannya.Barrett (dalam Dardjowidjojo, 2008: 258) menyatakan bahwa pada umur 1;7 anak telah memperoleh ±50 kata dan sekitar umur 1;8 anak makin cepat pemerolehan katanya. Pada umur 2;0 anak diperkirakan telah menguasai 200-300 kata. Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Untuk dapat
berbahasa
kemampuan
mengeluarkan
kata-
kata.Seorangmanusiayangnormalfungsi
otakdan
alatbicaranya
tidak
terganggu,sudah
berbahasadenganbaik.Akan
jelas
diperlukan
merekadapat
tetapi,
bagimereka yangmemiliki kelainanfungsi otakdan alat bicaranya terganggu,tentu mereka mengalamikesulitandalamberbahasa atau kemampuanberbahasanyajuga akan terganggu.Penyebabyangmenimbulkan kesulitan atau gangguandalam berbahasasangatbanyak, salah satunya seperti yang disebabkan oleh kerusakan pada alatartikulasi ataupunkerusakan padaotak.Gangguan dalam perkembangan bahasa dan artikulasi, selain menyebabkan hambatan dalam bidang akademik, juga akan menyebabkan hambatan dalam bidang hubungan sosial. Cerebral palsy menurut pendapat Mysak (dalam Muslich, 2008: 12-13) yaitu merujuk pada kecederaan pada bagian tengah sistem otak manusia, yang mengakibatkan proses arahan dan perpindahan dari otak dan saraf penggerak yang mendorong pergerakan anggota tubuh jadi sangat lemah bahkan tidak berfungsi. Kelumpuhan ini secara langsung juga melibatkan ketidaklancaran terhadap proses penghasilan ujaran yang berkaitan dengan keadaan pernafasan yang tidak normal, dan berdampak pada aliran udara yang diperlukan ketika menghasilkan bunyi
7
bahasa, kenyaringan dan kejelasan suara, serta kemampuan gerakan artikulator pertuturan (Muslich, 2008:13). Jadi kelumpuhan saraf otak (cerebral palsy) ini sangat berpengaruh pada otot-otot gerak tubuh. Anak yang bicaranya tidak jelas atau sulit ditangkap dalam istilah psikologi disebut mengalami gangguan artikulasi atau fonologis. Namun hal ini wajar saja terjadi karena gangguan ini merupakan tergolong ke dalam gangguan perkembangan (Sastra, 2011: 162). Tedjasaputra (dalam Sastra, 2011: 163) juga menyatakan bahwa gangguan artikulasi atau fonologis ini ada yang ringan dan ada yang berat. Untuk gangguan ringan biasanya terdapat pada anak-anak yang berusia sekitar tiga tahun, karena kebanyakan pada usia tersebut anak masih banyak yang belum bisa menyebut bunyi /l/, /r/, atau /s/. Misalnya kata ‘lari’ disebut dengan /lali/. Meskipun demikian, gangguan tipe ringan ini akan hilang dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya usia anak. Sedangkan gangguan yang tergolong berat, anak bisa saja menghilangkan huruf-huruf tertentu atau dengan mengganti huruf serta suku kata. Misalnya kata ‘toko’ akan diucapkannya menjadi /toto/. Gangguan tersebut berkembang ketika anak menghasilkan bunyi, silabel, atau kata-kata secara tidak benar, dengan begitu orang lain tidak akan mengerti dan akan sulit memahami terhadap apa yang sedang diucapkan. Dari dua tipe gangguan artikulasi atau fonologis yang telah dikemukakan di atas, maka pengucapan bahasa yang diperoleh Alvin termasuk ke dalam golongan gangguan berat. Karena terlihat pada saat Alvin menuturkan kata ‘tigo’ ‘tiga’ yang diucapkannya menjadi /tiko/. Dengan hal itu orang akan sulit memahami maksud dari tuturan Alvin tersebut. Gangguan artikulasi/ fonologis dapat disebabkan oleh faktor usia yang mengakibatkan alat bicara atau otot-otot yang digunakan untuk berbicara belum lengkap atau belum berkembang dengan sempurna. Gangguan perkembangan artikulasi/ fonologis juga meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf. Sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf itu sehingga menimbulkan kesan bahwa bicaranya seperti anak kecil.Dengan hilangnya kemampuan untuk membentuk kata-kata danuntuk menangkap arti kata-kata,maka pembicaraan tidak akan berlangsung dengan baik.
8
Bicara merupakan bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau katakata yang digunakan untuk menyampaikan maksud. Karena bicara merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif. Berbicara juga termasuk sebuah tahap perkembangan seseorang yang sudah dimulai semenjak bayi. Adapun simpulan yang dapat ditarik dari pendapat Tarigan (dalam Sastra, 2011: 150) bahwa gangguan berbicara merupakan suatu masalah atau kelainan perkembangan seseorang dalam berkomunikasi dengan bahasa lisannya. Dardjowidjojo (2008: 214) menyatakan bahwa pada umumnya, kerusakan pada hemisfer kiri mengakibatkan munculnya gangguan wicara. Gangguan wicara yang disebabkan oleh stroke disebut dengan afasia. Selain dari pada itu, salah satu bentuk gangguan wicara lainnya yaitu disartria. Menurut pendapat Dardjowidjojo (2008: 216) disartria adalah gangguan berupa lafal yang tidak jelas, tetapi ujarannya utuh. Gangguan ini terjadi karena bagian yang rusak pada otak korteks motor saja, sehingga hanya lidah, bibir, atau rahangnya saja yang berubah. Sejalan dengan itu, Sastra (2011: 51) menyatakan bahwa disartria adalah gangguan yang dialami oleh karena hilangnya perintah motorik untuk bertutur dengan jelas. Sehingga keadaan tersebut menyebabkan suatu pertuturan menjadi tidak fasih. Salah satu jenis disartria yaitu hipokinetik disartria, yakni ketidakmampuan dalam memproduksi bunyi bicara akibat penurunan gerak dari otot-otot organ bicara terhadap rangsangan dari pusat atau cortex yang ditandai dengan tekanan dan nada yang monoton atau datar (Pawestri: 2011). Hal ini terlihat pada saat Alvin berkomunikasi dengan lawan tuturnya, karena akan terlihat bahwa ada gangguan bahasa saat Alvin mengucapkan sebuah kata ketika ia berbicara. Kekakuan pada lidahnya membuat bahasa yang dituturkannya menjadi terganggu. Seperti yang telah dikemukakan pada bagian latar belakang. Dalam pengucapan bahasa Alvin gangguan jenis gagap juga terdapat pada Alvin. Sidharta (dalam Chaer, 2003:154) menyatakan kegagapan adalah disfasia yang ringan. Kegagapan lebih sering terjadi pada kaum laki-laki daripada kaum perempuan, dan lebih banyak pada golongan remaja daripada golongan dewasa Chauchard (dalam Chaer, 2003:154).
9
Kemampuan berbahasa pada seorang penderita yang mengalami gangguan bahasa akan berbeda dengan tuturan yang diperoleh oleh manusia yang normal. Seperti yang dinyatakan oleh Sastra (2011: 84) bahwa terdapat beberapa bentuk kesalahan yang terjadi, terutama dalam bentuk fonologi, baik jumlah maupun istilah yang digunakan. Menurut Kridalaksana (2008:63) fonologi yaitu bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. Fonologi terbagi atas dua cabang, yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik merupakan suatu bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah kebalikan dari fonetik, yakni suatu bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna (Sagita: 2012).\ Fonetik terbagi atas tiga jenis, yaitu pertama, fonetik artikulatoris, mempelajari menghasilkan
mekanisme bunyi
alat-alat
bahasa,
bicara
serta
manusia
bagaimana
yang
bekerja
bunyi-bunyi
untuk tersebut
diklasifikasikan. Kedua, fonetik akustik, yang mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam.Ketiga, fonetik auditoris, yaitu yang mempelajari mekanisme penerimaan bunyi bahasa oleh telinga kita (Sagita: 2012). Dari ketiga jenis fonetik tersebut, yang yang termasuk dalam penelitian ini adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu di hasilkan atau pun diucapkan oleh anak (Alvin).Pada umumnya bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu vokal dan konsonan. Menurut Kridalaksana (2008:256) vokal adalah (1) bunyi bahasa yang dihasilkan dengan getaran pita suara, dan tanpa penyempitan dalam saluran suara diatas glotis; dan (2) satuan fonologis yang diujudkan dalam lafal tanpa pergeseran. Konsonan adalah (1) bunyi bahasa yang dihasilkan dengan menghambat aliran udara pada salah satu tempat di saluran suara diatas glotis; (2) bunyi bahasa yang dapat berada pada tepi suku kata dan tidak sebagai inti suku kata; dan (3) fonem yang mewakili bunyi tersebut Kridalaksana (2008:132). Manusia
yang
pertumbuhannya
tidak
normal,
kesempatan
dalam
memperoleh bunyi-bunyi maupun kata-kata yang digunakan relatif sama dengan
10
manusia yang normal. Tetapi, karena adanya kelainan atau gangguan yang menjadikannya tidak mampu untuk mengucapkan bunyi-bunyi bahasa tertentu, maka bunyi bahasa yang diucapkannya itu akan membuat orang lainmenjadi kebingungan dan kesulitan untuk memahami maksud dari pengucapan bahasa yang dituturkan. Seiring dengan itu, Blumstein dan Kohn (dalam Sastra, 2011: 85-88) mengemukakan bahwa kesalahan bunyi atau gangguan fonologis pada penderita afasia
motorik
dibedakan
atas
bentuk
penggantian
fonem
(substitusi),
penghilangan fonem (ommisi), penambahan fonem, dan ketidakberaturan fonem. Misalnya pada penghilangan fonem (ommisi)adalah /ot/ untuk kata ‘hot’, /ecil/ untuk ‘kecil’. Untuk penggantian fonem (substitusi) yaitu penggunaan fonem /w/ untuk /r/ seperti ‘orang’menjadi/owang/. Kemudian pada penambahan fonem seperti ‘pasar’ menjadi /pasyal/, dan untuk ketidakteraturan fonem seperti /nita/ untuk kata ‘tinta’. Dari keempat bentuk gangguan yang dikemukakan tersebut juga terlihat pada bahasa yang dituturkan oleh Alvin. Contoh untuk penghilangan fonem (ommisi)adalah /lis/ untuk kata ‘alis’. Untuk penggantian fonem (substitusi) yaitu penggunaan fonem /g/ menjadi /k/ seperti /tiko/ untuk kata ‘tigo’, kemudian pada penambahan fonem yaitu pengucapan /atang/ untuk kata ‘antaan’, dan ketidakteraturan fonem seperti /kuluang/ untuk kata ‘pungguang’. Pada Alvin, gangguan produksi bunyi terlihat pada saat ia berbicara. Dimana ia berbicara dengan satu tarikan nafas dan kata-kata yang diucapkannya kurang jelas. Sehingga terjadinya ketidaklancaran dalam menghasilkan tuturan dengan pengucapan katakata yang tidak sempurna yang disebabkan oleh kesalahan bunyi tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dan teknik yang dikemukakan oleh Sudaryanto (1993). Metode dan teknik dalam penelitian ini terdiri atas tiga tahap yaitu, tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analsis data. Pada tahap penyediaan data digunakan metode simak dengan menggunakan teknik sadap sebagai teknik dasarnya, kemudian teknik lanjutannya terdiri dari teknik simak libat cakap (SLC), simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat. Pada tahap analisis data digunakan
11
metode padan artikulatoris dengan teknik dasar pilah unsur penentu (PUP), dan teknik hubung banding membedakan (HBB) sebagai teknik lanjutannya. Pada tahap penyajian hasil analisis data, digunakan metode formal dan informal. Pembahasan Kasus pada seorang anak laki-laki yang bernama Alvin digolongkan pada gangguan fonologi bahasa anak, karena untuk berkomunikasi sehari-hari Alvin mengalami gangguan berbicara berupa disartria (gangguan bicara pada bagian arikulasi akibat lemahnya pengontrol gerak) dan stutering (gagap). Pada penganalisisan data yang berbentuk percakapan memungkinkan terjadinya pengulangan data, karena dari satu data dapat mengalami gangguan-gangguan berbicara tersebut.
o Kemampuan pemerolehan bahasa oleh Alvin Dalam kasus ini, penulis mencoba membahas mengenai gangguan fonologi bahasa anak yang berhubungan dengan adanya gangguan terhadap alat artikulasinya.
Sehingga
dengan
gangguan
tersebut
mengakibatkan
anak
kesempatan
dalam
mempunyai masalah dalam pengucapannya. a. Pengucapan bunyi Manusia
yang
pertumbuhannya
tidak
normal,
memperoleh bunyi-bunyi maupun kata-kata yang digunakan relatif sama dengan manusia yang normal. Tetapi, karena adanya kelainan atau gangguan yang menjadikannya tidak mampu untuk mengucapkan bunyi-bunyi bahasa tertentu, maka bunyi bahasa yang diucapkannya itu akan membuat orang lain menjadi kebingungan dan kesulitan untuk memahami maksud dari pengucapan bahasa yang dituturkan. Untuk membedakan leksikal dalam bahasa tersebut, Verhaar (dalam Sukmayanti, 2006: 21) mengatakan bahwa sesuatu bunyi yang mempunyai fungsi untuk membedakan kata dari kata yang lain itu disebut dengan fonem. Dalam mengucapkan sebuah bahasa, hal yang sangat perlu diperhatikan dalam berkomunikasi adalah bunyi. Pada umumnya bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu vokal dan konsonan. Bunyi vokal terdiri dari 5 huruf, yakni: 12
/a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/. Sedangkan bunyi konsonan yaitu selain dari bunyi-bunyi vokal, yaitu: /b/, /c/, /d/, /f/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /q/, /r/, /s/, /t/, /v/, /w/, /x/, /y/, dan /z/. Seperti yang terdapat pada percakapan di bawah ini, akan terlihat bagaimana pengucapan bunyi-bunyi tersebut oleh Alvin. 4. Percakapan 26 Penulis : Pin, cubo sabuik a, i, u, e, o Pin! ‘Vin coba sebutkan a, i, u, e, o Vin? Alvin : a,i, u, e, o ‘a,i, u, e, o’ ‘a,i, u, e, o’ Pada Alvin, bunyi vokal yang diperolehnya jelas dan tidak mengalami gangguan ataupun perubahan bunyi yang dihasilkan apabila hanya mengucapkan sebuah fonem saja. Akan tetapi jika dalam suatu kata, kadang-kadang juga terdapat perubahan bunyi vokal tersebut yang berupa penggantian fonem, seperti yang terdapat pada percakapan berikut. 5. Percakapan 28 Penulis : Pin, baju ama Pin tu warna a tu? ‘Alvin, Mama Alvin itu pakai baju warna apa? Alvin :peng ‘ping’ ‘warna ping’ Pengucapan peng ‘ping pada data tersebut terdapat penggantian fonem /i/ menjadi fonem /e/. Pada tabel bunyi vokal dikatakan bahwa fonem /i/ merupakan vokal tinggi, depan, tak bulat dan pada fonem /e/ merupakan vokal tengah, depan dan tak bulat. Maka perbedaan bunyi tersebut terletak pada tinggi dan tengah lidah ketika bunyi tersebut diucapkan. Sedangkan pada pengucapan bunyi konsonannya relatif lemah apabila dibandingkan dengan bunyi vokal, karena banyak lafal yang diucapkannya yang kurang jelas, seperti yang terlihat pada percakapan di bawah ini.
13
6. Percakapan 27 Penulis: Pin, cubo sabuikan huruf a nan Yang tunjuak ko deh! ‘Alvin coba sebutkan huruf yang Yang tunjuk ini!’ Alvin : deh ‘iya’ Penulis: ko huruf a namonyo ko? (sambil menunjuk huruf) ‘ini huruf apa namanya?’ Alvin : b, te, d, es, te, ah, te, ta, ul, m, n, p, tiu, ul, s, t, pe, w, x, y, cet. ‘b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z’ ‘b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z’ Pada percakapan tersebut, jelas terlihat bahwa Alvin sangat kesulitan ketika mengucapkan bunyi-bunyi konsonan tersebut karena disebabkan oleh artikulator yang tidak terkoordinir. 7. Percakapan 32 Abak Alvin
: Pin, manga Pin du? ‘Alvin mengapa disana?’ :tutuak. ‘duduak’ ‘duduk’
Pada percakapan 32 di atas,dapat diketahui bahwa pada pengucapan kata tutuak ‘duduak’ ditemukan penggantian fonem, yaitu fonem /d/ diganti dengan fonem /t/. Pada tabel bunyi konsonan dikatakan bahwa /d/ adalah konsonan plosif dental bersuara dan /t/ adalah konsonan plosif dental tak bersuara. Perbedaan bunyi /d/ dan /t/ terletak pada bersuara dan tak bersuara bunyi tersebut.
b. Pengucapan kosakata dalam pemerolehan bahasa Dari data yang telah diperoleh, penulis menemukan beberapa kesalahan yang sering terjadi dalam pengucapan bahasa oleh Alvin. Kesalahan-kesalahan tersebut berupa penghilangan fonem, penggantian fonem, dan penambahan fonem. Dari kesalahan bahasa yang terdapat pada pengucapan bahasa oleh Alvin, dapat dikatakan bahwa Alvin tidak mampu mengucapkan kosakata ataupun bahasa dengan sempurna.
14
Pengelompokan Aktifitas
Anggota tubuh
Buah-buahan
Bilangan
Warna
Binatang
Turunan mandi makan jalan sakola main
Glos mandi makan jalan sekolah main
/pipia/ /titi/ /itah/ /taliah/ /atuak/
bibia gigi lidah lihia daguak
bibir gigi lidah leher dagu
/cang/ /nimau/ /alak/ /iyan/ /mpia/
pisang limau salak durian karambia
pisang jeruk salak durian kelapa
/tatu/ /duo/ /tiko/ /ampek/ /nimo/ /anam/ /tutuah/ /tapan/ /mimilan/ /pupuluah/
satu duo tigo ampek limo anam tujuah lapan sambilan sapuluah
satu dua tiga empat lima enam tujuh delapan sembilan sepuluh
/milah/ /itan/ /utiah/ /biu/ /kuning/
merah itam putiah biru kuniang
merah hitam putih biru kuning
/uciang/ /cici/ /itan/ /yam/ /cicak/
kuciang anjiang ikan ayam cacak
kucing anjing ikan ayam cicak
/tapiak/ /meta/
lapiak meja
tikar meja
Pengucapan /andi/ /atan/ /alan/ /ola/ /ain/
15
Peralatan rumah tangga
Pakaian, peralatan sekolah dan perhiasan
Kata sapa untuk anggota keluarga
Makanan
Lain-lain
/uci/ /ndok/ /tatua/
karusi sendok kasua
kursi sendok kasur
/atu/ /uwa/ /lopi/ /tas/ /butu/
baju sarawa topi tas buku
baju celana topi tas buku
/apa/ /ama/ /yek/ /nenek/ /etek/
apa ama ayek amak etek
ayah ibu kakek nenek tante
/ci/ /mpa/ /ue/ /upuak /ipik/
nasi samba kue karupuak ripik
nasi sambal kue kerupuk keripik
/nek/ /ninin/ /atuk/ /api/ /utan/
angek dingin takajuk api hujan
panas dingin terkejut api hujan
Dari data yang diperoleh diatas, penulis menemukan beberapa fonem yang dihilangkan dan diganti oleh Alvin dalam pengucapan bahasanya, yakni: terjadi penghilangan fonem paduan /j/ pada kata ‘jalan’ yang diucapkan menjadi /alan/. Akan tetapi pada kata ‘lidah’ terdapat dua kesalahan dalam pengucapannya, yaitu penghilangan dan penggantian fonem. Untuk penghilangan, terdapat fonem /l/ yang dihilangkan pada kata ‘lidah’ tersebut dan penggantian fonem /d/ menjadi fonem /t/ sehingga terjadinya pengucapan kata /itah/. Sedangkan kata ‘tujuh’ yang diucapkan menjadi /tutuah/ hanya terjadi penggantian fonem saja, yaitu fonem /j/ diganti dengan fonem /t/.
16
o Kesalahan yang sering muncul terhadap pengucapan bahasa yang dituturkan oleh Alvin Kesalahan yang sering muncul dalam pengucapan bahasa oleh Alvin, dapat diklasifikasikan berdasarkan gangguan pada ujaran Alvin berupa gangguan fonologi atau artikulasi. Gangguan-gangguan tersebut berupa penghilangan fonem dan suku kata, pengubahan fonem, dan penambahan fonem, kemudian juga terdapat gangguan yang disebabkan oleh kegagapan.
Penghilangan fonem dan suku kata
a. Penghilangan fonem /b/ dan /d/ 8. Percakapan 31 Amak Alvin
: dima Apin makan tadi tu? ‘Alvin tadi makan dimana? : awuah ‘di baruah’ ‘di rumah bawah’
9. Percakapan 3 Amak : dima Pin sakola? ‘Alvin sekolah dimana?’ Alvin : anan ‘di Pandan’ ‘di Pandan’ Pada percakapan 31, Alvin mengalami kesulitan dalam mengujarkan fonem hambat /b/ di awal kata pada ujaran awuah ‘baruah’ ‘bawah’ sebagai simbol arah. Kesulitan fonem /b/ tersebut disebabkan oleh kekakuan pada artikulator aktif yaitu bibir bawah. Pada percakapan 3, Alvin mengalami kesulitan dalam mengujarkan fonem hambat /d/ di tengah kata pada ujaran anan ‘Pandan’ ‘Pandan’ yang merupakan simbol nama suatu tempat. Kesulitan fonem /d/ yang dialami tersebut disebabkan karena tidak adanya koordinasi antara artikulator aktif (ujung lidah) dengan pasif (gigi atas).
17
b. Penghilangan suku kata a) Penghilangan suku kata pertama /ba/, /bi/, dan /be/ 28. Percakapan 33 Penulis Alvin
: Pin, ambiak badak tu Pin a! ‘Alvin tolong ambilkan bedak!’ : ma tak o? ‘ma badak ko? ‘dimana bedaknya?’
29. Percakapan 23 Alvin : Ma, komma... kommm... ko lituak deh. ‘Ma, bali iko bisuak deh’ ‘Ma, besokbeli ini ya’ Ama : deh. ‘iya’ 30. Percakapan 30 Alvin : tak liak Yang Mak ‘latak dalam biliak Yang Mak’ ‘dalam kamarTek Yang letakkannya Mak?’ Amak : bawah nin latakan a, bawah meja nin latakan a ‘letakkan di bawah meja itu!’ Alvin : tiko? ‘disiko?’ ‘disini?’ Amak : yo ‘iyo’ ‘iya’ 31. Percakapan 12 Alvin : ko ko tok yan deh.. ‘beko cigok ayam deh’ ‘nanti kita lihat ayam ya’ Penulis: apo pin? ‘apa Vin?’ Alvin : ko ko tok yan deh, to ko.. ‘beko cigok ayam deh, photo beko’ ‘nanti kita lihat ayam ya dan berfhoto juga’ Penghilangan suku kata pertama pada percakapan 23 di atas terdapat pada ujaran li ‘bali’ beli’ yang merupakan penghilangan suku kata /ba/ sebagai simbol kegiatan untuk membeli, dan pada ujaran tak ‘badak’ ‘bedak’ pada percakapan 33 18
sebagai simbol kosmetik. Kemudian juga terdapat penghilangan suku kata /bi/ dalam percakapan 23 pada ujaran tuak ‘bisuak’ besok’ yang merupakan simbol keterangan waktu, dan dalam percakapan 30 pada ujaran liak ‘biliak’ ‘kamar’ sebagai simbol ruangan untuk tempat istirahat/ tidur. Pada percakapan 12, terdapat penghilangan suku kata /be/ pada ujaran ko ‘beko’ ‘nanti’ yang juga merupakan simbol keterangan waktu. Penghilangan suku kata pertama /ba/, /bi/, dan /be/ tersebut disebabkan oleh kekakuan pada artikulator aktif dengan posisi lidah pada bunyi depan dalam suatu kata yang diujarkan.
3.3.2. Pengubahan fonem a. Pengubahan fonem /d/ menjadi /t/ 40. Percakapan 19 Penulis : lai pandai Apin mandi sorang? ‘apa Alvin bisa mandi sendiri? Alvin : tak ‘indak’ ‘tidak’ 41. Percakapan 33 Penulis : Pin, ambiak badak tu Pin a! ‘Alvin tolong ambilkan bedak!’ Alvin : ma tak o? ‘ma badak ko? ‘dimana bedaknya?’ Pada percakapan 19 di atas, terjadinya pengubahan fonem hambat /d/ menjadi /t/ karena Alvin mengalami kesulitan untuk mengucapkan fonem tersebut di tengah kata. Pengucapan tersebut dapat dilihat pada ujaran tak ‘indak’ ‘tidak’ sebagai simbol untuk menyatakan penolakan. Pada percakapan 33, pengubahan fonem hambat /d/ terjadi di awal suku kata kedua sehingga pengucapannya diubah menjadi fonem /t/ pada ujaran tak ‘badak’ ‘bedak’ sebagai simbol kosmetik. Kesulitan fonem /d/ yang dialami tersebut disebabkan karena tidak adanya koordinasi antara artikulator aktif (ujung lidah) dengan pasif (gigi atas).
19
3.3.3. Penambahan fonem a. Penambahan fonem /g/ 58. Percakapan 11 Alvin : lah atang Ama lah ‘lah antaan tampek Ama lah’ ‘mari antarkan ke tempat Mama’ Haidil : beko lah ‘nanti saja’ Penambahan fonem paduan /g/ yang terdapat pada percakapan 11 di atas, terlihat pada ujaran atang ‘antaan’ ‘antarkan’ yang merupakan simbol tindakan untuk mengantarkan sesuatu. Penambahan fonem /g/ terjadi karena Alvin mengalami kesulitan untuk mengucapakan kata tersebut yang disebabkan oleh kurangnya koordinasi lidah dan pengaruh fonem /n/ yang sama-sama sengau dengan fonem /ng/ tersebut. 3.3.4. Kegagapan a. Pengulangan suku kata 60. Percakapan 12 Alvin : ko ko tok yan deh.. ‘beko cigok ayam deh’ ‘nanti kita lihat ayam ya’ Penulis: apo Pin? ‘apa Vin?’ Alvin : ko ko tok yan deh, to ko.. ‘beko cigok ayam deh, photo beko’ ‘nanti kita lihat ayam ya dan berfhoto juga’
61. Percakapan 22 Alvin : Ma, kommo... kommm... ko a ko Ma? ‘Ma, iko a nyo ko Ma’ ‘Ma, ini apa namanya Ma?’ Ama : coklat nyo. ‘coklatnya’ 62. Percakapan 23 Alvin : Ma, komma... kommm... ko li tuak deh. ‘Ma, bali iko bisuak deh’ ‘Ma, besok beli ini ya’ Ama : deh. ‘iya’
20
63. Percakapan 24 Alvin : Pa, ko tang... ko tang... ko ko la tuak deh. ‘Pa, antaan sakola bisuak deh’ ‘Pa, besok antarkan ke sekolah ya’ Apa : deh, jo a antaan? ‘iya, antarkannya dengan apa? Alvin : nda otu ‘jo onda Oncu’ ‘dengan motor Oncu’ Terjadinya pengulangan suku kata yang terdapat pada percakapanpercakapan di atas, karena Alvin ingin menyempurnakan kembali bentuk kata yang telah diujarkannya. Pengulangan tersebut terdapat pada akhir suku kata yang diujarkan, dapat dilihat pada ujaran ko ko ‘beko’, komma... kommm... ‘iko’, kommo... kommm... ‘iko’, dan ko tang... ko tang... ‘antaan’ yang terdapatpada percakapan 12, 22, 23 dan 24 di atas.
Simpulan Berdasarkan penganalisisan data terhadap gangguan fonologi bahasa anak studi kasus pada Alvin, dapat disimpulkan beberapa gangguan dalam bahasa sebagai media komunikasinya, yakniadanya perbedaan antara bicara dan bahasa. Bicara merupakan pengucapan yang menunjukkan keterampilan seseorang mengucapkan suara dalam suatu kata. Sedangkan bahasa yaitu menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara tertentu atau salah satu cara berkomunikasi. Kemampuan dalam pengucapan bunyi yang diperoleh anak (Alvin) dalam pemerolehan bahasanya yaitu antara bunyi vokal dengan bunyi konsonan berbeda. Karena pada pengucapan bunyi vokal yang diperoleh Alvin jelas dan tidak mengalami perubahan bunyi, kecuali vokal tersebut telah digabung dengan beberapa fonem lain dalam bentuk kata. Sedangkan pada bunyi konsonan relatif lemah dan mengalami perubahan bunyi, baik pada pengucapan konsonan saja maupun telah digabung dengan fonem lainnya. Gangguan fonologi/ artikulasi yang mengakibatkan adanya kesulitan artikulator untuk menghasilkan artikulasi yang dominan terjadi pada fonem konsonan /b/, /c/, /d/, /g/, /k/, /l/, /m/, /n/, /o/, /p/, /r/, /s/, /t/, /u/ sehingga
21
mengakibatkan terjadinya penghilangan fonem, pengubahan fonem, dan penambahan fonem pada suatu kata yang diujarkan. Kesalahan-kesalahan dalam pelafalan fonem oleh Alvin terjadi pada pengucapan bunyi tinggi dengan posisi lidah berada pada bagian depan, yang merupakan kesalahan dalam pengucapan bunyi vokal /i/ menjadi /e/ pada data 28. Kemudian kesalahan pada bunyi konsonan, paling banyak terdapat pada cara artikulasi membentuk bunyi paduan, geser, samping, dan getar. Karena pada pengucapan fonem tertentu terjadinya kelemahan dan kekakuan pada alat artikulator saat mengujarkan fonem-fonem yang membentuk bunyi-bunyi tersebut. Kegagapan mengakibatkan adanya kesulitan pada saat mengujarkan sebuah kata yang disebabkan oleh kekurangmampuan artikulator untuk berfungsi secara normal, dan
juga adanya masalah terhadap pengaturan pernafasan. Sehingga
mengakibatkan anak (Alvin) mengalami pengulangan suku kata pada pengucapan bahasanya untuk dapat menyelesaikan kalimat yang diucapkan.
DAFTAR PUSTAKA Bahren. 2011. Lika-Liku Linguistik. Minangkabau Press. Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press. Dardjowidjojo, Soenjono. 2008. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Dewi, Yoffie Kharisma. 2013. “Disfungsi Bahasa Anak Retardasi Mental: Studi Kasus Pada Tuturan Yogi”. Proposal, Padang: Program Pascasarjana Universitas Andalas. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Marisa, Rika. 2010. “Gangguan Berbahasa Lisan Penderita Cerebral Palsy Jenis Spasticity Di SDLBN No. 31 Kelurahan Pondok Duo Kecamatan Pariaman Tengah”. Skripsi, Padang: Fakultas Sastra Universitas Andalas. Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. 22
N, Hendri. 1991. “Kemampuan Berbahasa Lisan Penderita Gagap”. Skripsi, Padang: Fakultas Sastra Universitas Andalas. Nadliroh, Khafidhotun. 2013. “Gangguan Bahasa Pada Anak” dalamVidha's Words. diakses pada tanggal 06 April 2014. Pawestri, Retno Dwi. 2011. “Gangguan Bahasa Dan Bicara Pada Anak Tunagrahita” dalam Artikel dan Makalah. diakses pada tanggal 29 Agustus 2014. Purwosunarto, Nodya. 2013. “Faktor Usia Dalam Pemerolehan Bahasa” dalam Blogger. diakses pada tanggal 06 Januari 2015. Sagita, Lara: 2012. “Peta Konsep Fonologi” dalam Fonologi. diakses pada tanggal 23 November 2014. Sastra, Gusdi. 2011. Neurolinguistik: Suatu Pengantar. Bandung: Alfabeta. Sihombing, Meji M. 2005. “Kemampuan Berbahasa Penderita Ekolalia: Suatu Tinjauan Psikolinguistik”. Skripsi, Padang: Fakultas Sastra Universitas Andalas.
Sudaryanto. 1993. Metode Linguistik: Metode & Aneka Teknik Analisis bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sukmayanti. 2006. “Kemampuan Bahasa Lisan Penderita Disartria”. Skripsi, Padang: Fakultas Sastra Universitas Andalas. Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tarigan, Henry Guntur. 2009. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.
23