BAB V. FILTRASI – PRINSIP DAN PERANCANGAN FILTER Filtrasi trasi adalah operasi pemisahan padatan dan cairan dan suatu campuran padatancairan (slurry) dengan pemberian tahanan aliran (filter media) yang bisa dilewati cairan, tetapi bisa menahan partikel padatan. Dengan filtrasi, diperoleh cairan yang relatif bebas padatan (filtrat) dan padatan basah. Pada filter ayak (sieve filter, misalnya: cartridge filter) dan filter kue (cake filter, misalnya: plate and frame filter, filter rotaly drum filter, beft filter), padatan basah yang diperoleh berbentuk kue (cake) padatan. Pada filter bed (deep-bed (deep bed filter, misalnya: saringan pasir), partikel padatan terperangkap diantara pori-pori pori media filter. Peristiwa filtrasi pada prinsipnya merupakan peristiwa aliran fluida dalam dalam media berpori. Media berpori yang digunakan tergantung jenis filternya. Pada deep bed filter, media berporinya berupa tumpukan pasir penyaring, dimana prositas/fraksi ruang kosongnya akan menurun selama proses berlangsung karena terisi partikel partikel-partikel padatan dari slurry. Pada cake filter, media berpori yang digunakan berupa kain saring (filter cloth) dan tumpukan padatan (kue) yang terbentuk pada permukaan kain saring. Gambar dibawah menggambarkan secara skematis aliran sluury melalui melalu media berponi dan filter.
Pada bab ini,, pembahasan akan dibatasi pada rancangan cake filter, baik batch maupun kontinyu, dengan fokus pada plate and frame filter pressdan rotaiy drum filter. Pada cake filter, kain filter (filter cloth) merupakan media filter primer ya yang hanya
berperan besar pada awal filtrasi. Pada saat kue padatan terbentuk, tahanan aliran oleh kain filter kurang berperan. Tahanan aliran selanjutnya didominasi media filter sekunder, yaltu tumpukan kue padatan yang terbentuk. an secara skematis aliran fluida pada cake filter. Gambar dibawah, menjelaskan
Aliran fluida dalam medium berpori dapat dianalogikan dengan dengan aliran fluida dalam pipa kosong, karena pada dasarnya pori-pori pori pori dimana fluida tersebut mengalir dapat diidentikkan dengan jaringan pipa-pipa pipa kecil. Aliran ran fluida dalam pipa (dengan asumsi: tidak ada beda elevasi, perbedaan kecepatan masuk dan keluar pipa tidak signifikan dan tidak ada kerja dari da luar pada fluida) memberikan:
−
(Pb − Pa ) = F ρg
atau −
(∆Pcake ) = − (∆Pc ) = F = ρg
ρg
f
Lv 2 2 gD
Persamaan yang umum diketahui dalam aliran fluida: - ( Pc) Untuk aliran laminar : f =
64 64µ = Re ρvD
(1) v2
(2) (3)
Substitusi persamaan (3) ke persamaan (2) menghasilkan :
− (∆Pc ) =
32µ Lv D2
Sehingga pada aliran LAMINER : - ( Pc)
v
(5)
Aliran melalui medium berpori pada umumnya sangat lambat, sehingga bilangan Reynold (Re) kecil (aliran laminar). Persamaan aliran fluida melalui medium berpori selanjutnya dapat dianalogikan dengan rumus aliran fluida laminar dalam pipa. Untuk aliran dalam pori padatan, D pada persamaan (4) dinyatakan dalam Dp yaitu diameter butir padatan.
Panjang lintasan aliran didalam kue padatan tidak identik dengan “Lc” (atau tebal kue). Panjang lintasan aliran, “L” pada persamaan (4) adalah panjang pori
dimana
fluida
mengalir,
dimana “L” > “Lc”. Panjang pori tidak
diketahui
dengan
pasti
(meskipun bias diestimasi dan faktor “turtuosity”nya. Pendekatan paling
mudah
adalah
dengan
mengambil asumsi bahwa: Panjang pori
(tetapan) x panjang kue padatan padatan.
atau, Lc = K’ x LI Sehingga,
− (∆Pc ) =
32µLc v riil D p2 K i
(7)
Dimana : µ = viskositas fluida vrill = kecepatan rill fluida mengalir dalam pori. Kecepatan rill dari fluida, vriil = kecepatan volumetric/luas total penampang lubang pori. Karena luas penampang lubang pori sulit untuk diukur/diketahui, maka persamaan (7) biasanya dinyatakan dalam kecepatan supervisial fluida, v, yaitu : v = kecapatan superficial fluida = kecepatan volumetric/luas muka total alirann = kecepatan volumetric/luas /luas penampang kue Hubungan antara vrill dengan v dapat dituliskan sebagai berikut :
v rill luas muka total = = kons tan ta = c' v luas lobang pori
Sehingga persamaan (7) dapat dituliskan sebagai berikut :
− (∆Pc ) =
D p2 K ' 32µ Lc ' c v ; dan jika = konstanta = K; maka, D p2 K ' 32 c '
− (∆Pc ) =
µLc K
v
(8)
Dimana : K = factor permeabilitas pori
K=
g c D p2 FRe 32.F f
Dengan, FRe = factor bilangan Reynold terhadap aliran dalam pori-pori pori Ff = factor koreksi terhadap factor friksi untuk aliran dalam pori, FRe dan Ff merupakan fungsi dari porositas tumpukan padatan (bed) dan sphericity partikel (lihat pada gambar – gambar dibawah)
Persamaan (8) dapat dituliskan dalam bentuk lain,
v=
K (−∆Pc ) µ .Lc
(10)
yang menyatakan bahwa “kecepatan alir filtrate” (sebanding dengan volume filtrate tertampung) berbanding terbalik dengan tebal kue padatan” Hubungan antara volume filtrat tertampung dengan ketebalan kue, porositas kue dan kadar padatan dapat diperoleh dengan menyusun neraca massa padatan. Asumsi: tidak ada padatan yang lobs dan media filter
PERHITUNGAN FILTER BATCH Massa padatan pada kue = massa padatan pada slurry mula-mula:
A.Lc (1 − X )ρ s = (V + A.Lc . X )ρ ×
x 1− x
(11)
1—x Dimana: A = luas penampang kue padatan Lc = tebal kue padatan V= volum filtrate tertampung s
= rapat massa padatan
= rapat massa cairan X= porositas kue = (volume ruang kosong/volume total kue) x= kadar padatan dalam slurry umpan filter = (massa padatan/massa slurry). Penyusunan kembali persamaan (11) diatas menghasilkan:
V=
ρ s (1 − x )(1 − X ) − ρxX A.Lc ρx
(12.a)
Atau,
Lc =
ρx
V ρ s (1 − x )(1 − X ) − ρxX A
Kecepatan supervisial, v =
(12.b)
volumetrik flowrate (dV / dt ) = A A
(13)
Kombinasi persamaan (13) dengan persamaan (12.b) :
A.K .(− ∆Pc ) A.K .(− ∆Pc ) ρ s (1 − x )(1 − X ) − ρxX A dV = A.v = = dt V V ρx V =
A 2 .(− ∆Pc ) ρ (1 − x )(1 − X ) − ρxX K s V µρx
(14)
Jika didefinisikan tetapan filtrasi berdasarkan volume filtrate, Cv’ sebagai :
Cv =
1 µρx 2 ρ s (1 − x )(1 − X ) − ρxX
(15.a)
Maka :
dV A 2 .(− ∆Pc ) = dt 2.C v .V
(15.b)
Universitas Gadjah Mada
Jika persamaan diinginkan untuk dinyatakan dalam variable Lc, maka dengan mendiferensialkan persamaan (12.a) diperoleh,
ρ s (1 − x )(1 − X ) − ρxX A.dLc ρx
dV =
(12.c)
Subtitusi persamaan (12.c) kedalam persamaan (14) diperoleh,
dV ρ s (1 − x )(1 − X ) − ρxX dLc A 2 (− ∆Pc ) A. = = dt ρx dt 2C vV A 2 (− ∆Pc ) ρx = = 2Cv ρ s (1 − x )(1 − X ) − ρxX
2
1 A.L
Atau,
dLc (− ∆Pc ) ρx = = dt 2Cv ρ s (1 − x )(1 − X ) − ρxX
2
1 Lc
(16)
Jika didefinisikan kembali, CL = tetapan filtrasi berdasarkan tebal kue, sebagai :
ρ (1 − x )(1 − X ) − ρxX C L = Cv s ρx
2
=
µ [ρ s (1 − x )(1 − X ) − ρxX ] 2.Kρx
(17.a)
Maka,
dLc (− ∆Pc ) = dt 2C L .L
(17.b)
Integrasi persamaan (15.b) dari t =0 sampai t, menghasilkan hubungan antara volume filtrate tertampung terhadap waktu,
t=
Cv V2 A (− ∆Pc ) 2
(18.a)
Integrasi persamaan (17.b) dari t=0 sampai t, menghasilkan hubungan antara tebal kue padatan tertampung terhadap waktu,
t=
CL L2 (− ∆Pc ) c
(18.b)
Persamaan (18.a) dan (18.b) tidak praktis, karena nilai (- Pc) diukur antara dua permukaan kue padatan yang pada prakteknya sulit sekali untuk diukur. Pengukuran beda tekanan yang paling memungkinkan adalah antara beda tekanan antara dua sisi alat filtrasi, yang meliputi beda tekanan antara dua permukaan kue padatan + beda tekanan pada media filter + beda tekanan pada saluran-saluran dalam filter, yang secara keseluruhan dituliskan sebagai (- P).
Universitas Gadjah Mada
Jika digunakan (- P), maka persamaan (15.b) menjadi :
dV daya dorong = dt tahanan kue + tahanan kain saring dan saluran 2 =
(− ∆Pc )
(2.C .V / A )+ (2.C .V v
2
v
e
/ A2
)
Atau,
dV A 2 (− ∆P ) = dt 2.Cv (V + Ve )
(19.a)
Dimana : Ve = volum filtrate ekivalen = volum filtrat tertampung yang memberikan kue yang ekivalen dengan tahanan aliran sebesar tahanan kain saring dan saluran-saluran filter. t
Integrasi Persamaan (19.a) :
dt =
0
memberikan hasil: t =
v
2Cv (V + Ve )dV 2 A (− ∆P ) 0
[
Cv V 2 + 2V .Ve A − (−∆P ) 2
]
(19.b)
Analog dengan persamaan (19.a), jika dinyatakan dalam ketebalan kue,
dLc (−∆P) = dt 2.CL ( L + Le ) dimana integrasinya memberikan: t =
(20.a)
[
CL 2 Lc + 2 Le .Lc (−∆P)
]
(20.b)
dengan: Le = tebal kue ekivalen = tebal kue yang memberikan tahanan aliran sebesar tahanan kain saring dan salurean-saluran filter. Perlu diperhatikan bahwa persamaan-persamaan (19.b) dan (20.b) mengambil asumsi bahwa beda tekanan selama proses filtrasi adalah tetap. Jadi persamaan (19.b) dan (20.b) berlaku untuk filtrasi dengan (− ∆P ) tetap. Pada dasarnya proses filtrasi dapat dijalankan dengan: •
Beda tekanan (− ∆P ) , tetap; atau
•
Kecepatan, dV/ dt, tetap.
Universitas Gadjah Mada
Gambar di bawah mengilurstrasikan operarsi filtrasi dengan beda tekanan, ( − ∆P ) tetap dan dengan kecepatan, dV/ dt, tetap.
Pada proses filtrasi dengan (dV/ ( dt) tetap, ( − ∆P ) akan berubah selama proses persamaan (19.a) menjadi :
(−∆P) =
2.Cv dV (V + Ve ) A2 dt
(21)
tetap
Sehingga untuk menjaga (dv/dt) tetap, maka (− ∆P ) harus dinaikkan secara linier terhadap V. Dengan cara yang sama, persamaan (20.a) menjadi :
(−∆P) = 2CL
dLc dt
(Lc + Le )
tetap
Terlihat bahwa ( − ∆P ) juga harus dinaikkan secara linier terhadap Lc, Siklus Operasi Filter Batch Pada feilter batch, satu siklus operasi terdiri dari : •
Filtrasi
•
Pencucian (washing)
•
Bongkar pasang
(22)
Jika kue tidak perlu dicuci, maka siklus hanya terdiri atas 2 tahap, yaitu filtrasi dan bongkar pasang. Kadang-kadang, kadang, diinginkana kue agak kering sehingga sehingga diperlukan proses dewatering, dengan cara pemvakuman disisi belakang kue atau dengan mengalirkan udara kering tekan disisi muka kue. Contoh soal : Sebuah filter batch dengan luas 10 ft2 beroperasi pada beda tekanan tetap 40 psig. Filter dijalankan untuk menyaring slurry CaCo3 dalam air. Data volum filtrat tertampung Waktu, menit Volume filtrat, ft
3
10
20
30
45
60
141
215
270
340
400
Slurry mengandung sedikit garam, sehingga kue harus dicuci. a. Jika filtrasi dihentikan setelah 70 menit, berapa volum filtrate yang tertampung? b. Jika kue dengan air sebanyak 100 ft3, dengan beda tekanan yang sama dengan filtrasi, berapa lama waktu yang diperlukan untuk proses pencucian? c. Jika waktu untuk bongkar pasang 60 menit dan kue harus dicuci dengan air dengan perbandingan volum air pencuci dengan filtrate sama seperti pada b., tentukan siklus optimumnya (siklus yanag menghasilkaan filtrate tiap waktu maksimum)? Penyelesaian : a. Untuk mengetahui volume filtrate setelah 70 menit, dapat digunakan persamaan (19.b),
t=
[
Cv V 2 + 2V .V2 A (− ∆P ) 2
]
(19.b)
Pertama kali harus diestimasi dulu nilai parameter-parameter Cv dan Ve dari data percobaan. Digunakan pendekatan cara diferencial untuk mencari parameterparameter parameter ameter tersebut. Data percobaan diplotkan antara (dt/dV rata-rata rata volum filtrate tertampung pada rentang waktu tsb (Vavg).
ti+1-ti)/ V) versus
Dari persamaan (19.a) yang dimodifikasi, diperoleh :
2.C 2.C 2.C dt t i +1 − t i ≈ = 2 v (V + Ve ) = 2 v V + 2 v V dV ∆V A (− ∆P ) A (− ∆P ) A (− ∆P ) slope
int ersep
b. Pencucian dengan volum air pencuci, Vw = 100 ft3. Pada proses pencucian, kue tidak bertambah tebal, sehingga proses pencucian dapat dianggap proses proses dengan kecepatan tetap (dVw/dt= dt= tetap, atau dt/dVw = tetap). Jika ( −∆P ) dan A tetap, maka:
dt w dt = dVw dV
akhir
filtrasi
= tetap
Sehingga, tw
0
dt w = (
Vw
dt ) akhir dV
filtrasi × dVw atau t w =
0
2Cv [V + Ve ] V =V f ×Vw A (− ∆P ) 2
(23)
Catatan : Jika luas bidang pencuciaan dan bidang filtrasi berbeda, dan ( −∆P ) antara proses pencucian dan filtrasi juga berbeda, maka perlu koreksi sebagai berikut :
dt w dt = dVw dV
(− ∆P ) f
akhir filtrasi
(− ∆Pw )
Af
2
Aw
(24)
Jika tebal kue berbeda karena liran berubah, misalnya tebal kue menjadi 2x, maka pada rumus
(dt
f
/ dV f
)
akhir
nilai V diisi dengan 2xVf.
c. Siklus optimum diperoleh jika jumlah filtrate yang tertampung tiap satuan waktu maksimum. Untuk mendapatkan tingkat kebersihan kue yang sama, maka perbandingan volum air pencuci dengan volum filtrate harus tetap (ingat: tebal kue sebanding dengan volum filtrate tertampung, sehingga jika volum filtrate makin banyak, perlu air pencuci m makin banyak pula).
Waktu filtrasi: t f =
[
Cv 2 V f + 2V f .Ve A (−∆P) 2
]
Waktu pencucian:
dt dV
tw =
=
akhir
filtrasi
×Vw =
2Cv (V f + Ve )Vw A ( − ∆P ) 2
(
2Cv (V f + Ve )kV f = 22Cv k V f 2 + VeV f A (−∆P) A (−∆P) 2
)
Waktu bongkar-pasang = tp (tetap). Waktu tiap siklus operasi, tc = tr + tw + tp Sehingga, tc =
(
)
(
)
Cv 2C K 2 2 V f + 2VeV f + 2 v V f + VeV f + t p A (−∆P ) A (− ∆P ) 2
(25)
Produksi filtrate per satuan waktu: (Vr/ tc). Diinginkan (Vr/ tc) maksimum, atau (tc/ Vf) minimum, maka d(tc/ Vf) / dVf=0,
tc C (V f + 2Ve ) + 22Cv k (V f + Ve ) + t p = 2 v Vf Vf A (− ∆P) A (− ∆P ) tc d dV f V f
=
t Cv (1 + 0) + 22Cv k (1 + 0) − pf = 0 A (− ∆P ) A (− ∆P ) V2 2
( )
Akan diperoleh : V f
opt
=
A 2 (− ∆P )t p
(26)
C v (1 + 2k )
Dari Vf,opt selanjutnya dapat dihitung (tf)opt; (Vw)opt;(tw)opt dan (tc)opt. Khusus untuk plate and frame filter, tebal kue maksimum yang diijinkan adalah ½x tebal frame (pada kondisi ini frame penuh dengan kue). Sehingga model ini perlu dicek apakah dengan volum filtrate optimum, , akan dihasilkan kue dengan ketebalan, Lc, melebihi ½x tebal frame. Jika Lc > ½x tebal frame, maka operasi pada (Vw)opt tidak mungkin dilakukan.
Jika siklus operasi tanpa pencucian, maka :
tc d dV f V f
=
tc C (V f + 2Ve ) + t p dan = 2 v V f A ( − ∆P ) Vf
t Cv (1 + 0) − pf = 0 A (− ∆P ) V2 2
Universitas Gadjah Mada
( )
Akan diperoleh : V f
opt
A 2 (− ∆P )t p
=
(26.a)
Cv
Jika pencucian dilakukan dengan kondisi berbeda dengan kondisi filtrasi, misalnya [(- P), A, Lc] yang berbeda], siklus sik us optimum dapat dicari dengan cara ya yang sama dengan mengoreksi [(- P), ), A, Lc] yang sesuai. PERHITUNGAN FILTER KONTINYU
Ingin dicari: volume filtrat yang diperoleh setiap saat. Perhitungan
RDF
pada
dasarnya
dapat
dicari
dengan
mengembangkan
perhitungan pada filter batch. Persamaan waktu filtrasi untuk filter batch:
tf =
[
Cv V 2 + 2V .Ve A (− ∆P ) 2
]
Persamaan diatas dapat apat dituliskan dalam bentuk,
C tf = 2 v A (− ∆P )
V A
2
+2
V A
Ve A
Jika didefinisikan : V/A = v = volume filtrate tertampung per satuan luas filter, selama waktu t Ve/A = ve = volume ekivalen per satuan luas filter.
Sehingga : t f =
[
Cv v 2 + 2vve (− ∆P )
]
(27)
Misalnya ditinjau 1 satuan luasan filter,
adalah luasan filter tercelup per satuan
total filter (ekivalen dengan luasan filtrasi/luas total). Jika T (= perioda putaran) adalah waktu yang dibutuhkan untuk 1 putaran penuh, maka selama waktu T tersebut fraksi luasan filter yang tercelup akan tercelup dalam slurry selama
.T
dengan volum filtrat sebanyak v. Sehingga persamaan (27) menjadi:
ψT =
[
Cv v 2 + 2vve ( − ∆P )
]
(27.a)
Untuk setiap satuan waktu, setiap luasan filter akan menghasilkan volume filtrat sebanyak v’= v/ T= (v/(1/N)) = N. v. Jika luas total filter adalah A, maka total volum filtrat yang dihasilkan persatuan waktu adalah: V=A. v’= A.N. v, sehingga v= (V/(AN)). Substitusi ke persamaan (27.a) menghasilkan,
ψT =
Cv (−∆P)
V' V' + 2v e A.N A.N
→ψ (
C 1 )= 2 v N A ( − ∆P )
V' V' + 2v e A N N
Sehingga diperoleh persamaan perancangan untuk RDF,
ψ N
=
Cv 2 A ( − ∆P )
V' V' + 2v e N N
(28)
Catatan Tambahan: 1. Operasi filter sangat bervariasi, sehingga mempunyai persamaan-persamaan yang berbeda. Meskipun demikian, prinsip dasarnya sama, sehingga mempunyai rumus fundamental yang sama. Rumus untuk setiap jenis filter dapat dikembangkan dan rumus fundamental tersebut. 2. Jika padatan dalam slurry tidak bisa membentuk kue yang bagus untuk aliran filtratnya (misalnya: terlalu lembek, sehingga porositasnya sangat kecil), maka bisa ditambahkan padatan lain pada slurry yang bisa membantu pembentukan kue yang bagus, sehingga filtrasi bisa berjalan dengan baik. 3. Jika diinginkan kue yang cukup kering, maka bisa dilakukan proses dewatering dengan cara menghisap cairan dalam kue dengan pemvakuman (lihat ilustrasi
Universitas Gadjah Mada
operasi RDF diatas). Meskipun demikian, tetap masih ada cairan tersisa dalam kue, biasanya sekitar 20-30%. 20 4. Jika kain saring kurang selektif (misalnya: ada sejumlah padatan menembus kain saring, sehingga filtrat masih mengandung padatan), pada RDF hal ini bisa diatasi dengan meninggalkan sedikit kue pada kain saring dengan mengatur posisi pisau pelepas kue. Dengan cara ini biasanya bisa diperoleh filtrat yang lebih jernih. 5. Untuk kue yang kompresibel kompresibel (compressible cake), struktur kue dapat berubah karena tekanan (misalnya: perubahan kerapatan/porositas kue karena tekanan). Gambar dibawah ini melukiskan perubahan porositas terhadap tekanan untuk berbagai berbaga macam kue padatan.
Perubahan
struktur
kue
menyebabkan perubahan nilai C selama operasi. Gambar disamping memberikan perubahan kompresibel
ilustrasi nilai
C
dan
tentang pada
kue
kue nonnon
kompresibel. Pada kenyataannya, tidak ada kue yang non-kompresibel. kompresibel. Tetapi untuk kepentingan diasumsikan kompresibel.
perhitu perhitungan, bahwa
kue
non non-